• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komposisi Limbah Sekam Padi Dan Abu Sekam Padi Sebagai Pengisi Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Komposisi Limbah Sekam Padi Dan Abu Sekam Padi Sebagai Pengisi Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN A

DATA PENELITIAN

A.1 DATA HASIL MODULUS YOUNG Tabel A.1 Data Hasil Modulus Young

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

95 : 5 98.964 111,234 101.989 98.964

90 : 10 103.977 101.019 100.221 102.039

85 : 15 126.633 83.634 96.255 105.134

A.2 DATA HASIL KEKUATAN TARIK [MPa] Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

95 : 5 2.7 3.266 2.187 2.717

90 : 10 2.969 2.141 2.037 2.382

85 : 15 1.247 2.673 1.905 1.941

A.3 DATA HASIL PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS [%] Tabel A.3 Data Hasil Pemanjangan Pada Saat Putus

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

95 : 5 2.728 2.937 2.145 2.603

90 : 10 2.856 2.212 2.033 2.367

85 : 15 1.9847 2.196 1.978 2.053

A.4 DATA HASIL KEKUATAN LENTUR [MPa] Tabel A.4 Data Hasil Kekuatan Lentur

Komposisi Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

95 : 5 5.633 8.078 6.146 6.619

90 : 10 5.933 5.342 5.526 5.60

85 : 15 3.094 4.516 4.231 3.947

(2)

A.6 DATA HASIL PENYERAPAN AIR KOMPOSIT HIBRID DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL [%]

Table A.6 Data Hasil Penyerapan Air (Data nilai rata-rata)

jam 100 95/5 90/10 85/15

(3)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR KOMPOSIT HIBRID Perhitungan Penyerapan Air Komposit Hibrid

PET Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman Massa Awal : 1.0501

Massa setelah 24 jam : 1.055403 Maka persen penyerapan air =

1.0501 1.0501 1.055403

x 100%= 0.5050%

(4)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 PENYEDIAAN PET LIMBAH BOTOL PLASTIK KEMASAN MINUMAN

Gambar C.1 Penyediaan PET Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman

C.2 PENYEDIAAN ABU SEKAM PADI

(5)

C.3 PENYEDIAAN SEKAM PADI

Gambar C.3 Penyediaan Sekam Padi

C.4 PENYEDIAAN GLISEROL

(6)

C.5 PROSES PENCAMPURAN DENGAN EKSTRUDER

Gambar C.5 Proses Pencampuran Dengan Ekstruder

C.6 PROSES PENCETAKAN DENGAN ALAT HOT PRESS

(7)

C.7 HASIL KOMPOSIT HIBRID DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER

Gambar C.7 Hasil Komposit Hibrid dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

(8)

C.9 ALAT UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M GRID FLEXURAL

Gambar C.9 Alat UTM Gotech Al-7000 M Grid Flexural

C.10 ALAT IMPACT TESTER GOTECH

(9)

LAMPIRAN D

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN

INSTRUMEN

D.1 HASIL FTIR PET LIMBAH BOTOL PLASTIK KEMASAN MINUMAN

(10)

D.2 HASIL FTIR ABU SEKAM PADI

Gambar D.2 Hasil FTIR Abu Sekam Padi

D.3 HASIL FTIR SEKAM PADI

(11)

D.4 HASIL FTIR KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM-ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI

(12)

D.5 HASIL FTIR KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM-ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER

(13)

D.6 HASIL SEM PET LBPKM (LIMBAH BOTOL PLASTIK KEMASAN MINUMAN)

(14)

D.7 HASIL SEM KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM-ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER PADA RASIO 95/5

(15)

D.8 HASIL SEM KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM-ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER PADA RASIO 85/15

(16)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Nurdin, Hendri. 2008. Pengaruh Penggunaan Jenis Serat Pada Komposit Polimer Terhadap Kekuatan Tarik. Staff Pengajar Teknik Mesin Universitas Negeri Padang, Zona Teknik ISSN 1978–1741 Volume 3 No. 2: 143-150. [2] Sunariyo. 2008. Karakteristik Komposit Termoplastik Polipropilena Dengan

Serat Sabut Kelapa Sebagai Pengganti Bahan Palet Kayu. Tesis Magister, Sekolah Pascasarjana. USU. Medan.

[3] Harris, Bryan. 1999. Engineering Composite Materials. The Institute of Material, London. Hal : 51.

[4] Callister, Jr.,William D. 2007. Materials Science and Engineering An Introduction. Department of Metallurgical Engineering The University of Utah. Hal :596 dan 607. Printed in the United States of America.

[5] Subagia, Ary, I.D.G dan Yonjig Kim. 2013. A Study On Flexural Properties Of Carbon-Basalt/epoxy Hybrid Homposites. Journal of Mechanical Science and Technology. Hal: 987~992.

[6] Mustika, Diana Sari dan Dadang Setiyawan. 2011. Peluang Bisnis Pemanfaatan Limbah Botol Plastik Menjadi Aneka Souvenir Hajatan. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo.

[7] Baghaee, Taher, Moghaddam, Mohamed Rehan Karim dan Mehrtash Soltani. 2013. Utilization Of Waste Plastic Bottles In Asphalt Mixture. Journal of Engineering Science and Technology Vol. 8, No. 3 hal: 264–271.

[8] Yuliana, Indah. 2012. Menguak Nilai Ekonomis Dari Limbah Botol Plastik. Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper Improving Performance by Improving Environment. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. [9] Zulnazri. 2005. Pemanfaatan Limbah Botol Plastik Polietilena Tereflatat (PET)

Sebagai Matriks Dalam Pembuatan Komposit Dengan Penguat Fiber Glass. Program Magister Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan.

[10] Spektrima, Tarra. 2009. Pemanfaatan Limbah Plastik Polietilena Tereftalat (PET) Sebagai Matrik Komposit Dengan Bahan Penguat Serat Kaca. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

[11] Laksono, Andhi Putro.2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Pada Sintesis Zeloit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Akta Kimindo Vol. 3 No.1 Oktober 2007 : 33–36.

(17)

[13] Ofem, Michael IKPI , Fidelis Ibiang Abam , IKPI Ununo Ugot. 2012. Mechanical Properties of Hybrid Periwinkle and Rice Husk Filled CNSL Composite. International Journal of Nano and Material Sciences. Hal: 74-80. [14] Khanam, Noorunnisa. P, H. P. S. Abdul Khalil, M. Jawaid G. Ramachandra

Reddy, C. Surya Narayana dan S. Venkata Naidu. 2010. Sisal/Carbon Fibre Reinforced Hybrid Composites: Tensile, Flexural and Chemical Resistance Properties. J Polym Environ (2010) 18:727–733, DOI 10.1007/s10924-010-0210-3.

[15] Campbell, F.C., “Structural Composite Materials”. ASM International. Hal 1.

2010.

[16] Kaw, Autar K., “Mechanics of Composite Materials”. Second Edition. Taylor

and Francis Group. 2006.

[17] Jones,R. M., “Mechanics of Composite Materials”. Second Edition. Taylor & Francis. 199.

[18] Pandey, P.C. “Composite Materials Syllabus”.Department of Civil Engineering, IISc Bangalore, 2004.

[19] Halimatuddahliana. 2012. Potensi Pemanfaatan Sellulosa dan Sellulosa Asetat dari Limbah Serat Tandan Kosong Sawit (STKS) sebagai Bahan Pengisi Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE) Biodegradable. Proposal Penelitian, Universitas Sumatera Utara.

[20] Schwartz, M. M.,. 1984. Composite Materials Handbook. New York : McGraw Hill Book Company. Hal 76.

[21] Deepa B, Laly A. Pothan, Rubie Mavelil-Sam and Sabu Thomas. 2011. Structure, properties and recyclability of natural fibre reinforced polymer composites. Department of Chemistry, Bishop Moore College, Mavelikara and Department of Polymer Science and Engineering, Mahatma Gandhi University, Kottayam, Kerala, India.

[22] Jawaid, M dan Abdul Khalil, H.P.S. 2011. Carbohydrate Polymers : Cellulosic/synthetic Fibre Reinforced Polymer Hybrid Composites: A Review. School Of Industrial Technology, Universiti Sains Malaysia, 11800 Penang, Malaysia.

[23] Http://id.wikipedia.org/wiki/polietilena_tereftalat. Diunduh pada tanggal 14 November 2014.

(18)

[26] Putro, Andhi Laksono dan Didik Prasetyoko, 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Pada Sintetis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Akta Komindo Vol.3.

[27] Lokantara, P., Suardana, N.P.G. 2009. Studi Perlakuan Serat Serta Penyerapan Air Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Tapis Kelapa/Polyester. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol.3 No.1, Hal: (49-56).

[28] Hasni, Rizka 2008. Pembuatan Papan Partikel Dari Limbah Palastik dan Sekam. Institut Pertanian Bogor.

[29] Patabang, Daud. 2012. Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi Dengan Variasi Bahan Perekat. Jurnal Mekanikal, Vol. 3. Hal: 286-292, ISSN 2086-3403.

[30] Clary, Ema Decy Ria Tambunan. 2012. Pengembangan Metode Alir Menggunakan Silica Gel Dari Sekam Padi Untuk Mengatasi Logam Berat Cb (II) dan Zn (II). Program Studi Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan, Medan.

[31] Bakri, 2008. Komponen Kimia dan Fisik Abu Sekam Padi Sebagai SCM untuk Pembuatan Komposit Semen. Jurnal Parennial, 5(1) : 9-14.

[32] Fajar Galang Agung M., Muhammad Rizal Hanafie Sy., Primata Mardina. 2013. Ekstraksi Silika Dari Abu Sekam Padi Dengan Pelarut KOH. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Konversi, Volume 2 No. 1.

[33] http://id.wikipedia.org/wiki/Gliserol. Diunduh pada tanggal pada 27 Januari 2015.

[34] Myllarinen, Effect of Glycerol on Behaviour of Amylose and Amylopectin Films. Carbohydrate Polymers, Vol.50, pp. 355-361, 2002.

[35] N. Gontard, S. Guilbert and J. L. Cuq, Water and Glycerol As Plasticizer Affect Mechanical and Water Vapor Barrier Properties of Edible Wheat Gluten Film. J Food Sci, Vol. 58 (1), pp. 206 - 211, 1993.

[36] PT Tri Polyta Indonesia Tbk. Pembuatan Kain Non-Woven Ekstrusi Pipi (Pipe Extrusion). Polypropyline Manufacture.

[37] Haryanto, Nova, Dwi Rahmadi dan Hery Kurniadi. 2013. Upaya Peningkatan Kualitas Dan Produksi Pencacahan Udang Rebon Menjadi Terasi Dengan Aplikasi Mesin Extruder. Tugas Akhir Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.

[38] Kinsella, J.M. 1981. Relationship between Structure and Functional Properties of Food Protein. Di dalam Food protein P.F Fox and J.J.Condon (ed). Applied Science Publisher, London and New York.

(19)

[40] Faisal, Tengku, Zulkifli Hamid. 2008. Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Sifat Sifat Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE) Terisi Tempurung Kelapa. Program studi Teknik Kimia, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

[41] Lumintang, Romels C. A., Rudy Soenoko dan Slamet Wahyudi. 2011. Komposit Hibrid Polyester Berpenguat Serbuk Batang dan Serat Sabut Kelapa. Jurnal Rekayasa Mesin Vol.2, No. 2 Hal :145-153.

[42] Fridolin, Cliffer Poyoh, Fentje.A.Rauf dan Romels Lumintang. 2013. Pengaruh Variasi Ukuran Butiran Filler Serbuk Gergaji Batang Kelapa Terhadap Sifat Mekanik Komposit. Teknik Mesin, Universitas Sam Ratulangi Manado.

[43] Hartanto, Ludi. 2009. Study Perlakuan Alkali Dan Fraksi Volume Serat Terhadap Kekuatan Bending, Tarik, Dan Impak Komposit Berpenguat Serat Rami Bermatriks Poliester BQTN 157. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

[44] Rio, Benny Fernandez. 2011. Spektropi Infra Merah (FT-IR) Dan Sinar Tampak (UV-Vis). Program Studi Kimia Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. [45] Aková E.I., 2013. Development of Natural Fiber Reinforced Polymer

Composites. Trenčianska univerzita A.Dubčeka v Trenčíne, Pri Parku 19, 911 06 Trenčín, Slovakia.

[46] Suddell B.C. dan Rosemaund A.R.,. 2009. Industrial Fibres: Recent and Current Developments. Proceedings of the Symposium of Natural Fibres. Hal: 71-72.

[47] Ahmad, Ishak., Dayang Ratnasari Abu Bakar, Siti Noradilah Mokhilas and Anita Raml. 2007. Direct Usage Of Products Of Poly(Ethylene Terephthalate) Glycolysis For Manufacturing Of Rice Husk/Unsaturated Polyester Composite. Iranian Polymer Journal Volume 16, No. 4, Hal : 233-239.

[48] Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., 2001. Introduction To Spectroscopy : A Guide for Students of Organic Chemistry. Singapore : Brooks/Cole Thomson Learning, hal 26.

[49] Pingale, N.D. dan S.R. Shukla, 2008. Microwave Assited Ecofriendly Recycling Of Poly (Ethylene Terephalate) Bottle Waste. European Polymer Journal, 44, 4151-4156.

(20)

[52] R. F Sinaga, G. M. Ginting, M. H. S. Ginting and R. Hasibuan. 2014. Pengaruh Penambahan Gliserolterhadap Sifat Kekuatan Tarik Dan Pemanjangan Saat Putus Bioplastik Dari Pati Umbi Talas. Jurnal Departemen Teknik Kimia USU, Medan.

[53] Tarmizi, Danil., Kartini Noor Hafni , A. Haris Simamora, 2014. Sifat-Sifat Mekanik Komposit Polipropilena Berpengisi Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU, Article in Press.

[54] Ibrahim, M. S., S.M. Sapuan and A.A. Faieza, 2012.Mechanical And Thermal Properties Of Composites From Unsaturated Polyester Filled With Oil Palm Ash. Journal of Mechanical Engineering and Sciences (JMES) e-ISSN: 2231-8380; Volume 2, Hal : 133-147.

[55] Turmanova, Sevdalina., Svetlana Genieva & Lyubomir Vlaev, 2012. Obtaining Some Polymer Composites Filled with Rice Husks Ash-A Review. International Journal of Chemistry; Vol. 4, No. 4, ISSN: 1916-9698 E-ISSN : 1916-9701 [56] Nigsih, Sri Hartuti. 2015. Pengaruh Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteistik

Edible Film Campuran Whey dan Agar. Program Studi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

[57] Shivappa, Dr., Ananda.G.K, Shivakumar.N., 2013. Mechanical Characteisation Of Rice Husk Flour Reinforced Vinylester Polymer Composite. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology ISSN: 2319-8753 Vol. 2, Issue 11.

[58] Khalil, A.H.P.S., Marliana, M.M., Alshammari, T., 2011. Material Properties of Epoxy-Reinforced Biocomposites With Lignin From Empty Fruit Bunch As Curing Agent. BioResources Volume 6,No. 4, Hal: 5206-5223.

[59] Rodriguez, M, J, Oses, K, Ziani, dan J, I, Mate. 2006. Combined Effect of Plasticizer And Surfactants On the Physical Propertiies of Strach Based Edible Film. Food Res. Int. 39:840-846.

[60] Hafizuddin, Mohd Ab Ghani, Mohd Nazry Salleh, Ruey Shan Chen and Sahrim Ahmad, 2014. The Effects of Rice Husk Content on Mechanical and Morphological Properties of Recycled Polymer Biocomposites. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture ISSN: 1995-0748

[61] Radzi, Mohd Ali; Shamsul Baharin Jamaludin; A.Z. Nur Hidayah dan C.M. Ruzaidi. 2011. Fabrication and Mechanical Properties of Composite Palm Ash Mixed With Phenolic Resins. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. Volume 5, No.11, Hal: 291-296.

(21)

[63] Surya, Elmer. 2013. Pengaruh Komposisi Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengisi Pada Komposit Poliester Tidak Jenuh. Skripsi Teknik Kimia. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Laboratorium Penelitian Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan Jl. Brig. Jend. Katamso Medan.

3.2 BAHAN DAN ALAT

Peralatan yang akan digunakan pada pembuatan Pemanfaatan Campuran Sekam Padi dan Abu Sakam Padi sebagai filler (pengisi) Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman dengan penambahan Gliserol sebagai Plasticizer yaitu: Ball Mill, Ekstruder, Hotpress, Dumble Cutter, ayakan, alat uji kekuatan tarik (tensile strength) dan alat uji kekuatan lentur (flexural strength) model Instron, alat uji kekuatan bentur (impact strength), alat analisa Scanning Electron Microscope (SEM), serta alat karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR).

Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan adalah sekam padi dan abu sekam padi sebagai Filler. Bahan pengisi ini berasal dari Kilang Padi Ginting Jl. Tanjung selamat Medan Tuntungan. Limbah botol plastik kemasan minuman berfungsi sebagai matriks berasal dari pemulung yang berada di daerah sekitar lingkungan USU dan Setia Budi Medan. Gliserol 99,7% yang berfungsi sebagai pemlastis diperoleh dari UD Rudang Jaya Jl. Dr. Mansyur, Medan Sumatera Utara.

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Penyediaan Sekam Padi

Penyediaan partikel sekam padi dapat dibuat dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :

1. Sekam padi dihaluskan dengan menggunakan alat Ball Mill. 2. Kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh.

3. Selanjutnya dilakukan uji FTIR.

(23)

3.3.2 Penyediaan Abu Sekam Padi

Penyediaan partikel abu sekam padi dapat dibuat dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:

1. Abu sekam padi langsung diayak menggunakan ayakan 100 mesh. 2. Kemudian dilakukan uji FTIR.

3. Selanjutnya dimasukkan ke dalam Oven pada temperatur 105oC.

3.3.3 Penyediaan Matriks (Limbah Botol Kemasan Minuman)

Limbah botol plastik kemasan minuman sebagai matriks dapat dibuat dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :

1. Limbah botol kemasan minuman dibersihkan terlebih dahulu.

2. Kemudian dipotong-potong kecil mengunakan gunting dengan ukuran sembarang.

3. Dijadikan Chip.

3.3.4 Penyediaan Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

Komposit hibrid dapat dibuat dengan menggunakan prosedur sebagai berikut: 1. Perbandingan antara partikel sekam padi dan abu sekam padi yaitu 1:1 (b/b). 2. Perbandingan antara limbah botol plastik kemasan minuman dengan partikel

campuran sekam padi dan abu sekam padi yaitu 95:5, 90:10 dan 85:15 (b/b) kemudian di masukan ke dalam beaker glass dan diaduk hingga tercampur rata. 3. Penambahan gliserol sebanyak 3% dari volume LBPKM yaitu 2,06 ml; 1,956

ml; dan 1,847 ml.

4. Campuran partikel sekam padi dan abu sekam padi serta gliserol di masukkan kedalam ekstruder untuk dilebur pada temperatur 265oC.

(24)

7. Komposit dikeluarkan dari dalam cetakan kemudian dipotong-potong sesuai dengan standar uji yang telah di tentukan.

8. Dilakukan pengujian dan karakterisasi terhadap komposit yang telah dihasilkan, pengujian yang dilakukan yaitu, uji tarik (Tensile Strength) ASTM D638, uji lentur (flexural strength) ASTM D-790, uji bentur (Impact Strength) ASTM D256, uji penyerapan air (Water Absorption) ASTM D570, analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) dan karakteristik Fourier Transform Infra Red

(FT-IR).

3.4 DIAGRAM ALIR PENELITIAN 3.4.1 Penyediaan Sekam Padi

Adapun penyediaan sekam padi ditunjukkan oleh gambar 3.1berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyediaan Sekam Padi Sekam Padi

Oven T 105oC

Diayak dengan ayakan 100 mesh Dihaluskan dengan

alat Ball Mill

(25)

3.4.2 Penyediaan Abu Sekam Padi

Adapun penyediaan abu sekam padi ditunjukkan oleh gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Diagram Alir Penyediaan Abu Sekam Padi

3.4.3 Penyediaan Matriks ( Limbah Botol Kemasan Minuman )

Adapun penyediaan matriks limbah botol kemasan minuman ditunjukkan oleh gambar 3.3 berikut:

Gambar 3.3 Diagram Alir Penyediaan Matriks (Limbah Botol Kemasan Minuman) Oven

T 105oC Abu Sekam Padi

FTIR

Dipotong-potong kecil mengunakan gunting dengan ukuran sembarang

Limbah botol plastik kemasan minuman dibersihkan

Dijadikan chip FTIR

(26)

3.4.4 Penyediaan Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

Adapun penyediaan komposit hibrid limbah botol plastik kemasan minuman dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer ditunjukkan oleh gambar 3.4 berikut

Gambar 3.4 Diagram Alir Penyediaan Komposit Hibrid Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

Campuran dileburkan didalam Ekstruder pada temperatur 265oC

Sekam Padi

Komposit hibrid dikeluarkan dari dalam cetakan kemudian dipotong-potong sesuai dengan standar uji yang telah ditentukan Campuran LBPKM dan gliserol 3% v dengan partikel campuran sekam

padi dan abu sekam padi dengan rasio 95:5, 90:10 dan 85:15 (%b/b) yaitu 2,06 ml; 1,956 ml; dan 1,847 ml

Komposit hibrid dimasukkan kedalam hotpress yang telah di preheating selama 5 menit pada temperatur 265oC

Uji Tarik Uji Bentur Penyerapan Air FTIR SEM

FTIR

Abu Sekam Padi LBPKM

Campuran sekam padi dan abu sekam padi dengan rasio 1:1(b/b)

Uji Lentur

FTIR

Dilakukan pendinginan agar tidak terlalu panas pada saat pengeluaran komposit dari cetakan

(27)

3.5 PENGUJIAN KOMPOSIT

3.5.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan ASTM D 638 Tipe IV Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik (t), pemanjangan pada saat putus (elongation at break) dan modulus Young menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan [46].

Gambar 3.5 Sketsa Spesimen Uji Tarik

(28)

3.5.2 Uji Kekuatan Lentur (Flexural Strength) dengan ASTM D-790

Spesimen yang akan diuji kekuatan lenturnya memiliki bentuk slab dan pengujian dilakukan dengan perlakuan uji tiga titik tekuk (three point bend test). Pada pengujian kekuatan lentur, tebal dan lebar juga harus di ukur dari tiap spesimen yang ingin di uji kekuatan lenturnya sebagai data input computer. Kemudian tempatkan spesimen pada Fix Cross Head. Peletakan spesimen harus dilakukan dengan cermat agar penempatannya simertis dan pembebanannya tepat berada di tengah spesimen slab. Kemudian klik Start pada monitor untuk memulai pengujian. Lalu pembacaan data akan di tampilkan setelah pengujian selesai dan save sesuai folder dan nama sampel.

Gambar 3.6 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Flexural ASTM D-790

3.5.3 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) dengan ASTM D 4812-11

Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. Pertama-tama tebal dan lebar di ukur dari setiap spesimen yang akan di uji kekuatan benturnya sebagai data input komuter. Kemudian spesimen di letakkan di tempat sampel (vise) dengan tanda mengarah ke atas, geser blade sedemikian rupa sehingga takikan berada pada garis horizontal. Sampel dikencangkan ketika blade masih pada takikan dengan cara memutar clamp, kemudian blade di kembalikan ke posisi semula. Klik strart pada monitor computer untuk melepaskan pendulum agar pendulum membentur spesimen. Lalu pendulum di rem atau di berhentikan setelah data terbaca pada monitor.

Gambar 3.7 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812-11

12,5 mm

60,5 mm 3,4 mm

6 mm

3 mm

(29)

3.5.4 Penyerapan Air (Water Absorption) dengan ASTM D-570

Uji penyerapan air dari hibrid komposit limbah botol plastik PET (polietilen tereftalat) berpengisi sekam padi dan abu sekam padi dengan penamahan gliseol sebagai plasticizer diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25 mm x 25 mm) sesuai ASTM D-570. Setelah itu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat awal, lalu dilakukan pencelupan. Setiap rentang 24 jam pencelupan, sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air kemudian di timbang sampai berat konstan.

3.5.5 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

Sampel yang dianalisa yaitu berupa PET LBPKM (Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman), sekam padi, abu sekam padi, komposit hibrid LBPKM berpengisi abu sekam padi dan sekam padi, dan komposit hybrid LBPKM berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambaan gliserol sebagai plasticizer untuk melihat apakah ada terbentuknya gugus baru. Analisa FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.5.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

(30)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 50 100 150 200 1029.99 (C-O) 1145.72 (C-C-O) 2804.50 (C-H) 1951.96 (C=C) 744.52 (C-H) 1747.51 (C=O)

PET

% T ra n sm it a n si

Bilangan Gelombang (cm

-1

)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) LIMBAH BOTOL PLASTIK KEMASAN MINUMAN (LBPKM), KOMPOSIT HIBRID DAN KOMPOSIT HIBRID DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PlASTICIZER

[image:30.595.106.507.369.694.2]

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman (LBPKM), komposit hibrid dan komposit hibrid dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa pada masing-masing bahan tersebut. Karakteristik FTIR dari limbah botol plastik kemasan minuman Polietilen Tereflatat (PET) dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1.

(31)

Tabel 4.1 Rentang Bilangan Gelombang [48], Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman (LBPKM) Bilangan

Gelombang (cm-1) [46]

Panjang Gelombang yang Diperoleh

Gugus Fungsi

Senyawa

3000-2850 2804,50 C-H Alkana

2000-1667 1951,96 C=C Cincin aromatis benzena

1750-1730 1747,51 C=O Ester

1150-1085 1145,72 C-O-C Eter

1300-1000 1029,99 C-O Ester

900-675 744,52 C-H Cincin aromatis benzena

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada bilangan gelombang 2804,50 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari regangan alkana, pada bilangan gelombang 1951,96 cm-1menunjukkan gugus C=C dari regangan cincin aromatis benzena, pada bilangan gelombang 1747,51 cm-1 menunjukkan gugus C=O dari regangan ester, pada bilangan gelombang 1145,72 cm-1 menunjukkan gugus C-O-C dari regangan eter, pada bilangan gelombang 1029,99 cm-1menunjukkan gugus C-O dari regangan ester, dan pada bilangan gelombang 744,52 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari tekukan cincin aromatis benzena [48].

[image:31.595.101.531.129.308.2]
(32)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 794.67 (C-H) 1240.15 (C-O-C) 1627.92 (C=C) 1874.81 (C=O) 2881.65 (C-H) 3429.43 (O-H)

Abu Sekam Padi

%

T

ra

n

sm

it

a

n

si

Bilangan Gelombang (cm

-1

)

[image:32.595.115.525.119.456.2]

Karakterisasi FTIR dari abu sekam padi dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.2 dibawah ini.

Gambar 4.2 Karakteristik FTIR Abu Sekam Padi

Tabel 4.2 Rentang Bilangan Gelombang [48], Panjang Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Abu Sekam Padi

Rentang Bilangan Gelombang cm-1

[46] Panjang Gelombang yang Diperoleh Gugus Fungsi Senyawa

3400-3200 3429,43 O-H Alkohol

3000-2850 2881,65 C-H Alkana

1750-1730 1874,81 C=O Karbonil dan Asetil

1600-1475 1627,92 C=C Cincin Aromatis

Benzena

1250-1040 1240,15 C-O-C Eter

900-675 794,67 C-H Cincin Aromatis

[image:32.595.115.523.543.721.2]
(33)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 20 30 40 50 60 70 80 90 100 933.55 (C-H) 1870.95 (C-H) 2889.37 (C=O) 1334.74 (C-O) 1080.14 (C-O-C) 1647.21 (C=C) 3348.42 (O-H) Sekam Padi

%

T

ra

n

sm

ita

n

si

Bilangan Gelombang (cm-1)

Pada gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa pada bilangan gelombang 3429,43 cm-1 menunjukkan gugus O-H dari regangan alkohol pada rantai selulosa dan lignin, pada bilangan gelombang 2881,65 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari regangan alkana, pada bilangan gelombang 1874,81 cm-1menunjukkan gugus C=O dari regangan karbonil dan asetil pada komponen xilen dari pentosan dan lignin [50], pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1 menunjukkan gugus C=C dari regangan cincin aromatis benzena, pada bilangan gelombang 1240,15 cm-1 menunjukkan gugus C-O-C dari regangan eter pada lignin dan pentosan, dan pada bilangan gelombang 794,67 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari tekukan cincin aromatis benzena [48].

[image:33.595.102.523.335.648.2]

Karakteristik FTIR dari sekam padi dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.3 di bawah ini.

(34)

Tabel 4.3 Rentang Bilangan Gelomabang [48], Panjang Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Sekam Padi

Rentang Bilangan Gelombang cm-1

[46]

Panjang Gelombang yang

Diperoleh

Gugus Fungsi

Senyawa

3400-3200 3348,42 O-H Alkohol

3000-2850 2889,37 C-H Alkana

1750-1730 1870,95 C=O Karbonil dan Asetil

1600-1475 1647,21 C=C Cincin Aromatik

Benzana

1300-1000 1337,74 C-O Ester

1250-1040 1080,14 C-O-C Eter

900-675 933,55 C-H Cincin Aromatis

Benzena

[image:34.595.121.521.126.333.2]
(35)
[image:35.595.112.509.166.464.2]

Karakteristik FTIR dari komposit hibrid limbah botol plastik kemasan minuman berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dilihat pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.4 dibawah ini.

Gambar 4.4 Karakteristik FTIR Komposit Hibrid LBPKM Berpengisi Abu sekam Padi dan Sekam Padi

Tabel 4.4 Rentang Bilangan Gelombang [48], Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Komposit Hibrid

Bilangan Gelombang cm-1

[46]

Panjang Gelombang yang

Diperoleh

Gugus Fungsi

Senyawa

3400-3200

[image:35.595.114.524.583.753.2]
(36)

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada bilangan gelombang 3429,43 cm-1 menunjukkan gugus O-H dari regangan alkohol pada rantai selulosa dan lignin, pada bilangan gelombang 2893,22 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari regangan alkana, pada bilangan gelombang 1720,50 cm-1 menunjukkan gugus C=O dari regangan karbonil dan asetil pada kompenen xilan dari pentosan dan lignin [50], pada bilangan gelombang 1235,73 cm-1 menunjukkan gugus C-O-C dari regangan eter pada lignin dan pentosan, dan pada bilangan gelombang 794,67 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari tekukan cincin aromatis benzena [48].

[image:36.595.112.499.354.637.2]

Karakteristik FTIR dari komposit hibrid limbah botol plastik kemasan minuman berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer dilihat pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5 dibawah ini.

(37)

Tabel 4.5 Rentang Bilangan Gelombang [48], Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Komposit Hibrid dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

Bilangan Gelombang cm-1

[46]

Panjang Gelombang yang

Diperoleh

Gugus Fungsi

Senyawa

3400-3200

3429,43 O-H Alkohol

3000-2850 2966,52 C-H Alkana

1750-1730 1720,50 C=O Karbonil dan Asetil

1250-1040 1099,43 C-O-C Eter

900-675 729,09 C-H Cincin Aromatis Benzena

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada bilangan gelombang 3429,43 cm-1menunjukkan gugus O-H dari regangan alkohol pada rantai selulosa dan lignin, pada bilangan gelombang 2966,52 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari regangan alkana, pada bilangan gelombang 1720,50 cm-1 menunjukkan gugus C=O dari regangan karbonil dan asetil pada kompenen xilan dari pentosan dan lignin [47], pada bilangan gelombang 1099,43 cm-1 menunjukkan gugus C-O-C dari regangan eter pada lignin dan pentosan, dan pada bilangan gelombang 729,09 cm-1 menunjukkan gugus C-H dari tekukan cincin aromatis benzena [48].

[image:37.595.116.522.146.315.2]
(38)

4.2 HUBUNGAN STRESS-STRAIN DAN NILAI MODULUS YOUNG KOMPOSIT HIBRID BERPENGISI ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER

[image:38.595.123.525.217.505.2]

Gambar 4.6 menunjukkan hubungan stress-strain komposit hybrid berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer.

Gambar 4.6 Hubungan Stress-Strain Komposit Hibrid Berpengisi Abu Sekam Padi dan Sekam Padi denagn Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer

(39)

Tabel 4.6 Nilai Modulus Young Komposit Hibrid Berpengisi Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer.

Material Modulus Young [MPa]

Komposit Hibrid + Gliserol 95/5 98.964 Komposit Hibrid + Gliserol 90/10 102.039 Komposit Hibrid + Gliserol 85/15 105.134

Modulus Young merupakan suatu parameter yang menunjukkan sifat kekakuan suatu bahan (stiffness) dimana nilai Modulus Young yang kecil menunjukkan bahan yang fleksibel dan nilai Modulus Young yang besar menunjukkan bahan yang kekakuan dan kegetasan (stiffness and rigidity) [51].

[image:39.595.111.469.166.253.2]
(40)

4.3 PENGARUH KANDUNGAN BAHAN PENGISI ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI (HIBRID) DENGANPENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM

[image:40.595.113.522.306.577.2]

Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh penambahan kandungan bahan pengisi abu sekam padi dan sekam padi serta penambahan gliserol sebagai plasticizer terhadap pemanjangan pada saat putus (elongation at break) PET LBPKM dan komposit hibrid LBPKM berpengisi abu sekam padi dan sekam padi.

Gambar 4.7 Pengaruh Penambahan Kandungan Bahan Pengisi Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus (Elongation at Break) Komposit Hibrid PET LBPKM

Dari gambar 4.7 hasil pengujian komposit menunjukkan bahwa nilai pemanjangan untuk komposit hibrid berpengisi sekam padi dan abu sekam padi dengan penambahan gliserol berada di atas nilai pemanjangan komposit hibrid berpengisi sekam padi dan abu sekam padi untuk semua rasio dan PET LBPKM. Ini

(41)

berarti komposit hibrid sekam padi dan abu sekam padi dengan penambahan gliserol memiliki kemampuan memajang yang lebih baik dari komposit hibrid sekam padi dan abu sekam padi dan PET LBPKM. Dari hasil uji sifat pemanjangan pada saat putus komposit hibrid dengan penambahan gliserol diperoleh bahwa nilai pemanjangan pada saat putus maksimum pada rasio 95/5, yaitu sebesar 2,603 %, sedangkan yang terendah di peroleh pada rasio 85/15 yaitu sebesar 2,053%.

Hasil pengujian komposit menunjukkan bahwa pemanjangan pada saat putus menurun seiring dengan bertambahnya rasio bahan pengisi untuk semua komposit baik komposit hibrid maupun komposit hibrid dengan penambahan gliserol. Penurunan nilai pemanjangan pada saat putus menunjukkan penurunan kemampuan matriks untuk menyokong perpindahan tegangan (stress) dari bahan polimer ke pengisi. Hal ini disebabkan dari penambahan pengisi abu sekam padi dan sekam padi pada matriks dan tidak berikatan sesuai yang diharapkan,sehingga mengurangi keelastisan dari matriks, yang mana menyebabkan kekakuan pada komposit [53]. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya bahan pengisi akan mengakibatkan bahan komposit menjadi lebih kaku (tidak elastis).

(42)
[image:42.595.113.526.223.485.2]

4.4 PENGARUH PENAMBAHAN KANDUNGAN BAHAN PENGISI ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh penambahan kandungan bahan pengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol pada matriks PET LBPKM terhadap kekuatan tarik komposit hibrid.

Gambar 4.8 Pengaruh Penambahan Kandungan Bahan Pengisi Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer Terhadap Kekuatan

Tarik (Tensile Strength) Komposit Hibrid PET LBPKM

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik komposit baik komposit hibrid maupun komposti hibrid dengan penambahan gliserol sebagai palsticizer untuk semua rasio berada di bawah nilai kekuatan tarik dari PET

LBPKM. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan pengisi telah mengakibatkan penurunan kekuatan tarik komposit. Dari hasil uji tarik komposit diproleh kekuatan tarik maksimum untuk hibrid dengan penambahan gliserol pada rasio 95/15 sebesar 2,717 MPa. Sedangkan untuk komposit hibrid tanpa penambahan gliserol diperoleh kekuatan tarik maksimum pada rasio 90/10 sebesar 2,711 MPa.

(43)

Nilai kekuatan tarik maksimum tersebut berada di bawah nilai kekuatan tarik untuk PET LBPKM yaitu sebesar 4,658 MPa.

Penurunan nilai kekuatan tarik pada komposit hibrid dan komposit hibrid dengan penambahan gliserol dikarenakan ikatan yang lemah antara matriks polimer hidrofobik dan pengisi hidrofilik. Pengelompokkan atau aglomerasi bahan pengisi juga membuat penyebaran matriks yang tidak merata [55], maka hal ini dapat membuat daerah antarfasa menjadi lemah sehingga kekuatan yang dimiliki bahan komposit untuk menerima tegangan (stress) menurun. Selain itu, pada komposit hybrid dengan penambahan gliserol juga berpengaruh terhadap penurunan kekuatan tarik dikarenakan gliserol memiliki bobot molekul rendah (92,02 g/mol) sehingga mudah masuk ke dalam rantai polimer dan meningkatkan fleksibilitas dari komposit hybrid [56 ].

(44)
[image:44.595.112.529.215.483.2]

4.5 PENGARUH PENAMBAHAN KANDUNGAN BAHAN PENGISI ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER TERHADAP KEKUATAN LENTUR (FLEXURAL STRENGHT) KOMPOSIT HIBRID LBPKM Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh penambahan kandungan bahan pengisi abu sekam padi dan sekam padi terhadap kekuatan lentur (flexural strenght) komposit hibrid LBPKM.

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Kandungan Bahan Pengisi Abu Sekam Padi Dan Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer Terhadap

Kekuatan Lentur (Flexural Strenght) Komposit Hibrid LBPKM

Dari gambar 4.9 di atas dapat dilihat bahwa komposit hibrid dengan penambahan gliserol untuk semua rasio memiliki nilai kekuatan lentur diatas nilai kekuatan lentur dari komposit hybrid dan PET LBPKM. Dari hasil pengujian diperoleh kekuatan lentur maksimum pada rasio 95/5 yaitu 6,619 MPa dan kekuatan lentur minimum pada rasio 85/15 yaitu 3,947 MPa. Nilai kekuatan lentur maksimum tersebut berada di atas nilai kekuatan lentur untuk PET LBPKM yaitu sebesar 1,274 Mpa.

Dari gambar di atas juga menunjukkan bahwa nilai kekuatan lentur bahan komposit hibrid dengan penambahan gliserol menurun seiiring dengan dengan

K

e

k

uat

an L

ent

ur (

M

P

a)

(45)

naiknya kandungan bahan pengisi, yaitu 5,60 MPa (rasio 90/10); 3,947 MPa (rasio 85/15). Dalam pengujian lentur, komposit diuji berdasarkan pengepresan (compression), tegangan (tension), dan peregangan (shear stress). Peningkatan kekuatan lentur dari komposit disebabkan karena adanya peningkatan ketahanan pengoyakan dari komposit karena adanya ikatan antar fasa yang baik antara matriks dengan pengisi [58]. Adanya penambahan gliserol sangat berpegaruh dikarenakan gliserol dapat menurunkan gaya intermolekuler sepanjang rantai polimer dari matriks komposit tersebut sehingga menyebabkan peningkatan ruang molekul polimer [56]. Lebih lanjut menurut Rodriguez et al [ 59], sifat polar (-OH) disekitar rantai gliserol dapat menambah ikatan hidrogen-polimer menggantikan ikatan polimer-polimer pada komposit.

(46)
[image:46.595.113.528.246.514.2]

4.6 PENGARUH PENAMBAHAN KANDUNGAN BAHAN PET PENGISI ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER PADI TERHADAP KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGHT) KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM

Gambar 4.10 menunjukkan pengaruh penambahan kandungan bahan pengisi abu sekam padi dan sekam dengan penambahan gliserol terhadap kekuatan bentur (Impact strength) komposit hibrid LBPKM.

Gambar 4.10 Pengaruh Penambahan Kandungan Bahan Pengisi Abu Sekam Padi Dan Sekam Padi Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer Terhadap

Kekuatan Bentur (Impact Strenght) Komposit Hibrid LBPKM

Gambar 4.10 diatas menunjukkan nilai uji bentur komposit hibrid LBPKM berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol, dimana kekuatan bentur menurun dari rasio 95/5 sampai rasio 85/15 untuk komposit hibrid maupun komposit hibrid dengan penambahan gliserol. Meskipun ada kenaikan pada rasio 90/10, tetapi nilai kekuatan benturnya masih lebih rendah dibandingkan dengan PET LBPKM. Hasil yang sama dilakukan oleh Hafizuddin et al. [60] dan didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yang et al. [62], penambahan bahan pengisi cenderung mengurangi kekuatan bentur dengan meningkatnya pengisi

(47)

mengakibatkan buruknya area ikatan antara pengisi yang bersifat hidrofilik dan matriks polimer yang bersifat hidrofobik [62] [50].

Peningkatan kekuatan bentur pada komposit hibrid dengan penambahan gliserol dikarenakan gliserol sebagai plasticizer dapat meningkatkan ruang antarmolekul struktur dari matriks komposit dan meningkatkan fleksibilitas, menurunkan jumlah ikatan hidrogen sehingga mengurangi kerapuhan dan tidak mudah pecah [56]. Dalam penelitian ini, kekuatan bentur meningkat karena adanya fleksibilitas jaringan antar fasa yang baik antara matriks dengan pengisi [58] sehingga dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi maka bahan komposit akan menyerap energi benturan yang lebih tinggi [63].

(48)

4.7 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) PET LIMBAH BOTOL PLASTIK KEMASAN MINUMAN (LBPKM) DAN KOMPOSIT HIBRID LBPKM-SEKAM PADI DAN ABU SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL SEBAGAI PLASTICIZER

[image:48.595.108.545.267.656.2]

Karakterisasi morfologi permukaan patahan ditunjukkan dengan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM). Gambar 4.11 dibawah menunjukkan morfologi patahan PET LBPKM, Komposit Hibrid LBPKM-Sekam Padi Dan Abu Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol sebagai Plasticizer pada rasio 95/5 dan 85/15 di perbesaran 1500x.

Gambar 4.11 Analisis Scanning Electron Microscopy

(a) Morfologi patahan PET LBPKM dengan perbesaran 2000x; (b) Morfologi patahan Komposit Hibrid PET LBPKM- Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol sebagai Plasticizer pada Perbandingan 95/5 dengan perbesaran 1500x; (c) Morfologi patahan Komposit Hibrid PET LBPKM- Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol sebagai Plasticizer pada perandingan 85/15 dengan perbesaran 2000x .

(a) (b)

(c)

Pengisi

(49)

Dari Gambar 4.11 (a) dapat dilihat morfologi patahan uji kekuatan tarik dari PET LBPKM memiliki struktur kaku dan getas. Gambar 4.11 (b) menunjukkan morfologi patahan dari Komposit Hibrid PET LBPKM- Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer pada rasio 95/5 menunjukkan bahwa penyebaran pengisinya merata dan tidak ada aglomerasi atau pengelompokan dari pengisi dan ikatan antarmuka yang baik antara matriks dan pengisi. Sedangkan Gambar 4.11 (c) menunjukkan morfologi patahan dari Komposit Hibrid PET LBPKM- Abu Sekam Padi dan Sekam Padi dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer pada rasio 85/15 menunjukkan bahwa penyebaran pengisinya tidak merata

(50)
[image:50.595.145.517.264.526.2]

4.8 PENGARUH PENAMBAHAN KANDUNGAN BAHAN PENGISI ABU SEKAM PADI DAN SEKAM PADI DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL TERHADAP PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT HIBRID PET LBPKM

Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh penambahan kandungan bahan pengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol terhadap penyerapan air bahan komposit hibrid yang dihasilkan

0 2 4 4 8 7 2 9 6 1 2 0 1 4 4 1 6 8 1 9 2 2 1 6 2 4 0 0 .0 0

0 .2 5 0 .5 0 0 .7 5 1 .0 0 1 .2 5 1 .5 0 1 .7 5 2 .0 0 2 .2 5 2 .5 0 2 .7 5 3 .0 0 3 .2 5 3 .5 0 3 .7 5 4 .0 0 4 .2 5 4 .5 0 4 .7 5 5 .0 0

P e ny er ap an A ir ( % )

W a k tu (J a m )

P E T L B P K M H ib rid + G lis e ro l 9 5 /5 H ib rid + G lis e ro l 9 0 /1 0 H ib rid + G lis e ro l 8 5 /1 5

Gambar 4.12 Hasil Uji Penyerapan Air pada PET-LBPKM dan Komposit Hibrid LBPKM- Abu Sekam Padi-Sekam Padi Dengan Penambahan Gliserol Sebagai

Plasticizer pada Rasio 95/5, 90/10, dan 85/15

(51)

dengan air. Dalam keadaan ini komposit telah menjadi jenuh dan kekuatan absorbsi telah hilang. Selama proses ini, dapat memungkinkan bahwa rongga (void) yang terperangkap dalam matriks polimer ditembus oleh air dan mengisi rongga tersebut ketika direndam air [64].

Hal ini berarti bahwa penyerapan air maksimum bahan komposit terjadi pada 24 jam pertama. Dari Gambar 4.10 juga dilihat bahwa % penyerapan air pada 24 jam pertama yang tertinggi untuk pengisi abu sekam padi dan sekam padi berada pada rasio 85/15, rasio 90/10 dan terakhir pada rasio 95/5. Hal ini disebabkan komposisi sabu sekam padi dan sekam padi yang paling banyak berada pada rasio 85/15 sehingga sedikit memperbesar sifat hidrofilik dari komposit.

Dari hasil Analisa FT-IR diperoleh hasil yang mendukung pada gambar 4.5 yaitu terbentuk gugus O-H pada bilangan gelombang 3429,43 cm-1. Hal tersebut disebabkan ikatan antara pengisi yang bersifat hidrofilik [60]. Selain itu penambahan plasticizer gliserol yang akan mengingkatkan mouisturaizer content dari komposit

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil analisis spektrum (FT-IR), uji kekuatan tarik, uji pemanjangan pada saat putus, uji bentur, uji serapan air komposit hibrid PET Limbah Botol Plastik Kemasan Minuman (LBPKM) berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Dari hasil analisis karakterisasi FT-IR terhadap PET limbah botol plastik kemasan minuman (LBPKM), komposit hibrid PET limbah botol plastik kemasan minuman (LBPKM) berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dan komposit hibrid PET LBPKM berpengisi abu sekam padi dan sekam padi dengan penambaan gliserol sebagai plasticizer diketahui tidak terjadi perubahan gugus yang signifikan dikarenakan tidak adanya reaksi yang terjadi selama proses pencampuran.

2. Penambahan gliserol sebagai plasticizer masih belum mampu meningkatkan kekuatan tarik komposit hibrid PET LBPKM-abu sekam padi dan sekam padi untuk semua rasio dibandingkan dari PET LBPKM.

3. Dari hasil analisis sifat pemanjangan pada saat putus komposit hibrid PET LBPKM-abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer, sifat pemanjangan pada saat putus akan semakin meningkat.

4. Penambahan gliserol sebagai plasticizer mampu meningkatkan kekuatan lentur komposit hibrid PET LBPKM-abu sekam padi dan sekam padi pada semua rasio melebihi nilai dari kekuatan lentur PET LBPKM.

5. Dari hasil analisis sifat kekuatan bentur komposit dengan pengisi serat abu sekam padi dan sekam padi dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer, menunjukkan bahwa nilai kekuatan bentur terbesar berada pada rasio 90/10 yaitu sebesar 1776,4 J/m2.

(53)

5.2 SARAN

Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan :

1. Penambahan variasi pengisi abu sekam padi dan sekam padi seperti 1:2 atau 2:1 pada pengisi, sehingga dapat diketahui pengisi mana yang paling baik untuk pembuatan komposit hibrid PET LBPKM.

(54)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

Orang-orang telah membuat komposit selama ribuan tahun. Salah satu contoh adalah lumpur batu bata. Lumpur dapat dikeringkan menjadi bentuk batu bata yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Batu bata ini cukup kuat jika kita mencoba untuk memukulnya (memiliki kuat tekan yang baik) tapi akan patah dengan cukup mudah jika kita mencoba untuk menekuknya (memiliki kekuatan tarik rendah). Jerami tampaknya sangat kuat jika kita mencoba untuk meregangkan itu, tetapi kita dapat meremas itu mudah. Dengan mencampurkan lumpur dan jerami bersama-sama adalah mungkin untuk membuat batu bata yang tahan terhadap kedua sifat ini dan membuat blok bangunan yang sangat baik. [15].

Komposit adalah material yang terdiri dari dua atau lebih bahan yang terpisah dikombinasikan dalam unit struktural makroskopik yang terbuat dari berbagai kombinasi dari tiga bahan [16]. Dari pencampuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat yang berbeda dari material yang umum atau biasa digunakan. Tujuan pembuatan komposit yaitu sebagai berikut [17] :

- Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu - Mempermudah design yang sulit pada manufaktur

- Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya - Menjadikan bahan lebih ringan

2.1.1 Konstituen Komposit

Pada prinsipnya, komposit dibentuk berdasarkan kombinasi antara dua atau lebih material seperti bahan logam, organik ataupun nonorganik. Meskipun ada terdapat kombinasi bahan yang tidak terbatas, tetapi bentuk konstituen lebih terbatas. Bentuk konstituen yang umum digunakan dalam bahan komposit yaitu serat, partikel, laminae (lapisan), serpihan (flakes), pengisi, dan matriks. Matriks merupakan

(55)

partikel, laminae, serpihan, dan pengisi merupakan konstituen struktural. Hal ini berarti bahwa mereka menentukan struktur internal dari komposit. Secara umum, meskipun tidak selalu konstituen struktural dianggap sebagai fasa tambahan.

Jenis komposit yang paling umum dijumpai adalah jenis dimana konstituen struktural dikelilingi dalam matriks, tetapi ada banyak komposit juga yang tidak memiliki matriks dan tersusun dari satu atau lebih bentuk konstituen yang merupakan gabungan dua atau lebih bahan. Sebagai contoh istilah sandwich dan laminates merupakan susunan dari beberapa lapis yang bila digabung akan memberikan bentuk komposit. Banyak barang tenunan tidak memiliki matriks konstituen tetapi terdiri dari serat dengan sejumlah komposisi dengan atau tanpa ikatan fasa [18].

2.2 KOMPOSIT MATRIK POLIMER (POLYMER MATRIX COMPOSITES/ PMC )

Komposit ini menggunakan bahan polimer sebagai matriknya. Secara umum, sifat-sifat komposit polimer ditentukan oleh sifat-sifat penguat. Sifat-sifat polimer,rasio penguat terhadap polimer dalam komposit (fraksi volume penguat), geometri dan orientasi penguat pada komposit. Apapun komposit polimer yang digunakan dalam bahan komposit akan memerlukan sifat-sifat berikut:

a. Sifat-sifat mekanis yang bagus b. Sifat-sifat daya rekat yang bagus c. Sifat-sifat ketangguhan yang bagus

d. Ketahanan terhadap degradasi lingkungan bagus sifat-sifat mekanis yang bagus.

(56)

Beberapa sifat yang dapat dihasilkan dengan menggunakan fasa penguat yaitu :

a. Peningkatan sifat fisik

b. Penyerapan kelembaban yang rendah c. Sifat pembasahan yang baik

d. Biaya yang rendah dan mudah diperoleh e. Ketahanan api yang baik

f. Ketahanan kimia yang baik

g. Sifat kelarutan dalam air dan pelarut yang rendah h. Ketahanan terhadap panas yang baik

i. Sifat penyebaran yang baik

j. Dapat diperoleh dalam barbagai ukuran. [19].

[image:56.595.164.477.410.609.2]

Bentuk-bentuk konstituen yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Bentuk-bentuk konstituen yang berbeda [20].

FIBER PARTICLE

FILLER

(57)

2.2.2 Matriks Dalam Komposit

Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan).

Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Mentransfer tegangan ke serat.

b. Membentuk ikatan koheren, permukaan matrik/serat. c. Melindungi serat.

d) Memisahkan serat. e) Melepas ikatan.

f) Tetap stabil setelah proses manufaktur [19].

Fasa matriks dari komposit berserat adalah bisa saja logam, polimer atau keramik. Secara umum logam dan polimer digunakan sebagai material matriks karena sifat rapuhnya. Sementara itu, untuk komposit bermatriks keramik, komponen penguat ditambahkan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan bentur. Dibutuhkan daya ikat rekat yang kuat antara serat dan matriks untuk mengurangi penarikan serat. Sebenarnya kekuatan ikat merupakan pertimbangan yang sangat penting dilakukan dalam kombinasi matriks serat [4].

2.2.3 Antarmuka dan Antarfasa Pengisi-Matriks

Dalam komposit polimer matriks, antarmuka antara fasa penguat dan fasa matriks sangat penting bagi kelebihan dari komposit sebagai bahan struktural. Sifat utama mekanis dari kekuatan serat polimer komposit tidak hanya tergantung pada sifat dari serat dan matriks, tetapi juga pada tingkat adhesi antarmuka antar serat dan polimer matriks [21].

(58)

antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan konstituen di tengahnya [20].

[image:58.595.244.435.278.379.2]

Umumnya semua bahan komposit terdapat dua fasa yang berlainan yang dipisahkan oleh antara muka bahan-bahan tersebut. Daya sentuh dan daya kohesif antar muka sangat penting karena antar muka pengisi – matriks berfungsi untuk memindahkan tegasan dari fasa matriks ke fasa penguat. Kemampuan pemindahan tegasan kepada fasa penguat tergantung pada daya ikat yang muncul pada antar muka komposit [19]. Bentuk interface antara matriks dengan serat dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Bentuk interface (Bonding Agent) antara matriks dengan serat [20]

2.3 HIBRID KOMPOSIT

Kata "hybrid" berasal dari bahasa Yunani-Latin dan dapat ditemukan dalam berbagai bidang ilmiah. Serat dari jenis yang berbeda kadang-kadang dicampur dalam matriks tunggal untuk menghasilkan komposit hibrid [3].

Komposit hibrid sering dihubungkan dengan material penguat serat, yang umumnya berbahan baku resin yang mana dua jenis serat digabungkan menjadi matriks tunggal. Konsepnya adalah perluasan sederhana dari prinsip komposit yang menggabungkan dua atau lebih material untuk mengoptimasi nilai harga jual, memanfaatkan kualitas terbaiknya sementara mengurangi pengaruh dari sifat-sifat yang tidak diinginkan. Namun begitu, defenisi ini lebih terbatas dari nyatanya. Kombinasi dari beberapa material saja pun sudah bisa dianggap sebagai hibrid [3].

(59)

Dengan begitu kita bisa mengurangi biaya produksi dan membuat produk ramah lingkungan [5].

Dalam kasus komposit polimer, sistem komposit hibrid ini adalah dimana satu jenis penguatan bahan yang tergabung dalam campuran matriks yang berbeda (campuran), atau dua atau lebih penguat dan bahan pengisi yang ada dalam matriks tunggal atau kedua pendekatan tersebut digabungkan. Penggabungan dua atau lebih serat menjadi matriks tunggal telah menyebabkan komposit hibrid berkembang. Komposit hibrid yang terdiri dari dua atau lebih jenis serat, memberikan keuntungan dimana dari satu jenis serat biasa melengkapi kekurangan dari serat lainnya. Kekuatan komposit hibrid tergantung pada sifat-sifat serat, rasio perbandingan komposisi serat, panjang serat, orientasi serat, tingkat pembaharuan serat, antar face serat-matriks dari kedua serat dan juga kerusakan tegangan serat [22].

Berbagai jenis kombinasi serat dan material matriks yang digunakan tetapi yang sering diterapkan secara umum adalah penggabungan dari karbon-serat gelas menjadi resin polimerik. Terdapat banyak cara untuk menggabungkan dua serat yang berbeda yang mana pada akhirnya akan mempengaruhi sifat-sifatnya. Misalnya, semua serat disusun dan dicampurkan dengan yang lain; atau membuat lapisan-lapisannya yang mana terdiri dari satu jenis serat, kemudian dilapisi dengan serat yang lain. Pada hakikatnya semua sifat-sifat hibrid adalah anisotrop. Ketika komposit hibrid tidak dapat ditarik kegagalan nya biasanya disebabkan oleh nonkatastropik yaitu tidak terjadi secara tiba-tiba. Biasanya komposit hibrid ini diaplikasikan untuk komponen struktural untuk transportasi udara, peralatan olah raga dan komponen-komponen orthopedic [4].

2.4 LIMBAH BOTOL PLASTIK KEMASAN MINUMAN

(60)

terlebih lagi plastik, dimana membutuhkan waktu yang lama bagi bumi untuk menguraikannya. Persoalannya sekarang adalah, bagaimana mengolah limbah botol plastik agar dapat menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis [8].

[image:60.595.202.440.275.369.2]

Jenis polimer yang umum digunakan sebagai kemasan air minum adalah PET (polietilen tereftalat). Polimer ini keras, kuat, materinya juga stabil dan tidak menyerap air, memiliki sifat baik untuk pelindung terhadap gas dan bahan kimia, kristalinitasnya bervariasi dari bentuk amorf hingga kristalin. PET sangat transparan dan tidak berwarna tetapi dalam bentuk tipis, biasa berwarna putih dan gelap [10]. Struktur kimia Polietilen Tereftalat dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3 Struktur Kimia Polietilen Tereftalat [23]

Polietilen tereftalat (PET) merupakan poliester linier yang bersifat termoplastik yang disintesis melalui proses esterifikasi asam tereftalat (TPA) dan etilen glikol (EG) atau melalui proses transesterifikasi dimetil tereftalat (DMT) dan etilen glikol. PET banyak diaplikasikan penggunaannya sebagai bahan tekstil, botol minuman ringan dan film fotografi. Oleh karena fungsi yang bervariasi tersebut, PET mengalami peningkatan produksi yang luar biasa. Pada tahun 2000 sampai 2010, kebutuhan dunia akan PET meningkat dari 27.6 juta ton hingga 56 juta ton [24].

PET terbuat dari dimetil tereftalat yang direaksikan dengan etilen glikol melalui reaksi transesterifikasi yang menghasilkan bis-(2-hidroksietil) tereftalat dan metanol tetapi jika dipanaskan pada suhu 210 oC metanol akan menguap. Kemudian bis-(2-hidroksietil) tereftalat dipanaskan hingga 270 oC dan reaksinya membentuk polietilena tereftalat dan etilen glikol sebagai hasil akhir [10].

(61)

Polietilen tereflatat (PET) memiliki kondisi stabilitas termal yang baik, sifat listrik yang baik, penyerapan air yang sangat rendah, sifat permukaan yang sangat baik [25].

Dalam produksi polietilena tereftalat, asam tereftalat dibuat dengan mengoksidasi p-xylen. Tahap polimerisasinya sama dengan poliamida. Polimer dihasilkan dari keadaan lebur menuju pada titik transisi gelasnya pada sekitar 80oC dan bentuknya amorf, kristalinitas meningkat dengan pemanasan. Titik lebur kristalin adalah 265oC. Kekuatan regang dari lembaran polietilena tereftalat adalah sekitar 25.000psi, 2-3 kali daripada film selulosa asetat. Jika daerah spesimen pada titik patah telah diperkirakan, kekuatan regang dari plastik ini sekitar 2 kali dari aluminium dan hampir sama dengan baja lunak [9].

Kekakuan dari lembar polietilena tereftalat dapat dibandingkan dengan lembaran-lembaran selulosa lainnya, ketahanan sobeknya juga lebih baik daripada selulosa. Kekuatan dari material ini adalah 3-4 kali dibandingkan dengan lembaran plastik lainnya. Kekuatan ini adalah keuntungan terbesar secara aplikasinya [9].

2.5. SEKAM PADI

Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk Indonesia. Beras yang merupakan hasil penggilingan padi menjadi makanan pokok penduduk Indonesia. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi, dan selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah, pembakaran untuk memasak atau dibuang begitu saja [26].

(62)
[image:62.595.109.362.247.457.2]

Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan [29]. Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Sekam Padi [30]

Komponen % Berat

Kadar air 32,40–11,35

Protein kasar 1,70–7,26

Lemak 0,38–2,98

Ekstrak nitrogen bebas 24,70–38,79

Serat 31,37–49,92

Abu 13,16–29,04

Pentosa 16,94–21,95

Sellulosa 34,34–43,80

Lignin 21,40–46,97

2.6 ABU SEKAM PADI

Menurut Mittal (1997) sekam padi merupakan salah satu sumber penghasil silica terbesar setelah dilakukan pembakaran sempurna. Abu sekam padi hasil pembakaran yang terkontrol pada suhu tinggi (500-600 oC) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia dan pada suhu lebih besar dari 1.000oC akan menjadi silika kristalin [31]. Abu sekam padi mengandung silica sebanyak 86%-97% berat kering [32].

Ditinjau data komposisi kimiawi, abu sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Abu Sekam [30]

Komponen % Berat

[image:62.595.107.328.698.737.2]
(63)

K2O 0,58–2,50

Na2O 0,00–1,75

CaO 0,20–1,50

MgO 0,12–1,96

Fe2O3 0,00–0,54

P2O5 0,20–2,84

SO3 0,10–1,13

Cl 0,00–0,42

2.7 GLISEROL

Gliserol adalah senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Gliserol terasa manis saat dikecap, namun bersifat racun. Gliserol dapat diperoleh dari proses saponifikasi dari lemak hewan, transesterifikasi pembuatan bahan bakar biodiesel dan proses epiklorohidrin serta proses pengolahan minyak goreng [33].

Gliserol memiliki sifat fisik sebagi berikut:

• Berat molekul : 92,02 g/mol

• Titik didih : 290oC

• Titik beku : 19oC

• Densitas uap : 3,17 [30]. Gliserol memiliki sifat kimia yaitu:

• Memiliki rasa yang manis

• Larut dengan air

• Larut dengan etanol

[image:63.595.109.330.81.240.2]
(64)

Pencampuran sempurna diperlukan untuk memperoleh distribusi yang homogen

untukmenghasilkan hubungan yang kuat antara gliserol dengan polimer. Pada kadar gliserol rendah, polimer yang terbentuk memiliki struktur yang rapuh menunjukkan sifat yang tidak kuat dan tidak fleksibel [34].

Ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antar molekul yang terjadi antara dua muatan listrik persial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah melekul memiliki atom O, N atau F yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lone pair elektron). Hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besaran ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1–2 kJ.mol-1) hingga tinggi (> 155 kJ.mol-1) [34].

Alasan pemilihan gliserol sebagai plasticizer dikarenakan merupakan salah satu plasticizer yang banyak digunakan dan cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen

internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler. Secara teoritis plasticizer dapat menurunkan gaya internal diantara rantai polimer, sehingga akan menurunkan tingkat kekakuan dan meningkatkan permeabilitas terhadap uap air [35].

2.8 METODE EKSTRUSI

Ekstrusi adalah proses manufaktur kontinu yang digunakan untuk mencetak produk yang panjang dengan penampang yang tetap. Teknik ini dapat digunakan untuk memproses sebagian besar polimer termoplastik dan beberapa polimer termoset. Biasanya plastik yang dapat diproses dengan metode ekstruksi memiliki viskositas yang tinggi, sehingga produk yang baru mengalami ekstrusi dapat mempertahankan bentuk hasil pencetakan hingga produk tersebut sampai pada tahap pendinginan cepat (water bath, air quench atau chill roll) [36].

Extruder adalah suatu alat yang memaksa bahan mentah untuk mengalir dalam

(65)

terdispersi dengan baik. Salah satu kunci dalam beranekaragamnya hasil produk ekstrusi terletak pada bagian die-nya, dimana dari sinilah bahan akan didorong keluar. Fungsi die dalam pembuatan produksi pasta telah meningkatkan keragaman penggunaannya dalam menghasilkan produk dengan berbagai macam bentuk, kandungan air dan konsistensi [37].

Prinsip kerja exstruder adalah merubah polimer bahan mentah dalam bentuk tepung atau gritz pelet melalui serangkaian kombinasi proses seperti pencampuran, penggilingan, pembentukan dan proses pencetakan menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi. Teknologi ekstrusi menawarkan ekstrudat yang lebih seragam, lebih mudah pengoperasionalan alat dan tidak menghasilkan banyak limbah [38].

Extruder harus memiliki ulir yang berputar di dalam sebuah barrel. Jika bahan

[image:65.595.107.512.508.645.2]

yang diolah menempel pada ulir dan tergelincir dari permukaan barrel, maka tidak akan ada produk yang dihasilkan dari ekstruder karena bahan ikut berputar bersama ulir tanpa terdorong ke depan. Untuk menghasilkan output produksi yang maksimal maka bahan harus dapat bergerak dengan bebas pada permukaan ulir dan menempel sebanyak mungkin pada dinding, jadi extruder sangat mengandalkan pada drag flow untuk menggerakkan bahan dalam barrel dan menghasilkan tekanan pada die. Agar bahan terdorong maju maka bahan tidak boleh ikut berputar dengan ulir. Sama saja seperti cara kerja sebuah sekrup dan mur, agar sekrup bergerak maju maka mur harus dalam keadaan diam bukannya ikut bergerak dengan sekrup [37]. Komponen ekstruder pada umumnya dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut.

(66)

2.9 PENGUJIAN/KARAKTERISTIK BAHAN KOMPOSIT 2.9.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Pengujian tarik adalah salah satu uji stress strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan material terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, material uji ditarik sampai putus. Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian tarik sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi diseluruh dunia. Dengan menarik suatu material kita akan mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang [39].

Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [40].

2.9.2 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength)

(67)
[image:67.595.142.478.105.239.2]

Gambar 2.7Spesimen V-Notch Metoda Charpy danizod [4]

Mesin pengujian Impak diperlihatkan secara skematik dengan beban didapatkan dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada gambar 2.6. Ketika dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impak kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk mencapai ketinggian

maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan

h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impak. Posisi simpangan lengan

pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan adalah α dan posisi lengan

pendulum terhadap garis vertikal setelahmembentur spesimen adalah β. Dengan

[image:67.595.211.463.543.719.2]
(68)

2.9.3 Uji Kekuatan Lentur (Flexural Strength)

Material komposit mempunyai sifat tekan lebih baik dibanding tarik, pada perlakuan uji lentur spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan bagian bawah terjadi proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji bending yaitu mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Banyak jenis pengujian lentur, teta

Gambar

Gambar C.2 Penyediaan Abu Sekam Padi
Gambar D.3 Hasil FTIR Sekam Padi
Gambar D.4 Hasil FTIR Komposit Hibrid PET LBPKM-Abu Sekam Padi Dan
Gambar D.5 Hasil FTIR Komposit Hibrid Pet LBPKM-Abu Sekam Padi Dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Tingkat akuntabilitas Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun semakin baik, dimana tahun 2013 jumlah daerah yang memperoleh WTP meningkat menjadi 6 daerah. • Secara

Selain itu penulis juga menggunakan Swish Max merupakan salah satu program aplikasi alternatif yang berfungsi sebagai pembuat animasi gambar Flash, teks ataupun suara tanpa

Faktor Self Esteem, Self Efficacy dan Locus of Control secara parsial mem- punyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dalam perspektif Balanced Scorecard

Redaksi pasal 57 huruf (b) yang menyatakan : istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan , tidak relevan sehingga redaksi tersebut tidak perlu

28/12/2017 Khamis Ustaz Ahmad Nazri Hukum Makmum Dan Imam. Semua muslimin dan muslimat di Ibu Pejabat Imigresen

Dari hasil penelitian peneliti berkesimpulan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi dan penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar siswa

Dengan kata lain, norma-norma subyektif dan kendali perilaku tidak secara langsung mempengaruhi keputusan manajer untuk mengakui dan mengungkapkan kewajiban lingkungan, akan

Berdasrkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2011 di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta terdapat 253 orang ibu bersalin dan yang memenuhi kriteria