LAMPIRAN 1
KUISIONER PENELITIAN
Daftar kuisioner ini bertujuan untuk mengumpulkan data, fakta dan informasi
gu-na melengkapi Karya Ilmiah saya dalam penulisan skripsi. Kepada Yth Bapak/Ibu
yang terhormat dimohon kesediaan untuk memberikan jawaban terhadap
perta-nyaan yang saya ajukan.
Atas partisipasinya saya ucapkan terimakasih.
I.
Identitas Responden
• Nama :
• Alamat :
• Jumlah Anggota Keluarga : orang
• Jumlah Tanggungan Keluarga : orang
a. Bersekolah : orang
b. Tidak bersekolah : orang
• Pendidikan Kepala Keluarga :
• Pekerjaan :
II. Daftar Pertanyaan
• Berapa pengeluaran belanja harian anda (makan)?
Rp………/hari • Berapa biaya untuk pendidikan anak?
a. Jumlah anak yang sekolah : ………...orang
b. Uang sekolah (per bulan) : Rp………...
d. Uang kuliah (per semester) : Rp………... • Berapa daya listrik yang dipakai di rumah?...
• Penghasilan/Bulan
a. Suami :Rp………...
b. Istri :Rp………...
c. Anak :Rp………...
• Pendapatan total rumah tangga :Rp………...
• Jumlah pengeluaran untuk kebutuhan makanan dalam sebulan?
Pangan (makanan, minuman, rokok, sayur) Rp………... • Jumlah pengeluaran untuk kebutuhan bukan makanan dalam
sebulan?
a. Sandang (pakaian,tutup kepala/kaki,dll) :Rp…………..
b. Transportasi :Rp…………..
c. Komunikasi :Rp…………..
d. Kesehatan :Rp…………..
e. Perumahan (air,listrik.gas,sewa rumah) :Rp…………..
LAMPIRAN 2
Hasil regresi rumah tangga kaya Regression
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
pola konsumsi 5340000,0000 2163896,71186 50
Pendapatan 11828000,0000 4033130,14612 50
Correlations
pola konsumsi pendapatan
Pearson Correlation
a. Dependent Variable: pola konsumsi
b. All requested variables entered.
Model Summary
ANOVAa
a. Dependent Variable: pola konsumsi
b. Predictors: (Constant), pendapatan
Coefficientsa
(Constant) 189384,860 564762,667 ,335 ,739
pendapatan ,435 ,045 ,812 9,626 ,000 ,812 ,812 ,812
a. Dependent Variable: pola konsumsi
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions
(Constant) Pendapatan
1
1 1,947 1,000 ,03 ,03
2 ,053 6,089 ,97 ,97
LAMPIRAN 2
Hasil regresi rumah tangga miskin Regression
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
pola konsumsi 1179000,0000 312346,28873 50
Pendapatan 1343000,0000 383726,35871 50
Variables Entered/Removeda
a. Dependent Variable: pola konsumsi
b. All requested variables entered.
Model Summary
,946 ,945 73222,4261
0
,946 843,622 1 48 ,000
a. Predictors: (Constant), pendapatan
ANOVAa
a. Dependent Variable: pola konsumsi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part
1
(Constant) 115654,777 38046,380 3,040 ,004
Pendapatan ,792 ,027 ,973 29,045 ,000 ,973 ,973 ,973
a. Dependent Variable: pola konsumsi
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions
(Constant) Pendapatan
1
1 1,962 1,000 ,02 ,02
2 ,038 7,210 ,98 ,98
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, M. Idrus. 1989. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial.UI-Press. Jakarta.
Anggraini dan Retno.2005.Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Tani di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman. Jurnal ekonomi Pertanian,Agros Vol.6: Yogyakarta
Ariningsih,Ening.2004.Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati Pada Masa krisis Ekonomi Di Jawa.Jurnal sosial ekonomi pertanian
Anwar,Khairil.2011.Analisis Pola Konsumsi Masyarkat Pedesaan di kabupaten Bireuen-Aceh.Jurnal ekonomi.
Bakti, T.Diana.2010.Pengantar ekonomi makro. Medan:USU Press
BPS.Indikator Kesejahteraan Rakyat, Medan:2015
BPS.2015. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga.Medan
BPS.2015. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk.Medan BPS.2015.”Medan Dalam Angka”.Medan
Diulio, Ph. D, Eugene. 1993. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempat. Jakarta: Erlangga
Hidayat,Asep.2011.Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuha Ekonomi.Jurnal Pendidikan dan Budaya
Kamaluddin, Rustian.1999. Pengantar ekonomi pembangunan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI
Mankiw,Gregory N.1999. Teori Makroekonomi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Rahma, Aulia.2011. Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan
Taufiq.M.2007.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Tuban.Jurnal manajemen,akuntansi dan bisnis volume 5,nomor 3:Jawa Timur Surabaya
Yuliana.2013.Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Me-dan.Universitas sumatera utara:Medan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Waktu dan Lokasi Penelitian
Suatu hal yang sangat penting dalam penelitian adalah menentukan waktu
danlokasi penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini berlangsung
selamabulan februari sampai dengan selesai.
Kota Medan saat ini meliputi 21 kecamatan. Lokasi penelitian yang
dianggap mewakili Kota Medan berdasarkan penelitian adalahpada sebelah
selatan kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Tuntungan, pada sebelah
utara kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Belawan dan tengah kota
medan diambil adalah Kecamatan Medan Baru dimana lokasi ini yang dianggap
mewakili dengan pertimbangan pada lokasi tersebut terdapat orang kaya dan
miskin.
3. 2Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) mengenai
karakteristik responden.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait yakni
dari Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi berbagai data sosial ekonomi
3.3 Populasi dan Sampel
Menurut Sabar (2007) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi
atau study sensus. Populasidalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang
ada di Kota Medan yang tersebar di 3 kecamatan (Medan tuntungan, Medan
belawan, Medan baru). Adapun sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau
yang memiliki sifat yang sama dengan populasi (Sudjana,2004:85)
Teknik sampling yang digunakan dalam pemilihan lokasi adalah teknik
purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik mengambil sampel yang dilakukan secara sengaja dan telah sesuai dengan semua persyaratan sampel
yang akan diperlukan.
Dari pengertian teknik purposive sampling diatas maka sampel dalam penelitian adalah rumah tangga kaya dan miskin yang tersebar pada 3 kecamatan.
Kemudian pada tingkat kecamatan dipilih lagi kelurahan yang mewakili dan
akhirnya sampai pada unit terkecil yaitu pada tingkat RT.
Penentuan jumlah sampel berdasarkan pada rumus Slovin sebagai berikut:
n= N/1+Ne2
Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan Di Kota Medan
Kecamatan Rumah tangga
Medan Tuntungan 19.673
Medan Johor 29.687
Medan Amplas 27.498
Medan Denai 32.220
Medan Area 22.176
Medan Kota 17.523
Medan Maimun 9.395
Medan Polonia 12.475
Medan Baru 10.968
Medan Selayang 27.440
Medan Sunggal 26.897
Medan Halvetia 32.952
Medan Petisah 15.562
Medan Barat 16.864
Medan Timur 25.870
Medan Perjuangan 22.972
Medan Tembung 30.760
Medan Deli 40.054
Medan Labuhan 25.634
Medan Marelan 34.423
Medan Belawan 21.692
Jumlah 502.735
Medan Tuntungan= 19673/52333.100
= 37,59 (38 kuisioner) Medan Belawan=21692/52333.100
= 41,44 (41 kuisioner) Medan Baru = 10968/52333.100
Pengambilan sampel adalah dilakukan secara acak sederhana (Simple
Random Sampling) di tingkat Rumah Tangga (RT) pada setiap kecamatan
sebanyak 100 sampel. Dalam metode ini pengambilan sampel dilakukan secara
random,artinya semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sampel,berdasarkan karakteristik yang dimaksud, siapapun, dimana dan
kapan saja dapat ditemui yang selanjutnya dijadikan responden.
3. 4 Model Analisis
Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode analisis fungsi konsumsi= a+bY. Fungsi konsumsi
adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi
rumah tangga dengan pendapatan nasional kedalam bentuk persamaan digunakan
beberapa asumsi berikut: Jika Y=0 masyarakat akan tetap melakukan pengeluaran
konsumsi minimum (otonom).Pengeluaran konsumsi tergantung dari besar
kecilnya pendapatan.Jika terjadi kenaikan pendapatan, maka konsumsi meningkat
dengan jumlah yang lebih kecil dibanding kenaikan pendapatan. Proporsi
kenaikan pendapatan yang akan dikonsumsi adalah tetap. Proporsi ini disebut
“marginal propensity to consume” (MPC).
Berdasarkan asumsi persamaan linear pengeluaran konsumsi dirumuskan:
C=a+bY
Dimana:
Y= Pendapatan (income) C= Konsumsi
a= konstanta, yaitu besarnya konsumsi pada saat pendapatan tidak ada (sama dengan nol) disebut konsumsi otonom
3.5Batasan variabel
Untuk lebih mengarahkan dalam pembahasan ini, maka penulis memberikan
batasan variabel yang meliputi:
1. Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan
makan dari satu dapur. (BPS,2009)
2. Pola konsumsi rumah tangga adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu
bulan yang diukur dengan satuan rupiah.
3. Berdasarkan kriteria BPS dengan pendekatan kebutuhan dasar, yaitu
penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan
dasarnya berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Penentuan
dibawahgaris kemiskinan didasarkan pada pengukuran pendapatan atau
pengeluaran pendudukuntuk mencukupi kebutuhan dasar yaitu berupa
kebutuhan untuk konsumsi energisebesar 2100 kalori perkapita perhari,
sehingga apabila penghasilannya adadibawah konversi maka termasuk
pada kategori penduduk miskin.
4. Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang dirumahnya terpasang
listrik yang memiliki daya kurang dari 900 watt sedangkan rumah tangga
kaya adalah rumah tangga yang dirumahnya terpasang listrik yang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Kota Medan secara geografis terletak pada posisi 3030’-3043’ Lintang Utara
dan 98035’-98044’ Bujur Timur. Luas wilayahnya sekitar 265,10 km2atau kira-kira
3,6% dari luas propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainnya, medan memiliki luas yang relatif kecil dengan jumlah
penduduk yang relatif besar. Medan menjadi tempat strategis sebab berada di jalur
pelayaran selat malaka. Dengan demikian, kota ini menjadi pintu gerbang
kegiatan ekonomi domestik dan mancanegara yang melalui selat malaka. Luas
wilayah Kota Medantercatat 265,10 km2yang memiliki 21 kecamatan. Secara
administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan selat malaka
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kecamatan Medan
Labuhan dengan luas area adalah 36,67 km2 Sedangkan kecamatan yang memiliki
luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Medan Maimundengan luas wilayah
sebesar 2,98 km2. Untuk memperjelas penjelasan diatas berikut adalah tabel
Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Tahun 2015.
No Kecamatan Penduduk
Sumber : Medan dalam angka 2015
4.2 Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Sebagai pusat pelayanan pendidikan kota Medan cukup banyak memiliki
sarana dan prasarana pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai
ke tingkat Perguruan Tinggi. Menurut data Statistik, pada tahun 2014, di kota
Medan terdapat sebanyak 717 sekolah Taman Kanak-Kanak. Demikian juga
sebanyak 366 buah sekolah dan 213 sekolah SLTA. Sedangkan Perguruan tinggi
terdiri dari 3 Universitas Negeri dan 4 Institut Negeri, untuk Perguruan Tinggi
Swasta terdiri dari 31 Universitas, 86 Sekolah Tinggi, dan 118 Akademi.
Tabel 4.2 Jumlah Murid TK, SD, SMP dan SMA di Medan Tahun Ajar 2013/2014
Pendidikan Jumlah Murid
TK 15.943
SD 230.211
SMP 120.048
SMA 61.809
Sumber : Medan Dalam Angka 2014
Pada Tabel 4.2. nampak bahwa jumlah murid TK (usia 4-5 tahun) di Kota
Medan pada tahun ajar 2013/2014 adalah 15.934 murid. Jumlah murid SD
(usia6-12 tahun) pada tahun ajar 2013/2014 adalah 230.211 murid. Sedangkan murid
SMP(usia 13-15 tahun) di Kota Medan adalah sebanyak 120.048 murid. Terakhir
untuk jumlah murid SMA(usia 16-18 tahun) di kota Medan adalah sebesar 61.809
murid.
4.3 Karakteristik Responden 4.3.1 Tingkat Pendidikan Formal
Kualitas sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses
pembangunan. Salah satu ukuran kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan
formal yang pernah diikuti atau ditamatkan. Tingkat pendidikan seseorang yang
semakin baik akan memberikan dukungan baik secara sosial maupun ekonomi
untuk melakukan aktivitas dalam kelangsungan hidupnya. Tingkat pendidikan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan yang pernah
Tabel 4.3.1Kelompok Responden Menurut Tingkat Pendidikan Formal Kota Medan Tahun 2016
Tingkat Pendidikan Kaya Miskin
Frekuensi % Frekuensi %
Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2016
Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat pola distribusi tingkat pendidikan
formal responden. Dari 100 kepala keluarga rumah tangga yang menjadi
responden terdapat berbagai jenis pendidikan formal diantaranya Sekolah
Dasar,SMP,SMA,sarjana. Pada rumah tangga kaya,tidak ada responden yang
mengecap pendidikan formal SD sedangkan pada rumah tangga miskin ada 20
responden atau 40 persenyang memilki pendidikan SD, untuk pendidikan SMP
keluarga kaya terdapat 1responden atau 2 persen sedangkan keluarga miskin
terdapat 12 responden atau 24 persen,sedangkan untuk pendidikan SMA rumah
tangga kaya sebanyak 21 responden atau 42 persen sedangkan rumah tangga
miskin sebanyak 18 responden atau 36 persen. Kemudian pada rumah tangga kaya
lebih banyak mengecap pendidikan pada tingkat sarjana yaitu sebanyak 28
responden atau 56 persen sedangkan pada keluarga miskin tidak terdapat
responden yang mengecap pendidikan sarjana.
Rata-rata lama bersekolah keluarga miskin adalah 9 tahun. Artinya
keluarga miskin rata-rata menyelesaikan studinya pada tingkat SMP. Sedangkan
keluarga kaya rata-rata bersekolah selama 16 tahun. Artinya bahwa rata-rata lama
Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan suatu rumah
tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan kepala keluarga. Hal ini ditunjukkan
pada tabel di atas bahwa rumah tangga kaya pada umumnya tingkat pendidikanya
adalah sarjana. Sedangkan rumah tangga miskin tingkat pendidikanya adalah
tamatan SMP.
4.3.2 Pekerjaan
Lapangan pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk
melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan.
Pekerjaan kepala keluarga di lokasi penelitian mencerminkan karakteristik
penduduk perkotaan dimana sebagian besar responden PNS,pegawai
swasta,wiraswasta,buruh,dan lain-lain.
Tabel 4.3.2 Kelompok Pekerjaan Kepala Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2016
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 4.3.2 dapat dilihat pola distribusi responden rumah
tangga miskin dan kaya menurut pekerjaannya. Pada rumah tangga miskin,lebih
banyak menggeluti kelompok pekerjaan lain-lain yang terdiri dari tukang
becak,sopir angkot,tukang bersih-bersih,tukang bengkel,tukang tambal ban,
penjual makanansebanyak 31 responden atau 62 persen. Sedangkan pada rumah
Justru orang kaya lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta yaitu masing-masing
sebanyak 35 responden.
4.3.3 Tingkat Pendapatan
Perubahan kondisi ekonomi mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
menentukan pola konsumsi.Pendapatan rumah tangga yang terdiri dari pendapatan
kepala keluarga dan anggota keluarga akan mempengaruhi alokasi untuk setiap
kebutuhan keluarga. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan primer, kebutuhan
sekunder, dan kebutuhan tersier. Alokasi pola pengeluaran keluarga setidaknya
ditentukan oleh prioritas atau pilihan menurut tingkat pemenuhan kebutuhan.
4.3.3.1 KelompokPendapatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.3.3.1 di bawah dapat dilihat pola distribusi responden
rumah tangga kaya dan miskin menurut tingkat pendapatan kepala keluarga. Pada
rumah tangga kaya kelompok tingkat pendapatan, ternyata paling banyak pada
kelompok pendapatan lebih dari Rp. 10.000.000 perbulan yakni sebanyak 15
responden atau 30persen, kemudian menyusul pada kelompok pendapatan
Rp.9.500.100-10.000.000 sebanyak 7 responden atau 14 persen sedangkan untuk
rumah tangga miskin kelompok pendapatan kepala keluarga terbanyak adalah
Rp.500.000-1.000.000 yaitu sebanyak 24 responden atau 48 persen kemudian
menyusul kelompok pendapatan Rp.1.000.100-1.500.000 sebanyak 20 responden
atau 40 persen.
Berikut adalah tabel yang memperlihatkan pendapatan kepala rumah
Tabel 4.3.3.1Kelompok Pendapatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Rumah TanggaKaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Kepala
Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2016
Dari data diatas menggambarkan bahwa terjadinya perbedaan
tingkat pendapatan yang nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi. Rumah
tangga yang memiliki pendapatan tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu, jumlah dan ragam, baik barang
maupun jasa yang akan dibeli rumah tangga. Untuk rumah tangga yang memilki
pendapatan rendah, sebagian pendapatanya akan dialokasikan untuk membeli
barang kebutuhan primer dan hanya sebagian kecil untuk untuk membeli barang
4.3.3.2 Kelompok Pendapatan Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016
Berikut adalah tabel data pendapatan anggota rumah tangga di Kota
Medan berdasarkan rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan adalah:
Tabel 4.3.3.2Kelompok Pendapatan Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Anggota
Sumber: Hasil Olahan Data primer,2016
Berdasarkan Tabel 4.3.3.2 dapat dilihat pola distribusi responden menurut
pendapatan anggotarumah tangga berdasarkan kategori rumah tangga.Baik rumah
tangga kaya dan miskin,anggota rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan
atau yang tidak bekerja menempati urutan pertama. Artinya bahwa tumpuan
satu-satunya keluarga hanya pada kepala keluarga dan masih tergantung pada orang
tua. Untuk responden yang mempunyai anggota keluarga dengan pendapatan
rendah umumnya mereka bekerja sebagai tukang cuci,tukang becak, tukang
bentor,sopir angkot,tukang tambal ban,tukang bersih-bersih,dan buruh
bangunan.Sedangkan untuk anggota rumah tangga kaya,umumnya mereka bekerja
4.3.3.3 Kelompok Pendapatan Total Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016
Berikut adalah tabel kelompok pendapatan total rumah tangga berdasarkan rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3.3.3 Kelompok Pendapatan Total Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Total
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 4.3.3.3dapat dilihat pola distribusi responden menurut
pendapatan total rumah tangga. Pada rumah tangga kaya ada sebanyak 20
responden atau 40 persen yang masuk kelompok pendapatan lebih dari
Rp.10.000.000 perbulan. Sedangkan pada keluarga miskinada 25 respondenatau
Rata-rata pendapatan total dari rumah tangga miskin sebesar Rp 1.250.000
perbulan dengan pendapatan total keluarga terendah sebesar Rp.800.000 serta
pendapatan tertinggi sebesar Rp.2.500.000. Sedangkan rata-rata pendapatan total
dari rumah tangga kaya adalah sebesar Rp.12.500.000 pendapatan tertinggi
sebesar Rp.30.000.000, sedangkan pendapatan terendah sebesar Rp.8.300.000.
Dari data tersebut menggambarkan bahwa rata-rata pendapatan total rumah tangga
sudah berada di atas Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2016 sebesar Rp.
2.037.000,namun masih ada keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah
UMK sebanyak 47 responden.
4.3.4 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah Tanggungan Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang
terdiri dariistri, anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga berada atau
hidup dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi tanggungan kepala
keluarga.
Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan
keluarga yang paling banyak pada rumah tangga kaya berada pada kelompok
sama dengan 3 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 20 responden atau 40
persen , kemudian jumlah tanggungan keluarga yang paling sedikit berada pada
kelompok sama dengan 7 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 1 responden
atau 2 persen. Sedangkan pada rumah tangga miskin, jumlah tanggungan keluarga
yang paling banyak berada pada kelompok sama dengan 5 orang per rumah
tangga yaitu sebanyak 15 responden atau 30 persen, kemudian jumlah tanggungan
rumah tangga yaitu sebanyak 2 responden atau 4 persen. Rata-rata jumlah
tanggungan rumah tangga miskin adalah 5. Artinya setiap kepala keluarga harus
menanggung 5 anggota rumah tangga. Sedangkan rata-rata jumlah tanggungan
rumah tangga kaya adalah 3. Artinya setiap kepala keluarga harus menanggung 3
anggota keluarga. Semakin banyak anggota rumah tangga maka semakin besar
pengeluaran untuk konsumsi pokok.
Informasi banyaknya anggota keluarga dalam setiap rumah tangga dapat
dilihat sebagai berikut.
Tabel 4.3.4 Kelompok Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Di Kota Medan Tahun 2016
Sumber:Hasil Olahan Data Primer, 2016
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang paling
banyak pada rumah tangga kaya yaitu 2 orang anak yang dijumpai pada
masing-masing rumah tangga yaitu 24 responden (48%). Sedangkan jumlah anak yang
paling banyak pada rumah tangga miskin yaitu 4 orang anak yang dijumpai pada
masing-masing rumah tangga yaitu 16 responden (32%).
Dari data diatas menjelaskan bahwa umumnya rumah tangga kaya
miskin dengan kata lain orang miskin memiliki banyak anak dibandingkan orang
kaya. Hal ini karena anak bagi masyarakat miskin dipandang sebagai suatu
investasi ekonomi yang nantinya diharapkan akan mendatangkan suatu hasil baik
dalam bentuk tambahan tenaga kerja maupun sebagai sumber finansial orang tua
di usia lanjut. Sedangkan pada umumnya orang kaya, menggangap bahwa jika
memiliki anak sedikit(2 atau 3 orang) maka mereka bisa disekolahkan sampai
setinggi,dibina sebaik mungkin sehingga diharapkan anak-anak mereka akan lebih
baik dari orang tuanya. Sehingga nantinya mereka bisa mendapatkan pekerjaan
yang layak dan penghasilan yang tinggi juga.
4.4.1 Kelompok Alokasi Pengeluaran Menurut Kategori Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016
Alokasi pola pengeluaran menurut kategori rumah tangga untuk konsumsi
dapat dilihat pada tabel 4.4.1 terlihat secara jelas perbandingan alokasi pola
pengeluaran menurut kategori rumah tangga yaitu kaya dan miskin. Untuk
pengeluaran pangan sebesar Rp 1.000.000 perbulan kebawah pada keluarga
miskin sebanyak 22 responden atau 44 persen sedangkan pada rumah tangga kaya
tidak ada responden yang masuk kategori tersebut. Kemudian untuk pengeluaran
pangan sebesar Rp.1.000.100-1.500.000 perbulan, pada rumah tangga miskin
sebanyak 22 responden atau 44 persen sedangkan pada keluarga kaya tidak ada
responden yang masuk dalam kategori tersebut. Sedangkan rata-rata pengeluaran
konsumsi rumah tangga kaya paling banyak
mengonsumsiRp.4.500.100-5.000.000 sebanyak 9 responden atau 18 persen perbulan.
Berikut adalah tabel yang memperlihatkan alokasi pengeluaran untuk
Tabel 4.4.1 Kelompok Alokasi Pengeluaran Menurut Kategori Rumah Tangga Kaya dan Miskin Di Kota Medan Tahun 2016
Pengeluaran Total
Dari data tersebut menggambarkan bahwa rumah tangga miskin
mengalokasikan pengeluaran relative lebih sedikit dibanding rumah tanga yang
kaya,hal itu terjadi karena keterbatasan angggaran atau biaya yang dimiliki.
Perbedaan tingkat pendapatan akan menimbulkan perbedaan pola
konsumsi.Rumah tangga kaya yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan
memiliki kesempatan lebih besar untuk meningkatkan mutu,jumlah dan ragam
4.4.2 Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linear antara satu
variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini bertujuan
untuk memprediksikan nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel
independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk mengetahui arah
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif
atau negatif (priyatno:2010).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pendapatan. Sedangkan
variabel dependen dalam penelitian ini adalah pola konsumsi. Berdasarkan hasil
olahan data dengan bantuan program SPSS21,0untuk analisa regresi sederhana diperoleh hasil sebagai berikut:
4.4.2.2. Analisis Regresi Rumah Tangga Kaya
Hasil Analisis Regresi Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 189384,860 564762,667 ,335 ,739
Pendapatan ,435 ,045 ,812 9,626 ,000
a. Dependent Variable: pola konsumsi
(sumber : data primer diolah)
Persamaan regresi dapat diperoleh dari tabel diatas yaitu sebagai berikut:
C= a+by
Artinya, pada saat pendapatan sama dengan 0 maka konsumsi= Rp. 189.384.
Dan pada saat pendapatan > 0 maka besarnya konsumsi= 43,5% dari pendapatan
yang diperoleh yaitu sebesar Rp.5.437.500. Dan sisanya yaitu sebesar 56,5%
di-gunakan untuk tabungan. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa konsumsi rumah
tangga kaya lebih kecil dari tabungan. Hal ini disebabkan karena orang kaya lebih
memilih menginvestasikan sebagian pendapatannya dibandingkan menambah
konsumsi.
4.4.2.1 Analisis Regresi Rumah Tangga Miskin Hasil Analisis Regresi Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 115654,777 38046,380 3,040 ,004
pendapatan ,792 ,027 ,973 29,045 ,000
a. Dependent Variable: pola konsumsi
(sumber : data primer diolah)
Persamaan regresi dapat diperoleh dari tabel diatas yaitu sebagai berikut:
C= a+bY
Fungsi C = 115.654 + 0,792Y
Artinya, pada saat Y=0 maka konsumsi= Rp. 115.654
Dan pada saat pendapatan > 0 maka besarnya konsumsi= 79,2% dari pendapatan
yang diperoleh yaitu sebesar Rp. 990.000.Dan sisanya sebesar 20,8% digunakan
untuk tabungan.
Fungsi C = 115.654 + 0,792Y
Fungsi konsumsi Rumah Tangga Kaya:
Fungsi C = 189.384 + 0,435Y
Dari kedua fungsi terlihat bahwa knsumsi rumah tangga miskin sebesar 79,2%
dari pendapatan yaitu sebesar Rp. 990.000 digunakan untuk konsumsi. Dan
si-sanya sebesar 20,8% digunakan untuk tabungan. Sedangkan Konsumsi rumah
tangga kaya sebesar 43,5% dari pendapatan yaitu sebesaar Rp. 5.437.500
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Adapun kesimpulan dan saran pada penelitian ini adalah:
5.1 Kesimpulan:
Fungsi konsumsiRumah Tangga Miskin:
Fungsi C = 115.654 + 0,792Y
Fungsi konsumsi Rumah Tangga Kaya:
Fungsi C = 189.384 + 0,435Y
Dari kedua fungsi terlihat:
Konsumsi rumah tangga miskin sebesar 79,2% dari pendapatan yaitu
se-besaar Rp. 990.000 digunakan untuk konsumsi. Dan sisanya sebesar 20,8%
digu-nakan untuk tabungan. Sedangkan Konsumsi rumah tangga kaya sebesar 43,5%
dari pendapatan yaitu sebesaar Rp. 5.437.500 digunakan untuk konsumsi. Dan
sisanya sebesar 56,5% digunakan untuk tabungan.
5.2 Saran:
1) Diperlukan dukungan dan penelitian yang lebih besar dari berbagai pihak
terhadap pemberdayaan rumah tangga miskin agar dapat memenuhi
kebutuhan pokok/sehari-hari.
2) Pemerintah kota Medan harus bekerja lebih keras lagi dalam menurunkan
tingkat kemiskinan di Medan. Seluruh dinas terkait kemiskinan harus
menciptakan terobosan program pengentasan kemiskinan yang baru, untuk
mendampingi program pengentasan kemiskinan yang sudah ada.
memperbaiki/meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin agar bisa
hidup sejahtera dan paling tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
3) Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumi terutama
melihat variabel-variabel lain yang lebih spesifik yang bisa mempengaruhi
pola konsumsi rumah tangga seperti jenis pekerjaan, jumlah tanggungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Konsumsi
Konsumsi, dari, ,
ialah suat
suat
kepuasan secara langsung. Tegasnya konsumsi menyangkut barang-barang yang
digunakan habis, dinikmati atau di makan selama periode bersangkutan. Dalam
prakteknya banyak barang-barang konsumsi tersebut umumnya mungkin melebihi
periode waktu tersebut seperti baju,tas,baju atau mobil.
Menurut Mankiw (2000) “ Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli
oleh rumah tangga, konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable
Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan
dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang
yang memiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik, ponsel dan
lainya. Ketiga, jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen
oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat ke dokter”. Yang
dibelanjakan untuk pembelian barang-barang dan jasa guna mendapatkan
kepuasan dan memenuhi kebutuhan.”
2.1.2 Pengeluaran Konsumsi rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh
tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli
makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa
rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhanya,dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi.
(Sukirno,1994:38).
Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan
sebagai konsumsi (rumah tangga). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah
digolongkan investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti membayar
asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (atau anak yang sedang bersekolah)
tidak digolongkan sebagai konsumsi karena ia tidak merupakan pembelanjaan
terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian ( Sukirno 2004).
Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam
perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin
besar pendapatan mereka, makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Sifat
penting lainya dari konsumsi rumah tangga adalah hanya sebagian saja dari
pendapatan yang mereka terima yang akan digunakan untuk pengeluaran
konsumsi (Sukirno,1981:104).
Untuk memahami pengeluaran konsumsi, ada baiknya terlebih dahulu
memahami beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang dikemukakan oleh
para ahli ekonomi. J.M Keynes dalam tulisan Kamaluddin, 2009 menyatakan
Di dalam teori tersebut Keynes (1969) menjelaskan bahwa jika terjadi
kenaikan pendapatan aktual maka kenaikan konsumsi seseorang lebih kecil dari
kenaikan pendapatan aktual yang diterima. Hal ini dikarenakan seseorang pasti
menyisihkan sebagian pendapatan yang diterimanya untuk tujuan lain yaitu
menabung dan membayar hutang.
Teori yang dikemukakan oleh Keynes tersebut serupa dengan yang
diungkapkan oleh Ando, Modigliani dan Brunberg.Menurut mereka, pengeluaran
konsumsi akan tergantung dari siklus hidup seseorang pada saat seseorang
belum, bekerja, maka untuk membiayai pengeluaran konsumsinya ia akan
disubsidi oleh orang tuanya atau hutang. pada saat sudah bekerja ia akan
menyisihkan sebagian pendapatannya guna ditabung untuk membayar utang
sebelum ia bekerja dan membiayai konsumsi setelah pensiun, seperti telah
disebutkan, ia akan memakai tabungannya untuk membiayai
konsumsinya.(Kamaluddin,2009).
Sedangkan menurut Friedman (1957) menyatakan bahwa“konsumsi
seseorang tergantung pada pendapatan permanennya (pendapatan yang rutin ia
terima setiap periode tertentu)danbukan pada pendapatan transiteori (pendapatan
yang tak terduga)”.
Jika ahli ekonomi diatas menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi sangat
dipengaruhi oleh pendapatan absolut atau pendapatan permanennya, maka sedikit
berbeda dengan teori Dussenberry (1949) yang menyatakan bahwa“Pengeluaran
konsumsi seseorang bukan tergantung dari pendapatan absolute aktualnya tetapi
Maksud dari teori Dussenberry tersebut adalah konsumsi seseorang
tergantung dari tingkat pendapatannya dibanding atau relatif terhadap pendapatan
orang lain. Orang yang pendapatannya lebih rendah akan meniru pola konsumsi
orang yang pendapatannya lebih tinggi di sekelilingnya. Karakteristik lain dari
pengeluaran konsumsi adalah sekali pengeluaran konsumsi seseorang meningkat,
maka tidak mungkin pengeluaran konsumsi tersebut menurun sekalipun
pendapatannya menurun.
Dari beberapa teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran
konsumsi merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang
untuk memenuhi kebutuhannya dimana pengeluaran tersebut tidak hanya
dipengaruhi oleh pendapatannya tetapi juga lingkungan atau masyarakat sekitar ia
tinggal.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar
Bantuan luar negeri memang berhasil meningkatkan ekonomi negara yang
sedang berkembang tapi jurang kemiskinan antar penduduk tetap melebar dengan
kata lain strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
belum mampu mengadakan pemerataan pendapatan,mengurangi kemiskinan,dan
juga belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang luas guna mengatasi
pengangguran. Kegagalan strategi inilah yang menyebabkan dicarinya strategi
baru dan dipilihnya model kebutuhan dasar sebagai dasar upaya pengganti.
Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan
hidup manusia,baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun
Manusia mempunyai kecendrungan untuk tetap hidup serta
mempertahankan bakat dan kehidupan sosialnya. Sebagai konsekuensinya mereka
harus memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu primer maupun sekunder agar hidup
layak sesuai dengan harkatnya sebagai anggota masyarakat (Sumardi dan Evers,
1989:129).
Adapun kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat adanya. Pada tingkat
pertama primary needs atau kebutuhan primer orang membutuhkan sandang, pangan, papan. Apabila kebutuhan primer ini sudah terpenuhi, maka muncullah
dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs (kebutuhan tingkat kedua) yang merupakan kebutuhan akan barang-barang perlu, yang antara lain
berupa kebutuhan akan sepatu, pendidikan dan sebagainya. Jika keadaan
memungkinkan (bertambah kaya) muncul keinginan untuk memenuhi kebutuhan
tingkat ketiga yang berisi kebutuhan akan barang mewah, kebutuhan tingkat
keempat (quartiary needs) yang berisi akan kebutuhan barang-barang yang
benar-benar mubadzir (yang tidak diperlukan sama sekali) dan seterusnya.
2.3 Konsep dan Urutan Jenis Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Asumsi dasar tentang pola konsumsi rumah tangga atau individu adalah
bahwa setiap rumah tangga atau individu tersebut akan memaksimumkan
kepua-sannya, kesejahteraannya, kemakmurannya, atau kegunaannya.
Pola konsumsi itu sendiri adalah jumlah persentase dari distribusi
pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang , jasa-jasa serta
rekreasi dan hiburan. BPS menyatakan kategori adalah pengeluaran makanan,
usaha dan lain-lain pembayaran. Secara terperinci pengeluaran konsumsi adalah
semua pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, pesta atau upacara,
barang-barang lama ,dan lain-lain. Yang dilakukan oleh setiap anggota rumah
tangga baik itu di dalam maupun di luar rumah, baik keperluan pribadi maupun
keperluan rumah tangga (BPS,2007:10)
Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mugkin harus
dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka dapat hidup wajar. Kebutuhan
Esensial ini antara lain: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan
partisipasi, transportasi, perawatan pribadi, rekreasi.
2.4 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi
olehmanusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan
itusendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan
aspekkehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi
manusiayang bersangkutan. Kemiskinan menurut Rais (1995: 9) adalah kondisi
depresiasi
terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan
kesenjanganadalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang
dimiliki.
Substansi kemiskinan (Sudibyo dalam Rais 1995: 11) adalah
kondisidepresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang
berupasandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi
Masalahkesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah
sosial.
Kemiskinan (Friedmann dalam Suyanto, 1995: 207) adalah
ketidaksamaanKesempatanuntuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial.
Kemiskinanmemang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja
melibatkan faktor
ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya.Menurut Suparlan (1993: 9)
kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatustandar tingkat hidup yang rendah
yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materipada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan. Standar kehidupan yangrendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat keadaankesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga
diri dari mereka yang tergolongsebagai orang miskin.
Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan
dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur
yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya
tolakukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang
miskindapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang
diperangikemiskinannya. Tolak ukur yangkeduaadalah tolak ukur kebutuhan
relatif perkeluargayang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang
harusdipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya
secarasederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup
yangberkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan
dan
untuk pengobatan, biaya-biaya untuk menyekolahkan anak-anak, dan biaya untuk
sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi
danmemadai.
2.4.1 Karakteristik Golongan Miskin
Menurut Zelinsky (1996: 88) karakteristik penduduk dapat
dikategorikandalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal,
tingkat pendidikan,jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta
perawatan kesehatanbisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial
masyarakat.Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto
(2002:13) adalah:
1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin.
Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia
adalah 5,8 orang sedangkan yang bukan miskin adalah 4,5 orang.
Banyaknyajumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan
dalammenentukan miskin atau ketidak-miskinan suatu rumah tangga.
Bertambahbesarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar
pulakecenderungan menjadi miskin. Oleh karena itu dapat diketahui
bahwaKeluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah
anggotarumah tangga adalah relevan dengan upaya-upaya pengentasan
kemiskinan.
Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas
pekerjaankepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha
ataubahkan sebagai keduanya. Pekerjaan kepala rumah tangga
mempengaruhijumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat
dijadikanindikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan
sangatbesar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah
satukarakteristik ekonomi penduduk miskin.
3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga.
Pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi dua jenis
yaitu:karyawan/buruh dan pengusaha/majikan. Pekerjaan dengan
statuskaryawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga
yangmemperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari
pekerjaannyasebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik,
pembanturumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji.Kepala keluarga
yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnyasebagai pemilik tanah,
nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal danlain-lain. Di perkotaan dan
pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timurIndonesia, maupun di bagian
barat Indonesia lebih banyak kepala rumahtangga miskin yang menjadi pengusaha
ketimbang yang menjadi buruh.
4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin.
Gambaran tentang pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari
kelompokkomunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara
70%dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29,
31%.dibandingkan dengan kondisi perkotaan porsi konsumsi makanan
rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak
kurangdapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus
mengambilmakanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan
untukkondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya
dimanakeluarga miskin harus mengkonsumsi porsi yang besar dari
pendapatannyahanya untuk makan.
5. Karakteristik sosial budaya
Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada
dipedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan wargayang
tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jikadibandingkan
dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitaspendidikan lebih
lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan pedesaan.
2.4.2 Kemiskinan Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS)
Kemiskinandikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan
dalammemenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain,kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisiekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan
maupun nonmakanan yang bersifat mendasar. Pengukurannya dilakukandengan
menghitung pengeluaran kebutuhan makanan dankebutuhan non makanan per
kapita per bulan. Singkatnyapenduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-ratapengeluaran (makanan dan non makanan) per kapita perbulandibawah
Komponen Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan makanan dan
Garis Kemiskinan Non makanan. Garis Kemiskinan makanan adalah batas
minimal kebutuhan dasarmakanan yang setara dengan pemenuhan kebutuhan
kalori2.100 kalori per kapita perhari dimana paket komoditikebutuhan dasar
makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi(padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,
telur, susu, sayuran,kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, lemak dan lain-lain.
Garis Kemiskinan Non makanan adalah batas minimal kebutuhan dasar bukan
makanan berupa kebutuhan minimumakan perumahan, sandang, pendidikan dan
kesehatan dimanapaket komoditi kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh51
jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi dipedesaan.
2.4.3 Kemiskinan Berdasarkan BKKBN
BKKBN menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan
kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera,
sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus.
Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat
memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya,
makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan,
lantai rumah bukan dari tanah,dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana
kesehatan.Miskin menurut BKKBN adalah mereka yang termasuk dalam kategori
prasejahtera dan sejahtera I. Sedangkan keluarga sejahtera II adalah keluarga yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan akan tabungan, makan bersama sambil
berkomunikasi, rekreasi bersama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi.
keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi selama 6 bulan sekali,
menggunakan sarana transportasi dan tidak aktif memberikan sumbangan materil
secara teratur. Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah mampu
memberikan sumbangan materil secara aktif dan teratur serta aktif sebagai
pengurus organisasi kemasyarakatan.
2.4.4 kemiskinan berdasarkan bank dunia (world bank)
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak
mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai
kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan
dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin
kelangsungan hidup. Menurut World Bank (2004), salah satu sebab kemiskinan
adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat
kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu
kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya
mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya
tidak memadai.
Menurut World Bank, dalam definisi kemiskinan adalah:
Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu merupakan
kon-disi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan
kesempa-tan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi
keseha-tan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang
lain.
2.4.5 Indikator Kemiskinan
Terdapat beberapa indikator kemiskinan yang biasa digunakan,
yaituindikator:
1) Kemiskinan relatif seseorang dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan relatif, pertama jika pendapatannya berada di bawah
pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat tersebut, ia
berada di lapisan paling bawah. Kedua, Bisa jadi meskipun pendapatannya
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding
masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk
miskin. Ketiga, Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan
semacam ini.
2) Kemiskinan absolut. Kemiskinan jenis ini dicirikan sebagai berikut: Pertama, dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Kedua,
Jika pendapatan seseorang di bawah pendapatan minimal untuk
memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin. Ketiga, Indonesia
3) Kemiskinan kultural dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak
merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari
kemiskinan tersebut.
4) Kemiskinan struktural dimana kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga
memunculkan masalah-masalah struktural ekonomi yang makin
meminggirkan peranan orang miskin.
2.4.6 Penggolongan Rumah Tangga Berdasarkan Daya Listrik
Menurut Nengah Subadra dalam tulisanya (2008) orang kaya yang
umumnya tinggal di rumah-rumah mewah biasanya menggunakan daya listrik
yang tinggi (paling sedikit 1.200 watt) untuk keperluan sehari-hari karena semua
fasilitas rumahnya seperti lampu, setrika, televisi, kulkas, mesin cuci dan
pendingin ruangan menggunakan energi listrik yang sangat banyak. Sedangkan
orang miskin hanya menggunakan daya listrik dengan kapasitas 450-900 watt saja
karena mereka tidak memiliki alat-alat rumah tangga yang lengkap. Umumnya
mereka hanya menggunakan energi listrik untuk penerangan karena mereka
memiliki daya bayar yang sangat rendah.
Studi Empris memperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari, pada
umumnya rumah tangga kaya adalah rumah tangga yang memiliki daya listrik
yang terpasang >900 watt. Alat listrik yang digunakan adalah AC, kulkas,
tangga miskin adalah rumah tangga yang memiliki daya terpasang kurang atau
sama dengan 900 watt.
2.5 Teori Konsumsi
2.5.1 Teori Konsumsi John Maynard Keynes
John Maynard keynes (1969) dalam General Theory nya membuat fungsi konsumsi sebagai pusat fluktuasi ekonominya dan teori itu telah memainkan peran
penting dalam analisis makro ekonomi sampai saat ini. Keynes membuat dugaan
tentang fungsi ekonomi berdasarkan intropeksi dan observasi kasual.
Dugaan pertama keynes adalah bahwa kecendrungan mengkonsumsi
marginal adalah antara nol dan satu. Ia menulis bahwa “hukum psikologis
fundamental, dengan apa kita dinisbikan untuk tergantung pada keyakinan yang
besar adalah bahwa manusia diatur, sebagai peraturan atau berdasarkan rata-rata,
untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik, tetapi tidak
sebanyak kenaikan dalam pendapatan mereka”.
Dugaan kedua, keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap
pendapatan yang disebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika
pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan sehingga ia
berharap orang kaya menabung proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka
ketimbang si miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. Keynes mengatakan
2.5.2 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif(Relative Income Hipothesis)
Teori konsumsi yang dikemukakan oleh James S. Duesenberry (1949),
yang dikenal sebagai teori pendapatan relatif tentang konsumsi atau hipotesis
pendapatan relatif, lebih menekankan pada pendapatan relatif (relative income)
dari pada pendapatan absolute sebagaimana dikemukakan Keynes. Selain itu,
teori ini mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah
tangga tidak bergantung pada pendapatan sekarang dari individu, tetapi pada
tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang sebelumnya.
Menurut Duesenberry (Nanga, 2001) pengeluaran konsumsi seseorang
atau rumah tangga bukanlah fungsi dari pendapatan absolute, tetapi fungsi dari
posisi relatif seseorang di dalam pembagian pendapatan di dalam masyarakat.
Artinya pengeluaran konsumsi individu tersebut tergantung pada pendapatannya
relatif terhadap pendapatan individu lainya di dalam masyarakat. Dalam kaitan
ini, Duesenberry menyebutkan bahwa ada dua karakteristik penting dari perilaku
konsumsi rumah tangga yaitu adanya sifat saling ketergantungan (interpendent)
diantara rumah tangga, dan tidak dapat dirubah (irreversibility) sepanjang waktu.
Saling ketergantungan disini menjelaskan mengapa rumah tangga yang
berpendapatan rendah cenderung memiliki APC yang lebih tinggi daripada rumah
tangga yang berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena rumah tangga yang
berpendapatan rendah telah terkena apa yang oleh Duesenberry disebutnya
berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari
masyarakat sekelilinya yang cenderung menaikkan pengeluaran konsumsinya.
Adanya sifat irreversibility dari perilaku konsumsi tersebut telah menyebabkan short-run ratchet effect dari perubahan di dalam pendapatan,dimana seseorang atau rumah tangga lebih mudah untuk meningkatkan pengeluaran
konsumsinya kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit
untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya. Kalau terjadi kenaikan pendapatan,
tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya kalau
terjadi penurunan pendapatan. Dengan kata lain, seseorang atau rumah tangga
menurut Duesenberry akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan
standar hidup atau pola konsumsi mereka, dan itu dilakukan dengan cara
mengurangi tabungan. Rumah tangga akan memulai hidup dengan tabungan
negatif (dissaving). Hal ini berarti penurunan yang terjadi di dalam pengeluaran
konsumsi rumah tangga hanyalah satu penurunan yang bersifat parsial.
Pengeluaran konsumsi sebagaimana telah dikemukakan adalah bersifat
irreversible sepanjang waktu, yang berarti bahwa dengan suatu penurunan di dalam pendapatan, maka pengeluaran konsumsi juga akan mengalami penurunan,
namun dalam jumlah yang lebih kecil. Secara singkat adanya sifat irreversibility
dari pengeluaran konsumsi rumah tangga itu mempunyai makna bahwa sekali
fungsi konsumsi jangka pendek itu bergeser ke atas, maka akan sangat sulit untuk
bergeser kembali ke bawah apalagi terjadi penurunan di dalam pendapatan.
Dalam bukunya yang berjudul A Theory of the Consumption Function
(1957) Miton Friedman menawarkan hipotesis pendapatan permanen untuk
menjelaskan perilaku konsumsi. Hipotesis pendapatan permanen mengemukakan
bahwa pengeluaran konsumsi sekarang bergantung pada pendapatan sekarang dan
pendapatan yang diperkirakan di masa yang akan datang. Hipotesis juga
menekankan bahwa manusia mengalami perubahan acak dan temporer dalam
pendapatan mereka dari tahun ke tahun. Friedman beralasan bahwa konsusmi
seharusnya terutama bergantung pada pendapatan permanen, kerena konsumen
menggunakan tabungan dan pinjaman untuk melancarkan konsumsi dalam
menanggapi perubahan transistoris dalam pendapatan.
2.5.4 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hipothesis)
Teori dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Albert Ando,Richard
Brumberg dan Franco Modigliani. Dalam teori ini membagi pola konsumsi
seseorang menjadi tiga bagian, yaitu:
• Usia nol sampai usia kerja, maka konsumsinya dalam kondisi
“Dissaving”yaitu konsumsi masih tergantung pada orang lain.
• Dimulai dari usia kerja (sudah kerja) sampai dengan usia dimana orang
tersebut sudah menjelang usia tua (kurang produktif) atau bisa disebut
mandiri.
• Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi “Dissaving”.
Hipotesis siklus hidup memberikan sumbangan penting di dalam memahami
Tingkah laku konsumsi masyarakat. Hipotesis ini menunjukkan bahwa konsumsi
diramalkan akan diterima di masa depan. Seterusnya ia menunjukkan pula
peranan kekayaan dalam mempengaruhi konsumsi.
Hipotesis ini juga menerangkan motivasi masyarakat untuk menabung.
Ketika muda mereka cenderung untuk menabung hingga masa pensiunannya.
Tujuan penting dari penabungan ini adalah untuk membiayai konsumsi di hari tua.
Sedangkan dalam karangan Reksoprayitno (1997), ABM
(Ando-Brumberg-Modigliani) menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional.
Ini berarti bahwa konsumen berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari
aliran pendapatan yang ia perkirakan berlaku untuknya. Mengenai sumber
pendapatan, ABM membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja
sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai sumber property income.
2.6 Teori Engel
Menurut Meiler dan meineres (1997) dalam tesis Farida Milias Tuty ,
sebagai pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian
Engel melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum
Engel. Keempat butir kesimpulanya yang dirumuskan tersebut adalah :
a. Jika Pendapatan meningkat, maka persentasi pengeluaran untuk konsumsi
pangan semakin kecil.
b. Persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak
tergantung pada tingkat pendapatan.
c. Persentase pengeluaran konsumsi untuk pengeluaran rumah relatif tetap
d. Jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk
pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan semakin
meningkat.
Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2000:115) untuk
mengetahui suatu barang sebagai kebutuhan pokok atau barang mewah dilakukan
dengan menggunakan kurva Engel. Kurva ini mencoba melihat hubungan antara
tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi sebagai berikut :
a) Barang kebutuhan pokok, seperti makanan pokok. Perubahan pendapatan
nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan.
Bahkan jika pendapatan terus meningkat,permintan terhadap barang
tersebut perubahanya makin kecil dibandingkan dengan perubahan
pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas
pendapatan dari kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat nominal
pendapatan makin tinggi.
b) Barang mewah. Kenaikan pendapatan terhadap barang tersebut lebih besar
dibandingkan dengan kenaikan tingkat pendapatan. Atau dapat dikatakan
bahwa permintaan terhadap barang mewah mempunyai elatisitas yang
besar.(Farida Milias)
2.7 kurva engel
jerman abad 19) yang mencoba melihat pendapatan dengan tingkat konsumsi, bila
(Income-consumption curve). Kurva engel digunakan untuk mengetahui apakah
suatu barang merupakan barang kebutuhan pokok atau barang mewah.
Kurva Engel adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara pendapatan
dan kuantitas yang diminta. Pada barang normal, kurva engel berlereng menanjak
karena kenaikan pendapatan akan menambah kemampuan konsumen untuk
membeli dan mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa.
Kurva Engel dapat diturunkan dari kurva konsumsi pendapatan konsumen.
Misalkan pendapatan konsumen mula-mula N0, titik keseimbangan di titik
E0 yaitu persinggungan antara kurva indiferensi I0 dan garis kendala anggaran
BL0 sehingga kuantitas barang X yang diminta sebesar X0. Bila pendapatan
konsumen naik menjadi N1 dan harga barang-barang tetap sehingga garis kendala
anggaran bergeser ke atas sejajar dengan garis kendala anggaran mula-mula
menjadi BL1. Keseimbangan baru menjadi E1 yaitu persinggungan antara kurva
indiferensi I1 dengan garis kendala anggaran BL1. Dengan naiknya pendapatan
konsumen kuntitas barang X yang diminta naik menjadi X2. Bila hubungan antara
pendatan konsumen ini dengan kuantitas barang X yang diminta dihubungkan
akan diperoleh kurva Engel. Ketika pendapatan konsumen N0 kuantitas barang X
yang diminta sebesar X0 pada titik A, sewaktu pendapatan konsumen naik
Gambar 1: Kurva Engel
2.8Pendapatan
Menurut Sumitro (1957): Pendapatan merupakan jumlah barang dan jasa
yang memenuhi tingkat hidup masyarakat, dimana dengan adanya pendapatan
yang dimiliki oleh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan pendapatan
rata-rata yang dimiliki oleh setiap jiwa disebut juga dengan pendapatan perkapita yang
menjadi tolak ukur kemajuan atau perkembangan ekonomi. Defenisi pendapatan
adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan dan organisasi-organisasi
lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,ongkos, dan laba, bantuan,
tunjangan pengangguran, pensiun, dan lain sebagainya. Pendapatan adalah total
penerimaan uang dan bukan uang seseorang atau rumah tangga selama periode
tertentu.
Menurut Eugene A. Diulio Ph. D (1993) mengatakan pendapatan sekarang
terdiri atas pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan
permanen adalah pendapatan yang diharapkan akan diterima oleh rumah tangga
tiap tambahan atau pengeluaran yang tidak terduga terhadap pendapatan
permanen.
Selanjutnya pendapatan perorangan(personal income)
merupakanpendapatan agregat (yang berasal dari berbagi sumber) yang secara
actual diterima oleh seseorang atau rumah tangga (Nanga,2001).
Menurut Mankiw (2000) pendapatan perorangan adalah jumlah pendapatan
yang diterima rumah tangga dan bisnis nonkorporat. Sedangkan menurut Sukirno
(2004), pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan,
termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun,
yang diterima oleh penduduk suatu negara.
Pendapatan (income) adalah total penerimaan (uang dan bukan uang)
seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu. Ada tiga sumber
penerimaan rumah tangga yaitu:
1. Pendapatan dari gaji dan upah.Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap
kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar gaji atau upah seseorang secara
teoritis sangat tergantung dari prodiktivitasnya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi produktivitas yaitu:
a. Keaahlian(Skill) adalah kemampuan teknis yang dimiliki seseorang
untuk mampu menengani pekerjaan yang dipercayakan. Makin
tinggi jabatan seseorang, keahlian yang dibutuhkan semakin tinggi,
b. Mutu modal manusia (human capital) adalah kapasitas
pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang.,
baik karena bakat bawaan maupun hasil pendidikan dan penelitian.
c. Kondisi kerja (Working conditions) adalah lingkungan dimana
seseorang bekerja. Bila risiko kegagalan atau kecelakaan makin
tinggi, walaupun tingkat keahlian yang dibutuhkan tidak jauh
berbeda.
1. Pendapatan dari asset produktif. Asset produktif adalah asset yang
memberikan pemasukan atas batas jasa penggunaanya. Ada dua kelompok
asset produktif. Pertama, asset financial seperti deposito yang
menghasilkan pendapatan bunga, saham, yang menghasilkan deviden dan
keuntungan atas modal bila diperjualbelikan. Kedua, asset bukan financial
seperti rumah yang memberikan penghasilan sewa.
2. Pendapatan dari pemerintah. Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan
transfer adalah pendapatan yag diterima bukan sebagai balas jasa input
yang diberikan. Atau pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah
misalnya pembayaran untuk jaminan sosial yang diambil dari pajak yang
tidak menyebabkan pertambahan dalam output.
2.9 Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga
Masliah (1991) dalam penelitiannya “Hubungan antara konsumsi dan
pendapatan nasional sendiri saling berhubungan. Hal ini didasarkan kondisi yang
terjadi bahwa konsumsi tergantung pada persepsi masyarakat terhadap pendapatan
dibelanjakan yang mereka peroleh pada saat ini dalam kondisi ekonomi
mengalami kemajuan, konsumsi akan cenderung tertinggal oleh naiknya tingkat
pendapatan sementara pada masa ekonomi mengalami kemunduran, tingkat
konsumsi tidak akan turun secepat tingkat pertumbuhan pendapatan”.
Teori Engel’s yang menyatakan bahwa:“Semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan” (Sumarwan ,1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa
dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih
kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi
pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan
keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada
kebutuhan non pangan.
Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi padatingkat
pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan,maka kecukupan akan
makanan dapat terpenuhi. Dengan demikianpendapatan merupakan faktor utama
dalam menentukan kualitasdan kuantitas bahan makanan. Besar kecilnya
pendapatan rumahtangga tidak lepas dari jenis pekerjaan ayah dan ibu serta
tingkatpendidikannya (Soekirman, 1991).
Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah,60-80%dari pendapatannya
dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang
digambarkan dari persentaseperubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 %
perubahanpendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin
Penelitian Crotty, dkk (1989) menunjukkan bahwa pada rumah tangga
dengan tingkat pendapatan rendah di Australiamengalokasikan uangnya dalam
jumlah yang sedikit untuk bahanmakanan seperti gandum, produk susu, buah dan
sayuran.Pengeluaran rumah tangga sebagai proksi dari pendapatanmempengaruhi
tingkat konsumsi rumah tangga. Semakin besar pengeluaran total mengakibatkan
konsumsi energi rumah tanggajuga bertambah dengan kata lain apabila
pengeluaran total rumahtangga bertambah maka pertambahan tersebut digunakan
untukmemenuhi kekurangan konsumsi energi (Arifin danSudaryanto,1991).
2.10Tinjauan Empiris
Aulia rahma (2011) dalam skripsinya studi perbandingan pola konsumsi
pangan dan non pangan rumah tangga kaya dan miskin di kota makassar
mene-mukan bahwa pola konsumsi makanan dari rumah tangga miskin dapat dikatakan
tinggi yaitu rata-rata lebih dari 60% atau sampai sebesar 70% dari total
pendapa-tan dibandingkan dengan porsi/alokasi konsumsi bukan makanan yang hanya
rata-rata sebesar 29,31%.
Yuliana (2010) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin
di Kota Medan menemukan bahwa rata-rata tingkat pendapatan keluarga miskin
adalah berkisar Rp600.000,-per bulan, rata-rata pendidikan keluarga miskin
adalah SD ke bawah dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir, rata-rata
jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2-4 orang.
Elwin (2001) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga
Miskin Pasca Kenaikan Harga BBM Di Kota Makassar menemukan bahwa