• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file KAJIAN HUKUM TERHADAP PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi | GAFUR | Legal Opinion 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file KAJIAN HUKUM TERHADAP PERCERAIAN DENGAN ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi | GAFUR | Legal Opinion 1 PB"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 KAJIAN HUKUM TERHADAP PERCERAIAN DENGAN

ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi

ABD GAFUR / D 101 13 357

DOSEN PEMBIMBING I : Hj. Nursiah Moh. Yunus, S.H., M.H DOSEN PEMBIMBING II : Abd. Rahman Hafid S.H., M.H

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal. Pertama Apa yang menjadi pemicu sehingga terjadinya kekera san dalam rumah tangga . kedua, Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi kekerasan dalam ruma h tangga. Tulisan ini menggunakan metode penelitian Hukum Empiris yaitu suatu pendekatan yang menggunakan sumber-sumber data dari Pengadilan dengan staf yang berwenang di Pengadilan Agama Donggala, guna untuk mengetahui Agama Donggala. Perka winan juga di jelaskan dalam Pa sal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 “ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kelua rga atau rumah tangga yang bahgia

dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”. Pasal 1 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsa raan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikis, dan/atau penelentaraan rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pema ksaan, atau perampasan kemerdekaan seca ra mela wan hukum dalam lingkup rumah tangga. Data wa wancara kepada Hakim Pengadilan Agama Donggala yang diperoleh, menunjukan bahwa tinda k kekera san terhadap perempuan yang ada di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi setiap tahunnya terus meningkat dari tahun 2008 sebanyak 60% hingga tahun 2017 semakin meningkat presentasenya dari ka sus perceraian dengan alasa n kekera san dalam rumah tangga tersebut yang ada di wilayah Hukum Kabupaten Sigi.

Kata kunci : Perkawinan, Perceraian, Dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk

(2)

2 Orang yang berpuasa akan

memiliki kekuatan atau penghalang dari perbuatan tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan. Oleh karena itu, pengertian perkawinan dalam ajaran agama islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan ghalidhan) untuk mentaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.1

Perkawinan juga di jelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahgia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bertujuan mengatur pergaulan hidup yang sempurna, bahagia dan kekal dalam suatu rumah tangga guna terciptanya rasa kasih sayang dan saling mencintai. Namun kenyataan sejarah umat manusia yang telah berusia

1

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 7

ribuan tahun telah membuktikan bahwa tidak selalu itu dapat dicapai bahkan sebaliknya kandas ataupun gagal sama sekali di tengah jalan, karena tidak tercapainya kata sepakat atau salah satu pihak sekalipun perilaku kedua belah pihak yang bertentangan dengan ajaran agama.2

Tujuan perkawinan untuk dapat melanjutkan keturunan dan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal serta berguna bagi kehidupan kekerabatan yang rukun dan damai. Oleh karena itu maka perkawinan itu bukan semata-mata urusan dan kepentingan suami istri yang bersangkutan, melainkan juga termasuk urusan dan kepentingan orang tua dan kekerabatan.3

Meskipun pada mulanya sepasang suami istri dalam kehidupan berumah tangga yang penuh kasih sayang seakan-akan cinta dan sayang sepenuhnya antara keduannya, bila tidak dipelihara dengan baik maka akan menjadi pudar dengan cobaan

2

Martiman Prodjohamidjojo,

Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Abadi, Jakarta, 2002, hal. 1

3

(3)

3 dan ujian yang alami oleh sepasang

suami istri. Ketika rasa cinta dan sayang ini mulai pudar maka tidak menutup kemungkinan perasaan akan berubah menjadi kebencian.4

Putusnya perkawinan karena kehendak suami atau istri sekalipun keduanya, Karena adanya ketidakrukunan, disebut dengan istilah “perceraian”, yang bersumber dari tidak dilaksanakannya hak dan kewajiban sebagai suami atau istri sebagaimana seharusnya menurut hukum perkawinan yang berlaku. Konkretnya, ketidakrukunan antara suami dan istri yang menimbulkan kehendak untuk memutuskan hubungan perkawinan dengan cara perceraian.5

Perceraian secara yuridis berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam kamus besar bahasa Indonesia. Perceraian terdapat dalam

4

Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Perkembangan Seputar Hukum Perkawinan Dan Hukum Kewarisan, PT. Pustaka Baru, Yogyakarta, 2017, hal. 103

5

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2013, hal. 6

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan fakultatif bahwa ”Perkawinan putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan”.6

Untuk memperkecil atau mempersukar perceraian Undang-Undang memberi batasan-batasan untuk melakukan perceraian, bahwa suami istri itu tidak akan dapat lagi sebagai suami istri. Dengan alasan-alasan untuk melakukan perceraian itu, harus melalui Pengadilan Agama bagi yang beragama islam dan Pengadilan Negeri bagi agama lainnya. Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Ayat 1: perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Ayat 2: untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Adanya Undang-Undang Perkawinan tersebut, tidaklah mudah perceraian itu terjadi, perceraian mendapat tempat tersendiri karena

6

(4)

4 kenyataannya dalam masyarakat,

perkawinan seringkali terjadi berakhir dengan perceraian yang begitu mudah. Juga perceraian adakalanya terjadi karena tindakan sewenang-wenang dari pihak laki-laki.7

Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 september 2004, disahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang terdiri dari atas 10 bab dan 56 pasal. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 ini diharapkan menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan.8

Kekerasan dalam rumah tangga dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan:

“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

7

Soedharyo Soimin , Hukum orang Dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam Dan Hukum Adat,

Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal . 63-64

8

Mitrawacana.or.id/kebijakan/uu-no-23-tahun-2004penghapusan-kekerasan dalam-rumah-tangga. 26 November 2017 jam 20:06

seksual, psikis, dan/atau penelentaraan rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

tangga.

Negara juga berpandangan bahwa segala kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.9 Dalam Pasal 28 huruf G Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :

“setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Korban kekerasan dalam rumah tangga juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan dari tenaga kesehatan, relawan pendamping, dan/atau pendamping rohani. Pemerintah

9

(5)

5 mempunyai kewajiban dan tanggung

jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan masyarakat berkewajiban untuk melakukan upaya-upaya sesuai batas kemampuannya dalam mencegah tindakan kekerasan tersebut, serta memberikan pertolongan darurat dan membantu proses pengajuan permohonan perlindungan.

Kedua pasal di atas dapat diartikan sebagai larangan adanya kekerasan dalam rumah tangga khususnya kekerasan oleh suami terhadap istri, karena hal ini tidak sesuai dengan perkawinan serta hak dan kewajiban suami istri. Apalagi menurut pandangan bangsa dan agama bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga yang sakral. Namun, kenyataan membuktikan telah banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan.

Kemajuan di era globalisasi saat ini, semakin banyak persoalan-persoalan baru yang melanda rumah tangga yang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang akibatnya tuntutan terhadap diri pribadi dalam rumah tangga untuk

memenuhi kebutuhan hidup semakin jelas dirasakan. Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi berakibat menjadi satu pokok permasalahan dalam keluarga. Hal tersebut banyak dialami oleh masyarakat yang berada di Wilayah Kabupaten Sigi.

Masyarakat yang berada Wilayah Kabupaten Sigi pada era globalisasi sekarang ini banyak mengalami perselisihan antara suami istri. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi hal yang fatal untuk menjalani hak dan kewajiban sebagai seorang suami istri. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan salah satu pihak tidak melakukan hak dan kewajiban sebagai suami istri sehingga terjadinya perselisihan terus-menerus dan melakukan kekerasan baik fisik maupun nonfisik terhadap seorang pasangan hidup. Hal tersebut dialami oleh suami atau istri dan anak. Seringkali yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga ialah istri atau anak sebagai korban dan seorang suami sebagai pelaku.

(6)

6 Wilayah Kabupaten Sigi begitu

banyak dengan berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan, kasus yang terjadi tersebut berawal dari sikap egois/keras kepala antara kedua pasangan suami istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

perselisihan atau perbedaan pendapat antara suami istri yang berakibat timbulnya percecokan demi percecokan yang tidak berkesudahan, selain itu masih banyak lagi yang menjadi faktor pemicu perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga sehingga membuat istri merasa terancam jiwanya serta tidak mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin.

perselisihan dan perbedaan pendapat antara suami istri yang berakibat timbulnya percecokan demi percecokan yang tidak berkesudahan, selain itu masih banyak lagi yang menjadi faktor pemicu perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga sehingga membuat istri merasa terancam jiwanya serta tidak mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin.

Data yang peroleh dari hasil wawancara kepada Hakim Pengadilan

Agama Donggala menunjukan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan yang ada di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi setiap tahunnya terus meningkat, dari tahun 2008 sebanyak 60% hingga tahun 2017 semakin meningkat presentasenya dari kasus perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga tersebut yang ada di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Wilayah Kabupaten Sigi ternyata masih banyak yang tidak dilaporkan, karena tingkat budaya hukum belum tinggi. Masyarakat yang ada di Wilayah Kabupaten Sigi sangat merasa malu apabila menceritakan kekerasan dalam rumah tangganya sama halnya membuka aib dalam keluarga sendiri. Padahal tindakan suami sudah termasuk tindakan kriminal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi pemicu sehingga terjadinya kekerasan dalam rumah tangga?

(7)

7

I. PEMBAHASAN

A. Pemicu Perceraian Sehingga Terjadinya Kekerasan Dalam

Rumah Tangga

Pada kenyataannya masyarakat di Wilayah Kabupaten Sigi tetap saja melakukan kekerasan terhadap pasangannya sendiri. Padahal sudah jelas diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 77 Ayat (2) tetapi tetap saja bertolak belakang dengan isi peraturan tersebut, juga di jelaskan dalam Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang hak dan kewaiban sebagai suami istri. Pemicu kekerasan dalam rumah tangga di wilayah Kabupaten Sigi paling menonjol dan bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yaitu:

1. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Bahtin

Salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ialah tidak terpenuhinya kebutuhan batin antara salah satu pihak baik seorang suami ataupun

istri, dengan tidak tepenuhinya kebutuhan batin tersebut hubungan rumah tangga menjadi tidak rukun lagi di karenakan salah satunya mencari hubungan gelap untuk memenuhi kebutuhan batin tersebut. Maka terjadi ada hubungan gelap yang dilakukan suami ataupun istri dan apabila mengetahui adanya hubungan gelap antara salah satu pasangan tersebut baik dari informasi yang didengarkan, ataupun melihat langsung maka terjadilah percecokan demi percecokan antara keduanya. Sehingga terjadilah tindakan kekerasan. 2. Kurangnya Rasa Saling

Menghormati

(8)

8 akan melampiaskan

kemarahannya kepada istri sehingga suami menjadi ringan tangan melakukan kekerasan terhadap istri tersebut.

3. Tidak Adanya Rasa Cinta

Kekerasan dalam rumah tangga bisa disebabkan tidak adanya rasa cinta antara keduannya, serperti kita lihat dalam masyarakat banyak terjadi adanya perjodohan tanpa merasakan cinta antara keduanya terlebih dahulu. Sehingga seorang suami sering bersikap kasar dan ringan tangan terhadap istri karena tidak adanya rasa cinta sedikitpun. Hal ini juga menjadi pemicu kekerasan dalam rumah tangga.

4. Melarang Suami atau Istri Bergaul Di Lingkungan Sekitar ataupun Di Masyarakat.

Melarang seorang pasangan baik suami atau istri yang bergaul di lingkungan sekitar ataupun di masyarakat sangat menjadi hal yang sangat tidak di inginkan bagi seorang pasangan. Sehingga berakibat timbulnya permasalahan dalam keluarga. hal tersebut berkaitan dengan besarnya

kecemburuan seorang suami atau istri dan tidak menutup kemungkinan suami atau istri juga mengambil kesempatan untuk mencari kekekasih gelap untuk dijadikan perselingkuhan sehingga melarang untuk bergaul ataupu ada hal-hal lain yang

diinginkan.

Sedangkan secara sosial yang juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu:

1. Malasalah Ekonomi

Salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah faktor ekonomi yang kurang mapan. Karena ekonomi yang kurang memadai sehingga menimbulkan masalah dalam rumah tangga. terkadang seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau rumah tangga, sedangkan penghasilan sehari-hari sangat minim, dari situlah mulai timbul pertengkaran, perselisihan, dan percecokan antara suami istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

(9)

9 Pendidikan juga menjadi faktor

pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, Disebabkan oleh kurang memahami hak dan kewajiban sebagai suami istri. kedua belah pihak harus mengetahui bagaimana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat tersebut diantara keduanya. Dalam sebuah rumah tangga kebanyakan suami yang memiliki sifat egoisme dan cenderung menang sendiri. Maka sang istri tidak tahu bagaimana cara mengatasi sifat suami yang bersifat egoisme itu, sehingga sulit untuk menyatuhkan hal yang berbeda. Tidak Adanya Komonikasi Dalam Rumah Tangga.

3. Kecanduan Narkoba Dan Minuman Keras

Mengosumsi obat-obatan dan meminum alkohol menyebabkan kurangnya kotrol seseorang terhadap prilakunya sendiri. Hal tersebut seringkali dilakukan oleh suami. Sebagai contoh ketika suami dalam keadaan mabuk dan ingin tidur, pasti seorang istri akan marah kepada suami

tersebut, maka suami yang dalam kedaan mabuk merasa terganggangu dan terjadilah pemukulan terhadap istri. Hal ini juga menjadi pemicu terjadinya perceraian karena kekerasan yang dilakukan oleh suami.

4. Berprasangka Buruk

Menjalani kehidupan berumah tangga tentu saling mempercayai antara suami istri, apalagi keduanya mempunyai pekerjaan atau jabatan, sering terjadi percecokan atau pertengkaran yang di sebabkan tidak saling percaya biasa disebut dengan berprasangka buruk/cemburu buta. Sering kita dengarkan dengan berprasangka buruk akan menjadi tindakan yang tidak diinginkan. hal ini menjadi pemicu terjadinya perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga.

5. Penghasilan Istri Lebih besar Dari Suami

(10)

10 bisnis dan berkarir, demi

membantu ekonomi kehidupan dalam keluarga atau memang ingin mencari penghasilan sendiri. Dalam kehidupan berumah tangga penghasilan istri lebih besar dari pada suami, hal ini dapat memicu kesenjangan dalam menjalin hubungan rumah tangga, suami yang penghasilannya lebih sedikit dari pada istri merasa malu, sehingga suami tersebut mencari kesalahan sang istri dan memancing masalah agar sang istri melakukan kesalahan, lalu suami melakukan tindak kekerasan.

6. Kurangnya Pemahaman Terhadap Kerohanian (Kepercayaan atau Agama)

Pemahaman terhadap Kerohanian sangat perlu, karena masih banyak yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri dan kepatuhan istri kepada suami. Kurangnya pemahaman atau kekeliruan tersebut menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga disebabkan pendekatan diri kepada yang maha kuasa sangatlah minim.

7. Kondisi Psikologis Yang Tidak Stabil

Salah satu menjadi pemicu terjadinya perceraian yang berkibat kekerasan dalam rumah tangga yaitu psikologis yang tidak stabil atau sering di sebut Stres. Hal tersebut sering dialami oleh suami karena tidak terpenuhinya kebutuhan jasmani atau rohani sehingga sudah menjadi kebiasaan suami melakukan kekerasan terhadap istri dikarenakan kondisi psikologis suami tidak stabil. B. Upaya Hukum Yang Dapat

Dilakukan Apabila Terjadi

Kekerasan Dalam Rumah

Tangga

(11)

11 terhadap Hak dan Kewajiban sebagai

suami istri masih sangat kurang, apalagi dengan hukum positif yang berlaku sekarang. sehingga apabila melihat, mendengar, ataupun mengetaui kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada istrinya masyarakat tersebut hanya mengabaikan begitu saja kejadian tersebut dikarenakan mereka menganggap kekerasan tersebut hanyalah urusan pribadi dalam rumah tangga mereka yang melakukan kekerasan. Masyarakat yang ada hanyalah sebagian yang memahami langkah-langkah untuk melaporkan kekerasan yang dialami dalam rumah tangganya, hal tersebut berkaitan dengan pendidikan atau pengetahuan yang mereka pahami.10:

Salah satu data putusan Pengadilan Agama Donggala berkaitan dengan Perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga yang telah diberikan oleh Hakim sekaligus staf dari Pengadilan Agama

10

Hasil Wawancara Dengan Bapak Rustam, S.HI., M.H Selaku Hakim Di Pengadilan Agama Donggala. Kamis, 09 September 2017 Jam 12:30

Donggala kepada penulis dan telah mengkaji putusan tersebut bahwa penggugat dalam surat gugatannya tanggal 11 juli 2017 telah mengajukan gugatan cerai yang telah terdaftar pada kepaniteraan Pengadilan Agama Donggala dengan Putusan Nomor 211/Pdt.G/2017/PA Dgl. Kasus yang tangani oleh Amar Ma’ruf, S.Ag.,M.H sebagai ketua Majelis, Rustam, S.HI., M.H. dan Faried, S.HI., M.HI. masing-masing sebagai Hakim anggota dan Nuniek Widriayani, S.H. sebagai panitera pengganti, telah menjatuhkan talak satu Ba’in Sugraa W sebagai tergugat dan F sebagai penggugat .

(12)

12 Tergugat. Untuk membuktikan

hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat, Penggugat telah mengajukan alat bukti berupa Foto kopi Kutipan Akta Nikah, Nomor 13/13/l//2010. Disamping bukti surat tersebut. Penggugat telah mengajukan dua orang saksi yaitu N dan B.

Kedua saksi telah memberikan keterangan sesuai kenyataan yang mereka saksikan langsung ditempat kejadian yang dilakukan oleh tergugat kepada penggugat. Kedua saksi tersebut juga memberikan keterangan bahwa Terggugat sering melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga baik kekerasan berupa fisik maupun psikis,berdasarkan keterangan bahwa selama 7 bulan Penggugat tidak mendapatkan nafkah lahir bathin, Tergugat sering mengusir penggugat bahkan melihat Tergugat menodong senjata kepada Penggugat, kemudian kedua saksi mencoba untuk merelainya, lalu Tergugat mengatakan kepada saksi yaitu B menyatakan “Jangan halangi saya, nanti saya tembak kamu”. Kedua saksi tersebut sering menasehati Penggugat agar rukun kembali

bersama Tergugat dalam membangun rumah tangga mereka, usaha yang dilakukan kedua saksi tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil atau tidak berhasil.

Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, Penggugat dan Tergugat sering bertengkar yang disebabkan karena Tergugat bertempramen tinggi atau bertabiat kasar dan keras, selain itu tergugat juga pencemburu. Berdasarkan laporan mediator pada tanggal 7 Agustus 2017 juga melakukan upaya mediasi kepada penggugat dan tergugat namun tidak berhasil, Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga yang demikian, lebih baik tidak dilanjutkan dan tidak dipetahankan lagi, karena mustahil dapat mencapai tujuan perkawinan sebagaimana maksud Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo, pasal 3 buku 1 Kompilasi Hukum Islam, dan putusnya perkawinan antara keduanya dalam kondisi seperti di atas.

(13)

13 perkawinan pada alat bukti yang

telah menunjukan bahwa perkara perceraian antara tergugat dengan penggugat dijatuhkan pertama kali oleh majelis hakim dalam persidangan Pengadilan Agama Donggala, sehingga Majelis Hakim dalam rapat permusyawaratannya harus menyatakan perkawinan Penggugat dan Tergugat putus karena talak ba`in shugraa berdasarkan sumber hukum dalam Pasal 119 Ayat (2) huruf (c) Buku I Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama termasuk dalam kualifikasi talak ba`in shugraa.

Berdasarkan kekerasan dalam rumah tangga yang telah dilakukan suami terhadap isteri Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam Pasal 44 Ayat (1) menyatakan bahwa ketentuan pidana kepada Pelaku kekerasan dalam rumah tangga dapat di jatuhkan denda atau sanksi sebagai berikut:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan penjara paling lama 5

(lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penjatuhan denda atau sanksi kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga sudah jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam Pasal 44 Ayat (1) yang telah melakukan kekerasan fisik. Juga diatur dalam Pasal 44 Ayat (4) yyang melakukan kekerasan berupa psikis menyatakan bahwa:

“Dalam hal pebuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat bulan atau dengan denda paling banyak Rp. 5000.000,00 (lima juta rupiah).

III PENUTUP

A.Kesimpulan

(14)

14 Perundang-Undangan maupun

faktor-faktor pemicu secara sosial. Berkaitan dengan Hak dan Kewajiban sebagai istri diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 77 Ayat (2). Namun pada kenyataannya masyarakat di Wilayah Kabupaten Sigi tetap saja melakukan kekerasan terhadap pasangannya sendiri. Pemicu kekerasan dalam rumah tangga di wilayah Kabupaten Sigi paling menonjol dan bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yaitu: Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Bahtin, Kurangnya Rasa Saling Menghormati, Tidak Adanya Rasa Cinta, Melarang Suami atau Istri Bergaul Di Lingkungan Sekitar ataupun Di Masyarakat.

Sedangkan secara sosial yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu: Malasalah Ekonomi Rendahnya Pendidikan, Kecanduan Narkoba Dan Minuman Keras, Berprasangka Buruk, Penghasilan Istri Lebih besar Dari Suami, Kurangnya Pemahaman Terhadap Kerohanian (Kepercayaan atau Agama), Kondisi Psikologis Yang Tidak Stabil.

(15)

15 dengan pendidikan atau pengetahuan

yang mereka pahami. B.Saran

1. Di harapkan kepada instansi-instansi atau pihak-pihak yang berkewajiban yang ada di Wilayah Hukum Kabupaten Sigi, agar memberi pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai suami istri. Agar masyarakat di Wilayah Kabupaten Sigi memahami lebih dalam lagi tentang apa yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan membangun lapangan kerja kepada masyarakat agar tingkat kekerasan bisa berkurang dari tahun ketahun dan bahkan tidak terjadi lagi dalam setiap rumah tangga.

(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

A.BUKU-BUKU:

Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Perkembangan Seputa r Hukum Perka winan DanHukum Kewa risan, PT. Pustaka Baru, Yogyakarta, 2017 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perka winan Indonesia, PT. Abadi, Jakarta,

2002

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2013

Soedharyo Soimin , Hukum orang Dan Kelua rga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam, Dan Hukum Adat, Sinar Grafika, Jakarta, 2004 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. B.PERATURAN UNDANG-UNDANG:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kompilasi Hukum Islam

C.INTERNET/SUMBER LAIN

Mitrawacana.or.id/kebijakan/uu-no-23-tahun-2004penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga 26 November 2017 jam 20:06

Thoznisti87.blogspot.co.id/2013/01/perlindungan-korban-kdrt-ditinjau-dari.html?m=I26November 2017 jam 21:06

(17)

17 BIODATA PENULIS

NAMA : ABD GAFUR

TEMPAT TANGGAL LAHIR : SIDONDO, 26 APRIL 1995

ALAMAT : DESA SIDONDO III, KEC. SIGI

BIROMARU, KAB. SIGI

EMAIL : gafurasgar26@gmail.com

Referensi

Dokumen terkait

Pengenalan dibuat sesuai dengan butiran, jelas dan maklumat benar, penjelasan dan contoh diberikan berkaitan dengan topik perbincangan Pengenalan adalah dibuat dengan

Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan

–The following CLI command is used to take the device from privileged EXEC mode to the global configuration mode:..

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu..

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel daun sirsak (Annona muricata L.) yang berasal dari daerah Makassar

[r]

Hasil Relevansi Penelitian penelitian ini lebih memfokuskan untuk pencegahan stunting dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) melalui kelompok atau kader BKB. Tidak

The first questionnaire contained some topics based on topic books and some techniques used by the teachers to teach those topics to the young learners.. The