commit to user
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI METODE
DEMONSTRASI DAN DISKUSI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
PADA SISWA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR FISIKA SISWA DI
MTs NEGERI 1 SURAKARTA
Skripsi
Oleh :
Pekik Warnendya NIM K2303070
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI METODE
DEMONSTRASI DAN DISKUSI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
PADA SISWA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR FISIKA SISWA DI
MTs NEGERI 1 SURAKARTA
Oleh :
Pekik Warnendya NIM K2303070
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pada hari : Jumat
Tanggal : 17 Desember 2010
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph. D NIP. 19670802 200012 1 001
Pembimbing II
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari : Senin
Tanggal : 25 April 2011
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Rini Budiharti, M.Pd NIP. 19580728 198403 2 003
( )
Sekretaris : Elvin Yusliana E, S.Pd, M.Pd NIP. 19770717 200501 2 002
( )
Anggota I : Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph. D NIP. 19670802 200012 1 001
( )
Anggota II : Drs. Trustho Rahardjo, M.Pd NIP. 19510823 198103 1 001
( )
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
commit to user
v
ABSTRAK
Pekik Warnendya. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PADA SISWA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR FISIKA SISWA DI MTs NEGERI 1 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan metode diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor, (2) ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara minat belajar Fisika siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor, (3) ada atau tidak adanya interaksi pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses dan minat belajar Fisika siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 3 X 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Negeri 1 Surakarta semester dua Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah delapan kelas yaitu kelas VIIA sampai dengan kelas VIIH. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga didapat dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIIBdan kelas VIIC yang masing-masing terdiri atas 36 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik angket, teknik nontes berupa pengamatan, dan teknik tes. Teknik angket digunakan untuk mengetahui minat belajar Fisika siswa. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data kemampuan afektif dan psikomotor siswa. Teknik tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor. Teknik analisis data yang digunakan adalah anava dua jalan dengan isi sel tak sama kemudian dilanjutkan dengan uji komparasi ganda metode Scheffe dengan taraf signifikansi 0,05.
commit to user
vi
memperhatikan hasil uji lanjut anava dengan metode scheffe dapat disimpulkan bahwa perbedaaan pengaruh penggunaan metode diskusi dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa tidak signifikan (3) tidak ada interaksi pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses dengan minat belajar Fisika siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor (Fab 1,36F0,05;2;663,138).
commit to user
vii
ABSTRACT
Pekik Warnendya. THE INFLUENCE OF THE USE OF PROCESS SKILL
BASED APPROACH IN PHYSICS LEARNING THROUGH
DEMONSTRATION AND DISCUSSION METHOD TOWARD THE
STUDENTS‟ COGNITIVE POWER VIEWED FROM THE SUDENTS‟
LEARNING MOTIVATION IN PHYSICS IN MTs NEGERI 1 SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. University of Sebelas Maret Surakarta, December 2010.
The study is aimed to find: (1) whether there is a distinctive effect between the use of process skill based approach through demonstration and
discussion method toward the students‟ cognitive power in the sub- topic of Heat;
(2) whether there is a distinctive effect between the students‟ learning motivation
in Physics with higher, medium, and lower category toward their cognitive power in the sub- topic of Heat; (3) whether there is a distinctive effect between the use
of process skill based approach and the students‟ learning motivation in Physics
toward their cognitive power in the sub-topic of Heat.
The study applies experimental method with factorial design 3 X 2. The population here is the whole VII grade students of MTs Negeri 1 Surakarta in the second semester in the academic year 2009/2010 that consists of eight classes start from the class VIIA until VIIH. The sampel is taken by using cluster random sampling so that results in two classes to be involved: class VIIB and VIIC respectively consists of 36 students. The techniques of collecting data used in the study are questionnaire, non-test observation, and testing. Questionnaire is used to
catch the students‟ learning motivation in Physics. Observation is done to find the
students‟ affective and psychometric power. Testing is used to find the students‟ cognitive power in the sub-topic of Heat. The technique of analyzing data used is two-ways anava with different nucleolus then continued by a double comparison testing of Scheffe method in the significance stage 0,05.
According to the data analysis and the discussion, it is concluded that: (1)
there is no distinctive effect between the students‟ motivation learning in Physics
with higher, medium, and lower category toward their cognitive power in the sub-topic of Heat (Fa0,13F0,05;1;663,138); (2) there is a distinctive effect between process skill based approach through demonstration and discussion method
toward the students‟ cognitive power in the sub-topic of Heat
(Fb 4,55F0,05;2;663,988); and then based on the double comparison testing, it is found that Fb 4,55F0,05;2;663,988. Therefore, there is a distinctive effect between the use of process skill based approach through demonstration and
discussion method toward the students‟ cognitive power. After the follow-up testing is done toward the double comparison anava of Scheffe method, it is found a result that F.1-.2 6,22 and the critical value Ftabel7,976. Considering the result of the follow-up test of anava with Scheffe method, it can be concluded that the distinctive effect between the use of process skill based approach through
commit to user
viii
significant (3) there is no effect interaction between the use of process skill based
approach and the students‟ learning motivation in Physics toward their cognitive
power in the sub-topic of Heat (Fab1,36F0,05;2;663,138).
commit to user
ix
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai ( dari sesuatu urusan ) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh ( urusan )
yang lain. Dan hanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu berharap” ( QS. Al
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Ibuku tercinta
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan Skripsi ini akhirnya dapat
diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Program Pendidikan Fisika Jurusan
P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi
ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat
diatasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Koordinator Skripsi Program Studi
Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
5. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph. D Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dalam penyusunan Skripsi ini
6. Bapak Drs. Trustho Rahardjo, M.Pd Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dalam penyusunan Skripsi ini
7. Bapak dan Ibu serta keluarga di rumah yang selalu mendukung penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini masih ada kekurangan.
Namun demikian, penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian pendidikan.
Surakarta, April 2011
commit to user ABSTRAK
Pekik Warnendya. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PADA SISWA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR FISIKA SISWA DI MTs NEGERI 1 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan metode diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor, (2) ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara minat belajar Fisika siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor, (3) ada atau tidak adanya interaksi pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses dan minat belajar Fisika siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 3 X 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MTs Negeri 1 Surakarta semester dua Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah delapan kelas yaitu kelas VIIA sampai dengan kelas VIIH. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga didapat dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIIBdan kelas VIIC yang masing-masing terdiri atas 36 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik angket, teknik nontes berupa pengamatan, dan teknik tes. Teknik angket digunakan untuk mengetahui minat belajar Fisika siswa. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data kemampuan afektif dan psikomotor siswa. Teknik tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor. Teknik analisis data yang digunakan adalah anava dua jalan dengan isi sel tak sama kemudian dilanjutkan dengan uji komparasi ganda metode Scheffe dengan taraf signifikansi 0,05.
commit to user
memperhatikan hasil uji lanjut anava dengan metode scheffe dapat disimpulkan bahwa perbedaaan pengaruh penggunaan metode diskusi dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa tidak signifikan (3) tidak ada interaksi pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses dengan minat belajar Fisika siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor (Fab 1,36F0,05;2;663,138).
commit to user
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai ( dari sesuatu urusan ) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh ( urusan )
yang lain. Dan hanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu berharap” ( QS. Al
Insyirah : 6-8 ).
“Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari pada permulaan. Dan kelak Tuhan-Mu pasti akan memberikan karunia-Nya kepadamu lalu (hati) kamu
menjadi puas” (QS. Ad Duha : 4-5 ).
“Dan terhadap nikmat Tuhan-Mu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS. Ad Duha : 11 ).
“Adalah suatu kebaikan yang mendatangkan kebaikan yang lain saat kita
mensyukuri dan mengingat anugerah yang Allah SWT berikan kepada kita”
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini masih perlu mendapat perhatian
yang serius untuk menghadapi tantangan globalisasi, di mana batas-batas negara
tidak menjadi penting lagi bagi sistem jaringan informasi. Global Competitiveness
Report 2009/2010, Menilai tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas
pendidikan tingginya, hanya menempatkan Indonesia di peringkat ke-54 dari 133
negara, yaitu di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Cina (29),Thailand (36),
serta India (49).
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sebagai hasil (outcomes) dari proses pendidikan nasional juga merupakan masalah serius yang harus dihadapi. Badan Dunia untuk Program Pembangunan (UNDP) menempatkan Indonesia pada urutan ke-111 dari 182 negara dalam perkembangan indeks pembangunan manusia (HDI). Peringkat tersebut lebih rendah dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara. Hal demikian terungkap
dalam Laporan Pembangunan Manusia 2009 yang dipublikasikan di Jakarta, ”Dari laporan terbaru data 2007, Indonesia menempati posisi 111 dari 182 negara.
Indeks pembangunan manusia RI memiliki nilai 0,734, berada pada range
pengembangan medium,” kata Kepala Tim Unit Pemerintahan Demokrasi UNDP
Rizal Malik dalam jumpa pers di Jakarta, (Kompas, ed Senin, 5 Oktober 2009).
Tantangan yang akan dihadapi di era global ialah kesadaran penuh
bangsa Indonesia untuk melakukan investasi dalam sektor pendidikan. Pendidikan
merupakan aspek yang sangat penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan
manusia karena di dalamnya terdapat proses yang memungkinkan seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat. Selain itu, pendidikan merupakan proses sosial dimana seseorang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol sehingga
memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial serta kemampuan
commit to user
termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang menyatakan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Lingkungan pendidikan ialah komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan
situasi interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan terdidik yang
berlangsung beserta unsur-unsur penunjangnya. Lingkungan pendidikan terdiri
atas lingkungan pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan lingkungan
pendidikan masyarakat. Berdasarkan analisis terhadap ketiga lingkungan
pendidikan tersebut, Soedijarto, dkk (1991 : 144) menyimpulkan “ ... betapa
potensial dan strategisnya lembaga pendidikan sekolah bagi proses pengembangan
sumber daya manusia Indonesia ...” . Hal ini menunjukkan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah dengan
mengoptimalkan peran lembaga pendidikan sekolah.
Perencanaan kurikulum pendidikan merupakan faktor yang juga
menentukan kualitas pendidikan suatu bangsa. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang cukup pesat pada masa sekarang menyebabkan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat tidak sama seperti pada masa lampau. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum perlu dilakukan sesuai dengan fungsinya yakni “...
menjelaskan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti
proses pembelajaran dan pengalaman pembelajaran yang harus dikuasai, serta
bagaimana pengalaman pembelajaran tersebut disampaikan kepada peserta didik.”
(Zamroni dalam Ella Yullaelawati, 2004 : v). Saat ini, kurikulum yang berlaku
adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Penyusunan KTSP oleh
Badan Standar Pendidikan Nasional hanya memuat standar kompetensi dan
kompetensi dasar sedangkan pengembangan KTSP dan silabusnya harus
dilakukan oleh sekolah. Peran guru adalah menjabarkan silabus ke dalam RPP
commit to user
para guru mungkin akan menghadapi berbagai permasalahan jika mereka belum
siap dan memahami KTSP dengan baik. Padahal kesiapan dan pemahaman yang
baik terhadap kurikulum pendidikan tersebut akan mempengaruhi kualitas proses
belajar-mengajar di sekolah.
Sebagai upaya untuk memajukan pendidikan nasional, kualitas proses
belajar-mengajar di sekolah perlu ditingkatkan mengingat pernyataan bahwa
“Proses belajar-mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan ... “ (Moh. Uzer Usman, 2005 : 4). Senada dengan pernyataan tersebut, Sudijarto (1991 :164) menekankan pula bahwa kualitas proses
belajar-mengajar dan sistem evaluasi merupakan faktor yang tinggi pengaruhnya terhadap
mutu pendidikan.
Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Proses belajar-mengajar tersebut meliputi setiap mata pelajaran salah
satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk dalam Ilmu Pengetahuan Alam.
Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki karakteristik sendiri
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang lain. Oleh karena itu, proses
belajar-mengajar Fisika di sekolah juga menyesuaikan dengan karakteristik tersebut.
Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Produk
(hasil) merupakan kumpulan pengetahuan seperti fakta, konsep, prinsip atau
hukum, dan teori. Proses dalam Fisika berkaitan dengan keterampilan untuk
mendapat pengetahuan tersebut. Sikap ilmiah merupakan sikap yang melandasi
seseorang dalam memperoleh pengetahuan.
Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat sebagai konsekuensi
diterapkannya suatu kurikulum mata pelajaran Fisika di sekolah menjadi tugas
para guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran tersebut
didasarkan pada sebuah pendekatan melalui metode pembelajaran.
Secara umum, dikenal dua macam pendekatan pembelajaran, yakni
commit to user
siswa (SCL) dan tidak lagi berpusat pada guru seperti yang terjadi di masa
lampau. Secara khusus, dikenal pula beberapa pendekatan pembelajaran antara
lain pendekatan Keterampilan proses, Konsep, Konstruktivisme, Deduktif,
Induktif, Ekspositori dan Heuristik. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan
keterampilan proses. Pendekatan ini dapat dikembangkan dalam proses
belajar-mengajar Fisika di sekolah. Hal penting dalam pendekatan ini ialah bahwa guru
memberikan kesempatan kepada para siswa agar terlibat aktif baik secara fisik
maupun mental dalam proses pembelajaran Fisika. Mereka dapat mengembangkan
potensinya atau melatih kemampuannya dalam menemukan pengetahuan dengan
memperhatikan prosesnya.
Di samping pendekatan pembelajaran, metode mengajar juga perlu
dipertimbangkan keefektifannya sehingga dapat memberikan proses dan hasil
yang baik dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Ada beberapa macam metode
dalam pembelajaran, antara lain metode demonstrasi, diskusi, eksperimen,
ceramah, inquiry, discovery, simulasi atau bermain peran, tanya jawab, dan metode pemberian tugas atau resitasi. Namun, metode yang dipilih dalam
penelitian ini adalah metode demonstrasi dan metode diskusi. Kedua metode
tersebut juga dapat diterapkan dalam proses belajar-mengajar Fisika. Metode
demonstrasi memungkinkan siswa dapat mengamati suatu proses atau gejala
Fisika sehingga ia menemukan pengetahuan yang dapat menjelaskan proses
tersebut. Sedangkan metode diskusi melibatkan siswa secara aktif untuk mencari
penyelesaian masalah dalam rangka menemukan pengetahuan melalui
penyampaian pendapat atau informasi.
Kegiatan evaluasi pembelajaran perlu dilakukan pada akhir proses belajar
mengajar untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai oleh
siswa. Dari kegiatan evaluasi, dapat diketahui prestasi belajar yang dicapai oleh
siswa. Prestasi belajar Fisika siswa menunjukkan hasil belajar Fisika yang dicapai
oleh siswa. Salah satu indikator prestasi belajar adalah kemampuan kognitif pada
siswa. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif pada siswa
baik faktor dari dalam maupun luar diri siswa, salah satu di antaranya ialah minat
commit to user
terhadap keberhasilan individu. Tanpa adanya minat belajar, siswa tidak akan
dapat belajar sungguh-sungguh, sehingga hasil belajar menjadi kurang optimal.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti
memilih judul penelitian : ”PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI
METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI TERHADAP KEMAMPUAN
KOGNITIF PADA SISWA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR FISIKA
SISWA DI MTs NEGERI 1 SURAKARTA”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan karena berdasarkan survai
yang dilakukan oleh Global Competitiveness Report 2009/2010, kondisi
pendidikan di Indonesia belum seperti yang diharapkan.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia sebagai hasil (outcomes) proses pendidikan nasional di tingkat dunia menunjukkan peringkat bawah
berdasarkan laporan UNDP tahun 2007.
3. Tantangan di era global menuntut kesadaran bangsa Indonesia untuk
melakukan investasi pada sektor pendidikan karena merupakan aspek yang
penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia dan mengembangkan
sumber daya manusia Indonesia.
4. Di antara lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat,
lingkungan sekolah memiliki potensi atau peran yang lebih strategis dalam
proses pendidikan
5. Kepala sekolah dan guru yang belum memiliki kesiapan dan pemahaman
yang baik akan KTSP tentang menghadapi permasalahan dalam mewujudkan
proses pembelajaran yang berkualitas di sekolahnya.
6. Proses belajar-mengajar merupakan kegiatan inti dalam pendidikan di
lingkungan sekolah dan menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas
commit to user
7. Fisika merupakan pelajaran yang memiliki karakteristik tersendiri
dibandingkan pelajaran yang lain sehingga proses belajar-mengajar yang
dikembangkan menyesuaikan karakteristik tersebut.
8. Ada berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran Fisika di sekolah.
9. Prestasi belajar Fisika siswa menunjukkan hasil belajar Fisika yang dicapai
oleh siswa.
10. Salah satu indikator prestasi belajar adalah kemampuan kognitif pada siswa
11. Banyak faktor baik berasal dari dalam maupun luar diri siswa yang
mempengaruhi kemampuan kognitif pada siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas,
maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut :
1. Pendekatan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar Fisika ialah
pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan diskusi
ditinjau dari minat belajar Fisika pada siswa.
2. Indikator efektifitas proses belajar-mengajar Fisika yang digunakan adalah
kemampuan kognitif pada siswa.
3. Materi pelajaran Fisika yang digunakan dalam proses belajar-mengajar adalah
sub pokok bahasan Kalor.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yang akan diteliti
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan pengaruh antara minat belajar Fisika siswa kategori
tinggi, sedang dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok
bahasan Kalor ?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan
proses melalui metode demonstrasi dan metode diskusi terhadap kemampuan
commit to user
3. Apakah ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan keterampilan
proses melalui metode pembelajaran dan minat belajar Fisika siswa kategori
tinggi, sedang dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok
bahasan Kalor ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang tersusun di
atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Ada tidaknya perbedaan pengaruh antara minat belajar Fisika siswa kategori
tinggi, sedang dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok
bahasan Kalor.
2. Ada tidaknya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan metode diskusi terhadap
kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Kalor.
3. Ada tidaknya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan keterampilan
proses melalui metode pembelajaran dan minat belajar Fisika siswa kategori
tinggi, sedang dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok
bahasan Kalor.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan masukan dalam pemilihan pendekatan dan metode yang sesuai
dalam kegiatan belajar-mengajar Fisika.
2. Memberikan masukan kepada para pendidik untuk meningkatkan minat
belajar Fisika pada siswa dengan baik melalui langkah-langkah yang strategis.
3. Menjadi sumber inspirasi bagi penelitian selanjutnya dalam bidang
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan aspek yang sangat penting untuk mencapai prestasi.
Proses belajar dapat dilakukan oleh setiap orang baik di lingkungan pendidikan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendapat Witheringthon yang dikutip oleh M.
Ngalim Purwanto (1985 : 81) mengemukakan ”Belajar adalah suatu perubahan di
dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi
yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau sesuatu pengertian.”
Pengertian ini menjelaskan bahwa kepribadian seseorang akan berubah melalui
belajar. Menurut A. Suhaenah Suparno (2001:2), “Belajar merupakan suatu
aktivitas yang menimbulkan perubahan relatif permanen sebagai akibat dari
upaya-upaya yang dilakukannya”. Hal ini berarti bahwa belajar ditandai dengan
adanya perubahan yang relatif permanen dalam diri individu. Sejalan dengan
pendapat tersebut, W.S. Winkel ( 1996 : 53 ) juga menyatakan “Belajar adalah
suatu aktivitas mental / psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap”. Menurut pendapat ini bahwa aktivitas belajar tergolong aktivitas mental dan perubahan terjadi tersebut merupakan hasil
dari interaksi dengan lingkungan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses aktivitas mental yang dialami seseorang dan berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menimbulkan perubahan relatif permanen
di dalam kepribadian yang berupa kecakapan atau keterampilan, nilai sikap,
kebiasaan, kepandaian, dan pengetahuan-pemahaman atau suatu pengertian.
Dengan demikian, seseorang yang senantiasa melakukan perubahan menuju
commit to user b. Teori-Teori Belajar
Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli,
antara lain Bruner, Ausubel, Gagne, dan Piaget. Keempat teori tersebut dibahas
oleh Ratna Wilis Dahar dalam bukunya yang berjudul Teori-Teori Belajar (1989 :
97- 167). Berikut ini diuraikan beberapa hal penting yang menjadi inti dari
masing-masing teori tersebut.
1) Teori Belajar Menurut Bruner
Teori belajar menurut Bruner dikenal dengan model belajar penemuan
(discovery learning). Menurutnya, belajar penemuan sesuai dengan pencarian secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih
baik. Dengan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, seseorang akan memperoleh pengetahuan yang
bermakna. Oleh karena itu, Bruner berpendapat bahwa siswa hendaknya
dilibatkan secara aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
melalui pengalaman pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Belajar penemuan dapat
membangkitkan keingintahuan siswa dan memberi motivasi untuk berusaha terus
sampai dapat memecahkan permasalahannya.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses
melalui metode demonstrasi dan diskusi juga sesuai dengan teori belajar yang
dikemukakan oleh Bruner di atas. Melalui metode demonstrasi, guru memberikan
permasalahan di awal pembelajaran kemudian mengajak siswa untuk dapat
berpartisipasi aktif untuk membantunya melakukan demonstrasi atau
mengamatinya dalam rangka menemukan konsep atau prinsip yang dapat
menjawab permasalahan tersebut. Melalui metode diskusi, guru juga memberikan
permasalahan kepada para siswa. Siswa secara berkelompok memiliki kesempatan
berpartisipasi aktif dalam diskusi bersama dengan rekannya untuk menemukan
pemecahan masalah tersebut secara bersama-sama. Dengan demikian, melalui
pendekatan keterampilan proses siswa dapat menemukan pengetahuan yang
bermakna bagi dirinya sehingga mampu untuk meningkatkan pemahamannya
commit to user 2) Teori Belajar Menurut Ausubel
Ausubel tidak setuju dengan ahli pendidikan lain yang menyatakan
bahwa belajar bermakna hanya diperoleh melalui proses penemuan saja karena
mereka menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan. Padahal
menurutnya, belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan
menjelaskan hubungan antara konsep-konsep dan mengkaitkan informasi baru
pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang.
Menurut Ausubel, belajar terdiri atas dua tingkatan. Pada tingkat pertama
dalam belajar, informasi dapat disampaikan kepada siswa dalam bentuk belajar
penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan
bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian
atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa mengkaitkan
informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga terjadi belajar
bermakna. Namun, jika siswa hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru
tanpa menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya maka cara ini
dinamakan dengan belajar hafalan.
Penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran juga
sesuai dengan teori belajar menurut Ausubel. Siswa akan mengalami belajar
bermakna dengan pendekatan keterampilan proses baik melalui metode
demonstrasi maupun diskusi. Melalui metode demonstrasi, siswa mendapatkan
pengetahuan dalam bentuk belajar penemuan konsep atau prinsip melalui
pengamatan sedangkan melalui metode diskusi, siswa belajar penemuan
pemecahan masalah dengan tukar menukar pendapat.
3) Teori Belajar Menurut Gagne
Berdasarkan teorinya tentang model belajar pemrosesan informasi,
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar. Fase-fase itu
merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau
guru. Setiap fase juga mengisyaratkan adanya suatu proses yang terjadi dalam
commit to user
a) Fase Motivasi
Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan adanya harapan. Misalnya,
siswa dapat mengharapkan bahwa dengan belajar sungguh-sungguh mereka
akan mendapatkan nilai yang baik.
b) Fase Pengenalan
Siswa memperhatikan aspek-aspek yang penting dalam proses pembelajaran.
Dalam hal ini, guru dapat pula membantu memusatkan perhatian siswa
tersebut terhadap informasi yang relevan.
c) Fase Perolehan
Informasi relevan yang telah diperhatikan siswa tidak langsung disimpan
dalam memori melainkan dikaitkan dengan informasi yang telah ada dalam
memorinya agar menjadi bermakna bagi dirinya. Dengan demikian, siswa
dapat membentuk gambaran-gambaran tentang informasi tersebut.
d) Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek
ke memori jangka panjang. Hal ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali
(reherseal) atau praktek (practice). e) Fase Pemanggilan
Fase ini menunjukkan bagian penting dalam belajar yakni upaya memperoleh
hubungan dengan informasi yang telah dipelajari dengan memanggil informasi
tersebut dari memori jangka panjang. Materi yang terstruktur dengan baik
akan lebih mudah dipanggil dari pada materi yang disajikan tidak teratur.
f) Fase Generalisasi
Generalisasi atau transfer informasi merupakan upaya menerapkan suatu
informasi ke dalam situasi-situasi baru. Hal ini merupakan fase kritis dalam
belajar.
g) Fase Penampilan
Para siswa harus menunjukkan kemampuan yang mereka peroleh setelah
belajar melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah belajar tentang
alat termometer siswa mampu menunjukkan cara pengukuran suhu suatu
commit to user
h) Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilannya sehingga
mereka mengetahui sudah benar atau belumkah pemahaman mereka terhadap
materi pembelajaran. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement
(penguatan) kepada mereka untuk penampilan yang berhasil.
Teori belajar menurut Gagne yang telah dikemukakan di atas juga
relevan sebagai dasar penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui
metode demonstrasi dan metode diskusi dalam proses pembelajaran Fisika. Dalam
pendekatan ini, guru terlebih dahulu memberikan motivasi di awal pembelajaran.
Selanjutnya guru mengarahkan perhatian siswa pada pembahasan materi tertentu
dalam Fisika dan merumuskan masalah yang akan dipelajari. Siswa juga diberi
kesempatan untuk memberikan opininya atas masalah tersebut. Hal ini dapat
merangsang siswa untuk mengkaitkan dengan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Baik melalui metode demonstrasi dan diskusi, guru membimbing
siswa jika mengalami kesulitan sehingga siswa segera dapat memahami pelajaran.
Siswa diminta menyimpulkan hasil pembelajarannya kemudian guru memberikan
soal penguatan dan pemantapan. Siswa akan menerapkan informasi yang telah
diperoleh untuk menyelesaikan soal tersebut. Guru juga memberikan umpan balik
dengan memberikan tanggapannya atas jawaban siswa tersebut. Jika jawaban
siswa belum benar maka guru akan meluruskannya.
4) Teori Belajar Menurut Piaget
Piaget melalui teorinya tentang belajar mengemukakan bahwa setiap
individu akan mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yang
meliputi :
a) Tingkat Sensori-motor (pada usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini anak mengenal lingkungannya dengan menggunakan
kemampuan panca inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor).
b) Tingkat Pra-operasional (pada usia 2-7 tahun)
Pada tahap ini disebut pra-operasional karena pada umur ini anak belum
mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti menambah atau
commit to user
pada tingkat ini memiliki penalaran transduktif, di mana anak melihat
hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada.. Pada usia 4 -7 tahun
anak mengalami tingkat berpikir intuitif. Ciri yang lain pada anak pada tingkat
pra-operasional adalah tidak dapat berpikir reversibel dan bersifat egosentris.
c) Tingkat Operasional Konkret (pada usia 7-11 tahun)
Pada tingkat ini anak mulai berpikir rasional. Dalam memecahkan masalah
yang konkret anak dapat mengambil keputusan secara logis. Namun demikian
anak pada tahap ini belum mampu untuk berpikir dengan materi yang abstrak.
d) Tingkat Operasi Formal ( pada usia 11 tahun ke atas )
Pada tahap ini, anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk
membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah memiliki
kemampuan berpikir abstrak.
Menurut Piaget, seseorang yang semakin dewasa akan beradaptasi
dengan lingkungannya sehingga menyebabkan perubahan struktur kognitifnya.
Apabila seseorang menggunakan struktur kognitif (kemampuan) yang sudah ada
untuk menanggapi suatu masalah dari lingkungan tersebut maka terjadilah proses
asimilasi. Jika seseorang memerlukan modifikasi dari struktur mental yang sudah
ada untuk menghadapi masalah tersebut maka terjadilah proses akomodasi.
Akibatnya, terjadilah proses equilibrasi (keseimbangan) diantara asimilasi dan
akomodasi sehingga seseorang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam
pembelajaran, siswa harus diberikan area yang belum ia ketahui agar belajar sebab
ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya. Siswa akan beradaptasi
terhadap area baru itu sehingga terjadi keseimbangan dalam struktur kognitifnya.
Pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan diskusi
juga dapat diterapkan dalam pembelajaran sesuai dengan teori belajar menurut
Piaget. Melalui pendekatan ini, siswa diberi permasalahan sebagai area baru bagi
siswa agar belajar. Selanjutnya, siswa berupaya beradaptasi dalam pembelajaran
baik melalui metode demonstrasi maupun diskusi untuk mencari jawaban dari
permasalahan yang telah diberikan tersebut. Pemilihan permasalahan dalam
pembelajaran ini juga telah sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa
commit to user c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan proses yang kompleks dalam diri seseorang. Oleh
karena itu banyak faktor yang ikut mempengaruhinya. Menurut Muhibbin Syah
(1995 : 132), ”Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terdiri atas tiga macam,
yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni kondisi jasmani dan
rohani siswa, faktor eksternal (faktor luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa, dan faktor pendekatan belajar.” Faktor internal siswa meliputi dua
aspek : pertama, aspek fisiologis yang bersifat jasmaniah seperti otot, mata
(penglihatan), dan telinga (pendengaran). Aspek kedua ialah aspek psikologis,
yang meliputi tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa,
dan motivasi siswa. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial seperti
guru, staf administrasi di sekolah, teman, masyarakat, tetangga, orang tua dan
faktor lingkungan nonsosial meliputi sekolah, rumah, peralatan, alam, waktu
belajar dan kesiapan belajar. Muhibbin Syah (1995 :132) menjelaskan ”Faktor
pendekatan belajar merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi
dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.”
Ballard dan Clanchy seperti yang dikutip Muhibbin Syah (1995 :128) menyatakan
terdapat 3 macam pendekatan belajar siswa, yakni pendekatan belajar reproduktif,
analitis, dan spekulatif. Sementara itu, Biggs yang dikutip Muhibbin Syah (1995
:129) menggolongkan 3 pendekatan belajar siswa, yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi).
Agak berbeda dari pendapat di atas, Dimyati dan Mudjiono (1999 :
238-234) menggolongkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi
dua macam saja, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi
sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan
belajar, memperoleh perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang
tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan
keberhasilan belajar, dan cita-cita siswa. Faktor ekstern belajar meliputi guru
sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan
commit to user
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dicermati bahwa walaupun
penggolongan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar agak berbeda namun
pada penjabarannya terdapat kesamaan. Faktor pendekatan belajar yang
dikemukakan oleh Muhibbin Syah dapat digolongkan ke dalam faktor intern
menurut Dimyati dan Mudjiono yaitu mengolah bahan belajar. Dengan demikian,
penulis menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar dapat berasal
dari diri siswa (faktor intern) dan yang berasal dari luar siswa (faktor ekstern).
d. Minat Belajar Siswa
Seseorang yang tertarik atau memiliki perhatian untuk melakukan
sesuatu aktivitas tersebut. Winkel W.S (1991:105) mengatakan bahwa minat
diartikan sebagai kecenderungan subyek yang menetap untuk merasa tertarik pada
bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi
itu. Seseorang yang tertarik atau memiliki perhatian untuk melakukan suatu
aktifitas tertentu, maka dimungkinkan ia memiliki minat terhadap aktifitas
tersebut. Minat itu sebagai dorongan yang menunjukkan perhatian individu
terhadap obyek yang menarik atau menyenangkan sehingga anak tersebut akan
berusaha lebih aktif karena suka terhadap materi itu sendiri.demikian juga
seseorang tidak akan merasa bosan menekuni sesuatu apabila dia memang
berminat terhadapnya. Sehingga minat seseorang terhadap sesuatu mempengaruhi
sikap dan perhatiannya.
Begitu juga dengan dunia pendidikan, minat seorang siswa terhadap
suatu pelajaran akan mempengaruhi aktifitas belajarnya dan pada akhirnya akan
berpengaruh juga pada prestasi belajarnya. Minat yang kuat mendasari tumbuhnya
sikap senang sehingga membuahkan prestasi gemilang. Winkel W.S. (1991:105)
menyatakan bahwa antara minat dan perasaan senang terdapat hubungan timbal
balik, sehingga tidak mengherankan kalau siswa yang berperasaan tidak senang
juga akan kurang berminat, dan sebaliknya. Disini terlihat bahwa sikap senang
menandakan adanya minat pada diri seseorang dan dengan minat yang kuat maka
seseorang akan memperoleh prestasi yang memuaskan.
Minat merupakan salah satu unsur pribadi yang berpengaruh terhadap
commit to user
akan dapat belajar sungguh-sungguh, dan dampaknya hasil belajar tidak akan
sesuai dengan yang diharapkannya. Dengan adanya minat belajar yang kuat,
subyek belajar akan memperhatikan dan mengenang bahan belajar yang disajikan
guru. Ini berarti bahwa minat merupakan suatu kekuatan yang mendororng
seseorang menaruh perhatian terhadap seseorang, suatu benda atau suatu kegiatan.
Minat belajar adalah hal yang penting dalam proses pembelajaran.
Dengan minat pembelajaran yang tinggi hasil prestasi yang dicapai dimungkinkan
akan lebih baik. Minat belajar fisika merupakan dorongan yang terdapat dalam
diri siswa itu dimana siswa merasa tertarik terhadap fisika yang dibuktikan bahwa
siswa itu selalu bersikap aktif dan positif dalam belajar fisika baik di sekolah
maupun di rumah.
Siswa yang mepunyai minat belajar fisika biasanya memiliki ciri-ciri
sebagi berikut:
a. Selalu bersikap ingin tahu tentang fisika
b. Jika ada kegiatan tentang fisika, ia selalu ingin mengikuti. Misalnya lomba
fisika, atau olimpiade fisika
c. Jika guru memberikan pelajaran fisika, anak tersebut aktif. Sehingga rasa
keingintahuannya itu akan terus mendorong minat belajar fisikanya tetap
eksis.
Dengan melihat pernyataan di atas, siswa yang memiliki sebagian dari
ciri-ciri di atas dimungkinkan dia memiliki minat belajar fisika yang tinggi. Jadi
minat belajar fisika adalah faktor intern yang terdapat dalam diri siswa yang
berupa dorongan rasa ketertarikan terhadap fisika, dalam hal ini pada pokok
bahasan Kalor.
e. Tujuan Belajar
Tujuan belajar adalah segala hasil belajar yang menunjukkan bahwa
siswa telah melakukan perbuatan belajar yang umumnya meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa.
Tujuan belajar berperan penting bagi guru dan siswa. Bagi guru, tujuan belajar
merupakan pedoman tindak mengajar. Dari segi siswa, tujuan belajar menjadi
commit to user
Proses belajar memiliki hubungan dengan tujuan belajar. Rumusan tujuan
belajar hendaknya disesuaikan dengan perilaku yang diharapkan dapat dilakukan
siswa. Sardiman A.M (2001: 28-29) merangkum tujuan belajar secara umum
sebagai berikut :
1) Untuk mendapatkan pengetahuan. Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.
2) Penanaman konsep dan keterampilan. Penanaman konsep atau merumuskan konsep memerlukan keterampilan. Keterampilan ini dapat dipelajari dengan banyak melatih kemampuan.
3) Pembentukan sikap.Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai. Karena itu, guru tidak hanya sebagai pengajar tapi juga sebagai pendidik yang memberikan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar
adalah hasil belajar yang hendak dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran.
Sesuai dengan tujuan belajar di atas, yakni mendapatkan pengetahuan, penanaman
konsep / keterampilan, dan pembentukan sikap, hasil belajar juga meliputi hal
ihwal keilmuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif).
f. Kemampuan Kognitif
Adanya suatu penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau
usaha. Melalui kegiatan ini, kita dapat mengetahui sejauh mana hasil dari suatu
kegiatan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, hasil yang didapat biasanya
disebut dengan prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan masukan bagi guru
untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi yang diterima
selam proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Adapun pengertian prestasi belajar menurut Sutratinah Tirtonegooro
(1994 : 43) adalah “Penilaian hasil usaha yang dinyatakan dalam bentuk symbol,
angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai
oleh setiap anak dalam periode tertentu”. Dari pendapat tersebut maka
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah
commit to user
Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang yang
telah mengikuti proses pembelajaran. Prestasi belajar fisika merupakan hasil yang
telah dicapai seorang siswa setelah mengikuti proses belajar fisika. Prestasi yang
diperoleh siswa biasanya berupa nilai mata pelajaran fisika.
Dari berbagai keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi dapat
digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran. Prestasi belajar dalam pengertian ini adalah prestasi belajar
kemampuan kognitif fisika siswa pokok bahasan Kalor yang dicapai siswa setelah
proses pembelajaran berlangsung.
Prestasi belajar mencakup tiga aspek penilaian yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Berikut akan dijelaskan aspek kognitif
sebagai prestasi belajar siswa.
Kognitif adalah sesuatu yang berhubungan dengan atau melibatkan suatu
kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan,
dan sebagainya) atau usaha mengenai sesuatu melalui pengalaman sendiri, juga
suatu proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang serta hasil
perolehan pengetahuan.
Cara penalaran atau kognitif seseorang terhadap suatu objek selalu
berbeda-beda dengan orang lain. Artinya objek penalaran yang sama mungkin
akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi, karena
berbeda dalam penalaran, berbeda pula dalam kepribadian, maka terjadilah
perbedaan individu.
Aspek kognitif ini, secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang
dikembangkan oleh Bloom, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan (knowledge), yaitu mengenali kembali hal-hal yang bersifat umum dan khas, mengenali kembali metode dan proses, mengenali kembali
pola, struktur dan perangkat.
b. Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan untuk memahami, menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.
commit to user
d. Analisis (analysis), adalah menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur, bagian-bagian atau komponen-komponen sedemikian rupa sehingga tampak
jelas susunan dan hirarkis gagasan yang ada di dalamnya, atau tampak jelas
hubungan antara berbagai gagasan yang dinyatakan dalam suatu komunikasi.
e. Sintesis (syntesis), memerlukan kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga membentuk suatu keseluruhan
yang utuh.
f. Evaluasi (evaluation), merupakan kemampuan untuk menetapkan sesuatu tertentu.
Kategori-kategori ini disusun secara hirarkis, sehingga menjadi taraf-taraf
yang semakin menjadi bersifat kompleks, mulai dari yang pertama sampai dengan
yang terakhir.
2. Hakikat Fisika
Fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Oleh
karena itu, ciri-ciri maupun definisi Fisika tidak berbeda jauh dari definisi IPA
yang di dalamnya mencakup gejala-gejala alam. Pendapat Gerthsen yang dikutip
oleh Herbert Druxes et al (1986 : 3) menyatakan “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan
hubungan antara kenyataan-kenyataan persyaratan utama untuk pemecahan
masalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut”. Selanjutnya, Brockhaus yang
dikutip oleh Herbert Druxes et al (1986 : 3) berpendapat “Fisika adalah pelajaran tentang kejadian di alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan,
pengukuran apa yang didapat, penyajian secara matematis, dan berdasarkan
peraturan-peraturan umum”. Hal ini berarti bahwa Fisika merupakan teori yang
mempelajari gejala-gejala alam, hasilnya dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah
dan persamaan matematis berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Fisika
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian alam dengan
penyajian yang sesederhana mungkin yang diperoleh dari penelitian, percobaan,
dan pengukuran untuk menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataan yang
commit to user
memperoleh pengetahuan atau produk Fisika yang berupa fakta, konsep, hukum,
dan teori adalah tidak terlepas dari proses yang berkaitan
keterampilan-keterampilan tertentu seperti mengamati, menafsirkan, menerapkan,
merencanakan percobaan, dan mengkomunikasikan. Sikap yang melandasi proses
tersebut adalah sikap ilmiah, antara lain rasa ingin tahu dan mau menghargai
pendapat orang lain
3. Hakikat Mengajar
a. Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan suatu upaya yang dilakukan guru agar siswa
belajar. Bagi seorang guru, mengajar mengandung arti membimbing dan
membantu untuk memudahkan siswa dalam menjalani proses belajar. Oemar
Hamalik (1992 : 58) berpendapat ”Mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi
anak-anak untuk melakukan proses belajar mengajar secara efektif”. Sejalan
dengan pendapat ini, S. Nasution (2000 :4) menyatakan “Mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar”. Kedua
pendapat tersebut sama-sama menekankan akan pentingnya mengatur lingkungan
dalam proses belajar mengajar. Sementara itu, menurut Tyson dan Caroll yang
dikutip oleh Muhibbin Syah (1995: 183), “Mengajar adalah sebuah cara dan
sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif
melakukan kegiatan.” Pengertian ini mengisyaratkan bahwa dalam mengajar, guru dan siswa perlu saling berinteraksi dengan baik dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu upaya untuk menciptakan kondisi yang
sebaik-baiknya di mana guru dan siswa sama-sama aktif dan saling mengadakan
interaksi dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat belajar secara efektif.
Dalam upaya menciptakan kondisi belajar yang baik, terdapat faktor yang
mempengaruhi, yaitu lingkungan. Oleh karena itu, lingkungan harus dimanfaatkan
commit to user b. Kegiatan Mengajar
Dalam melaksanakan kegiatan mengajar, seorang guru harus berinteraksi
dengan siswanya. Agar terjadi interaksi yang saling mendukung diperlukan
adanya komunikasi yang baik. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pemilihan
desain instruksional atau program pengajaran yang tepat. Selain itu, seorang guru
perlu mempertimbangkan beberapa hal supaya kegiatan mengajarnya dapat
berlangsung secara efektif. Pendapat Henich et al yang dikutip oleh Soekartawi (1995: 49) memberikan hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan pemilihan
desain instruksional yang disingkat dengan ASSURE, yaitu :
1.) Analyze (analisis karakteristik siswa);
2.) State objectives (tentukan tujuan dan alasan mengapa memilih model instruksi tersebut);
3.) Select (pilih dan modifikasi bahan yang digunakan dalam model instruksi);
4.) Utilize (gunakan bahan yang digunakan dalam media atau model instruksi tersebut);
5.) Require (minta siswa untuk merespons apakah model instruksi tersebut sudah cocok untuk digunakan);
6.) Evaluate (evaluasi apakah model instruksi tersebut cukup efektif)
Kegiatan mengajar yang efektif akan memungkinkan tercapainya
pembelajaran yang efektif pula. Berkaitan dengan pembelajaran yang efektif,
Pendapat Richard Dunne dan Ted Wragg (1996:12) bahwa pembelajaran efektif
memiliki karakteristik antara lain : “Pembelajaran tersebut memudahkan murid
belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan
bagaimana hidup serasi dengan sesama manusia, atau sesuatu hasil belajar yang
diinginkan”.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan mengajar
yang baik membutuhkan komunikasi yang baik terutama di antara guru dan siswa.
Hal ini dapat diwujudkan dengan desain instruksional yang efektif. Pemilihan
desain intruksional tersebut perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti yang
telah disebutkan di atas sehingga terjadi pembelajaran efektif yang memudahkan
commit to user
4. Pendekatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh
siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu,
guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang
akan diterapkan. Berkenaan dengan pengertian pendekatan, Zuhdan K. Prasetyo
(2000 : 3.3) menyatakan ”Pendekatan adalah teori atau asumsi yang dikemukakan
dan dipercaya sangat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif”.
Sementara itu, W. Gulo (2002 :4) mengemukakan bahwa ”Pendekatan merupakan
sudut pandang kita dalam memandang seluruh masalah yang ada dalam program
belajar-mengajar”. Berdasarkan kedua pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran merupakan teori atau asumsi yang melandasi sudut
pandang guru dalam mewujudkan proses pembelajaran yang efektif. Dalam
kesimpulan ini, guru dinyatakan secara eksplisit karena para gurulah yang
berperan dalam menentukan pendekatan pembelajaran tersebut.
Secara umum, dikenal dua macam pendekatan pembelajaran, yakni
Teacher Centered Learning (TCL) dan Student Centered Learning (SCL). Sekarang ini, pemilihan pendekatan pembelajaran lebih mengarah berpusat pada
siswa (SCL). Secara khusus, dikenal pula beberapa pendekatan pembelajaran
antara lain pendekatan keterampilan proses, pendekatan konsep, pendekatan
konstruktivisme, pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan
ekspositori dan pendekatan heuristik. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan
keterampilan proses.
a. Pendekatan Keterampilan Proses
Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang
memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Tujuan pokok kegiatan
pembelajaran di sekolah haruslah membelajarkan siswa. Proses pengajaran
merupakan peristiwa yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik
untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Suatu pengajaran menggunakan
pendekatan keterampilan proses berarti pengajaran itu berusaha menempatkan
commit to user
pendekatan keterampilan proses tergolong pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa atau Student Centered Learning (SCL).
Pengertian pendekatan keterampilan proses menurut Depdikbud seperti
dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (1999 : 138) adalah ”... wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang
bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah
ada pada diri siswa”. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan keterampilan proses berupaya untuk mengembangkan potensi yang telah ada pada diri siswa.
Sementara itu, Conny R. Semiawan, dkk (1991: 169) menyatakan
”Pengembangan dan penguasaan konsep melalui belajar bagaimana mempelajari konsep itulah yang disebut pengembangan keterampilan proses”. Pernyataan ini mengandung maksud bahwa belajar melalui pendekatan keterampilan proses lebih
bergantung pada bagaimana konsep dari suatu pelajaran diajarkan bukan pada apa
yang diajarkan. Dengan demikian, siswa dapat mengembangkan mentalnya
sehingga memiliki kemampuan belajar bagaimana mempelajari sesuatu (to learn how to learn). Selanjutnya, pendapat Funk yang dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono, (1999: 138-139) memberikan penjelasan tentang pendekatan tersebut
sebagai berikut :
1) Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan
2) Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekadar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Di sisi yang lain, siswa merasa bahagia sebab mereka aktif dan tidak menjadi pebelajar yang pasif
3) Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang
berupaya untuk mengembangkan potensi berupa keterampilan yang telah ada pada
commit to user
suatu pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan teori). Di samping itu, siswa diberi
kesempatan yang lebih untuk berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.
b. Jenis-Jenis Keterampilan Proses
Secara umum, pendapat Funk yang dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono
(1999 :140), menyatakan ”Ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses,
keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar
(basic skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skills)”. Keterampilan dasar meliputi keterampilan dalam observasi, mengklasifikasi,
memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Sedangkan
keterampilan terintegrasi terdiri dari : mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi
data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar
variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisa penelitian, menyusun
hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan
melaksanakan eksperimen. Dimyati dan Mudjiono (1999: 145) lebih lanjut
menjelaskan bahwa keterampilan-keterampilan dasar tersebut melandasi
keterampilan-keterampilan terintegrasi yang pada hakikatnya diperlukan untuk
melakukan penelitian.
Berkenaan dengan jenis-jenis keterampilan proses, Conny R. Semiawan,
dkk (1992 :17-18) menguraikan keterampilan proses menjadi sembilan hal, yang
meliputi keterampilan :
1) mengobservasi atau mengamati, termasuk di dalamnya : a. menghitung
b. mengukur c. mengklasifikasi
d. mencari hubungan ruang / waktu 2) membuat hipotesis
3) merencanakan penelitian / eksperimen 4) mengendalikan variabel
5) menginterpretasi atau menafsirkan data 6) menyusun kesimpulan sementara (inferensi) 7) meramalkan (memprediksi)
8) menerapkan
9) mengkomunikasikan
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa walaupun
commit to user
Funk dan Conny R. Semiawan, dkk nampak agak berbeda namun jika dicermati
pada prinsipnya terdapat kesamaan pada beberapa jenis keterampilan proses. Hal
ini mengisyaratkan bahwa penggolongan dan perincian jenis-jenis keterampilan
proses itu bukanlah sesuatu yang mutlak. Hal yang lebih penting adalah
bagaimana menerapkan keterampilan-keterampilan proses tersebut dalam proses
pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik pelajaran atau pokok bahasan
yang diajarkan.
5. Metode Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru
dan siswa dalam situasi pendidikan atau pengajaran untuk mewujudkan tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan interaksi tersebut maka guru perlu
menerapkan pendekatan pembelajaran yang telah dipilihnya melalui metode
mengajar. Pendapat Tardif yang dikutip oleh Muhibbin Syah (1995 : 202) bahwa
“Metode mengajar merupakan cara yang berisi prosedur baku melakukan kegiatan kependidikan, khususnya penyampaian materi pelajaran kepada siswa.”
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa metode mengajar merupakan cara yang
bersifat lebih operasional dalam menyajikan pelajaran kepada siswa melalui
langkah-langkah pembelajaran tertentu. Terdapat beberapa macam metode dalam
pembelajaran, antara lain metode demonstrasi, diskusi, eksperimen, ceramah,
inquiry, discovery, simulasi atau bermain peran, tanya jawab, dan metode pemberian tugas atau resitasi. Namun, metode yang dipilih dalam penelitian ini
adalah metode demonstrasi dan metode diskusi. Pemilihan ini didasarkan pada
pendekatan pembelajaran, kesesuaian dengan teori-teori belajar yang telah di
kemukakan sebelumnya, dan situasi pembelajaran yang diharapkan.
a. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi dapat di terapkan dalam pembelajaran IPA terutama
Fisika. Menurut Muhibbin Syah (1995: 209), “Metode demontrasi adalah metode
mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan
melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan
media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang