PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG BAKSO SERTA PEMERIKSAAN FORMALIN PADA MAKANAN JAJANAN
BAKSO DAGING KUKUS YANG DIPERJUALBELIKAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH KELURAHAN PULO BRAYAN
KECAMATAN MEDAN BARAT TAHUN 2010
SKRIPSI
OLEH
RUTH CHAROLINA.PAKPAHAN NIM.081000284
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul
PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG BAKSO SERTA PEMERIKSAAN FORMALIN PADA MAKANAN JAJANAN BAKSO
DAGING KUKUS YANG DIPERJUALBELIKAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH KELURAHAN PULO BRAYAN KECAMATAN MEDAN BARAT
TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : RUTH CHAROLINA PAKPAHAN
NIM 081000284
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Juli 2011 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Medan, September 2011
ABSTRAK
Makanan jajanan adalah makanan yang diperdagangkan oleh pedagang yang banyak dikonsumsi oleh anak-anak khususnya dilingkungan sekolah. Padahal makanan jajanan yang dijual disekolah sering tercemar bahan-bahan kimiawi yang mengganggu kesehatan seperti formalin. Formalin dilarang penggunaanya dalam makanan hal ini sesuai dengan Permenkes RI No.1168/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan karena dapat menyebabkan kanker bahkan kematian.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 10 pedagang bakso. Sampel yang diperiksa dilaboratorium sebelum dikukus masing-masing 10 bakso dan sesudah dikukus masing-masing-masing-masing 10 bakso. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pedagang dalam memperlakukan makanan jajanan seperti bakso daging kukus, dan untuk mengetahui kandungan formalin sebelum dan sesudah dikukus di lingkungan sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat tahun 2010.
Hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran karakteristik responden terbanyak menurut umur >30 tahun 70%, menurut jenis kelamin laki-laki 60%, menurut pendidikan tamatan SMA 50%, berpengetahuan baik 50%, kategori sikap baik 60% . Dari 10 sampel ditemukan 2 sampel yang mengandung formalin.
Pemeriksaan kuantitatif untuk kandungan formalin di dalam bakso daging kukus dari sampel B sebelum dikukus sebesar 0,27mg/kg dan sesudah dikukus
kandungan formalin 0,16mg/kg. Kandungan formalin di dalam bakso kukus dari sampel F sebelum dikukus 0,34mg/kg dan sesudah dikukus adalah 0,24mg/kg. Kesimpulan didapat bahwa umur >30 tahun 70% , jenis kelamin laki-laki 60%, pendidikan tamatan SMA 50 %,pengetahuan baik 50% , sikap 60%. Ini
menunjukan bahwa pengetahuan dan sikap pedagang bakso masih memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Dari penelitian kuantitatif untuk kandungan formalin dari sampel B sebelum 0,27mg/kg dan sesudah dikukus 0,16mg/kg. Sampel F sebelum dikukus 0,34mg/kg dan sesudah dikukus 0,34mg/kg dan sesudah dikukus 0,24mg/kg. Ini menunjukkan bahwa dari tingkat pengetahuan dan sikap juga dari hasil penelitian kuantitatif masih adanya pedagang dalam menjual bakso masih membeli bakso yang mengandung formalin.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan perlu adanya penyuluhan tentang dampak penggunaan pengawet dalam pengolahan bakso daging kukus sebagai bahan tambahan makanan dalam makanan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan.
Diharapkan perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan terhadap penggunaan formalin pada makanan jajanan sehingga dapat dilakukan pencegahan.Dikembangkan upaya pendidikan bagi produsen maupun konsumen khususnya disekolah-sekolah melalui media cetak maupun penyuluhan-penyuluhan.
ABSTRACT
Snacks are a kind of food which hawked by peddlers or vendors; they are usually consumed by children, especially by school children at their schools. The fact is that these kinds of food are usually contaminated by chemical substances like formalin which harm our health. Formalin is forbidden to be used in food as it is stipulated in the Decree of the Minister of Health No.1168/Per/X/1999 on food supplement because it can cause cancer or even death.
The type of the research was descriptive. 10 bakso (meat-balls) vendors were used as the samples. 10 bakso which had not yet been steamed and 10 bakso which had been steamed respectively were examined in the laboratory. The data were gathered by using questionnaires and presented in the form of distributed tables. The aimed of this research was to know graduate and attituade of the vendors in handling their snacks such as steamed meat-balls and to know the formalin content in the bakso which had not yet been steamed and the bakso which had already been steamed at the schools of Pulo Brayan village, Medan Barat Subdistrict in 2010.
The result of the research showed that the description of the respondents’ characteristics: the majority of them, according to their ages which were less than 30 years of age were 70%, according to male-sexes was 60%, according to their education with high-school graduate was 50%, good knowledge was 50%, and good attitude was 60%. Of 10 samples, two of them contained formalin substance. Quantitative examination of formalin substance in the meat-balls from sample B, before they were steamed was 0.27 mg/kg, and after they were steamed was 0.16 mg/kg. Formalin substance in the steamed bakso from sample F, before they were steamed was 0.34 mg/kg, and after they were steamed was 0.24 mg/kg.
Conclusions obtained that age> 30 years 70%, male sexes was 60%, 50% high school graduate education, knowledge of either 50%, 60% attitude. This shows that the knowledge and attitudes bakso vendors still have a good level of knowledge. Of quantitative research for formaldehyde content of the sample B before 0.27 mg / kg and after steamed 0.16 mg / kg. Sample F before steaming 0.34 mg / kg and after steamed 0.34 mg / kg and after steamed 0.24 mg / kg. This shows that the level of knowledge and attitudes as well as from the results of quantitative research is still a vendors in selling meatballs still buy meatballs that contain formaldehyde substance.
Based on the result of the research, it was recommended that the Health Service in Medan should conduct the counseling about the side-effects of using preservatives as food supplement in processing steamed meat-balls, that BPOM (Food & Medicine Monitoring Board) should regularly develop, monitor, and evaluate the use of formalin in snacks so that it could be prevented, and that education for producers and consumers, especially those whose activities are at schools, should be increased through print media or counseling.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ruth Charolina Pakpahan
Tempat/tanggal lahir : Medan,29 Mei 1985
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 4 (Empat) orang Alamat Rumah : Jl.Boxit Lk.I
Riwayat Pendidikan : 1. SD Budi Murni 7
1991-1997
2. SMP Negeri 11 Medan
1997-2000
3. SMA Budi Murni 3
2000-2003 4. DIII Analis Kesehatan Medan
2003-2006
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2008-2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini yang dengan berjudul :
“Pengetahuan dan Sikap Pedagang Bakso dan Pemeriksaan Formalin Pada
Makanan Jajanan Bakso Daging Kukus Yang Diperjualbelikan Di Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat Tahun 2010.”
Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Evi Naria, Mkes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ir.Evi Naria, Mkes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan, waktu, pengarahan, masukan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. dr.Wirsal Hasan, MPH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak yang telah
memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada ppenulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Dr.Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan saran dan masukan setiap memberikan bimbingan kepada penulis.
8. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
9. Dr.Norma Sinaga Apt selaku Pembimbing Laboratorium bagian Toksikologi
Medan.
10.Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa, kepercayaan, harapan, motivasi, nasehat, dukungan, dan kasih sayang dengan tulus dan ikhlas yang tidak dapat penulis bayar dengan apapun. Orang tua adalah harapan, inspirasi dan motivasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.
11.Abangku (Sabam Pakpahan), serta adek‐adekku (Jestro dan William) tersayang yang telah memberikan segala hal yang dibutuhkan oleh penulis, dorongan, kasih sayang, motivasi, dan selalu memberikan senyum terindah untuk penulis.
12.Sahabat‐sahabat terbaikku yang selalu mendengarkan keluhan dalam proses
penulisan skripsi ini dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan menunjukkan arti sebuah persaudaraan dan persahabatan.
13.Rekan‐rekan Peminatan Kesehatan Lingkungan dan seluruh teman‐teman stambuk 2008 di FKM USU atas doa, semangat yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan maka diminta kritik dan saran agar skripsi ini dapat sempurna, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain sebagai sumber ilmu
pengetahuan dan penelitian lanjut.
Medan, September 2011
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak ... ii
Kata Pengantar ... iv
DAFTAR ISI ... vii
Daftar Tabel ... BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Makanan dan Peranannya Dalam Kehidupan Manusia ... 7
2.2. Bahan Tambahan Makanan ... 8
2.2.1. Bahan Tambahan Makanan Yang Diijinkan ... 10
2.2.2. Bahan Tambahan Makanan Yang Tidak Diijinkan ... 10
2.3. Persyaratan Bahan Tambahan Makanan ... ………. 11
2.4. Zat Pengawet ……….. ... 11
2.4.1. Macam-Macam Zat Pengawet Untuk Makanan ... 12
2.5. Formalin……… ... 13
2.5.1. Defenisi Formalin ... 13
2.5.3. Dampak Formalin Bagi Kesehatan Manusia... 14
2.5.4. Tindakan Penanganan Bila Terkena Formalin ... 15
2.6. Ciri-Ciri Makanan Yang Mengandung Makanan ... 16
2.7. Bakso 2.7.1. Karakteristik Bakso ... 17
2.7.2. Bahan Baku Bakso Daging ... 18
2.8. Ciri-Ciri Bakso Yang Berformalin ... 19
2.9. Perilaku ... 19
2.9.1. Defenisi Perilaku ... 19
2.9.2. Pengetahuan ... 20
2.9.3. Sikap ... 22
2.9.4. Tindakan ... 23
2.10. Mekanisme BahanToksik Pada Tubuh Manusia ... 24
2.11. Kerangka Konsep ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1 Jenis Penelitian ... 27
3.2 Lokasi Penelitian ... 27
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 27
3.2.2. Waktu Penelitian ... 27
3.3. Populasi dan Sampel ... 27
3.3.1 Populasi ... 27
3.3.2 Sampel ... 28
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.4.2. Data Sekunder ... 28
3.5. Definisi Operasional... 28
3.6. Cara Pengambilan Sampel ... 29
3.7. Pemeriksaan Sampel Di Laboratorium ... 30
3.7.1. Prosedur Kerja Pemeriksaan Formalin Secara Kualitatip .... 30
3.7.2. Prosedur Kerja Pemeriksaan Formalin Secara Kuantitatip .. 32
3.8. Aspek Pengukuran ... 33
3.8.1. Variabel Pengetahuan... 33
3.8.2. Variabel Sikap ... 34
3.8.3. Variabel Tindakan ... 34
3.9. Pengolahan dan Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36
4.1. Gambaran Karakteristik Responden ... 36
4.2. Perilaku Pedagang Bakso ... 36
4.2.1. Pengetahuan ... 36
4.2.2. Sikap ... 40
4.2.3. Tindakan ... 44
4.3. Hasil Analisa Kualitatip Pada Bakso Daging Kukus ... 46
4.4. Hasil Analisa Kuantitatip Pada Bakso Daging Kukus ... 47
BAB V PEMBAHASAN ... 48
5.1. Gambaran Karakteristik Responden ... 48
5.2. Perilaku Pedagang bakso Tentang Formalin ... 48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54 6.1. Kesimpulan ... 54
6.2. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA lAMPIRAN
c
DAFTAR TABEL Tabel
4.1. Distribusi Gambaran Karakteristik Responden ... 30
4.2. Distribusi Pedagang Bakso Berdasarkan Pengetahuan Tentang Formalin Di
Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat Tahun
2010 ... 33
4.3. Distribusi Pedagang Bakso Berdasarkan Kategori Pengetahuan………. 34
4.4. Distribusi Pedagang Bakso Berdasarkan Sikap Tentang Formain Di
Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat Tahun
2010 ... 37
4.5. Distribusi Pedagang Bakso Berdasarkan Kategori Sikap ... 38
4.6. Pemeriksaan Kualitatif Pengawet Formalin Pada Bakso Daging Kukus Yang
Diperjualbelikan di Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat Tahun 2010
4.7. Pemeriksaan Kuantitatif Pengawet Formalin Pada Bakso Daging Kukus Yang Diperjual Belikan di Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan
Kecamatan Medan barat Tahun
2010……… ……….. 48
ABSTRAK
Makanan jajanan adalah makanan yang diperdagangkan oleh pedagang yang banyak dikonsumsi oleh anak-anak khususnya dilingkungan sekolah. Padahal makanan jajanan yang dijual disekolah sering tercemar bahan-bahan kimiawi yang mengganggu kesehatan seperti formalin. Formalin dilarang penggunaanya dalam makanan hal ini sesuai dengan Permenkes RI No.1168/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan karena dapat menyebabkan kanker bahkan kematian.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 10 pedagang bakso. Sampel yang diperiksa dilaboratorium sebelum dikukus masing-masing 10 bakso dan sesudah dikukus masing-masing-masing-masing 10 bakso. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pedagang dalam memperlakukan makanan jajanan seperti bakso daging kukus, dan untuk mengetahui kandungan formalin sebelum dan sesudah dikukus di lingkungan sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat tahun 2010.
Hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran karakteristik responden terbanyak menurut umur >30 tahun 70%, menurut jenis kelamin laki-laki 60%, menurut pendidikan tamatan SMA 50%, berpengetahuan baik 50%, kategori sikap baik 60% . Dari 10 sampel ditemukan 2 sampel yang mengandung formalin.
Pemeriksaan kuantitatif untuk kandungan formalin di dalam bakso daging kukus dari sampel B sebelum dikukus sebesar 0,27mg/kg dan sesudah dikukus
kandungan formalin 0,16mg/kg. Kandungan formalin di dalam bakso kukus dari sampel F sebelum dikukus 0,34mg/kg dan sesudah dikukus adalah 0,24mg/kg. Kesimpulan didapat bahwa umur >30 tahun 70% , jenis kelamin laki-laki 60%, pendidikan tamatan SMA 50 %,pengetahuan baik 50% , sikap 60%. Ini
menunjukan bahwa pengetahuan dan sikap pedagang bakso masih memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Dari penelitian kuantitatif untuk kandungan formalin dari sampel B sebelum 0,27mg/kg dan sesudah dikukus 0,16mg/kg. Sampel F sebelum dikukus 0,34mg/kg dan sesudah dikukus 0,34mg/kg dan sesudah dikukus 0,24mg/kg. Ini menunjukkan bahwa dari tingkat pengetahuan dan sikap juga dari hasil penelitian kuantitatif masih adanya pedagang dalam menjual bakso masih membeli bakso yang mengandung formalin.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan perlu adanya penyuluhan tentang dampak penggunaan pengawet dalam pengolahan bakso daging kukus sebagai bahan tambahan makanan dalam makanan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan.
Diharapkan perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan terhadap penggunaan formalin pada makanan jajanan sehingga dapat dilakukan pencegahan.Dikembangkan upaya pendidikan bagi produsen maupun konsumen khususnya disekolah-sekolah melalui media cetak maupun penyuluhan-penyuluhan.
ABSTRACT
Snacks are a kind of food which hawked by peddlers or vendors; they are usually consumed by children, especially by school children at their schools. The fact is that these kinds of food are usually contaminated by chemical substances like formalin which harm our health. Formalin is forbidden to be used in food as it is stipulated in the Decree of the Minister of Health No.1168/Per/X/1999 on food supplement because it can cause cancer or even death.
The type of the research was descriptive. 10 bakso (meat-balls) vendors were used as the samples. 10 bakso which had not yet been steamed and 10 bakso which had been steamed respectively were examined in the laboratory. The data were gathered by using questionnaires and presented in the form of distributed tables. The aimed of this research was to know graduate and attituade of the vendors in handling their snacks such as steamed meat-balls and to know the formalin content in the bakso which had not yet been steamed and the bakso which had already been steamed at the schools of Pulo Brayan village, Medan Barat Subdistrict in 2010.
The result of the research showed that the description of the respondents’ characteristics: the majority of them, according to their ages which were less than 30 years of age were 70%, according to male-sexes was 60%, according to their education with high-school graduate was 50%, good knowledge was 50%, and good attitude was 60%. Of 10 samples, two of them contained formalin substance. Quantitative examination of formalin substance in the meat-balls from sample B, before they were steamed was 0.27 mg/kg, and after they were steamed was 0.16 mg/kg. Formalin substance in the steamed bakso from sample F, before they were steamed was 0.34 mg/kg, and after they were steamed was 0.24 mg/kg.
Conclusions obtained that age> 30 years 70%, male sexes was 60%, 50% high school graduate education, knowledge of either 50%, 60% attitude. This shows that the knowledge and attitudes bakso vendors still have a good level of knowledge. Of quantitative research for formaldehyde content of the sample B before 0.27 mg / kg and after steamed 0.16 mg / kg. Sample F before steaming 0.34 mg / kg and after steamed 0.34 mg / kg and after steamed 0.24 mg / kg. This shows that the level of knowledge and attitudes as well as from the results of quantitative research is still a vendors in selling meatballs still buy meatballs that contain formaldehyde substance.
Based on the result of the research, it was recommended that the Health Service in Medan should conduct the counseling about the side-effects of using preservatives as food supplement in processing steamed meat-balls, that BPOM (Food & Medicine Monitoring Board) should regularly develop, monitor, and evaluate the use of formalin in snacks so that it could be prevented, and that education for producers and consumers, especially those whose activities are at schools, should be increased through print media or counseling.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan adalah sumber energi satu–satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus terus bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus
tercapai. Seperti kita ketahui permasalahan yang timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan juga tak mengandung mikroorganisme dan bahan –
bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi agar tetap dapat bertahan hidup dan tidak untuk menjadi sakit karenanya
(Soemirat,1994).
Fungsi lain dari makanan tersebut adalah untuk membangun jaringan
tubuh yang baru, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua, juga makanan tersebut bisa sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur proses alami, kimia dan proses faal dalam tubuh. Menurut WHO
makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat – obatan dan substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Tetapi air tidak termasuk dalam makanan karena merupakan elemen yang vital bagi
kehidupan manusia (Chandra,2006).
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan
sangat penting. Namun membuat makanan dapat disimpan dalam relatif lama dan tampak menarik dengan harga yang terjangkau maka beberapa produsen menambahkan bahan – bahan kimia tertentu ke dalam makanan (Soemirat, 1994).
Selain makanan pokok, banyak orang mengkonsumsi makanan jajanan. Makanan jajanan yang diperdagangkan harus diperhatikan terutama makanan
jajanan yang sering dikonsumsi anak – anak. Kebiasaan makanan jajan pada anak tidak dapat dianggap sepele sebab kebiasaan jajan pada anak tidak saja merugikan ekonomi rumah tangga, tetapi juga mengancam kesehatan dan pertumbuhan fisik
serta kecerdasan juga kreativitas anak (Rafira, 2003). Dimana makanan jaajanan di sekolah ternyata sangat berisiko terjadi cemaran biologis atai kimiawi yang
bamyak mengganggu kesehatan (Judarwanto, 2009).
Pada umumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makanan di kantin atau di warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast
food. Makanana jajanan yang di jual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa inggris disebut street food menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan
minuman yang dipersiapakan dan di jual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan ditempat – tempat keramaian umum lain yang langsung di makan atau di konsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2009).
Makanan jajanan anak – anak, seperti yang pernah terjadi di Semarang tahun 1991, mengandung zat tambahan yang membahayakan. Hal ini sesuai
baik basah maupun kering yang biasa disukai anak – anak sekolah SD, SMP, SMU seperti es, bakso, sirup.
Formalin sebagai pengawet dalam makanan dilarang penggunaannya, hal
ini sesuai dengan Permenkes RI No.1168/Per/X/1999 tentang perubahan atas Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Penggunaan formalin dalam waktu yang lama dan jumlah yang banyak dapat menyebabkan kanker. Namun pelanggaran peraturan tersebut masih sering dilakukan oleh produsen maakanan. Hal ini terjadi selain karena kurangnya
pengetahuan para produsen juga karena harga pengawet dan pewarna yang digunakan untuk industri relatif lebih murah dibandingkan dengan harga pengawet
dan pewarna yang khusus digunakan untuk makanan maupun minuman (Medikasari, 2003).
Penggunaan formalin pada produk – produk seperti susu, tahu, dan bakso
pun bukan rahasia umum lagi. Data dan informasi Badan POM yang beredar di media massa juga mencatat lebih dari 80% (86.2%) makanan seperti mie basah
dan bakso di daerah Jawa Barat memiliki senyawa formalin sebagai bahan pengawetnya, padahal formalin dapat menyebabkan kanker (Adiningsih, 2003).
Adapun penelitian yang dilakukan oleh riset Pusat Kajian Makanan Aman
dan Halal (PKMAH) di Malang (2009) ditemukan 63% dari 111 sampel makanan jajanan yang disekolah mengandung formalin (Animous, 2009). Pemakaian zat
berbahaya dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia menjadi berita menarik bagi media massa sejak beberapa tahun terakhir. Sejumlah zat berbahaya yang digunakan adalah formalin sebagai zat pengawet
salisilat sintetis sebagai penambah rasa dan lain-lain. Berdasarkan data dari Susenas selama tahun 1999-2004 sekitar 80% rumah tangga diIndonesia menyukai jajan. Bahkan dalam kurun waktu itu persentase pengeluaran rata-rata
perkapita perbulan untuk jajan meningkat dari 10,9% pada tahun 1999 menjadi 12,4% pada tahun 2004. Berdasarkan data dari susenas modul konsumsi 2002
menyebutkan 49% gorengan dipilih oleh hampir separuh rumah tangga di Indonesia. Sedangkan jajanan lain yang disukai di Indonesia adalah 45% bakso serta 39% makanan ringan lainnya (Sulaeman dan Sulastri,2006). Oleh karena
masih banyaknya penduduk Indonesia yang menyukai makanan jajanan bakso dan telah saya lakukan survey dari 5 sampel bakso yang telah diteliti terdapat 2 bakso
daging yang mengandung formalin.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara
umum ambang batas di dalam tubuh adalah 1 miligram/liter. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB yaitu ILO,UNEP, serta WHO yang
mengkhususkan pada keselamatan penngunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk kedalam tubuh melebihi ambang batas tersebut maka akan mengakibatkan gangguan pada organ dan system tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan
tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan (Yuliarti, 2007).
Alasan inilah yang melatarbelakang sebagaimana telah dijelaskan diatas sebelumnya maka penulisan tertarik untuk melakukan penelitian pemeriksaan formalin pada bakso daging kukus pada makanan jajanan di lingkungan sekolah
1.2. Perumusan Masalah
Makanan jajanan yang dijual disekolah banyak mengandung bahan tambahan makanan salah satunya formalin yang dicampurkan kedalam makanan
seperti yang kita lihat di berbagai tempat seperti di Malang Berdasarkan bahayanya penggunaaan formalin bagi kesehatan manusia maka perlu dilakukan pemeriksaan formalin pada bakso daging kukus yang merupakan salah satu
makanan jajanan.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya penggunaan pengawet formalin pada bakso kukus pada makanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah Kelurahan Pulo Brayan Medan Barat 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perilaku pedagang dalam memperlakukan makanan jajanan seperti bakso.
2. Untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yang sebelum dikukus.
3. Untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yang sesudah dikukus 1.4. Manfaat
2. Sebagai petunjuk bagi produsen atau pengolah makanan dalam memproduksi makanan jajanan khususnya bakso daging.
3. Memberi masukan bagi peneliti lainnya mengenai penggunaan pengawet
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan dan Perananya dalam Kehidupan Manusia
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit – penyakit yang diakibatkan oleh
makanan (Chandra, 2007). Akan tetapi salah satu tujuan kita makan adalah agar tubuh menjadi sehat. Di sisi lain makanan dapat menjadi salah satu sumber penyakit (Wijaya, 2009). Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease)
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktornya antara lain kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan
tidak memenuhi persyaratan sanitasi. Makanan yang kita konsumsi harus diperhatikan kuantitas dan kualitasnya (Chandra, 2007).
Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makanan pokok ada juga makanan
jajanan. Makanan jajanan adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima,
pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, di tempat pemukiman serta lokasi sejenisnya.
Makanan jajanan memiliki jenis yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga. Makanan jajanan termasuk kategori pangan siap saji yaitu makanan atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode
tertentu untuk langsung di sajikan, sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah, hampir setiap hari dikonsumsi sebagian besar anak sekolah dan harga
terjangkau oleh anak – anak (Wijaya, 2009).
Menurut Mudjanto yang dikutip oleh Wijaya (2009) pangan jajanan sudah tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan.
makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat.
2.2. Bahan Tambahan Makanan
Defenisi bahan tambahan makanan oleh Komisi Codex Alimentarius suatu badan
antar – pemerintah (FAO/WHO, 1983) adalah bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan – bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang
bila sengaja ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, pengangkutan atau penanganan makanan akan
mengakibatkan, atau dapat berakibat (langsung maupun tidak langsung) membuat makanan itu menjadi bagian komponen makanan atau mempengaruhi ciri- ciri
makanan itu (Frank, 1994).
Tetapi berbeda dengan perundang–undangan Amerika Serikat tidak memasukkan
zat warna tambahan makanan dan bahan – bahan yang akan ditambahkan pada makanan tetapi definisikan sebagai “secara umum dikenal umum “ (Generally
Recognized as Safe = GRAS). Dilain pihak perundang–undangan Amerika Serikat menganggap suplemen gizi dan makanan menjadi bahan tambahan makanan yang terpenting (Frank, 1994).
Bahan tambahan makanan sangat dekat dengan kehidupan sehari–hari kita. Ketika kita minum susu pada pagi hari, didalam produk tersebut kemungkinan besar ada bahan tambahan makanan pewarna atau pengawet. Saat makan siang dan malam,
konsumsi kemungkinan besar mengandung bahan tambahan makanan (Syah,2005).
Oleh karena itu bahan tambahan makanan atau disebut dengan bahan tambahan
pangan ditambahkan dalam makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, antioksidan (mencegah bau
tengik), penggumpal, pemucat dan pengental (Anonimous, 2008). Bahan
tambahan makanan bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak (Yuliarti, 2007). Berdasarkan fungsinya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes
)No. 235 tahun 1979 bahan tambahan pangan dapat dikelompokkan menjadi 14 yaitu :
1. Antioksidan 2. Anti kempal 3. Pengasam, penetral
4. Enzim
5. Pemanis buatan
6. Pemutih dan pematang 7. Penambah gizi
8. Pengawet
9. Pengelmusi, dan pengental 10.Pengeras
11.Pewarna alami dan sintetis 12.Penyedap rasa dan aroma 13.Sekuestran
2.2.1. Bahan Tambahan Makanan Yang Diijinkan
Bahan tambahan makanan yang diijinkan digunakan dalam makanan menurut Permenkes Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 :
1. Asam askorbat (Ascorbic Acid) : 2. Aseton Peroksida (Aceton Peroxide)
3. Azodikarbonamida (Azodicarbonamide)
4. Kalsium Steroil – 2 laktilat (Calcium – Stearoyl-2-lacylate) 5. Natrium Stearyl Fumarat (Sodium Stearil Fumarate)
6. Natrium Stearoil-2-Laktilat (Sodium Stearoyl-2-lacylate) 7. L-Seisteina (Hidroklorida)
2.2.2. Bahan Tambahan Makanan Yang Tidak Diijinkan
Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 :
1. Asam salisilat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam salisilat dan garamnya (Salicy Acid dan its Salt)
3. Dietilpirokarbonat (Diethypicarbonate DEPC) 4. Dulsin (dulcin)
5. Kalium kromat (Potassium Chlorate)
6. Klorafenikol (Chloramphenicol)
7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetables Oil)
8. Nitrofurazon (Nitrofurazone) 9. Formalin (Formaldehid)
10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)
Menurut Depekes, 2004 yang dikutip Helena, 2009 pada dasarnya persyaratan bahan tambahan makanan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Telah mengalami pengujian dan evaluasi toksiologi
2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan penggunaanya.
3. Harus selalu dipantau terus menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai dengan perkembangan teknoligi dan hasil evaluasi toksikologi.
4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah diitetapkan
5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara ekonomis dan teknis.
6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin
tetapi masih berfungsi seperti yang dikehendaki. 2.4. Zat Pengawet
Zat pengawet adalah suatu zat yang digunakan untuk memperpanjang umur
simpan suatu makanan dan dalam hal ini dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu pengawet sering juga disebut sebagai senyawa anti
mikroba (Medikasari, 2002).
2.4.1. Macam – Macam Pengawet Untuk Makanan
1. Benzoat dan kalium sorbat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri khususnya pada produk sirup, minuman isotonis, saos, margarine, kecap, selai dan jeli. Penambahan pengawet benzoat dan kalium sorbat
pada bahan pangan memang tidak dilarang oleh pemerintah. Namun demikian, produsen hendaknya tidak menambahkan dua jenis makanan itu
sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.
2. Asam propionate dan garamnya
3. Nitrit : biasanya nitrit dan nitrat banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan corned beef serta berbagai olahan dari
daging lainnya.
4. Natrium/Kalium Nitrit : digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan.
5. Kalium dan Natrium Sulfat, digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Jenis produk ini adalah jus buah, sosis dan acar kering
sering menggunakan pengawet ini, bahkan kadang dipakai pula sebagai pemutih beras.
6. Nisin : Awalnya penggunaan pengawet ini merasa aman–aman saja, tetapi
akhir ini banyak dibicarakan bahwa pengawet ini dapat mengakibatkan toksik pada ginjal (Yuliarti, 2007 ).
7. Antioksidan : berfungsi untuk mencegah ketengikan. Beberapa antioksidan yang digunakan adalah Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluena (BHT), Tokoferol ( Suryani, 2009 ).
2.5.1. Defenisi Formalin
Senyawa ini dikenal dipasaran dengan nama formalin. Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40%. Bahan ini
bisa diperoleh dengan mudah di toko – toko kimia. Formalin bisa berbentuk ciran jernih, tidak berwarna dan berbau menusuk atau berbentuk tablet dengan berat
masing–masing 5gram (Saprianto dan Hidayanti, 2005).
Menurut Syarifah dikutip oleh Sudarwati (2007) formalin sebagai bahan pengawet makanan menyadarkan kita khususnya masyarakat konsumen akan
perlunya kehati–hatian setiap gram makanan yang masuk kemulut dan perut kita. Larutan formaladehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin,
formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung kira – kira 37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10 – 15 % methanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan
formalin 100% atau formalin 40%, yang mengadung 40 gram formaldehid dalam 100 mili liter pelarut (Cahyadi, 2008).
Menurut Reynold (1982), formaldehid adalah gas dengan titk didih 21oC sehingga tidak dapat disimpan dalam keadaan cair ataupun gas. Formalin banyak ditemukan pada bakso, ikan asin, mie basah, kerupuk, daging ayam segar, ikan
laut segar, dan manisan buah - buahan (Anonimous, 2008).
2.5.2. Penggunaan Formalin
- Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang dan pakaian
- Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain
- Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak - Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan
kertas
- Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea - Bahan pembuatan produk parfum
- Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku
Dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet
untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda gambar tengkorak pada dasar kotak bewarna
jingga. Karena potensial bahayanya terhadap tubuh manusia, formalin dilarang digunakan didalam produk pangan (Syah dkk, 2005).
2.5.3. Dampak Formalin Bagi Kesehatan Manusia
Adapun dampak formalin bagi kesehatan terbagi 2 yaitu: 1. Khronik
Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, biasanya jika mengkonsumsi formalin dalam
jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan akan menyebabkan mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, dan dapat menyebabkan kanker.
Merupakan efek pada kesehatan manusia langsung terlihat merupakan akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan iritasi, alergi, kemerahan, mual,
muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing serta bersin, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit
kepala dan diare. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian (Yuliarti,2007).
2.5.4. Tindakan Penanganan Bila Terkena Formalin
Bila formalin tertelan, segeralah minum susu atau norit untuk mengurangi penyerapan zat berbahaya tersebut. Bila terkena hirupan atau terkena kontak
langsung formalin, tindakan awal yang harus dilakukan adaalh menghindarkan penderita dari daerah paparan ketempat yang aman. Bila terkena kulit, segera lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkena formalin. Cuci kulit selama
15 – 20 menit dengan sabun atau deterjen lunak dan air yang banyak serta pastikan tidak ada lagi bahan yang tersisa di kulit. Pada bagian terbakar, lindungi
luka dengan pakaian yang kering, steril dan longgar.
Bila formalin terkena mata bilaslah mata anda dengan air mengalir yang cukup banyak sambil mengedip – kedipkan mata. Pastikan tidak ada lagi sisa dari
formalin.
2.6. Ciri-Ciri Makanan Yang Mengandung Formalin
Adapun ciri-ciri makanan yang mengandung formalin adalah:
Bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk. Bau agak menyengat dan aroma kedelai sudah tak nyata lagi.
2. Mie basah
Lebih kenyal, awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan
dengan yang tidak mengandung formlain. Mie tampak mengkilat (seperti minyak), tidak mudah putus, dan tidak lengket.
3. Bakso
Lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk
4. Ikan asin
Daging kenyal, utuh, lebih putih dan bersih bila dibandingkan dengan yang berformalin agak bewarna coklat dan lebih tahan lama.
5. Ikan segar
Warnanya putih bersih, kenyal, insangnya bewarna merah tua bukan
merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk. 6. Ayam potong
Bewarna putih bersih, lebih awet dan tidak mudah membusuk.
Ciri yang paling mudah dikenal bahwa makanan mengandung formalin adalah lalat tidak mau mendekat, dimana sekitarnya banyak lalat (Widyaningsih dan
Martini, 2009). 2.7. Bakso
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, di campur dengan bahan – bahan lainnya di bentuk bulatan – bulatan, dan selanjutnya di rebus. Biasanya istilah bakso tersebut diikuti dengan nama
jenis dagingnya seperti bakso ikan, bakso ayam, bakso sapi. Berdasarkan bahan bakunya terutama ditinjau dari jenis daging dan jumlah tepung yang digunakan
dibedakan atas 3 yaitu : bakso daging, bakso urat dan bakso aci.
Menurut Sudarwati (2007) bakso merupakan bahan paangan yang mudah rusak karena bakso mengandung protein yang tinggi, memiliki kadar tinggi dan
pH netral. Disetiap daerah selalu kita jumpai pengusaha bakso baik dalam bentuk usaha kecil maupun usaha besar.
Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging penutup, pendasar gandik dengan penambahan tepung lebih sedikit daripada berat daging yang digunakan. Bakso urat adalah bakso yang dibuat dari
daging yang banyak mengandung jaringan ikat atau urat misalnya daging iga. Penambahan tepung pada bakso urat lebih sedikit daripada jumlah daging yang
digunakan. Bakso aci adalah bakso yang jumlah penambahan jumlah tepungnya lebih banyak disbanding dengan jumlah daging yang digunakan.
Parameter mutu bakso yang diperhatikan para pengolah maupun
konsumen adalah tekstur, warna dan rasa. Tekstur yang biasanya disukai adalah yang halus, kenyal dan empuk. Halus dimana permukaan irisannya rata, seragam
serta dagingnya tidak tampak (Anonimous, 2000). 2.7.2. Bahan Baku Bakso Daging
Daging merupakan salah satu bahan yang mudah rusak. Daging diolah menjadi
meningkatkan nilai tambahnya. Produk olahan daging yang sangat terkenal dimasyarakat Indonesia adalah bakso (Teddy, 2007).
Bahan baku bakso terdiri dari bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan
utamanya adalah daging, sedangkan bahan tambahannya adalah bahan pengisi, garam, penyedap dan es atau air es (Anonimous, 2000).
Menurut Bappeda dalam pembuatan bakso sebaiknya digunakan daging yang benar – benar daging yang segar. Makin segar daging makin bagus mutu
baksonya. Akan tetapi untuk mendapatkan daging dari hewan yang baru dipotong
itu tidaklah mungkin karena daging yang baru dipotong terpaksa harus disimpan pada suhu 15oC atau 200C masihlah bagus. Karena daging yang disimpan pada
suhu tersebut masih bagus untuk dibuat bakso. 2.7.3. Cara Pembuatan Bakso
Daging, tepung sagu, baking soda, telur serta bumbu yang sudah dihaluskan
dicampur semua, kemudian giling hingga halus sambil menggiling masukkan es batu sedikit demi sedikit setelah halus angkat. Masak air dalam panci lalu masak
hingga mendidih kemudian adonan bakso tersebut dibuat bulat (bulatan tersebut dibuat dengan selera) lalu masukkan kedalam air yang mendidih tadi tunggu hingga mengapung angkat kemudian diinginkan (Anonimous,2000).
2.8. Ciri – Ciri Bakso Yang BerFormalin
Pada bakso yang berformalin memiliki ciri tidak rusak selama 2 hari pada suhu
kamar 250C, teksturnya sangat kenyal dan bau formalin agak menyengat (Viva News, 2010). Sedangkan bakso tanpa pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar dan dua haari pada suhu dingin.
2.9.1. Defenisi Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan manusia atau aktivitas manusia baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut
Skinner dalam buku Notoadmojo (2005) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan 2
yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup (covert.) Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebutdan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks dan sebagainya.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terbuka (overt).
anaknya kepuskesmas untuk diimunisasi, penderita TBC minum obat secara teratur dan sebagainya (Notoatmojo,2003).
Determinan perilaku dapat dibedakan 2 yaitu :
1. Faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.9.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Secara gaaris besar pengetahuan seseorang dibagi dalam 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipalajari
sebelunya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari suatu bahan yang dipelajari atu
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasiakan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real. d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.9.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoadmojo, 2003). Menurut Newcomb dalam
buku Notoadmojo (2003) salah seorang psikologis social menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas
Menurut Allport (1954) dalam bukunya Notoadmojo (2003) menjelaskan bahwa sikap ada 3 komponen yaitu :
a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c) Kecenderungan untuk bertindak
Seperti halnya pengetahuan sikap ada beberapa tingkatan yakni : 1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) maau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmojo, 2003).
2.9.4. Tindakan
dan perasaanya terhadap stimulus tersebut (Notoatmojo,2003). Tindakan memiliki beberapa tingkatan yaitu:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan denagn tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu ssesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan tindakan tingkat kedua.
3. Mekanisme (memecanicm)
Apabila seseorang dapat melakukan sesuatu yang benar secara otomatis,
atau sesuatu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tiga.
4. Adaptasi (adaption)
Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut (Notoatmojo,2003)
2.10. Mekanisme Bahan Toksik Pada Tubuh Manusia
Menurut Palar yang dikutip oleh Daniaty (2009) Metabolisme atau proses fisiologis tubuh dikenal juga dengan transformasi biologis (bio-transformasi).
Metabolisme atau bio-transformasi dari bahan-bahan beracun seperti kandungan bahan-bahan kimia berbahaya dan bahan tambahan makanan dengan bahan yang berlebih pada makanan merupakan faktor penentu utama terhadap daya racun dari
kedalam tubuh akan mengalami peningkatan daya racunnya atau akan mengalami penurunan dari daya racun yag dimilikinya.
Proses metabolisme ini dapat dibagi 3 yaitu:
1. Transformasi yang bersifat destruktif (oksidasi, reduksi dan hidrolisis) Pelaksanaan dari proses metabolism destruktif berkenaan dengan
perombakan atau penghancuran bentuk suatu persenyawaan dari suatu unsure yang dituju menjadi bentuk lain tanpa menghapus unsur yang dituju tersebut. Pada proses ini dikenal 3 bentuk reaksi yaitu:
- Oksidasi merupakan bentuk metabolisme yang paling umum terjadi sebagai respons dari tubuh terhadap zat racun yang masuk.
- Reduksi merupakan kebalikan dari reaksi oksidasi. Reaksi ini tidak begitu umum ditemukan dalam tubuh. Reaksi reduksi baru akan terjadi apabila senyawa-senyawa asing masuk kedalam tubuh
mempunyai potensial oksidasi-reduksi.
- Hidrolisis merupakan suatu bentuk reaksi perombakan struktur dari
suatu senyawa. Pada proses hidrolisis air sangat penting karena dengan air maka proses ini akan terjadi. Bahan-bahan beracun seperti boraks dan formalin yang memiliki sifat larut dalam air
dapat dihidrolisis jika masuk kedalam tubuh yaitu dengan banyak mengkonsumsi air dengan demikian bahan-bahan tersebut akan
diekresikan melalui urin.
Reaksi ini merupakan reaksi yang terlibat langsung dalam mekanisme sintesa dalam metabolisme normal. Reaksi ini berperan banyak dalam proses penurunan daya racun dari suatu zat yang masuk kedalam tubuh.
3. Tranformasi yang bersifat induksi enzim
Pada peristiwa metabolisme, enzim memegang peranan yang sangat
penting sebagai zat perangsang untuk mempelancar atau mempercepat proses metabolisme tersebut. Karena itu enzim disebur bio-katalisator. Fungsi enzim adalah untuk mengatur dan mempercepat terjadinya proses
atau aktivitas metabolisme dalam tubuh 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari yang sama, yang terjadi tanpa menggunakan enzim (Daniaty,2009).
2.11. Kerangka Konsep
Bakso Daging Sebelum dikukus Sesudah dikukus
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran
mengenai ada atau tidaknya kandungan formalin didalam bakso daging yang sebelum dikukus dan sesudah dikukus dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatip dan kuantitatip.
3.2. Lokasi Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Karakteristik Pedagang Bakso
- Pengetahuan - Sikap - Umur
- Jenis Kelamin - Pendidikan
Pemeriksaan Laboratorium Secara Kuantitatip dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran
mengenai ada atau tidaknya kandungan formalin didalam bakso daging yang sebelum dikukus dan sesudah dikukus dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatip dan kuantitatip.
3.2. Lokasi Penelitian Karakteristik Pedagang
Bakso - Pengetahuan - Sikap - Umur
- Jenis Kelamin - Pendidikan
Pemeriksaan Laboratorium Secara Kuantitatip dan
Penelitian ini dilakukan di lingkungan sekolah – sekolah yang ada Kelurahan Pulo Brayan Medan, yaitu :
1. Sekolah SMP NEGERI 11 Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan
Barat.
2. Sekolah Pertiwi Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat.
3. Sekolah SMA Negeri 3 Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat. 4. Sekolah Yos Sudarso Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang pedagang bakso yang ada di lingkungan sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat
yang berjumlah 10 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel diambil total sampling yaitu 10 orang dari responden adalah seluruh pedagang bakso di lingkungan sekolah Kelurahan Pulo Brayan
Kecamatan Medan Barat.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan bakso daging kukus secara kulitatif di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.
Diperoleh dari data literature-literatur terlabih dahulu. 3.5. Defenisi Operasional
1. Bakso daging merupakan makanan yang diolah dari daging dicampur
dengan tepung sagu dan bumbu lain yang dibentuk bulatan – bulatan kecil dan direbus.
Bakso yang sebelum dikukus adalah bakso yang sebelum dilakukan proses pengukusan atau belum mendapat perlakuan apapun.
Bakso sesudah dikukus adalah bakso yang sudah dilakukan pemanasan
atau proses pengukusan.
2. Pengetahuan: merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
3. Sikap: merupakan reaksi atau respon yang masih teertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
4. Tindakan merupakan stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya ( yang dinilainya baik atau buruk).
5. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai
ulang tahun terakhir.
6. Jenis kelamin adalah gender yang membedakan responden.
8. Formalin : bahan kimia dengan nama dagang formaldehida dalam air dengan kadar 35 – 40 % yang dilarang penggunaanya dalam makanan tetapi ditambahkan pada bakso.
9. Pemeriksaan laboratorium secara kuantitatip dan kualitatip : Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya formalin pada bakso daging
yang diperjual belikan dilingkungan sekolah kelurahan Pulo Brayan Barat.
3.6. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel bakso untuk diperiksa dilaboratorim berjumlah 10
sampel bakso sebelum dikukus dan 10 sampel bakso sesudah dikukus. Didalam pengambilan sampel bakso yang sebelum dikukus jam 10 pagi sedangkan bakso
yang sesudah dikukus jam 1 siang. Dimana cara pengambilan sampel sebelum dibawa ke laboratorium yaitu: sampel bakso yang sebelum dikukus masing-masing dimasukkan kedalam plastik yang bersih secara terpisah kemudian diberi
label. Untuk bakso sesudah dikukus dimasukkan kedalam plastik yang bersih secara terpisah kemudian diberi label. Kemudian semua sampel bakso yamg
sebelum dikukus dan bakso yang sesudah dikukus tersebut langsung dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
3.7. Pemeriksaan Sampel di Laboratorium
3.7.1. Prosedur Kerja Pemeriksaan Formalin secara Kualitatif 1. Alat – alat
a. Neraca analitis ( timbangan ) b. Labu kjehdal
c. Gelas ukur 5 ml
e. Waterbath
f. Pipet tetes ukur 5 ml g. Tabung reaksi
h. Beaker glass i. Batang pengaduk
2. Bahan
a. Bakso daging
b. Asam phosphate 10 %
c. Asam Sulfat 60%
d. Asam Kromatropat 0.5%
e. Larutan Fehling A f. Larutan Fehling B g. Larutan AgNO3 2N
h. Larutan NaOH 2N i. Larutan NH4OH 2N
j. Aquadest (air suling ) 3. Cara Kerja
1. Sampel yang sudah halus sebanyak 10 – 20 gram dimasukkan ke dalam
labu kjedahl yang telah berisi air 100 – 200 ml.
2. Diasamkan dengan asam phosphat 10%, destilasi perlahan – lahan hingga
diperoleh 50ml destilat yang ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi 10 ml air.
3. Pemeriksaan dengan reaksi Kromatropat
b. Tambahkan 5ml larutan asam kromatropat 0.5% dalam asam sulfat 60% yang dibuat segar
c. Masukkan kedalam waterbath selama 15 menit
d. Larutan bewarna ungu jika mengandung formalin 4. Pemeriksaan dengan reaksi Fehling
a. 1 – 2 ml destilat dimasukkan kedalam tabung reksi
b. Tambahkan larutan Fehling A 0.5 ml dan Fehling B 0.5ml c. Panaskan di atas api, amati hasil yang terjadi
d. Larutan terbentuk endapan merah bata jika mengandung formalin 5. Pemeriksaan dengan reaksi perak amoniak
- 1 – 2 ml destilat dimasukkan kedalam tabung reksi - Tambahkan larutan ml AgNO3 2 N 1 ml
- Tambahkan larutan ml NaOH 2 N 1 ml
- Tambahkan larutan ml AgNO3 2 N 1 ml - Tambahkan larutan ml NH4OH 2 N 1 ml
- Panaskan di atas api, amati hasil yang terjadi
- Larutan terbentuk cermin perak jika mengandung formalin (Depkes, 1995).
3.7.2. Prosedur Kerja Pemeriksaan Formalin secara Kuantitatif
a. Masing-masing sampel dihaluskan kemudian dditimbang 20 mg lalu
dimasukkan kedalam labu kjehdal yang telah diberi kode sampel b. Tambahkan 200ml aquadest dan 5 ml asam fosfat 85%
c. Pasang alat destilat, lakukan destilat sampai diperoleh 75 ml
e. Kemudian kedalam destilat ditambahkan dengan indikator phenoftalen f. Titrasi dengan NaOH 0,1N hingga terjadi merah jambu
1 ml NaOH setara dengan 30,03 ml CH2O (formalin)
g. Kandungan formalin dapat dihitung dengan rumus: Kadar Formalin= VxNxBMx1000
Berat sampel (mg) Keterangan:
V = Volume titrasi sampel
N = Normalitas NaOH yang digunakan BM = Berat Molekul dari formalin
3.8. Aspek Pengukuran
Adapun skala pengukuran variabel penelitian terhadap pengetahuan, sikap, tindakan pedagang bakso tentang formalin yang diukur melalui pernyataan yang
terdapat dalam lembar kuesioner.
Penilaian atas jawaban yang diberikan responden adalah sebagai berikut:
a. Nilai baik apabila responden mendapat nilai >75% dari skor maksimal.
b. Nilai sedang, apabila responden mendapat nilai 40-75% dari skor maksimal.
c. Nilai kurang apabila responden mendapat nilai <40% dari skor maksimal (Arikunto,2007).
3.8.1. Variabel Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang bakso tentang formalin yang diukur melalui 10 pertanyaan yang diajukan
Berdasarkan skor yang diperoleh tersebut maka kriteria pengukuran adalah sebagai berikut :
a. Baik, apabila jawaban responden memiliki skor 75% menjawab benar dari 10 pertanyaan yang diajukan dari total skor >14
b. Sedang, apabila jawaban responden memiliki skor 40-75% menjawab
benar dari 10 pertanyaan yang diajukan dari total skor 8-14
c. Rendah, apabila jawaban responden memiliki skor <40% yang menjawab
benar dari 10 pertanyaan yang diajukan dari total skor <8 3.8.2. Variabel Sikap
Sikap adalah pendapat atau pandangan pedagang bakso tentang
formalin yang diukur melalui 10 pertanyaan dengan memilih jawaban setuju atau tidak setuju dengan ketentuan pernyataan setuju diberi skor 1 dan pernyataan tidak
setuju diberi skor 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 10 dan skor yang terendah adalah 0.
Berdasarkan skor yang diperoleh maka sikap pedagang bakso tentang
formalin dikategorikan sebagai berikut:
a. Baik, apabila jawaban responden memiliki skor 75% menjawab benar dari
10 pertanyaan yang diajukan dari total skor >7.
b. Sedang, apabila jawaban responden memiliki skor 40-75% menjawab benar dari 10 pertanyaan yang diajukan dari total skor 4-7.
c. Kurang, apabila skor jawaban responden memiliki skor <40% menjawab benar dari 10 pertanyaan yang diajukan dari total skor <4.
3.8.3. Variabel Tindakan
pertanyaan tindakan sebanyak 6 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 12 dan skor terendah adalah 0.
Berdasarkan skor yang diperoleh tersebut maka kriteria pengukuran adalah
sebagai berikut :
a. Baik, apabila skor jawaban responden memiliki skor 75% menjawab benar dari 5 pertanyaan yang diajukan dari total skor
>8.
b. Cukup, apabila skor jawaban responden memiliki skor 40-75%
menjawab benar dari 5 pertanyaan yang diajukan dari total skor 4-8.
c. Kurang, apabila jawaban responden memiliki skor <40%
menjawab benar dari 5 pertanyaan yang diajukan dari total skor <4.
3.8. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dengan mengacu pada Permenkes No.1168
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1.Gambaran Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pedagang bakso yang berusia <30 tahun yaitu 3 responden (30%), >30 tahun yaitu 7 responden (70%). Jumlah
pedagang bakso yang berjualan di lingkungan sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat berjumlah 10 responden. Berdasarkan jenis kelamin pedagang laki-laki berjualan 6 responden (60%) dan pedagang perempuan 4 orang
(40%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Gambaran Karakteristik Responden
No. Umur Jumlah %
1 2
<30 tahun >30 tahun
3 7
30,0 70,0
Jumlah keseluruhan 10 100,0
No. Jenis Kelamin Jumlah %
1. Laki-laki 6 60,0
2. Perempuan 4 40,0
No. Pendidikan Jumlah %
1 Tamat SD 2 20,0
2 Tampat SMP 3 30.0
3 Tamat SMA 5 50,0
Jumlah Keseluruhan 10 100,0
4.2. Pengetahuan dan Sikap Pedagang Bakso 4.2.1. Pengetahuan
Hasil penelitian mengenai variabel pengetahuan menunjukan yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan adalah yang menjawab bahan tambahan makanan yang ditambahkan dalalm makanan dengan tujuan untuk
mempengaruhi sifat dan bentuk makanan sebanyak 3 responden (30%), responden yang menjawab bahan tambahan makanan yag sengaja ditambhakan kedalam
makanan sebanyak 5 responden (50%), responden yang menjawab tidak tahu apa itu bahan tambahan makanan 2 responden (40%).
Distribusi responden yang menjawab manfaat penggunaan bahan tambahn
makanan untuk mengawetkan makanan sebanyak 4 responden (40%), untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan
teksturnya lebih sempurna sebanyak 2 responden (20%) dan yang menjawab tidak tahu sebanyak 4 responden (40%).
Distribusi responden yang menjawab contoh-contoh bahan tambahan
makanan yang menjadi pengawet, pewarna, penyedap rasa sebanyak 6 responden (50%), pengawet, pewarna, pemanis dan penyedap rasa 2 responden (20%),
Distribusi ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet yang menjawab makanan menjadi awet dan tahan lama 5 responden (50%), makanan tidak mudah membusuk dan tahan lama serta dapat memperbaiki cita rasa warna dan
teksturnya sebanyak 3 responden (30%) sedangkan yang menjawab tidak tahu 2 responden (20%).
Distibusi pengetahuan yang menjawab fungsi sebenarnya formalin yaitu pengawet mayat sebanyak 8 responden (80%), insektisida dan pengawet mayat 1 responden (10%) sedangkan yang menjawab tidak tahu 1 orang (10%).
Distribusi pengetahuan yang menjawab contoh-contoh makanan yang mengandung formalin yang bapak ketahui yaitu bakso, mie, tahu, permen
sebanyak 5 responden (50%), bakso, mie, tahu sebanyak 3 responden (30%), sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak 2 responden (20%).
Distribusi pengetahuan yang menjawab ciri-ciri bakso yang berformalin
yaitu teksturnya lebih kenyal, tidak rusak selama 2 hari dan bau formalin agak menyengat sebanyak 4 responden (40%), lembut dan bewarna putih keabu-abuan
sebanyak 4 responden (40%), dan yang menjawab tidak tahu sebanyak 2 responden (20%).
Distribusi pengetahuan yang menjawab bakso yang berkualitas bagus
bagaimana yaitu tidak mengandung bahan pengawet sebanyak 5 responden (50%), mengandung bahan pengawet sebanyak 4 responden (40%) sedangkan yang tidak
Distribusi pengetahuan efek dari formalin tersebut yaitu akut dan khoronik sebanyak 4 responden (40%), kecapean dan letih sebanyak 2 responden (20%), sedangkan yang tidak tahu sebanyak 4 responden (40%).
Distribusi pengetahuan pengaruh formalin terhadap kesehatan bila melebihi nila ambang batas yaitu mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem
tubuh pada manusia sebanyak 2 responden (20%), rasa terbakar, mual dan muntah sebanyak 3 responden (30%), sedangkan yang tidak tahu 5 responden (50%) yang menjawab. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Pedagang Bakso Berdasarkan Pengetahuan Tentang Formalin di Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan
Barat Tahun 2010
No. Pertanyaan Pengetahuan Jumlah %
1. Yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan a. Bahan makanan yang ditambahkan dalam
makanan dengan tujuan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan
b. Bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan kedalam makanan
c. Tidak tahu
2. Manfaat dari penggunaan bahan tambahan makanan
a. Untuk mengawetkan makanan
4 40,0
Jumlah 10 100,0
3. Contoh-contoh bahan tambahan makanan a. Pengawet, pewarna,penyedap rasa
b. Pengawet,pewarna,pemanis,dan penyedap rasa c. Tidak tahu
4. Ciri-ciri makanaan yang mengandung pengawet
a. Makanan menjadi awet dan tahan lama
b. Makanan tidak mudah membusuk dan tahan lama serta dapat memperbaiki cita rasa, warna dan teksturnya
5. Apakah fungsi sebenarnya formalin
a. Pengawet mayat
7. Ciri-ciri bakso yang berformalin
a. Teksturnya lebih kenyal,tidak rusak selama 2hari dan bau formalin agak menyengat
4 40,0
No. Pertanyaan Pengetahuan Jumlah %
b. Lembut dan bewarna putih keabu-abuan c. Tidak tahu
8. Bakso yang berkualitas bagus bagaimana a. Tidak mengandung bahan pengawet b. Mengandung bahan pengawet c. Tidak tahu
a. Akut dan khronik b. Kecapean dan letih c. Tidak tahu
10. Pangaruh formalin terhadap kesehatan bila melebihi nilai ambang batas
a. Mengakibatkan gangguan pada organ dan system tubuh pada manusia
Berdasarkan uraian diatas didapatkan bahwa terbanyak responden berada dalam kategori rendah dan baik sebanyak 2 responden (20%), dan paling banyak responden berada dalam kategori memiliki pengetahuan baik yaitu 5 responden
(50%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Pedagang Bakso Berdasarkan Kategori Pengetahuan
No Kategori Pengetahuan Jumlah %
1
Hasil penelitian mengenai sikap responden menunjukan sebanyak 9 responden (90%) setuju bahwa bahan tambahan makanan yang digunakan dalam
pengolahan makanan jajanan dapat memperbaiki kualitas sedangkan 1 responden (10%) tidak setuju.
Distribusi responden yang setuju bahwa bahan tambahan makanan yang digunakan dapat membuat makanan jajanan lebih menarik sebanyak 9 responden (90%) sedangkan 1 responden (10%) tidak setuju.
Distribusi responden yang setuju bahwa jika ada peraturan yang mengatur penggunaan bahan tambahan makanan 8 responden (80%) sedangkan yang tidak
setuju 2 responden (20%),
Distribusi responden yang setuju bahwa jika makanan jajanan mengandung bahan tambahan makanan ditambahkan tidak sesuai dengan aturan