• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengecualian Praktek Monopoli Yang Dilakukan Oleh Bumn Menurut Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengecualian Praktek Monopoli Yang Dilakukan Oleh Bumn Menurut Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN

OLEH BUMN MENURUT PASAL 51 UNDANG-UNDANG

NO. 5 TAHUN 1999

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

MARSHIAS MEREAPUL GINTING 060200176

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH, M.Hum NIP. 197501122005012002

Pembimbing I

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.LI NIP. 196201171989032002

Pembimbing II

Windha, SH, M.Hum NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Bapa di surga, karena atas

kesempatan yang diberikanNya, penulis dapat “hidup” dan menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum

Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini, penulis dengan kerendahan hati menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum; Bapak Syarifuddin

Hasibuan. SH, M.H, DFM; Dan Bapak Muhammad Husni. SH, M.Hum

Selaku Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II dan Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Windha. SH, M.Hum Selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai

Pembimbing II dalam Skripsi ini.

4. Bapak Ramli Siregar. SH, M.Hum, Selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Prof. Ningrum Natasya Sirait. SH, M.Li, Selaku Pembimbing I dalam

(4)

6. Bapak Madiasa Ablisar. SH, M.S Selaku Dosen Penasihat Akademik Penulis

selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua orang tua Penulis Asli Ginting dan Masta Sitepu yang telah dengan

sabar dan penuh kasih sayang memberikan yang terbaik kepada penulis

selama masa perkuliahan dan doa-doa dan nasehatnya yang sangat berguna

bagi hidup penulis

8. Saudara-saudara Penulis : Yovitas Afra Grata Ginting dan Reza Andrea

Ginting yang telah memberikan dukungan dan inspirasi kepada penulis.

9. Abang-abang dan kakak-kakak senior di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

10.Semua kawan-kawan penulis, stambuk 2006, rekan-rekan organisasi dan

adik-adik stambuk yang dengan caranya tersendiri telah membantu penulis

dalam masa perkuliahan.

Medan Februari 2013

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : PENGATURAN MENGENAI MONOPOLI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Konsep dan Pengertian Monopoli Secara Umum ... 18

B. Monopoli Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 .... 27

C. Monopoli Dalam Peraturan KPPU ... 31

BAB III : KEDUDUKAN BUMN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang BUMN ... 37

B. Kedudukan BUMN Dalam Perekonomian Indonesia……. ... 43

(6)

BAB IV : KETENTUAN PASAL 51 UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

A. Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 .. 51

B. Penerapan Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 sesuai dengan Keputusan KPPU No. 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 ... 56

C. Penerapan Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Dalam Contoh Kasus Monopoli yang Dilakukan oleh

PT. PLN ... 59

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 70

(7)

ABSTRAK

Pengecualian praktek monopoli oleh bumn Menurut pasal 51 uu no.5 tahun 1999

Marshias mereapul gintingi Ningrum natasya sirait**

Windha***

Setelah berlakunya uu no. 5 tahun 1999, maka praktek monopoli dalam kegiatan ekonomi indonesia dengan tegas dilarang secara hukum, akan tetapi terdapat pengecualian bagi bumn, yang dengan adanya pasal 51 dalam uu no. 5 tahun 1999 tersebut mempunyai legitimasi hukum untuk mendapat pengecualian dalam melakukan praktek monopoli di indonesia. dimana diharapkan dengan diberikannya monopoli kepada bumn, maka dapat membantu terlaksananya undang-undang dasar 1945 pasal 33 dalam perekonomian indonesia

Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : bagaimana pengaturan mengenai monopoli dalam peraturan perundang-undangan di indonesia, bagaimana kedudukan bumn dalam perekonomian di indonesia sebagai pelaku usaha sehingga diberikan hak untuk praktek monopoli dalam pekeonomian indonesia dan bagaimana ketentuan pengecualian terhadap praktek monopoli yang dilakukan oleh bumn.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis-normatif, mengingat yang akan dikaji adalah ketentuan dari suatu pasal dan penerapannya dalam dalam praktek. data diperoleh dari mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang berhubungan dengan rumusan permasalahan.

Ketentuan monopoli oleh bumn menurut pasal 51 undang-undang no.5 tahun 1999 adalah bahwa monopoli atau pemusatan kegiatan yang dapat dilakukan hanyalah terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dan yang penting bagi negara. karena sampai saat ini belum ada kepastian dalam peraturan perundangan yang memberikan batasan yang dimaksud dengan ”menguasai hajat hidup orang banyak” dan ”penting bagi negara”, hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada dewan perwakilan rakyat untuk menentukannya. monopoli dan atau pemusatan kegiatan tersebut harus diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. dalam tulisan ini akan diberikan contoh satu lembaga bumn yang melakukan monopoli, yaitu pt pln (persero) yang melakukan monopoli penyediaan listrik dengan legitimasi undang-undang no. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha

dipisahkan dari Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN). Sebagai

akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi beberapa BUMN

lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya. Dengan mengelola berbagai produksi

BUMN, pemerintah mempunyai tujuan untuk mencegah monopoli pasar atas

barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta yang kuat. Karena, apabila terjadi

monopoli pasar atas barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak,

maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang akan menjadi korban sebagai

akibat dari tingkat harga yang cenderung meningkat.

Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-Undang No.

5 Tahun 1999), menyebutkan monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang

berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang menguasai

hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara

diatur dengan undang-undang dan diselengarakan oleh Badan Usaha Milik Negara

dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

Mencermati Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ini, dapat kita

temukan keterkaitan yang sangat erat dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar 1945) Pasal

(9)

penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara. Oleh sebab itu, tentunya sebelum membahas lebih lanjut tentang Pasal 51

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ini, seharusnya kita harus memahami Pasal 33

ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Ada 2 (dua) hal yang ditekankan dalam

pasal tersebut.1 Hal yang pertama merupakan pengertian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, hal ini berarti

penghasilan barang dan jasa yang dirasakan vital bagi kehidupan manusia dalam

kurun waktu tertentu, sedangkan di dalam kurun waktu bersangkutan pasokannya

terbatas, sehingga pemasoknya dapat menentukan harga dan syarat-syarat

perdagangan lainnya yang merugikan rakyat banyak demi keuntungan

pribadinya.2

Hal yang ke dua adalah pengertian “dikuasai oleh negara” yang berarti

penguasaan dalam arti yang luas, yaitu mencakup pengertian kepemilikan dalam

arti publik dan sekaligus perdata, termasuk pula kekuasaan dalam mengendalikan

dan mengelola bidang-bidang usaha itu secara langsung oleh pemerintah atau

aparat-aparat pemerintahan yang dibebani dengan tugas khusus.3

Sesuai dengan pengertian dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945

tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa pemerintah mempunyai tugas menjaga

perkonomian negara Indonesia, terutama dalam hal menjaga faktor-faktor

produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak agar dapat disalurkan kepada

1

Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia UU No. 5/1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Medan: Pustaka Bangsa Press,

2004), hlm. 231. 2

Adi Fadli, “Cabang Produksi yang Tak Berhajat”, http://timpakul.web.id/cabang-produksi-yang-tak-berhajat/ (diakses pada tanggal 07 Juli 2012).

(10)

rakyat tanpa ada monopoli dari pihak swasta, yang juga dapat kita lihat dengan

jelas dalam tujuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yaitu: 4

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional

sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat;

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat

sehingga terjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi

pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

3. Mencegah praktek monopoli, dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Membaca tujuan dari Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ini dapat dilihat

bahwa pemerintah telah melakukan suatu perbuatan administrasi negara dalam

kegiatan ekonomi yang bersifat yuridis yaitu pengaturan monopoli dan tindak

usaha yang tidak sehat yang berkaitan dengan produksi dan pemasaran atas barang

dan atau jasa. Akan tetapi dalam hal yang menguasai hajat hidup orang banyak

serta cabang produksi yang penting bagi negara sebagai mana di maksud dalam

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pengecualian terhadap negara,

yaitu negara diperbolehkan untuk melakukan monopoli. Sebagaimana diatur

secara khusus dalam Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

Negara dalam hal melakukan monopoli, memberikan hak kepada BUMN

dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. Dalam

praktiknya BUMN paling sering mendapat mandat untuk melakukan monopoli.

Hal ini karena BUMN adalah badan usaha yang modalnya baik seluruhnya

4

(11)

maupun sebagian secara langsung memperoleh penyertaan modal dari kekayaan

negara yang dipisahkan.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai sebagian besar BUMN

merasa bebas dari hukum persaingan. Pelaku usaha plat merah itu cenderung

berlindung dibalik Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut memang memberikan

pengecualian monopoli, namun apakah Pasal 51 bisa diterapkan pada seluruh

BUMN?5 Sampai saat ini terdapat beberapa cabang produksi masih dikuasai oleh negara lewat BUMN, diantaranya sektor hilir minyak dan gas,

ketenagalistrikan, dan jaminan sosial tenaga kerja.

Untuk kasus monopoli gas yang dipegang oleh Pertamina, sampai saat ini

terdapat beberapa kasus yang sudah diproses di KPPU. Pertamina menjadi salah

satu contoh mengenai monopoli oleh negara di sektor hilir, baik terhadap

komoditi minyak maupun gas. Pada sub sektor elpiji misalnya, sejak awal

bisnisnya, Pertamina tercatat sebagai satu-satunya penyedia dan pendistribusi

elpiji. Baru kemudian pada tahun 2000, bisnis elpiji mulai diramaikan pelaku

usaha lain seperti PT. Blue Gas dan PT. My Gas.

Namun praktiknya tidak terjadi persaingan yang efektif dalam bisnis elpiji

Indonesia. Persaingan hanya terjadi pada tingkat servis, bukan pada persaingan

tingkat harga maupun kualitas. Selain itu untuk sebagian besar produk Pertamina,

penetapan harganya dilakukan oleh pemerintah dan Pertamina itu sendiri. Untuk

BBM misalnya, hanya beberapa jenis produk non-subsidi (seperti avtur, solar

5

(12)

industri, dan BBM beroktan tinggi) yang penetapan harganya diserahkan kepada

mekanisme pasar.6

Dalam logika bernegara monopoli memang merupakan kewenangan

negara demi menjamin kesejahteraan rakyatnya. Namun yang perlu digarisbawahi

adalah jangan sampai karena monopoli tersebut justru menghambat usaha

pemenuhan kebutuhan rakyat. Jangan sampai tujuan mulia untuk menyejahterakan

rakyat justru berbalik menjadi merepotkan rakyat bahkan menyengsarakan rakyat.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut kemudian yang menjadi pertanyaan adalah

sebatas mana BUMN boleh melakukan monopoli dan bagaimana ketentuannya

dalam aturan perundang-undangan. Selain itu perlu juga diteliti mengenai

penerapan ketentuan monopoli oleh BUMN tersebut dalam praktik dunia usaha

dewasa ini.7

Sebagai upaya menghindarkan eksploitasi ataupun bentu “monopoli oleh

negara” yang tidak terkontrol maka dilakukan dengan memberikan

penyelenggaraan monopoli dan atau pemusatan kegiatan produksi dan atau

pemasaran barang dan jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak dan cabang

produksi yang penting bagi negara yang pelaksanaanya diatur oleh

undang-undang dan diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga lain yang

dibentuk dan atau ditunjuk oleh pemerintah. Perhitungan ekonomi

memperlihatkan bahwa monopoli alamiah yang dilakukan oleh suatu perusahaan

jelas akan lebih menguntungkan apalagi bila hal tersebut berhubungan dengan

hajat hidup orang banyak dan industri yang vital. Oleh sebab itu pengecualian

6

KPPU, ”Perkembangan Sektor Migas Dari Sudut Persaingan Usaha”, http://www.kppu.go.id (diakses pada tanggal 20 Juni 2012).

(13)

dalam hal ini harus diverifikasi melalui beberapa ukuran.8 Kejelasan mengenai undang-undang ataupun peraturan pemerintah yang dikeluarkan untuk menunjuk

kepada BUMN manakah yang dapat dikecualikan sangatlah dibutuhkan untuk

dapat menetapkan BUMN yang manakah yang dimaksud.9

Berbagai hal yang telah penulis jabarkan diatas, mendorong penulis

melakukan penelitian lebih lanjut dan mengangkatnya dalam sebuah skripsi

dengan judul “PENGECUALIAN PRAKTEK MONOPOLI YANG

DILAKUKAN OLEH BUMN SESUAI PASAL 51 UNDANG-UNDANG

NO.5 TAHUN 1999”

B.Rumusan Permasalahan

Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “Pengecualian praktek monopoli

yang dilakukan oleh BUMN sesuai Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999”

maka permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan mengenai monopoli dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana kedudukan BUMN dalam perekonomian Indonesia sehingga

mendapat hak untuk melakukan praktek monopoli dalam melakukan kegiatan

usaha?

3. Bagaimana ketentuan pengecualian terhadap praktek monopoli yang dilakukan

oleh BUMN?

8

Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hlm. 232. 9

(14)

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Adapun yang dapat dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini

dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai monopoli didalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia.

b. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai BUMN didalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia.

c. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan pengecualian terhadap praktek

monopoli yang dilakukan oleh BUMN.

2. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

a. Secara teoritis.

Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang

diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai ketentuan

pengecualian monopoli yang dilakukan oleh BUMN, sebatas mana

monopoli yang dapat dilakukan oleh BUMN, dan bagaimana pengaturan

yang mengaturnya.

b. Secara praktis

Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi

masukan bagi pembaca, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi

kalangan akademisi dalam menambah wawasan mengenai monopoli yang

dilakukan oleh BUMN dan dapat menilai bagaimana penerapan monopoli

(15)

D.Keaslian Penulisan

“Pengecualian praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN sesuai

dengan Pasal 51 Undang-Undang N0. 5 Tahun 1999” yang diangkat menjadi judul

dari skripsi ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis

dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis

menyusun skirpsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan

elektronik, juga melalui bantuan berbagai pihak.

E.Tinjauan Kepustakaan

Monopoli, dalam pengertian secara luas, dapat berarti suatu kondisi

di mana hanya ada satu penjual yang menwarkan (supply) suatu barang dan atau

jasa tertentu. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa monopoli adalah penguasan atas produksi dan atau pemasaran barang dan

atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok

pelaku usaha tertentu.

Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli sesuai dengan Pasal 1

angka 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah suatu pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya

produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga

menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan

kepentingan umum. Dan pengertian persaingan usaha tidak sehat sesuai Pasal 1

angka 6 adalah suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara

(16)

usaha. Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha patut diduga atau dianggap

melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa

apabila:10

1. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya; atau

2. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan

usaha barang dan atau jasa yang sama; atau

3. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%

(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.

Gambaran yang jelas dapat kita lihat melalui ketentuan di atas, bahwa

perbuatan monopoli dapat dikategorikan melanggar hukum persaingan. Tapi patut

dicermati bila kedudukan monopoli ini didapat melalui persaingan yang sehat

maka sesuai dengan pendekatan pasal yang bersifat Rule of Reason, monopoli

tidak dengan sendirinya menjadi kegiatan yang dilarang secara mutlak.11 Oleh sebab itu pembuktian yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(selanjutnya disebut KPPU) dalam adanya dugaan pelanggaran Pasal 17

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tersebut dengan menggunakan pendekatan Rule of

Reason, dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :12 1. Pendefinisian pasar yang bersangkutan;

2. Pembuktian adanya posisi monopoli di pasar yang bersangkutan;

3. Identifikasi praktek monopoli yang dilakukan pelaku usaha yang memiliki

Posisi Monopoli;

4. Identifikasi dan pembuktian dampak negatif dan pihak yang terkena dampak

dari praktek monopoli tersebut.

10

Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hlm. 96. 11

Ibid. 12

(17)

Kita dapat melihat Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, terdapat

ketentuan-ketentuan yang sebagaimana dimaksud dapat diuraikan dalam beberapa

unsur, sebagai berikut:13

1. Monopoli dan atau pemusatan kegiatan;

2. Produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hidup orang

banyak;

3. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara;

4. Diatur dengan undang-undang;

5. Diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau

ditunjuk oleh pemerintah.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999,

terdapat pengecualian terhadap BUMN dan atau badan atau lembaga yang

ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan monopoli sepanjang berkaitan dengan

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup

orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Pengertian

BUMN yang dimaksud di Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik

Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), Pasal 1 angka 1 adalah badan usaha

yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN

itu sendiri dapat di pisahkan menjadi:14

1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang

berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh

13 Ibid. 14

(18)

atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh

Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar

keuntungan.

2. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut persero terbuka,

adalah persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria

tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut perum adalah BUMN yang

seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan

untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang

bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip dasar

pengelolaan perusahaan.

Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah tidak sama dan

tidak termasuk dalam ruang lingkup dari pengertian Badan Usaha Milik Negara.

Hal ini dikarenakan pengaturannya yang bersifat khusus dan tata cara pendirian

dan pertanggungjawabannya diatur berbeda sesuai dengan peraturan

perundangundangan tersendiri yaitu yang terkait dengan pemerintahan daerah.

Untuk badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah,

merupakan badan atau lembaga yang dibentuk untuk menjalankan tugas

pelayanan kepentingan umum yang kewenangannyan berasal dari pemerintah

pusat dan dibiayai oleh dana negara (APBN) atau dana publik lainnya yang

memiliki keterkaitan dengan negara. Yang memliliki ciri melaksanakan:15

15

(19)

1. Pemerintahan negara;

2. Manajemen keadministrasian negara;

3. Pengendalian atau pengawasan terhadap badan usaha milik negara; dan atau

4. Tata usaha negara.

Badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah untuk

menyelenggarakan monopoli dan atau pemusatan kegiatan wajib memenuhi

hal-hal sebagai berikut:16

1. Pengelolaan dan pertanggungjawaban kegiatannya dipengaruhi, dibina, dan

dilaporkan kepada pemerintah;

2. Tidak semata-mata ditujukan untuk mencari keuntungan;

3. Tidak memiliki kewenangan melimpahkan seluruh atau sebagian monopoli dan

atau pemusatan kegiatan kepada pihak lain. BUMN dan badan atau lembaga

yang dibentuk pemerintah menyelenggarakan monopoli dan atau pemusatan

kegiatan secara bersama-sama sesuai kebutuhan dan pertimbangan berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Akan tetapi walaupun diberikan hak oleh negara untuk melakukan monopoli,

diatur dengan undang-undang adalah merupakan syarat legal untuk BUMN dan

atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah untuk

melakukan monopoli dan atau pemusatan kegiatan atas barang dan atau jasa yang

menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting

bagi negara. Dengan demikian monopoli dan atau pemusatan kegiatan oleh negara

tersebut hanya dapat dilakukan setelah diatur terlebih dahulu dalam bentuk

undang-undang (bukan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang).

(20)

F. Metode Penulisan

Metodologi adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan

memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi.17 Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu

proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan

menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu

menuntut pengujian dan pembuktian.

Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian

diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data dilakukan dengan

memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut :18 1. Jenis, sifat dan pendekatan penelitin .

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian dalam

bidang hukum sifatnya merupakan gambaran atau deskripsi kepada masyarakat

tentang adanya suatu kejadian di bidang hukum, berdasarkan hal tersebut maka

sifat penelitian adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang bermaksud

untuk menggambarkan, menelaah dan menganalisa peraturan

perundang-undangan yang berlaku dihubungkan dengan teori hukum yang berkaitan

dengan dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sifat

analisis yang dicerminkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

kegiatan monopoli yang dilakukan oleh BUMN ditinjau dari Undang- Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

17

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: UI Press 1986), hlm. 6. 18

(21)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis

normatif. Penggunaan pendekatan yuridis yaitu untuk menggambarkan

bagaimana efektifitas Undang-Undang Anti Monopoli dalam menilai efek

pemberian hak monopoli terhadap BUMN oleh pemerintah.

2. Sumber data.

Sumber data dalam penulisan ini adalah :

a. Bahan hukum primer, bahan-bahan yang mengikat yakni :

1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

3) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pelaksanaan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

4) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 11 Tahun 2011

tentang Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli) Undang-Undang No.5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti buku, hasil-hasil penelitian dan

karya ilmiah dari kalangan hukum, yang ada hubungannya dengan judul dan

(22)

3. Teknik pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian

kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan

penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

4. Analisis data.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu analisis data yang dilakukan berdasarkan atas peraturan

perundang-undangan, pandangan-pandangan responden sehingga dapat

menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Semua data yang diperoleh

kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis

dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan

dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah

merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga

diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

G.Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya

harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini,

oleh karena itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi

dalam bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu

(23)

Adapun sistematikan penulisan skripsi ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar, didalamya

diuraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi,

perumusan masalah, yang kemudian dilanjutkan dengan tujuan

dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan

kepustakaan, metode penulisan skripsi, dan diakhiri dengan

sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN MENGENAI MONOPOLI DALAM

PERATURAN PERUDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Merupakan pengaturan mengenai monopoli dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, akan dibahas

tinjauan umum mengenai monopoli, monopoli dalam

Undang-Undang No.5 Tahun 1999, monopoli dalam Peraturan Komisi

No.11 Tahun 2011.

BAB III KEDUDUKAN BUMN DALAM PEREKONOMIAN

INDONESIA

Merupakan pembahasan mengenai kedudukan BUMN dalam

perekonomian Indonesia, akan dibahas tinjauan umum tentang

BUMN, BUMN dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2003,

dan dasar pemberian hak monopoli sesuai Pasal 51

(24)

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN TERHADAP PRAKTEK

MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH BADAN USAHA

MILIK NEGARA.

Merupakan pembahasan mengenai ketentuan Pasal 51 sebagai

dasar legitimasi praktek monopoli yang dilakukan oleh BUMN

dan bentuk-bentuk monopoli yang diperbolehkan oleh negara

sesuai dengan Perkom No.3 Tahun 2010, dan contoh penerapan

Pasal 51 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dalam contoh

kasus monopoli oleh PT.PLN.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan karya ilmiah

ini yang berisikan kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan

akan ditemukan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan

yang dikemukakan penulis dalam Bab I. Sedangkan pada

bagian saran, Penulis akan mengemukakan beberapa saran

sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan dari awal

hingga akhir penulisan karya ilmiah ini sehingga dapat

bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan kepada pembaca

(25)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI MONOPOLI DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A.Konsep dan Pengertian Monopoli Secara Umum

Secara etimologi, monopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu “monos”,

yang artinya satu atau sendiri, dan “polein” yang artinya menjual atau penjual.

Berdasarkan etimologi monopoli tersebut dapat diartikan bahwa monopoli adalah

kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan satu barang dan jasa

tertentu19. Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku mempunyai control eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikian

juga terhadap penentuan harganya.

Tidak adanya pesaing menjadikan monopoli merupakan pemusatan

kekuatan pasar di satu tangan, bila di samping kekuatan tunggal itu ada

pesaing-pesaing lain namun peranannya kurang berarti, pasarnya bersifat monopolistis.

Tentunya karena pada kenyataannya monopoli sempurna jarang ditemukan, dalam

praktiknya sebutan monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai

bagian terbesar pasar. Secara lebih longgar pengertian monopoli juga mencakup

strukstur pasar dimana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang

begitu dominan, maka dari segi praktis pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya

ada disatu pelaku saja20.

19

Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta:Sinar Grafika,2009), hlm. 6.

20

(26)

Sebagai perbandingan pengertian monopoli, secara akademis dikutipkan

pengertian monopoli berdasarkan Black Law Dictionary21;

Monopoly. A priviledge or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive rights (or power) to carry on a particular business or trade, manufacture or particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity. A form of market structure in which one or only a few firms dominate the total sales of a product or services. Natural monopoly is one result where one firm of efficient size can produced all or more than market can take as remunerative prices.

Pengertian monopoli tersebut dapat diartikan sebagai suatu keistimewaan

(hak istimewa) atau keuntungan tertentu yang didapat oleh satu atau lebih orang

atau perusahaan, karena adanya hak ekslusif (atau kekuasaan) untuk menjalankan

suatu bidang usaha tertentu atau perdagangan, menghasilkan barang atau jasa

tertentu, atau mengendalikan penjualan keseluruhan produksi atau komoditas

barang atau jasa tertentu. Bentuk dari stuktur pasar yang mana satu atau hanya

beberapa perusahaan yang mendominasi keseluruhan penjualan atas suatu barang

atau jasa. Berbeda dari definisi yang diberikan dalam Undang-Undang yang

secara langsung menunjuk pada penguasaan pasar, dalam Black’sLaw Dictionary,

Penekanan lebih diberikan pada adanya suatu hak istimewa (priviledge) yang

menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan

menciptakan penguasaan pasar.22

Selanjutnya dalam Black’s Law Dictionary, dikatakan monopoli

sebagaimana dilarang oleh Section 2 Sherman Antitrust Act, memiliki dua elemen,

(27)

1. Kepemilikan atas kekuatan monopoli dalam pasar yang bersangkutan;

2. Akuisi yang disengaja atau pengelolaan dari kekuatan monopoli tersebut.

Jelas bahwa monopoli yang dilarang oleh Section 2 Sherman Act adalah monopoli

yang bertujuan untuk menghilangkan kemampuan untuk melakukan persaingan,

dan atau untuk tetap mempertahankannya. Hal ini memberikan konsekuensi

dimungkinkan dan diperkenankannya monopoli yang terjadi secara alamiah, tanpa

adanya kehendak dari pelaku usaha tersebut untuk melakukan monopoli.

Section 2 Sherman Act memang lebih menekankan pada proses terjadinya

monopolisasi dan bukan pada monopoli yang ada. Ada beberapa argumen yang

dapat dikemukakan sehubungan dengan proses terjadinya monopoli secara almiah.

Hal-hal tersebut antara lain meliputi hal-hal dibawah ini24:

1. Monopoli sebagai akibat terjadinya “superior skill” yang salah satunya dapat

terwujud dari pemberian hak paten secara ekslusif dari negara, berdasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pelaku usaha tertentu

atas hasil riset dan pengembangan atas teknologi tertentu. Selain itu ada juga

dikenal dengan istilah “trade secret”, yang meskipun tidak memperoleh

eksklusifitas pengakuan oleh negara, namun dengan “teknologi rahasianya”

mampu membuat satu produk superior.

2. Monopoli terjadi karena pemberian negara. Di Indonesia, hal ini sangat

jelas dapat dilihat dari ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Yang isinya adalah sebagai

berikut:

24

(28)

b. Pasal 33 ayat (2) :

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

c. Pasal 33 ayat (3) :

“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

3. Monopoli merupakan suatu “historical accident”, karena monopoli tersebut

terjadi karena tidak sengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang

ditentukan oleh berbagai faktor terkait di mana monopoli itu terjadi. Dalam hal

ini penilaian mengenai pasar yang bersangkutan yang memungkinkan

terjadinya monopoli sangat relevan.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa yang terpenting dari Section2

Sherman Act adalah proses terjadinya monopolisasi, dan bukan monopoli yang

telah ada. Untuk menilai berlangsungnya suatu proses monopolisasi, sehingga

dapat terjadi suatu bentuk monopoli yang dilarang, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu: 25

1. Penentuan mengenai pasar bersangkutan (the relevant market),

Ditentukan oleh:

a. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang

aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku usaha dan

kinerja pasar. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah jumlah penjual dan

pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem

distribusi, dan penguasaan pasar;

25

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli (Jakarta: PT.

(29)

b. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam

kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk

mencapai tujuan perusahaan. Tindakan perusahaan yang dimaksud antara

lain adalah pencapaian laba,pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode

persaingan yangdigunakan;

c. Pangsa pasar, adalah persentase nilai jual atau beli barang dan atau jasa

tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan

dalam waktu tertentu;

d. Harga pasar, adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa

sesuai dengan kesepakatan antara para pihak dipasar bersangkutan.

2. Penilaian terhadap keadaan pasar dan jumlah pelaku usaha;

3. Ada tidaknya kehendak untuk melakukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu

tersebut.

Tidak ada suatu halangan bagi individu maupun badan hukum yang

menjalankan usaha untuk mengembangkan usahanya menjadi besar. Walau

demikian, hendaknya pengembangan usaha tersebut harus diikuti dengan

cara-cara yang layak dan benar. Pada dasarnya naluri dunia usaha memiliki “general

intent” untuk menjadi besar dan cenderung monopolistik.26 Pada pasar bersangkutan yang sudah jenuh, kehendak untuk menjadi besar terkadang

dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak wajar dan tidak sehat. Hal ini jelas tidak

dikehendaki oleh dunia usaha pada umumnya.27 Jika kita kembali pada makna yang terkandung pada Section 2 Sherman Act, di mana penekanan diberikan pada

26 Ibid. 27

(30)

proses terjadinya monopoli, maka jelas usaha yang tidak sehat merupakan suatu

pelanggaran terhadap ketentuan monopoli28.

Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua yang disusun oleh

Christopher Pass dan Bryan Lowes, monopoli adalah suatu jenis struktur pasar

(market structure) yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:29

1. Satu perusahaan dan banyak pembeli, yaitu suatu pasar yang terdiridari satu

pemasok tunggal dan menjual produknya pada pembeli-pembeli kecil yang

bertindak secara bebas tetapi berjumlah besar;

2. Kurangnya produk substitusi, yaitu tidak adanya produk substitusiyang dekat

dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan monopoli (elastisitas silang

permintaan/ cross elasticity demand adalah nol);

3. Pemblokiran pasar untuk dimasuki, yaitu hambatan-hambatan untuk masuk

(barrier to entry) begitu ketat sehingga tidak mungkin bagi perusahaan baru

untuk memasuki pasar yang bersangkutan (pasar persaingan sehat), baik

rintangan alamiah maupun rintangan dari pemerintah (policy-generated

barriers to competition)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang disebut dengan monopoli

adalah situasi pengadaan barang dagangannya tertentu (di pasar lokal atau

nasional) sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau satu

kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan.30

28

Ibid. hlm. 16. 29

Hermansyah. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha (Jakarta:kencana 2008), hlm. 39.

30

(31)

Melihat pengertian monopoli yang dikutip dari berbagai sumber diatas,

dapat dirumuskan bahwa suatu kegiatan monopoli dalam kegiatan ekonomi, harus

mempunyai ciri-ciri:31

1. Hanya ada satu penjual. Dalam monopoli, hanya ada satu penjual barang atau

jasa yang menguasai produksi keseluruhan komoditi tertentu. Oleh karena itu,

keseluruhan pasar dilayani oleh perusahaan tunggal, dan untuk tujuan praktis,

perusahaan disamakan dengan industry;

2. Kekuatan penjual atau produsen untuk menentukan harga.Kemampuan untuk

memberikan dampak pada syarat dan kondisi dari kegiatan jual-beli sehingga

harga dari produk ditetapkan oleh perusahaan (harga tidak ditentukan oleh

pasar seperti yang terjadi pada pasar persaingan sempurna). Walaupun

kekuatan pasar monopolt inggi, tetapi tetap dibatasi oleh permintaan dari pasar.

Konsekuensi dari monopoli adalah peningkatan harga akan mengakibatkan

hilangnya sebagian konsumen;

3. Tidak ada barang pengganti terdekat atau mirip (close substitute). Ini

dikarenakan perusahaan memproduksi komoditas tertentu, dan barang dan atau

jasa yang diperjualbelikan merupakan barang dan atau jasa yang masih jarang;

4. Tidak ada atau sangat sedikit perusahaan lain yang dapat memasuki pasar

tersebut karena banyaknya hambatan atau rintangan berupa keunggulan

perusahaan;

5. Diskriminasi harga: penetapan harga kepada satu konsumen yang berbeda dari

harga kepada konsumen lain di dalam segmen pasar yang berbeda atas suatu

barang dan atau jasa yang sama dengan alasan yang tidak terkait dengan biaya

produksi.

31

Suhasril, dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

(32)

Monopoli, meskipun secara umum lebih sering dikemukakan bahwa

monopoli itu negatif, namun apabila ditelusuri lebih dalam lagi memiliki aspek

positif dan negatif dalam pelaksanaannya. Aspek positif dari monopoli adalah

sebagai berikut:32

1. Monopoli dapat memaksimalkan efisiensi pengelolaan sumber dayae konomi

tertentu. Apabila sumber daya alam minyak bumi dikelola oleh salah satu unit

usaha tunggal yang besar, maka ada kemungkinan bahwa biaya-biaya tertentu

akan bisa dihindari.

2. Monopoli juga bisa menjadi sarana untuk meningkatkan pelayanan terhadap

konsumen dalam industri tertentu. Dalam bidang usaha pelayanan

telekomunikasi, misalnya, para pengguna jasa akan bisa saling berhubungan

tanpa kesulitan karena hubungan itu difasilitasi oleh satu perusahaan yang

memiliki basis teknologi yang bias dimanfaatkan oleh semua konsumen. Hal

ini mungkin saja tidak terjadi jika usaha pelayanan telekomunikasi dibuka bagi

persaingan. Dalam hal terjadi persaingan, ada kemungkinan

perusahaan-perusahaan yang saling bersaing itu mengembangkan sendiri teknologi mereka

bagi konsumen mereka sendiri. Dengan demikian, ada kemungkinan mereka

memiliki basis teknologi yang saling berbeda yang akan menyulitkan

konsumen perusahaan yang satu untuk berhubungan dengan konsumen

perusahaan lainnya.

3. Monopoli bisa menghindarkan duplikasi fasilitas umum. Adakalanya bidang

usaha tertentu akan lebih efisien bagi publik apabila dikelola hanya oleh satu

perusahaan. Jika distribusi air minum diberikan pada lebih dari satu perusahaan

32

(33)

yang saling bersaing, yang mungkin terjadi adalah bahwa mereka akan

membangun sendiri instalasi (penampungan, pipa-pipa) air minum mereka.

Dari sisi kepentingan publik, duplikasi fasilitas air minum itu bisa dianggap

sebagai sesuatuyang kurang efisien.

4. Dari sisi produsen, monopoli bisa menghindarkan biaya iklan serta biaya

diferensiasi. Jika terjadi persaingan, setiap perusahaan yang bersaing akan

saling mencoba merebut konsumen dengan banyak cara, iklan tampaknya

menjadi cara yang cukup penting untuk menjangkau konsumen. Setiap

perusahaan juga akan berkecenderungan untuk membuat produk mereka bisa

dibedakan dari produk perusahaan lain. Dalam hal terjadi monopoli, kedua

macam biaya tersebut tidak relevan. Dalam pasar monopoli, perusahaan akan

selalu berada pada pihak yang lebih dibutuhkan oleh konsumen. Perusahaan

tidak perlu bersusah-susah mendapatkan konsumen melalui iklan maupun

diferensiasi produk.

5. Dalam monopoli, biaya kontraktual bisa dihindarkan. Persaingan membuat

kekuatan ekonomi tersebar (dispersed). Dengan demikian,maka para pelaku

ekonomi akan memiliki kekuatan relatif yang tidak jauh berbeda.

Konsekuensinya, jika mereka akan saling bertransaksi waktu, biaya, dan tenaga

yang diperlukan menjadi lebih besar. Kondisi ini tidak dijumpai dalam kondisi

monopoli di mana peluang untuk bernegosiasi tidak terlalu besar.

6. Monopoli bisa digunakan sebagai sarana untuk melindungi sumber daya

tertentu yang penting bagi masyarakat luas dari eksploitasi yang semata-mata

(34)

Adapun aspek negatif dari monopoli adalah sebagai berikut:33

1. Monopoli membuat konsumen tidak mempunyai kebebasan memilih produk

sesuai dengan kehendak dan keinginan mereka. Jika penawaran sepenuhnya

dikuasai oleh seorang produsen, secara praktis para konsumen tidak punya

pilihan lain. Dengan kata lain, mau tidak mau konsumen harus menggunakan

produk satu-satunya itu.

2. Monopoli membuat posisi konsumen menjadi rentan di hadapan produsen.

Ketika produsen menempati posisi sebagai pihak yang lebih dibutuhkan

daripada konsumen, terbuka peluang besar bagi produsen untuk merugikan

konsumen melalui penyalahgunaan posisi monopolistiknya. Antara lain,

menjadi bisa menentukan harga secara sepihak, secara menyimpang dari biaya

produksi riil.

3. Monopoli juga berpotensi menghambat inovasi teknologi dan proses produksi.

Dalam keadaan tidak ada pesaing, produsen lantas tidak memiliki motivasi

yang cukup besar untuk mencari dan mengembangkan teknologi dan proses

produksi baru. Akibatnya, inovasi teknologi dan proses produksi akan

mengalami stagnasi.

B.Monopoli dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Selama masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan melindungi kepentingan

nasional baik dalam bentuk proteksi terhadap industri yang baru tumbuh (infant

industry) maupun dalam bentuk kebijakan monopoli dianggap sangat tepat.

(35)

Namun dalam perkembangan selanjutnya monopoli cenderung dinilai sebagai

kebijakan yang negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Bahkan monopoli telah

menjadi kebijakan yang sangat merugikan banyak pihak baik bagi pelaku usaha

(competitor) maupun konsumen. Meski tidak semua buruk, citra monopoli

dianggap sebagai kejahatan (crime), padahal banyak kegiatan ekonomi akan lebih

baik dan efisien jika dilakukan secara monopolis. Sejumlah kegiatan ekonomi

seperti listrik, migas, air, telekomunikasi dan sebagainya pernah menjadi kegiatan

usaha yang dimonopoli Negara, melalui BUMN, negara hadir melayani kebutuhan

masyarakat yang teresebar di seluruh pelosok negara.34

Pengertian monopoli dijelaskan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999

Pasal 1 angka 1 yaitu monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha

atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan untuk penerapan ketentuan

monopoli diatur dalam Bab IV, mengenai Kegiatan Yang Dilarang. Adapun

berbunyi sebagai berikut: 35

1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud ayat (1)

apabila:

34

Tadjuddin Noor Said, “Monopoli dan Kesejahteraan,” http://bangtadjoe.blogspot.com/2009/01/monopoli-negara-dan-kesejahteraan-dalam.html (diakses pada tanggal 15 Agustus 2012).

35

(36)

a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya; atau;

b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan

usaha barang dan atau jasa yang sama; atau

c. Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%

(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Dapat dijabarkan unsur-unsur dalam Pasal 17 ini adalah sebagai berikut:

1. Pelaku Usaha

Sesuai dengan Pasal 1 Angka 5 dalam ketentuan umum Undang-Undang No.5

Tahun 1999, pelaku usaha adalah “Setiap Orang perorangan atau badan usaha,

baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”

2. Penguasaan

Yang dimaksud penguasaan adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar

bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan dan

mengendalikan harga barang dan atau jasa di pasar.

3. Barang

Sesuai dengan Pasal 1 Angka 16 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang

No.5 tahun 1999, “Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak

berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan,

dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku

(37)

4. Jasa

Sesuai dengan Pasal 1 Angka 17 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang

No.5 tahun 1999, “Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau

prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh

konsumen atau pelaku usaha”.

5. Praktek Monopoli

Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No.5

tahun 1999, “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu

atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau

pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan

persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”.

Meskipun kata yang dipakai dalam peristilahan adalah “monopoli” tetapi

penerapan ketentuan yang termuat dalam Pasal 17 tidak hanya mencakup

monopoli dalam arti kata sebenarnya yaitu stuktur pasar yang hanya terdapat satu

pemasok di suatu pasar bersangkutan, tetapi lebih dari itu. Ketentuan ini berlaku

apabila tidak terdapat oligopoli sebagaimana dimaksud Pasal 4, melainkan pada

stuktur pasar lain, hal ini jelas sekali di Pasal 17 ayat (2) butir c, satu peserta

menguasai pasar, khususnya apabila memegang pangsa pasar lebih dari 50% (lima

puluh persen).36

Ketentuan pangsa pasar 50% (lima puluh persen) berperan utama dalam

praktik sebagai batasan awal penyelidikan karena penelitiannya relatif lebih

mudah. Selain itu jangkauan Pasal 17 lebih luas dari jangkauan Pasal 4, karena

ketentuan Pasal 4 terbatas kepada pasar oligopoli, biasanya hanya diperdagangkan

36

Knud Hansen, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

(38)

barang homogen.37 Sebaliknya, Pasal 17 juga dapat diterapkan terhadap pasar barang heterogen, seandainya satu pesaing sendirian memiliki pangsa pasar 50%

(lima puluh persen) lebih. Dengan demikian, standar tersebut hanya berlaku untuk

pesaing yang penguasaan atas pasarnya dapat diduga berdasarkan pangsa pasar

atau situasi tertentu, tanpa memperhatikan stuktur pasar bersangkutan38.

Asumsi menurut undang-undang, yang termuat di Pasal 17 ayat (2) baru

mulai berlaku apabila akibat posisi dominan di pasar kemungkinan besar akan

terjadi atau telah terjadi penyalahgunaan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2

dan 6, yaitu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat. Dugaan yang dapat dibantah malah sangat terbatas

karena hasil pemeriksaan harus dinilai atas dasar rule of reason.39

Pasal-pasal dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menggambarkan

bentuk dari pendekatan per se illegal ini melalui pasal yang sifatnya imperatif

dengan interpretasi yang memaksa, sebagai kebalikan dari pendekatan per se

illegal maka pendekatan rule of reason menggunakan alasan-alasan pembenaran

apakah tindakan yang dilakukan walupun bersifat anti persaingan tetapi

mempunyai alasan pembenara yang menguntungkan dari pertimbangan sosial,

keadilan ataupun efek yang ditimbulkannya serta juga maksud (intent).40

Ketentuan-ketentuan Pasal 17 tersebut di atas seperti tidak adanya

persaingan substitusi, penciptaan hambatan masuk dan lain-lain harus dilihat

secara kritis, bahwa aspek tersebut perlu dianggap sebagai kriteria relevansi oleh

lembaga pengawas anti monopoli dalam hal ini adalah KPPU.

(39)

C.Monopoli dalam Peraturan KPPU.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengeluarkan pedoman

monopoli dalam Peraturan Komisi (selanjutnya disebut Perkom) Nomor 11 Tahun

2011 tentang Pedoman Pasal 17 (Praktek Monopoli) Undang-Undang No.5 tahun

1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pada

28 September 2011. Pedoman ini ditujukan untuk memberikan pemahaman pada

semua pihak tentang arti dan batasan Pasal 17 Undang-Undang No.5 tahun 1999,

terutama tentang dua konsep penting yaitu, penjabaran mengenai posisi monopoli,

dan praktik monopoli sebagai bentuk penyalahgunaan posisi monopoli. Pada

bagian lampiran perkom, ini dijelaskan UU No.5 tahun 1999 membagi dalam dua

pengaturan substansi yaitu perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang.

Adapun kegiatan yang termasuk dilarang adalah kegiatan monopoli,

monopsoni, penguasan pasar serta persekongkolan. Pedoman ini bertujuan untuk

menjelaskan dua konsep penting dalam penerapan Pasal 17 Undang-Undang

No.5 tahun 1999. Mengenai penjabaran mengenai posisi monopoli, dan praktik

monopoli sebagai bentuk penyalahgunaan posisi monopoli.41

Didalam perkom ini, KPPU akan berusaha menjelaskan perbedaan antara

Posisi monopoli dan Praktek Monopoli, Pasal 17 Undang-Undang No.5 tahun

1999 terdiri dari 2 ayat tentang pengaturan monopoli, yaitu mengenai posisi

monopoli dan praktek monopoli yang merupakan bentuk dari penyalahgunaan

posisi monopoli (abuse of monopoly). Menurut definisi KPPU posisi monopoli

yang dimaksudkan dalam Pasal 17 terdapat dalam ayat (2) yang mendefinisikan 3

bentuk dari posisi monopoli, yaitu:42

41

Republik Indonesia, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 11 Bab I 42

(40)

1. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya.

Pendefinisian posisi monopoli demikian sesuai dengan definisi teoritis

sebelumnya bahwa monopoli adalah suatu kondisi dimana perusahaan

memproduksi dan atau menjual produk yang tidak memiliki barang pengganti

terdekat. Tidak adanya barang pengganti terdekat menunjukkan bahwa produk

tersebut belum memiliki barang substitusi.

2. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan

barang dan atau jasa yang sama.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, perusahaan yang memiliki Posisi

Monopoli akan memiliki kekuatan monopoli. Kekuatan monopoli ini tidak

hanya terbatas pada kemampuannya menentukan harga, tetapi juga memiliki

kemampuan untuk mengurangi atau meniadakan tekanan persaingan.

Kemampuan ini diperoleh karena perusahaan monopoli dilindungi oleh sebuah

hambatan yang dapat mencegah masuknya (entry barriers) perusahaan baru ke

dalam pasar. Dengan adanya hambatan masuk ini, perusahaan monopoli tidak

memiliki pesaing nyata dan pesaing potensial.

3. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%

(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Pendefinisian cara ketiga ini sering disebut dengan istilah pendekatan

struktur, dimana posisi monopoli didefinisikan berdasarkan pangsa pasar yang

dimiliki sebuah perusahaan. Kekuatan monopoli yang dimiliki oleh sebuah

perusahaan tidak harus muncul karena perusahaan merupakan satu-satunya

penjual di pasar, melainkan dapat muncul apabila perusahaan tersebut

merupakan perusahaan yang dominan di pasar. Dengan demikian berdasarkan

(41)

Apabila dalam ayat (2) Pasal 17 mengatur mengenai posisi monopoli,

maka ayat (1) dari pasal tersebut mengatur mengenai penyalahgunaan posisi

monopoli. Ayat (1) tersebut pada intinya mengatur tentang pelarangan kegiatan

penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat. Berdasarkan ayat tersebut harus dipahami bahwa perusahaan yang memiliki

posisi monopoli (yang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran)

tidak serta merta melanggar Pasal 17 UU No. 5 tahun 1999, Kecuali perusahaan

tersebut melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Praktek monopoli merupakan bentuk penyalahgunaan posisi monopoli yang

muncul akibat pemberdayaan kekuatan monopoli. Dan seperti yang telah

dijelaskan, jika suatu kelompok usaha memiliki posisi monopoli, maka secara

otomatis juga memiliki kekuatan untuk mempersempit persaingan di pasarnya,

karena dengan hilangnya saingan, maka perusahaan monopoli dapat

mengeksploitasi pasar dengan tindakan-tindakan menerapkan harga, pembatasan

jumlah produksi dan penurunan kualitas barang dan atau jasa yang dipasok.

Dengan demikan praktek monopoli dapat dibedakan menjadi dua bagian

yaitu:

1. Perilaku yang memiliki dampak negatif langsung kepada pesaing nyata

maupun pesaing potensial;

2. Perilaku yang memiliki dampak negatif langsung kepada mitra transaksi.

Melalui dua kriteria tersebut, KPPU dapat mendefinisikan bentuk-bentuk praktek

(42)

Pembuktian terhadap pelanggaran Pasal 17 pada hakekatnya adalah

pembuktian posisi monopoli dan praktek monopoli. Sebelum membuktikan

adanya praktek monopoli maka KPPU terlebih dahulu harus membuktikan bahwa

sebuah perusahaan memiliki posisi monopoli. Hal ini sesuai dengan kalimat di

ayat (2) yang menyebutkan pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan

penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa. Kata diduga

dan dianggap juga mengimplikasikan bahwa meskipun perusahaan terbukti

memiliki Posisi Monopoli, perusahaan tersebut belum dapat dipersalahkan telah

melakukan pelanggaran Pasal 17.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam pembuktian adanya dugaan

pelanggaran Pasal 17, menggunakan pendekatan rule of reason yang dapat dibagi

kedalam beberapa tahap yaitu:43 1. Pendefinisian pasar bersangkutan;

2. Identifikasi praktek monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki

posisi monopoli;

3. Pembuktian adanya posisi monopoli di pasar yang bersangkutan;

4. Identifikasi dan pembuktian dampak negatif dan pihak yang terkena dampak

dari praktek monopoli tersebut.

Setelah adanya pembuktian praktek monopoli dalam suatu kegiatan usaha, maka

KPPU berwewenang untuk menjatuhkan sanksi yaitu:44

1. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti

menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha

tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (Pasal 47 ayat (2) butir c);

dan atau

43 Ibid. 44

(43)

2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi

dominan (Pasal 47 ayat (2) butir d); dan/atau

3. Penetapan pembayaran ganti rugi ( Pasal 47 ayat (2) butir f); dan/atau

4. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar

rupiah) (Pasal 47 ayat (2) butir g).

Terhadap pelanggaran Pasal 17 juga dapat dikenakan hukuman pidana

pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 5 tahun 1999

berupa pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000,00 (duapuluh lima

miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar

rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan

(pasal 48 ayat (1)).

Terhadap pidana pokok tersebut, juga dapat dijatuhkan pidana tambahan

terhadap pelanggaran Pasal 17 sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No. 5/1999

berupa:45

1. Pencabutan izin usaha, atau

2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran

terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau

penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian pada pihak lain.

(44)

Setelah adanya peraturan KPPU tentang monopoli diharapkan dapat memberi

kepastian hukum pada dunia usaha dan meningkatkan rasionalitas pelaku usaha

(45)

BAB III

KEDUDUKAN BUMN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

A.Pengaturan Tentang BUMN Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

Secara harfiah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diartikan sebagai unit

bisnis milik rakyat banyak, untuk rakyat banyak, tetapi dikelola dan diusahakan

oleh pemerintah, oleh karena rakyat banyak mempunyai keterbatasan sumber daya

untuk mengelola dan mengusahakannya.46 Dalam arti ini, berarti pemerintah

bukanlah sebagai pemilik BUMN, sehingga setiap keputusan pemerintah

mengenai perusahaannya sekurang-kurangnya diketahui dan disetujui oleh rakyat

banyak.

Pengertian BUMN di Indonesia, berkaitan erat dengan amanat Pasal 33

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia1945, khususnya ayat (2) dan (3) yaitu:

Pasal 33 Ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 Ayat (3)

:Bumi dan air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.47 Penguasaan itu penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dan rakyat banyak dapat

menikmati sumber-sumber kemakmuran rakyat dari bumi,air dan kekayaan alam

di dalamnya. 48

Sebenarnya perusahaan negara telah lama dikenal, sejak masuknya

Belanda di Indonesia, adanya VOC (Verenigde Dost lndische Companie) dapat

dijadikan bukti, keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi. Verenigde Dost

46

Syamsul Rizal, ”Analisis Juridis dari Badan Usaha Milik Negara”; http://digilib.usu.ac.id/ (diakses pada tanggal 15 Juli 2011).

47 Ibid. 48

(46)

lndische Companie (VOC) adalah suatu Trust yang dibentuk pemerintah Belanda

untuk melaksanakan usaha dagang di Indonesia.49 Latar belakang terbentuknya

perusahaan negara di negara bekas jajahan merupakan bagian dari perkembangan

ekonomi Eropa Barat dan negara penjajah umumnya.

Apabila melihat sejarah perusahaan negara sesudah Indonesia merdeka,

hampir sama seperti zaman Hindia Belanda melakukan usaha yang bertujuan

untuk mendapatkan penghasilan untuk Pemerintah Belanda. Pola tersebut masih

berlaku, asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, seperti :50 1. Perusahaan negara yang diatur IBW (lndische Bedrijven Wet) Stb. 1927

No.419. Anggaran perusahaan IBW dimaksudkan dalam anggaran belanja

negara, teknis anggarannya termasuk dalam Departemen Keuangan,

pengawasan masing-masing di bawah departemen teknis. Contohnya, Jawatan

Kereta Api, Jawatan Pegadaian, Percetakan Negara.

2. Perusahaan negara yang diatur ICW (Indische Comptabiliteits Wet).

Perusahaan ini tidak tegas berstatus sebagai organisasi usaha yang

dilaksanakan pemerintah. Namun, anggaran perusahaan termasuk dalam

anggaran departemen yang bersangkutan. Contohnya, Penerbitan Balai

Pustaka, Perusahaan Listrik Negara, Perusahaan Air Minum Negara.

3. Perusahaan negara di luar IBW dan ICW, sebagai berikut :

a. Perusahaan yang diselenggarakan BIN (Bank Industri Indonesia), sekarang

Bapindo. Bank Industri Indonesia (BIN) kurang lebih memiliki 90

perusahaan, untuk membantu pembangunan dalam lapangan industri,

pertambangan, dan perkebunan. Contoh, PT. Perusahaan Tinta Tjetak

49 Ibid. 50

(47)

Tjemani, PT. Pabrik Kertas Blabak, PT. Perusahaan Hotel dan Tourist

Nasional.

b. Perusahaan yang dinasionalisasi, dalam rangka perjuangan pengembalian

Irian Barat. Pemerintah menempatkan semua perusahaan Belanda di bawah

pengawasan Pemerintah Indonesia dan akhirnya dinasionalisasikan.

c. Perusahaan di lapangan hukum perdata, yaitu perusahaan yang berbentuk

PT, sahamnya dipegang seluruhnya pemerintah. Contoh, PT. Usaha

Pembangunan Periklanan, PT. Pertambangan Timah Belitung, PT.

Pertambangan Timah Singkep, PT. Pertambangan Bauxit, dan PT Permina.

d. Perusahaan yang modalnya dari pemerintah atau penyertaan modal. Contoh,

PT. djakarta Lloyd, PT. Pelayaran Nasional Indonesia, PT. Garuda

Indonesia, dan PT. Sampit Dayak.

e. Perusahaan yang modalnya berasal dari pemerintah, dijalankan oleh

yayasan. Contoh, Yayasan Prapanca, Yayasan Urusan Bahan Makanan,

Yayasan Motor, Yayasan Bahan Pertanian, Yayasan Karet Rakyat Pusat,

Yayasan Persediaan bahan Perindustrian.

Sejarah menunjukkan bahwa tujuan utama pendirian BUMN di Indonesia

pada era 1950-an adalah untuk menampung perusahan-perusahaan Belanda yang

dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Pada awal masa tersebut, BUMN

disebut sebagai Perusahaan Negara, adapun istilah BUMN mulai dikenal pada

tahun 1983, yaitu melalui dirumuskannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun

(48)

Kementrian Negara Pendayagunaan BUMN.51 Visi utama terbentuknya lembaga ini adalah sebagai berikut:52

1. Membangun BUMN yang berdaya saing dang berkelas global.

2. Membangun lokomotif pemulihan ekonomi Indonesia secara keseluruhan,

dimana situasi ekonomi Republik Indonesia pada tahun 1997-1998 mengalami

krisis. Pinjaman Indonesia mendekati angka US $100 milliar.

Pada akhirnya perusahaan-perusahaan yang berasal dari latar belakang

hukum yang berbeda ini berusaha untuk disatukan dengan proses penyederhanaan

bentuk dan penegasan fungsi ke bentuk-bentuk BUMN, dengan alasan

demikianlah terdapat keanekaragaman aspek hukum pada beberapa jenis BUMN

yang masih ditunjukkan dalam proses sejarah sampai sekarang.

Pada tahun 2003, pemerintah melalui DPR RI mengesahkan

Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Produk

Undang-Undang tersebut mengatur dasar-dasar yang penting dari konsep, tujuan dan

pengelolaan BUMN. berdasarkan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa di

Indonesia BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU BUMN, terdiri

atas:53

1. Persero

Persero adalah BUMN yang bentuk usahanya adalah perseoran terbatas

atau PT. Bentuk persero semacam itu tentu saja tidak jauh berbeda sifatnya

dengan perseroan terbatas atau PT swasta yakni sama-sama mengejar

keuntungan yang setinggi-tingginya atau sebesar-besarnya. Saham kepemilikan

51

Sugiharto, Riant Nugroho dan Ricky S, BUMN Indonesia : isu, kebijakan dan strategi

(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005), hlm. 82. 52

Ibid. 53

Referensi

Dokumen terkait

5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehatmengecualikan BUMN untuk melakukan kegiatan monopoli atas cabang-cabang produksi yang

Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No.5 tahun 1999, “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha

Menurut penulis diantara kriteria ihtikar menurut Yusuf Qardhawi dan kriteria menurut pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang larangan praktik Monopoli

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 502 K/Pdt.Sus/2010 BERKAITAN DENGAN PENERAPAN PASAL 17 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG. LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI

Adapun yang dimaksud dengan praktek monopoli menurut Pasal 1 angka 2 adalah “pemusatan kekuasaan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan

Adapun yang dimaksud dengan praktek monopoli menurut Pasal 1 angka 2 adalah “pemusatan kekuasaan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan

Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No.5 tahun 1999, “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku

(5) Unsur yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya