• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Kelompok Tiang Tekan hidrolis (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan ITC Polonia Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Kelompok Tiang Tekan hidrolis (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan ITC Polonia Medan)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS DAYA DUKUNG SISTEM PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN HIDROLIS

(STUDI KASUS PADA PROYEK PEMBANGUNAN ITC POLONIA MEDAN) Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi

Sarjana

Disusun Oleh :

DEYVA ANGGITA MARPAUNG 08 0404 138

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

berkat dan karunia – Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

dengan baik.

Penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam

menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, Penulis menghadapi berbagai kendala,

tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat

terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang telah

sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada Penulis untuk

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Dr. Ir. Sofian Asmirza, MSc., Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Ibu

Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan

pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

7. Kedua orang tuaku Bapak E.Marpaung dan Ibu D.Sinambela yang dengan

(3)

menjaga, mendoakan serta berjuang dengan keras untuk selalu memenuhi

kebutuhan hidupku hingga berhasil mendapatkan kesempatan untuk

menempuh pendidikan yang tinggi. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu

melimpahkan berkat bagi beliau.

8. Kepada abang dan kakakku, yang selalu mendukung dan memberi semangat

serta doa demi kelancaran kuliahku, Yoan Ciko Marpaung,ST., dr.Ika Erna

Uli Sirait., Verawaty Marpaung, Ssi., Letda Octorial Marpaung, SH, dr.Maria

Nila Cahyana, dan keponakanku tersayang Hans Enchristo Marpaung.

9. Para Pimpinan dan seluruh staf PT.Perintis Pondasi Teknotama yang telah

membantu Penulis dalam memperoleh data – data yang dibutuhkan dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini, terkhususnya kepada Abangda Koresj

Sirait,ST,MT.

10.Abangda Simon Dertha Tarigan, ST, MT., Josep Admika Ginting, ST., Iro

Ganda Sitohang, ST., yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada

Penulis.

11.Seluruh abang – abang dan kakak – kakak stambuk 2005, terimakasih untuk

dukungan, arahan, dan dukungan yang diberikan.

12.Frengky Alexander Silaban yang selalu memberi dukungan dan semangat.

13.Seluruh sahabat – sahabatku Putri Juwita Simamora, Christina Romauli

Siregar, Dian Frisca Sihotang, ST., Evi Dogma Sari Napitupulu, Astri Natalia

Situmorang, Nurul Hamidah Gurning, Ester Linda Sembiring, Triyana Puji

Astuti, Rosiva Tambunan, Richo Marpaung serta seluruh rekan – rekan

mahasiswa 2008 lainnya yang tidak tersebutkan namanya.

14.Kepada teman – teman NHKBP Simpang Limun, terima kasih atas semua

bantuan doa, semangat, dan dukungannya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa

memberkati kita semua.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan

(4)

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang

sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Oktober 2012

Deyva Anggita Marpaung

(5)

ABSTRAK

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis pondasi dalam yang umum

digunakan. Tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban struktur ke lapisan tanah

keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di

dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat

digunakan. Hasil masing – masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang

berbeda – beda pula.

Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang pancang

tunggal dan kelompok dari hasil sondir (CPT), standard penetration test (SPT), dan

bacaan manometer alat pancang Hydraulic Jack serta membandingkan hasil daya

dukung tiang pancang dari beberapa metode penyelidikan dan perhitungan, serta

menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang pancang tunggal.

Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat

dari penggunaan metode perhitungan Aoki dan De Alencar, Meyerhoff, dan formula

dinamik untuk bacaan manometer Hydraulic Jack. Dari hasil perhitungan daya

dukung tiang pancang, lebih aman apabila memakai perhitungan dari hasil data

bacaan manometer karena hasil datanya lebih aktual. Selain itu, berdasarkan hasil

perhitungan penurunan elastis tiang pancang tunggal, diperoleh penurunan elastis

tiang yang terjadi sebesar 19,2 mm, sedangkan penurunan yang diijinkan menurut

ASTM Loading Test D1143-81 yakni sebesar 25 mm. Artinya, penurunan elastis

yang terjadi masih dalam batas aman.

(6)

DAFTAR ISI

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ... 6

2.2.1. Kemampatan dan Konsolidasi Tanah ... 9

2.2.2. Sondering Test / Cone Penetration Test (CPT) ... 11

2.2.3. Standard Penetration Test (SPT) ... 14

2.3 Pondasi Tiang ... 16

2.4 Klasifikasi Pondasi Tiang ... 17

2.5 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang ... 17

2.5.1 Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan Cara Penyaluran Beban ... 18

2.5.2 Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan Material yang Digunakan ... 19

(7)

2.7 Pemancangan Tiang ... 41

2.7.1 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment) ... 41

2.7.2 Hal-hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan.... 42

2.8 Sistem Hidrolis (Hydrolic System) ... 43

2.9 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang ... 47

2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data Sondir (CPT)... 47

2.9.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data SPT ... 51

2.9.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data Bacaan Manometer Alat Hydraulic Jack ... 55

2.10 Tiang Pancang Kelompok (Pile Group) ... 55

2.10.1 Jarak Antar Tiang dalam Kelompok ... 57

2.10.2 Perhitungan Beban Aksial yang Terjadi pada Kelompok Tiang Pancang yang Menerima Beban Normal Sentris dan Momen yang Bekerja pada Dua Arah ... 58

2.11 Beban Lateral ... 59

2.11.1 Tiang Mendukung Beban Lateral... 59

2.11.2 Metode Brooms (Brooms Method)... 60

2.11.3 Defleksi Lateral pada Tiang ... 67

2.12 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang ... 68

(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 84

4.1 Pendahuluan ... 84

4.2 Menghitung Kekuatan Bahan Tiang ... 84

4.3 Menghitung Daya Dukung Berdasarkan Data Lapangan ... 85

4.3.1 Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan Data Sondir... 85

4.3.2 Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan Data SPT ... 102

4.4 Menghitung Daya Dukung dari Bacaan Manometer ... 106

4.5 Menghitung Beban Aksial pada Kelompok Tiang ... 109

4.6 Menghitung Beban Lateral Izin ... 113

4.7 Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan Efisiensi... 116

4.7.1 Metode Converse – Labarre ... 116

4.7.2 Metode Los Angeles Group ... 118

4.7.3 Metode Seiler – Keeney ... 119

4.8 Penurunan Tiang Pancang ... 120

4.9 Diskusi ... 123

4.9.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengujian ... 123

4.9.2 Evaluasi Hasil Perhitungan ... 126

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

5.1 Kesimpulan ... 128

5.2 Saran ... 129

Daftar Pustaka

Lampiran-1

Lampiran-2

Lampiran-3

(9)

DAFTAR NOTASI

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat

PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan sondir (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

N = Nilai N-SPT

Dϒ = Kepadatan relatif

Ø = Sudut geser dalam (°)

Ø’ = Sudut geser dalam efektif (°)

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang

Qs = Kapasitas tahanan kulit

Fb = Faktor empirik yangtergantung pada jenis tanah

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang

Qs = Kapasitas dukung kulit

f = Kapasitas dukung kulit persatuan luas

qc (side) = Perlawanan konus rata – rata pada masing lapisan sepanjang tiang αs = Faktor empirik yang tergantung pada jenis tanah

Fs = Faktor empirik yang tergantung pada jenis tanah

FS = Faktor keamanan

(10)

τ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg / cm² )

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang cu = Kohesi undrained (kN / m²)

p = Keliling tiang (m)

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (ton)

P = Bacaan manometer

A = Total luas efektif penampang piston (cm²)

S = Jarak masing – masing tiang

N = Beban yang diterima oleh tiap – tiap tiang pancang

V = Resultan gaya – gaya yang bekerja secara sentris

n = Banyaknya tiang pancang

Qi = Beban aksial pada tiang ke – i

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang

n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group)

xi , yi = Absis / ordinat jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor - i

Mx = Momen terhadap sumbu – x

My = Momen terhadap sumbu – y ∑x2

= Jumlah kuadrat jarak absis tiang – tiang ke pusat berat kelompok tiang

∑y2

= Jumlah kuadrat jarak ordinat tiang – tiang ke pusat berat kelompok tiang

po = tekanan overburden efektif

Kp = (1 + sin Ɵ’) / (1 – sin Ɵ’ ) = tg 2 (45 + Ɵ’/ 2)

B = lebar tiang

poz = tekanan overburden efektif tanah

Kp = koefisien tekanan pasif Rankine = (1 + sinØ) / (1 - sinØ)

yo = defleksi tiang akibat beban lateral (m)

nh = koefisien variasi modulus Terzaghi (tanah granuler pasir lembab atau kering

(11)

Ep = modulus elastisitas pondasi (kg/cm2) = 15200 σr (fc/ σr)0,5 untuk beton

= 200000 Mpa untuk baja

σr = tegangan referensi 0,10 Mpa

Ip = momen inersia tampang pondasi (cm4)

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan

Eg = Efisiensi kelompok tiang

n’ = Jumlah tiang dalam kelompok

Qa = Beban maksimum tiang tunggal η = Efisiensi grup tiang

n = Jumlah tiang dalam 1 baris

m = Jumlah baris tiang

D = Diameter tiang

s = Jarak antar tiang (as ke as)

π = phi lingkaran =

S = besar penurunan yang terjadi

Q = besar beban yang bekerja

D = diameter tiang

Es = modulus elastisitas bahan tiang

I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat

(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga

Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk µ=0,3

Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras

Rµ = faktor koreksi angka poisson

Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

K = faktor kekakuan tiang terhadap penurunan akibat beban vertikal

Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang

Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

2.1 Perubahan dalam struktur butiran 10

2.2 Cara pelaporan hasil uji sondir 13

2.3 Skema uji SPT 14

2.4 Pondasi tiang dengan tahanan ujung 18

2.5 Pondasi tiang dengan tahanan gesekan 18

2.6 Pondasi tiang dengan tahanan lekatan 19

2.7 Tiang pancang kayu 20

2.8 Tiang pancang beton precast concrete pile 21

2.9 Tiang pancang precast 22

2.17 Dropped in shell concrete pile with compressed base section 30

2.18 Botton – botton dropped in sheel concrete pile 32

2.19 Tiang pancang baja 33

2.20 Water proofed steel pile dan wood pile 33

2.21 Composite dropped – sheel dan wood pile 35

2.22 Composed ungased concrete dan wood pile 36

2.23 Composite dropped – sheel dan pipe pile 37

2.24 Franki composite pile 38

2.25 Tiang pancang beton dengan ujung bawah diperbesar 38

2.26 Tiang pancang Tachechi 39

(13)

2.28 Beban yang bekerja pada tubuh tiang 40

2.29 Pola – pola kelompok tiang pancang khusus 56

2.30 Pengaruh tiang akibat pemancangan 58

2.31 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y 58

2.32 Reaksi tanah dan momen pada tiang pendek jenis tanah kohesif 61

2.33 Grafik hubungan Hu/CuB² dan L/B pada tanah kohesif 62

2.34 Reaksi tanah dan momen pada tiang pendek jenis tanah granuler 63

2.35 Grafik hubungan H/KpB³ϒ dan L/B 63

2.36 Tiang sebagai kantilever sederhana 64

2.37 Reaksi tanah dan momen pada tiang panjang jenis tanah kohesif 64

2.38 Grafik hubungan Mu/CuB² dan Mu/CuB³ 65

2.39 Reaksi tanah dan momen pada tiang panjang jenis tanah granular 66

2.40 Grafik hubungan Mu/B⁴ϒKp dan Hu/B³ϒKp 67

2.41 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang 69

2.42 Daerah friction pada kelompok tiang dari tampak samping 70

2.43 Daerah friction pada kelompok tiang dari tampak atas 70

2.44 Faktor penurunan I0 75

2.45 Faktor penurunan Rµ 75

2.46 Faktor penurunan Rk 76

2.47 Faktor penurunan Rh 76

3.1 Peta Lokasi ITC Polonia Medan 81

3.2 Bagan alir penulisan 82

4.1 Nilai qc (side) berdasarkan data CPT-1 87

4.2 Garis netral pada pile cap H7 109

4.3 Potongan I-I dan II-II 110

4.4 Susunan kelompok tiang pada pile cap 116

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Hubungan Dϒ, ∅ , dan N dari tanah pasir 16

2.2 Faktor empirik Fb dan Fs 49

2.3 Faktor empirik αs untuk tipe tanah berbeda 49

2.4 Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk penentuan harga N 52

2.5 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan

kepadatan relatif pada tanah pasir 52

2.6 Hubungan antara N dengan berat isi tanah 53

2.7 Nilai – nilai ηh untuk tanah granuler 68

2.8 Perkiraan angka Poisson (µ) 75

2.9 Faktor aman yang disarankan 78

4.1 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-1) 89

4.2 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-2) 93

4.3 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-3) 97

4.4 Perhitungan daya dukung ultimate dan izin pondasi tiang (CPT-4) 101

4.5 Deskripsi tanah berdasarkan data SPT (BH-1) 102

4.6 Perhitungan daya dukung tiang menggunakan data SPT (BH-1) 104

4.7 Deskripsi tanah berdasarkan data SPT (BH-2) 104

4.8 Perhitungan daya dukung tiang menggunakan data SPT (BH-2) 106

4.9 Perhitungan daya dukung tiang no.1048 berdasarkan manometer 107

4.10 Perhitungan daya dukung tiang no.1049 berdasarkan manometer 108

4.11 Perhitungan daya dukung tiang no.1050 berdasarkan manometer 108

4.12 Perhitungan daya dukung tiang no.1051 berdasarkan manometer 109

4.13 Jarak antara titik pusat tiang dengan pile cap 110

4.14 Rekapitulasi perhitungan beban pada masing – masing tiang 112

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pondasi merupakan pekerjaan yang utama dalam suatu pekerjaan teknik sipil.

Semua konstruksi yang merupakan bagian bangunan atas tanah (upper structure)

yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi.

Pondasi merupakan bagian bangunan bawah tanah (substructure) yang berfungsi

untuk meneruskan beban-beban yang bekerja pada bagian bangunan atas dan beratnya

sendiri ke lapisan tanah pendukung (bearing layers). Untuk itu, pondasi bangunan

harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat

sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa

bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan yang melebihi batas

yang diijinkan.

Setiap konstruksi sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, dan lain

sebagainya pasti memiliki pondasi sebagai pendukungnya. Istilah pondasi dalam

dunia teknik sipil yakni suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penyokong

seluruh beban di atasnya termasuk beratnya sendiri.

Pada umumnya, setiap bangunan memiliki beban yang sangat bervariasi,

berupa beban sendiri (konstruksi bangunan gedung), dan kemungkinan adanya

pengaruh yang akan terjadi pada bangunan gedung tersebut yang menyebabkan

konstruksi tersebut memerlukan suatu tipe pondasi yang sesuai agar lapisan tanah

tempat pondasi didirikan mampu mendukung seluruh berat konstruksi serta

pengaruh-pengaruh yang akan terjadi. Untuk itulah diperlukan adanya suatu survey

penyelidikan geoteknik (geotechnical investigation).

Penyelidikan geoteknik (geotechnical investigation) yang dilakukan pada

lokasi ITC POLONIA bertujuan untuk mengetahui stratigrafi atau sistem pelapisan

tanah, muka air tanah, sifat fisis tanah, kompressibilitas tanah, kekuatan tanah, serta

pengambilan sampel UD/UDS untuk penelitian di laboratorium guna mendapat

(16)

menjadi data yang mendukung dalam menganalisis daya dukung pondasi pada Proyek

Pembangunan ITC Polonia Medan.

Adapun jenis pondasi yang digunakan pada Proyek Pembangunan ITC

Polonia Medan yaitu pondasi tiang. Pondasi tiang ini berfungsi untuk memindahkan

atau mentransferkan beban-beban dari konstruksi di atasnya (upper structure) ke

lapisan tanah yang lebih dalam. (Sardjono, 1991). Pemakaian pondasi tiang

dipergunakan untuk suatu pondasi bangunan yang apabila tanah dasar di bawah

bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup

untuk memikul seluruh berat dan beban bangunan, atau apabila tanah keras yang

harus dicapai letaknya sangat dalam meskipun daya dukungnya cukup untuk memikul

berat dan beban bangunan yang ada.

Daya dukung tiang diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity)

yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan gaya geser (friction bearing capacity)

yang diperoleh dari daya dukung gesek atau adhesi antara tiang dan tanah di

sekelilingnya.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Menghitung daya dukung pondasi tiang dari data hasil sondir, SPT,

dan bacaan manometer alat Hydraulic Jack.

2. Menghitung efisiensi dan kapasitas daya dukung ijin kelompok tiang.

3. Menghitung beban dan defleksi lateral yang terjadi pada tiang tunggal.

4. Menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang tunggal.

1.3. Manfaat

1. Dapat mengetahui cara menghitung daya dukung pondasi dengan

menggunakan beberapa data dan metode.

2. Dapat membandingkan hasil daya dukung pondasi yang diperoleh

(17)

3. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan panduan kelak

ketika menghadapi suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.

4. Sebagai referensi khususnya bagi mahasiswa lainnya apabila akan

mengambil topik bahasan yang sama.

1.4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada Tugas Akhir ini antara lain :

1. Membahas kapasitas daya dukung aksial tiang pancang tunggal dan

kelompok.

2. Membahas daya dukung lateral dan besarnya defleksi lateral yang

terjadi pada tiang pancang tunggal.

3. Menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang pancang

tunggal.

4. Pondasi tiang yang ditinjau hanya tiang tegak lurus (vertikal).

5. Perhitungan daya dukung tiang kelompok hanya dari data sondir, SPT,

dan bacaan manometer alat hidraulic jack.

1.5. Metode Pengumpulan Data

1. Subjek Penulisan Tugas Akhir

Subjek pada penulisan Tugas Akhir ini adalah Proyek

Pembangunan ITC Polonia Medan.

2. Pengambilan Data

Data yang diperlukan dalam penulisan Tugas Akhir ini

diperoleh dari PT. PERINTIS PONDASI TEKNOTAMA selaku

perusahaan pelaksana pemancangan pada proyek Pembangunan ITC

Polonia Medan, yang beralamat di Jalan Kapten Muslim no.111,

Kompleks Pertokoan Plaza Millenium Blok B-43, Medan 20123,

(18)

3. Data yang diperlukan

Data yang diperlukan dalam penulisan ini terdiri dari :

a. Data Sondir.

b. Data Standard Penetration Test (SPT).

c. Data dari bacaan manometer alat hidraulic jack.

d. Data hasil uji indeks properties tanah di laboratorium.

e. Brosur spesifikasi tiang pancang produksi PT.WIKA BETON.

f. Denah dan detail pondasi.

g. Foto dokumentasi proses pemancangan dan pengujian tanah pada

proyek yang bersangkutan.

1.6. Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan secara keseluruhan pada Tugas Akhir

ini terdiri dari 5 (lima) Bab. Uraian masing-masing sebagai berikut :

Bab I: Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penulisan

Tugas Akhir, ruang lingkup, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Berisi mengenai dasar teori yang digunakan dalam penyelesaian Tugas

Akhir, diperoleh dari buku literatur, jurnal, website / search enggine, dan

hasil penulisan sebelumnya.

Bab III : Metodologi

Berisi mengenai tahapan studi yang dilakukan dan pelaksanaan

pengumpulan data serta membahas metode pengolahan pembahasan yang

(19)

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Berisi mengenai data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan

yang selanjutnya diolah dengan cara perhitungan dan analisis.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari hasil analisa dan saran berdasarkan kajian yang

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pondasi

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan,

menara, dam atau tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat

mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam dunia teknik sipil untuk

mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penyokong atau

penopang bangunan dan meneruskan semua beban bangunan di atasnya (upper

structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi

bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap

berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa

bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang

diijinkan.

Berdasarkan Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk :

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban-beban yang bekerja pada

struktur bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung

struktur tersebut.

2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada

struktur.

3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal

akibat beban angin, gempa, dan lain-lain.

Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal

(shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak

tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal

kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi dan dapat digunakan jika

lapisan tanah kerasnya terlekat dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi

dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah. Untuk

(21)

untuk berbagai keadaan di lapangan dan memungkinkan untuk diselesaikan secara

ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua

bagian yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan

atas beberapa jenis, yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang

laba-laba, pondasi gasing, pondasi grid dan pondasi hypar (pondasi berbentuk

parabola-hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang,

dan pondasi caisson.

Secara umum, permasalahan pondasi dalam lebih rumit daripada pondasi

dangkal. Untuk itu, pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan pembahasan

terhadap pondasi dalam yakni pondasi tiang pancang.

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah adalah salah satu dalam bidang geoteknik yang dilakukan

untuk memperoleh sifat dan karakteristik tanah dalam kepentingan rekayasa

(engineering). Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yakni

penyelidikan lapangan (in situ test) dan penyelidikan laboratorium (laboratory test).

Penyelidikan lapangan pada umumnya terdiri dari boring seperti hand boring

atau machine boring, SPT (Standard Penetration Test), CPT (Cone Penetration Test),

DCP (Dynamic Cone Penetration), PMT (Pressumeter Test), DMT (Dilatometer

Test), Sand Cone Test, dll. Sedangkan penyelidikan yang dilakukan di laboratorium

terdiri dari uji index properties tanah (seperti water content, spesific gravity,

atterberg limit, sieve analysis, unit weight, dll) dan engineering properties tanah

(seperti direct shear test, consolidation test, triaxial test, permeability test,

compaction test, CBR test, dll).

Pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sangat tergantung kepada jenis

konstruksi yang akan dikerjakan pada lokasi. Jenis penyelidikan akan berbeda untuk

bangunan tinggi, galian dalam (deep excavation), timbunan (fill), terowongan

(tunneling), jalan raya (hihgway), bendungan, dll. Penyelidikan tanah yang dilakukan

(22)

biasa digunakan di Indonesia yakni ASTM (American Society for Testing and

Material). Di bawah ini contoh-contoh ASTM yang sering digunakan di Indonesia

dalam penyelidikan tanah :

 ASTM D2216 : untuk standard pengujian kadar air tanah (water content)

 ASTM D420 : untuk standard pengambilan sampel tanah di lapangan

 ASTM 4318 : untuk standard pengujian Atterbeg Limit

 ASTM D421 : untuk standard pengujian Sieve Analysis

 ASTM D422 : untuk standard pengujian Hydrometer Analysis

 ASTM D854 : untuk standard pengujian Specific gravity

 ASTM D698 dan ASTM D1557 : untuk standard Compaction Test

 ASTM D2434 : untuk standard Falling Head dan Constant Head Permeability Test

 ASTM D2850 : untuk standard Triaxial Test

 ASTM D3080 : untuk standard Direct Shear Test

 ASTM D1883 : untuk standard CBR Test

 ASTM D3385 : untuk standard Cone Penetration Test

Penyelidikan tanah yang dilakukan bertujuan antara lain :

a) Mengetahui stratigrafi atau sistem pelapisan tanah di lokasi. Stratigrafi tanah

dapat diperoleh berdasarkan hasil boring atau drilling di lapangan hingga

mencapai kedalaman tanah keras dengan N-SPT > 50 untuk jenis tanah pasir

dan N-SPT > 30 untuk jenis tanah lempung.

b) Mengetahui kedalaman muka air tanah (ground water level) di lokasi. Hal ini

dapat diperoleh dari hasil boring machine.

c) Mengambil sampel tanah (undisturbed sample) dari lokasi untuk dilakukan

pengujian laboratorium. Hal ini dapat diperoleh dari boring machine.

d) Mengetahui sifat fisis tanah di lokasi. Hal ini dapat diperoleh dengan

melakukan pengujian sampel dari lapangan di laboratorium seperti water

(23)

e) Mengetahui sifat kompressibilitas tanah di lokasi seperti nilai indeks

kompressibilitas tanah keras (Cc), konstanta konsolidasi (Cv). Parameter ini

dapat diperoleh dari hasil consolidation test.

f) Mengetahui kekuatan tanah pada setiap kedalaman tertentu hingga kedalaman

tanah keras. Hal ini dapat diperoleh melalui pengujian Cone Penetration Test

di lapangan. Selain itu, dengan menggunakan beberapa korelasi empiris yang

telah banyak digunakan selama ini, maka dapat ditentukan

parameter-parameter kekuatan tanah dengan menggunakan hasil pengujian CPT.

g) Mengetahui kekuatan tanah pada setiap kedalaman tertentu. Hal ini dapat

diperoleh dari hasil Standard Penetration Test (SPT) yang dinyatakan dengan

jumlah pukulan per 30 cm penetrasi.

Sifat dan karakteristik tanah yang telah diperoleh dapat digunakan untuk :

a) Menentukan daya dukung pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi

dalam (deep foundation).

b) Mengevaluasi besarnya penurunan tanah akibat beban kerja baik penurunan

segera (immediatelly settlement), penurunan konsolidasi (consolidation

settlement), dan penurunan setempat (differential settlement).

Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat dibagi

menjadi empat kategori utama, yaitu :

1) Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan

Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan,

ketentuan peraturan bangunan lokal dan informasi tentang kolom bangunan

berikut dinding - dinding pendukung beban.

2) Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat

Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila

para geolog yang mengepalai proyek tersebut lebih dahulu melakukan

penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi

tanah di tempat tersebut karena informasi - informasi tersebut dapat

(24)

masalah tanah yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang

sebenarnya.

3) Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan

Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap

lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang

diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada

perencanaan selanjutnya.

4) Peninjauan lapangan terperinci

Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan

pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk

diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.

Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan. Salah

satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga pengeboran

dengan sistem putar (rotary drilling), pengeboran sistem cuci (washing boring), dan

pengeboran sistem tumbuk (percussion drilling). Untuk pengambilan sampel tanah

dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan alat split spoon

standard, dengan tabung berdinding tipis, dan pengambilan sampel tanah dengan alat

piston.

2.2.1. Kemampatan dan Konsolidasi Tanah

Tanah mempunyai sifat kemampumampatan tanah yang sangat besar apabila

dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan beton itu

merupakan bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya, volume

pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya, karena tanah

mempunyai pori-pori yang besar, maka pembebanan biasa akan mengakibatkan

deformasi tanah yang besar pula. Hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan

pondasi yang akhirnya akan mengakibatkan kerusakan konstruksi.

Selain itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara tanah dengan bahan –

(25)

mekanisme seperti permeabilitas tanah atau kekuatan geser tanah yang berubah –

ubah sesuai dengan pembebanan yang terjadi pada tanah tersebut.

Mengingat kemampumampatan butiran tanah dan air secara teknis sangat

kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat

dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori. Akibat beban yang bekerja pada

tanah, susunan butiran dan kerangka struktur butiran tanah berubah sehingga

perbandingan angka pori (void ratio) menjadi kecil serta mengakibatkan terjadinya

deformasi pemampatan.

Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi terjadi tanpa

pergeseran pada titik-titik antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yang

terjadi menunjukkan gejala elastis sehingga apabila beban tersebut ditiadakan, tanah

akan kembali pada bentuk semula.

Air dalam pori-pori tanah yang jenuh air perlu dialirkan keluar supaya

penyusutan pori tersebut sesuai dengan deformasi atau perubahan struktur butiran

tanah seperti yang tampak pada gambar.

Permeabilitas tanah kohesif lebih kecil dibandingkan permeabilitas tanah

butiran, maka pengaliran air keluar membutuhkan waktu yang cukup lama. Jadi untuk

mencapai keadaan deformasi yang tetap sesuai dengan beban yang bekerja,

dibutuhkan suatu jangka waktu yang lama. Hal demikian dinamakan peristiwa

konsolidasi. Maka, dengan adanya pemadatam, berat isi dan kekuatan tanah akan

meningkat.

(26)

2.2.2. Sondering Test / Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir

yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60° dan dengan luasan ujung 1,54 in2

(10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus

dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah

terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk

mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai

untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus.

Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 50

m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau

padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan

pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan

alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun

untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui

perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari

kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang

berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai

selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut.

Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah

dapat dibaca secara terpisah.

Ada 2 (dua) tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu :

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya

digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya

(27)

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya

dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam

bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah

dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah

terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat

adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam

gaya per satuan panjang.

Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan

konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

HL = ( JP

PK) x

(2.1)

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

JHL =

HL

(2.2)

dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)

PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m).

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah

(28)

menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang,

maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan

menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman

yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung

gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan

jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,

maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan

ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.

(29)

2.2.3. Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya

dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis

yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang

berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong

(palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan

palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai

nilai N.

Gambar. 2.3. Skema Uji Standard Penetration Test

Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk

menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan

tabung sehinggan diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman

tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah

serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil

sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a) Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;

b) Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban

(30)

c) Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari

kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar

lubang bor;

d) Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

e) Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut,

dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);

Contoh :

N1 = 10 pukulan/15 cm

N2 = 5 pukulan/15 cm

N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan (N) adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 =

13 pukulan. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan

pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar

lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi

gangguan;

f) Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan

dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi,

struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa

dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

g) Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;

Catatan: Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval

pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m.

Uji SPT ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan

pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah

telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard

Penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser

(31)

Tabel.2.1. Hubungan Dϒ, Ø, dan N dari tanah pasir (Sosrodarsono, 1983)

Menurut Peck Menurut Meyerhoff

0 – 4 Sangat lepas 0 – 0,2 < 28,5 < 30

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya

vertikal / tegak lurus / orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan.

Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal

tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan

Nakazawa, 2000).

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah

bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup

untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah

pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.

Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya dari

konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Selain itu, pondasi jenis ini juga dapat digunakan untuk mendukung bangunan

yang menahan gaya angkat ke atas terutama pada bangunan-bangunan tingkat tinggi

yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga

digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003). Teknik

pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang-tiang baja /

beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang yang langsung dicor

(32)

Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam

tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya-gaya

horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta

disesuaikan pula dengan perencanaan.

2.4 Klasifikasi Pondasi Tiang

Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat

diklasifikasikan atas :

1) Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam

tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada

selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan

memukul kepala tiang dengan menggunakan palu jatuh (drop hammer), diesel

hammer, dan penekan secara hidrolis (hydraulic hammer).

2) Tiang Bor

Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor

yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih

dahulu.

2.5 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk

berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar

yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada waktu

pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang

pancang dapat digolongkan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang

(33)

2.5.1 Pondasi tiang pancang berdasarkan cara penyaluran beban

Berdasarkan cara penyaluran beban, tiang pancang terbagi tiga jenis yaitu :

1. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan

tanah pendukung.

Gambar . 2.4. Pondasi Tiang dengan tahanan ujung (Sardjono, H.S.,1998)

2. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan

antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak

menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah

kasar maka tanah di antara tiang-tiang akan semakin padat.

Gambar . 2.5. Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S., 1998)

3. Pondasi Tiang Pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi

tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di

(34)

Gambar. 2.6. Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, H.S., 1988)

2.5.2 Pondasi tiang pancang berdasarkan material yang digunakan

Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas empat jenis

yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang

komposit.

1. Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang

pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya

diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk

menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu

akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di

bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan

basah yang selalu berganti-ganti. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap

benda-benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

Tiang pancang kayu relatif sehingga mudah dalam pemancangan;

Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk

pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang

beton precast;

Muda untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk

(35)

Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile daripada end

bearing pile karena tekanannya relatif kecil;

Gambar. 2.7. Tiang Pancang Kayu

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air

tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah

terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk

penggalian;

Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan

tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air

tanahnya sering naik turun;

Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang

kayu ini bisa rusak atau remuk.

2. Tiang Pancang Beton

Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari

beberapa jenis, yaitu :

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang

yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat

dan keras, diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban

(36)

Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segiempat, dan

segidelapan.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile :

Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang

besar tergantung pada mutu beton yang digunakan;

Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing ataupun friction pile;

Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan-bahan

korosif asal selimut beton cukup tebal untuk melindungi tulangannya.

Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan

galian tanah yang banyak untuk poernya.

Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :

Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan

mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di

tempat pekerjaan;

Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras.

Hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai

tiang pancang beton ini bisa digunakan;

Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit

dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga;

Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada

alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk

melakukan penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;

Apabila dipancang di sungai atau di laut, seperti pada gambar di

bawah ini:

(37)

Ada bagian dari tiang yang berada di atas tanah (bagian A-B). Bagian A-B

terhadap beban vertikal akan bekerja sebagai kolom, jadi di sini ada tekuk (buckling).

Sedangkan terhadap beban horizontal H akan bekerja sebagai balok kantilever. Jadi

tiang pancang beton bertulang akan memerlukan penulangan yang kuat untuk

memikul beban-beban tersebut.

Adapun bentuk-bentuk penampang tiang pancang :

a. Bentuk persegi (segiempat) : Square Pile

b. Bentuk segidelapan : Oktogonal pile

c. Bentuk lingkaran

d. Bentuk patent

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang

yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.

Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile :

Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi;

Tiang pancang tahan terhadap karat;

Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.

Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile :

Sukar ditangani;

Biaya pembuatannya mahal;

Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung.

(38)

c. Cast in Place

Tiang pancang cast in place adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan

dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara mengebor.

Pelaksanaan cast in place dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas;

2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi

dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah.

Keuntungan pemakaian cast in place :

Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan;

Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam

pengangkutan;

Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

Kerugian pemakaian cast in place :

Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;

Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus;

Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat

dikontrol.

Tiang pancang cast in place terdiri dari beberapa jenis tiang, yaitu tiang

franki, solid-point pipe piles,steel pipe piles,Raymond concrete pile, simplex concrete

pile,based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete

pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.

1. Franki Pile (Tiang Franki)

Tiang Franki adalah termasuk salah satu tipe dari tiang beton yang

dicor setempat (cast in place pile).

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :

a) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang

dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras (kering).

b) Dengan penumbuk yang jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton

itu ditumbuk. Akibat daripada penumbukan tersebut maka sumbat

(39)

c) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, kemudian

pipa diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik

ke luar atau ke atas.

d) Tahap terakhir yaitu penyelesain tiang franki. Di sini sumbat beton

menjadi melebar, sehingga ujung bawah akan berbentuk seperti

jamur (the mushroom base). Sedangkan permukaan tiang tidak lagi

rata, akan tetapi akan menjadi sangat kasar. Karena ujung tiang

menjadi besar dengan sendirinya tahanan ujung menjadi besar pula

sehingga tahanan geser dan lekatan tiang akan menjadi besar pula

karena tiang sangat kasar.

Gambar. 2.10. Tiang Franki (Franki Pile)

2. Solid – Point Pipe Piles (Closed – End Pile)

Solid – point pipe piles adalah jenis tiang cast in place yang disumbat

bahan yang terbuat dari besi tuang (cast-iron).

(40)

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut :

a) Ujung tiang dari besi tuang (cast-iron) dimasukkan ke dalam tanah,

kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang

topi kemudian pipa dipancang.

b) Pipa dipancang ke dalam tanah.

c) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pemancangan

dihentikan dan bagian atas pipa. Jika masih terlalu panjang, maka

harus dipotong, kemudian pipa diisi dengan beton. Tapi jika pipa

kurang panjang, dapat dilakukan penyambungan dengan “a

cast-steel drive sleeve”. Alat penyambung ini dimasukkan ke dalam pipa

yang akan disambung kemudian pipa penyambung diletakkan di

atasnya dan pemancangan dapat dilanjutkan/diteruskan.

Penyambungan dapat pula dilakukan dengan sambungan las. Tiang

jenis ini dapat diperhitungkan sebagai end-bearing pile maupun

friction pile.

Keuntungan dari jenis pondasi ini yaitu :

 Ringan dalam transport dan pengangkatan

 Mudah dalam pemancangan

 Kekuatan tekannya besar.

3. Open – End Steel Pipe Piles

Open – end steel pipe piles adalah jenis tiang pancang yang terbuat

dari pipa baja dengan ujung bawah terbuka.

(41)

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut:

a) Pipa baja dengan ujung bawah terbuka dipancang masuk ke dalam

tanah

b) Bila pipa kurang panjang, pipa dapat disambung. Adapun cara

penyambungannya dengan tipe solid point steel – pipe pile.

c) Bila pipa telah mencapai kedalaman yang direncanakan,

pemancangan dihentikan kemudian tanah yang berada di dalam

pipa dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyemprotan air

(water jet), tekanan udara (compressed), coring out dan sebagainya.

d) Pipa telah bersih dari tanah yang berada di dalam pipa.

e) Pipa diisi dengan beton.

Tiang tipe ini dapat pula diperhitungkan sebagai end bearing pile

maupun sebagai friction pile. Keuntungan tiang tipe ini yaitu pada saat

pemancangan, tidak akan mengganggu bangunan-bangunan yang berada di

sekitar tempat pemancangan seperti halnya pada pemancangan-pemancangan

precast reinforced concrete maupun closed end pile. Selain itu, tiang lebih

mudah diangkat karena ringan dan kekuatan tiang pun besar.

4. Raymond Concrete Pile

Tiang Raymond ini termasuk salah satu tipe tiang beton yang dicor

setempat dan pertama-tama digunakan sebagai tiang geseran. Tiang Raymond

ini makin ke ujung bawah, diameternya makin kecil (biasanya setiap 2,5 ft

diameter berkurang 1 inch). Oleh karena itu, untuk panjang tiang yang relatif

pendek akan menghasilkan tahanan yang lebih besar dibandingkan dengan

tiang yang primatis (diameternya konstan sepanjang tiang). Tiang Raymond

ini terdiri dari pipa shell yang tipis dan terbuat dari baja dengan diberi

alur berspiral sepanjang pipa.

Cara pelaksanaan tiang ini sebagai berikut :

a) Karena shell tersebut tipis, maka pada waktu pemancangan diberi

(42)

b) Shell bersama-sama dengan inti (core) dipancang ke dalam tanah,

sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.

c) Kemudian inti (core) ditarik ke luar.

d) Selanjutnya kedalaman shell tersebut dicor beton. Adapun panjang

tiang Raymond ini maksimum 37,5 ft (± 11,25 m).

Gambar. 2.13. Raymond Pile

5. Simplex Concrete Pile

Jenis tiang ini dapat dipancang melalui tanah yang lembek maupun

kedalaman tanah yang keras. Setelah pipa ditarik bidang keliling (kulit), beton

langsung menekan tanah di sekitarnya. Karena itu, tanah harus cukup kuat dan

padat untuk mendapatkan beton yang cukup kuat dan padat pula. Kalau tanah

tidak cukup kuat dan padat, maka ke dalam pipa dimasukkan pipa shell

yang tipis dengan diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan diameter

pipa luar, kemudian beton dicor dan pipa sebelah luar ditarik ke atas.

Gambar. 2.14. Simplex Concrete Pile

Adapun cara pelaksanaan tiang simplex ini yaitu :

a) Pipa dirancang dengan ujung bawah diberi sepatu baja sampai

(43)

b) Setelah cukup, kemudian kedalaman pipa dicor beton sambil

menarik pipa ke atas. Apabila tanah di sekeliling tiang kurang

padat, maka ke dalam pipa dimasukkan shell pipa tipis sebelum

pipa dicor beton.

c) Setelah telah terpasang ke dalam pipa, maka pipa dapat dicor beton

dan tiang simplex pun selesai. Tiang ini dapat diperhitungkan

sebagai end-bearing pile maupun friction pile.

6. Base – Driven Cased Pile

Base – driven cased pile adalah jenis tiang yang dicor setempat dengan

pipa baja (casing) yang tetap tinggal di dalam tanah dan tidak ditarik ke atas.

Casing atau pipa baja tersebut terbuat dari plate yang dilas berbentuk pipa.

Diameter pipa berkisar antara 10 sampai 28 inch (25 sampai dengan 70

cm). Panjang tiang dapat ditambah dengan cara dilas (penyambungan).

Pada ujung pipa diberi sepatu besi dan sumbat beton yang dicor terlebih

dahulu seperti halnya pada tiang franki.

Adapun cara pelaksanaannya yakni sebagai berikut:

a) Pipa baja (casing) yang telah diberi sumbat dipasang pada leader

alat pancang (the leader of the pile driving).

b) Palu (hammer) dijatuhkan bebas ke dalam pipa sehingga

menumbuk sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah.

c) Kalau memerlukan penambahan panjang tiang dapat dilaksanakan

dengan cara penyambungan (dilas).

d) Kemudian pemancangan dilanjutkan lagi sampai mencapai

kedalaman yang telah direncanakan.

e) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud, pemancangan

dihentikan dan beton dicor ke dalam pipa. Tiang jenis ini dapat

(44)

Gambar. 2.15. Base-driven Cased Pile

Keuntungan penggunaan jenis tiang ini yaitu :

 Pipa (casing pile) ringan dalam pengangkatannya.

 Penambahan dan pemotongan panjang tiang dapat dilakukan dengan mudah.

 Karena ringan, maka pemancangan tidak membutuhkan alat pancang yang berat seperti precast concrete pile.

7. Dropped – in Shell Concrete Pile

Dropped – in shell concrete pile adalah jenis tiang cor setempat tanpa

adanya pipa (casing) permanent yang tetap tinggal dalam tanah. Sebagai ganti

dari pipa digunakan shell logam tipis yang dimasukkan ke dalam pipa luar

kemudian dicor. Setelah selesai dicor, pipa (casing) luar ditarik ke luar.

Bila casing luar ditarik, maka akan terjadi rongga di sekeliling shell dimana

rongga tersebut akan diisi dengan kerikil. Dengan demikian kerikil akan

memperbesar getaran antara tanah dengan tiang.

Tiang jenis ini digunakan apabila pembuatan tiang yang dicor

setempat tanpa adanya casing luar sulit dilaksanakan. Hal ini biasa terjadi

pada tanah pasir. Adapun diameter casing luar berkisar antara 12 sampai 20

inch (30-50 cm) dengan panjang 75 ft (22,50 cm).

Adapun pelaksanaan tiang jenis ini yaitu sebagai berikut:

a) Perlengkapan tiang terdiri dari casing luar (pipa bagian luar) dan

(45)

secara bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai lapisan tanah

keras.

b) Setelah sampai ke lapisan tanah keras, core ditarik ke atas dan shell

dimasukkan ke dalam casing tersebut. Shell terbuat dari logam tipis

dengan permukaan berbentuk spiral.

c) Kemudian dilakukan pengecoran beton ke dalam shell sampai

beton penuh dan padat. Setelah itu,masukkan core ke dalam shell

sehingga ujung core terletak pada bawah permukaan beton.

Kemudian casing ditarik ke luar.

d) Lubang di sekeliling shell diisi dengan kerikil.

Gambar. 2.16. Dropped-in Shell Concrete Pile

8. Dropped – in Shell Concrete Pile with Compressed Base Section

Dropped – in shell concrete pile with compressed base section

dipergunakan apabila lapisan atas tanah merupakan jenis tanah yang sangat

lunak yang tidak memungkinkan menggunakan tiang yang dicor setempat

tanpa adanya casing.

(46)

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :

a) Perlengkapan tiang jenis ini yaitu casing dan core. Core

dimasukkan ke dalam casing luar kemudian secara bersamaan

dipancang hingga mencapai kedalaman tanah keras.

b) Setelah itu, core ditarik ke luar dari casing dan beton dicor ke

dalam casing hingga mencapai ketinggian tanah dimana

diperhitungkan tanah mampu menahan beton yang masih mudah

(belum kering). Kemudian, core dimasukkan lagi ke dalam casing

sampai dasar core bertumpu pada beton.

c) Core dipertahankan tetap pada posisinya dengan cara meletakkan

hammer di atasnya sebagai pemberat, kemudian casing ditarik ke

9. Button – button Dropped Shell – in Shell Concrete Pile

Button – button dropped shell – in shell concrete pile digunakan

terutama di daerah di mana sangat dibutuhkan penambahan daya dukung

tiang.

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut :

a) Pipa dipancang dipancang masuk ke dalam tanah hingga mencapai

kedalaman yang telah direncanakan.

b) Kemudian shell dimasukkan ke dalam pipa sampai ujung bawahnya

(47)

c) Setelah itu beton dicor ke dalam shell sampai penuh dan casing

ditarik ke atas. Lubang di sekeliling shell diisi dengan kerikil untuk

memperbesar geseran antara tiang dengan tanah.

Gambar. 2.18. Botton-botton Dropped-in Shell Concrete Pile

3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)

Tiang pancang baja (steel pile) adalah jenis tiang pancang yang terbuat dari

bahan baja dan pada umumnya berbentuk profil H. Kekuatan tiang ini sangat besar

sehingga dalam transport dan proses pemancangannya, tiang tidak mungkin patah

seperti yang sering terjadi pada tiang pancang beton precast. Tiang pancang baja

(steel pile) sangat cocok digunakan apabila dibutuhkan tiang pancang yang panjang

dan tahanan ujung yang besar. Namun, kelemahannya yaitu sangat mudah mengalami

karat (korosi) terutama karat pada bagian tiang yang berada di dalam tanah.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat karat pada tiang pancang

baja yaitu teksture (susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada di

dalam tanah, dan keadaan kelembaban tanah (moisture content).

Pada umumnya, tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat

dengan permukaan tanah yang disebabkan oleh keadaan udara pada pori-pori tanah

(Aerated Condition) dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat

diatasi dengan melapisi bagian sisi tiang pancang dengan ter (coalter) atau dengan

sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) di bawah muka air tanah terendah.

Selain itu, karat pada bagian tiang yang terletak di atas tanah akibat udara (atmospher

(48)

Gambar. 2.19. Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)

4. Tiang Pancang Komposit (Composite Pile)

Tiang pancang komposit (composite pile) adalah jenis tiang pancang yang

terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan

satu tiang.

Tiang pancang komposit (composite pile) terdiri dari beberapa jenis, yakni:

a. Water Proofed Steel Pile and Wood Pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian di bawah muka air

tanah dan beton untuk bagian atas. Bagian tiang yang terletak di bagian bawah muka

air tanah terbuat dari bahan kayu karena kayu akan semakin awet dan tahan lama

apabila selalu terendam air atau sama sekali tidak terendam. Namun, kelemahan tiang

jenis ini terletak pada sambungannya, yaitu tiang akan lemah apabila menerima gaya

horizontal yang permanent.

Gambar

Gambar . 2.5. Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S., 1998)
Gambar. 2.6. Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, H.S., 1988)
Gambar. 2.14. Simplex Concrete Pile
Gambar. 2.16. Dropped-in Shell Concrete Pile
+7

Referensi

Dokumen terkait

pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman. tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung

Tiang pancang pretegang merupakan jenis tiang pancang yang paling umum digunakan pada pelaksanaan pemancangan untuk pondasi serta paling sesuai untuk diproduksi secara massal,

Berdasarkan pembebanan pada pondasi kelompok tiang pancang, hasil yang diperoleh tidak melebihi daya dukung ultimit tiang, sehingga aman untuk digunakan.. Pondasi

Manoppo, j, Fabian., Pengaruh jarak antar tiang pada daya dukung tiang pancang. kelompok di tanah lempung lunak akibat

Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai daya dukung tiang pancang dan penurunan pondasi tiang pancang secara analitis menggunakan data sondir, SPT, kalendering dan PDA

Dari hasil analisis perhitungan daya dukung izin (Qi) untuk pondasi tiang pancang kelompok diameter 25 cm dari data sondir yang dilakukan oleh penulis

Pada Bab ini penulis akan membahas perhitungan daya dukung ultimate dan penurunan pondasi tiang pancang, yaitu dengan metode Analitis seperti yang telah dijelaskan dalam

Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa pengaruh konfigurasi tiang pancang kelompok terhadap daya dukung tiang dipengaruhi oleh besarnya effisiensi tiang (Eg) semakin