UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA DALAM PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)
PADA PEMERINTAH KOTA BINJAI
OLEH :
NAMA : CITRA DAMANIK
NIM : 070503240
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai”
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar. Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara
Medan, Februari 2011 Yang Membuat Pernyataan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai
SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Bahwa “ rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.
Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0.604 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung dengan kendala penerapan SAP mempunyai hubungan yang kuat sebesar 60.4% Dikatakan kuat karena angka tersebut diatas 0.5 atau diatas 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0.365 yang berarti bahwa variable dependen kendala penerapan SAP mampu dijelaskan oleh variable independent (sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung) sebesar 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) dapat dijelaskan oleh faktor– faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.
ABSTRACT
This study aims to determine Factors Obstacles Become Governmental Accounting Standard Implementation In Binjai City.
SAP is a requirement that has the force of law in efforts to improve the quality of financial reports of government in Indonesia, in accordance with Government Regulation No. 24 on the Introduction to Government Accounting Standards, ‘’government Accounting Standards are accounting principles applied in preparing and presenting financial statements in accounting with the existing provisions of PP. No.24 of 2005, regarding the Government Accounting with the SAP area, it is necessary to consider factors understanding SAP for the result of the financial district is accountable.
Type of research is the associative causal research is research that aims to find out the relationship between two variables or more. This research was conducted to determine the factors that become obstacles implementation of government accounting standards as the dependent variable.
Regression analysis showed overall R of 0604, which means that the correlation / relationship between human resources. Commitment and support tools with SAP implementation constraints have a strong relationship for 60.4% said that strong because the number above 0.5 or above 50% While the R Square value or the value of coefficient of determination for 0365, which means that the dependent variable constraints SAP implementation can be explained by the independent variable (human resource. The commitment and support tools), amounting to 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) can be explained by factors–other factors not Included in this study.
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang
telah memberikan karunia kesehatan dan juga kelapangan berpikir kepada penulis
sehingga tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam penulis haturkan keharibaan Rasullullah saw,
semoga kita mendapat safa' at beliau di akhirat kelak Amin.
Penulisan skripsi ini pada dasarnya adalah untuk memenuhi kewajiban
akhir dari perkuliahan penulis di Fakultas Ekonomi Sumatera Utara untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Adapun judul yang penulis ajukan
sehubungan dengan Penyusunan skripsi ini adalah : Faktor-Faktor yang menjadi
Kendala dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada
Pemerintah Kota Binjai.
Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang ikut membantu dan
menyita waktu mereka, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi terutama kepada :
1. Kedua orang tua penulis Ayahanda H.M. Dirin Damanik dan Ibunda Dra. Hj.
Nurlena Siregar, MM, dan adik Perkasa Damanik serta Tante Kherawati
Siregar, yang tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan juga
menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ekonomi Ekonomi USU, beserta
kepada seluruh Keluarga Besar Penulis yang tersayang.
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak
selaku Ketua Progran Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara dan Sekretaris Progran Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Drs. Rustam, MSi, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini
5. Bapak Wahyu Ario Pratomo selaku Dosen Penguji I yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini
6. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak selaku Dosen Penguji II yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
7. Bapak Walikota dan Wakil Walikota, Sekretaris Daerah, Bapeda, Inspektorat,
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, penulis ucapkan terima kasih
atas izin untuk meneliti di instansi pemerintahan kota Binjai
8. Kepada seluruh pegawai dan staff administrasi FE. USU, penulis ucapkan
9. Buat Bripda M. Rizky Prayogie, SH, terima kasih buat motivasi yang luar
biasa dan doanya yang tiada henti.
10.Buat seluruh teman-teman, Mira, Desi, Sherly, Hilda, Nia, Heni, Agung,
Yudha, TM, Andika, Kiki, Suren, Nico, terima kasih atas kebersamaannya
selama ini.
Sebagai manusia yang penuh kekurangan, penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasannya, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua berakhir dalam harapan semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua pihak.
Medan, 15 Januari 2011 Penulis
CITRA DAMANIK
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Akuntasi Pemerintah (SAP) ... 10
1. Pengertian SAP ... 10
2. Sejarah SAP ... 12
3. Komponen pernyataan SAP ... 16
B. Pendidikan dan Pelatihan ... 20
1. Pengertian Pendidikan ... 23
2. Pengertian pelatihan ... 24
4. Tahap – tahap pendidikan dan pelatihan ... 29
5. Metode pelaksana program dan pelatihan ... 31
C. Latar Belakang Pendidikan ... 35
D. Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38
B. Populasi dan Sampel penelitian ... 38
C. Defenisi Operasional ... 38
D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data ... 42
E. Pengujian Kualilitas Data ... 44
F. Pengujian Asumsi Klasik ... 45
G. Metode Analisis Data ... 47
H. Pengujian Hipotesis ... 48
I. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 49
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Binjai ... 50
1. Sejarah Ringkas Pemerintah Kota Binjai ... 50
2. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Binjai ... 55
B. Analisis Hasil Penelitian ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 36
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran ... 39
Tabel 4.1. Hasil Statistik Deskriptif ... 61
Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X2) ... 63
Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pendidikan dan Pelatihan (X2) ... 64
Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X2) ... 64
Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pendidikan dan Pelatihan (X3) ... 65
Tabel. 4.6. One Sample Kolmogrov-Smirnov Test ... 66
Tabel 4.7. Hasil Uji Gejala Multikolinearitas ... 59
Tabel. 4.8 Varibel entered/removedb ... 68
Tabel 4.9. Hasil Uji F Hitung ... 70
Tabel 4.10 Hasil Uji T – Hitung ... 70
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai
SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Bahwa “ rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.
Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0.604 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung dengan kendala penerapan SAP mempunyai hubungan yang kuat sebesar 60.4% Dikatakan kuat karena angka tersebut diatas 0.5 atau diatas 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0.365 yang berarti bahwa variable dependen kendala penerapan SAP mampu dijelaskan oleh variable independent (sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung) sebesar 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) dapat dijelaskan oleh faktor– faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.
ABSTRACT
This study aims to determine Factors Obstacles Become Governmental Accounting Standard Implementation In Binjai City.
SAP is a requirement that has the force of law in efforts to improve the quality of financial reports of government in Indonesia, in accordance with Government Regulation No. 24 on the Introduction to Government Accounting Standards, ‘’government Accounting Standards are accounting principles applied in preparing and presenting financial statements in accounting with the existing provisions of PP. No.24 of 2005, regarding the Government Accounting with the SAP area, it is necessary to consider factors understanding SAP for the result of the financial district is accountable.
Type of research is the associative causal research is research that aims to find out the relationship between two variables or more. This research was conducted to determine the factors that become obstacles implementation of government accounting standards as the dependent variable.
Regression analysis showed overall R of 0604, which means that the correlation / relationship between human resources. Commitment and support tools with SAP implementation constraints have a strong relationship for 60.4% said that strong because the number above 0.5 or above 50% While the R Square value or the value of coefficient of determination for 0365, which means that the dependent variable constraints SAP implementation can be explained by the independent variable (human resource. The commitment and support tools), amounting to 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) can be explained by factors–other factors not Included in this study.
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung
jawab sejak tahun 2001, orientasi penyelenggaraan pemerintah daerah telah
bergeser dari ketergantungan pada pemerintah pusat kepada kemampuan
pemerintah daerah itu sendiri dalam membangun daerah menuju kesejahteraan
masyarakat.
Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru, pemerintah dan
DPR sepakat untuk mengesahkan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah terletak pada pemerintah
kabupaten/kota yang merupakan tingkat pemerintahan yang langsung berhadapan
dengan masyarakat, fungsi utama pemerintah kabupaten / kota pada hakekatnya
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dibalik adanya sisi positif
atas penerapan otonomi daerah tersebut, tetap saja terdapat adanya sisi negatif atas
penerapan otonomi daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah ini akan
mengakibatkan kekhawatiran munculnya ‘desentralisasi masalah’ dan
‘desentralisasi kemiskinan’. Artinya pelimpahan beberapa wewenang dari pusat di
daerah juga disertai dengan pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini
tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat. Menurut UU
oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia’’.
Menurut UU No. 32/2004 (2004:4), ‘’Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang–undangan’’. Dari pengertian tersebut di atas maka akan
tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur
dan mengurus kepentingan sendiri.
Otonomi daerah identik dengan tuntutan akuntabilitas, good governance,
dan sebagainya. Pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang dapat
mempertanggung jawabkan kepercayaan masyarakatnya secara jujur (Enho,
2008:2).
Dengan tuntutan good governance, maka salah satu upaya konkrit untuk
mewujudkan transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah
penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi
prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntasi pemerintahan
yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang–Undang
No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan Presiden dan
Gubernur / Bupati / Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggung jawaban
dalam bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan yang
Di bidang peraturan perundang–undangan, pemerintah dengan persetujuan
DPR-RI telah menetapkan satu paket undang–undang di bidang keuangan negara,
yaitu UU No.17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004
tentang perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan
pengelolaan Tanggung jawab Keuangan (financial management). Kemudian
pemerintah melalui UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.
1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara selanjutnya mengamanatkan tugas
penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independent yang
ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang komite Standar Akuntasi
Pemerintahan. Hal ini juga diperkuat oleh Presiden RI untuk menyusun suatu
Standar Akuntasi Pemerintahan melalui Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun
2004 tentang Komite standar Akuntasi Pemerintahan (KSAP), sebagaimana
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2005.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi. Penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Enho (2008), meneliti tentang Pengaruh Pemahaman SAP,
Pendidikan dan Pelatihan, serta Latar Belakang Pendidikan dalam penyusunan
Laporan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kota Medan.
Salah satu upaya konkrit yang dilakukan dalam rangka mewujudkan
pengelolaan keuangan negara yang baik adalah dengan penyampaian laporan
pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang baik dan benar dengan
mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diterima secara umum.
Dalam era globalisasi, reformasi dan tuntutan transparansi yang semakin
manajemen suatu entitas, tetapi juga untuk kebutuhan pertanggung jawaban
(accountability) kepada banyak pihak yang memerlukan. Hal ini ditunjang oleh
semakin berkembangnya teknologi informasi yang memungkinkan suatu entitas
lain. Untuk itu, tuntutan penyediaan informasi termasuk keuangan dan akuntasi
semakin dibutuhkan.
Dalam rangka penyusunan dan penghasilan laporan keuangan pemerintah
yang baik dan benar, yaitu yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun
dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan presiden
dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan yang disingkat dengan SAP, tanggal 13 Juni 2005
SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam
upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi
Pemerintahan (2005:2), “ Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip
Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintahan”. Namun Roesyanto (2007:3), menyatakan bahwa “rata-rata
pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan
ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi
Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah
yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap
SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.
Selain pemahaman terhadap SAP, faktor lain yang perlu diperhatikan
Daerah (SKPD). Pendidikan yang dimaksud dilihat dari dua sisi, yaitu latar
belakang pendidikan dan strata pendidikan. Dengan memperhatikan pendidikan
dari perangkat SKPD, maka akan berhubungan dengan tingkat pemahaman
terhadap SAP, sehingga akan membantu dalam penyusunan laporan keuangan
daerah. Hal ini sejalan dengan fenomena atas penelitian oleh King dalam Effendi
(2005) tentang Penempatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dibeberapa daerah seperti
Kota/Kab di Indonesia, menyimpulkan bahwa : “Penempatan PNS sering tidak
sesuai dengan kapasitas pegawai yang bersangkutan”. Sejalan dengan hal tersebut
menurut Menpan (2006) “Tingkat Pendidikan Birokrasi Negara Indonesia
sebagaian besar berpendidikan SLTA kebawah dan rendah tingkat pendidikan ini
sangat mempengaruhi inovasi dan kreatifitasnya dalam mengambil keputusan”.
Hal ini tentu sangat memprihatikan di mana seharusnya dalam penyusunan
laporan keuangan dibutuhkan sumber daya yang benar-benar berkualitas.
Selain itu perlu juga diperhatikan faktor pelatihan dalam mendukung
perangkat SKPD dalam penyusunan laporan keuangan. Pelatihan ini dimaksudkan
agar perangkat SKPD tidak mengalami kesulitan dalam menyusun laporan
keuangan daerah karena telah terbiasa melalui adanya pelatihan. Hal tersebut
senada dengan pendapat Latoirner dalam Saksono (1993) bahwa para pegawai
dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efsien apabila
sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan
seorang instruktur yang ahli” serta Dessler (1995) yang menyatakan bahwa
kebutuhan pendidikan dan pelatihan (training need) bagi suatu organisasi pada
kinerja organisasi itu seperti penurunan prestasi”. Begitu juga dengan
Simanjuntak (1983:226) dalam Kurnia (2005) yang menyatakan bahwa
“Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk
mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat”. Namun Menpan (2005)
menyatakan “pendidikan dan pelatihan pegawai yang berlaku dewasa ini bersifat
formalitas guna memenuhi persyaratan jabatan”. Akhirnya pendidikan dan
pelatihan yang dilakukan kurang efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk
mengetahui faktor yang menghambat penerapan SAP dalam sebuah skripsi
dengan judul ‘’ Faktor–Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan
Standard Akuntasi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kota Binjai’’
B. Perumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang serta fakta-fakta di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut “Apakah Faktor-Faktor Yang Menjadi
Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada
Pemerintah Kota Binjai”
C. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan beberapa pertimbangan
lainnya, maka penulis melakukan beberapa batasan atas masalah yang akan di
a. Penelitian ini dibatasi oleh aspek akuntansi sektor publik untuk
menjelaskan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP)
b. Penelitian ini hanya mengambil lokasi pada Pemerintah Kota Binjai
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
menjadi kendala dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
pada Pemerintah Kota Binjai.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperdalam
pengetahuan peneliti tentang faktor-faktor yang menjadi kendala
penerapan SAP.
b. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak–pihak yang terkait di
pemerintah daerah.
c. Bagi pihak lain, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai
E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan
penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Sumber : Penulis 2011
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Sejalan dengan kerangka konseptual yang telah dibuat seperti di atas,
maka dapat dijelaskan bahwa faktor–faktor yang menjadi kendala penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) antara lain, yaitu Pemahaman SAP,
pendidikan dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan merupakan contoh
variabel yang berpengaruh penyusunan pada Pemerintah Kota Binjai. Dengan kata
lain, pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pendidikan
dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan merupakan variabel independen.
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa faktor yang menghambat penerapan Standar Pemahaman
SAP (X1)
Pendidikan dan Pelatihan
(X2)
Latar Belakang Pendidikan
(X3)
Faktor yang menjadi Kendala Penerapan SAP
Akuntasi Pemerintahan (SAP) dalam hal ini merupakan variabel yang dipengaruhi
oleh variabel lainnya atau dengan kata lainnya adalah variabel dependen.
2. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka
hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :”Faktor Pemahaman SAP, Pendidikan
dan Pelatihan serta Latar Belakang Pendidikan yang menjadi Kendala Dalam
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berpengaruh pada Pemerintah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)
1. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Pengertian akuntasi pemerintahan tidak terlepas dari pengertian akuntasi
secara umum. Akuntasi didefiniskan sebagai aktivitas pemberian jasa (service
activity) untuk menyediakan informasi keuangan kepada para pengguna (users)
dalam rangka pengambilan Keputusan.Untuk aktivitas tersebut, dilakukan suatu
proses pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan
yang timbul dari kegiatan suatu organisasi untuk menghasilkan informasi
keuangan berupa posisi keuangan pada waktu tertentu, hasil kegiatan untuk
periode yang berakhir pada waktu tertentu, disertai dengan suatu penafsiran atas
informasi keuangan tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka akuntasi pemerintahan dapat
didefinisikan menjadi suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan
informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasikasian,
pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas
informasi keuangan tersebut.
Dengan demikian, secara umum pengertian tersebut tidak berbeda dengan
akuntasi, dan perbedaan terletak pada jenis transaksi yang dicatat dan
penggunanya. Jenis yang dicatat di dalam akuntasi pemerintahan adalah transaksi
keuangan pemerintah yang sebagian akan memiliki karakteristik tersendiri yang
Penguna informasi keuangan pemerintah antara lain rakyat secara umum
yang diwakili oleh lembaga legislative, pemerintah sendiri, kreditor seperti Bank
Dunia, International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), dan
lainnya.
Akuntasi pemerintahan merupakan bagian dari disiplin ilmu
perkembangan akuntasi pemerintahan secara umum di seluruh negara juga sudah
berkembang meskipun tidak sepakat perkembanga akuntasi bisnis.
Di dalam sejarah akuntasi, akuntasi pemerintahan lebih dahulu muncul
sebelum adanya akuntasi bisnis. Adanya tulis–menulis dan angka di dalam
peradapan manusia, serta adanya sistem bilangan desimal di Arab semakin
mempercepat akuntasi pemerintahan tumbuh di dalam angka administrasi
keuangan penguasa di beberapa negara saat itu.
Berdasarkan peraturan pemerintah No.24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntasi Pemerintahan, ‘’Standar Akuntasi pemerintahan adalah prinsip-prinsip
akuntasi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah’’. SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah,
jika menurut peraturan perundang–undangan satuan organisasi dimaksud wajib
menyajikan laporan keuangan.
Lingkungan akuntasi pemerintahan sebagaimana yang terungkap di dalam
Standar Akuntasi Pemerintahan :
a. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh terhadap
b. Ciri–ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu
dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntasi dan pelaporan
keuangan adalah sebagai berikut :
1. Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan :
a) Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;
b) Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar
pemerintah;
c) Adanya pengaruh proses politik;
d) Hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan
pemerintah.
2. Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:
a) Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik target–target
fiskal, dan sebagai alat pengendalian;
b) Investasi dalam asset yang tidak langsung menghasilkan
pendapatan
c) Kemungkinan penggunaan akuntasi dana untuk tujuan
pengendalian.
2. Sejarah SAP
a. Latar Belakang Terbitnya SAP
Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar
Akuntasi Pemerintahan Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep
standar akuntasi pemerintahan pusat daerah yang tertuang dalam KMK
mengamatkan bahwa laporan pertanggung jawaban APBN/APBD harus
disusun oleh suatu komite standar yang independent dan ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
b. Proses Penyiapan SAP
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri keuangan sampai
dengan tahun pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf Standar
Akuntasi Pemerintahan yang terdiri dari kerangka konseptual dan 11
pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due process
Dalam pengantar SAP (2005:5) dijelaskan tahap–tahap penyiapan
SAP sebagai berikut :
a) Identifikasi Topik untuk Dikembangkan menjadi Standar
Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik–topik
akuntasi dan pelaporan yang berkembang yang memerlukan
pengaturan dalam bentuk pernyataan Standar Akuntasi
Pemerintahan (SAP).
b) Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP
KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik–
topik yang telah disetujui. Keanggotaan pokja ini berasal dari
berbagai instansi yang kompeten di bidangnya.
c) Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
Untuk pembahasan suatu topik, pokja melakukan riset terbatas
terhadap literatur–literatur, standar akuntasi yang berlaku di
practices), peraturan–peraturan, dan sumber–sumber lainnya yang
berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
d) Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja
Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun
draf SAP.
Draf yang telah selesai disusun selanjutnya di bahas oleh pokja
secara mendalam.
e) Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
Draf yang telah disusun oleh Pokja tersebut dibahas oleh anggota
Komite Kerja. Pembahasan II lebih diutamakan pada substansi dan
implikasi penerapan standar. Dengan pendekatan ini diharapkan
draf tersebut menjadi standar akuntasi yang berkualitas. Dalam
pembahasan ini tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan–
perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh pokja. Pada tahap
ini, Komite Konsultatif untuk pengambilan keputusan peluncuran
draf publikasian SAP.
f) Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
Komite kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk
pengambilan keputusan peluncuran draf publikasian SAP.
g) Peluncuran Draf publikasian SAP (Exposure Draft)
KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf
lembaga pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh
tanggapan.
h) Dengan pendapatan terbatas (Limited Hearing) dan dengar
pendapatan publik (public Hearings)
Dengan pendapatan dilakukan dua tahap, yaitu dengan pendapat
terbatas dan dengan pendapat publik. Dengan pendapat terbatas
dilakukan dengan mengundang pihak–pihak dari kalangan
akademis, praktisi, pemerhati akuntasi pemerintahan untuk
memperoleh tanggapan/masukan dalam rangka penyempurnaan
draf publikasian
i) Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan / masukan yang
diperoleh dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik
dan masukan lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan
draf publikasian.
j) Finalisasi Standar
Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan
pertimbangan dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap
akhir penyempurnaan subtansi, konsistensi, koherensi maupun
bahasa. Finalisasi setiap PSAP oleh seluruh anggota KSAP.
c. Penetapan Standar
Proses penetapan PP. SAP berjalan dengan koordinasi antara
HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan peraturan
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan oleh
presiden pada tanggal 13 Juni 2005.
d. Sosialisasi Awal SAP
KSAP melakukan sosialisasi awal standar kepada para pengguna.
Bentuk sosialisasi awal yang dilakukan berupa seminar/diskusi dengan
para pengguna, program pendidikan professional berkelanjutan, training of
trainers (TOT), dan lain–lain.
3. Komponen pernyataan SAP
Berdasarkan peraturan pemerintah No 24 Tentang Standar Akuntasi
Pemerintahan memuat sebelas pernyataan, yaitu :
a. Penyajian Laporan Keuangan
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan
keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements)
dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik
terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan
keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan
minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan
menerapkan basis akrual untuk pengukuran pos–pos pendapatan,
belanja dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengukuran pos–pos
asset, kewajiban dan akuitas dana. Pengukuran dan pengungkapan
transaksi–transaksi spesifik dan peristiwa–peristiwa yang lain, diatur
b. Laporan Realisasi Anggaran
Tujuan pernyataan standar ini adalah menetapkan dasar–dasar
penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam rangka
memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
perundang–undangan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah
memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan
secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya
menunjukan tingkat ketercapaian target–target yang telah disepakati
antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang–
undangan.
c. Laporan Arus Kas
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan arus
kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas
berdasarkan aktivitas operasi, investasi asset non keuangan,
pembiayaan dan non anggaran selama satu periode akuntasi. Tujuan
pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber,
penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode
akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan
d. Catatan Atas Laporan Keuangan
Tujuan pernyataan standar ini mengatur penyajian dan penangkapan
yang diperlukan pada catatan pertanggungjawaban atas laporan
keuangan.
e. Akuntansi Persediaan
Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu
disajikan dalam laporan keuangan.
f. Akuntansi Investasi
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
untuk investasi dan penangkapan informasi penting lainnya yang harus
disajikan dalam laporan keuangan.
g. Akuntansi Asset Tetap
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
untuk asset tetap. Masalah utama akuntansi untuk asset tetap adalah
saat pengakuan asset, penentuan nilai tercatat (crrying value) asset
tetap. Pernyataan standar ini memenuhi defenisi dan kriteria
pengakuan suatu asset dalam kerangka konseptual akuntansi
pemerintahan.
h. Akuntansi konstruksi dalam pengerjaan
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis.
jumlah biaya yang diakui sebagai asset yang harus dicatat sampai
dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.
Pernyataan standar ini memberikan panduan untuk
1) Identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai
konstruksi dalam pengerjaan
2) Penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di
neraca
3) Penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi
i. Akuntansi Kewajiban
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi
kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, amortisasi
dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.
j. Koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar
biasa tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan
akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan, kebijakan akuntansi dan
peristiwa luar biasa.
k. Laporan Keuangan Konsolidasi
Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur penyusunan
laporan keuangan konsolidasi pada unit-unit pemerintahan dalam
rangka laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statement). Demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan
laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan
lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perundang–undangan.
B. Pendidikan dan Pelatihan
Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi perlu
pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan perkembangan
organisasi. Apabila organisasi ingin berkembang seyogyanya diikuti oleh
pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini
dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan
atau dapat disebut peningkatan human capital (Estiningsih, 2008)
Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk pengembangan SDM,
terutama untuk pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian.
Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang
digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan
peningkatan kemampuan atau keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu
jabatan atau tugas tertentu.
Tjiptono dan Diana (1995) mengemukakan alasan–alasan atau faktor–
faktor penyebab kebutuhan pendidikan dan pelatihan :
a. Kualitas angkatan kerja yang ada
Perhatian terhadap angkatan kerja di sini adalah orang-orang yang
berharap (calon) menjadi Pegawai Negeri Sipil. Tugas–
tugas/pekerjaan–pekerjaan baru yang menjadi beban bagi
aparat/birokrasi pemerintah akan dipenuhi oleh angkatan kerja
penting. Kualitas angkatan kerja kesiapsediaan dan potensi yang
dimilikinya.
b. Persaingan global
Semua organisasi, baik sektor privat maupun sektor publik, pada saat
ini harus menyadari bahwa mereka tengah menghadapi era baru,
globalisasi. Dalam konteks suatu bangsa, pada era ini dimana
persaingan yang begitu ketat akan menjadi kendala bagi kemajuan atau
bahkan menemui kehancurannya. Agar dapat mampu bersaing dan
memenangkan persaingan itu, suatu bangsa harus mempersiapkan diri
di semua sektor. Satu hal penting yang menjadi senjata paling ampuh
dalam mengantisipasi kecenderungan itu adalah sumber daya manusia
(SDM) yang unggul. Disini peran pendidikan dan pelatihan sangat
dibutuhkan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki.
c. Perubahan yang cepat dan terus menerus
Perubahan yang berlangsung dalam lingkungan organisasi (birokrasi)
pada saat ini begitu cepat dan dinamis. Pengetahuan dan keterampilan
sebagai sarana pendukung kinerja organisasi telah berkembang terus–
menerus tanpa ada yang dapat menghalangi. Dalam lingkungan seperti
ini sangat memperbaharui kemampuan pegawai secara konstan.
Organisasi yang tidak memahami perlunya pendidikan dan pelatihan
d. Masalah–masalah alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu
objek ke objek yang lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi.
Tahap pertama, komersialisasi teknologi baru yang dikembagkan di
laboratorium riset atau penemu individu. Tahap ini merupakan
perkembangan bisnis dan tidak melibatkan pendidikan dan pelatihan.
Tahap kedua, difusi teknologi, dimana terjadi proses pemindahan
teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia kerja untuk
meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing. Difusi teknologi
memerlukan pendidikan dan pelatihan.
e. Perubahan keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan pendidikan dan pelatihan
menjadi semakin penting dewasa ini. Kerjasama ini akan menjadi
penghalang bila keadaan ini tidak tertanggulangi dalam pelaksaan
tugas organisasi. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan dibutuhkan
untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat
bekerjasama secara harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya,
sosial dan jenis kelamin dibutuhkan pendidikan dan pelatihan,
komitmen dan perhatian.
Estiningsih (2008) menyatakan bahwa untuk pendidikan dan pelatihan ini,
langkah awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang
a. Analisis organisasi, untuk menjawab pertanyaan : ‘’bagaimana
organisasi melakukan pelatihan bagi pekerjanya’’,
b. Analisis pekerjaan, dengan pertanyaan : ‘’Apa yang harus
diajarkan atau dilatihkan agar pekerja mampu melaksanakan tugas
atau pekerjaanya’’dan,
c. Analisis pribadi, menekankan ‘’Siapa membutuhkan pendidikan
dan pelatihan apa’’. Hasil analisis ketiga aspek tersebut dapat
memberikan gambaran tingkat kemampuan atau kinerja pegawai
yang ada di organisasi tersebut.
1. Pengertian Pendidikan
Ada beberapa yang dapat digunakan mendefinisikan pelatihan (training),
diantaranya adalah :
a. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Mahyuddin (2005),
‘’pendidikan adalah proses penguasaan sikap dan tata kelakuan
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui pengajaran dan pelatihan atau proses perbuatan cara
mendidik’’
b. Menurut Notoadmodjo (1992), ‘’pendidikan di dalam suatu organisasi
adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang
diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan’’.
c. Menurut Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam Kurnia
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang’’.
d. Menurut Miarso dalam Maydina (2007), ‘’pendidikan adalah
pembentukan sikap, pengusaan keterampilan, dan perolehan
pengetahuan sebelum memasuki dunia kerja’’.
2. Pengertian Pelatihan
Peningkatan SDM melalui pelatihan (training) sangat penting untuk
meningkatkan serta mempertahankan profesionalisme para pegawai (Roesyanto,
2005:13). Dalam jangka pendek pelatihan merupakan suatu cara yang cukup
strategis dalam membantu upaya peningkatan SDM suatu organisasi baik di
pabrik maupun dikantor. Program pelatihan yang direncanakan dan
kesinambungan dapat mendorong para pegawai untuk meningkatakan serta
mempertahankan profesionalismenya, dan pada akhirnya akan berdampak pada
kinerja mereka dan pada akhirnya akan dapat peningkatan dan performa pegawai.
Untuk lebih memahami pengertian dari pelatihan maka terdapat beberapa
pengertian yang dapat digunakan mendefinisikan pelatihan (training), diantaranya
adalah :
a. Menurut Ruky (2001) dalam Estiningsih (2008), “pelatihan adalah
suatu untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan dalam
pekerjaanya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan
yang sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian
b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), ‘’pelatihan adalah
proses melatih; kegiatan atau pekerjaan’’.
c. Menurut Cross dalam Maydina (2007), ‘’pelatihan (training) diukur
dari apa yang dapat kamu lakukan setelah kamu menyelesaikan masa
pelatihan itu. Training adalah melakukan. Training meningkatkan
performance’’.
d. Menurut Jacius dalam Estiningsih (2008),’’ Training adalah setiap
proses dalam mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan
pegawai agar dapat menyelesaikan pekerjan–pekerjaan tertentu’’.
e. Menurut Notoadmodjo (1992), ‘’pelatihan merupakan bagian dari
suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan
kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok
orang‘’.
f. Menurut Otto dan Glasser dalam Martoyo (1992),’’ pelatihan
(training) adalah usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun
keterampilan pegawai, sehingga didalamnya sudah menyangkut
pengertian pendidikan (education)’’.
g. Menurut Sikula (1976) dalam Muhandar (1978), ‘’Training adalah
proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, dimana tenaga kerja non- manajerial
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan–tujuan
h. Menurut Westerman dan Donoghue (1992), ‘’pelatihan sebagai
pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang
diperlukan oleh seseorang untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaannya secara memadai’’.
i. Menurut Miarso dalam Maydina (2007),’’pelatihan adalah peningkatan
kemampuan secara khusus dalam suatu lingkungan kerja’’.
Selain pengertian dari masing–masing bagian, terdapat beberapa
pengertian dari beberapa ahli mengenai pendidikan dan pelatihan secara bersama–
sama atau disebut dengan diklat, yaitu :
a. Menurut Campbell, Dunnette, Lawler and Weick (1970) dalam
Waxley dan Yukl (1976). ‘’Developing focuses more on improving the
decision–making and human relations skills of middle and upper level
management, while training involves lower level employees and
presentation of a more factual and narrow subyect matter’’.
b. Menurut Notoatmodjo (1992), ‘’Pendidikan dan pelatihan adalah
merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia,
terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia’’.
c. Menurut peraturan pemerintah No.101/2000, “Pendidikan dan
pelatihan jabatan pegawai negeri sipil adalah proses penyelenggaraan
belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai
d. Menurut Wexley dan Yukl (1976).’’ Training and development are
terms referring to planed efforts designedte facilitate the acquisition of
relevant skills, knowledge, and attitudes by or organizational
members’’.
Martoyo (1992) menyatakan bahwa meskipun ada perbedaan–perbedaan
antara pengertian pendidikan dengan pelatihan, namun perlu disadari bersama
bahwa baik latihan (training) maupun pengembangan/pendidikan (development),
kedua–duanya menekankan peningkatan keterampilan ataupun kemampuan dalam
human relation.
3. Jenis – jenis Pendidikan dan pelatihan
Jenis–jenis pendidikan dan pelatihan sebagaimana terungkap dalam
Peraturan Pemerintah No.101/2000 :
a. Diklat prajabatan
Diklat prajabatan adalah diklat yang dilaksanakan sebagai syarat
pengangkatan calon PNS menjadi PNS. Diklat prajabatan dilaksanakan
untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan
kebangsaan, kepribadian, dan etika PNS, di samping pengetahuan
dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara, bidang
tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan
perannya sebagai pelayanan masyarakat. Diklat prajabatan terdiri atas :
1) Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I;
2) Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II
b. Diklat dalam jabatan
Diklat dalam jabatan adalah diklat yang dilaksanakan untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat
melaksanakan tugas–tugas pemerintahan dan pembangunan dengan
sebaik–baiknya. Diklat dalam jabatan terdiri atas :
1) Diklat kepemimpinan (Diklatpim), yaitu diklat yang dilaksanakan
untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur
pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural.
Diklatpim terdiri atas :
a) Diklatpim tingkat IV. yaitu diklatpim untuk jabatan struktural
eselon IV;
b) Diklatpim tingkat III. yaitu diklatpim untuk jabatan struktural
eselon III;
c) Dilatpim tingkat II, yaitu diklatpim untuk jabatan struktual
eselon II; dan
d) Diklatpim tingkat I, yaitu diklatpim untuk jabatan struktural
eselon I.
2) Diklat fungsional, yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan Kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang
jabatan fungsional masing–masing
3) Diklat teknis, yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan
masing–masing jabatan ditetapkan oleh instansi Pembina jabatan
fungsional dan instansi teknis yang bersangkutan.
4. Tahap–tahap pendidikan dan pelatihan
Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan program pendidikan dan
pelatihan PNS, maka salah satu prasyarat yang perlu dipedomani adalah
melakukan prinsip–prinsip pendidikan dan pelatihan dengan senantiasa
menerapkan pendekatan sistem melalui penerapan manajemen diklat yang efektif
dan efisien (Najamudin, 2004), Menurut Najamudin (2004) terdapat 4 tahap
dalam pendidikan dan pelatihan, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi.
a. Perencanaan
Sebagai tahap awal dan dalam perencanaan pendidikan dan pelatihan
adalah melakukan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan (training needs
assessment) dengan mengidentifikasi dan mengukur adanya kesenjangan
kemampuan yang seharusnya dikuasai aparatur dalam melaksanakan tugas–
tugasnya. Dengan Training Needs Assesment dapat diketahui jenis pendidikan
dan pelatihan apa yang sesungguhnya sangat dibutuhkan yang sesuai dengan
kebutuhan daerah dan merupakan tuntutan tugas pokok dan fungsi tanggung
jawab birokrasi di daerah (Revida, 2007)
Dessler (1995) membagi dua teknik utama dalam menentukan
1) Analisis tugas merupakan suatu studi pekerjaan yang terperinci untuk
menentukan jenis keterampilan khusus yang diperlukan pegawai,
2) Analisis prestasi adalah upaya memverifikasi fakta adanya
kemunduran itu harus diatasi melalui pendidikan dan pelatihan atau
dengan cara lain, misalnya mengganti perangkat/peralatan atau
memindahkan pegawai yang bersangkutan.
b. Pengorganisasian
Hasil dari analisis kebutuhan diklat tersebut selanjutnya menjadi acuan
dalam menyusun desain program pendidikan dan pelatihan mulai dari
penetapan tujuan pelatihan, penetapan kurikulum/silabi, penetapan metode,
penetapan peserta dan tenaga pengajar, strategi, evaluasi, maupun sarana dan
prasarana yang diperlukan.
c. Penyelenggaraan
Setelah selesainya penyusunan desain program pendidikan dan
pelatihan, maka program pendidikan dan pelatihan dapat diselenggarakan.
Dengan demikian dapat diharapkan program pendidikan dan pelatihan yang
diselenggarakan benar–benar merupakan proses transformasi untuk
membentuk aparatur menjadi professional, memiliki pengetahuan, sikap atau
nilai etika pemerintahan yang baik (good governance) dan keahlian yang
d. Monitoring dan evaluasi
Kegiatan evaluasi terhadap hasil sebuah program pendidikan dan
pelatihan menjadi penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui apakah
tujuan sebuah program diklat yang telah dilaksanakan tercapai atau tidak.
Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dapat menjadi umpan balik dalam
penyusunan rencana program pendidikan dan pelatihan selanjutnya.
5. Metode pelaksana program dan pelatihan
Estiningsih (2008) menyatakan ada dua strategi pendidikan / pelatihan
yang dapat dilakukan organisasi, yaitu metode di luar pekerjaan (off the job side)
dan metode di dalam pekerjaan (on the job side)
a. Metode di luar pekerjaan (off the jon side)
Pada metode ini pegawai yang mengikuti pendidikan atau pelatihan
keluar Sementara dari pekerjaannya, mengikuti pendidikan dan pelatihan
secara intensif, metode ini terdiri dari 2 teknik, yaitu :
1) Teknik presentasi imformasi, yaitu menyampaikan informasi yang
tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan
baru kepada peserta. Teknik ini dapat dilakukan melalui ceramah
biasa, teknik diskusi, teknik pemodelan perilaku (behavioral
modeling), metode kelompok T, yaitu mengirim pekerja ke
organisasi yang lebih maju untuk dipelajari teori dan
mempraktikkannya.
2) Teknik simulasi, simulasi adalah meniru perilaku tertentu
merealisasikan seperti keadaan sebenarnya, Teknik ini seperti :
simulator alat 0 alat kesehatan, studi kasus (case study), permainan
peran (role playing), dan teknik dalam keranjang (in basket), yaitu
dengan cara memberikan bermacam–macam masalah dan peserta
diminta untuk memecahkan masalah tersebut sesuai dengan teori
dan pengalamanya.
b. Metode di dalam pekerjaan (on the jon side)
Pelatihan ini berbentuk penguasa pekerja baru, yang dibimbing
oleh pegawai yang berpengalaman atau senior (Wilson, 1983 ; Sloane
dan Witney, 1988). Pekerja yang senior yang bertugas membimbing
pekerja baru diharapkan memperlihatkan contoh–contoh pekerjaan
yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang
jelas.
Selain kedua metode di atas, Estiningsih (2008) menyatakan bahwa
terdapat beberapa metode lain yang dapat dilakukan dalam organisasi, sesuai
dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan, organisasi langsung di tempat kerja,
yaitu belajar sendiri (self- learning), tutorial, studi kasus, gugus kendali mutu.
a. Self – Learning ( belajar sendiri )
Belajar secara mandiri merupakan suatu pembelajaran melalui
modul, yaitu materi yang berisi langkah–langkah proses belajar yang
sistematis, Modul disusun sedemikian rupa, sehingga peserta atau
pembaca modul dapat dengan mudah dituntut untuk mempelajarinya
tahapan yang ada dalam modul tersebut. Dalam menggunakan modul,
diperlukan adanya narasumber atau instruktur yang dapat memberikan
bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta, setelah mengikuti
pembelajaran melalui modul, biasanya diikuti dengan lembar evaluasi,
untuk menilai seberapa jauh para peserta dapat memahami isi modul
tersebut.
Kelebihan dari cara pembelajaran ini adalah menjamin kemampuan
belajar tiap peserta, dapat menjangkau banyak peserta serta dengan cepat
dapat dapat menilai kecakapannya.
Sedangkan kelemahannya, memerlukan banyak waktu dalam
menyusul modul biaya pembuatan moduk tinggi. Dalam hal ini diperlukan
motivasi yang kuat dari peserta untuk belajar.
b. Tutorial
Tutorial adalah suatu metode dalam proses pembelajaran dengan cara
memberikan tugas pada suatu kelompok dengan topik tertentu yang kemudian
didiskusikan dalam kelompok tersebut. Tujuan dari cara ini adalah
memantapkan pemahaman peserta terhadap materi. Untuk tercapainya tujuan
tersebut diperlukan referensi atau buku–buku dan waktu yang cukup untuk
pembahasan, tutor/nara sumber, dalam sistem ini peserta berinteraksi melalui
diskusi ilmiah berdasarkan referensi yang tersedia dan hasilnya disusun dalam
suatu makalah untuk kemudian dipresentasikan. Kelebihan metode ini adalah
analisis suatu topik dibahas secara mendalam, sehingga menjamin dasar
c. Studi Kasus
Studi kasus adalah suatu metode pembelajaran dengan mengajak
peserta menganalisis masalah dan memilih alternatif–alternatif pemecahan
masalah. Metode ini bertujuan untuk membantu peserta mengembangkan daya
intelektualnya dan keterampilan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan,
dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, kasus yang dibahas
harus memberikan pengalaman yang realistik, aktual, praktis, dan mempunyai
keterkaitan dengan ruang lingkup pekerjaannya. Pemilihan kasus perlu
mempertimbangkan latar belakang pendidikan peserta, penggunaan metode ini
didahului dengan penjelasan mengenai prinsip–prinsip pendekatan dan
pemecahan masalah, sehingga peserta dapat mengembangkan kemampuannya
untuk menganalisis suatu permasalahan.
d. Gugus kendali Mutu
Gugus Kendali Mutu merupakan proses perbaikan kinerja staf secara
terus–menerus, melalui suatu wadah yang melibatkan staf pada tingkat
pelaksana dalam kelompok kecil (3 – 8 orang) dan berada dalam satu lingkup
kerja yang sama. Tujuan dari gugus kendali mutu ini adalah untuk
menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan semua staf berperan serta
dalam memecahkan masalah di tempat kerjanya, guna meningkatkan mutu dan
C. Latar Belakang Pendidikan
Menurut Badan pemeriksa keuangan (BPK) (2006) dalam TOR (2008),
‘’jumlah SDM Aparatur yang berlatar belakang akuntasi pada satuan kerja
pengelola keuangan baik di pusat maupun daerah, jumlahnya sangat terbatas’’.
Kondisi tersebut berdampak pada ketidakuratan proses pencatatan, keterbatasan
dalam penyajian laporan, dan penerapan sistem akuntasi yang benar (BPK) (2006)
dalam TOR (2008),
Menurut Nasution (2007) dalam Antara (2007),’’Kualitas sumber daya
manusia dalam menyusun laporan keuangan masih terbatas karena sebagian besar
sumber daya manusia saat ini masih memiliki latar belakang pendidikan di luar
akuntansi’’.
D. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Penelitian mengenai faktor–faktor yang menghambat penerapan SAP
secara bersama–sama belum pernah dilakukan. Namun, peneliti mengenai
pengaruh pemahaman terhadap SAP, pendidikan dan pelatihan, latar belakang
pendidikan secara parsial pernah dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Enho (2008) pada pemerintah Kota Medan
menunjukkan bahwa pemahaman SAP, pendidikan dan pelatihan tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan serta memiliki hubungan yang negatif, serta
latar belakang pendidikan mempunyai hubungan positif namun tidak mempunyai
pengaruh yang signifisikan terhadap penyusunan laporan keuangan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah variabel independent yaitu
memberikan hasil yang signifikan dengan objek penelitian Pemerintah Kota
Binjai. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
[image:49.595.107.529.256.740.2]berganda linier dengan variabel independent dan satu variabel dependen.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti (Tahun Penelitian) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Indah (2008) Pengaruh
semester daya manusia dan perangkat pendukungnya terhadap keberhasilan penerapan peraturan pemerintah No.
24 Tahun 2005
pada pemerintah kota medan Independent variabel sumber daya dan perangkat pendukung dependen variable keberhasilan penerapan pemerintah No.
24 Tahun 2005
Sumber daya dan perangkat pendukung dependen variable keberhasilan penerapan pemerintah No.
24 Tahun 2005
2 Yohannes (2008) Pengaruh
Dan Pelatihan Serta Latar Belakang Pendidikan Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kota Medan pendidikan dan pelatihan serta latar belakang pendidikan dependen variabel penyusunan laporan keuangan Latar Belakang Pendidikan Variabel Penyusunan Laporan Keuangan
3 Junita P. Rajana Hrp Pengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan
data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan
suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis (Sugiyono,
2007:4)
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau
lebih (Sugiyono, 2007 : 11). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai
variabel dependen.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,
2007:72).
Sampel dapat diartikan sebagai bagian dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2007 : 73).
Penelitian ini akan dilakukan di Kota Binjai, dimana yang menjadi
proses penyusunan laporan keuangan daerah pada pemerintah Kota Binjai. Jumlah
populasi penelitian ini yaitu sebanyak 36 SKPD. Penelitian ini menggunakan
teknik pengambilan sampel secara sampling jenuh atau sensus. Samping jenuh
atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2007 : 78). Berdasarkan pengertian di atas,
maka semua populasi penelitian dijadikan sampel dalam penelitian ini.
C. Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel Tabel 3.1.
Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel Variabel Penelitian Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala Penelitian Idenpenden Variabel Penyusunan laporan Keuangan daerah Penyusunan Laporan Keuangan Daerah adalah melaporkan upaya – upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan
terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan dalam suatu
Laporan Keuangan
Penyusunan laporan
Keuangan daerah diukur berdasarkan kemampuan kepala SKPD dan staf SKPD dalam memahami dan mengetahui partisipasi dan tanggung
jawabnya dalam penyusunan Laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur
sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)
[image:52.595.108.550.358.753.2]Independen Variabel Pemahaman terhadap SAP Pendidikan dan pelatihan Pemahaman terhadap SAP adalah yaitu pemahaman atas standar akuntasi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan daerah menurut SAP terdiri atas Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, serta
Catatan atas Laporan keuangan.
Lingkup Keuangan. Pemahaman SAP juga terkait dengan
pemahaman atas lingkup SAP serta 11 pernyataan dalam SAP
Latar belakang pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh perangkat kerja daerah terkait dengan Penyusunan Laporan Keuangan Daerah. Pemahaman terhadap SAP diukur berdasarkan kemampuan kepala SKPD dan staf SKPD dalam memahami SAP untuk menyusun laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan sekala likert yaitu mengukur sikap dengan
mengatakan setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)
Pendidikan dan pelatihan diukur berdasarkan seberapa sering perangkat kerja mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam penyusunan laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 5 (SS=sangat setuju), skor 4
Interval
Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh perangkat kerja daerah terkait dengan penyusunan laporan keuangan daerah.
(S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)
Latar belakang pendidikan diukur berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh
perangkat kerja daerah terkait dengan
D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data 1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data kualitatif yaitu :
a. Data primer, yaitu berupa data yang belum diolah yang diperoleh dari
jawaban kuisioner yang telah diisi oleh kepala SKPD dan staf SKPD yang
terlibat dalam penyusunan Laporan Keuangan Daerah, dan hasil
wawancara berupa tanya jawab langsung maupun diskusi dengan pihak–
pihak yang terkait. Instrumen dalam kuesioner untuk pemahaman terhadap
SAP, Pendidikan dan pelatihan, latar belakang pendidikan, serta
penyusunan laporan keuangan daerah adalah kuensioner yang dirancang
sendiri oleh peneliti yang mengikuti prinsip dalam penulisan angket, yaitu
prinsip penulisan, pengukuran, dan penampilan fisik (Sekarang (1992)
dalam Sugiyono (2007 : 135).
b. Data sekunder, yaitu berupa data yang telah diolah yang diperoleh dari
perusahaan seperti sejarah ringkas struktur organisasi Pemerintah Kota
Binjai.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui :
a. Teknik Dokumentasi, yakni dengan melakukan pengamatan secara
tidak langsung terhadap obyek yang diteliti. Dalam hai ini peneliti
melakukan penelitian terhadap data sekunder yang telah diperoleh dari
b. Studi survey, yakni metode pengumpulan data primer yang diperoleh
langsung dari sumber asli. Dengan teknik yaitu :
1) Teknik pengumpulan data menggunakan instrument kuisioner.
a) Kuesioner dikirim kepada semua anggota populasi,
b) Setelah 1 minggu, peneliti mengumpulkan kuisioner yang telah
diisi responden,
c) Jika ada responden yang belum mengembalikan daftar
pertanyaan tersebut, maka kepada mereka diberi waktu 1
minggu lagi,
d) Setelah batas waktu yang telah ditetapkan dan kuisioner telah
dikembalikan oleh responden, maka peneliti akan mengolah
data jika jumlah data yang terkumpul telah lebih dari 30; tetapi
jika data belum mencukupi, maka akan dicoba lagi untuk
mengirimkan kuisioner kepada responden yang belum
mengembalikan kuisioner tersebut.
2) Teknik wawancara, yaitu peneliti melakukan serangkaian tanya
jawab atau wawancara langsung dengan pihak–pihak yang
terkait.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu
E. Pengujian Kualitas Data 1. Pengujian Reliabilitas Data
Uji reliabilitas menurut Riyadi (2000) dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan
alat pengukur yang sama.
Untuk melihat reliabilitas masing–masing instrument yang digunakan,
maka peneliti menggunakan koefisien cronbach alpha. Suatu instrument
dikatakan reliable jika memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5
(Nunnaly, 1967)
2. Pengujian Validitas Data
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau
kesahihan suatu instrument, sebu