OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MESOKARP
SAWIT DENGAN TEKNOLOGI REACTIVE EXTRACTION
MENGGUNAKAN RESPONE SURFACE
METHODOLOGY (RSM)
SKRIPSI
OLEH :
ARYA JOSUA SIMANULLANG
110405129
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
AGUSTUS 2015
OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MESOKARP
SAWIT DENGAN TEKNOLOGI REACTIVE EXTRACTION
MENGGUNAKAN RESPONE SURFACE
METHODOLOGY (RSM)
SKRIPSI
OLEH :
ARYA JOSUA SIMANULLANG
110405129
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MESOKARP SAWIT
DENGAN TEKNOLOGI REACTIVE EXTRACTION MENGGUNAKAN
RESPONE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku
Medan, 10 Agustus 2015
Arya Josua Simanullang NIM 100405129
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MESOKARP SAWIT
DENGAN TEKNOLOGI REACTIVE EXTRACTION MENGGUNAKAN
RESPONE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
PRAKATA
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi
dengan judul “Optimasi Pembuatan Biodiesel Dari Mesokarp Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction Menggunakan Respone Surface Method (RSM)”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
Melalui penelitian ini diperoleh hasil biodiesel dari mesokarp buah sawit dengan teknologi Reactive Extraction menggunakan katalis novozym 435i, sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan khususnya mengurangi jumlah penggunaan bahan bakar fosil.
Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat pengarahan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Taslim, M.Si.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 10 Agustus 2015 Penulis,
Arya Josua Simanullang
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Saman dan Nurhayati Manurung serta kakak dan abang tercinta Dame Elvi Susilawati Simanullang, Cryson Simanullang, Benardo Simanullang dan adikkku Ryzki Effendi Simanullang yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Tjahjono Herawan dan Ibu Meta Rivani, S.T. selaku pembimbing penelitian di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, S.T., M.T. dan Bode Haryanto, ST, M.T., Ph.D. yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Ir. Renita Manurung, M.T. selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU.
6. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Kimia USU. 8. Ibu Farida Hanum, S.T., M.T. sebagai Dosen Pembimbing Akademik.
9. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis.
10.Pascalis Novalina Sitorus atas kerjasamanya yang baik hingga akhir selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Arya Josua Simanullang NIM : 110405129
Tempat, tanggal lahir : Rimbo Bujang, 7 Agustus 1993 Nama orang tua : Saman dan Nurhayati Manurung Alamat orang tua :
Jl. Kenanga Unit IX. Kec. Rimbo Ulu, Kab. Tebo, Jambi
Asal Sekolah:
SD Negeri 80/VII Tebo 1999-2005
SMP Negeri 3 Tebo tahun 2005 – 2008
SMA Negeri 2 Tebo tahun 2008 – 2011 Beasiswa yang diperoleh:
1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Tahun 2012 2. Beasiswa Tanoto Foundation 2013-2015
Pengalaman Kerja dan Organisasi:
1. Anggota K3M English Club Fakultas Teknik 2011-2013. 2. Anggota Tanoto Scholars Association Medan 2013-2015.
3. Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2013/2014 bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni (HUMAS).
4. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2014/2015.
Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal:
Pengaruh Variasi Variabel Reaksi pada Proses Ekstraksi Reaktif Mesokarp Sawit Untuk Menghasilkan Biodiesel
ABSTRAK
Reactive Extraction digunakan untuk memproduksi biodiesel dari mesokarp sawit,
reactive extraction dapat mengurangi modal dan biaya produksi, waktu pemrosesan, dan jumlah pelarut yang diperlukan dibandingkan dengan metode konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berbagai parameter dari proses ekstraksi reaktif untuk mendapatkan hasil yang optimum dari FAME. Optimasi menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Response Surface Methodology adalah teknik statistik yang efektif untuk merancang percobaan, pemodelan dan menyelidiki proses yang kompleks untuk optimasi ekstraksi reaktif. Sebuah Central Composite Design (CCD) diadopsi untuk mempelajari pengaruh konsentrasi katalis (5-15%), rasio reaktan (50:1-70:1), dan suhu reaksi (50-70 ºC) untuk mengoptimalkan yield FAME. Berdasarkan model orde kedua, kondisi optimum untuk reaksi ini ditemukan konsentrasi katalis 11,4345% berat dari mesocarp, rasio reaktan 52,9731:1, dan suhu reaksi 63,1717 ºC. Model matematika (persamaan kuadrat polinomial) yang diperoleh telah cukup menggambarkan parameter eksperimental dipelajari dan memberikan prediksi statistik yang akurat dari hasil observasi yang diperoleh.
Kata kunci: dimetil karbonat, mesokarp sawit, optimasi, Reactive Extraction,
ABSTRACT
Reactive extraction used to produce biodiesel from palm mesocarp, reactive extraction can reduced the capital and production cost, processing time, and the amount of solvent required than conventional method. The purpose of this study is to determine the relationship between various parameters of the reactive extraction process to obtain optimum yield of FAME. Optimization was used Response surface methodology (RSM). Response surface methodology was an effective statistical technique to design the experiment, modelling and investigate complex process to optimization reactive extraction. A central composite design (CCD) was adopted to study effects concentration (5-15%), dimethyl carbonate (DMC) to oil molar ratio (50:1-70:1), and reaction temperature (50-70 oC) to optimize the yield of FAME. Based on second-order model, optimum condition for this reaction is found to be catalyst concentration 11,4345 wt.% of mesocarp, DMC to oil ratio of 52,9731:1, and reaction temperature 63,1717 oC. The mathematical model (a quadratic polynomial equation) has developed adequately describing ranges of the experimental parameters studied and provides a statistically accurate prediction of the optimum yield of FAME.
Keywords: dimethyl carbonate palm mesocarp, optimization, reactive extraction, respone surface methodology.
DAFTAR ISI
Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR SINGKATAN xv
DAFTAR SIMBOL xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 BIODIESEL 8
2.2 BAHAN 9
2.2.1 Mesokarp Buah Sawit 9 2.2.2 Dimethyl Carbonate (DMC) 11
2.2.3 Novozym 435 12
2.3 EKSTRAKSI REAKTIF 15
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 20
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 20
3.2.1 Bahan Penelitian 20
3.2.2 Peralatan Penelitian 20
3.3RANCANGAN PERCOBAAN 21
3.3.1 Rancangan Penelitian 21 3.3.2 Analisis Statistik 22
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 23
3.4.1 Proses Transesterifikasi Enzimatis 23 3.4.2 Prosedur Analisis 23 3.4.2.1 Analisis Kadar Minyak Bahan Baku 24 3.4.2.1 Analisis Komponen Asam Lemak Dalam Bahan 24
Baku Mesokarp Buah Sawit
3.4.2.2 Analisis Kemurnian Biodiesel yang Dihasilkan 24 3.5 FLOWCHART PENELITIAN 24 3.5.1 Analisis Kadar Minyak Bahan Baku 25 3.5.2 Proses Ekstraksi Reaktif 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU MESOKARP BUAH SAWIT 27 4.2 OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MESOKARP 28
SAWIT DENGAN TEKNOLOGI REACTIVE EXTRACTION
4.2.1 Analisis Statistik 28
4.2.2 Proses Optimasi 31
4.3 PENGARUH VARIABEL BEBAS TERHADAP YIELD 32 (RESPON) BIODIESEL
4.4 VALIDASI NILAI PREDIKSI DENGAN OBSERVASI 38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 40
5.1 KESIMPULAN 40
5.2 SARAN 40
DAFTAR PUSTAKA 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia Pada 2
Tahun 2004-2013
Gambar 2.1 Bagian-bagian Mesokarp Buah Sawit 10 Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan 17
Dimetil Karbonat
Gambar 3.1 Flowchart Analisis kadar Minyak Bahan Baku 25 Gambar 3.2 Flowchart Proses Tranesterifikasi Enzimatis 26 Gambar 4.1 Kromatogram Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak 27
CPO
Gambar 4.2 Interaksi antara Rasio dan % Katalis dengan Yield Biodiesel 32 pada Suhu 60 ºC : a) Permukaan respon; (b) Plot Kontur
Gambar 4.3 Interaksi antara Raktan dan Suhu Raksi dengan Yield 35 Biodiesel pada Konsentrasi 10%: a) Permukaan respon;
(b) Plot Kontur
Gambar 4.4 Interaksi antara Suhu Reaksi dan Konsentrasi Katalis dengan 37 Yield Biodiesel pada Rasio Rektan 60:1: a) Permukaan respon; (b) Plot Kontur
Gambar 4.5 Hubungan Nilai Yield Observasi dengan Nilai Prediksi dari 38 Run 1 sampai 16
Gambar L4.1 (a) Mesokarp Setelah Diiris, (b) Mesokarp Setelah 50 Dihancurkan
Gambar L4.2 (a) Novozym 435 Sebelum Digunakan, (b) Novozym 435 50 Dibungkus, (c) Novozym 435 Setelah Digunakan
dalam Vial
Gambar L5.1 Hasil Analisis Kromatogram GC-MS Asam Lemak CPO 54
(Crude Palm Oil)
Gambar L5.2 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 1 55 Gambar L5.3 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 2 56 Gambar L5.4 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 3 57 Gambar L5.5 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 4 58 Gambar L5.6 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 5 59 Gambar L5.7 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 6 60 Gambar L5.8 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 7 61 Gambar L5.9 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 8 62 Gambar L5.10 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 9 63 Gambar L5.11 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 10 64 Gambar L5.12 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 11 65 Gambar L5.13 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 12 66 Gambar L5.14 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 13 67 Gambar L5.15 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 14 68 Gambar L5.16 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 15 69 Gambar L5.17 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 16 70
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Penelitian yang Telah Dilakukan Tentang Pembuatan Biodiesel 6
Dengan Pelarut Dimethyl Carbonate (DMC) dan Penggunaan Katalis Heterogen Novozym 435
Tabel 2.1 Karakteristik Biodiesel Berdasarkan SNI 04-7182-2006 9 Tabel 2.2 Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia pada Tahun 10
2004-2013
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU 46
L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA ASAM LEMAK 46 BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS
L1.2 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU CPO 46 LAMPIRAN 2 DATA HASIL PENELITIAN 47 L2.1 DATA YIELD DAN KEMURNIAN YIELD BIODIESEL 47 LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 48
L3.1 PERHITUNGAN KADAR MINYAK MESOKARP 48 SAWIT
L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN DIMETIL KARBONAT 48 L3.3 PERHITUNGAN YIELD METIL ESTER 49 LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 50 L4.1 FOTO BAHAN BAKU MESOKARP SAWIT 50 L4.2 FOTO BAHAN BAKU ENZIM 50 L4.3 FOTO PROSES EKSTRAKSI CPO DARI MESOKARP 51
SAWIT
L4.4 FOTO PROSES EKSTRAKSI REAKTIF 51 L4.5 FOTO HASIL PROSES EKSTRAKSI REAKTIF 52 L4.6 FOTO PENYARINGAN HASIL PROSES 52
EKSTRAKSI REAKTIF
L4.7 FOTO PROSES EVAPORASI 53 L4.8 FOTO PRODUK AKHIR BIODIESEL 53 LAMPIRAN 5 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU CPO DAN 54
BIODIESEL
L5.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK CPO 54 L5.2 HASIL ANALISIS BIODIESEL 55
DAFTAR SINGKATAN
ANOVA Analysis of Variance
ASTM American Society for Testing and Material (ASTM)
OECD Organization for Economic Co-operation and Development
BM Berat Molekul
dkk dan kawan-kawan
et al et alia
CCD Central Composite Design
CPO Crude Palm Oil
DMC Dimethyl Carbonate
FACG Fatty Acid Glycerol Carbonate
FFA Free Fatty Acid
GC Gas Chromatography
GC-MS Gas Chromatography Mass Spechtrophometry
PPKS Pusat Penelitian Kelapa Sawit
rpm Rotary per minute
RSM Respone Surface Methodology
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
m Berat Sampel gram
ρ Massa jenis kg/m3
X1 Rasio Reaktan -
X2 Konsentrasi Katalis %
X3 Temperatur ºC
Y Yield %
p Faktor signifikasi -
ABSTRAK
Reactive Extraction digunakan untuk memproduksi biodiesel dari mesokarp sawit,
reactive extraction dapat mengurangi modal dan biaya produksi, waktu pemrosesan, dan jumlah pelarut yang diperlukan dibandingkan dengan metode konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berbagai parameter dari proses ekstraksi reaktif untuk mendapatkan hasil yang optimum dari FAME. Optimasi menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Response Surface Methodology adalah teknik statistik yang efektif untuk merancang percobaan, pemodelan dan menyelidiki proses yang kompleks untuk optimasi ekstraksi reaktif. Sebuah Central Composite Design (CCD) diadopsi untuk mempelajari pengaruh konsentrasi katalis (5-15%), rasio reaktan (50:1-70:1), dan suhu reaksi (50-70 ºC) untuk mengoptimalkan yield FAME. Berdasarkan model orde kedua, kondisi optimum untuk reaksi ini ditemukan konsentrasi katalis 11,4345% berat dari mesocarp, rasio reaktan 52,9731:1, dan suhu reaksi 63,1717 ºC. Model matematika (persamaan kuadrat polinomial) yang diperoleh telah cukup menggambarkan parameter eksperimental dipelajari dan memberikan prediksi statistik yang akurat dari hasil observasi yang diperoleh.
Kata kunci: dimetil karbonat, mesokarp sawit, optimasi, Reactive Extraction,
ABSTRACT
Reactive extraction used to produce biodiesel from palm mesocarp, reactive extraction can reduced the capital and production cost, processing time, and the amount of solvent required than conventional method. The purpose of this study is to determine the relationship between various parameters of the reactive extraction process to obtain optimum yield of FAME. Optimization was used Response surface methodology (RSM). Response surface methodology was an effective statistical technique to design the experiment, modelling and investigate complex process to optimization reactive extraction. A central composite design (CCD) was adopted to study effects concentration (5-15%), dimethyl carbonate (DMC) to oil molar ratio (50:1-70:1), and reaction temperature (50-70 oC) to optimize the yield of FAME. Based on second-order model, optimum condition for this reaction is found to be catalyst concentration 11,4345 wt.% of mesocarp, DMC to oil ratio of 52,9731:1, and reaction temperature 63,1717 oC. The mathematical model (a quadratic polynomial equation) has developed adequately describing ranges of the experimental parameters studied and provides a statistically accurate prediction of the optimum yield of FAME.
Keywords: dimethyl carbonate palm mesocarp, optimization, reactive extraction, respone surface methodology.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem energi saat ini sangat tergantung pada penggunaan bahan bakar fosil. Sekitar 80% dari konsumsi energi total dunia telah disediakan oleh bahan bakar fosil seperti batu bara, gas alam dan minyak. Diperkirakan bahan bakar fosil tersebut akan habis dalam 50 tahun. Pemanasan global muncul sebagai masalah besar karena meningkatkan efek gas rumah kaca yang ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil [1,2]. Dalam menghadapi tantangan deplesi cadangan bahan bakar fosil, dan meningkatnya harga minyak dunia, serta kepedulian lingkungan akibat emisi senyawa beracun pada pembakarannya, banyak negara di seluruh dunia telah melakukan inisiatif untuk mempromosikan pengembangan dan penyebaran energi terbarukan. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya energi terbarukan, sehingga Indonesia berpotensi dalam pengembangan energi terbarukan [3,4].
Biodiesel merupakan salah satu energi terbarukan yang berpotensi mengganti bahan bakar fosil. Sifat fisik biodiesel yang mirip dengan diesel, dan fakta bahwa biodiesel dihasilkan dari bahan baku terbarukan, biodegradable dan kurang beracun, memiliki profil emisi pembakaran yang lebih menguntungkan dibanding diesel, seperti emisi karbon monoksida rendah, memiliki titik nyala yang relatif tinggi (150oC) yang membuatnya lebih stabil dan lebih aman untuk transportasi, serta memberikan sifat pelumas, yang dapat mengurangi keausan mesin dan memperpanjang umur mesin, telah mengubah biodiesel menjadi alternatif utama untuk menggantikan diesel [5,6,7].
0 5000 10000 15000 20000 Jum lah (t on) Tahun
berada di Sumatera dan Kalimantan; sisanya terletak di Sulawesi, Jawa dan Pulau Papua [3,4].
*). Angka sementara
Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia pada Tahun 2004-2013 [8]
Grafik diatas menunjukkan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Oleh karena itu, buah sawit berpotensi besar dikonversi menjadi biodiesel. Pilihan bahan baku yang murah, mudah tersedia dan berkelanjutan menjadi langkah penting menuju proses produksi biodiesel secara ekonomi layak dan berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Metode yang paling umum dari produksi biodiesel adalah transesterifikasi atau alkoholisis minyak trigliserida dengan alkohol dengan adanya katalis yang menghasilkan ester monoalkil dan gliserol [4]. Transesterifikasi secara kimia telah digunakan untuk produksi industri biodiesel meskipun proses tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu energi yang intensif; pemulihan gliserol oleh-produk sulit; katalis asam atau basa harus dipulihkan dari produk; dan memerlukan pengolahan air limbah alkali. Kelemahan dari katalis alkali tersebut dapat diatasi oleh katalis enzimatis. Proses enzimatis mampu bereaksi pada kondisi suhu moderat, rasio alkohol yang rendah terhadap minyak, pemulihan produk lebih mudah, dan konversi yang tinggi [9].
Lipase telah digunakan pada tingkat industri untuk berbagai aplikasi dalam industri pengolahan makanan, farmasi dan kosmetik. Dengan kemampuannya untuk mengkatalisis berbagai reaksi, lipase adalah katalis yang cocok untuk
transesterifikasi berbagai bahan baku, bahkan bahan baku dengan nilai asam tinggi, yang dianggap sebagai bahan baku berkualitas rendah [4].
Pengembangan ekstraksi in situ, transesterifikasi langsung atau reaktif ekstraksi memiliki potensi untuk mengurangi biaya pengolahan dengan segala jenis bahan baku. Ekstraksi reaktif berbeda dari proses produksi biodiesel konvensional di mana bantalan minyak kontak dengan alkohol secara langsung bukannya bereaksi dengan minyak yang diekstraksi. Dengan kata lain, ekstraksi dan transesterifikasi melanjutkan dalam satu langkah tunggal, dengan alkohol bertindak sebagai ekstraksi pelarut dan pereaksi transesterifikasi. Proses ini memiliki kelebihan dalam mengurangi biaya modal dan produksi, mengurangi waktu pemrosesan, dan jumlah pelarut yang diperlukan [10,11].
Dalam percobaan konvensional, optimasi biasanya dilakukan dengan memvariasikan faktor tunggal dan menjaga faktor-faktor lain tetap pada kondisi tertentu. Metode ini memerlukan banyak percobaan dan memerlukan banyak waktu. Desain eksperimen statistik dapat digunakan untuk optimasi parameter reaksi untuk menghindari keterbatasan metode konvensional. Respon Surface Methodology
(RSM) merupakan teknik statistik yang efektif untuk merancang eksperimen tersebut, membangun model dan menyelidiki proses yang kompleks untuk optimalisasi nilai target atau hasil. Sebuah metode RSM terdiri dari komposit pusat desain (CCD) digunakan untuk mengevaluasi efek interaktif dan mengoptimalkan kondisi reaksi ekstraksi reaktif mesokarop untuk menghasilkan biodiesel. Respon Surface Methodology (RSM) digunakan untuk menganalisis dan mengoptimalkan parameter operasi proses. Metodologi ini merupakan teknik statistik yang efektif untuk merancang eksperimen, membangun model dan menyelidiki proses kompleks untuk optimasi nilai target atau hasil [11].
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Untuk mendukung pengembangan teknologi reaktif ekstraksi pada pembuatan biodiesel, diperlukan suatu model matematika yang menggambarkan kondisi optimum proses tersebut. Penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan model matematika yang menghubungkan suhu, rasio alkohol dengan bahan baku, dan konsentrasi katalis dengan yield menggunakan Respon Surface Methodology (RSM).
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan teknologi pembuatan biodiesel dari mesokarp buah sawit dengan metode teknologi reactive extraction.
2. Mendapatkan kondisi optimum pada teknologi reaktif ekstraksi dalam pembuatan biodiesel dari mesokarp buah sawit.
3. Mendapatkan model matematika yang menghubungkan suhu, rasio alkohol dengan bahan baku, dan konsentrasi katalis dengan yield menggunakan Respon Surface Methodology (RSM).
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi keunggulan teknologi reaktif ekstraksi dalam proses pembuatan biodiesel.
2. Memberikan informasi kondisi optimum pada teknologi reaktif ekstraksi dalam pembuatan biodiesel dari mesokarp buah sawit.
4. Memperoleh model matematika yang menghubungkan suhu, rasio alkohol dengan bahan baku, dan konsentrasi katalis dengan yield menggunakan Respon Surface Methodology (RSM).
5. Memberikan informasi dasar kelayakan proses untuk sintesis biodiesel..
6. Meningkatkan nilai ekonomis dari buah sawit yang yang tidak memenuhi kriteria matang panen dari perkebunan kelapa sawit.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Oleokimia dan Laboratorium Oleopangan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Jalan Bridgen Katamso No. 51, Medan.
2. Bahan baku untuk sintesis biodiesel adalah mesokarp buah kelapa sawit, pelarut sekaligus reagen transesterifikasi Dimethyl Carbonate (DMC), dan Novozym435.
3. Reaksi sintesis biodiesel dilangsungkan dengan memvariasikan variabel seperti berikut :
a. Variabel tetap :
1. Waktu reaksi = 24 jam [12] 2. Berat mesokarp buah sawit = 2 gram
3. Kecepatan Pengadukan = 350 rpm [11] b. Variabel berubah :
1. Suhu reaksi = 50, 60, 70oC [13] 2. Perbandingan mol mesokarp:DMC = 1:50, 1:60, 1:70 [14] 3. Konsentrasi katalis = 5%, 10%,15% [12]
Tabel 1.1 Penelitian yang Telah Dilakukan Tentang Pembuatan Biodiesel dengan Pelarut Dimethyl Carbonate (DMC) dan Penggunaan Katalis Heterogen Novozym 435
No Nama Tahun Judul Penelitian Katalis Variabel Hasil
1 Pradhan, et al 2012
Optimization of reactive extraction of castor seed to produce biodiesel using response
surface methodology
KOH
Variabel tetap : waktu reaksi 3 jam Variabel berubah :
1. Konsentrasi katalis 0.5–1.5% 2. Rasio metanol:castor seed 100:1–
350:1
3. Kecepatan pengadukan = 100–600 rpm
4. Suhu reaksi : 45–65 oC
Kondisi maksimum : Konsentrasi katalis 1%, rasio alkohol:minyak = 225:1, kecepatan pengadukan = 350 rpm, suhu reaksi : 55oC
2 Sulaiman, et al 2013
Reactive extraction of solid coconut waste to produce
biodiesel
KOH
Variabel tetap : waktu reaksi 3 jam Variabel berubah :
1. konsentrasi katalis 0.8–2%, 2. kecepatan pengadukan = 500–900
rpm,
3. suhu reaksi : 55–65 oC
Yield : 88,5% Jumlah katalis
2% (v/v), kecepatan pengadukan = 700 rpm, suhu reaksi : 62oC (Berdasarkan
RSM)
Tabel 1.1 Penelitian yang Telah Dilakukan Tentang Pembuatan .... (lanjutan)
No Nama Tahun Judul Penelitian Katalis Variabel Hasil
3 Zhang, et al 2010
Synthesis and component confirmation of biodiesel from
palm oil
and dimethyl carbonate catalyzed by immobilized-lipase in
solvent-free system
Novozyme 435
Variabel tetap :
1. Waktu reaksi : 24 jam, kecepatan 2. Pengadukan = 150 rpm
Variabel berubah : 1. Konsentrasi katalis 5–25% 2. Rasio DMC:minyak = 2:1–20:1 3. Suhu reaksi : 40–60 oC
Yield : 90,5% konsentrasi katalis :20%,
rasio alkohol:minyak
= 10:1, rpm, suhu reaksi : 55
o
C
4 Su, et al 2009
In-situ Lipase-catalyzed Reactive Extraction of Oilseed with
Short-Chained Dialkyl Carbonates for Biodiesel Production
Novozyme 435
Ekstraksi :
Jenis pelarut : n-heksana, DEC, DMC, waktu ekstraksi 8 jam, suhu
ekstraksi 50 oC, rasio pelarut:minyak = 3:1, kecepatan
pengadukan 180 rpm Transesterifikasi : Jumlah katalis 10%, rasio pelarut:minyak = 3:1, suhu reaksi
50 oC, waktu reaksi 12 jam, kecepatan pengaduk 180 rpm
Insitu reactive extraction with
Pistacia chinensis Bunge seed DMC : 74,6%,
DEC : 78,2% Jatropha curcas
I. Seed DMC: 77,6%, DEC :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIODIESEL
Biodiesel merupakan campuran dari Fatty Acid Methyl Ester (FAMEs) rantai panjang yang diperoleh melalui proses transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani dan dapat digunakan sebagai campuran dengan solar minyak bumi [6,7]. Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari minyak tumbuhan (minyak kedelai, canolla oil, rapseed oil, crude palm oil), lemak hewani (beef talow, lard, lemak ayam, lemak babi) dan bahkan dari minyak goreng bekas [15].
Karakteristik fisik dan kimia biodiesel yang sangat mirip dengan bahan bakar diesel konvensional memungkinkan penggunaannya baik sendiri (biodiesel murni, B100) atau dicampur dengan diesel berbasis minyak bumi (rasio umum digunakan : 5-20%, B5-B20) dimana rasio ini hanya memerlukan sedikit penyesuaian teknis atau bahkan tidak memerlukan modifikasi [2]. Biodiesel telah muncul sebagai biofuel generasi pertama yang muncul sebagai pelopor pelaksanaan B5, B10, B20 dan bahan bakar B100 berdasarkan spesifikasi di daerah Eropa, Amerika Utara dan bagian lain di dunia [16].
Kelebihan biodiesel adalah bebas sulfur, kurang beracun dan biodegradable.. Selain itu, biodiesel memiliki cetane number yang lebih tinggi dibandingkan dengan diesel dari minyak bumi dan profil emisi pembakaran yang lebih menguntungkan, seperti menurunnya tingkat partikel dan karbon monoksida serta oksida nitrogen dalam kondisi tertentu. Sifat fisik biodiesel mirip dengan diesel, memiliki titik nyala yang relatif tinggi (150oC) yang membuatnya lebih stabil dan lebih aman untuk transportasi, serta memberikan sifat pelumas, yang dapat mengurangi keausan mesin dan memperpanjang umur mesin. Oleh sebab itu, bahan bakar biodiesel dapat diharapkan sebagai alternatif yang baik untuk bahan bakar berbasis minyak bumi [17, 5, 7, 18].
Kerugian penggunaan biodiesel menurut Moser (2009), yaitu biaya bahan baku yang tinggi, kualitas dari bahan dapat berubah seiring dengan lama penyimpanan karena reaksi oksidatif dan hidrolitik, serta dalam beberapa kasus, emisi gas buang
NOx lebih tinggi. Karakteristik biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Biodiesel Berdasarkan SNI 04-7182-2006 [19]
2.2 BAHAN
2.2.1 Mesokarp Buah Sawit
Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari minyak tumbuhan (minyak kedelai, canolla oil, rapseed oil, crude palm oil), lemak hewani (beef talow, lard, lemak ayam, lemak babi) dan bahkan dari minyak goreng bekas [15]. Bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel bervariasi dengan wilayah geografis tergantung pada kondisi budidaya dan ketersediaannya. Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua. Produksi kelapa sawit Malaysia diperkirakan tumbuh lambat karena lahan perkebunan yang terbatas. Sementara Indonesia diprediksi akan berkembang pesat, memperkuat posisinya sebagai dunia terkemuka produsen kelapa sawit. Total area perkebunan saat ini sekitar 8 juta hektar dan diperkirakan mencapai 13 juta hektar pada tahun 2020. Indonesia menghasilkan lebih dari 23 juta ton minyak sawit pada tahun 2012. Areal perkebunan sebagian besar berada di Sumatera dan Kalimantan; sisanya terletak di Sulawesi, Jawa dan Pulau Papua [3,4].
Kelapa sawit adalah tanaman tropis yang mencapai ketinggian 20-25 m dengan
No. Parameter Satuan Biodiesel
1 Densitas (40oC) Kg/m3 850 - 890 2 Viskositas Kinematik (40oC) mm2/s (cSt) 2,3 – 6
3 Angka Setana Minimal 51
jenis minyak yang diperoleh dari buah sawit: minyak sawit yang pekat, dari pulp atau daging buah, dan minyak inti sawit, dari biji buah (setelah ekstraksi minyak, bungkil inti sawit digunakan sebagai makanan ternak) [20]. Bagian-bagian buah sawit ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagian-bagian Buah Sawit [13]
Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia pada Tahun 2000-2011 dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia pada Tahun 2004-2013 [8]
Tahun Jumlah Produksi (ton) 2004 8479,26 2005 10119,06 2006 10961,76 2007 11437,99 2008 12477,75 2009 13872,60 2010 14038,15 2011 15198,05 2012 16817,80 2013* 17390,50
*). Angka sementara
Adapun, potensi CPO sebagai bahan baku biodiesel dapat dilihat berdasarkan komposisi kandungan CPO itu sendiri seperti yang dijelaskan pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Komposisi Komponen Utama dalam CPO [22,23]
Komponen Jumlah
Trigliserida > 90 % Free Fatty Acids (FFA) 3 - 7 % Moisture 0,031 ± 0,1 % Impurities 0,014 %
Harga biodiesel lebih mahal daripada bahan bakar fosil karena bahan baku dan biaya produksi yang lebih tinggi [24]. Oleh sebab itu, mesokarp buah sawit yang tidak memenuhi kriteria matang panen merupakan bahan baku alternatif dan cocok untuk produksi biodiesel untuk menurunkan biaya produksi.
Dengan demikian, pilihan bahan baku yang murah, mudah tersedia dan berkelanjutan menjadi langkah penting menuju proses produksi biodiesel secara ekonomi layak dan berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar fosil.
2.2.2 Dimethyl Carbonate (DMC)
Pelarut yang paling umum gunakan untuk produksi biodiesel adalah metanol, karena harganya yang relatif rendah. Selain itu, beberapa alkil asetat rantai pendek seperti metil asetat dan etil asetat juga telah digunakan sebagai akseptor asil. Laju reaksi tertinggi biasanya diperoleh ketika menggunakan pelarut metanol. Selain itu, beberapa alkil asetat rantai pendek seperti metil asetat dan etil asetat juga telah digunakan sebagai akseptor asil. Laju reaksi tertinggi biasanya diperoleh ketika menggunakan pelarut methanol [25].
Tujuan penggunaan pelarut organik untuk transesterifikasi yaitu untuk memastikan campuran reaksi bersifat homogen, mengurangi viskositas campuran reaksi sehingga meningkatkan laju difusi dan dapat mengurangi masalah perpindahan massa di sekitar enzim [26], untuk meningkatkan stabilisasi enzim sehingga memungkinkan untuk digunakan berulang kali [27], dan juga meningkatkan kelarutan metanol dan sehingga dapat mengurangi efek inaktivasi metanol dan gliserol pada aktivitas lipase [28].
Penggunaan dialkil karbonat rantai pendek seperti dimetil karbonat (DMC) sebagai asil akseptor untuk transesterifikasi minyak nabati telah dilaporkan [29].. Metode transesterifikasi ini menghilangkan resiko deaktivasi enzim oleh alkohol rantai pendek, seperti alkohol rantai pendek diganti dengan karbonat dialkil rantai pendek, dan yang menghasilkan reaksi ireversibel, dan oleh karena itu metode transesterifikasi ini lebih cepat dan konversi kuantitatif [29].
sebagai asil akseptor dalam produksi biodiesel dapat menghindari efek negatif dari alkohol. Karbonat dialkil rnatai pendek di sini bertindak pertama sebagai pelarut ekstraksi dan kemudian sebagai agen transesterifikasi. Akhirnya, metil / etil ester diperoleh langsung dari proses ekstraksi dengan hanya mengeluarkan katalis, bahan tanaman lemaknya (dengan penyaringan) dan pelarut (oleh penguapan) [17].
Menariknya, biodiesel berbasis DMC dilaporkan memiliki sifat pelumas yang lebih baik dan stabilitas oksidasi lebih baik daripada biodiesel konvensional karena terbentuk Fatty Acid Gliserol Carbonat (FACG) dan by-product Gliserol Dicarbonate (GDC) di fase DMC-biodiesel [16]
[image:31.595.179.461.477.565.2]Seperti proses ekstraksi reaktif sederhana tanpa katalis tambahan mungkin sangat mengurangi langkah-langkah pengolahan dan biaya produksi biodiesel. Dalam hal ini, n-heksana digunakan sebagai co-solvent untuk mempercepat transesterifikasi in situ. Namun, n-heksana tidak menguntungkan bagi aktivitas lipase serta pemisahan produk. Untuk menghindari penggunaan tambahan pelarut ekstraksi dan meningkatkan stabilitas lipase, DMC mungkin menjadi bahan yang lebih baik dan sangat menjanjikan yang dapat digunakan sebagai substitusi metanol sebagai asil akseptor dan pelarut ekstraksi pada saat yang sama dalam produksi biodiesel [12, 49]. Sifat-sifat fisika dan kimia dimetil karbonat dapat dilihat pada tabel 2. 4.
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Dimetil Karbonat [30] Berat molekul 90,08 g/mol
Wujud Cairan tak berwarna Titik didih 90 oC (194 oF) Titik leleh 2 oC (35,6 oF)
Spesific gravity 1,069 pada 20 oC
Kelarutan Larut dalam air dingin, air panas
2.2.3 Novozyme 435
Katalis digunakan untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan nilai yield. Klasifikasi katalis dapat berupa alkali, asam dan enzim [31] Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisasi baik dengan katalis homogen maupun heterogen [32]. Dalam metode homogen konvensional, pemulihan katalis setelah reaksi secara teknis sulit. Jumlah air limbah yang dihasilkan untuk memisahkan katalis dan membersihkan produk sangat besar. Oleh karena itu, katalis heterogen sangat penting untuk sintesis biodiesel. Katalis ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan katalis homogen.
Sifat noncorrosive, ramah lingkungan dan masalah pembuangan yang ditimbulkan lebih sedikit. Selain itu, penggunaan katalis heterogen tidak menghasilkan sabun melalui netralisasi asam lemak bebas atau trigliserida saponifikasi. Katalis heterogen juga lebih mudah untuk dipisahkan dari produk cair, dapat digunakan kembali dan dapat dirancang untuk memberikan aktivitas yang lebih tinggi, selektivitas dan tahan lama katalis [2]. Maka kelemahan dari katalis alkali tersebut dapat diatasi oleh katalis enzimatis. Proses enzimatis mampu bereaksi pada kondisi suhu moderat, rasio alkohol yang rendah terhadap minyak, pemulihan produk lebih mudah, dan konversi yang tinggi [9].
Sintesis biodiesel diklasifikasikan sebagai produksi bahan kimia atau enzimatik sesuai dengan katalis yang digunakan dalam proses. Waktu yang singkat dan hasil yang tinggi adalah keuntungan dari transesterifikasi kimia. Namun, persyaratan energi tinggi, kesulitan dalam pemulihan katalis dan gliserol, dan polusi lingkungan adalah kelemahan utama dalam proses kimia. Lipase dapat dilakukan untuk mengkatalisis reaksi dalam kondisi ringan [17].
Lipase telah digunakan pada tingkat industri untuk berbagai aplikasi dalam industri pengolahan makanan, farmasi dan kosmetik. Dengan kemampuannya untuk mengkatalisis berbagai reaksi, lipase adalah katalis yang cocok untuk transesterifikasi berbagai bahan baku, bahkan bahan baku dengan nilai asam tinggi, yang dianggap sebagai bahan baku berkualitas rendah [4].
Bahan baku minyak untuk proses transesterifikasi menggunakan Immobilized Lipases (ILs) merupakan proses yang menjanjikan untuk produksi biodiesel. ILs merupakan campuran asam lemak alkil ester yang lebih toleran terhadap pelarut organik, panas dan kekuatan geser serta lebih mudah dipulihkan daripada lipase bebas. Namun, biaya menjalankan proses ini masih lebih tinggi daripada katalis kimia, seperti NaOH dan H2SO4 [25]
Untuk mengatasi hal ini, biaya dapat dikurangi dengan meningkatkan masa pakai lipase selama proses transesterfikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelarut dapat digunakan untuk mencegah pencucian lipase dan menghilangkan efek inhibisi alkohol (metanol biasanya) dan gliserol [25]
dapat digunakan untuk mengkatalisasi transesterifikasi dan reaksi hidrolisis untuk produksi biodiesel. Novozym 435 memiliki struktur berpori dan lebih sensitif terhadap perubahan rasio mol serta dapat mencapai konversi yang tinggi dengan rasio mol, temperatur dan jumlah katalis yang lebih rendah [33]. Sifat-sifat dari Novozym 435dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5 Sifat Biokatalis Novozym 435 [33]
Sifat katalis Candida antartica lipase B (CALB) bergerak di resin akrilik
Sifat fisik Berbentuk manik-manik bulat berwarna putih Distribusi ukuran partikel :
d10 (µm) 252
d50 (µm) 472
d90 (µm) 687
Luas permukaan BET (m2/g) 81,6 Volume pori total (cm3/g) 0,45 Diameter pori rata-rata (nm) 17,7 Densitas (g/cm3) 1,19
Porositas 0,349
Kapasitas asam (mmol/g) 0,436
Namun, ILs saat ini masih menunjukkan beberapa kelemahan untuk aplikasi industri, termasuk: (1) hilangnya aktivitas enzimatik selama imobilisasi; (2) tingginya biaya operasi; (3) stabilitas rendah dalam sistem minyak-air; dan (4) kebutuhan reaktor baru untuk pencampuran dengan baik dan memaksimalkan konversi minyak menjadi biodiesel [25].
Kadar air dari sistem secara signifikan dapat mempengaruhi laju reaksi dan hasil. Air dapat mempengaruhi aktivitas katalitik dan stabilitas lipase. Dengan demikian kadar air minimum yang diperlukan dalam sistem untuk menjaga enzim aktif dalam reaksi non-berair. Hal ini terutama karena bahwa daerah antarmuka yang tersedia umumnya menentukan aktivitas enzim lipase. Kadar air terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi asil akseptor dalam sistem dan peningkatan gliserida hidrolisis untuk membentuk asam lemak. Akibatnya, jelas tingkat transesterifikasi dan biodiesel hasil menjadi lebih rendah. Telah dilaporkan bahwa dalam sistem pelarut bebas, kadar air optimum bervariasi, sekitar 20%, tergantung pada bahan baku minyak dan ILs [25].
Isu lain yang terlibat dalam suatu sistem bebas pelarut adalah efek negatif dari gliserol pada aktivitas lipase. Karena gliserol sangat hidrofilik dan larut dalam
minyak, dapat dengan mudah terserap ke permukaan ILs menyebabkan penurunan aktivitas dan stabilitas lipase. Hal ini juga mungkin bahwa viskositas gliserol yang tinggi menurunkan difusi reaktan dan produk. Beberapa strategi telah dikembangkan untuk menghapus gliserol, seperti penambahan silica gel untuk menyerap gliserol dan mencuci lipase dengan pelarut organik tertentu secara periodik. Namun, strategi ini tidak dapat dengan mudah disesuaikan dengan operasi skala besar. Pelarut organik hidrofobik seperti n-heksana dan petroleum eter dan tertbutanol, telah digunakan sebagai media yang reaksi untuk transesterifikasi. Sebagai contoh, stabilitas Novozyms 435 di tert-butanol sangat ditingkatkan Dengan diperkenalkannya pelarut tert-butanol, ILs dapat digunakan kembali untuk lebih dari 200 siklus dengan hasil 95% dalam operasi batch atau digunakan untuk lebih dari 500 jam dengan yield biodiesel 97% dalam operasi kontinyu [25].
Konversi minyak menjadi biodiesel yang tinggi biasanya dicapai dengan jenis reaktor Stirred Tank Reactor. Reaktor Batch Stirred Tank Reactor (BSTR) biasanya digunakan pada skala kecil, khususnya di laboratorium. Pencampuran yang baik dapat meningkatkan kontak antara substrat dan biokatalis dan memberikan dispersi yang baik dari biokatalis dalam campuran reaksi, dan dengan demikian mengurangi resistensi perpindahan massa dan meningkatkan laju reaksi keseluruhan. Namun, aktivitas ILs relatif menurun setelah penggunaan kembali (re use). Sanches dan Vasudevan menemukan bahwa penggunaan Novozym 435 tahan 95% dari aktivitasnya setelah lima batch dan sekitar 70% setelah delapan batch, dan sebesar 41% setelah 11 batch [25].
2.3 EKSTRAKSI REAKTIF
penggunaan metode mekanik sering menyisakan kandungan minyak yang tinggi pada limbah biomass dibandingkan dari metode ekstraksi pelarut [18].
Dalam ekstraksi situ dan esterifikasi / transesterifikasi atau juga dikenal sebagai “ekstraksi reaktif” menunjukkan hasil yang menjanjikan sebagai metode yang efisien untuk menghasilkan biodiesel karena kebutuhan untuk mengekstrak minyak dari biomassa sebelum transesterifikasi dapat dihilangkan [18, 34].
Pada proses ekstraksi reaktif, minyak akan berkontak dengan alkohol secara langsung. Dengan kata lain, ekstraksi dan transesterifikasi berlangsung dalam satu langkah tunggal, dengan alkohol bertindak sebagai ekstraksi pelarut dan pereaksi transesterifikasi. Perpindahan massa dan difusi yang terjadi membantu dalam pengambilan minyak. Teknologi ekstraksi reaktif dapat digunakan untuk mencapai
yield yang lebih tinggi. Tetapi biaya operasional lebih besar karena jumlah alkohol yang diperlukan [35, 24, 10]
Ekstraksi reaktif menggunakan katalis padat memiliki biaya operasional yang lebih rendah dan lebih kompatibel lingkungan [34]. Produksi biodiesel dengan teknologi ekstraksi reaktif dipengaruhi oleh enam parameter kunci ini, yaitu: ukuran partikel, kecepatan pengadukan, suhu reaksi, waktu reaksi, konsentrasi katalis dan rasio molar alkohol dengan minyak [10].
Produktivitas dan umur ILs dapat ditingkatkan dengan menggabungkan sistem pemisahan untuk menghilangkan produk samping gliserol atau kelebihan air secara bersamaan, seperti teknologi reaktif ekstraksi. Dengan menghapus gliserol secara bersamaan, resistensi perpindahan massa berkurang dan umur hidup lipase akan lebih panjang [25].
2.4 TRANSESTERFIKASI
Metode yang paling umum dari produksi biodiesel adalah transesterifikasi atau alkoholisis minyak trigliserida dengan alkohol dengan adanya katalis yang menghasilkan ester monoalkil dan gliserol [4]. Transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida yang terkandung dalam minyak dan penerima gugus asil. Penerima gugus asil dapat berupa asam karboksilat (asidolisis), alkohol (alkoholisis) atau ester lain (interesterifikasi) [36].
Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserol [37]. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester(biodiesel) [38].
Transesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan dimetil karbonat (DMC) dalam sistem pelarut dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3.
[image:36.595.109.524.239.606.2]Tahap Pertama
Gambar 2.2 SkemaReaksi Transesterfikasi Trigliserida dengan Dimetil Karbonat [16]
hasil tinggi dalam sintesis biodiesel dan biokatalis dapat digunakan beberapa kali (terutama lipase terimmobilisasi). Lemak yang mengandung trigliserida dan FFA dapat dikonversi secara enzimatik menjadi biodiesel dalam proses satu tahap [40].
2.5 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI MESOKARP SAWIT
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua. Indonesia diprediksi akan berkembang pesat. Total area perkebunan saat ini sekitar 8 juta hektar dan diperkirakan mencapai 13 juta hektar pada tahun 2020. Indonesia menghasilkan lebih dari 23 juta ton minyak sawit pada tahun 2012. Minyak sawit merupakan komoditi yang memiliki potensi yang cukup besar, mesokarp sawit diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.
Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari mesokarp sawit. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial TBS (Tandan Buah Segar) sawit dan biodiesel. Harga TBS sawit = Rp 1700/kg [41]
Harga Biodiesel = Rp 8500/liter [21]
Dapat dilihat bahwa, harga jual TBS sawit sebagai bahan baku lebih rendah dari harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari mesokarp sawit. Dengan adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang
signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 100%.
Produksi biodiesel di Indonesia dalam lima tahun terakhir (2009-2014) terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 49,8% per tahun, dari 412,98 ribu ton ditahun 2009 menjadi 2,58 juta ton ditahun 2013. Demikian pula dengan ekspor selama periode tersebut, pada tahun 2009 ekspor biodiesel sebesar 309,15 ribu ton dengan nilai US$ 199,6 juta, namun pada tahun 2013 ekspornya mencapai 1,69 juta dengan nilai US$ 1,41 milyar. Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain mewajibkan setiap badan usaha untuk menggunakan pencampuran bahan bakar nabati dengan bahan bakar solar sebesar 10% pada tahun ini dan akan meningkat hingga 20% pada tahun 2016.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Bridgen Katamso No. 51, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Mesokarp Kelapa Sawit
2. Novozyme 435 (Candida antarctica lipase B immobilized on acrylic resin) 3. Dimethyl Carbonate (C3H6O3)
3.2.2Peralatan Penelitian
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1. Erlenmeyer (100 mL)
2. Hot Plate
3. Magnetic Stirrer
4. Termometer 5. Water Bath
6. Rotary Vacum Evaporator
7. Stopwatch
8. Soxhlet
9. Reciprocal shaker
10. Neraca Digital 11. Kertas Saring 12. Pipet Volumetrik 13. Pipet Tetes 14. Karet Penghisap 15. Spatula
16. Beaker Glass
17. Gelas Ukur 18. Corong Gelas 19. Penjepit Tabung 20. Desikator 21. Oven
22. Statif dan Klem 23. Piknometer
24. Viskosimeter Ostwald 25. Buret
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN
3.3.1 Rancangan Penelitian
RSM adalah alat statistik dan teknik matematika yang digunakan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan proses di mana respon yang dioptimalkan berdasarkan yang mempengaruhi parameter tersebut [50].
Adapun langkah-langkah untuk memperoleh kondisi optimum pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Menentukan variabel respon dan variabel bebas yang berpengaruh terhadap respon dan menentukan range dari masing-masing variabel bebas.
b. Membuat rancangan percobaan dan kombinasi variabel bebas dengan respon. c. Membuat analisis statistik untuk membuat model matematika dan menguji
model tersebut dengan menggunakan analisis of varians (ANOVA). d. Melakukan verifikasi dari hasil model matematika yang diperoleh. e. Menentukan kondisi optimum dari model yang telah diuji.
Rancangan penelitian untuk reaksi ini menggunakan central composite design
Rancangan ini terdiri dari nF = 23 ditambah 6 titik pusat dan 2 titik sumbu
(aksial), dengan nilai α = 23/4
= 1,682. Variabel-variabel yang akan diteliti yaitu : a. Variabel Respon : yield (%) dinotasikan dengan Y.
b. Variabel bebas : rasio mol reaktan (mol:mol) dinotasikan dengan X1,
temperatur reaksi (oC) dinotasikan dengan X2, dan konsentrasi katalis (%)
dinotasikan denan X3.
[image:41.595.109.552.273.371.2]Adapun level kode dan kombinasi perlakuan penelitian diperoleh dari program komputer statistica dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 berikut.
Tabel 3.1 Perlakuan Terkode untuk Reaktif Ekstraksi
Variabel Bebas Notasi Perlakuan Terkode
-1,682 -1 0 1 1,682
DMC:Mesokarp (mol:mol) X1 43,1821:1 50:1 60:1 70:1 76,8179:1
Konsentrasi Katalis (%, b/b) X2 1,59104 5 10 15 18,4090
Termperatur (oC) X3 43,1821 50 60 70 76,8179
Tabel 3.2 Central Composite Design (CCD) untuk 3 Variabel
Run X1 X2 X3
1 50:1 5 50
2 50:1 5 70
3 50:1 15 50
4 50:1 15 70
5 70:1 5 50
6 70:1 5 70
7 70:1 15 50
8 70:1 15 70
9 43,1821:1 10 60
10 76,8179:1 10 60
11 60:1 1,59104 60
12 60:1 18,409 60
13 60:1 10 43,1821
14 60:1 10 76,8179
15 60:1 10 60
16 60:1 10 60
3.3.2 Analisis Statistik
Data eksperimen yang diperoleh akan dianalisis menggunakan RSM dengan persamaan polynomial orde kedua untuk menggambarkan hubungan antara variabel respon (yield) dengan variabel bebas.
[image:41.595.120.516.407.645.2]Persamaan umum polynomial orde kedua :
= �′ + �= � + �= � + �= �>1� ...(3-1)
dimana Y adalah variable respon (yield), bo, bi, bii, bij adalah koofisien untuk
intersep, linier, kuadratik dan konstanta interaksi, n adalah jumlah faktor yang diamati untuk optimasi, dan Xi, Xj adalah variabel independen yang dikodekan [11].
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Proses Transesterifikasi Enzimatis [43]
1. Novozyme 435 ditimbang sebanyak 5% dari 2 gram mesokarp sawit yang telah diblender lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Dimethyl carbonate (DMC) ditambahkan dari rasio molar DMC/mesokarp buah sawit 50:1 ke dalam erlenmeyer.
3. Campuran DMC/mesokarp buah sawit dan Novozyme 435 yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang ditutup dengan gabus dan dieratkan dengan selotip.
4. Campuran dipanaskan dengan hotplate yang dilengkapi termometer hingga mencapai suhu reaksi 50 oC kemudian dihomogenkan campuran menggunakan magnetic stirrer dan dibiarkan bereaksi selama 24 jam pada suhu konstan dengan kecepatan konstan 350 rpm.
5. Setelah tercapai waktu reaksi hotplate dimatikan kemudian campuran yang terbentuk disaring menggunakan Syringe filter (porositas 0,45 μm, 4 mm Nylon) untuk memisahkan residu katalis dan kelebihan DMC. Setelah dicuci dengan DMC, enzim disimpan pada suhu 20 oC.
6. Setelah disaring, metil ester yang dihasilkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50oC kemudian diukur volumenya dan dianalisis.
3.4.2 Prosedur Analisis
3.4.2.1 Analisis Kadar Minyak Bahan Baku
1. Mesokarp sawit yang telah diblender, ditimbang sebanyak 5 gram.
2. Mesokarp dikeringkan di oven pada suhu 105 oC sampai beratnya konstan. 3. Mesokarp yang telah dikeringkan tersebut dibungkus dengan kertas saring. 4. Mesokarp yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam soxhlet yang berisi
pelarut n-heksana.
5. Campuran yang berada dalam soxhlet dipanaskan dan dilakukan proses ekstraksi minyak dari dalam mesokarp sawit selama 6 jam atau sampai campuran mesokarp dan pelarut n-heksana berwarna bening.
6. N-heksana yang digunakan dihilangkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50 oC kemudian ditampung dalam wadah penyimpanan.
7. Minyak hasil ekstraksi yang telah dimurnikan, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC.
8. Minyak ditimbang beratnya sampai konstan. 9. Kadar minyak dihitung dengan rumus berikut: Kadar Minyak = Massa Minyak hasil ekstraksi
Massa sampel Mesokarp x 100 %
(Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)
3.4.2.1 Analisis Komponen Asam Lemak Dalam Trigliserida Bahan Baku
Mesokarp Buah Sawit
Komposisi bahan baku mesokarp buah sawitakan dianalisis menggunakan instrumen Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS) pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk mengetahui komponen asam lemak dalam trigliserida seperti asam oleat, asam palmitat, dan asam stearat.
3.4.2.2 Analisis Kemurnian Biodiesel yang Dihasilkan
Kemurnian biodiesel yang dihasilkan akan dianalisis menggunakan instrument Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS) pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk mengetahui komponen metil ester, gliserol karbonat, maupun trigliserida yang tidak terkonversi.
3.5 FLOWCHART PENELITIAN
[image:44.595.124.549.81.430.2]3.5.1 Analisis Kadar Minyak Bahan Baku
Gambar 3.1 Flowchart Analisis Kadar Minyak Bahan Baku
Mesokarp yang telah dibungkus tersebut dimasukkan ke dalam soxhlet yang berisi pelarut n-heksana.
Campuran yang berada dalam soxhlet dipanaskan dan dilakukan proses ekstraksi minyak dari dalam mesokarp sawit selama 6 jam atau sampai
campuran mesokarp dan pelarut n-heksana berwarna bening. N-heksana yang digunakan dihilangkan menggunakan rotary vacuum
evaporator pada suhu 50 oC
Selesai
Minyak sawit yang diperoleh ditimbang kadar minyaknya.
Kondensat n-heksana ditampung dalam botol penyimpanan
3.5.2 Proses Ekstraksi Reaktif
[image:45.595.112.544.111.720.2]
Gambar 3.2 Flowchart Proses Ekstraksi Reaktif Hasil reaksi dimurnikan dari DMC menggunakan rotary
vacuum evaporator pada suhu 50 0C
Metil ester yang telah kering ditimbang
Selesai Metil ester dianalisis Kondensat DMC ditampung
dalam botol penyimpanan
Mulai
Campuran dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 300 rpm dengan waktu 24 jam
DMC dimasukkan dengan rasio mol tertentu DMC/mesokarp buah sawit (1:50, 1:60, 1:70) ke dalam erlenmeyer lalu
ditutup dengan gabus dan dieratkan dengan selotip
Campuran dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai variasi suhu reaksi tertentu (50 60 70) ºC
Hot plate dimatikan
Campuran dikeluarkan dari erlenmeyer disaring dengan syringe filter, erlenmeyer, enzim, dan residu pada kertas saring dicuci dengan DMC untuk membersihkan hasil reaksi yang tertinggal
Enzim disimpan pada suhu 20 0C
Campuran dibiarkan hingga tidak ada lagi tetesan hasil saringan
Hasil reaksi yang telah disaring diteteskan THF untuk menghambat terjadinya reaksi reversibel Residu yang tertinggal pada
kertas saring disimpan
Novozyme 435 ditimbang sebanyak variasi jumlah tertentu (5; 10; 15) % dari 2 gram mesokarp sawit yang telah di blender lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU MESOKARP BUAH SAWIT
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah mesokarp sawit yang disediakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan, Indonesia dimana mengandung minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil).
[image:46.595.123.522.305.687.2]Berikut merupakan komposisi asam lemak hasil analisis GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui komposisi asam-asam lemak yang terkandung di dalamnya.
Dari hasil analisis pada gambar 4.1, maka diperoleh komposisi asam lemak CPO yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari CPO (Crude Palm Oil)
No. Puncak Retention Time
(menit) Komponen Penyusun
Komposisi % (b/b)
1 16,645 Asam Miristat (C14:0) 1,0843
2 19,338 Asam Palmitat (C16:0) 47,5118
3 19,657 Asam Palmitoleat (C16:1) 0,1965
4 21,630 Asam Stearat (C18:0) 3,5314
5 21,958 Asam Oleat (C18:1) 38,3876
6 22,516 Asam Linoleat (C18:2) 8,4687
7 23,295 Asam Linolenat (C18:3) 0,3086
8 24,040 Asam Arakidat (C20:0) 0,3649
9 24,451 Asam Eikosenoat (C20:1) 0,1461
Berdasarkan data komposisi asam lemak dari CPO maka dapat ditentukan bahwa berat molekul CPO (dalam bentuk trigliserida) adalah 857,1361 gr/mol sedangkan berat molekul FFA CPO adalah 273,0454 gr/mol. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis GC, komponen asam lemak yang dominan pada sampel CPO adalah pada puncak 2 yaitu asam lemak tidak jenuh berupa asam palmitat sebesar 47,5118%% (b/b) dan pada puncak 5 yaitu asam lemak jenuh berupa asam oleat sebesar 38,3876% (b/b). Dapat dilihat kandungan asam oleat pada CPO cukup tinggi.
4.2 OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MESOKARP SAWIT DENGAN TEKNOLOGI REACTIVE EXTRACTION
4.2.1 Analisis Statistik
Parameter respon yang diamati pada optimasi pembuatan biodiesel dari mesokarp sawit dengan teknologi reactive extraction adalah yield biodiesel, yang diperoleh dari hasil perhitungan data percobaan. Nilai yield dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, konsentrasi katalis, dan perbandingan mol reaktan.
Yield dari masing – masing kondisi reaksi pada central composite design
(Tabel 3.2) dapat dilihat pad Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Yield Biodiesel pada Berbagai Kondisi
Run Rasio Reaktan
Konsentrasi Katalis (%)
Termperatur
(oC) Yield (%)
X1 X2 X3 Y
1 50:1 5 50 83,5942
2 50:1 5 70 91,8697
3 50:1 15 50 92,0637
4 50:1 15 70 95,6831
5 70:1 5 50 77,0303
6 70:1 5 70 82,3041
7 70:1 15 50 86,1340
8 70:1 15 70 93,0124
9 43,1821:1 10 60 93,1711 10 76,8179:1 10 60 87,6100 11 60:1 1,59104 60 82,2433 12 60:1 18,409 60 86,6495 13 60:1 10 43,1821 82,9391 14 60:1 10 76,8179 87,3693
15 60:1 10 60 95,4998
16 60:1 10 60 96,3183
Berdasarkan data respon yang terdapat pada Tabel 4.2, dilakukan analisis respone surface orde 2 dengan menggunakan software STATISTICA trial version
(StatSoft, Indonesia). Tabel 4.3 menunjukkan hasil Analysis of Variance (ANOVA) dan tabel 4.4 menunjukkan pengaruh linier, kuadratik dan interaksi antara faktor-faktor yang diamati terhadap parameter respon.
Tabel 4.3 Analysis of Variance (ANOVA) terhadap Yield
Faktor SS df MS F p
Rasio 85,0575 1 85,0575 9,45811 0,021791* (Rasio)2 23,0211 1 23,0211 2,55987 0,160725 Konsentrasi Katalis 114,2770 1 114,2770 12,70723 0,011859* (Konsentrasi Katalis)2 125,3190 1 125,3190 13,93506 0,009703* Temperatur 72,6461 1 72,6461 8,07801 0,029482* (Temperatur)2 108,8461 1 108,8461 12,10333 0,013159* Rasio*Konsentrasi 7,0860 1 7,0860 0,78794 0,408893 Rasio*Temperatur 0,0083 1 0,0083 0,00092 0,976779 Konsentrasi Katalis*Temperatur 1,1638 1 1,1638 0,12941 0,731364 Error 53,9584 6 8,9931 Total SS 502,7352 15
[image:48.595.115.545.533.705.2]Tabel 4.4 Interaksi Faktor terhadap Yield Biodiesel
Faktor Koefisien
Intersep -95,88020 Rasio 1,43460 (Rasio)2 -0,01580 Konsentrasi Katalis 2,84920 (Konsentrasi Katalis)2 -0,14710
Temperatur 4,40090 (Temperatur)2 -0,03430 Rasio*Konsentrasi 0,01880 Rasio*Temperatur 0,00030 Konsentrasi Katalis*Temperatur -0,00760
Nilai p pada tabel 4.3 digunakan sebagai alat untuk mengetahui signifikasi masing-masing faktor yang diamati terhadap parameter respon, dengan nilai p yang diinginkan <0,05. Semakin kecil nilai p, maka hubungan koefisien semakin signifikan. Dari tabel 4.3 terlihat bahwa variabel pengamatan yang memiliki pengaruh terbesar pada yield biodiesel adalah kuadrat konsentrasi katalis (interaksi), konsentrasi katalis (linier), rasio (linier), temperatur (linier), dan kuadrat temperatur (interaksi). Sedangkan kuadrat rasio dan seluruh interaksi antara faktor tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap yield biodiesel.
Persamaan model orde pada persamaan (3-1) digunakan dalam analisis statistik, diperoleh persamaan yang menggambarkan hubungan antara yield biodisel dengan perbandingan mol reaktan, konsentrasi katalis, dan suhu reaksi sebagai berikut :
Y = - 95,8802+1,4346 X1+3,8492 X2+ 4,4009 X3-0,0158 X12-
0,14710 X22-0,0343 X32+0,0188 X1X2+0,0003 X1X3-0,0076 X2X3...(41)
Dimana :
Y = Yield Biodiesel (%) X1 = Rasio Mol Reaktan (n/n)
X2 = Konsentrasi Katalis (%)
X3 = Suhu Reaksi (oC)
Kualitas dari model yang diperoleh dievaluasi dari nilai koefisiesn determinasi (R2). Dari persamaan model yang dihasilkan, diperoleh nilai R2 = 0,8927. Hal ini menunjukkan bahwa 89 % nilai yield pada observasi telah mengikuti data nilai yield yang diprediksi menggunakan persamaan 4-1.
4.2.2 Proses Optimasi
[image:50.595.140.377.353.459.2]Nilai optimum dari variabel bebas diperoleh dengan menyelesaikan persamaan regresi (4-1) menggunakan software STATISTICA trial version. Model tersebut digunakan untuk menentukan prediksi variabel proses optimum yang menghasilkan yield biodiesel yang maksimum pada proses reaktif ekstraksi mesokarp sawit untuk menghasilkan biodiesel. Tabel 4.5 menunjukkan nilai variabel bebas yang diprediksi untuk menghasilkan yield yang maksimum.
Tabel 4.5 Nilai Optimum Varibel Proses Prediksi
Variabel Nilai Optimum
Rasio 52,9731 :1 Konsentrasi Katalis (%) 11,4345
4.3 PENGARUH VARIABEL BEBAS TERHADAP YIELD (RESPON) BIODIESEL
Visualisasi hubungan variabel bebas (parameter) terhadap yield (respon) biodiesel dapat dilihat secara grafis pada plot permukaan respon dan kontur. Plot permukaan respon dan kontur yang menggambarkan hubungan tersebut ditunjukkan pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4.
(a)
[image:51.595.137.487.219.685.2](b)
Gambar 4.2 Interaksi antara Rasio dan Konsentrasi Katalis dengan Yield Biodiesel pada Suhu 60 ºC :
(a) Permukaan respon; (b) Plot Kontur
Kon
se
n
tr
asi K
at
ali
s, %
b
er
at
Rasio Reaktan
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa konsentrasi katalis lebih menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap % yield biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dengan rasio reaktan pada suhu reaksi 60 oC. Dari plot kontur di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi katalis maka yield biodiesel akan semakin meningkat, akan tetapi yield biodiesel mengalami penurunan saat konsentrasi katalis yang digunakan sekitar 13%.
Semakin tinggi jumlah katalis akan meningkatkan laju reaksi biodiesel, tetapi ada batas di mana penambahan enzim tidak mengubah laju pembentukan produk lagi sehingga penambahan katalis menyebabkan proses yang tidak ekonomis [44]. Kinerja novozym 435 yang semakin menurun kemungkinan juga disebabkan oleh inhibitor pada sisi aktif pori-pori novozym 435 yaitu terakumulasinya minyak sawit yang belum sepenuhnya terkonversi menjadi metil ester [45].
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa rasio reaktan lebih menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap %yield biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dengan suhu reaksi pada konsentrasi katalis 10% . Dari plot kontur di atas dapat dilihat bahwa semakin besar rasio reaktan maka yield biodiesel akan semakin meningkat, akan tetapi yield biodiesel mengalami penurunan saat rasio reaktan yang digunakan sekitar 60:1.
Pemakaian rasio reaktan (DMC/minyak) yang terlalu tinggi dapat menyebabkan sistem menjadi encer, sehingga frekuensi tumbukan antar partikel minyak sawit dan katalis yang digunakan berkurang [12]. Yield terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini diperoleh pada rasio molar DMC:minyak 50:1 hingga 60:1.
Suhu reaksi dapat mempengaruhi aktivitas dan stabilitas enzim serta kecepatan suatu reaksi. Suhu reaksi juga mempengaruhi kelarutan substrat [46]. Peningkatan suhu menyebabkan jumlah molekul antar zat yang bereaksi juga semakin besar sehingga dapat meningkatkan hasil produk yaitu metil ester [47]. Berdasarkan gambar 4.3, diperoleh daerah optimum pada suhu reaksi 60 ºC hingga 70 ºC.
Namun, peningkatan suhu yang terlalu tinggi akan merusak enzim. Biokatalis y