• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Pola Konsumsi Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perbandingan Pola Konsumsi Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

KUISIONER PENELITIAN

Daftar kuisioner ini bertujuan untuk mengumpulkan data, fakta dan informasi

gu-na melengkapi Karya Ilmiah saya dalam penulisan skripsi. Kepada Yth Bapak/Ibu

yang terhormat dimohon kesediaan untuk memberikan jawaban terhadap

perta-nyaan yang saya ajukan.

Atas partisipasinya saya ucapkan terimakasih.

I.

Identitas Responden

• Nama :

• Alamat :

• Jumlah Anggota Keluarga : orang

• Jumlah Tanggungan Keluarga : orang

a. Bersekolah : orang

b. Tidak bersekolah : orang

• Pendidikan Kepala Keluarga :

• Pekerjaan :

II. Daftar Pertanyaan

• Berapa pengeluaran belanja harian anda (makan)?

Rp………/hari • Berapa biaya untuk pendidikan anak?

a. Jumlah anak yang sekolah : ………...orang

b. Uang sekolah (per bulan) : Rp………...

(2)

d. Uang kuliah (per semester) : Rp………... • Berapa daya listrik yang dipakai di rumah?...

• Penghasilan/Bulan

a. Suami :Rp………...

b. Istri :Rp………...

c. Anak :Rp………...

• Pendapatan total rumah tangga :Rp………...

• Jumlah pengeluaran untuk kebutuhan makanan dalam sebulan?

Pangan (makanan, minuman, rokok, sayur) Rp………... • Jumlah pengeluaran untuk kebutuhan bukan makanan dalam

sebulan?

a. Sandang (pakaian,tutup kepala/kaki,dll) :Rp…………..

b. Transportasi :Rp…………..

c. Komunikasi :Rp…………..

d. Kesehatan :Rp…………..

e. Perumahan (air,listrik.gas,sewa rumah) :Rp…………..

(3)

LAMPIRAN 2

Hasil regresi rumah tangga kaya Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

pola konsumsi 5340000,0000 2163896,71186 50

Pendapatan 11828000,0000 4033130,14612 50

Correlations

pola konsumsi pendapatan

Pearson Correlation

a. Dependent Variable: pola konsumsi

b. All requested variables entered.

Model Summary

(4)

ANOVAa

a. Dependent Variable: pola konsumsi

b. Predictors: (Constant), pendapatan

Coefficientsa

(Constant) 189384,860 564762,667 ,335 ,739

pendapatan ,435 ,045 ,812 9,626 ,000 ,812 ,812 ,812

a. Dependent Variable: pola konsumsi

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) Pendapatan

1

1 1,947 1,000 ,03 ,03

2 ,053 6,089 ,97 ,97

(5)

LAMPIRAN 2

Hasil regresi rumah tangga miskin Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

pola konsumsi 1179000,0000 312346,28873 50

Pendapatan 1343000,0000 383726,35871 50

Variables Entered/Removeda

a. Dependent Variable: pola konsumsi

b. All requested variables entered.

Model Summary

,946 ,945 73222,4261

0

,946 843,622 1 48 ,000

a. Predictors: (Constant), pendapatan

ANOVAa

a. Dependent Variable: pola konsumsi

(6)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1

(Constant) 115654,777 38046,380 3,040 ,004

Pendapatan ,792 ,027 ,973 29,045 ,000 ,973 ,973 ,973

a. Dependent Variable: pola konsumsi

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) Pendapatan

1

1 1,962 1,000 ,02 ,02

2 ,038 7,210 ,98 ,98

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, M. Idrus. 1989. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial.UI-Press. Jakarta.

Anggraini dan Retno.2005.Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Tani di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman. Jurnal ekonomi Pertanian,Agros Vol.6: Yogyakarta

Ariningsih,Ening.2004.Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati Pada Masa krisis Ekonomi Di Jawa.Jurnal sosial ekonomi pertanian

Anwar,Khairil.2011.Analisis Pola Konsumsi Masyarkat Pedesaan di kabupaten Bireuen-Aceh.Jurnal ekonomi.

Bakti, T.Diana.2010.Pengantar ekonomi makro. Medan:USU Press

BPS.Indikator Kesejahteraan Rakyat, Medan:2015

BPS.2015. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga.Medan

BPS.2015. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk.Medan BPS.2015.”Medan Dalam Angka”.Medan

Diulio, Ph. D, Eugene. 1993. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempat. Jakarta: Erlangga

Hidayat,Asep.2011.Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuha Ekonomi.Jurnal Pendidikan dan Budaya

Kamaluddin, Rustian.1999. Pengantar ekonomi pembangunan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Mankiw,Gregory N.1999. Teori Makroekonomi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Rahma, Aulia.2011. Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan

(8)

Taufiq.M.2007.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Tuban.Jurnal manajemen,akuntansi dan bisnis volume 5,nomor 3:Jawa Timur Surabaya

Yuliana.2013.Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Me-dan.Universitas sumatera utara:Medan

(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Suatu hal yang sangat penting dalam penelitian adalah menentukan waktu

danlokasi penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini berlangsung

selamabulan februari sampai dengan selesai.

Kota Medan saat ini meliputi 21 kecamatan. Lokasi penelitian yang

dianggap mewakili Kota Medan berdasarkan penelitian adalahpada sebelah

selatan kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Tuntungan, pada sebelah

utara kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Belawan dan tengah kota

medan diambil adalah Kecamatan Medan Baru dimana lokasi ini yang dianggap

mewakili dengan pertimbangan pada lokasi tersebut terdapat orang kaya dan

miskin.

3. 2Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada

responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) mengenai

karakteristik responden.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait yakni

dari Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi berbagai data sosial ekonomi

(10)

3.3 Populasi dan Sampel

Menurut Sabar (2007) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.

Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi

atau study sensus. Populasidalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang

ada di Kota Medan yang tersebar di 3 kecamatan (Medan tuntungan, Medan

belawan, Medan baru). Adapun sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau

yang memiliki sifat yang sama dengan populasi (Sudjana,2004:85)

Teknik sampling yang digunakan dalam pemilihan lokasi adalah teknik

purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik mengambil sampel yang dilakukan secara sengaja dan telah sesuai dengan semua persyaratan sampel

yang akan diperlukan.

Dari pengertian teknik purposive sampling diatas maka sampel dalam penelitian adalah rumah tangga kaya dan miskin yang tersebar pada 3 kecamatan.

Kemudian pada tingkat kecamatan dipilih lagi kelurahan yang mewakili dan

akhirnya sampai pada unit terkecil yaitu pada tingkat RT.

Penentuan jumlah sampel berdasarkan pada rumus Slovin sebagai berikut:

n= N/1+Ne2

(11)

Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan Di Kota Medan

Kecamatan Rumah tangga

Medan Tuntungan 19.673

Medan Johor 29.687

Medan Amplas 27.498

Medan Denai 32.220

Medan Area 22.176

Medan Kota 17.523

Medan Maimun 9.395

Medan Polonia 12.475

Medan Baru 10.968

Medan Selayang 27.440

Medan Sunggal 26.897

Medan Halvetia 32.952

Medan Petisah 15.562

Medan Barat 16.864

Medan Timur 25.870

Medan Perjuangan 22.972

Medan Tembung 30.760

Medan Deli 40.054

Medan Labuhan 25.634

Medan Marelan 34.423

Medan Belawan 21.692

Jumlah 502.735

Medan Tuntungan= 19673/52333.100

= 37,59 (38 kuisioner) Medan Belawan=21692/52333.100

= 41,44 (41 kuisioner) Medan Baru = 10968/52333.100

(12)

Pengambilan sampel adalah dilakukan secara acak sederhana (Simple

Random Sampling) di tingkat Rumah Tangga (RT) pada setiap kecamatan

sebanyak 100 sampel. Dalam metode ini pengambilan sampel dilakukan secara

random,artinya semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih

sebagai sampel,berdasarkan karakteristik yang dimaksud, siapapun, dimana dan

kapan saja dapat ditemui yang selanjutnya dijadikan responden.

3. 4 Model Analisis

Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan pada bab

sebelumnya, maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode analisis fungsi konsumsi= a+bY. Fungsi konsumsi

adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi

rumah tangga dengan pendapatan nasional kedalam bentuk persamaan digunakan

beberapa asumsi berikut: Jika Y=0 masyarakat akan tetap melakukan pengeluaran

konsumsi minimum (otonom).Pengeluaran konsumsi tergantung dari besar

kecilnya pendapatan.Jika terjadi kenaikan pendapatan, maka konsumsi meningkat

dengan jumlah yang lebih kecil dibanding kenaikan pendapatan. Proporsi

kenaikan pendapatan yang akan dikonsumsi adalah tetap. Proporsi ini disebut

“marginal propensity to consume” (MPC).

Berdasarkan asumsi persamaan linear pengeluaran konsumsi dirumuskan:

C=a+bY

Dimana:

Y= Pendapatan (income) C= Konsumsi

a= konstanta, yaitu besarnya konsumsi pada saat pendapatan tidak ada (sama dengan nol) disebut konsumsi otonom

(13)

3.5Batasan variabel

Untuk lebih mengarahkan dalam pembahasan ini, maka penulis memberikan

batasan variabel yang meliputi:

1. Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan

makan dari satu dapur. (BPS,2009)

2. Pola konsumsi rumah tangga adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu

bulan yang diukur dengan satuan rupiah.

3. Berdasarkan kriteria BPS dengan pendekatan kebutuhan dasar, yaitu

penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan

dasarnya berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Penentuan

dibawahgaris kemiskinan didasarkan pada pengukuran pendapatan atau

pengeluaran pendudukuntuk mencukupi kebutuhan dasar yaitu berupa

kebutuhan untuk konsumsi energisebesar 2100 kalori perkapita perhari,

sehingga apabila penghasilannya adadibawah konversi maka termasuk

pada kategori penduduk miskin.

4. Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang dirumahnya terpasang

listrik yang memiliki daya kurang dari 900 watt sedangkan rumah tangga

kaya adalah rumah tangga yang dirumahnya terpasang listrik yang

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Kota Medan secara geografis terletak pada posisi 3030’-3043’ Lintang Utara

dan 98035’-98044’ Bujur Timur. Luas wilayahnya sekitar 265,10 km2atau kira-kira

3,6% dari luas propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainnya, medan memiliki luas yang relatif kecil dengan jumlah

penduduk yang relatif besar. Medan menjadi tempat strategis sebab berada di jalur

pelayaran selat malaka. Dengan demikian, kota ini menjadi pintu gerbang

kegiatan ekonomi domestik dan mancanegara yang melalui selat malaka. Luas

wilayah Kota Medantercatat 265,10 km2yang memiliki 21 kecamatan. Secara

administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan selat malaka

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kecamatan Medan

Labuhan dengan luas area adalah 36,67 km2 Sedangkan kecamatan yang memiliki

luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Medan Maimundengan luas wilayah

sebesar 2,98 km2. Untuk memperjelas penjelasan diatas berikut adalah tabel

(15)

Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Tahun 2015.

No Kecamatan Penduduk

Sumber : Medan dalam angka 2015

4.2 Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sebagai pusat pelayanan pendidikan kota Medan cukup banyak memiliki

sarana dan prasarana pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai

ke tingkat Perguruan Tinggi. Menurut data Statistik, pada tahun 2014, di kota

Medan terdapat sebanyak 717 sekolah Taman Kanak-Kanak. Demikian juga

(16)

sebanyak 366 buah sekolah dan 213 sekolah SLTA. Sedangkan Perguruan tinggi

terdiri dari 3 Universitas Negeri dan 4 Institut Negeri, untuk Perguruan Tinggi

Swasta terdiri dari 31 Universitas, 86 Sekolah Tinggi, dan 118 Akademi.

Tabel 4.2 Jumlah Murid TK, SD, SMP dan SMA di Medan Tahun Ajar 2013/2014

Pendidikan Jumlah Murid

TK 15.943

SD 230.211

SMP 120.048

SMA 61.809

Sumber : Medan Dalam Angka 2014

Pada Tabel 4.2. nampak bahwa jumlah murid TK (usia 4-5 tahun) di Kota

Medan pada tahun ajar 2013/2014 adalah 15.934 murid. Jumlah murid SD

(usia6-12 tahun) pada tahun ajar 2013/2014 adalah 230.211 murid. Sedangkan murid

SMP(usia 13-15 tahun) di Kota Medan adalah sebanyak 120.048 murid. Terakhir

untuk jumlah murid SMA(usia 16-18 tahun) di kota Medan adalah sebesar 61.809

murid.

4.3 Karakteristik Responden 4.3.1 Tingkat Pendidikan Formal

Kualitas sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses

pembangunan. Salah satu ukuran kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan

formal yang pernah diikuti atau ditamatkan. Tingkat pendidikan seseorang yang

semakin baik akan memberikan dukungan baik secara sosial maupun ekonomi

untuk melakukan aktivitas dalam kelangsungan hidupnya. Tingkat pendidikan

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan yang pernah

(17)

Tabel 4.3.1Kelompok Responden Menurut Tingkat Pendidikan Formal Kota Medan Tahun 2016

Tingkat Pendidikan Kaya Miskin

Frekuensi % Frekuensi %

Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2016

Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat pola distribusi tingkat pendidikan

formal responden. Dari 100 kepala keluarga rumah tangga yang menjadi

responden terdapat berbagai jenis pendidikan formal diantaranya Sekolah

Dasar,SMP,SMA,sarjana. Pada rumah tangga kaya,tidak ada responden yang

mengecap pendidikan formal SD sedangkan pada rumah tangga miskin ada 20

responden atau 40 persenyang memilki pendidikan SD, untuk pendidikan SMP

keluarga kaya terdapat 1responden atau 2 persen sedangkan keluarga miskin

terdapat 12 responden atau 24 persen,sedangkan untuk pendidikan SMA rumah

tangga kaya sebanyak 21 responden atau 42 persen sedangkan rumah tangga

miskin sebanyak 18 responden atau 36 persen. Kemudian pada rumah tangga kaya

lebih banyak mengecap pendidikan pada tingkat sarjana yaitu sebanyak 28

responden atau 56 persen sedangkan pada keluarga miskin tidak terdapat

responden yang mengecap pendidikan sarjana.

Rata-rata lama bersekolah keluarga miskin adalah 9 tahun. Artinya

keluarga miskin rata-rata menyelesaikan studinya pada tingkat SMP. Sedangkan

keluarga kaya rata-rata bersekolah selama 16 tahun. Artinya bahwa rata-rata lama

(18)

Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan suatu rumah

tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan kepala keluarga. Hal ini ditunjukkan

pada tabel di atas bahwa rumah tangga kaya pada umumnya tingkat pendidikanya

adalah sarjana. Sedangkan rumah tangga miskin tingkat pendidikanya adalah

tamatan SMP.

4.3.2 Pekerjaan

Lapangan pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk

melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan.

Pekerjaan kepala keluarga di lokasi penelitian mencerminkan karakteristik

penduduk perkotaan dimana sebagian besar responden PNS,pegawai

swasta,wiraswasta,buruh,dan lain-lain.

Tabel 4.3.2 Kelompok Pekerjaan Kepala Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2016

Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.3.2 dapat dilihat pola distribusi responden rumah

tangga miskin dan kaya menurut pekerjaannya. Pada rumah tangga miskin,lebih

banyak menggeluti kelompok pekerjaan lain-lain yang terdiri dari tukang

becak,sopir angkot,tukang bersih-bersih,tukang bengkel,tukang tambal ban,

penjual makanansebanyak 31 responden atau 62 persen. Sedangkan pada rumah

(19)

Justru orang kaya lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta yaitu masing-masing

sebanyak 35 responden.

4.3.3 Tingkat Pendapatan

Perubahan kondisi ekonomi mempengaruhi perilaku masyarakat dalam

menentukan pola konsumsi.Pendapatan rumah tangga yang terdiri dari pendapatan

kepala keluarga dan anggota keluarga akan mempengaruhi alokasi untuk setiap

kebutuhan keluarga. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan primer, kebutuhan

sekunder, dan kebutuhan tersier. Alokasi pola pengeluaran keluarga setidaknya

ditentukan oleh prioritas atau pilihan menurut tingkat pemenuhan kebutuhan.

4.3.3.1 KelompokPendapatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.3.3.1 di bawah dapat dilihat pola distribusi responden

rumah tangga kaya dan miskin menurut tingkat pendapatan kepala keluarga. Pada

rumah tangga kaya kelompok tingkat pendapatan, ternyata paling banyak pada

kelompok pendapatan lebih dari Rp. 10.000.000 perbulan yakni sebanyak 15

responden atau 30persen, kemudian menyusul pada kelompok pendapatan

Rp.9.500.100-10.000.000 sebanyak 7 responden atau 14 persen sedangkan untuk

rumah tangga miskin kelompok pendapatan kepala keluarga terbanyak adalah

Rp.500.000-1.000.000 yaitu sebanyak 24 responden atau 48 persen kemudian

menyusul kelompok pendapatan Rp.1.000.100-1.500.000 sebanyak 20 responden

atau 40 persen.

Berikut adalah tabel yang memperlihatkan pendapatan kepala rumah

(20)

Tabel 4.3.3.1Kelompok Pendapatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Rumah TanggaKaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Kepala

Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2016

Dari data diatas menggambarkan bahwa terjadinya perbedaan

tingkat pendapatan yang nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi. Rumah

tangga yang memiliki pendapatan tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar

untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu, jumlah dan ragam, baik barang

maupun jasa yang akan dibeli rumah tangga. Untuk rumah tangga yang memilki

pendapatan rendah, sebagian pendapatanya akan dialokasikan untuk membeli

barang kebutuhan primer dan hanya sebagian kecil untuk untuk membeli barang

(21)

4.3.3.2 Kelompok Pendapatan Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Berikut adalah tabel data pendapatan anggota rumah tangga di Kota

Medan berdasarkan rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan adalah:

Tabel 4.3.3.2Kelompok Pendapatan Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Anggota

Sumber: Hasil Olahan Data primer,2016

Berdasarkan Tabel 4.3.3.2 dapat dilihat pola distribusi responden menurut

pendapatan anggotarumah tangga berdasarkan kategori rumah tangga.Baik rumah

tangga kaya dan miskin,anggota rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan

atau yang tidak bekerja menempati urutan pertama. Artinya bahwa tumpuan

satu-satunya keluarga hanya pada kepala keluarga dan masih tergantung pada orang

tua. Untuk responden yang mempunyai anggota keluarga dengan pendapatan

rendah umumnya mereka bekerja sebagai tukang cuci,tukang becak, tukang

bentor,sopir angkot,tukang tambal ban,tukang bersih-bersih,dan buruh

bangunan.Sedangkan untuk anggota rumah tangga kaya,umumnya mereka bekerja

(22)

4.3.3.3 Kelompok Pendapatan Total Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Berikut adalah tabel kelompok pendapatan total rumah tangga berdasarkan rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3.3.3 Kelompok Pendapatan Total Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Total

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.3.3.3dapat dilihat pola distribusi responden menurut

pendapatan total rumah tangga. Pada rumah tangga kaya ada sebanyak 20

responden atau 40 persen yang masuk kelompok pendapatan lebih dari

Rp.10.000.000 perbulan. Sedangkan pada keluarga miskinada 25 respondenatau

(23)

Rata-rata pendapatan total dari rumah tangga miskin sebesar Rp 1.250.000

perbulan dengan pendapatan total keluarga terendah sebesar Rp.800.000 serta

pendapatan tertinggi sebesar Rp.2.500.000. Sedangkan rata-rata pendapatan total

dari rumah tangga kaya adalah sebesar Rp.12.500.000 pendapatan tertinggi

sebesar Rp.30.000.000, sedangkan pendapatan terendah sebesar Rp.8.300.000.

Dari data tersebut menggambarkan bahwa rata-rata pendapatan total rumah tangga

sudah berada di atas Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2016 sebesar Rp.

2.037.000,namun masih ada keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah

UMK sebanyak 47 responden.

4.3.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah Tanggungan Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang

terdiri dariistri, anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga berada atau

hidup dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi tanggungan kepala

keluarga.

Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan

keluarga yang paling banyak pada rumah tangga kaya berada pada kelompok

sama dengan 3 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 20 responden atau 40

persen , kemudian jumlah tanggungan keluarga yang paling sedikit berada pada

kelompok sama dengan 7 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 1 responden

atau 2 persen. Sedangkan pada rumah tangga miskin, jumlah tanggungan keluarga

yang paling banyak berada pada kelompok sama dengan 5 orang per rumah

tangga yaitu sebanyak 15 responden atau 30 persen, kemudian jumlah tanggungan

(24)

rumah tangga yaitu sebanyak 2 responden atau 4 persen. Rata-rata jumlah

tanggungan rumah tangga miskin adalah 5. Artinya setiap kepala keluarga harus

menanggung 5 anggota rumah tangga. Sedangkan rata-rata jumlah tanggungan

rumah tangga kaya adalah 3. Artinya setiap kepala keluarga harus menanggung 3

anggota keluarga. Semakin banyak anggota rumah tangga maka semakin besar

pengeluaran untuk konsumsi pokok.

Informasi banyaknya anggota keluarga dalam setiap rumah tangga dapat

dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.3.4 Kelompok Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Di Kota Medan Tahun 2016

Sumber:Hasil Olahan Data Primer, 2016

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang paling

banyak pada rumah tangga kaya yaitu 2 orang anak yang dijumpai pada

masing-masing rumah tangga yaitu 24 responden (48%). Sedangkan jumlah anak yang

paling banyak pada rumah tangga miskin yaitu 4 orang anak yang dijumpai pada

masing-masing rumah tangga yaitu 16 responden (32%).

Dari data diatas menjelaskan bahwa umumnya rumah tangga kaya

(25)

miskin dengan kata lain orang miskin memiliki banyak anak dibandingkan orang

kaya. Hal ini karena anak bagi masyarakat miskin dipandang sebagai suatu

investasi ekonomi yang nantinya diharapkan akan mendatangkan suatu hasil baik

dalam bentuk tambahan tenaga kerja maupun sebagai sumber finansial orang tua

di usia lanjut. Sedangkan pada umumnya orang kaya, menggangap bahwa jika

memiliki anak sedikit(2 atau 3 orang) maka mereka bisa disekolahkan sampai

setinggi,dibina sebaik mungkin sehingga diharapkan anak-anak mereka akan lebih

baik dari orang tuanya. Sehingga nantinya mereka bisa mendapatkan pekerjaan

yang layak dan penghasilan yang tinggi juga.

4.4.1 Kelompok Alokasi Pengeluaran Menurut Kategori Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Alokasi pola pengeluaran menurut kategori rumah tangga untuk konsumsi

dapat dilihat pada tabel 4.4.1 terlihat secara jelas perbandingan alokasi pola

pengeluaran menurut kategori rumah tangga yaitu kaya dan miskin. Untuk

pengeluaran pangan sebesar Rp 1.000.000 perbulan kebawah pada keluarga

miskin sebanyak 22 responden atau 44 persen sedangkan pada rumah tangga kaya

tidak ada responden yang masuk kategori tersebut. Kemudian untuk pengeluaran

pangan sebesar Rp.1.000.100-1.500.000 perbulan, pada rumah tangga miskin

sebanyak 22 responden atau 44 persen sedangkan pada keluarga kaya tidak ada

responden yang masuk dalam kategori tersebut. Sedangkan rata-rata pengeluaran

konsumsi rumah tangga kaya paling banyak

mengonsumsiRp.4.500.100-5.000.000 sebanyak 9 responden atau 18 persen perbulan.

Berikut adalah tabel yang memperlihatkan alokasi pengeluaran untuk

(26)

Tabel 4.4.1 Kelompok Alokasi Pengeluaran Menurut Kategori Rumah Tangga Kaya dan Miskin Di Kota Medan Tahun 2016

Pengeluaran Total

Dari data tersebut menggambarkan bahwa rumah tangga miskin

mengalokasikan pengeluaran relative lebih sedikit dibanding rumah tanga yang

kaya,hal itu terjadi karena keterbatasan angggaran atau biaya yang dimiliki.

Perbedaan tingkat pendapatan akan menimbulkan perbedaan pola

konsumsi.Rumah tangga kaya yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan

memiliki kesempatan lebih besar untuk meningkatkan mutu,jumlah dan ragam

(27)

4.4.2 Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linear antara satu

variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini bertujuan

untuk memprediksikan nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel

independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk mengetahui arah

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif

atau negatif (priyatno:2010).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pendapatan. Sedangkan

variabel dependen dalam penelitian ini adalah pola konsumsi. Berdasarkan hasil

olahan data dengan bantuan program SPSS21,0untuk analisa regresi sederhana diperoleh hasil sebagai berikut:

4.4.2.2. Analisis Regresi Rumah Tangga Kaya

Hasil Analisis Regresi Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 189384,860 564762,667 ,335 ,739

Pendapatan ,435 ,045 ,812 9,626 ,000

a. Dependent Variable: pola konsumsi

(sumber : data primer diolah)

Persamaan regresi dapat diperoleh dari tabel diatas yaitu sebagai berikut:

C= a+by

(28)

Artinya, pada saat pendapatan sama dengan 0 maka konsumsi= Rp. 189.384.

Dan pada saat pendapatan > 0 maka besarnya konsumsi= 43,5% dari pendapatan

yang diperoleh yaitu sebesar Rp.5.437.500. Dan sisanya yaitu sebesar 56,5%

di-gunakan untuk tabungan. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa konsumsi rumah

tangga kaya lebih kecil dari tabungan. Hal ini disebabkan karena orang kaya lebih

memilih menginvestasikan sebagian pendapatannya dibandingkan menambah

konsumsi.

4.4.2.1 Analisis Regresi Rumah Tangga Miskin Hasil Analisis Regresi Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 115654,777 38046,380 3,040 ,004

pendapatan ,792 ,027 ,973 29,045 ,000

a. Dependent Variable: pola konsumsi

(sumber : data primer diolah)

Persamaan regresi dapat diperoleh dari tabel diatas yaitu sebagai berikut:

C= a+bY

Fungsi C = 115.654 + 0,792Y

Artinya, pada saat Y=0 maka konsumsi= Rp. 115.654

Dan pada saat pendapatan > 0 maka besarnya konsumsi= 79,2% dari pendapatan

yang diperoleh yaitu sebesar Rp. 990.000.Dan sisanya sebesar 20,8% digunakan

untuk tabungan.

(29)

Fungsi C = 115.654 + 0,792Y

Fungsi konsumsi Rumah Tangga Kaya:

Fungsi C = 189.384 + 0,435Y

Dari kedua fungsi terlihat bahwa knsumsi rumah tangga miskin sebesar 79,2%

dari pendapatan yaitu sebesar Rp. 990.000 digunakan untuk konsumsi. Dan

si-sanya sebesar 20,8% digunakan untuk tabungan. Sedangkan Konsumsi rumah

tangga kaya sebesar 43,5% dari pendapatan yaitu sebesaar Rp. 5.437.500

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan dan saran pada penelitian ini adalah:

5.1 Kesimpulan:

Fungsi konsumsiRumah Tangga Miskin:

Fungsi C = 115.654 + 0,792Y

Fungsi konsumsi Rumah Tangga Kaya:

Fungsi C = 189.384 + 0,435Y

Dari kedua fungsi terlihat:

Konsumsi rumah tangga miskin sebesar 79,2% dari pendapatan yaitu

se-besaar Rp. 990.000 digunakan untuk konsumsi. Dan sisanya sebesar 20,8%

digu-nakan untuk tabungan. Sedangkan Konsumsi rumah tangga kaya sebesar 43,5%

dari pendapatan yaitu sebesaar Rp. 5.437.500 digunakan untuk konsumsi. Dan

sisanya sebesar 56,5% digunakan untuk tabungan.

5.2 Saran:

1) Diperlukan dukungan dan penelitian yang lebih besar dari berbagai pihak

terhadap pemberdayaan rumah tangga miskin agar dapat memenuhi

kebutuhan pokok/sehari-hari.

2) Pemerintah kota Medan harus bekerja lebih keras lagi dalam menurunkan

tingkat kemiskinan di Medan. Seluruh dinas terkait kemiskinan harus

menciptakan terobosan program pengentasan kemiskinan yang baru, untuk

mendampingi program pengentasan kemiskinan yang sudah ada.

(31)

memperbaiki/meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin agar bisa

hidup sejahtera dan paling tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.

3) Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumi terutama

melihat variabel-variabel lain yang lebih spesifik yang bisa mempengaruhi

pola konsumsi rumah tangga seperti jenis pekerjaan, jumlah tanggungan

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Konsumsi

Konsumsi, dari, ,

ialah suat

suat

kepuasan secara langsung. Tegasnya konsumsi menyangkut barang-barang yang

digunakan habis, dinikmati atau di makan selama periode bersangkutan. Dalam

prakteknya banyak barang-barang konsumsi tersebut umumnya mungkin melebihi

periode waktu tersebut seperti baju,tas,baju atau mobil.

Menurut Mankiw (2000) “ Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli

oleh rumah tangga, konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable

Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan

dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang

yang memiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik, ponsel dan

lainya. Ketiga, jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen

oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat ke dokter”. Yang

dibelanjakan untuk pembelian barang-barang dan jasa guna mendapatkan

kepuasan dan memenuhi kebutuhan.”

2.1.2 Pengeluaran Konsumsi rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh

(33)

tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli

makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa

rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk

memenuhi kebutuhanya,dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi.

(Sukirno,1994:38).

Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan

sebagai konsumsi (rumah tangga). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah

digolongkan investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti membayar

asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (atau anak yang sedang bersekolah)

tidak digolongkan sebagai konsumsi karena ia tidak merupakan pembelanjaan

terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian ( Sukirno 2004).

Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam

perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin

besar pendapatan mereka, makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Sifat

penting lainya dari konsumsi rumah tangga adalah hanya sebagian saja dari

pendapatan yang mereka terima yang akan digunakan untuk pengeluaran

konsumsi (Sukirno,1981:104).

Untuk memahami pengeluaran konsumsi, ada baiknya terlebih dahulu

memahami beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang dikemukakan oleh

para ahli ekonomi. J.M Keynes dalam tulisan Kamaluddin, 2009 menyatakan

(34)

Di dalam teori tersebut Keynes (1969) menjelaskan bahwa jika terjadi

kenaikan pendapatan aktual maka kenaikan konsumsi seseorang lebih kecil dari

kenaikan pendapatan aktual yang diterima. Hal ini dikarenakan seseorang pasti

menyisihkan sebagian pendapatan yang diterimanya untuk tujuan lain yaitu

menabung dan membayar hutang.

Teori yang dikemukakan oleh Keynes tersebut serupa dengan yang

diungkapkan oleh Ando, Modigliani dan Brunberg.Menurut mereka, pengeluaran

konsumsi akan tergantung dari siklus hidup seseorang pada saat seseorang

belum, bekerja, maka untuk membiayai pengeluaran konsumsinya ia akan

disubsidi oleh orang tuanya atau hutang. pada saat sudah bekerja ia akan

menyisihkan sebagian pendapatannya guna ditabung untuk membayar utang

sebelum ia bekerja dan membiayai konsumsi setelah pensiun, seperti telah

disebutkan, ia akan memakai tabungannya untuk membiayai

konsumsinya.(Kamaluddin,2009).

Sedangkan menurut Friedman (1957) menyatakan bahwa“konsumsi

seseorang tergantung pada pendapatan permanennya (pendapatan yang rutin ia

terima setiap periode tertentu)danbukan pada pendapatan transiteori (pendapatan

yang tak terduga)”.

Jika ahli ekonomi diatas menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi sangat

dipengaruhi oleh pendapatan absolut atau pendapatan permanennya, maka sedikit

berbeda dengan teori Dussenberry (1949) yang menyatakan bahwa“Pengeluaran

konsumsi seseorang bukan tergantung dari pendapatan absolute aktualnya tetapi

(35)

Maksud dari teori Dussenberry tersebut adalah konsumsi seseorang

tergantung dari tingkat pendapatannya dibanding atau relatif terhadap pendapatan

orang lain. Orang yang pendapatannya lebih rendah akan meniru pola konsumsi

orang yang pendapatannya lebih tinggi di sekelilingnya. Karakteristik lain dari

pengeluaran konsumsi adalah sekali pengeluaran konsumsi seseorang meningkat,

maka tidak mungkin pengeluaran konsumsi tersebut menurun sekalipun

pendapatannya menurun.

Dari beberapa teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran

konsumsi merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang

untuk memenuhi kebutuhannya dimana pengeluaran tersebut tidak hanya

dipengaruhi oleh pendapatannya tetapi juga lingkungan atau masyarakat sekitar ia

tinggal.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar

Bantuan luar negeri memang berhasil meningkatkan ekonomi negara yang

sedang berkembang tapi jurang kemiskinan antar penduduk tetap melebar dengan

kata lain strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi

belum mampu mengadakan pemerataan pendapatan,mengurangi kemiskinan,dan

juga belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang luas guna mengatasi

pengangguran. Kegagalan strategi inilah yang menyebabkan dicarinya strategi

baru dan dipilihnya model kebutuhan dasar sebagai dasar upaya pengganti.

Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan

hidup manusia,baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun

(36)

Manusia mempunyai kecendrungan untuk tetap hidup serta

mempertahankan bakat dan kehidupan sosialnya. Sebagai konsekuensinya mereka

harus memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu primer maupun sekunder agar hidup

layak sesuai dengan harkatnya sebagai anggota masyarakat (Sumardi dan Evers,

1989:129).

Adapun kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat adanya. Pada tingkat

pertama primary needs atau kebutuhan primer orang membutuhkan sandang, pangan, papan. Apabila kebutuhan primer ini sudah terpenuhi, maka muncullah

dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs (kebutuhan tingkat kedua) yang merupakan kebutuhan akan barang-barang perlu, yang antara lain

berupa kebutuhan akan sepatu, pendidikan dan sebagainya. Jika keadaan

memungkinkan (bertambah kaya) muncul keinginan untuk memenuhi kebutuhan

tingkat ketiga yang berisi kebutuhan akan barang mewah, kebutuhan tingkat

keempat (quartiary needs) yang berisi akan kebutuhan barang-barang yang

benar-benar mubadzir (yang tidak diperlukan sama sekali) dan seterusnya.

2.3 Konsep dan Urutan Jenis Pengeluaran Konsumsi Masyarakat

Asumsi dasar tentang pola konsumsi rumah tangga atau individu adalah

bahwa setiap rumah tangga atau individu tersebut akan memaksimumkan

kepua-sannya, kesejahteraannya, kemakmurannya, atau kegunaannya.

Pola konsumsi itu sendiri adalah jumlah persentase dari distribusi

pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang , jasa-jasa serta

rekreasi dan hiburan. BPS menyatakan kategori adalah pengeluaran makanan,

(37)

usaha dan lain-lain pembayaran. Secara terperinci pengeluaran konsumsi adalah

semua pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, pesta atau upacara,

barang-barang lama ,dan lain-lain. Yang dilakukan oleh setiap anggota rumah

tangga baik itu di dalam maupun di luar rumah, baik keperluan pribadi maupun

keperluan rumah tangga (BPS,2007:10)

Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mugkin harus

dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka dapat hidup wajar. Kebutuhan

Esensial ini antara lain: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan

partisipasi, transportasi, perawatan pribadi, rekreasi.

2.4 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi

olehmanusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan

itusendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan

aspekkehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi

manusiayang bersangkutan. Kemiskinan menurut Rais (1995: 9) adalah kondisi

depresiasi

terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan

kesenjanganadalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang

dimiliki.

Substansi kemiskinan (Sudibyo dalam Rais 1995: 11) adalah

kondisidepresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang

berupasandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi

(38)

Masalahkesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah

sosial.

Kemiskinan (Friedmann dalam Suyanto, 1995: 207) adalah

ketidaksamaanKesempatanuntuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial.

Kemiskinanmemang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

melibatkan faktor

ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya.Menurut Suparlan (1993: 9)

kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatustandar tingkat hidup yang rendah

yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materipada sejumlah atau segolongan

orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat

yang bersangkutan. Standar kehidupan yangrendah ini secara langsung tampak

pengaruhnya terhadap tingkat keadaankesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga

diri dari mereka yang tergolongsebagai orang miskin.

Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan

dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur

yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya

tolakukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang

miskindapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang

diperangikemiskinannya. Tolak ukur yangkeduaadalah tolak ukur kebutuhan

relatif perkeluargayang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang

harusdipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya

secarasederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup

(39)

yangberkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan

dan

untuk pengobatan, biaya-biaya untuk menyekolahkan anak-anak, dan biaya untuk

sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi

danmemadai.

2.4.1 Karakteristik Golongan Miskin

Menurut Zelinsky (1996: 88) karakteristik penduduk dapat

dikategorikandalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal,

tingkat pendidikan,jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta

perawatan kesehatanbisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial

masyarakat.Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto

(2002:13) adalah:

1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin.

Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia

adalah 5,8 orang sedangkan yang bukan miskin adalah 4,5 orang.

Banyaknyajumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan

dalammenentukan miskin atau ketidak-miskinan suatu rumah tangga.

Bertambahbesarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar

pulakecenderungan menjadi miskin. Oleh karena itu dapat diketahui

bahwaKeluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah

anggotarumah tangga adalah relevan dengan upaya-upaya pengentasan

kemiskinan.

(40)

Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas

pekerjaankepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha

ataubahkan sebagai keduanya. Pekerjaan kepala rumah tangga

mempengaruhijumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat

dijadikanindikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan

sangatbesar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah

satukarakteristik ekonomi penduduk miskin.

3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga.

Pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi dua jenis

yaitu:karyawan/buruh dan pengusaha/majikan. Pekerjaan dengan

statuskaryawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga

yangmemperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari

pekerjaannyasebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik,

pembanturumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji.Kepala keluarga

yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnyasebagai pemilik tanah,

nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal danlain-lain. Di perkotaan dan

pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timurIndonesia, maupun di bagian

barat Indonesia lebih banyak kepala rumahtangga miskin yang menjadi pengusaha

ketimbang yang menjadi buruh.

4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin.

Gambaran tentang pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari

kelompokkomunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara

(41)

70%dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29,

31%.dibandingkan dengan kondisi perkotaan porsi konsumsi makanan

rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak

kurangdapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus

mengambilmakanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan

untukkondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya

dimanakeluarga miskin harus mengkonsumsi porsi yang besar dari

pendapatannyahanya untuk makan.

5. Karakteristik sosial budaya

Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada

dipedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan wargayang

tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jikadibandingkan

dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitaspendidikan lebih

lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan pedesaan.

2.4.2 Kemiskinan Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Kemiskinandikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan

dalammemenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain,kemiskinan dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisiekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan

maupun nonmakanan yang bersifat mendasar. Pengukurannya dilakukandengan

menghitung pengeluaran kebutuhan makanan dankebutuhan non makanan per

kapita per bulan. Singkatnyapenduduk miskin adalah penduduk yang memiliki

rata-ratapengeluaran (makanan dan non makanan) per kapita perbulandibawah

(42)

Komponen Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan makanan dan

Garis Kemiskinan Non makanan. Garis Kemiskinan makanan adalah batas

minimal kebutuhan dasarmakanan yang setara dengan pemenuhan kebutuhan

kalori2.100 kalori per kapita perhari dimana paket komoditikebutuhan dasar

makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi(padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,

telur, susu, sayuran,kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, lemak dan lain-lain.

Garis Kemiskinan Non makanan adalah batas minimal kebutuhan dasar bukan

makanan berupa kebutuhan minimumakan perumahan, sandang, pendidikan dan

kesehatan dimanapaket komoditi kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh51

jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi dipedesaan.

2.4.3 Kemiskinan Berdasarkan BKKBN

BKKBN menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan

kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera,

sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus.

Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat

memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya,

makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan,

lantai rumah bukan dari tanah,dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana

kesehatan.Miskin menurut BKKBN adalah mereka yang termasuk dalam kategori

prasejahtera dan sejahtera I. Sedangkan keluarga sejahtera II adalah keluarga yang

tidak dapat memenuhi kebutuhan akan tabungan, makan bersama sambil

berkomunikasi, rekreasi bersama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi.

(43)

keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi selama 6 bulan sekali,

menggunakan sarana transportasi dan tidak aktif memberikan sumbangan materil

secara teratur. Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah mampu

memberikan sumbangan materil secara aktif dan teratur serta aktif sebagai

pengurus organisasi kemasyarakatan.

2.4.4 kemiskinan berdasarkan bank dunia (world bank)

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak

mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai

kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan

dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin

kelangsungan hidup. Menurut World Bank (2004), salah satu sebab kemiskinan

adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat

kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu

kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya

mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan

(pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya

tidak memadai.

Menurut World Bank, dalam definisi kemiskinan adalah:

(44)

Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu merupakan

kon-disi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan

kesempa-tan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi

keseha-tan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang

lain.

2.4.5 Indikator Kemiskinan

Terdapat beberapa indikator kemiskinan yang biasa digunakan,

yaituindikator:

1) Kemiskinan relatif seseorang dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan relatif, pertama jika pendapatannya berada di bawah

pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat tersebut, ia

berada di lapisan paling bawah. Kedua, Bisa jadi meskipun pendapatannya

cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding

masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk

miskin. Ketiga, Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan

semacam ini.

2) Kemiskinan absolut. Kemiskinan jenis ini dicirikan sebagai berikut: Pertama, dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Kedua,

Jika pendapatan seseorang di bawah pendapatan minimal untuk

memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin. Ketiga, Indonesia

(45)

3) Kemiskinan kultural dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak

merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari

kemiskinan tersebut.

4) Kemiskinan struktural dimana kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga

memunculkan masalah-masalah struktural ekonomi yang makin

meminggirkan peranan orang miskin.

2.4.6 Penggolongan Rumah Tangga Berdasarkan Daya Listrik

Menurut Nengah Subadra dalam tulisanya (2008) orang kaya yang

umumnya tinggal di rumah-rumah mewah biasanya menggunakan daya listrik

yang tinggi (paling sedikit 1.200 watt) untuk keperluan sehari-hari karena semua

fasilitas rumahnya seperti lampu, setrika, televisi, kulkas, mesin cuci dan

pendingin ruangan menggunakan energi listrik yang sangat banyak. Sedangkan

orang miskin hanya menggunakan daya listrik dengan kapasitas 450-900 watt saja

karena mereka tidak memiliki alat-alat rumah tangga yang lengkap. Umumnya

mereka hanya menggunakan energi listrik untuk penerangan karena mereka

memiliki daya bayar yang sangat rendah.

Studi Empris memperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari, pada

umumnya rumah tangga kaya adalah rumah tangga yang memiliki daya listrik

yang terpasang >900 watt. Alat listrik yang digunakan adalah AC, kulkas,

(46)

tangga miskin adalah rumah tangga yang memiliki daya terpasang kurang atau

sama dengan 900 watt.

2.5 Teori Konsumsi

2.5.1 Teori Konsumsi John Maynard Keynes

John Maynard keynes (1969) dalam General Theory nya membuat fungsi konsumsi sebagai pusat fluktuasi ekonominya dan teori itu telah memainkan peran

penting dalam analisis makro ekonomi sampai saat ini. Keynes membuat dugaan

tentang fungsi ekonomi berdasarkan intropeksi dan observasi kasual.

Dugaan pertama keynes adalah bahwa kecendrungan mengkonsumsi

marginal adalah antara nol dan satu. Ia menulis bahwa “hukum psikologis

fundamental, dengan apa kita dinisbikan untuk tergantung pada keyakinan yang

besar adalah bahwa manusia diatur, sebagai peraturan atau berdasarkan rata-rata,

untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik, tetapi tidak

sebanyak kenaikan dalam pendapatan mereka”.

Dugaan kedua, keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap

pendapatan yang disebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika

pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan sehingga ia

berharap orang kaya menabung proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka

ketimbang si miskin.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan

yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. Keynes mengatakan

(47)

2.5.2 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif(Relative Income Hipothesis)

Teori konsumsi yang dikemukakan oleh James S. Duesenberry (1949),

yang dikenal sebagai teori pendapatan relatif tentang konsumsi atau hipotesis

pendapatan relatif, lebih menekankan pada pendapatan relatif (relative income)

dari pada pendapatan absolute sebagaimana dikemukakan Keynes. Selain itu,

teori ini mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah

tangga tidak bergantung pada pendapatan sekarang dari individu, tetapi pada

tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang sebelumnya.

Menurut Duesenberry (Nanga, 2001) pengeluaran konsumsi seseorang

atau rumah tangga bukanlah fungsi dari pendapatan absolute, tetapi fungsi dari

posisi relatif seseorang di dalam pembagian pendapatan di dalam masyarakat.

Artinya pengeluaran konsumsi individu tersebut tergantung pada pendapatannya

relatif terhadap pendapatan individu lainya di dalam masyarakat. Dalam kaitan

ini, Duesenberry menyebutkan bahwa ada dua karakteristik penting dari perilaku

konsumsi rumah tangga yaitu adanya sifat saling ketergantungan (interpendent)

diantara rumah tangga, dan tidak dapat dirubah (irreversibility) sepanjang waktu.

Saling ketergantungan disini menjelaskan mengapa rumah tangga yang

berpendapatan rendah cenderung memiliki APC yang lebih tinggi daripada rumah

tangga yang berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena rumah tangga yang

berpendapatan rendah telah terkena apa yang oleh Duesenberry disebutnya

(48)

berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari

masyarakat sekelilinya yang cenderung menaikkan pengeluaran konsumsinya.

Adanya sifat irreversibility dari perilaku konsumsi tersebut telah menyebabkan short-run ratchet effect dari perubahan di dalam pendapatan,dimana seseorang atau rumah tangga lebih mudah untuk meningkatkan pengeluaran

konsumsinya kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit

untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya. Kalau terjadi kenaikan pendapatan,

tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya kalau

terjadi penurunan pendapatan. Dengan kata lain, seseorang atau rumah tangga

menurut Duesenberry akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan

standar hidup atau pola konsumsi mereka, dan itu dilakukan dengan cara

mengurangi tabungan. Rumah tangga akan memulai hidup dengan tabungan

negatif (dissaving). Hal ini berarti penurunan yang terjadi di dalam pengeluaran

konsumsi rumah tangga hanyalah satu penurunan yang bersifat parsial.

Pengeluaran konsumsi sebagaimana telah dikemukakan adalah bersifat

irreversible sepanjang waktu, yang berarti bahwa dengan suatu penurunan di dalam pendapatan, maka pengeluaran konsumsi juga akan mengalami penurunan,

namun dalam jumlah yang lebih kecil. Secara singkat adanya sifat irreversibility

dari pengeluaran konsumsi rumah tangga itu mempunyai makna bahwa sekali

fungsi konsumsi jangka pendek itu bergeser ke atas, maka akan sangat sulit untuk

bergeser kembali ke bawah apalagi terjadi penurunan di dalam pendapatan.

(49)

Dalam bukunya yang berjudul A Theory of the Consumption Function

(1957) Miton Friedman menawarkan hipotesis pendapatan permanen untuk

menjelaskan perilaku konsumsi. Hipotesis pendapatan permanen mengemukakan

bahwa pengeluaran konsumsi sekarang bergantung pada pendapatan sekarang dan

pendapatan yang diperkirakan di masa yang akan datang. Hipotesis juga

menekankan bahwa manusia mengalami perubahan acak dan temporer dalam

pendapatan mereka dari tahun ke tahun. Friedman beralasan bahwa konsusmi

seharusnya terutama bergantung pada pendapatan permanen, kerena konsumen

menggunakan tabungan dan pinjaman untuk melancarkan konsumsi dalam

menanggapi perubahan transistoris dalam pendapatan.

2.5.4 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hipothesis)

Teori dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Albert Ando,Richard

Brumberg dan Franco Modigliani. Dalam teori ini membagi pola konsumsi

seseorang menjadi tiga bagian, yaitu:

• Usia nol sampai usia kerja, maka konsumsinya dalam kondisi

“Dissaving”yaitu konsumsi masih tergantung pada orang lain.

• Dimulai dari usia kerja (sudah kerja) sampai dengan usia dimana orang

tersebut sudah menjelang usia tua (kurang produktif) atau bisa disebut

mandiri.

• Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi “Dissaving”.

Hipotesis siklus hidup memberikan sumbangan penting di dalam memahami

Tingkah laku konsumsi masyarakat. Hipotesis ini menunjukkan bahwa konsumsi

(50)

diramalkan akan diterima di masa depan. Seterusnya ia menunjukkan pula

peranan kekayaan dalam mempengaruhi konsumsi.

Hipotesis ini juga menerangkan motivasi masyarakat untuk menabung.

Ketika muda mereka cenderung untuk menabung hingga masa pensiunannya.

Tujuan penting dari penabungan ini adalah untuk membiayai konsumsi di hari tua.

Sedangkan dalam karangan Reksoprayitno (1997), ABM

(Ando-Brumberg-Modigliani) menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional.

Ini berarti bahwa konsumen berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari

aliran pendapatan yang ia perkirakan berlaku untuknya. Mengenai sumber

pendapatan, ABM membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja

sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai sumber property income.

2.6 Teori Engel

Menurut Meiler dan meineres (1997) dalam tesis Farida Milias Tuty ,

sebagai pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian

Engel melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum

Engel. Keempat butir kesimpulanya yang dirumuskan tersebut adalah :

a. Jika Pendapatan meningkat, maka persentasi pengeluaran untuk konsumsi

pangan semakin kecil.

b. Persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak

tergantung pada tingkat pendapatan.

c. Persentase pengeluaran konsumsi untuk pengeluaran rumah relatif tetap

(51)

d. Jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk

pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan semakin

meningkat.

Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2000:115) untuk

mengetahui suatu barang sebagai kebutuhan pokok atau barang mewah dilakukan

dengan menggunakan kurva Engel. Kurva ini mencoba melihat hubungan antara

tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi sebagai berikut :

a) Barang kebutuhan pokok, seperti makanan pokok. Perubahan pendapatan

nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan.

Bahkan jika pendapatan terus meningkat,permintan terhadap barang

tersebut perubahanya makin kecil dibandingkan dengan perubahan

pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas

pendapatan dari kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat nominal

pendapatan makin tinggi.

b) Barang mewah. Kenaikan pendapatan terhadap barang tersebut lebih besar

dibandingkan dengan kenaikan tingkat pendapatan. Atau dapat dikatakan

bahwa permintaan terhadap barang mewah mempunyai elatisitas yang

besar.(Farida Milias)

2.7 kurva engel

jerman abad 19) yang mencoba melihat pendapatan dengan tingkat konsumsi, bila

(52)

(Income-consumption curve). Kurva engel digunakan untuk mengetahui apakah

suatu barang merupakan barang kebutuhan pokok atau barang mewah.

Kurva Engel adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara pendapatan

dan kuantitas yang diminta. Pada barang normal, kurva engel berlereng menanjak

karena kenaikan pendapatan akan menambah kemampuan konsumen untuk

membeli dan mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa.

Kurva Engel dapat diturunkan dari kurva konsumsi pendapatan konsumen.

Misalkan pendapatan konsumen mula-mula N0, titik keseimbangan di titik

E0 yaitu persinggungan antara kurva indiferensi I0 dan garis kendala anggaran

BL0 sehingga kuantitas barang X yang diminta sebesar X0. Bila pendapatan

konsumen naik menjadi N1 dan harga barang-barang tetap sehingga garis kendala

anggaran bergeser ke atas sejajar dengan garis kendala anggaran mula-mula

menjadi BL1. Keseimbangan baru menjadi E1 yaitu persinggungan antara kurva

indiferensi I1 dengan garis kendala anggaran BL1. Dengan naiknya pendapatan

konsumen kuntitas barang X yang diminta naik menjadi X2. Bila hubungan antara

pendatan konsumen ini dengan kuantitas barang X yang diminta dihubungkan

akan diperoleh kurva Engel. Ketika pendapatan konsumen N0 kuantitas barang X

yang diminta sebesar X0 pada titik A, sewaktu pendapatan konsumen naik

(53)

Gambar 1: Kurva Engel

2.8Pendapatan

Menurut Sumitro (1957): Pendapatan merupakan jumlah barang dan jasa

yang memenuhi tingkat hidup masyarakat, dimana dengan adanya pendapatan

yang dimiliki oleh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan pendapatan

rata-rata yang dimiliki oleh setiap jiwa disebut juga dengan pendapatan perkapita yang

menjadi tolak ukur kemajuan atau perkembangan ekonomi. Defenisi pendapatan

adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan dan organisasi-organisasi

lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,ongkos, dan laba, bantuan,

tunjangan pengangguran, pensiun, dan lain sebagainya. Pendapatan adalah total

penerimaan uang dan bukan uang seseorang atau rumah tangga selama periode

tertentu.

Menurut Eugene A. Diulio Ph. D (1993) mengatakan pendapatan sekarang

terdiri atas pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan

permanen adalah pendapatan yang diharapkan akan diterima oleh rumah tangga

(54)

tiap tambahan atau pengeluaran yang tidak terduga terhadap pendapatan

permanen.

Selanjutnya pendapatan perorangan(personal income)

merupakanpendapatan agregat (yang berasal dari berbagi sumber) yang secara

actual diterima oleh seseorang atau rumah tangga (Nanga,2001).

Menurut Mankiw (2000) pendapatan perorangan adalah jumlah pendapatan

yang diterima rumah tangga dan bisnis nonkorporat. Sedangkan menurut Sukirno

(2004), pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan,

termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun,

yang diterima oleh penduduk suatu negara.

Pendapatan (income) adalah total penerimaan (uang dan bukan uang)

seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu. Ada tiga sumber

penerimaan rumah tangga yaitu:

1. Pendapatan dari gaji dan upah.Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap

kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar gaji atau upah seseorang secara

teoritis sangat tergantung dari prodiktivitasnya. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi produktivitas yaitu:

a. Keaahlian(Skill) adalah kemampuan teknis yang dimiliki seseorang

untuk mampu menengani pekerjaan yang dipercayakan. Makin

tinggi jabatan seseorang, keahlian yang dibutuhkan semakin tinggi,

(55)

b. Mutu modal manusia (human capital) adalah kapasitas

pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang.,

baik karena bakat bawaan maupun hasil pendidikan dan penelitian.

c. Kondisi kerja (Working conditions) adalah lingkungan dimana

seseorang bekerja. Bila risiko kegagalan atau kecelakaan makin

tinggi, walaupun tingkat keahlian yang dibutuhkan tidak jauh

berbeda.

1. Pendapatan dari asset produktif. Asset produktif adalah asset yang

memberikan pemasukan atas batas jasa penggunaanya. Ada dua kelompok

asset produktif. Pertama, asset financial seperti deposito yang

menghasilkan pendapatan bunga, saham, yang menghasilkan deviden dan

keuntungan atas modal bila diperjualbelikan. Kedua, asset bukan financial

seperti rumah yang memberikan penghasilan sewa.

2. Pendapatan dari pemerintah. Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan

transfer adalah pendapatan yag diterima bukan sebagai balas jasa input

yang diberikan. Atau pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah

misalnya pembayaran untuk jaminan sosial yang diambil dari pajak yang

tidak menyebabkan pertambahan dalam output.

2.9 Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga

Masliah (1991) dalam penelitiannya “Hubungan antara konsumsi dan

pendapatan nasional sendiri saling berhubungan. Hal ini didasarkan kondisi yang

terjadi bahwa konsumsi tergantung pada persepsi masyarakat terhadap pendapatan

(56)

dibelanjakan yang mereka peroleh pada saat ini dalam kondisi ekonomi

mengalami kemajuan, konsumsi akan cenderung tertinggal oleh naiknya tingkat

pendapatan sementara pada masa ekonomi mengalami kemunduran, tingkat

konsumsi tidak akan turun secepat tingkat pertumbuhan pendapatan”.

Teori Engel’s yang menyatakan bahwa:“Semakin tinggi tingkat

pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi

makanan” (Sumarwan ,1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa

dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih

kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi

pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan

keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada

kebutuhan non pangan.

Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi padatingkat

pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan,maka kecukupan akan

makanan dapat terpenuhi. Dengan demikianpendapatan merupakan faktor utama

dalam menentukan kualitasdan kuantitas bahan makanan. Besar kecilnya

pendapatan rumahtangga tidak lepas dari jenis pekerjaan ayah dan ibu serta

tingkatpendidikannya (Soekirman, 1991).

Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah,60-80%dari pendapatannya

dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang

digambarkan dari persentaseperubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 %

perubahanpendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin

(57)

Penelitian Crotty, dkk (1989) menunjukkan bahwa pada rumah tangga

dengan tingkat pendapatan rendah di Australiamengalokasikan uangnya dalam

jumlah yang sedikit untuk bahanmakanan seperti gandum, produk susu, buah dan

sayuran.Pengeluaran rumah tangga sebagai proksi dari pendapatanmempengaruhi

tingkat konsumsi rumah tangga. Semakin besar pengeluaran total mengakibatkan

konsumsi energi rumah tanggajuga bertambah dengan kata lain apabila

pengeluaran total rumahtangga bertambah maka pertambahan tersebut digunakan

untukmemenuhi kekurangan konsumsi energi (Arifin danSudaryanto,1991).

2.10Tinjauan Empiris

Aulia rahma (2011) dalam skripsinya studi perbandingan pola konsumsi

pangan dan non pangan rumah tangga kaya dan miskin di kota makassar

mene-mukan bahwa pola konsumsi makanan dari rumah tangga miskin dapat dikatakan

tinggi yaitu rata-rata lebih dari 60% atau sampai sebesar 70% dari total

pendapa-tan dibandingkan dengan porsi/alokasi konsumsi bukan makanan yang hanya

rata-rata sebesar 29,31%.

Yuliana (2010) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin

di Kota Medan menemukan bahwa rata-rata tingkat pendapatan keluarga miskin

adalah berkisar Rp600.000,-per bulan, rata-rata pendidikan keluarga miskin

adalah SD ke bawah dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir, rata-rata

jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2-4 orang.

Elwin (2001) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga

Miskin Pasca Kenaikan Harga BBM Di Kota Makassar menemukan bahwa

Gambar

Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan Di Kota Medan
Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Tahun 2015
Tabel 4.2 Jumlah Murid TK, SD, SMP dan SMA di Medan Tahun Ajar
Tabel 4.3.1Kelompok Responden Menurut Tingkat Pendidikan Formal Kota Medan Tahun 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

dalam rangka mempersiapkan rumah tangga miskin dengan keterampilan yang semakin. membuka jalan bagi rumah tangga miskin yang bersangkutan untuk

Hal lain dinyatakan Hasan (1995) bahwa ketahanan pangan sampai pada tingkat rumah tangga antara lain tercermin oleh tersedianya pangan yang cukup dan merata pada setiap waktu

Kristina Hariyani Sitompul (120304030) dengan judul skripsi “Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin” Studi Kasus Di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan,

bahwa lebih banyak rumah tangga yang tahan pangan protein daripada rumah. tangga tahan

Anwar,Khairil.2011.Analisis Pola Konsumsi Masyarkat Pedesaan di kabupaten..

rumah tangga miskin yang mempunyai pendapatan yang rendah sehingga tidak. mampu

kesejahteraan rumah tangga miskin adalah pendapatan yang diterima anggota. keluarga yang bekerja dalam satu bulan ,pendapatan masing-masing

Berdasarkan pendidikan kepala rumah tangganya, rumah tangga miskin di perkotaan yang kepala rumah tangganya di atas SD pengeluaran untuk konsumsi rokok nyata lebih tinggi