• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA DALAM PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)

PADA PEMERINTAH KOTA BINJAI

OLEH :

NAMA : CITRA DAMANIK

NIM : 070503240

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

PERNYATAAN

“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar. Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara

Medan, Februari 2011 Yang Membuat Pernyataan

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Bahwa “ rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.

Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0.604 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung dengan kendala penerapan SAP mempunyai hubungan yang kuat sebesar 60.4% Dikatakan kuat karena angka tersebut diatas 0.5 atau diatas 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0.365 yang berarti bahwa variable dependen kendala penerapan SAP mampu dijelaskan oleh variable independent (sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung) sebesar 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) dapat dijelaskan oleh faktor– faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.

(4)

ABSTRACT

This study aims to determine Factors Obstacles Become Governmental Accounting Standard Implementation In Binjai City.

SAP is a requirement that has the force of law in efforts to improve the quality of financial reports of government in Indonesia, in accordance with Government Regulation No. 24 on the Introduction to Government Accounting Standards, ‘’government Accounting Standards are accounting principles applied in preparing and presenting financial statements in accounting with the existing provisions of PP. No.24 of 2005, regarding the Government Accounting with the SAP area, it is necessary to consider factors understanding SAP for the result of the financial district is accountable.

Type of research is the associative causal research is research that aims to find out the relationship between two variables or more. This research was conducted to determine the factors that become obstacles implementation of government accounting standards as the dependent variable.

Regression analysis showed overall R of 0604, which means that the correlation / relationship between human resources. Commitment and support tools with SAP implementation constraints have a strong relationship for 60.4% said that strong because the number above 0.5 or above 50% While the R Square value or the value of coefficient of determination for 0365, which means that the dependent variable constraints SAP implementation can be explained by the independent variable (human resource. The commitment and support tools), amounting to 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) can be explained by factors–other factors not Included in this study.

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang

telah memberikan karunia kesehatan dan juga kelapangan berpikir kepada penulis

sehingga tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada

waktunya. Shalawat dan salam penulis haturkan keharibaan Rasullullah saw,

semoga kita mendapat safa' at beliau di akhirat kelak Amin.

Penulisan skripsi ini pada dasarnya adalah untuk memenuhi kewajiban

akhir dari perkuliahan penulis di Fakultas Ekonomi Sumatera Utara untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Adapun judul yang penulis ajukan

sehubungan dengan Penyusunan skripsi ini adalah : Faktor-Faktor yang menjadi

Kendala dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada

Pemerintah Kota Binjai.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang ikut membantu dan

menyita waktu mereka, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi terutama kepada :

1. Kedua orang tua penulis Ayahanda H.M. Dirin Damanik dan Ibunda Dra. Hj.

Nurlena Siregar, MM, dan adik Perkasa Damanik serta Tante Kherawati

Siregar, yang tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan juga

(6)

menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ekonomi Ekonomi USU, beserta

kepada seluruh Keluarga Besar Penulis yang tersayang.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak

selaku Ketua Progran Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara dan Sekretaris Progran Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Drs. Rustam, MSi, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini

6. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak selaku Dosen Penguji II yang telah

banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

7. Bapak Walikota dan Wakil Walikota, Sekretaris Daerah, Bapeda, Inspektorat,

Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, penulis ucapkan terima kasih

atas izin untuk meneliti di instansi pemerintahan kota Binjai

8. Kepada seluruh pegawai dan staff administrasi FE. USU, penulis ucapkan

(7)

9. Buat Bripda M. Rizky Prayogie, SH, terima kasih buat motivasi yang luar

biasa dan doanya yang tiada henti.

10.Buat seluruh teman-teman, Mira, Desi, Sherly, Hilda, Nia, Heni, Agung,

Yudha, TM, Andika, Kiki, Suren, Nico, terima kasih atas kebersamaannya

selama ini.

Sebagai manusia yang penuh kekurangan, penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasannya, karena

kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua berakhir dalam harapan semoga

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua pihak.

Medan, 15 Januari 2011 Penulis

CITRA DAMANIK

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Akuntasi Pemerintah (SAP) ... 10

1. Pengertian SAP ... 10

2. Sejarah SAP ... 12

3. Komponen pernyataan SAP ... 16

B. Pendidikan dan Pelatihan ... 20

1. Pengertian Pendidikan ... 23

2. Pengertian pelatihan ... 24

(9)

4. Tahap – tahap pendidikan dan pelatihan ... 29

5. Metode pelaksana program dan pelatihan ... 31

C. Latar Belakang Pendidikan ... 35

D. Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel penelitian ... 38

C. Defenisi Operasional ... 38

D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data ... 42

E. Pengujian Kualilitas Data ... 44

F. Pengujian Asumsi Klasik ... 45

G. Metode Analisis Data ... 47

H. Pengujian Hipotesis ... 48

I. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 49

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Binjai ... 50

1. Sejarah Ringkas Pemerintah Kota Binjai ... 50

2. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Binjai ... 55

B. Analisis Hasil Penelitian ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 36

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran ... 39

Tabel 4.1. Hasil Statistik Deskriptif ... 61

Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X2) ... 63

Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pendidikan dan Pelatihan (X2) ... 64

Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X2) ... 64

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pendidikan dan Pelatihan (X3) ... 65

Tabel. 4.6. One Sample Kolmogrov-Smirnov Test ... 66

Tabel 4.7. Hasil Uji Gejala Multikolinearitas ... 59

Tabel. 4.8 Varibel entered/removedb ... 68

Tabel 4.9. Hasil Uji F Hitung ... 70

Tabel 4.10 Hasil Uji T – Hitung ... 70

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pada Pemerintah Kota Binjai

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Bahwa “ rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai variabel dependen.

Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0.604 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung dengan kendala penerapan SAP mempunyai hubungan yang kuat sebesar 60.4% Dikatakan kuat karena angka tersebut diatas 0.5 atau diatas 50%. Sedangkan nilai R Square atau nilai koefisien determinasi sebesar 0.365 yang berarti bahwa variable dependen kendala penerapan SAP mampu dijelaskan oleh variable independent (sumber daya manusia. Komitmen dan perangkat pendukung) sebesar 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) dapat dijelaskan oleh faktor– faktor lain yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.

(13)

ABSTRACT

This study aims to determine Factors Obstacles Become Governmental Accounting Standard Implementation In Binjai City.

SAP is a requirement that has the force of law in efforts to improve the quality of financial reports of government in Indonesia, in accordance with Government Regulation No. 24 on the Introduction to Government Accounting Standards, ‘’government Accounting Standards are accounting principles applied in preparing and presenting financial statements in accounting with the existing provisions of PP. No.24 of 2005, regarding the Government Accounting with the SAP area, it is necessary to consider factors understanding SAP for the result of the financial district is accountable.

Type of research is the associative causal research is research that aims to find out the relationship between two variables or more. This research was conducted to determine the factors that become obstacles implementation of government accounting standards as the dependent variable.

Regression analysis showed overall R of 0604, which means that the correlation / relationship between human resources. Commitment and support tools with SAP implementation constraints have a strong relationship for 60.4% said that strong because the number above 0.5 or above 50% While the R Square value or the value of coefficient of determination for 0365, which means that the dependent variable constraints SAP implementation can be explained by the independent variable (human resource. The commitment and support tools), amounting to 36.5% (100% - 36.5% = 63.5%) can be explained by factors–other factors not Included in this study.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung

jawab sejak tahun 2001, orientasi penyelenggaraan pemerintah daerah telah

bergeser dari ketergantungan pada pemerintah pusat kepada kemampuan

pemerintah daerah itu sendiri dalam membangun daerah menuju kesejahteraan

masyarakat.

Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru, pemerintah dan

DPR sepakat untuk mengesahkan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah.Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah terletak pada pemerintah

kabupaten/kota yang merupakan tingkat pemerintahan yang langsung berhadapan

dengan masyarakat, fungsi utama pemerintah kabupaten / kota pada hakekatnya

adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dibalik adanya sisi positif

atas penerapan otonomi daerah tersebut, tetap saja terdapat adanya sisi negatif atas

penerapan otonomi daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah ini akan

mengakibatkan kekhawatiran munculnya ‘desentralisasi masalah’ dan

‘desentralisasi kemiskinan’. Artinya pelimpahan beberapa wewenang dari pusat di

daerah juga disertai dengan pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini

tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat. Menurut UU

(15)

oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia’’.

Menurut UU No. 32/2004 (2004:4), ‘’Otonomi daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang–undangan’’. Dari pengertian tersebut di atas maka akan

tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur

dan mengurus kepentingan sendiri.

Otonomi daerah identik dengan tuntutan akuntabilitas, good governance,

dan sebagainya. Pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang dapat

mempertanggung jawabkan kepercayaan masyarakatnya secara jujur (Enho,

2008:2).

Dengan tuntutan good governance, maka salah satu upaya konkrit untuk

mewujudkan transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah

penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi

prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntasi pemerintahan

yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang–Undang

No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan Presiden dan

Gubernur / Bupati / Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggung jawaban

dalam bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD

disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan yang

(16)

Di bidang peraturan perundang–undangan, pemerintah dengan persetujuan

DPR-RI telah menetapkan satu paket undang–undang di bidang keuangan negara,

yaitu UU No.17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004

tentang perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan

pengelolaan Tanggung jawab Keuangan (financial management). Kemudian

pemerintah melalui UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.

1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara selanjutnya mengamanatkan tugas

penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independent yang

ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang komite Standar Akuntasi

Pemerintahan. Hal ini juga diperkuat oleh Presiden RI untuk menyusun suatu

Standar Akuntasi Pemerintahan melalui Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun

2004 tentang Komite standar Akuntasi Pemerintahan (KSAP), sebagaimana

diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2005.

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi. Penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Enho (2008), meneliti tentang Pengaruh Pemahaman SAP,

Pendidikan dan Pelatihan, serta Latar Belakang Pendidikan dalam penyusunan

Laporan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kota Medan.

Salah satu upaya konkrit yang dilakukan dalam rangka mewujudkan

pengelolaan keuangan negara yang baik adalah dengan penyampaian laporan

pertanggung jawaban keuangan pemerintah yang baik dan benar dengan

mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diterima secara umum.

Dalam era globalisasi, reformasi dan tuntutan transparansi yang semakin

(17)

manajemen suatu entitas, tetapi juga untuk kebutuhan pertanggung jawaban

(accountability) kepada banyak pihak yang memerlukan. Hal ini ditunjang oleh

semakin berkembangnya teknologi informasi yang memungkinkan suatu entitas

lain. Untuk itu, tuntutan penyediaan informasi termasuk keuangan dan akuntasi

semakin dibutuhkan.

Dalam rangka penyusunan dan penghasilan laporan keuangan pemerintah

yang baik dan benar, yaitu yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun

dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan presiden

dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan yang disingkat dengan SAP, tanggal 13 Juni 2005

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam

upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia, sesuai

dengan Peraturan Pemerintah No. 24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi

Pemerintahan (2005:2), “ Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip

Akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan

pemerintahan”. Namun Roesyanto (2007:3), menyatakan bahwa “rata-rata

pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan

ketentuan yang ada yaitu PP. No.24 Tahun 2005, mengenai Standar Akuntasi

Pemerintahan (SAP)”. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah

yang sesuai dengan SAP, maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap

SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan.

Selain pemahaman terhadap SAP, faktor lain yang perlu diperhatikan

(18)

Daerah (SKPD). Pendidikan yang dimaksud dilihat dari dua sisi, yaitu latar

belakang pendidikan dan strata pendidikan. Dengan memperhatikan pendidikan

dari perangkat SKPD, maka akan berhubungan dengan tingkat pemahaman

terhadap SAP, sehingga akan membantu dalam penyusunan laporan keuangan

daerah. Hal ini sejalan dengan fenomena atas penelitian oleh King dalam Effendi

(2005) tentang Penempatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dibeberapa daerah seperti

Kota/Kab di Indonesia, menyimpulkan bahwa : “Penempatan PNS sering tidak

sesuai dengan kapasitas pegawai yang bersangkutan”. Sejalan dengan hal tersebut

menurut Menpan (2006) “Tingkat Pendidikan Birokrasi Negara Indonesia

sebagaian besar berpendidikan SLTA kebawah dan rendah tingkat pendidikan ini

sangat mempengaruhi inovasi dan kreatifitasnya dalam mengambil keputusan”.

Hal ini tentu sangat memprihatikan di mana seharusnya dalam penyusunan

laporan keuangan dibutuhkan sumber daya yang benar-benar berkualitas.

Selain itu perlu juga diperhatikan faktor pelatihan dalam mendukung

perangkat SKPD dalam penyusunan laporan keuangan. Pelatihan ini dimaksudkan

agar perangkat SKPD tidak mengalami kesulitan dalam menyusun laporan

keuangan daerah karena telah terbiasa melalui adanya pelatihan. Hal tersebut

senada dengan pendapat Latoirner dalam Saksono (1993) bahwa para pegawai

dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efsien apabila

sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan

seorang instruktur yang ahli” serta Dessler (1995) yang menyatakan bahwa

kebutuhan pendidikan dan pelatihan (training need) bagi suatu organisasi pada

(19)

kinerja organisasi itu seperti penurunan prestasi”. Begitu juga dengan

Simanjuntak (1983:226) dalam Kurnia (2005) yang menyatakan bahwa

“Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk

mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat”. Namun Menpan (2005)

menyatakan “pendidikan dan pelatihan pegawai yang berlaku dewasa ini bersifat

formalitas guna memenuhi persyaratan jabatan”. Akhirnya pendidikan dan

pelatihan yang dilakukan kurang efektif dan efisien.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk

mengetahui faktor yang menghambat penerapan SAP dalam sebuah skripsi

dengan judul ‘’ Faktor–Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Penerapan

Standard Akuntasi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kota Binjai’’

B. Perumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang serta fakta-fakta di atas, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut “Apakah Faktor-Faktor Yang Menjadi

Kendala Dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada

Pemerintah Kota Binjai”

C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan beberapa pertimbangan

lainnya, maka penulis melakukan beberapa batasan atas masalah yang akan di

(20)

a. Penelitian ini dibatasi oleh aspek akuntansi sektor publik untuk

menjelaskan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam Penerapan Standar

Akuntansi Pemerintahan (SAP)

b. Penelitian ini hanya mengambil lokasi pada Pemerintah Kota Binjai

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang

menjadi kendala dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

pada Pemerintah Kota Binjai.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperdalam

pengetahuan peneliti tentang faktor-faktor yang menjadi kendala

penerapan SAP.

b. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak–pihak yang terkait di

pemerintah daerah.

c. Bagi pihak lain, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai

(21)

E. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan

penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber : Penulis 2011

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Sejalan dengan kerangka konseptual yang telah dibuat seperti di atas,

maka dapat dijelaskan bahwa faktor–faktor yang menjadi kendala penerapan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) antara lain, yaitu Pemahaman SAP,

pendidikan dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan merupakan contoh

variabel yang berpengaruh penyusunan pada Pemerintah Kota Binjai. Dengan kata

lain, pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pendidikan

dan pelatihan, serta latar belakang pendidikan merupakan variabel independen.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa faktor yang menghambat penerapan Standar Pemahaman

SAP (X1)

Pendidikan dan Pelatihan

(X2)

Latar Belakang Pendidikan

(X3)

Faktor yang menjadi Kendala Penerapan SAP

(22)

Akuntasi Pemerintahan (SAP) dalam hal ini merupakan variabel yang dipengaruhi

oleh variabel lainnya atau dengan kata lainnya adalah variabel dependen.

2. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka

hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :”Faktor Pemahaman SAP, Pendidikan

dan Pelatihan serta Latar Belakang Pendidikan yang menjadi Kendala Dalam

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berpengaruh pada Pemerintah

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP)

1. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Pengertian akuntasi pemerintahan tidak terlepas dari pengertian akuntasi

secara umum. Akuntasi didefiniskan sebagai aktivitas pemberian jasa (service

activity) untuk menyediakan informasi keuangan kepada para pengguna (users)

dalam rangka pengambilan Keputusan.Untuk aktivitas tersebut, dilakukan suatu

proses pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan

yang timbul dari kegiatan suatu organisasi untuk menghasilkan informasi

keuangan berupa posisi keuangan pada waktu tertentu, hasil kegiatan untuk

periode yang berakhir pada waktu tertentu, disertai dengan suatu penafsiran atas

informasi keuangan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka akuntasi pemerintahan dapat

didefinisikan menjadi suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan

informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasikasian,

pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas

informasi keuangan tersebut.

Dengan demikian, secara umum pengertian tersebut tidak berbeda dengan

akuntasi, dan perbedaan terletak pada jenis transaksi yang dicatat dan

penggunanya. Jenis yang dicatat di dalam akuntasi pemerintahan adalah transaksi

keuangan pemerintah yang sebagian akan memiliki karakteristik tersendiri yang

(24)

Penguna informasi keuangan pemerintah antara lain rakyat secara umum

yang diwakili oleh lembaga legislative, pemerintah sendiri, kreditor seperti Bank

Dunia, International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), dan

lainnya.

Akuntasi pemerintahan merupakan bagian dari disiplin ilmu

perkembangan akuntasi pemerintahan secara umum di seluruh negara juga sudah

berkembang meskipun tidak sepakat perkembanga akuntasi bisnis.

Di dalam sejarah akuntasi, akuntasi pemerintahan lebih dahulu muncul

sebelum adanya akuntasi bisnis. Adanya tulis–menulis dan angka di dalam

peradapan manusia, serta adanya sistem bilangan desimal di Arab semakin

mempercepat akuntasi pemerintahan tumbuh di dalam angka administrasi

keuangan penguasa di beberapa negara saat itu.

Berdasarkan peraturan pemerintah No.24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntasi Pemerintahan, ‘’Standar Akuntasi pemerintahan adalah prinsip-prinsip

akuntasi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan

pemerintah’’. SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat,

pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah,

jika menurut peraturan perundang–undangan satuan organisasi dimaksud wajib

menyajikan laporan keuangan.

Lingkungan akuntasi pemerintahan sebagaimana yang terungkap di dalam

Standar Akuntasi Pemerintahan :

a. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh terhadap

(25)

b. Ciri–ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu

dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntasi dan pelaporan

keuangan adalah sebagai berikut :

1. Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan :

a) Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;

b) Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar

pemerintah;

c) Adanya pengaruh proses politik;

d) Hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan

pemerintah.

2. Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:

a) Anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik target–target

fiskal, dan sebagai alat pengendalian;

b) Investasi dalam asset yang tidak langsung menghasilkan

pendapatan

c) Kemungkinan penggunaan akuntasi dana untuk tujuan

pengendalian.

2. Sejarah SAP

a. Latar Belakang Terbitnya SAP

Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar

Akuntasi Pemerintahan Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep

standar akuntasi pemerintahan pusat daerah yang tertuang dalam KMK

(26)

mengamatkan bahwa laporan pertanggung jawaban APBN/APBD harus

disusun oleh suatu komite standar yang independent dan ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

b. Proses Penyiapan SAP

Komite standar yang dibentuk oleh Menteri keuangan sampai

dengan tahun pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf Standar

Akuntasi Pemerintahan yang terdiri dari kerangka konseptual dan 11

pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due process

Dalam pengantar SAP (2005:5) dijelaskan tahap–tahap penyiapan

SAP sebagai berikut :

a) Identifikasi Topik untuk Dikembangkan menjadi Standar

Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik–topik

akuntasi dan pelaporan yang berkembang yang memerlukan

pengaturan dalam bentuk pernyataan Standar Akuntasi

Pemerintahan (SAP).

b) Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP

KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik–

topik yang telah disetujui. Keanggotaan pokja ini berasal dari

berbagai instansi yang kompeten di bidangnya.

c) Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja

Untuk pembahasan suatu topik, pokja melakukan riset terbatas

terhadap literatur–literatur, standar akuntasi yang berlaku di

(27)

practices), peraturan–peraturan, dan sumber–sumber lainnya yang

berkaitan dengan topik yang akan dibahas.

d) Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja

Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun

draf SAP.

Draf yang telah selesai disusun selanjutnya di bahas oleh pokja

secara mendalam.

e) Pembahasan Draf oleh Komite Kerja

Draf yang telah disusun oleh Pokja tersebut dibahas oleh anggota

Komite Kerja. Pembahasan II lebih diutamakan pada substansi dan

implikasi penerapan standar. Dengan pendekatan ini diharapkan

draf tersebut menjadi standar akuntasi yang berkualitas. Dalam

pembahasan ini tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan–

perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh pokja. Pada tahap

ini, Komite Konsultatif untuk pengambilan keputusan peluncuran

draf publikasian SAP.

f) Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan

Komite kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk

pengambilan keputusan peluncuran draf publikasian SAP.

g) Peluncuran Draf publikasian SAP (Exposure Draft)

KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf

(28)

lembaga pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh

tanggapan.

h) Dengan pendapatan terbatas (Limited Hearing) dan dengar

pendapatan publik (public Hearings)

Dengan pendapatan dilakukan dua tahap, yaitu dengan pendapat

terbatas dan dengan pendapat publik. Dengan pendapat terbatas

dilakukan dengan mengundang pihak–pihak dari kalangan

akademis, praktisi, pemerhati akuntasi pemerintahan untuk

memperoleh tanggapan/masukan dalam rangka penyempurnaan

draf publikasian

i) Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian

KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan / masukan yang

diperoleh dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik

dan masukan lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan

draf publikasian.

j) Finalisasi Standar

Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan

pertimbangan dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap

akhir penyempurnaan subtansi, konsistensi, koherensi maupun

bahasa. Finalisasi setiap PSAP oleh seluruh anggota KSAP.

c. Penetapan Standar

Proses penetapan PP. SAP berjalan dengan koordinasi antara

(29)

HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan peraturan

Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan oleh

presiden pada tanggal 13 Juni 2005.

d. Sosialisasi Awal SAP

KSAP melakukan sosialisasi awal standar kepada para pengguna.

Bentuk sosialisasi awal yang dilakukan berupa seminar/diskusi dengan

para pengguna, program pendidikan professional berkelanjutan, training of

trainers (TOT), dan lain–lain.

3. Komponen pernyataan SAP

Berdasarkan peraturan pemerintah No 24 Tentang Standar Akuntasi

Pemerintahan memuat sebelas pernyataan, yaitu :

a. Penyajian Laporan Keuangan

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan

keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements)

dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik

terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan

keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan

minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan

menerapkan basis akrual untuk pengukuran pos–pos pendapatan,

belanja dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengukuran pos–pos

asset, kewajiban dan akuitas dana. Pengukuran dan pengungkapan

transaksi–transaksi spesifik dan peristiwa–peristiwa yang lain, diatur

(30)

b. Laporan Realisasi Anggaran

Tujuan pernyataan standar ini adalah menetapkan dasar–dasar

penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam rangka

memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan

perundang–undangan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah

memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan

secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya

menunjukan tingkat ketercapaian target–target yang telah disepakati

antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang–

undangan.

c. Laporan Arus Kas

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan arus

kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas

berdasarkan aktivitas operasi, investasi asset non keuangan,

pembiayaan dan non anggaran selama satu periode akuntasi. Tujuan

pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber,

penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode

akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan

(31)

d. Catatan Atas Laporan Keuangan

Tujuan pernyataan standar ini mengatur penyajian dan penangkapan

yang diperlukan pada catatan pertanggungjawaban atas laporan

keuangan.

e. Akuntansi Persediaan

Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur perlakuan

akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu

disajikan dalam laporan keuangan.

f. Akuntansi Investasi

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi

untuk investasi dan penangkapan informasi penting lainnya yang harus

disajikan dalam laporan keuangan.

g. Akuntansi Asset Tetap

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi

untuk asset tetap. Masalah utama akuntansi untuk asset tetap adalah

saat pengakuan asset, penentuan nilai tercatat (crrying value) asset

tetap. Pernyataan standar ini memenuhi defenisi dan kriteria

pengakuan suatu asset dalam kerangka konseptual akuntansi

pemerintahan.

h. Akuntansi konstruksi dalam pengerjaan

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi

untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis.

(32)

jumlah biaya yang diakui sebagai asset yang harus dicatat sampai

dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.

Pernyataan standar ini memberikan panduan untuk

1) Identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai

konstruksi dalam pengerjaan

2) Penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di

neraca

3) Penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi

i. Akuntansi Kewajiban

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi

kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, amortisasi

dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.

j. Koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar

biasa tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan

akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan, kebijakan akuntansi dan

peristiwa luar biasa.

k. Laporan Keuangan Konsolidasi

Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur penyusunan

laporan keuangan konsolidasi pada unit-unit pemerintahan dalam

rangka laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose

financial statement). Demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan

laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan

(33)

lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan

perundang–undangan.

B. Pendidikan dan Pelatihan

Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi perlu

pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan perkembangan

organisasi. Apabila organisasi ingin berkembang seyogyanya diikuti oleh

pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini

dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan

atau dapat disebut peningkatan human capital (Estiningsih, 2008)

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk pengembangan SDM,

terutama untuk pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian.

Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang

digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan

peningkatan kemampuan atau keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu

jabatan atau tugas tertentu.

Tjiptono dan Diana (1995) mengemukakan alasan–alasan atau faktor–

faktor penyebab kebutuhan pendidikan dan pelatihan :

a. Kualitas angkatan kerja yang ada

Perhatian terhadap angkatan kerja di sini adalah orang-orang yang

berharap (calon) menjadi Pegawai Negeri Sipil. Tugas–

tugas/pekerjaan–pekerjaan baru yang menjadi beban bagi

aparat/birokrasi pemerintah akan dipenuhi oleh angkatan kerja

(34)

penting. Kualitas angkatan kerja kesiapsediaan dan potensi yang

dimilikinya.

b. Persaingan global

Semua organisasi, baik sektor privat maupun sektor publik, pada saat

ini harus menyadari bahwa mereka tengah menghadapi era baru,

globalisasi. Dalam konteks suatu bangsa, pada era ini dimana

persaingan yang begitu ketat akan menjadi kendala bagi kemajuan atau

bahkan menemui kehancurannya. Agar dapat mampu bersaing dan

memenangkan persaingan itu, suatu bangsa harus mempersiapkan diri

di semua sektor. Satu hal penting yang menjadi senjata paling ampuh

dalam mengantisipasi kecenderungan itu adalah sumber daya manusia

(SDM) yang unggul. Disini peran pendidikan dan pelatihan sangat

dibutuhkan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang

dimiliki.

c. Perubahan yang cepat dan terus menerus

Perubahan yang berlangsung dalam lingkungan organisasi (birokrasi)

pada saat ini begitu cepat dan dinamis. Pengetahuan dan keterampilan

sebagai sarana pendukung kinerja organisasi telah berkembang terus–

menerus tanpa ada yang dapat menghalangi. Dalam lingkungan seperti

ini sangat memperbaharui kemampuan pegawai secara konstan.

Organisasi yang tidak memahami perlunya pendidikan dan pelatihan

(35)

d. Masalah–masalah alih teknologi

Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu

objek ke objek yang lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi.

Tahap pertama, komersialisasi teknologi baru yang dikembagkan di

laboratorium riset atau penemu individu. Tahap ini merupakan

perkembangan bisnis dan tidak melibatkan pendidikan dan pelatihan.

Tahap kedua, difusi teknologi, dimana terjadi proses pemindahan

teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia kerja untuk

meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing. Difusi teknologi

memerlukan pendidikan dan pelatihan.

e. Perubahan keadaan demografi

Perubahan keadaan demografi menyebabkan pendidikan dan pelatihan

menjadi semakin penting dewasa ini. Kerjasama ini akan menjadi

penghalang bila keadaan ini tidak tertanggulangi dalam pelaksaan

tugas organisasi. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan dibutuhkan

untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat

bekerjasama secara harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya,

sosial dan jenis kelamin dibutuhkan pendidikan dan pelatihan,

komitmen dan perhatian.

Estiningsih (2008) menyatakan bahwa untuk pendidikan dan pelatihan ini,

langkah awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang

(36)

a. Analisis organisasi, untuk menjawab pertanyaan : ‘’bagaimana

organisasi melakukan pelatihan bagi pekerjanya’’,

b. Analisis pekerjaan, dengan pertanyaan : ‘’Apa yang harus

diajarkan atau dilatihkan agar pekerja mampu melaksanakan tugas

atau pekerjaanya’’dan,

c. Analisis pribadi, menekankan ‘’Siapa membutuhkan pendidikan

dan pelatihan apa’’. Hasil analisis ketiga aspek tersebut dapat

memberikan gambaran tingkat kemampuan atau kinerja pegawai

yang ada di organisasi tersebut.

1. Pengertian Pendidikan

Ada beberapa yang dapat digunakan mendefinisikan pelatihan (training),

diantaranya adalah :

a. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Mahyuddin (2005),

‘’pendidikan adalah proses penguasaan sikap dan tata kelakuan

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui pengajaran dan pelatihan atau proses perbuatan cara

mendidik’’

b. Menurut Notoadmodjo (1992), ‘’pendidikan di dalam suatu organisasi

adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang

diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan’’.

c. Menurut Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam Kurnia

(37)

didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi

peranannya di masa yang akan datang’’.

d. Menurut Miarso dalam Maydina (2007), ‘’pendidikan adalah

pembentukan sikap, pengusaan keterampilan, dan perolehan

pengetahuan sebelum memasuki dunia kerja’’.

2. Pengertian Pelatihan

Peningkatan SDM melalui pelatihan (training) sangat penting untuk

meningkatkan serta mempertahankan profesionalisme para pegawai (Roesyanto,

2005:13). Dalam jangka pendek pelatihan merupakan suatu cara yang cukup

strategis dalam membantu upaya peningkatan SDM suatu organisasi baik di

pabrik maupun dikantor. Program pelatihan yang direncanakan dan

kesinambungan dapat mendorong para pegawai untuk meningkatakan serta

mempertahankan profesionalismenya, dan pada akhirnya akan berdampak pada

kinerja mereka dan pada akhirnya akan dapat peningkatan dan performa pegawai.

Untuk lebih memahami pengertian dari pelatihan maka terdapat beberapa

pengertian yang dapat digunakan mendefinisikan pelatihan (training), diantaranya

adalah :

a. Menurut Ruky (2001) dalam Estiningsih (2008), “pelatihan adalah

suatu untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan dalam

pekerjaanya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan

yang sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian

(38)

b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), ‘’pelatihan adalah

proses melatih; kegiatan atau pekerjaan’’.

c. Menurut Cross dalam Maydina (2007), ‘’pelatihan (training) diukur

dari apa yang dapat kamu lakukan setelah kamu menyelesaikan masa

pelatihan itu. Training adalah melakukan. Training meningkatkan

performance’’.

d. Menurut Jacius dalam Estiningsih (2008),’’ Training adalah setiap

proses dalam mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan

pegawai agar dapat menyelesaikan pekerjan–pekerjaan tertentu’’.

e. Menurut Notoadmodjo (1992), ‘’pelatihan merupakan bagian dari

suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan

kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok

orang‘’.

f. Menurut Otto dan Glasser dalam Martoyo (1992),’’ pelatihan

(training) adalah usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun

keterampilan pegawai, sehingga didalamnya sudah menyangkut

pengertian pendidikan (education)’’.

g. Menurut Sikula (1976) dalam Muhandar (1978), ‘’Training adalah

proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur

sistematis dan terorganisir, dimana tenaga kerja non- manajerial

mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan–tujuan

(39)

h. Menurut Westerman dan Donoghue (1992), ‘’pelatihan sebagai

pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang

diperlukan oleh seseorang untuk melaksanakan tugas atau

pekerjaannya secara memadai’’.

i. Menurut Miarso dalam Maydina (2007),’’pelatihan adalah peningkatan

kemampuan secara khusus dalam suatu lingkungan kerja’’.

Selain pengertian dari masing–masing bagian, terdapat beberapa

pengertian dari beberapa ahli mengenai pendidikan dan pelatihan secara bersama–

sama atau disebut dengan diklat, yaitu :

a. Menurut Campbell, Dunnette, Lawler and Weick (1970) dalam

Waxley dan Yukl (1976). ‘’Developing focuses more on improving the

decision–making and human relations skills of middle and upper level

management, while training involves lower level employees and

presentation of a more factual and narrow subyect matter’’.

b. Menurut Notoatmodjo (1992), ‘’Pendidikan dan pelatihan adalah

merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia,

terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan

kepribadian manusia’’.

c. Menurut peraturan pemerintah No.101/2000, “Pendidikan dan

pelatihan jabatan pegawai negeri sipil adalah proses penyelenggaraan

belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai

(40)

d. Menurut Wexley dan Yukl (1976).’’ Training and development are

terms referring to planed efforts designedte facilitate the acquisition of

relevant skills, knowledge, and attitudes by or organizational

members’’.

Martoyo (1992) menyatakan bahwa meskipun ada perbedaan–perbedaan

antara pengertian pendidikan dengan pelatihan, namun perlu disadari bersama

bahwa baik latihan (training) maupun pengembangan/pendidikan (development),

kedua–duanya menekankan peningkatan keterampilan ataupun kemampuan dalam

human relation.

3. Jenis – jenis Pendidikan dan pelatihan

Jenis–jenis pendidikan dan pelatihan sebagaimana terungkap dalam

Peraturan Pemerintah No.101/2000 :

a. Diklat prajabatan

Diklat prajabatan adalah diklat yang dilaksanakan sebagai syarat

pengangkatan calon PNS menjadi PNS. Diklat prajabatan dilaksanakan

untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan

kebangsaan, kepribadian, dan etika PNS, di samping pengetahuan

dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara, bidang

tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan

perannya sebagai pelayanan masyarakat. Diklat prajabatan terdiri atas :

1) Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I;

2) Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II

(41)

b. Diklat dalam jabatan

Diklat dalam jabatan adalah diklat yang dilaksanakan untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat

melaksanakan tugas–tugas pemerintahan dan pembangunan dengan

sebaik–baiknya. Diklat dalam jabatan terdiri atas :

1) Diklat kepemimpinan (Diklatpim), yaitu diklat yang dilaksanakan

untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur

pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural.

Diklatpim terdiri atas :

a) Diklatpim tingkat IV. yaitu diklatpim untuk jabatan struktural

eselon IV;

b) Diklatpim tingkat III. yaitu diklatpim untuk jabatan struktural

eselon III;

c) Dilatpim tingkat II, yaitu diklatpim untuk jabatan struktual

eselon II; dan

d) Diklatpim tingkat I, yaitu diklatpim untuk jabatan struktural

eselon I.

2) Diklat fungsional, yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai

persyaratan Kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang

jabatan fungsional masing–masing

3) Diklat teknis, yaitu diklat yang dilaksanakan untuk mencapai

persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan

(42)

masing–masing jabatan ditetapkan oleh instansi Pembina jabatan

fungsional dan instansi teknis yang bersangkutan.

4. Tahap–tahap pendidikan dan pelatihan

Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan program pendidikan dan

pelatihan PNS, maka salah satu prasyarat yang perlu dipedomani adalah

melakukan prinsip–prinsip pendidikan dan pelatihan dengan senantiasa

menerapkan pendekatan sistem melalui penerapan manajemen diklat yang efektif

dan efisien (Najamudin, 2004), Menurut Najamudin (2004) terdapat 4 tahap

dalam pendidikan dan pelatihan, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi.

a. Perencanaan

Sebagai tahap awal dan dalam perencanaan pendidikan dan pelatihan

adalah melakukan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan (training needs

assessment) dengan mengidentifikasi dan mengukur adanya kesenjangan

kemampuan yang seharusnya dikuasai aparatur dalam melaksanakan tugas–

tugasnya. Dengan Training Needs Assesment dapat diketahui jenis pendidikan

dan pelatihan apa yang sesungguhnya sangat dibutuhkan yang sesuai dengan

kebutuhan daerah dan merupakan tuntutan tugas pokok dan fungsi tanggung

jawab birokrasi di daerah (Revida, 2007)

Dessler (1995) membagi dua teknik utama dalam menentukan

(43)

1) Analisis tugas merupakan suatu studi pekerjaan yang terperinci untuk

menentukan jenis keterampilan khusus yang diperlukan pegawai,

2) Analisis prestasi adalah upaya memverifikasi fakta adanya

kemunduran itu harus diatasi melalui pendidikan dan pelatihan atau

dengan cara lain, misalnya mengganti perangkat/peralatan atau

memindahkan pegawai yang bersangkutan.

b. Pengorganisasian

Hasil dari analisis kebutuhan diklat tersebut selanjutnya menjadi acuan

dalam menyusun desain program pendidikan dan pelatihan mulai dari

penetapan tujuan pelatihan, penetapan kurikulum/silabi, penetapan metode,

penetapan peserta dan tenaga pengajar, strategi, evaluasi, maupun sarana dan

prasarana yang diperlukan.

c. Penyelenggaraan

Setelah selesainya penyusunan desain program pendidikan dan

pelatihan, maka program pendidikan dan pelatihan dapat diselenggarakan.

Dengan demikian dapat diharapkan program pendidikan dan pelatihan yang

diselenggarakan benar–benar merupakan proses transformasi untuk

membentuk aparatur menjadi professional, memiliki pengetahuan, sikap atau

nilai etika pemerintahan yang baik (good governance) dan keahlian yang

(44)

d. Monitoring dan evaluasi

Kegiatan evaluasi terhadap hasil sebuah program pendidikan dan

pelatihan menjadi penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui apakah

tujuan sebuah program diklat yang telah dilaksanakan tercapai atau tidak.

Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dapat menjadi umpan balik dalam

penyusunan rencana program pendidikan dan pelatihan selanjutnya.

5. Metode pelaksana program dan pelatihan

Estiningsih (2008) menyatakan ada dua strategi pendidikan / pelatihan

yang dapat dilakukan organisasi, yaitu metode di luar pekerjaan (off the job side)

dan metode di dalam pekerjaan (on the job side)

a. Metode di luar pekerjaan (off the jon side)

Pada metode ini pegawai yang mengikuti pendidikan atau pelatihan

keluar Sementara dari pekerjaannya, mengikuti pendidikan dan pelatihan

secara intensif, metode ini terdiri dari 2 teknik, yaitu :

1) Teknik presentasi imformasi, yaitu menyampaikan informasi yang

tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan

baru kepada peserta. Teknik ini dapat dilakukan melalui ceramah

biasa, teknik diskusi, teknik pemodelan perilaku (behavioral

modeling), metode kelompok T, yaitu mengirim pekerja ke

organisasi yang lebih maju untuk dipelajari teori dan

mempraktikkannya.

2) Teknik simulasi, simulasi adalah meniru perilaku tertentu

(45)

merealisasikan seperti keadaan sebenarnya, Teknik ini seperti :

simulator alat 0 alat kesehatan, studi kasus (case study), permainan

peran (role playing), dan teknik dalam keranjang (in basket), yaitu

dengan cara memberikan bermacam–macam masalah dan peserta

diminta untuk memecahkan masalah tersebut sesuai dengan teori

dan pengalamanya.

b. Metode di dalam pekerjaan (on the jon side)

Pelatihan ini berbentuk penguasa pekerja baru, yang dibimbing

oleh pegawai yang berpengalaman atau senior (Wilson, 1983 ; Sloane

dan Witney, 1988). Pekerja yang senior yang bertugas membimbing

pekerja baru diharapkan memperlihatkan contoh–contoh pekerjaan

yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang

jelas.

Selain kedua metode di atas, Estiningsih (2008) menyatakan bahwa

terdapat beberapa metode lain yang dapat dilakukan dalam organisasi, sesuai

dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan, organisasi langsung di tempat kerja,

yaitu belajar sendiri (self- learning), tutorial, studi kasus, gugus kendali mutu.

a. Self – Learning ( belajar sendiri )

Belajar secara mandiri merupakan suatu pembelajaran melalui

modul, yaitu materi yang berisi langkah–langkah proses belajar yang

sistematis, Modul disusun sedemikian rupa, sehingga peserta atau

pembaca modul dapat dengan mudah dituntut untuk mempelajarinya

(46)

tahapan yang ada dalam modul tersebut. Dalam menggunakan modul,

diperlukan adanya narasumber atau instruktur yang dapat memberikan

bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta, setelah mengikuti

pembelajaran melalui modul, biasanya diikuti dengan lembar evaluasi,

untuk menilai seberapa jauh para peserta dapat memahami isi modul

tersebut.

Kelebihan dari cara pembelajaran ini adalah menjamin kemampuan

belajar tiap peserta, dapat menjangkau banyak peserta serta dengan cepat

dapat dapat menilai kecakapannya.

Sedangkan kelemahannya, memerlukan banyak waktu dalam

menyusul modul biaya pembuatan moduk tinggi. Dalam hal ini diperlukan

motivasi yang kuat dari peserta untuk belajar.

b. Tutorial

Tutorial adalah suatu metode dalam proses pembelajaran dengan cara

memberikan tugas pada suatu kelompok dengan topik tertentu yang kemudian

didiskusikan dalam kelompok tersebut. Tujuan dari cara ini adalah

memantapkan pemahaman peserta terhadap materi. Untuk tercapainya tujuan

tersebut diperlukan referensi atau buku–buku dan waktu yang cukup untuk

pembahasan, tutor/nara sumber, dalam sistem ini peserta berinteraksi melalui

diskusi ilmiah berdasarkan referensi yang tersedia dan hasilnya disusun dalam

suatu makalah untuk kemudian dipresentasikan. Kelebihan metode ini adalah

analisis suatu topik dibahas secara mendalam, sehingga menjamin dasar

(47)

c. Studi Kasus

Studi kasus adalah suatu metode pembelajaran dengan mengajak

peserta menganalisis masalah dan memilih alternatif–alternatif pemecahan

masalah. Metode ini bertujuan untuk membantu peserta mengembangkan daya

intelektualnya dan keterampilan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan,

dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, kasus yang dibahas

harus memberikan pengalaman yang realistik, aktual, praktis, dan mempunyai

keterkaitan dengan ruang lingkup pekerjaannya. Pemilihan kasus perlu

mempertimbangkan latar belakang pendidikan peserta, penggunaan metode ini

didahului dengan penjelasan mengenai prinsip–prinsip pendekatan dan

pemecahan masalah, sehingga peserta dapat mengembangkan kemampuannya

untuk menganalisis suatu permasalahan.

d. Gugus kendali Mutu

Gugus Kendali Mutu merupakan proses perbaikan kinerja staf secara

terus–menerus, melalui suatu wadah yang melibatkan staf pada tingkat

pelaksana dalam kelompok kecil (3 – 8 orang) dan berada dalam satu lingkup

kerja yang sama. Tujuan dari gugus kendali mutu ini adalah untuk

menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan semua staf berperan serta

dalam memecahkan masalah di tempat kerjanya, guna meningkatkan mutu dan

(48)

C. Latar Belakang Pendidikan

Menurut Badan pemeriksa keuangan (BPK) (2006) dalam TOR (2008),

‘’jumlah SDM Aparatur yang berlatar belakang akuntasi pada satuan kerja

pengelola keuangan baik di pusat maupun daerah, jumlahnya sangat terbatas’’.

Kondisi tersebut berdampak pada ketidakuratan proses pencatatan, keterbatasan

dalam penyajian laporan, dan penerapan sistem akuntasi yang benar (BPK) (2006)

dalam TOR (2008),

Menurut Nasution (2007) dalam Antara (2007),’’Kualitas sumber daya

manusia dalam menyusun laporan keuangan masih terbatas karena sebagian besar

sumber daya manusia saat ini masih memiliki latar belakang pendidikan di luar

akuntansi’’.

D. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian mengenai faktor–faktor yang menghambat penerapan SAP

secara bersama–sama belum pernah dilakukan. Namun, peneliti mengenai

pengaruh pemahaman terhadap SAP, pendidikan dan pelatihan, latar belakang

pendidikan secara parsial pernah dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Enho (2008) pada pemerintah Kota Medan

menunjukkan bahwa pemahaman SAP, pendidikan dan pelatihan tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan serta memiliki hubungan yang negatif, serta

latar belakang pendidikan mempunyai hubungan positif namun tidak mempunyai

pengaruh yang signifisikan terhadap penyusunan laporan keuangan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah variabel independent yaitu

(49)

memberikan hasil yang signifikan dengan objek penelitian Pemerintah Kota

Binjai. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi

[image:49.595.107.529.256.740.2]

berganda linier dengan variabel independent dan satu variabel dependen.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti (Tahun Penelitian) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Indah (2008) Pengaruh

semester daya manusia dan perangkat pendukungnya terhadap keberhasilan penerapan peraturan pemerintah No.

24 Tahun 2005

pada pemerintah kota medan Independent variabel sumber daya dan perangkat pendukung dependen variable keberhasilan penerapan pemerintah No.

24 Tahun 2005

Sumber daya dan perangkat pendukung dependen variable keberhasilan penerapan pemerintah No.

24 Tahun 2005

2 Yohannes (2008) Pengaruh

(50)

Dan Pelatihan Serta Latar Belakang Pendidikan Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kota Medan pendidikan dan pelatihan serta latar belakang pendidikan dependen variabel penyusunan laporan keuangan Latar Belakang Pendidikan Variabel Penyusunan Laporan Keuangan

3 Junita P. Rajana Hrp Pengaruh

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan

suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,

memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis (Sugiyono,

2007:4)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau

lebih (Sugiyono, 2007 : 11). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan standar akuntasi pemerintahan sebagai

variabel dependen.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,

2007:72).

Sampel dapat diartikan sebagai bagian dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2007 : 73).

Penelitian ini akan dilakukan di Kota Binjai, dimana yang menjadi

(52)

proses penyusunan laporan keuangan daerah pada pemerintah Kota Binjai. Jumlah

populasi penelitian ini yaitu sebanyak 36 SKPD. Penelitian ini menggunakan

teknik pengambilan sampel secara sampling jenuh atau sensus. Samping jenuh

atau sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2007 : 78). Berdasarkan pengertian di atas,

maka semua populasi penelitian dijadikan sampel dalam penelitian ini.

C. Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel Tabel 3.1.

Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel Variabel Penelitian Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala Penelitian Idenpenden Variabel Penyusunan laporan Keuangan daerah Penyusunan Laporan Keuangan Daerah adalah melaporkan upaya – upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan

terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan dalam suatu

Laporan Keuangan

Penyusunan laporan

Keuangan daerah diukur berdasarkan kemampuan kepala SKPD dan staf SKPD dalam memahami dan mengetahui partisipasi dan tanggung

jawabnya dalam penyusunan Laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur

sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)

[image:52.595.108.550.358.753.2]
(53)

Independen Variabel Pemahaman terhadap SAP Pendidikan dan pelatihan Pemahaman terhadap SAP adalah yaitu pemahaman atas standar akuntasi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan daerah menurut SAP terdiri atas Laporan

Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, serta

Catatan atas Laporan keuangan.

Lingkup Keuangan. Pemahaman SAP juga terkait dengan

pemahaman atas lingkup SAP serta 11 pernyataan dalam SAP

Latar belakang pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh perangkat kerja daerah terkait dengan Penyusunan Laporan Keuangan Daerah. Pemahaman terhadap SAP diukur berdasarkan kemampuan kepala SKPD dan staf SKPD dalam memahami SAP untuk menyusun laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan sekala likert yaitu mengukur sikap dengan

mengatakan setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)

Pendidikan dan pelatihan diukur berdasarkan seberapa sering perangkat kerja mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam penyusunan laporan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 5 (SS=sangat setuju), skor 4

Interval

(54)

Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan adalah tingkatan pendidikan yang ditempuh oleh perangkat kerja daerah terkait dengan penyusunan laporan keuangan daerah.

(S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS= tidak setuju), dan skor 1 (STS = sangat tidak Setuju)

Latar belakang pendidikan diukur berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh

perangkat kerja daerah terkait dengan

(55)

D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data 1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data kualitatif yaitu :

a. Data primer, yaitu berupa data yang belum diolah yang diperoleh dari

jawaban kuisioner yang telah diisi oleh kepala SKPD dan staf SKPD yang

terlibat dalam penyusunan Laporan Keuangan Daerah, dan hasil

wawancara berupa tanya jawab langsung maupun diskusi dengan pihak–

pihak yang terkait. Instrumen dalam kuesioner untuk pemahaman terhadap

SAP, Pendidikan dan pelatihan, latar belakang pendidikan, serta

penyusunan laporan keuangan daerah adalah kuensioner yang dirancang

sendiri oleh peneliti yang mengikuti prinsip dalam penulisan angket, yaitu

prinsip penulisan, pengukuran, dan penampilan fisik (Sekarang (1992)

dalam Sugiyono (2007 : 135).

b. Data sekunder, yaitu berupa data yang telah diolah yang diperoleh dari

perusahaan seperti sejarah ringkas struktur organisasi Pemerintah Kota

Binjai.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui :

a. Teknik Dokumentasi, yakni dengan melakukan pengamatan secara

tidak langsung terhadap obyek yang diteliti. Dalam hai ini peneliti

melakukan penelitian terhadap data sekunder yang telah diperoleh dari

(56)

b. Studi survey, yakni metode pengumpulan data primer yang diperoleh

langsung dari sumber asli. Dengan teknik yaitu :

1) Teknik pengumpulan data menggunakan instrument kuisioner.

a) Kuesioner dikirim kepada semua anggota populasi,

b) Setelah 1 minggu, peneliti mengumpulkan kuisioner yang telah

diisi responden,

c) Jika ada responden yang belum mengembalikan daftar

pertanyaan tersebut, maka kepada mereka diberi waktu 1

minggu lagi,

d) Setelah batas waktu yang telah ditetapkan dan kuisioner telah

dikembalikan oleh responden, maka peneliti akan mengolah

data jika jumlah data yang terkumpul telah lebih dari 30; tetapi

jika data belum mencukupi, maka akan dicoba lagi untuk

mengirimkan kuisioner kepada responden yang belum

mengembalikan kuisioner tersebut.

2) Teknik wawancara, yaitu peneliti melakukan serangkaian tanya

jawab atau wawancara langsung dengan pihak–pihak yang

terkait.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu

(57)

E. Pengujian Kualitas Data 1. Pengujian Reliabilitas Data

Uji reliabilitas menurut Riyadi (2000) dilakukan untuk mengetahui

seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan

alat pengukur yang sama.

Untuk melihat reliabilitas masing–masing instrument yang digunakan,

maka peneliti menggunakan koefisien cronbach alpha. Suatu instrument

dikatakan reliable jika memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5

(Nunnaly, 1967)

2. Pengujian Validitas Data

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau

kesahihan suatu instrument, sebu

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 3.1.  Definisi Operasional dan Pengakuan Variabel
Tabel 4.1.  Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 4.3.  Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pemahaman (X
+7

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi Laporan Keuangan Rumah Sakit Pemerintah sebagai Badan Layanan Umum berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) (Studi di

Terkait dengan kualitas laporan keuangan daerah yang sesuai dengan Standar.. Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan pemerintah, maka

Selama masa tugas tersebut, KSAP telah berhasil menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang pada tanggal 13 Juni 2005 ditetapkan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Standar Akuntansi

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis SAP;.. IPSAP dan Buletin Teknis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah mempunyai pengaruh

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

i PENGARUH EFEKTIVITAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN SAP BERBASIS AKRUAL TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN HALMAHERA UTARA HALAMAN