TUGAS AKHIR
ANALISIS DAYA DUKUNG SISTEM PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN HIDROLIS
(STUDI KASUS PADA PROYEK PEMBANGUNAN ITC POLONIA MEDAN) Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi
Sarjana
Disusun Oleh :
DEYVA ANGGITA MARPAUNG 08 0404 138
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
berkat dan karunia – Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan baik.
Penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, Penulis menghadapi berbagai kendala,
tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang telah
sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada Penulis untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Dr. Ir. Sofian Asmirza, MSc., Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Ibu
Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan
pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
7. Kedua orang tuaku Bapak E.Marpaung dan Ibu D.Sinambela yang dengan
menjaga, mendoakan serta berjuang dengan keras untuk selalu memenuhi
kebutuhan hidupku hingga berhasil mendapatkan kesempatan untuk
menempuh pendidikan yang tinggi. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu
melimpahkan berkat bagi beliau.
8. Kepada abang dan kakakku, yang selalu mendukung dan memberi semangat
serta doa demi kelancaran kuliahku, Yoan Ciko Marpaung,ST., dr.Ika Erna
Uli Sirait., Verawaty Marpaung, Ssi., Letda Octorial Marpaung, SH, dr.Maria
Nila Cahyana, dan keponakanku tersayang Hans Enchristo Marpaung.
9. Para Pimpinan dan seluruh staf PT.Perintis Pondasi Teknotama yang telah
membantu Penulis dalam memperoleh data – data yang dibutuhkan dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini, terkhususnya kepada Abangda Koresj
Sirait,ST,MT.
10.Abangda Simon Dertha Tarigan, ST, MT., Josep Admika Ginting, ST., Iro
Ganda Sitohang, ST., yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
Penulis.
11.Seluruh abang – abang dan kakak – kakak stambuk 2005, terimakasih untuk
dukungan, arahan, dan dukungan yang diberikan.
12.Frengky Alexander Silaban yang selalu memberi dukungan dan semangat.
13.Seluruh sahabat – sahabatku Putri Juwita Simamora, Christina Romauli
Siregar, Dian Frisca Sihotang, ST., Evi Dogma Sari Napitupulu, Astri Natalia
Situmorang, Nurul Hamidah Gurning, Ester Linda Sembiring, Triyana Puji
Astuti, Rosiva Tambunan, Richo Marpaung serta seluruh rekan – rekan
mahasiswa 2008 lainnya yang tidak tersebutkan namanya.
14.Kepada teman – teman NHKBP Simpang Limun, terima kasih atas semua
bantuan doa, semangat, dan dukungannya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
memberkati kita semua.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan
Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.
Medan, Oktober 2012
Deyva Anggita Marpaung
ABSTRAK
Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis pondasi dalam yang umum
digunakan. Tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban struktur ke lapisan tanah
keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di
dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat
digunakan. Hasil masing – masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang
berbeda – beda pula.
Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang pancang
tunggal dan kelompok dari hasil sondir (CPT), standard penetration test (SPT), dan
bacaan manometer alat pancang Hydraulic Jack serta membandingkan hasil daya
dukung tiang pancang dari beberapa metode penyelidikan dan perhitungan, serta
menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang pancang tunggal.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat
dari penggunaan metode perhitungan Aoki dan De Alencar, Meyerhoff, dan formula
dinamik untuk bacaan manometer Hydraulic Jack. Dari hasil perhitungan daya
dukung tiang pancang, lebih aman apabila memakai perhitungan dari hasil data
bacaan manometer karena hasil datanya lebih aktual. Selain itu, berdasarkan hasil
perhitungan penurunan elastis tiang pancang tunggal, diperoleh penurunan elastis
tiang yang terjadi sebesar 19,2 mm, sedangkan penurunan yang diijinkan menurut
ASTM Loading Test D1143-81 yakni sebesar 25 mm. Artinya, penurunan elastis
yang terjadi masih dalam batas aman.
DAFTAR ISI
2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ... 6
2.2.1. Kemampatan dan Konsolidasi Tanah ... 9
2.2.2. Sondering Test / Cone Penetration Test (CPT) ... 11
2.2.3. Standard Penetration Test (SPT) ... 14
2.3 Pondasi Tiang ... 16
2.4 Klasifikasi Pondasi Tiang ... 17
2.5 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang ... 17
2.5.1 Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan Cara Penyaluran Beban ... 18
2.5.2 Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan Material yang Digunakan ... 19
2.7 Pemancangan Tiang ... 41
2.7.1 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment) ... 41
2.7.2 Hal-hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan.... 42
2.8 Sistem Hidrolis (Hydrolic System) ... 43
2.9 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang ... 47
2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data Sondir (CPT)... 47
2.9.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data SPT ... 51
2.9.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data Bacaan Manometer Alat Hydraulic Jack ... 55
2.10 Tiang Pancang Kelompok (Pile Group) ... 55
2.10.1 Jarak Antar Tiang dalam Kelompok ... 57
2.10.2 Perhitungan Beban Aksial yang Terjadi pada Kelompok Tiang Pancang yang Menerima Beban Normal Sentris dan Momen yang Bekerja pada Dua Arah ... 58
2.11 Beban Lateral ... 59
2.11.1 Tiang Mendukung Beban Lateral... 59
2.11.2 Metode Brooms (Brooms Method)... 60
2.11.3 Defleksi Lateral pada Tiang ... 67
2.12 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang ... 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 84
4.1 Pendahuluan ... 84
4.2 Menghitung Kekuatan Bahan Tiang ... 84
4.3 Menghitung Daya Dukung Berdasarkan Data Lapangan ... 85
4.3.1 Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan Data Sondir... 85
4.3.2 Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan Data SPT ... 102
4.4 Menghitung Daya Dukung dari Bacaan Manometer ... 106
4.5 Menghitung Beban Aksial pada Kelompok Tiang ... 109
4.6 Menghitung Beban Lateral Izin ... 113
4.7 Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan Efisiensi... 116
4.7.1 Metode Converse – Labarre ... 116
4.7.2 Metode Los Angeles Group ... 118
4.7.3 Metode Seiler – Keeney ... 119
4.8 Penurunan Tiang Pancang ... 120
4.9 Diskusi ... 123
4.9.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengujian ... 123
4.9.2 Evaluasi Hasil Perhitungan ... 126
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128
5.1 Kesimpulan ... 128
5.2 Saran ... 129
Daftar Pustaka
Lampiran-1
Lampiran-2
Lampiran-3
DAFTAR NOTASI
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)
A = Interval pembacaan sondir (setiap kedalaman 20 cm)
B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
N = Nilai N-SPT
Dϒ = Kepadatan relatif
Ø = Sudut geser dalam (°)
Ø’ = Sudut geser dalam efektif (°)
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang
Qs = Kapasitas tahanan kulit
Fb = Faktor empirik yangtergantung pada jenis tanah
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang
Qs = Kapasitas dukung kulit
f = Kapasitas dukung kulit persatuan luas
qc (side) = Perlawanan konus rata – rata pada masing lapisan sepanjang tiang αs = Faktor empirik yang tergantung pada jenis tanah
Fs = Faktor empirik yang tergantung pada jenis tanah
FS = Faktor keamanan
τ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg / cm² )
α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang cu = Kohesi undrained (kN / m²)
p = Keliling tiang (m)
Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (ton)
P = Bacaan manometer
A = Total luas efektif penampang piston (cm²)
S = Jarak masing – masing tiang
N = Beban yang diterima oleh tiap – tiap tiang pancang
V = Resultan gaya – gaya yang bekerja secara sentris
n = Banyaknya tiang pancang
Qi = Beban aksial pada tiang ke – i
V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang
n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group)
xi , yi = Absis / ordinat jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor - i
Mx = Momen terhadap sumbu – x
My = Momen terhadap sumbu – y ∑x2
= Jumlah kuadrat jarak absis tiang – tiang ke pusat berat kelompok tiang
∑y2
= Jumlah kuadrat jarak ordinat tiang – tiang ke pusat berat kelompok tiang
po = tekanan overburden efektif
Kp = (1 + sin Ɵ’) / (1 – sin Ɵ’ ) = tg 2 (45 + Ɵ’/ 2)
B = lebar tiang
poz = tekanan overburden efektif tanah
Kp = koefisien tekanan pasif Rankine = (1 + sinØ) / (1 - sinØ)
yo = defleksi tiang akibat beban lateral (m)
nh = koefisien variasi modulus Terzaghi (tanah granuler pasir lembab atau kering
Ep = modulus elastisitas pondasi (kg/cm2) = 15200 σr (fc/ σr)0,5 untuk beton
= 200000 Mpa untuk baja
σr = tegangan referensi 0,10 Mpa
Ip = momen inersia tampang pondasi (cm4)
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan
Eg = Efisiensi kelompok tiang
n’ = Jumlah tiang dalam kelompok
Qa = Beban maksimum tiang tunggal η = Efisiensi grup tiang
n = Jumlah tiang dalam 1 baris
m = Jumlah baris tiang
D = Diameter tiang
s = Jarak antar tiang (as ke as)
π = phi lingkaran =
S = besar penurunan yang terjadi
Q = besar beban yang bekerja
D = diameter tiang
Es = modulus elastisitas bahan tiang
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga
Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk µ=0,3
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras
Rµ = faktor koreksi angka poisson
Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
K = faktor kekakuan tiang terhadap penurunan akibat beban vertikal
Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Perubahan dalam struktur butiran 10
2.2 Cara pelaporan hasil uji sondir 13
2.3 Skema uji SPT 14
2.4 Pondasi tiang dengan tahanan ujung 18
2.5 Pondasi tiang dengan tahanan gesekan 18
2.6 Pondasi tiang dengan tahanan lekatan 19
2.7 Tiang pancang kayu 20
2.8 Tiang pancang beton precast concrete pile 21
2.9 Tiang pancang precast 22
2.17 Dropped in shell concrete pile with compressed base section 30
2.18 Botton – botton dropped in sheel concrete pile 32
2.19 Tiang pancang baja 33
2.20 Water proofed steel pile dan wood pile 33
2.21 Composite dropped – sheel dan wood pile 35
2.22 Composed ungased concrete dan wood pile 36
2.23 Composite dropped – sheel dan pipe pile 37
2.24 Franki composite pile 38
2.25 Tiang pancang beton dengan ujung bawah diperbesar 38
2.26 Tiang pancang Tachechi 39
2.28 Beban yang bekerja pada tubuh tiang 40
2.29 Pola – pola kelompok tiang pancang khusus 56
2.30 Pengaruh tiang akibat pemancangan 58
2.31 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y 58
2.32 Reaksi tanah dan momen pada tiang pendek jenis tanah kohesif 61
2.33 Grafik hubungan Hu/CuB² dan L/B pada tanah kohesif 62
2.34 Reaksi tanah dan momen pada tiang pendek jenis tanah granuler 63
2.35 Grafik hubungan H/KpB³ϒ dan L/B 63
2.36 Tiang sebagai kantilever sederhana 64
2.37 Reaksi tanah dan momen pada tiang panjang jenis tanah kohesif 64
2.38 Grafik hubungan Mu/CuB² dan Mu/CuB³ 65
2.39 Reaksi tanah dan momen pada tiang panjang jenis tanah granular 66
2.40 Grafik hubungan Mu/B⁴ϒKp dan Hu/B³ϒKp 67
2.41 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang 69
2.42 Daerah friction pada kelompok tiang dari tampak samping 70
2.43 Daerah friction pada kelompok tiang dari tampak atas 70
2.44 Faktor penurunan I0 75
2.45 Faktor penurunan Rµ 75
2.46 Faktor penurunan Rk 76
2.47 Faktor penurunan Rh 76
3.1 Peta Lokasi ITC Polonia Medan 81
3.2 Bagan alir penulisan 82
4.1 Nilai qc (side) berdasarkan data CPT-1 87
4.2 Garis netral pada pile cap H7 109
4.3 Potongan I-I dan II-II 110
4.4 Susunan kelompok tiang pada pile cap 116
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Hubungan Dϒ, ∅ , dan N dari tanah pasir 16
2.2 Faktor empirik Fb dan Fs 49
2.3 Faktor empirik αs untuk tipe tanah berbeda 49
2.4 Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk penentuan harga N 52
2.5 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan
kepadatan relatif pada tanah pasir 52
2.6 Hubungan antara N dengan berat isi tanah 53
2.7 Nilai – nilai ηh untuk tanah granuler 68
2.8 Perkiraan angka Poisson (µ) 75
2.9 Faktor aman yang disarankan 78
4.1 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-1) 89
4.2 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-2) 93
4.3 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-3) 97
4.4 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-4) 101
4.5 Deskripsi tanah berdasarkan data SPT (BH-1) 102
4.6 Perhitungan daya dukung tiang menggunakan data SPT (BH-1) 104
4.7 Deskripsi tanah berdasarkan data SPT (BH-2) 104
4.8 Perhitungan daya dukung tiang menggunakan data SPT (BH-2) 106
4.9 Perhitungan daya dukung tiang no.1048 berdasarkan manometer 107
4.10 Perhitungan daya dukung tiang no.1049 berdasarkan manometer 108
4.11 Perhitungan daya dukung tiang no.1050 berdasarkan manometer 108
4.12 Perhitungan daya dukung tiang no.1051 berdasarkan manometer 109
4.13 Jarak antara titik pusat tiang dengan pile cap 110
4.14 Rekapitulasi perhitungan beban pada masing – masing tiang 112
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pondasi merupakan pekerjaan yang utama dalam suatu pekerjaan teknik sipil.
Semua konstruksi yang merupakan bagian bangunan atas tanah (upper structure)
yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi.
Pondasi merupakan bagian bangunan bawah tanah (substructure) yang berfungsi
untuk meneruskan beban-beban yang bekerja pada bagian bangunan atas dan beratnya
sendiri ke lapisan tanah pendukung (bearing layers). Untuk itu, pondasi bangunan
harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat
sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa
bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan yang melebihi batas
yang diijinkan.
Setiap konstruksi sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, dan lain
sebagainya pasti memiliki pondasi sebagai pendukungnya. Istilah pondasi dalam
dunia teknik sipil yakni suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penyokong
seluruh beban di atasnya termasuk beratnya sendiri.
Pada umumnya, setiap bangunan memiliki beban yang sangat bervariasi,
berupa beban sendiri (konstruksi bangunan gedung), dan kemungkinan adanya
pengaruh yang akan terjadi pada bangunan gedung tersebut yang menyebabkan
konstruksi tersebut memerlukan suatu tipe pondasi yang sesuai agar lapisan tanah
tempat pondasi didirikan mampu mendukung seluruh berat konstruksi serta
pengaruh-pengaruh yang akan terjadi. Untuk itulah diperlukan adanya suatu survey
penyelidikan geoteknik (geotechnical investigation).
Penyelidikan geoteknik (geotechnical investigation) yang dilakukan pada
lokasi ITC POLONIA bertujuan untuk mengetahui stratigrafi atau sistem pelapisan
tanah, muka air tanah, sifat fisis tanah, kompressibilitas tanah, kekuatan tanah, serta
pengambilan sampel UD/UDS untuk penelitian di laboratorium guna mendapat
menjadi data yang mendukung dalam menganalisis daya dukung pondasi pada Proyek
Pembangunan ITC Polonia Medan.
Adapun jenis pondasi yang digunakan pada Proyek Pembangunan ITC
Polonia Medan yaitu pondasi tiang. Pondasi tiang ini berfungsi untuk memindahkan
atau mentransferkan beban-beban dari konstruksi di atasnya (upper structure) ke
lapisan tanah yang lebih dalam. (Sardjono, 1991). Pemakaian pondasi tiang
dipergunakan untuk suatu pondasi bangunan yang apabila tanah dasar di bawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup
untuk memikul seluruh berat dan beban bangunan, atau apabila tanah keras yang
harus dicapai letaknya sangat dalam meskipun daya dukungnya cukup untuk memikul
berat dan beban bangunan yang ada.
Daya dukung tiang diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity)
yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan gaya geser (friction bearing capacity)
yang diperoleh dari daya dukung gesek atau adhesi antara tiang dan tanah di
sekelilingnya.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Menghitung daya dukung pondasi tiang dari data hasil sondir, SPT,
dan bacaan manometer alat Hydraulic Jack.
2. Menghitung efisiensi dan kapasitas daya dukung ijin kelompok tiang.
3. Menghitung beban dan defleksi lateral yang terjadi pada tiang tunggal.
4. Menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang tunggal.
1.3. Manfaat
1. Dapat mengetahui cara menghitung daya dukung pondasi dengan
menggunakan beberapa data dan metode.
2. Dapat membandingkan hasil daya dukung pondasi yang diperoleh
3. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan panduan kelak
ketika menghadapi suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.
4. Sebagai referensi khususnya bagi mahasiswa lainnya apabila akan
mengambil topik bahasan yang sama.
1.4. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada Tugas Akhir ini antara lain :
1. Membahas kapasitas daya dukung aksial tiang pancang tunggal dan
kelompok.
2. Membahas daya dukung lateral dan besarnya defleksi lateral yang
terjadi pada tiang pancang tunggal.
3. Menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang pancang
tunggal.
4. Pondasi tiang yang ditinjau hanya tiang tegak lurus (vertikal).
5. Perhitungan daya dukung tiang kelompok hanya dari data sondir, SPT,
dan bacaan manometer alat hidraulic jack.
1.5. Metode Pengumpulan Data
1. Subjek Penulisan Tugas Akhir
Subjek pada penulisan Tugas Akhir ini adalah Proyek
Pembangunan ITC Polonia Medan.
2. Pengambilan Data
Data yang diperlukan dalam penulisan Tugas Akhir ini
diperoleh dari PT. PERINTIS PONDASI TEKNOTAMA selaku
perusahaan pelaksana pemancangan pada proyek Pembangunan ITC
Polonia Medan, yang beralamat di Jalan Kapten Muslim no.111,
Kompleks Pertokoan Plaza Millenium Blok B-43, Medan 20123,
3. Data yang diperlukan
Data yang diperlukan dalam penulisan ini terdiri dari :
a. Data Sondir.
b. Data Standard Penetration Test (SPT).
c. Data dari bacaan manometer alat hidraulic jack.
d. Data hasil uji indeks properties tanah di laboratorium.
e. Brosur spesifikasi tiang pancang produksi PT.WIKA BETON.
f. Denah dan detail pondasi.
g. Foto dokumentasi proses pemancangan dan pengujian tanah pada
proyek yang bersangkutan.
1.6. Sistematika Penulisan
Rencana sistematika penulisan secara keseluruhan pada Tugas Akhir
ini terdiri dari 5 (lima) Bab. Uraian masing-masing sebagai berikut :
Bab I: Pendahuluan
Berisi mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penulisan
Tugas Akhir, ruang lingkup, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Berisi mengenai dasar teori yang digunakan dalam penyelesaian Tugas
Akhir, diperoleh dari buku literatur, jurnal, website / search enggine, dan
hasil penulisan sebelumnya.
Bab III : Metodologi
Berisi mengenai tahapan studi yang dilakukan dan pelaksanaan
pengumpulan data serta membahas metode pengolahan pembahasan yang
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Berisi mengenai data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan
yang selanjutnya diolah dengan cara perhitungan dan analisis.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dari hasil analisa dan saran berdasarkan kajian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pondasi
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan,
menara, dam atau tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat
mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam dunia teknik sipil untuk
mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penyokong atau
penopang bangunan dan meneruskan semua beban bangunan di atasnya (upper
structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi
bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap
berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa
bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang
diijinkan.
Berdasarkan Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk :
1. Mendistribusikan dan memindahkan beban-beban yang bekerja pada
struktur bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung
struktur tersebut.
2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada
struktur.
3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal
akibat beban angin, gempa, dan lain-lain.
Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal
(shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak
tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal
kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi dan dapat digunakan jika
lapisan tanah kerasnya terlekat dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi
dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah. Untuk
untuk berbagai keadaan di lapangan dan memungkinkan untuk diselesaikan secara
ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua
bagian yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan
atas beberapa jenis, yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang
laba-laba, pondasi gasing, pondasi grid dan pondasi hypar (pondasi berbentuk
parabola-hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang,
dan pondasi caisson.
Secara umum, permasalahan pondasi dalam lebih rumit daripada pondasi
dangkal. Untuk itu, pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan pembahasan
terhadap pondasi dalam yakni pondasi tiang pancang.
2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)
Penyelidikan tanah adalah salah satu dalam bidang geoteknik yang dilakukan
untuk memperoleh sifat dan karakteristik tanah dalam kepentingan rekayasa
(engineering). Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yakni
penyelidikan lapangan (in situ test) dan penyelidikan laboratorium (laboratory test).
Penyelidikan lapangan pada umumnya terdiri dari boring seperti hand boring
atau machine boring, SPT (Standard Penetration Test), CPT (Cone Penetration Test),
DCP (Dynamic Cone Penetration), PMT (Pressumeter Test), DMT (Dilatometer
Test), Sand Cone Test, dll. Sedangkan penyelidikan yang dilakukan di laboratorium
terdiri dari uji index properties tanah (seperti water content, spesific gravity,
atterberg limit, sieve analysis, unit weight, dll) dan engineering properties tanah
(seperti direct shear test, consolidation test, triaxial test, permeability test,
compaction test, CBR test, dll).
Pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sangat tergantung kepada jenis
konstruksi yang akan dikerjakan pada lokasi. Jenis penyelidikan akan berbeda untuk
bangunan tinggi, galian dalam (deep excavation), timbunan (fill), terowongan
(tunneling), jalan raya (hihgway), bendungan, dll. Penyelidikan tanah yang dilakukan
biasa digunakan di Indonesia yakni ASTM (American Society for Testing and
Material). Di bawah ini contoh-contoh ASTM yang sering digunakan di Indonesia
dalam penyelidikan tanah :
ASTM D2216 : untuk standard pengujian kadar air tanah (water content)
ASTM D420 : untuk standard pengambilan sampel tanah di lapangan
ASTM 4318 : untuk standard pengujian Atterbeg Limit
ASTM D421 : untuk standard pengujian Sieve Analysis
ASTM D422 : untuk standard pengujian Hydrometer Analysis
ASTM D854 : untuk standard pengujian Specific gravity
ASTM D698 dan ASTM D1557 : untuk standard Compaction Test
ASTM D2434 : untuk standard Falling Head dan Constant Head Permeability Test
ASTM D2850 : untuk standard Triaxial Test
ASTM D3080 : untuk standard Direct Shear Test
ASTM D1883 : untuk standard CBR Test
ASTM D3385 : untuk standard Cone Penetration Test
Penyelidikan tanah yang dilakukan bertujuan antara lain :
a) Mengetahui stratigrafi atau sistem pelapisan tanah di lokasi. Stratigrafi tanah
dapat diperoleh berdasarkan hasil boring atau drilling di lapangan hingga
mencapai kedalaman tanah keras dengan N-SPT > 50 untuk jenis tanah pasir
dan N-SPT > 30 untuk jenis tanah lempung.
b) Mengetahui kedalaman muka air tanah (ground water level) di lokasi. Hal ini
dapat diperoleh dari hasil boring machine.
c) Mengambil sampel tanah (undisturbed sample) dari lokasi untuk dilakukan
pengujian laboratorium. Hal ini dapat diperoleh dari boring machine.
d) Mengetahui sifat fisis tanah di lokasi. Hal ini dapat diperoleh dengan
melakukan pengujian sampel dari lapangan di laboratorium seperti water
e) Mengetahui sifat kompressibilitas tanah di lokasi seperti nilai indeks
kompressibilitas tanah keras (Cc), konstanta konsolidasi (Cv). Parameter ini
dapat diperoleh dari hasil consolidation test.
f) Mengetahui kekuatan tanah pada setiap kedalaman tertentu hingga kedalaman
tanah keras. Hal ini dapat diperoleh melalui pengujian Cone Penetration Test
di lapangan. Selain itu, dengan menggunakan beberapa korelasi empiris yang
telah banyak digunakan selama ini, maka dapat ditentukan
parameter-parameter kekuatan tanah dengan menggunakan hasil pengujian CPT.
g) Mengetahui kekuatan tanah pada setiap kedalaman tertentu. Hal ini dapat
diperoleh dari hasil Standard Penetration Test (SPT) yang dinyatakan dengan
jumlah pukulan per 30 cm penetrasi.
Sifat dan karakteristik tanah yang telah diperoleh dapat digunakan untuk :
a) Menentukan daya dukung pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi
dalam (deep foundation).
b) Mengevaluasi besarnya penurunan tanah akibat beban kerja baik penurunan
segera (immediatelly settlement), penurunan konsolidasi (consolidation
settlement), dan penurunan setempat (differential settlement).
Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat dibagi
menjadi empat kategori utama, yaitu :
1) Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan
Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan,
ketentuan peraturan bangunan lokal dan informasi tentang kolom bangunan
berikut dinding - dinding pendukung beban.
2) Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat
Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila
para geolog yang mengepalai proyek tersebut lebih dahulu melakukan
penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi
tanah di tempat tersebut karena informasi - informasi tersebut dapat
masalah tanah yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang
sebenarnya.
3) Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan
Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap
lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang
diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada
perencanaan selanjutnya.
4) Peninjauan lapangan terperinci
Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan
pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk
diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.
Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan. Salah
satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga pengeboran
dengan sistem putar (rotary drilling), pengeboran sistem cuci (washing boring), dan
pengeboran sistem tumbuk (percussion drilling). Untuk pengambilan sampel tanah
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan alat split spoon
standard, dengan tabung berdinding tipis, dan pengambilan sampel tanah dengan alat
piston.
2.2.1. Kemampatan dan Konsolidasi Tanah
Tanah mempunyai sifat kemampumampatan tanah yang sangat besar apabila
dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan beton itu
merupakan bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya, volume
pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya, karena tanah
mempunyai pori-pori yang besar, maka pembebanan biasa akan mengakibatkan
deformasi tanah yang besar pula. Hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan
pondasi yang akhirnya akan mengakibatkan kerusakan konstruksi.
Selain itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara tanah dengan bahan –
mekanisme seperti permeabilitas tanah atau kekuatan geser tanah yang berubah –
ubah sesuai dengan pembebanan yang terjadi pada tanah tersebut.
Mengingat kemampumampatan butiran tanah dan air secara teknis sangat
kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat
dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori. Akibat beban yang bekerja pada
tanah, susunan butiran dan kerangka struktur butiran tanah berubah sehingga
perbandingan angka pori (void ratio) menjadi kecil serta mengakibatkan terjadinya
deformasi pemampatan.
Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi terjadi tanpa
pergeseran pada titik-titik antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yang
terjadi menunjukkan gejala elastis sehingga apabila beban tersebut ditiadakan, tanah
akan kembali pada bentuk semula.
Air dalam pori-pori tanah yang jenuh air perlu dialirkan keluar supaya
penyusutan pori tersebut sesuai dengan deformasi atau perubahan struktur butiran
tanah seperti yang tampak pada gambar.
Permeabilitas tanah kohesif lebih kecil dibandingkan permeabilitas tanah
butiran, maka pengaliran air keluar membutuhkan waktu yang cukup lama. Jadi untuk
mencapai keadaan deformasi yang tetap sesuai dengan beban yang bekerja,
dibutuhkan suatu jangka waktu yang lama. Hal demikian dinamakan peristiwa
konsolidasi. Maka, dengan adanya pemadatam, berat isi dan kekuatan tanah akan
meningkat.
2.2.2. Sondering Test / Cone Penetration Test (CPT)
Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir
yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60° dan dengan luasan ujung 1,54 in2
(10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus
dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah
terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur.
Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk
mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai
untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus.
Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 50
m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau
padat dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan
pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan
alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun
untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui
perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari
kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang
berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai
selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut.
Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah
dapat dibaca secara terpisah.
Ada 2 (dua) tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu :
1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya
dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam
bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah
dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah
terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat
adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam
gaya per satuan panjang.
Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan
konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :
1. Hambatan Lekat (HL)
HL = ( JP
−
PK) x(2.1)
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)
JHL =
∑
HL(2.2)
dimana :
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)
A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m).
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah
menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap
kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang,
maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan
menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman
yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung
gesekan pada kulit tiang.
Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan
jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,
maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan
ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.
2.2.3. Standard Penetration Test (SPT)
Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya
dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis
yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang
berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong
(palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan
palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai
nilai N.
Gambar. 2.3. Skema Uji Standard Penetration Test
Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk
menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan
tabung sehinggan diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman
tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah
serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil
sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a) Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,
split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;
b) Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban
c) Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari
kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar
lubang bor;
d) Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;
e) Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan
palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut,
dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);
Contoh :
N1 = 10 pukulan/15 cm
N2 = 5 pukulan/15 cm
N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan (N) adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 =
13 pukulan. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan
pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar
lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi
gangguan;
f) Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan
dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi,
struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa
dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;
g) Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;
Catatan: Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval
pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m.
Uji SPT ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan
pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah
telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard
Penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser
Tabel.2.1. Hubungan Dϒ, Ø, dan N dari tanah pasir (Sosrodarsono, 1983)
Menurut Peck Menurut Meyerhoff
0 – 4 Sangat lepas 0 – 0,2 < 28,5 < 30
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
vertikal / tegak lurus / orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan.
Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal
tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan
Nakazawa, 2000).
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup
untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah
pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.
Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya dari
konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Selain itu, pondasi jenis ini juga dapat digunakan untuk mendukung bangunan
yang menahan gaya angkat ke atas terutama pada bangunan-bangunan tingkat tinggi
yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga
digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003). Teknik
pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja /
beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor
Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam
tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya-gaya
horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta
disesuaikan pula dengan perencanaan.
2.4 Klasifikasi Pondasi Tiang
Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat
diklasifikasikan atas :
1) Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam
tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada
selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan
memukul kepala tiang dengan menggunakan palu jatuh (drop hammer), diesel
hammer, dan penekan secara hidrolis (hydraulic hammer).
2) Tiang Bor
Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor
yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih
dahulu.
2.5 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk
berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar
yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada waktu
pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang
pancang dapat digolongkan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang
2.5.1 Pondasi tiang pancang berdasarkan cara penyaluran beban
Berdasarkan cara penyaluran beban, tiang pancang terbagi tiga jenis yaitu :
1. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)
Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan
tanah pendukung.
Gambar . 2.4. Pondasi Tiang dengan tahanan ujung (Sardjono, H.S.,1998)
2. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)
Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan
antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak
menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah
kasar maka tanah di antara tiang-tiang akan semakin padat.
Gambar . 2.5. Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S., 1998)
3. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)
Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi
tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di
Gambar. 2.6. Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, H.S., 1988)
2.5.2 Pondasi tiang pancang berdasarkan material yang digunakan
Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas empat jenis
yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang
komposit.
1. Tiang Pancang Kayu
Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang
pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya
diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk
menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu
akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di
bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan
basah yang selalu berganti-ganti. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap
benda-benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan.
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :
Tiang pancang kayu relatif sehingga mudah dalam pemancangan;
Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk
pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang
beton precast;
Muda untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk
Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile daripada end
bearing pile karena tekanannya relatif kecil;
Gambar. 2.7. Tiang Pancang Kayu
Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :
Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air
tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah
terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk
penggalian;
Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan
tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air
tanahnya sering naik turun;
Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang
kayu ini bisa rusak atau remuk.
2. Tiang Pancang Beton
Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari
beberapa jenis, yaitu :
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat
dan keras, diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban
Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segiempat, dan
segidelapan.
Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile :
Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang
besar tergantung pada mutu beton yang digunakan;
Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing ataupun friction pile;
Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan-bahan
korosif asal selimut beton cukup tebal untuk melindungi tulangannya.
Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan
galian tanah yang banyak untuk poernya.
Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :
Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan
mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di
tempat pekerjaan;
Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras.
Hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai
tiang pancang beton ini bisa digunakan;
Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit
dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga;
Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada
alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk
melakukan penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;
Apabila dipancang di sungai atau di laut, seperti pada gambar di
bawah ini:
Ada bagian dari tiang yang berada di atas tanah (bagian A-B). Bagian A-B
terhadap beban vertikal akan bekerja sebagai kolom, jadi di sini ada tekuk (buckling).
Sedangkan terhadap beban horizontal H akan bekerja sebagai balok kantilever. Jadi
tiang pancang beton bertulang akan memerlukan penulangan yang kuat untuk
memikul beban-beban tersebut.
Adapun bentuk-bentuk penampang tiang pancang :
a. Bentuk persegi (segiempat) : Square Pile
b. Bentuk segidelapan : Oktogonal pile
c. Bentuk lingkaran
d. Bentuk patent
b. Precast Prestressed Concrete Pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang
yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.
Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile :
Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi;
Tiang pancang tahan terhadap karat;
Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.
Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile :
Sukar ditangani;
Biaya pembuatannya mahal;
Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung.
c. Cast in Place
Tiang pancang cast in place adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan
dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara mengebor.
Pelaksanaan cast in place dapat dilakukan dengan dua cara :
1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi
dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas;
2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi
dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah.
Keuntungan pemakaian cast in place :
Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan;
Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam
pengangkutan;
Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Kerugian pemakaian cast in place :
Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;
Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus;
Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat
dikontrol.
Tiang pancang cast in place terdiri dari beberapa jenis tiang, yaitu tiang
franki, solid-point pipe piles,steel pipe piles,Raymond concrete pile, simplex concrete
pile,based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete
pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.
1. Franki Pile (Tiang Franki)
Tiang Franki adalah termasuk salah satu tipe dari tiang beton yang
dicor setempat (cast in place pile).
Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :
a) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang
dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras (kering).
b) Dengan penumbuk yang jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton
itu ditumbuk. Akibat daripada penumbukan tersebut maka sumbat
c) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, kemudian
pipa diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik
ke luar atau ke atas.
d) Tahap terakhir yaitu penyelesain tiang franki. Di sini sumbat beton
menjadi melebar, sehingga ujung bawah akan berbentuk seperti
jamur (the mushroom base). Sedangkan permukaan tiang tidak lagi
rata, akan tetapi akan menjadi sangat kasar. Karena ujung tiang
menjadi besar dengan sendirinya tahanan ujung menjadi besar pula
sehingga tahanan geser dan lekatan tiang akan menjadi besar pula
karena tiang sangat kasar.
Gambar. 2.10. Tiang Franki (Franki Pile)
2. Solid – Point Pipe Piles (Closed – End Pile)
Solid – point pipe piles adalah jenis tiang cast in place yang disumbat
bahan yang terbuat dari besi tuang (cast-iron).
Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :
a) Ujung tiang dari besi tuang (cast-iron) dimasukkan ke dalam tanah,
kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang
topi kemudian pipa dipancang.
b) Pipa dipancang ke dalam tanah.
c) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pemancangan
dihentikan dan bagian atas pipa. Jika masih terlalu panjang, maka
harus dipotong, kemudian pipa diisi dengan beton. Tapi jika pipa
kurang panjang, dapat dilakukan penyambungan dengan “a
cast-steel drive sleeve”. Alat penyambung ini dimasukkan ke dalam pipa
yang akan disambung kemudian pipa penyambung diletakkan di
atasnya dan pemancangan dapat dilanjutkan/diteruskan.
Penyambungan dapat pula dilakukan dengan sambungan las. Tiang
jenis ini dapat diperhitungkan sebagai end-bearing pile maupun
friction pile.
Keuntungan dari jenis pondasi ini yaitu :
Ringan dalam transport dan pengangkatan
Mudah dalam pemancangan
Kekuatan tekannya besar.
3. Open – End Steel Pipe Piles
Open – end steel pipe piles adalah jenis tiang pancang yang terbuat
dari pipa baja dengan ujung bawah terbuka.
Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut:
a) Pipa baja dengan ujung bawah terbuka dipancang masuk ke dalam
tanah
b) Bila pipa kurang panjang, pipa dapat disambung. Adapun cara
penyambungannya dengan tipe solid point steel – pipe pile.
c) Bila pipa telah mencapai kedalaman yang direncanakan,
pemancangan dihentikan kemudian tanah yang berada di dalam
pipa dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyemprotan air
(water jet), tekanan udara (compressed), coring out dan sebagainya.
d) Pipa telah bersih dari tanah yang berada di dalam pipa.
e) Pipa diisi dengan beton.
Tiang tipe ini dapat pula diperhitungkan sebagai end bearing pile
maupun sebagai friction pile. Keuntungan tiang tipe ini yaitu pada saat
pemancangan, tidak akan mengganggu bangunan-bangunan yang berada di
sekitar tempat pemancangan seperti halnya pada pemancangan-pemancangan
precast reinforced concrete maupun closed end pile. Selain itu, tiang lebih
mudah diangkat karena ringan dan kekuatan tiang pun besar.
4. Raymond Concrete Pile
Tiang Raymond ini termasuk salah satu tipe tiang beton yang dicor
setempat dan pertama-tama digunakan sebagai tiang geseran. Tiang Raymond
ini makin ke ujung bawah, diameternya makin kecil (biasanya setiap 2,5 ft
diameter berkurang 1 inch). Oleh karena itu, untuk panjang tiang yang relatif
pendek akan menghasilkan tahanan yang lebih besar dibandingkan dengan
tiang yang primatis (diameternya konstan sepanjang tiang). Tiang Raymond
ini terdiri dari pipa shell yang tipis dan terbuat dari baja dengan diberi
alur berspiral sepanjang pipa.
Cara pelaksanaan tiang ini sebagai berikut :
a) Karena shell tersebut tipis, maka pada waktu pemancangan diberi
b) Shell bersama-sama dengan inti (core) dipancang ke dalam tanah,
sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.
c) Kemudian inti (core) ditarik ke luar.
d) Selanjutnya kedalaman shell tersebut dicor beton. Adapun panjang
tiang Raymond ini maksimum 37,5 ft (± 11,25 m).
Gambar. 2.13. Raymond Pile
5. Simplex Concrete Pile
Jenis tiang ini dapat dipancang melalui tanah yang lembek maupun
kedalaman tanah yang keras. Setelah pipa ditarik bidang keliling (kulit), beton
langsung menekan tanah di sekitarnya. Karena itu, tanah harus cukup kuat dan
padat untuk mendapatkan beton yang cukup kuat dan padat pula. Kalau tanah
tidak cukup kuat dan padat, maka ke dalam pipa dimasukkan pipa shell
yang tipis dengan diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan diameter
pipa luar, kemudian beton dicor dan pipa sebelah luar ditarik ke atas.
Gambar. 2.14. Simplex Concrete Pile
Adapun cara pelaksanaan tiang simplex ini yaitu :
a) Pipa dirancang dengan ujung bawah diberi sepatu baja sampai
b) Setelah cukup, kemudian kedalaman pipa dicor beton sambil
menarik pipa ke atas. Apabila tanah di sekeliling tiang kurang
padat, maka ke dalam pipa dimasukkan shell pipa tipis sebelum
pipa dicor beton.
c) Setelah telah terpasang ke dalam pipa, maka pipa dapat dicor beton
dan tiang simplex pun selesai. Tiang ini dapat diperhitungkan
sebagai end-bearing pile maupun friction pile.
6. Base – Driven Cased Pile
Base – driven cased pile adalah jenis tiang yang dicor setempat dengan
pipa baja (casing) yang tetap tinggal di dalam tanah dan tidak ditarik ke atas.
Casing atau pipa baja tersebut terbuat dari plate yang dilas berbentuk pipa.
Diameter pipa berkisar antara 10 sampai 28 inch (25 sampai dengan 70
cm). Panjang tiang dapat ditambah dengan cara dilas (penyambungan).
Pada ujung pipa diberi sepatu besi dan sumbat beton yang dicor terlebih
dahulu seperti halnya pada tiang franki.
Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut:
a) Pipa baja (casing) yang telah diberi sumbat dipasang pada leader
alat pancang (the leader of the pile driving).
b) Palu (hammer) dijatuhkan bebas ke dalam pipa sehingga
menumbuk sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah.
c) Kalau memerlukan penambahan panjang tiang dapat dilaksanakan
dengan cara penyambungan (dilas).
d) Kemudian pemancangan dilanjutkan lagi sampai mencapai
kedalaman yang telah direncanakan.
e) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud, pemancangan
dihentikan dan beton dicor ke dalam pipa. Tiang jenis ini dapat
Gambar. 2.15. Base-driven Cased Pile
Keuntungan penggunaan jenis tiang ini yaitu :
Pipa (casing pile) ringan dalam pengangkatannya.
Penambahan dan pemotongan panjang tiang dapat dilakukan dengan mudah.
Karena ringan, maka pemancangan tidak membutuhkan alat pancang yang berat seperti precast concrete pile.
7. Dropped – in Shell Concrete Pile
Dropped – in shell concrete pile adalah jenis tiang cor setempat tanpa
adanya pipa (casing) permanent yang tetap tinggal dalam tanah. Sebagai ganti
dari pipa digunakan shell logam tipis yang dimasukkan ke dalam pipa luar
kemudian dicor. Setelah selesai dicor, pipa (casing) luar ditarik ke luar.
Bila casing luar ditarik, maka akan terjadi rongga di sekeliling shell dimana
rongga tersebut akan diisi dengan kerikil. Dengan demikian kerikil akan
memperbesar getaran antara tanah dengan tiang.
Tiang jenis ini digunakan apabila pembuatan tiang yang dicor
setempat tanpa adanya casing luar sulit dilaksanakan. Hal ini biasa terjadi
pada tanah pasir. Adapun diameter casing luar berkisar antara 12 sampai 20
inch (30-50 cm) dengan panjang 75 ft (22,50 cm).
Adapun pelaksanaan tiang jenis ini yaitu sebagai berikut:
a) Perlengkapan tiang terdiri dari casing luar (pipa bagian luar) dan
secara bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai lapisan tanah
keras.
b) Setelah sampai ke lapisan tanah keras, core ditarik ke atas dan shell
dimasukkan ke dalam casing tersebut. Shell terbuat dari logam tipis
dengan permukaan berbentuk spiral.
c) Kemudian dilakukan pengecoran beton ke dalam shell sampai
beton penuh dan padat. Setelah itu,masukkan core ke dalam shell
sehingga ujung core terletak pada bawah permukaan beton.
Kemudian casing ditarik ke luar.
d) Lubang di sekeliling shell diisi dengan kerikil.
Gambar. 2.16. Dropped-in Shell Concrete Pile
8. Dropped – in Shell Concrete Pile with Compressed Base Section
Dropped – in shell concrete pile with compressed base section
dipergunakan apabila lapisan atas tanah merupakan jenis tanah yang sangat
lunak yang tidak memungkinkan menggunakan tiang yang dicor setempat
tanpa adanya casing.
Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :
a) Perlengkapan tiang jenis ini yaitu casing dan core. Core
dimasukkan ke dalam casing luar kemudian secara bersamaan
dipancang hingga mencapai kedalaman tanah keras.
b) Setelah itu, core ditarik ke luar dari casing dan beton dicor ke
dalam casing hingga mencapai ketinggian tanah dimana
diperhitungkan tanah mampu menahan beton yang masih mudah
(belum kering). Kemudian, core dimasukkan lagi ke dalam casing
sampai dasar core bertumpu pada beton.
c) Core dipertahankan tetap pada posisinya dengan cara meletakkan
hammer di atasnya sebagai pemberat, kemudian casing ditarik ke
9. Button – button Dropped Shell – in Shell Concrete Pile
Button – button dropped shell – in shell concrete pile digunakan
terutama di daerah di mana sangat dibutuhkan penambahan daya dukung
tiang.
Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :
a) Pipa dipancang dipancang masuk ke dalam tanah hingga mencapai
kedalaman yang telah direncanakan.
b) Kemudian shell dimasukkan ke dalam pipa sampai ujung bawahnya
c) Setelah itu beton dicor ke dalam shell sampai penuh dan casing
ditarik ke atas. Lubang di sekeliling shell diisi dengan kerikil untuk
memperbesar geseran antara tiang dengan tanah.
Gambar. 2.18. Botton-botton Dropped-in Shell Concrete Pile
3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)
Tiang pancang baja (steel pile) adalah jenis tiang pancang yang terbuat dari
bahan baja dan pada umumnya berbentuk profil H. Kekuatan tiang ini sangat besar
sehingga dalam transport dan proses pemancangannya, tiang tidak mungkin patah
seperti yang sering terjadi pada tiang pancang beton precast. Tiang pancang baja
(steel pile) sangat cocok digunakan apabila dibutuhkan tiang pancang yang panjang
dan tahanan ujung yang besar. Namun, kelemahannya yaitu sangat mudah mengalami
karat (korosi) terutama karat pada bagian tiang yang berada di dalam tanah.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat karat pada tiang pancang
baja yaitu teksture (susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada di
dalam tanah, dan keadaan kelembaban tanah (moisture content).
Pada umumnya, tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat
dengan permukaan tanah yang disebabkan oleh keadaan udara pada pori-pori tanah
(Aerated Condition) dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat
diatasi dengan melapisi bagian sisi tiang pancang dengan ter (coalter) atau dengan
sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) di bawah muka air tanah terendah.
Selain itu, karat pada bagian tiang yang terletak di atas tanah akibat udara (atmospher
Gambar. 2.19. Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)
4. Tiang Pancang Komposit (Composite Pile)
Tiang pancang komposit (composite pile) adalah jenis tiang pancang yang
terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan
satu tiang.
Tiang pancang komposit (composite pile) terdiri dari beberapa jenis, yakni:
a. Water Proofed Steel Pile and Wood Pile
Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian di bawah muka air
tanah dan beton untuk bagian atas. Bagian tiang yang terletak di bagian bawah muka
air tanah terbuat dari bahan kayu karena kayu akan semakin awet dan tahan lama
apabila selalu terendam air atau sama sekali tidak terendam. Namun, kelemahan tiang
jenis ini terletak pada sambungannya, yaitu tiang akan lemah apabila menerima gaya
horizontal yang permanent.