• Tidak ada hasil yang ditemukan

Non Government Organization Dan Demokrasi (Peranan Aceh People Forum Dalam Membangun Demokrasi Di Aceh Pasca MoU Helsinki Tahun 2006-2007.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Non Government Organization Dan Demokrasi (Peranan Aceh People Forum Dalam Membangun Demokrasi Di Aceh Pasca MoU Helsinki Tahun 2006-2007."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

NON-GOVERMENT ORGANIZATION DAN DEMOKRASI (PERANAN ACEH PEOPLE FORUM (APF) DALAM MEMBANGUN DEMOKRASI DI ACEH PASCA MOU HELSINKI TAHUN 2006-2007)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Politik

CUT SYARIFAH ZAHARA

040906001

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Cut Syarifah Zahara

Nim : 040906001

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Non Government Organization Dan Demokrasi (Peranan

Aceh People Forum Dalam Membangun Demokrasi Di

Aceh Pasca MoU Helsinki Tahun 2006-2007. Ketua Departemen

Drs. Heri Kusmanto, MA NIP : 132215084

Medan, 2008 Pembimbing Pembaca

Warjio SS.MA Indra Kesuma,S.IP.MSI

NIP : 132316810 NIP : 132313749

Dekan FISIP USU

Prof. DR. M. Arief Nasution, MA NIP : 131757010

(3)

PERNYATAAN

JUDUL : NON GOVERNMENT ORGANIZATION DAN DEMOKRASI PERANAN ACEH PEOPLE FORUM DALAM MEMBANGUN DEMOKRASI DI ACEH PASCA MOU HELSINKI TAHUN 2006-2007

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Dari sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis, kecuali yang tertulis dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka.

Medan,

(4)

Ya, Allah...

Syukur Alhamdulillah kupanjatkan kepada-Mu, dikarnakan pada hari

ini kudapat tersenyum kembali. serta melihat wajah-wajah bahagia

yang menyambutku dan kukabarkan bahwa telah kutepati satu janji

kepadamu mama, dan ayahku, dengan meraih gelar sarjana sosial

yang merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT kepadaku. mama

dan ayahku dikarnakan semangat dan perjuangan yang gigih yang

kalian contohkan, kumengerti bahwa hidup ini harus dijalani dengan

semangat yang tinggi untuk meghadapi semua tantangan dan cobaan,

kumengerti bahwa waktu ini tak akan berhenti walau ku diam tak

berkutik, oleh sebab itu kuharus menggunakan waktu sebaik mungkin

agar ia berbaik hati juga untukku mengatur hidup ini,

Seandainya aku tidak lekas bangun dikala aku terjatuh, maka

musnahlah harapanku dan harapanmu mamaku, ayahku, namun disaat

itulah kuberlari dan menatap kedepan bahwa terpuruk dalam

kekalahan bukan sesuatu yang bijaksana, kut’lah rasakan sedikit

pahitnya hidup yang merupakan suatu tantangan untuk mencapai

hidup yang lebih baik. baik,buruknya kisah yang kualami adalah

bagian yang seru dalam kujalani hidupku ini. Sesulit apapun hidup ini

aku akan tetap memegang kata kunci dalam keluarga kita yaitu”jangan

pernah kalah dengan rasa takut, karena kita tahu mengatasinya yaitu

dengan senyum dan berdoa”

Ya Allah...

Alhamdulillah, ku persembahkan kepada-Mu Ya Allah, telah

memberikan kesempatan kepada hamba-Mu ini untuk menikmati

dunia dengan menuntut ilmu dan merasakan indahnya dapat meraih

cita-cita. Harapanku semoga ini semua dapat berguna bagi diriku

sendiri dan juga bagi lingkunganku, juga bagi semua yang

membutuhkan.

(5)
(6)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim…

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmadnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik, tidak lupa juga pada sang Idola Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan penulis dalam aktivitas kesehariannya.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian di Nanggroe Aceh Darussalam, dan adapun judul Skripsi ini adalah “ Non Government Organization Dan Demokrasi (Peranan Aceh People Forum Dalam Membangun Demokrasi Di Aceh Pasca MoU Helsinki Tahun 2006-2007)” dimana penelitian ini dilakukan merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Politik.

Dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini penulis berusaha semaksimal mungkin agar hasil yang diperoleh nantinya sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun penulis menyadari skripsi ini masih jauh sempurna dari yang diharapkan dan masih banyak terdapat kekurangan, penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan Terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik USU.

(7)

4. Bapak Warjio, SS, selaku dosen Pembimbing, yang telah memberikan masukan berharga dan membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Indra Kesuma Nasution, SIP, MSi selaku Dosen Pembaca yang telah meluangkan waktu dan masukan yang berharga buat penulis. 6. Ayahanda T. Said Lidansyah dan Ibunda Ratna Juita tercinta yang

telah memberikan dukungan moril maupun materil bagi penulis, mengajarkan makna kesabaran dalam segala hal, bersabar dalam setiap kesusahan baik selama perkuliahan hingga selesainya penelitian skripsi ini, terima kasih yang tak terhinga penulis ucapkan kepada Ayah dan Mama, I Love You….

7. Adik-adikku Tersayang T. Said Syah Maulana, Cut Syarifah Mai Syarah, T. Raja Said Multaza Syah, yang selalu menjadi motivasi ku hingga aku bersemangat untuk segera menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih buat perhatiannya Kakak sayang kalian.

8. Dosen, staf Departemen Ilmu Politik, khususnya kak Uci dan bang Ibnu yang selalu berbaik hati membantu aku melengkapi berkas-berkas yang di perlukan , dan juga buat bang Rusdi yang baik banget membantu keperluan wat persiapan meja hijau, thank’s ya bang.

(8)

10. Temen-temen ’04 Dep. Ilmu Politik, Hary, Bimbi, Haris, Andri, Enda, Agung, Rahmad, Daniel, Sandro Gendut, Arifin (Aktivis Campus) ayo kapan nyusul Skripsinya cepatan ya! Sally, Arauna, Putra, Fuad, Icha dan Echa yang sama-sama berjuang pas skripsi makasi ya semangatnya.

11. Temen-temen in the kost yang selalu ceria, Ruu temen sekamar yang selalu jadi tempat curhat ku, sekarang kita gak usah berantem lagi yah sorry kalo aku sering buat km kesel, Rizka yang stay cool en lucu hehee…, Liya temen baru semoga sukses ya SPMBnya, Putri yang selalu nyebelin tapi kamu baik kok, Sheila, Isas yang selalu menghibur makasi ya wat kecerian kalian semua. Aku yakin pasti kalian bakalan rindukan aku karna gak ada lho temen sebaik aku.

12. Saudara-saudara ku, wat Nyakmi dan Ayahwa, Paman dan Makcik ku yang sayang banget ma aku. sepupuku Odes yang udah ngantarin aku penelitian selama di Banda, K’cut, Ukhti dan keluarga makasi nasehat-nasehatnya, Rania ponakan ku tercinta makasih senyumnya dah buat tante bahagia, B’gun cepat selesaikan kuliah mu biar kita semua bangga, Puput yang selalu temenin aku tidur selama di Banda, Uning ,Fika dan D’fahza makasi ketawa-ketawanya ya!!

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Lembar Persembahan ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

Abstraksi ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Teori... 7

1.5.1 Teori Peranan ... 8

1.5.2 Peranan Non Government Organization (NGO) ... 9

1.6 Definisi Konsep ... 11

1.7 Metodologi Penelitian ... 12

1.7.1 Metode Penelitian ... 12

1.7.2 Objek Penelitian ... 13

1.7.3 Jenis Penelitian ... 13

1.7.4 Tekhnik Pengumpulan Data ... 14

(10)

1.7.6 Sistematika Penulisan ... 17

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian ... 18

2.2 Sejarah Berdirinya Aceh People Forum ... 19

2.3 Falsafah Aceh People Forum Nanggroe aceh Darussalam ... 22

2.4 Visi, Misi Aceh People Forum ... 24

2.5 Program Kerja Aceh People Forum ... 25

2.6 Struktur Organisasi Aceh People Forum... 28

2.7 Bagan Struktur Aceh People Forum ... 34

2.8 Non Government Organization Dalam Demokrasi Di Aceh ... 35

BAB III ANALISA DATA 3.1 Proses Perdamaian Menuju Demokratisasi Pasca MOU di Aceh ... 37

3.1.1 Disarmament ... 39

3.1.2 Demobilization ... 41

3.1.3 Reintegration ... 41

3.1.4 Rehabilitasi ... 43

3.2 Peranan Aceh People Forum dalam Demokrasi Di aceh ... 44

3.2.1 Membangun Partisipasi Masyarakat Sipil ... 46

3.2.2 Membangun Lembaga Mitra Di Aceh ... 47

3.2.3 Advokasi Aceh People Forum Dalam Rancangan Undang-Undang Pemerintah aceh (UUPA) ... 59

(11)

3.3.1 Membangun Ekonomi Rakyat (Ekonomi Recovery) ... 63

3.3.2 Membangun Partisipasi Politik ... 64

3.3.3 Membangun Keamanan ... 66

3.3.4 Dukungan Terhadap Perempuan ... 68

3.3.5 Penegakan Hak Asasi Masyarakat ... 70

3.3.6 Pembenahan Tata Kelola Pemerintah (Good Governance) ... 73

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 76

4.2. Saran ... 78

Daftar Pustaka ... 80

(12)

ABSTRAKSI

Judul : Non Government Organization Dan Demokrasi

Peranan Aceh People Forum Dalam Membangun Demokrasi Di Aceh Pasca MOU Helsinki Tahun 2006-2007

Penulis

Cut Syarifah Zahara

Membangun demokrasi pasca konflik dan tsunami bukanlah suatu perkara yang mudah namun Setelah Aceh berhasil menandatangani perjanjian damai dalam nota kesepahaman MOU di Helsinki ruang-ruang demokrasi yang selama ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh yang sebelumnya terbungkam secara singnifikan muncul dengan hadirnya berbagai Non Government Organization lokal yang tumbuh seiring dengan tuntutan perubahan-perubahan dari segi ekonomi, sosial, dan politik. Adanya keinginan menuntut perubahan yang terjadi dalam masyarakat Aceh tentunya tidak terlepas dari partisipasi masyarakat sipil dan peranan sejumlah NGO lokal yang berada di Aceh. Aceh People Forum yang merupakan sebuah organisasi non pemerintah lokal yang berada di Aceh memiliki sejumlah peranan dalam mendampingi masyarakat Aceh dan salah satu upaya dan peranan mereka saat ini adalah mengupayakan membangun demokrasi di Aceh dalam segi ekonomi, penegakan HAM, pemberdayaan perempuan, keamanan, politik, dan pembenahan tata kelola pemerintah yang baik. Dan ini merupakan sebuah agenda yang baru di Aceh menuju demokratisasi dengan sebutan membangun Aceh baru yang demokratis.

(13)

ABSTRAKSI

Judul : Non Government Organization Dan Demokrasi

Peranan Aceh People Forum Dalam Membangun Demokrasi Di Aceh Pasca MOU Helsinki Tahun 2006-2007

Penulis

Cut Syarifah Zahara

Membangun demokrasi pasca konflik dan tsunami bukanlah suatu perkara yang mudah namun Setelah Aceh berhasil menandatangani perjanjian damai dalam nota kesepahaman MOU di Helsinki ruang-ruang demokrasi yang selama ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh yang sebelumnya terbungkam secara singnifikan muncul dengan hadirnya berbagai Non Government Organization lokal yang tumbuh seiring dengan tuntutan perubahan-perubahan dari segi ekonomi, sosial, dan politik. Adanya keinginan menuntut perubahan yang terjadi dalam masyarakat Aceh tentunya tidak terlepas dari partisipasi masyarakat sipil dan peranan sejumlah NGO lokal yang berada di Aceh. Aceh People Forum yang merupakan sebuah organisasi non pemerintah lokal yang berada di Aceh memiliki sejumlah peranan dalam mendampingi masyarakat Aceh dan salah satu upaya dan peranan mereka saat ini adalah mengupayakan membangun demokrasi di Aceh dalam segi ekonomi, penegakan HAM, pemberdayaan perempuan, keamanan, politik, dan pembenahan tata kelola pemerintah yang baik. Dan ini merupakan sebuah agenda yang baru di Aceh menuju demokratisasi dengan sebutan membangun Aceh baru yang demokratis.

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Aceh yang memiliki banyak pengalaman sejarah telah menjadi perhatian pihak luar baik nasional maupun internasional. Fase demi fase konflik kekerasan menjadi sejarah yang tidak pernah surut di Aceh. Sejak zaman pra-kolonial yaitu abad ke-17 sampai terjadinya sebuah fenomena dimana masyarakat Aceh mengalami ketidak adilan politik, ekonomi serta penerapan DOM tahun 1989-1998 yang banyak menimbulkan korban sipil.

Pada era orde baru, nyaris persoalan Aceh tidak pernah tersentuh oleh upaya penyelesaian konflik secara damai kecuali melalui pendekatan militer yang banyak memakan korban jiwa. Maka setelah masa orde baru berakhir, barulah pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan permasalahan ini dengan mulai dibuka dan melibatkan pihak ketiga yaitu melalui kesepakatan penghentian permusuhan (Cesseation of Hostilities Agreement ) atau CoHA1 Pada 9 Desember 2002 lalu di Jenewa swiss, serta dibentuk Komisi keamanan bersama (Joint

Security Committee) atau JSC yang terdiri atas unsur TNI/POLRI. GAM dengan

Hendry Dunant Centre (HDC) sebagai fasilitator yang salah satu alternatif

penyelesaiannya adalah pemberian otonomi khusus dalam kerangka NKRI. Namun dalam penyelesaian konflik didalamnya hanya menimbulkan krisis sosial, budaya, dan politik yang serius bagi masyarakat Aceh serta berakhir dengan kegagalan.

1

(15)

Pada akhir tahun 2004 tepatnya Tanggal 26 Desember Aceh dilanda musibah dalam skala besar yaitu bencana Tsunami yang menimpa bagian pesisir Aceh, termasuk ibu kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang 802 persen infrastruktur hancur, akibat bencana ini. Penderitaan rakyat Aceh lengkap sudah dan perdamaian menjadi harapan besar bagi masyarakat Aceh. Bersamaan dengan keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Goverment

Organization (NGO) baik lokal maupun asing dalam penyaluran bantuan pasca

bencana baik proses rehabilitasi, serta rekonstruksi dalam berbagai kegiatan sosial lainnya, kata sepakat yang tertuang dalam Nota Kesepahaman ( Memorandum Of

Understanding atau MoU ) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan

Aceh Merdeka, Pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia pun pada akhirnya disepakati. MoU ini memiliki beberapa butir kesepakatan yaitu diantaranya pasca MoU segera mungkin direalisasikan penyelenggaraan pemerintahan Aceh dengan menyusun Undang-Undang pemerintahan Aceh (UU PA), para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh Pasca tsunami dan dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan. Bersamaan dengan hal tersebut ratusan3 NGO asing maupun lokal masuk dan tumbuh di Aceh bak jamur di musim hujan sebagai pendonor dalam membangun Aceh kembali, dengan kondisi tersebut menarik simpati dan empati masyarakat luar Aceh dan internasional untuk membantu meringankan beban masyarakat Aceh yang menjadi korban tsunami. Pada dasarnya kedatangan masyarakat diluar Aceh adalah untuk membantu korban tsunami dalam mengatasi berbagai penderitaan

2

www.modus.or.id tulisan Al-Mubarak.2006

3

(16)

ssyang didera korban. Bantuan kemanusiaaan yang didatangkan dan diprioritaskan untuk mereka yang kehilangan tempat tinggal dan lahan usaha.

Keberadaan berbagai NGO sebagai lembaga pendonor dalam menyalurkan bantuan diketahui bahwa tidak hanya memberikan bantuan dibidang sosial, tetapi lebih terfokus dalam bidang pembangunan infrastruktur, penguatan pemerintah dan penguatan masyarakat sipil ( civil society). Sepanjang penguatan lembaga-lembaga masyarakat tersebut diarahkan untuk membangun iklim demokrasi yang lebih sehat dan dinamis di Aceh, hal itu bahkan menjadi suatu hal yang positif. Untuk menjadi suatu sistem yang benar-benar menjamin terbentuknya wilayah yang memberi keadilan, kesejahteraan dan tercapainya konsolidasi demokrasi tidak terlepas dari kontribusi peran masyarakat sipil dan berbagai NGO yang berada di Aceh. Berkaitan dengan hal itu Larry Diamond4 mencirikan pencapaian program penguatan Civil society kedalam 5 tujuan yaitu : pertama, masyarakat sipil lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan publik, dan bukannya tujuan kelompok atau golongan. Kedua, masyarakat sipil dalam beberapa hal berhubungan dengan Negara, tetapi diarahkan untuk tidak berusaha merebut kekuasaan atas Negara atau mendapat posisi dalam Negara, posisinya tidak untuk usaha mengendalikan politik secara menyeluruh. Ketiga, masyarakat sipil mencakup pluralisme dan keberagaman artinya tidak sektarian atau memonopoli ruang fungsional. Keempat, masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan-kepentingan pribadi atau komunitas. Namun kelompok-kelompok yang berbeda akan menampilkan atau mencakup kepentingan berbeda pula.

4

Indra J piliang dalam seminar Masa Depan Aceh pasca MoU Helsinki dalam kerangka keutuhan

(17)

Kelima, masyarakat sipil haruslah dibedakan dari fenomena civic community yang lebih jelas meningkatkan demokrasi.5

Aceh yang semenjak pasca reformasi hingga sekarang telah mendapatkan payung hukum, mulai dari UU No. 44 tahun 1999 tentang keistemewaan Aceh, UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi daerah (Pelaksanaan syariat islam ), UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dan yang terakhir UU No.11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Pada rentang waktu tersebut politik dan kondisi sosial di Aceh mengalami perubahan yang sangat cepat. Namun tsunami bukanlah momentum yang lahir dari proses sosial, namun dampak bencana tsunami mampu merubah sistem dan formasi sosial masyarakat dan pemerintahan. Tsunami turut mendesain terwujudnya perjanjian politik Kesepahaman Perdamaian yang membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Aceh. Secara keseluruhan dari segi sosial, politik, ekonomi dan budaya, kedua momentum tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat Aceh, yaitu makin terbukanya ruang-ruang publik dalam berbagai hal. Selain itu, tsunami juga telah meninggalkan imbas dalam bentuk hancurnya infrastruktur dan sufrastruktur masyarakat Aceh. Paska tsunami, berbagai negara dan organisasi-organisasi luar negeri masuk ke Aceh untuk membantu masyarakat Aceh yang dilanda bencana. Dua momentum tersebut jelas memberi ruang-ruang publik yang sangat besar bagi proses perdamaian dan demokratisasi serta dinamika sosial di Aceh. Proses dinamika sosial tersebut terus berjalan seiring perubahan bagi masyarakat itu sendiri. Ruang demokrasi yang selama ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang sebelumnya terbungkam secara signifikan mulai muncul ditandai dengan

5

(18)

tumbuhnya berbagai organisasi-organisasi sipil yang menuntut perubahan-perubahan sosial, ekonomi, dan politik dari dalam komunitas masyarakat aceh yang disebut dengan LSM/NGO lokal beberapa diantaranya yaitu Aceh Institute, Aceh People Forum, Yayasan Bungoeng Jeumpa, Badan Reintegrasi Aceh, dan Forum LSM Aceh.

Salah satu diantara NGO lokal yang terbentuk dari formasi sosial masyarakat aceh yang menjadi pusat penelitian ini adalah Aceh People Forum atau yang biasa disebut dengan APF, APF ini merupakan NGO lokal yang bergerak dalam mendampingi masyarakat Aceh. Perubahan signifikan yang terjadi di Aceh tentunya tidak terlepas dari peran masyarakat sipil dan organisasi-organisasi yang tumbuh dalam masyarakat Aceh sendiri. Meskipun sebenarnya tidak ada pengalaman dinegeri ini membangun demokrasi pasca konflik dan tsunami, namun ini merupakan tantangan yang begitu berat, karena sumber daya manusia dan infrastruktur di beberapa daerah diwilayah Aceh hancur. Maka dalam penelitian ini peneliti mencoba mengangkat bagaimana peranan NGO Lokal yaitu Aceh People Forum dalam membangun demokrasi di Aceh pasca penandatanganan perjanjian damai MoU Helsinki pada tahun 2006-2007.

(19)

di daerah-daerah di Nanggroe Aceh Darussalam untuk mendampingi masyarakat Aceh yang korban konflik dan bencana tsunami, serta menumbuhkan rasa kesadaran dalam masyarakat Aceh untuk membangun demokratisasi di Aceh pasca konflik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti membuat rumusan permasalahan dalam hal ini adalah “Bagaimana Peranan Aceh People Forum sebagai NGO Lokal Dalam Membangun Demokrasi di Aceh?”

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan guna menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas. Selain itu agar dapat menghasilkan uraian yang sistematis. Maka ruang lingkup penelitian ini adalah :

1) NGO Lokal yaitu Aceh People Forum yang berperan dalam membangun demokrasi di Aceh.

2) Penelitian ini juga menitik beratkan pada pengamatan terhadap masyarakat di NAD pasca konflik dan tsunami antara tahun 2006-2007. 1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui bagaimana kemajuan pertumbuhan demokrasi dalam masyarakat Aceh pasca MoU.

(20)

3) Bagi peneliti, untuk mengembangkan kemampuan berfikir peneliti melalui karya ilmiah dan sebagai sarana mengasah kemampuan peneliti untuk menggunakan teori-teori yang didapatkan selama masa perkuliahan.

4) Secara teoritis memberikan pemahaman tentang demokrasi Indonesia khususnya di Aceh.

5) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan positif terhadap NGO Lokal yang memiliki peranan penting sebagai kekuatan politik di Indonesia khususnya di Aceh.

6) Diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dan mampu memberikan informasi tentang studi demokrasi, khususnya bagi mahasiswa yang tertarik dalam hal itu bagi Fisip USU.

1.5 Kerangka Teori

Bagian ini merupakan unsur yang penting didalam penelitian, karena pada bagian ini penelitian mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sopian Effendi dalam bukunya metode penelitian survei mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan merumuskan hubungan antar konsep.6

Oleh karenanya, dalam kerangka teori ini penulis akan menyampaikan teori-teori yang menjadi landasan berfikir dalam menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian ini.

6

(21)

1.5.1 Teori Peranan

Peranan merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh seseorang, pengharapan semacam itu merupakan suatu norma yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu peranan. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integrasi antara tujuan dan misi organisasi.7 Sementara menurut Soekanto peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyelesuaian diri dan sebagai suatu proses.8 Adapun peranan seseorang seperti yang dikatakan oleh Levinson meliputi 3 hal yaitu :9

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan disini diartikan sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur social masyarakat.

7

Thoha, Miftah, Kepemimpinan dan Manajemen Sutau Pendekatan Perilaku, Bandung, Sinar Harapan, 1990. Hal : 80

8

Soejono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, UII Press, 1990. Hal : 268

9

(22)

Konsep peranan selalu terkait dengan manusia, dimana pelaku-pelaku peranan social itu adalah manusia. Setiap individu atau manusia di dalam ruang social mempunyai beberapa status atau peran misalnya sebagai ketua organisasi, sekretaris dan sebagainya. Tiap individu tersebut berperan sesuai dengan status yang dimilikinya., dalam situasi tertentu status dengan peranan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali yaitu dimana status tidak akan ada tanpa adanya peranan dan begitu juga peranan tidak akan ada tanpa adanya status. Dengan demikian status dan peranan tidak dapat dipisahkan. Konsep peranan tidak bisa dilepaskan dari konsep status. Peranan adalah pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status.10

1.5.2. Peranan Non Government Organitation (NGO)

NGO adalah organisasi yang paling mampu menjembatani berbagai kesulitan yang dihadapi aktor-aktor lain dalam penyelesaian berbagai persoalan. Maka dalam hal ini NGO/LSM memainkan berbagai macam peranan dalam proses pembangunan sebuah negara, Noeleen Heyzer mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat dimainkan oleh berbagai NGO yaitu :11

1. Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.

10

Ibid.

11

(23)

2. Meningkatkan pengaruh politik secara meluas, melalui jaringan kerja sama, baik dalam suatu negara ataupun dengan lembaga-lembaga international lainnya.

3. Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.

Dari hal diatas kita dapat mengetahui target yang ingin dicapai LSM atau NGO yaitu target tersebut dapat kita lihat dari peranan yang dilakukan oleh NGO yang digolongkan kedalam dua kelompok besar yaitu : partama, peranan dalam bidang non politik yaitu memberdayakan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi. dan kedua, peranannya yang dalam bidang politik yaitu sebagai wahana menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah. Selain itu, NGO juga memiliki peranan signifikan dalam bidang pendidikan dan advokasi, dan tidak diragukan lagi mempengaruhi respon internasional terhadap konflik internal yang disebabkan oleh fleksibilitas dan bentuk organisasi yang tidak begitu ketat.12

Organisasi non-pemerintahan ( Non Goverment Organitation / NGO ) lahir untuk membantu rakyat miskin yang tak tersentuh “tangan” pembangunan dan dirugikan oleh kebijakan pemerintah atas pembangunan.13

Ryker juga mengkategorikan NGO kedalam empat kelompok besar yaitu :14

12

Thomas G. Weiss. “Nongovernmental Organizations and Internal Conflict”, dalam Michael E. Brown (ed.). The International Dimensions of Internal Conflict, Cambridge: MIT Press, 1996, hlm.444

13 ibid 14

(24)

1. Government organized NGOs or GONGOs, yaitu NGO yang muncul

karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana ataupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini berperan mensukseskan program-program pemerintah. di Indonesia, NGO seperti ini disebut sebagai NGO flat merah.

2. Donor organized NGOs or DONGOs, yaitu NGO yang dibentuk oleh

kalangan lembaga-lembaga donor baik yang bersifat multilateral maupun unilateral. NGO seperti ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lembaga donor tersebut.

3. Autonomous or independent NGOs yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat. NGO seperti ini sifatnya independent secara financial dan memiliki kepedulian yang sangat luas tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.

4. Foreign NGOs, NGO seperti ini muncul sebagai perwakilan dari NGO

yang ada diluar negeri. Kehadirannya, tentu saja harus setahu atau mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut beroperasi.

Dengan berbagai macam bentuk peranan tersebutlah sehingga membuat NGO memiliki fleksibiltas dalam melakukan pendekatan dengan setiap pihak yang tidak mampu ditembus oleh lembaga resmi negara. Fleksibilitas ini pada akhirnya mampu menyelesaikan berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan oleh institusi pemerintahan yaitu; keintiman dengan masyarakat, para pemimpin, kultur, nilai dan sensitivitas.

(25)

Menurut pandangan dari James Petras NGO adalah sebuah kumpulan intelektual kelas menengah yang mengangkat isu-isu kelas bawah untuk diperjuangkan, khususnya permasalahan membuat diskriminasi hak-hak bagi masyarakat di suatu negara.15 Secara Umum NGO didefinisikan sebagai lembaga

private, voluntary, non-prifit; dimana anggota-anggotanya mengkombinasikan

kemampuan, cara dan energi mereka dalam mencapai tujuan dan idealita.16NGO adalah organisasi yang paling mampu menjembatani berbagai kesulitan yang dihadapi aktor-aktor lain dalam penyelesaian konflik. Ketiadaan kedaulatan yang dimiliki organisasi non-pemerintah menjadi senjata kuat baginya untuk memasuki wilayah-wilayah terlarang tanpa kekhawatiran penolakan pengakuan resmi.

1.7 Metodologi Penelitian

Dalam melakukan sesuatu penelitian di bidang ilmu-ilmu sosial dan politik ketepatan metodologi sangat mutlak diperlukan. Metodologi merupakan pengetahuan tentang cara mengkonstruksi bentuk dan instrumen penelitian. Konstruksi teknik dan instrumen yang baik dan benar akan mampu untuk menghimpun data yang ada secara obyektif. Lengkap dan dapat dianalisis guna memecahkan suatu masalah. Menurut Antonius Birowo, metodologi mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana peneliti berusaha menjelaskan apa yang diyakini dapat di ketahui.17

1.7.1 Metode Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka, untuk penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Deskripsi (deskription) adalah

15

http://www.acehkita.co.id,searh 23 Desember 2007

16

Farouk Mawlawi, “New Conflicts, New Challenges: The Evolving Role for Non-Governmental

Actors”, Journal of International Affairs, Vol.46, No.2, (Winter 1993), hlm.392 17

(26)

pernyataan mengenai bagian-bagian atau hubungan-hubungan dari sesuatu hal, yang bisa dirumuskan melalui, identifikasi, dan spesifikasi.18

Penelitian deskriptif memiliki dua tujuan yakni : 1) untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya sesuatu aspek fenomena sosial tertentu. Hasilnya kemudian dicantumkan kedalam tabel-tabel frekuensi. 2) untuk menggambarkan secara terperinci fenomena sosial tertentu, umpamanya interaksi sosial, sistem kekerabatan. Penelitian ini tidak untuk menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan secara sistematik faktual dan akurat. Adapun ciri-ciri pokok penelitian yang menggunakan metode deskriptif adalah sebagai berikut ;

1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan, atau masalah-masalah yang bersifat faktual.

2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasi nasional yang memadai. Selanjutnya Mohammad Nasir mengatakan dalam studi ini analisanya dikerjakan berdasarkan ”ekspost fakto” artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung19

1.7.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah NGO Lokal Yaitu Aceh People Forum yang berada di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya kota Banda Aceh.

1.7.3 Jenis Penelitian

Dengan menggunakan metode deskriptif maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini sebagai konsekuensi dari pengguna metode

18

Ronald H.Chilcote, Teori Perbandingan Politik “Penelusuran Paradigma”, (Jakarta, PT.Grafindo, 2003) hal : 21

19

(27)

deskriptif. “ Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.20 Penelitian kualitatif ini, dimulai dengan mengumpulkan informasi untuk dirumuskan menjadi sutau generalisasi yang dapat diterima akal. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan tetapi mungkin saja berkembang selam kegiatan penelitian berlangsung.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview), observasi (observation), dan dokumentasi (documentary). Pada penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Metode dokumentasi adalah mengumpulkan berbagai bahan, data, literature dan tulisan tersebar lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter yaitu pengamatan terhadap gejala-gejala obyek yang diteliti dengan meneliti dokumen-dokumen yang tersedia.

Sedangkan wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data dengan cara berkomunikasi melalui kontak/hubungan pribadi antara pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara ( interviewe). Wawancara adalah bentuk menanyakan dengan karakteristik menggunakan pernyataaan verbal untuk menghindari bias dan distorsi serta dihubungkan pada pertanyaan peneliti yang spesifik serta tujuan yang spesifik pula. Pada penelitian ini digunakan wawancara yang tidak terstruktur. Informasi dan penjelasan

20

(28)

mengenai Peranan Aceh People Forum dalam Membangun demokrasi di Aceh akan diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait. misalnya : Ketua organisasi, Sekretaris, dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.7.5 Teknik Analisa Data

Analisa data adalah menyusun data agar dapat ditafsirkan. Teknik analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu penelitian kualitatif. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

2. Penelitian atau analisis data 3. Penyimpulan data.

Mengacu pada langkah-langkah tersebut maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data dari berbagai sumber. Data yang telah dikumpulkan kemudian disususn terlebih dahulu sebelum diolah. Ini bertujuan untuk memeperoleh data yang komprehensif sesuai dengan tujuan penelitian. Langkah selanjutnya melakukan penilaian terhadap keabsahan data tersebut. Untuk mengatakan keabsahan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu sebagai berikut :

1. Derajat kepercayaan (credibility) 2. Keteralihan (transibility)

(29)

Selain melaksanakan penilaian maka langkah terakhir adalah membuat suatu kesimpulan terhadap data yang telah dianalisis. Perlu diperhatikan apabila kegiatan analisisnya menggunakan analisis kuantitatif seorang peneliti dituntut :

1. Kecermatan 2. Ketelitian 3. Keuletan 4. Selektif.

(30)

1.7.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, Ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum dari NGO Lokal yaitu Aceh People Forum.

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini berisikan penyajian dan analisis data yang diperoleh dari penelitian. BAB IV PENUTUP

(31)

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tepatnya di Ibu Kota Provinsi yaitu Banda Aceh. Kota Banda Aceh memiliki luas 61,36 km2. letak geografis yaitu 05,30-05,35 lintang utara dan 95,30-99,16 bujur timur dan dengan ketinggian rata-rata 0,80 m di atas permukaan laut. Banda Aceh sebelah utara berbatasan dengan selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar. Banda Aceh memiliki 9 kecamatan, 69 desa dan 20 kelurahan.21 Aceh merupakan salah satu bagian dari wilayah Negara Keastuan Republik Indonesia yang memiliki banyak keistimewaan dalam berbagai hal. Di antaranya sumber daya alam yang melimpah dan kultural masyarakatnya yang lebih bersifat religius sehingga dijuluki daerah serambi mekkah. Pada zaman pra kemerdekaan Aceh merupakan salah satu daerah yang paling lama untuk dapat ditaklukkan oleh kolonial Belanda. Kemudian sumbangsih Aceh begitu besar bagi Republik ini. Sehingga wajar diberikan keistimewaan dan kekhususan walaupun itu belum sebanding dengan apa yang diberikan oleh rakyat Aceh untuk negeri ini.

Banda Aceh merupakan ibu kota dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang letaknya tepat disebelah barat wilayah Indonesia yang dahulu merupakan sebuah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Mesjid Baiturrahman merupakan ciri khas dari daerah ini. Adat istiadat masyarakatnya begitu kental dengan jiwa dan

21

(32)

semangat religius yang telah tertanam dalam suatu ikatan kemasyarakatan. Aceh terdiri dari daratan yang begitu luas yang meliputi wilayah taman nasional ekosistem loser dan beberapa Kabupaten/Kota yang terbesar mulai dari pesisir pantai sampai ke pedalaman.

Setelah tsunami memporak-porandakan Aceh, begitu banyaknya organisasi-organisas sipil dari masyarakat Aceh yang tumbuh dari formasi sosial. Dan salah satunya adalah Aceh Peoples Forum, atau yang biasa disebut APF, APF ini merupakan NGO lokal yang independen, non profit, dan non partisan yang bekerja di Aceh dengan mensupport inisiatif lokal. APF yang melakukan trust

found, koordinasi, dan kapasitas lembaga terhadap mitra-mitranya juga melakukan

advokasi dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat Aceh yang korban konflik dan tsunami APF juga meluaskan jaringannya dengan membentuk mitra dan menempatkannya di beberapa daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. APF yang memiliki kantor pusat di Kota Banda Aceh dan beralamat di Jalan. T. Dilamgugop No. 12 Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh NAD.22

2.2 Sejarah Berdirinya Aceh People Forum

Sebagai langkah awal dalam sejarah perjalanan berdirinya Aceh People Forum (APF) ini tidak terlepas dari suatu perkumpulan kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam suatu pergerakan sosial yang peduli akan masyarakat Aceh. Sebelumnya yang tergabung dalam perkumpulan ini adalah aktivis mahasiswa yang peduli akan masyarakat aceh yang korban konflik, pada saat itu mereka menamakan perkumpulannya dengan nama Forum Aceh dan

22

(33)

masih terdiri dari beberapa orang saja yang peduli akan fenomena yang terjadi di Aceh.

Pada dasarnya forum ini telah terbentuk ketika konflik terjadi di Aceh yaitu pada tahun 1999, namun masih bersifat sebuah wadah perkumpulan masyarakat, karena ruang gerak forum ini dibatasi untuk mengaspirasikan keinginan dari masyarakat Aceh ketika konflik terjadi maka forum ini tidak secara nyata mampu melayani masyarakat dan terkesan diam-diam dalam menjalankan kegiatannya.23 Ketidak bebasan mereka dalam membangun lembaga perkumpulan sehingga membuat forum ini sempat fakum dalam berbagai kegiatannya mengingat saat itu setiap aktivis yang mampu menyuarakan aspiarasi rakyat diteror, diculik, dan dibunuh membuat rasa kekhawatiran yang mendalam dalam tubuh masing-masing individu yang tergabung dalam perkumpulan ini. Dari terbatasnya ruang gerak mereka ini sehingga mereka memutuskan untuk tidak terlalu aktif dalam menjalankan kegiatannya dan dari mereka ada yang menggabungkan diri dalam wadah organisasi lain namun mereka selalu mengamati setiap perkembangan yang terjadi di Aceh.

Proses demi proses yang terjadi di Aceh dari mulai konflik hingga bencana tsunami yang terjadi membuat forum ini ingin bangkit kembali dalam forum yang sama dengan misi kemanusiaan dalam konteks rehabilitasi dan rekonstruksi dan tidak terlepas dari keingginan semula yaitu mewadahi masyarakat yang korban konflik. Sebenarnya pada tahun 2001 yaitu tepatnya tanggal 7 Januari forum ini telah berdiri dengan nama Aceh People Forum dan ketika itu tim perumusnya hanya terdiri dari beberapa orang saja dan salah satunya yaitu Tarmizi yang

23

(34)

sekarang menjadi Eksekutif Direkturnya.24 Namun belum disahkan karena masih membutuhkan masukan-masukan dari beberapa Organisasi lain yang turut andil dalam hal ini.

Sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk membentuk sebuah lembaga swadaya masyarakat atau Non Goverment Organization dengan beberapa organisasi lain ysng turut terlibat dalam proses pembentukan kembali perkumpulan yang sempat fakum tersebut untuk mengkoordinasikan, mensinergisasikan serta mampu menjalankan tugasnya dalam mendampingi masyarakat yang korban konflik dan bencana tsunami dengan menggabungkan kemampuan yang dimiliki oleh beberapa organisasi lainnya yang orang-orang didalamnnya pernah menggabungkan diri sebelumnya. Adapun beberapa organisasi lain yang terlibat dalam perumusan pembentukan NGO lokal APF ini yaitu dengan melibatkan delapan organisasi lain yaitu : Aceh Concent For Humanity di Lhokseumawe yang merupakan organisasi yang peduli akan masalah kemanusiaan yang terlibat dalam advokasi Pemenuhan hak asasi manusia yang korban konflik dan imbas dari tsunami, Civil Society Of Aceh di Aceh Timur yaitu dalam fokus kerjanya lebih ke penegakan HAM di Aceh, People Creasi Centre yaitu fokus kerjanya mengedepankan kemampuan masyarakat untuk menggali potensi yang dimilki masyarakat Aceh dalam hal pemberdayaan masyarakat, kemudian ada Centre For Humanity Social and Powerment di Pidie, ada lagi Forum Sosial Masyarakat yang sampai saat ini telah menjadi salah satu lembaga Mitra APF dalam menjalankan kerjanya lembaga ini berada di Bireun, dan Meulaboh Creasi Centre, selanjutnya ada lagi Aceh Student Health

24

(35)

Organization yang berada di Banda Aceh yang mengedepankan akan pentingnya kesehatan dalam masyarakat Aceh untuk bertahan hidup dan fokus kerjanya adalah memberikan pelayanan kesehatan yang lebih efektif kepada masyarakat, dan yang terakhir Children Media Centre yang peduli akan nasib anak-anak Aceh yang kehilangan orang tua mereka baik karena konflik maupun tsunami.25

Dalam perjalanan selanjutnya upaya-upaya untuk pengesahan Aceh people Forum ini terus dilaksanakan oleh delapan organisasi diatas dengan ketiga tim perumusnya mereka melakukan konsolidasi dan koordinasi yang baik dan memutuskan lembaga ini dijadika suatu lembaga Non Goverment Organization lokal (LSM/NGO) dan juga sebagai payung organisasi untuk NGO lokal lainnya yang tergabung dalam mitra sebagai partner kerja APF ini dan berada di Daerah-daerah. Sehingga akhirnya pada 5 Agustus 2005 Aceh People Forum (APF) ini disahkan menjadi NGO lokal di Aceh.

2.3 Falasafah APF (Aceh People Forum) Nanggroe Aceh Darussalam

Aceh People Forum merupakan suatu wadah perkumpulan masyarakat sipil yang berazaskan falsafah Negara pancasila dan UUD 1945, dan berbadan hukum berdasarkan akte notaris No. 6 tahun 2005 dengan jenis perkumpulannya yaitu perkumpulan organisasi. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan bersama Direktur APF berkaitan dengan jenis perkumpulannya beliau menjelaskan yaitu :

”ya,dalam jenisnya perkumpulan ini memang disebutkan sebagai perkumpulan organisasi karena didalamnya tergabung beberapa organisasi non pemerintah yang dalam APF disebut sebagai lembaga mitra. Di dalam sebuah perkumpulan atau lembaga organisasi kita

25

(36)

mengenal adanya dua jenis perkumpulan yaitu perkumpulan individu dan perkumpulan organisasi, dalam perkumpulan individu terdiri dari orang perorang yang menjalankan berbagai kegiatan yang menyangkut organisasi namun dalam APF sendiri terdiri dari beberapa organisasi mitra yang menjalankan kegiatannya bersama organisasi lainnya yang tergabung dalam mitranya (partner kerja) oleh karena itu APF ini dalam jenis perkumpulannya disebut sebagai perkumpulan organisasi”.26

Dan forum ini berkedudukan dan berkantor di Kota Banda Aceh, dengan cabang ataupun perwakilannya berada di tempat lain yang ditetapkan oleh badan pendiri, dan forum ini didirikan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya. Adapun tujuan dan maksud dari mendirikan forum ini adalah :27

1. Mewujudkan kesadaran partisipasi rakyat dalam prose pembangunan sumber daya manusia dan pengelolaan sumber daya alam.

2. Membangun kualitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam rekontruksi, rehabilitasi, dan resolusi konflik yang aman dan accessible.

2.4 Visi, Misi Aceh People Forum

Sebagai Organisasi Non Pemerintahan tentunya memilki visi dan misi untuk mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai berdasarkan azas lembaga. Visi dan misi ini tentunya akan mengarahakan organisasi untuk mencapai tujuannya. Landasn dasar dari visi dan misi APF ini adalah kondisi masyarakat Aceh yang korban konflik dan tsunami untuk menjadikan Aceh yang baru, mandiri dan modern dari masyarakat yang demokratis. Oleh karena itu yang menjadi visi dari APF yang sesuai dengan AD/ART nya adalah :28Tercapainya masyarakat yang terkonsolidasi, sejahtera, inovatif, berdaya secara ekonomi sosial politik melalui mitra yang mandiri, profesional, terpercaya, dan responsive yang berbasis gerakan social. dan misinya adalah :

26

Wawancara Tarmizi Op.Cit

27

Data dari Akte notaris APF (Aceh People Forum)

28

(37)

1. Melakukan koordinasi dan pengembangan kapasitas internal APF, mitra dan

komunitas

2. Merancang suatu garis besar pemberdayaan masyarakat

3. Melakukan konsolidasi kekuatan sosial politik masyarakat untuk memperkuat

kapasitas ekonomi masyarakat dan mempengaruhi kebijakan.

Berdasarkan wawancara peneliti maksud yang ingin dicapai oleh APF melalui misinya berikut kutipannya :

“untuk bidang ekonomi ingin membentuk suatu pemahaman baru terhadap

masyarakat Aceh yang mampu bersaing dengan daerah lain dalam mengembangkan perekonomian mereka yang sempat hancur akibat konflik dan tsunami, maka melalui mitranya mereka mengkonsolidasikan berbagai jenis kegiatan yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat untuk mengembangkan dan memberdayakan hasil sumber daya alam yang mereka miliki untuk bersaing dipasar global, dan dalam social politik ingin memberikan dukungan terhadap kaum perempuan agar dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang berbaur politik semisalnya dalam pembentukan struktur Gampong (desa) serta dalam mengambil keputusan di Gampong karena visi ini bertujuan kepada rehabilitasi terhadap masyarakat yang korban konflik dan tsunami”.29

Dalam hal ini peneliti menggunakan visi dan misi sebagai indicator untuk melihat arah pemikiran-pemikiran APF dalam menjawab berbagai persoalan-persoalan yang dihadapi Masyarakat Aceh. Visi dan Misi memuat ide-ide yang ideal yang terkadang normatif akan tetapi untuk merumuskan program kerja sebuah organisasi tidak terlepas dari visi dan misi yang telah disepakati. Visi dan misi bisa muncul karena berangkat dari ideology yang dipahami atau paradigma yang diadopsi sehingga tercermin identitas sebenarnya dari sebuah organisasi tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi ini membangun visi, misi yang memberikan pencapaian ruang demokrasi yang adil bagi masyarakat baik dikota maupun didesa sehingga organisasi ini mampu menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat tanpa adanya tekanan dari pihak-pihak terkait.

29

(38)

2.5 Program Kerja Aceh People Forum

Secara garis besar ada empat isu strategic yang sifat external yang teridentifikasi pada saat Strategic Planning APF, yaitu: Hancurnya perekonomian rakyat karena tsunami dan konflik; Bertahannya struktur monopoli; Tidak terkonsolidasinya potensi politik masyarakat; dan Pendekatan bantuan yang keliru. Keempat isu strategic ini kemudian melahirkan 15 program strategis yang akan dilaksanakan selama periode tiga tahun ke depan. Dengan pelaksanaan 15 program strategis tersebut, diharapkan mampu menuntaskan permasalahan-permasalahan yang muncul di masyarakat, dan secara tidak langsung mampu mewujudkan visi dan misi APF. Dasar munculnya isu strategis eksternal berasal dari analisis SWOT yang lahir dari peluang dan ancaman yang diprediksi muncul dalam tiga tahun ke depan. Selain itu juga berdasarkan temuan-temuan di lapangan yang dilaporkan oleh organisasi mitra yang sedang menjalankan program penguatan masyarakat.

Dan yang menjadi fokus kerja atau program kerja dari Aceh People Forum ini diantaranya adalah :30

1. Capacity Building ( Membangun Kapasitas)

Membangun kapasitas disini adalah diterapkan kepada staf Aceh People Forum dalam melakukan kegiatan internal dan eksternal mereka kemudian dilakukan semacam penguatan terhadap organisasi masyarakat sipil dengan memberikan training dan work shop, intenship, asistensi, dan referensi dalam meningkatkan kemampuan bekerja.

30

(39)

2. Economic recovery

Sejak berlangsungnya konflik bersenjata di Aceh, struktur perekonomian di Aceh menjadi lumpuh dan hampir tidak bedalan lama sekali. Sumber-sumber produksi masyarakat terhenti karena ruang gerak yang menunjang proses tersebut menjadi tertutup dengan tindakan-tindakan represive dari pihak TNI/Polri dan GAM. Lahan-lahan pertanian yang sebelum konflik mengandung potensi sumberdaya ekonomi yang cukup tinggi tidak tersentuh. Kegiatan perekonomian yang awalnya lebih dititik beratkan di sektor produksi beralih menjadi sektor jasa yang sarat dengan kreiteria-kriteria khusus yang tidak mampu dilakukan oleh mereka yang sebelumnya berada di sektor produksi. Dampak lebih jauh lagi, hampir 98% kebutuhan pokok masyarakat didatangkan dari luar daerah. Tentu saja hal ini memberikan dampak yang sangat buruk bagi days bell masyarakat. Kondisi ini terns berlangsung sampai akhir tahun 2004, dan dengan datangnya bencana gempa dan tsunami makin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang memang sudah payah.

Mengacu kepada kondisi ini, APF dan organisasi mitra sepakat untuk menjadikan proses perbaikan struktur ekonomi masyarakat sebagai fokus perhatian utama. Sejalan dengan maksud ini, APF dan organisasi mitra mengusulkan program strategis Economic Recovery yang dijabarkan dalam beberapa aktifitas di berikut :

1. Mempersiapkan produk-produk yang menguasai pasar. 2. Membangun struktur pasar yang baru

(40)

4. Advokasi kebijakan yang menghapuskan monopoli 5. Melakukan riset produk inovatif

6. Melakukan diversifikasi produk baru (misalnya: produk organik) untuk melawan monopoli

7. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga yang memiliki akses pemasaran

8. Mendirikan organisasi sektoral

9. Melakukan pameran-pameran produk masyarakat.

Pada implementasinya, ditargetkan setelah tahun ke-3, jumlah produk yang bisa masuk ke pasar adalah 25 jenis produk. Disamping itu, untuk memperkuat basis perekonomian masyarakat yang mampu menghasilkan produk, APF meluncurkan micro-finance yang akan diberikan kepada 50 kelompok yang masing-masing besarnya 150 juta; 250 orang individu yang besarnya 15 juta per orang. Untuk menciptakan produk-produk barn yang inovatif akan diberikan grant-grant riset kepada perguruan tinggi yang nilainya akan disesuaikan dengan nilai produk yang akan dihasilkan.

Selain itu, advocacy kebijakan pemerintah yang diwujudkan dengan :

1. Training bagi masyarakat di 11 Kabupaten selama 6 kali dalam

waktu 3 tahun

2. Pengorganisasian yang dilakukan oleh CW di 220 desa selama 3 tahun

3. Lobby atau mengirimkan delegasi

(41)

3. Advokasi

Advokasi yang dimaksud adalah advokasi kebijakan-kebijakan yang mampu melawan monopoli, seperti monopoli perdagangan dan sektor pasar, dan merancang produk-produk baru yang mampu menghadang proses monopoli perdagangan tersebut. Melakukan advokasi dalam hal clean goverment, land

reform, dan human righ.

4. Penguatan Masyarakat sipil

Disini dilakukan semacam community planning seperti diberikan pemahaman-pemahaman kepada masyarakat untuk mampu berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di desa-desa tempat tinggal mereka contoh ketika ada pemilihan kepala desa (Geuchik) dan memberikan penyuluhan untuk revitalisasi struktur gampong agar mengasah kemampuan masyarakat dalam mengekspresikan kemampuan dan bakat yang mereka miliki dan profil gampong yaitu lebih kepada bagaimana menciptakan suatu komunitas gampong yang berkompetensi secara menyeluruh dan menciptakan masyarakat yang terbebas dari rasa kekhawatiran terhadap ancaman-ancaman dari luar, karena sesungguhnya masyarakat aceh sangat trauma dengan kejadian masa lalu.

2.6 Struktur Organisasi Aceh People Forum

(42)

diantaranya memilki beberapa badan atau staf yang menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing yaitu sebagai berikut :31

1. Advisory Boards ( Badan Penanggung jawab) lingkup pekerjaan menggambarkan tanggung jawab dan lingkup pekerjaannya yaitu :

1. Mensupervisi program Officer

2. Membantu dalam menformulasikan strategi dan pendekatan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

3. menjadi penghubung dan bekerja sama dengan organisasi lain yang terlibat dalam inisiatif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

4. Mengidentifikasi dan memberikan training kepemimpinan secara informal kepada fasilitator dan para pemimpin masyarakat lokal atau mitra kerja.

5. Memimpin upaya dalam membangun kapasitas staf APF dan mitra. 6. Membantu mengembangkan metode-metode untuk mengukur hasil dan

dampak dari program-program yang dijalankan.

7. Memimpin upaya dalam memonitor dan menilai dampak dari program-program yang dijalankan.

8. Membangun dan memelihara database yang dapat memfasilitasi penyimpanan dan analisa atas informasi kualitatif mengenai dampak, dan yang mana dapat berkontribusi terhadap database program secara keseluruhan.

2. Board Members (Anggota Badan Penasehat) yang terdiri dari beberapa orang yang mempunyai tanggung jawab dalam memberikan masukan-masukan yang

31

(43)

membangun demi kemakmuran APF. Dan merupakan dewan penasehat untuk terselenggaranya setiap apaun kegiatan yang dijalankan oleh APF

3. Exekutif Direktur yang bertanggung jawab dalam organisasi yang didirikan dan memebawahi beberapa manajer yang diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan setiap kegiatan, Eksekutif Direktur ini terdiri dari satu orang saja dan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap APF yang dipimpinnya, dan beberapa lembaga mitra lainnya yang berada di daerah-daerah.

4. Office Manager membawahi seorang HRD Officer, Financial, Security and office Boy, driver. Dalam menjalankan tugasnya Office Manager memilki Financial and ADM officer dengan lingkup pekerjaannya yaitu :

1. Memastikan pemenuhan persyaratan keuangan proposal yang telah disetujui.

2. Memastikan sistem rekam dipelihara sesuai dengan standar auditing yang diterima secara umum

3. Menjaga aliran uang, kontrol biaya, dan pengeluaran untuk panduan proyek akses to Justice

4. Membuat format proposal dan pelaporan (keuangan) AJP sebagai panduan bagi para grantee dalam membuat proposal dan laporan.

5. Melakukan hal-hal lainnya yang terkait dalam kepentingan kontrak

5. Program Manager membawahi seorang Program Asisitant, AJP Officer, CBP Officer, Economic Recovery Officer, dan Capacity Building Officer. Lingkup pekerjaannya yaitu :

(44)

3. Memastikan peranan grant dan program 4. Mengkoordinasikan kebutuhan pertemuan 5. Melakukan perjalanan dinas

6. Mengawasi serta menyesuaikan kebutuhan grantee

7. Menghadiri pertemuan-pertemuan internal maupun eksternal 8. Menjadwalkan kebutuhan program dan laporan program 6. Administrative lingkup pekerjaannya yaitu :

1. Memberikan nomor registrasi bagi semua proposal yang masuk

2. Melakukan koresponden dengan CSO berkenaan dengan penerimaan dan penolakan proposal dan lain-lain yang dianggap perlu.

3. Menyiapkan kontrak dan dokumen-dokumen yang dibutuhkan berkenaan dengan proyek AJP

4. Memastikan sistem dokumentasi dan inventarisasi proyek mempunyai catatan yang baik.

5. Membuat notulensi rapat-rapat untuk proyek AJP. 6. Membantu kerja-kerja administrasi program AJP 7. Monitoring and Evaluation lingkup pekerjaannya yaitu :

1. Bertindak sebagai pencari berita dari perkembangan program bagi Aceh

People’s Forum

2. Mengevaluasi dan memantau keberhasilan program

(45)

5. Membuat laporan tertulis yang kemudian dipresentasikan di depan

program manager dan projet officer atas semua kunjungan lapangan yang

dilakukan.

6. Melakukan hal-hal lainnya yang terkait dalam kepentingan kontrak

8. Donor liasion Officer merupakan staf yang bergerak dalam pencarian dana untuk pemasukan kas APF yang nantinya akan digunakan dalam berbagai kegiatan dan memberikan bantuan kepada mitra yang bekerjasama serta memenuhi setiap kebutuhan APF dan mampu bekerjasama dengan lembaga pendonor lainnya seperti NGO asing.

9. Media and Communication Officer memiliki seorang Web designer mempunyai lingkup pekerjaan yaitu menjadi penghubung dan bekerja sama dan mendukung koordinasi dan kolaborasi dengan sejumlah mitra, pemerintah setempat, LSM dan juga masyarakat serta memberikan informasi yang akurat seputar issu yang sedang berkembang dalam masyarakat. Media komunikasi ini juga berperan sebagai penghubung APF dengan lembaga lain seperti NGO lokal maupun NGO asing. Dan mengkoordinasikan dan memastikan komunikasi yang tetap dan efektif mengenai program yang berbasiskan pada masyarakat.

10. Investigation and Field Reporter yaitu lingkup pekerjaannya meliputi menjadi fasilitator dalam memimpin masyarakat untuk menyelesaikan konflik, berpartisipasi dalam menyampaikan training untuk memimpin masyarakat, memastikan data masyarakat, akurat dan diupdate secara tetap, dan memonitor hasil dan dampak dari semua kegiatan yang dilakukan oleh APF dan lembaga mitra yang berbasis pada masyarakat.

(46)

1. Menjaga dan mengelola system informasi manajemen proyek, termasuk database dan system informasi geografi.

2. Memastikan system komputer untuk berbagai program selalu aman dan bersih termasuk saluran internet.

3. Memastikan keakurasian, kelengkapan dan keamanan data yang dimasukkan kedalam database program.

4. menyediakan pedoman bagi staf mengenai bagaimana menggunakan dan merawat system informasi manajemen yang berbasis komputer.

5. menyiapkan komputer untuk digunakan oleh staff, dan memberikan solusi atas masalah-masalah baik yang berkaitan dengan perangkat keras maupun perangkat lunak.

(47)

2.7 Bagan Struktur Organisasi Aceh People Forum32

Governance Structure of APF

32

Sumber Eksekutif Direktur APF

Office Manager

HRD Officer AJP Officer

(48)

2.8. Non-Goverment Organization Dalam Demokrasi di Aceh

Akibat konflik yang berkepanjangan serta di ikuti oleh bencana tsunami yang menghancurkan infrastruktur dan sumber daya alam mereka. Namun terlepas dari semuanya itu ada suatu emban amanah yang harus diselesaikan oleh berbagai elemen dalam masyarakat yaitu pemerintah, organisasi sipil serta dukungan dari masyarakat Aceh sendiri. Maka ketika berbicara tentang proses demokratisasi yang dilakukan oleh APF di Aceh maka yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum membicarakan hal demokrasi di Aceh tersebut ada suatu proses panjang yang harus ditempuh oleh BRR atau Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi serta NGO-NGO lokal maupun internasional dan salah satu dari NGO lokalnya adalah APF yang berada di Aceh bagaimana menumbuhkan ideologi nasionalis masyarakat Aceh akibat kesenjangan konflik yang terjadi selama beberapa dekade terakhir adalah sebagai berikut kutipan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti :

”untuk menumbuhkan ideologi nasionalis akibat kesenjangan konflik atau mengembalikan kepercayaan masyarakat Aceh terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia ditempuh dengan melakukan empat poin penting yaitu : (1). Disarmament yaitu penariakan senjata dari GAM, (2). Demobilization yaitu penarikan tentara dari pusat atau Pemerintah RI, (3). Reintegration yaitu menyatukan kembali kedua belah pihak dari keterpecahan akibat konflik (yang mengreintegrasikan), (4). Rehabilitation yaitu proses perbaikan atu pemulihan berbagi struktur dalam masyarakat yaitu ekonomi, tata kelola pemerintah, penegakan HAM, politik dan lain sebagainya yang hancur akibat konflik. Maka dari upaya-upaya yang ditempuh tersebut akan tercipta suatu masyarakat yang demokratis.”33

Setelah empat poin penting tersebut mampu terealisasikan secara baik maka selanjutnya barulah berencana membangun demokrasi di Aceh dengan

33

(49)

berbagai peranan-peranan yang dilakukan oleh berbagai NGO lokal berdasarkan kegiatan yang dijalankan. Dan proses demokrasi yang dilakukan oleh APF adalah dengan mendampingi masyarakat Aceh dalam melakukan berbagai kegiatan diantaranya adalah membentuk sutu bentuk perekonomian yang mandiri dalam masyarakat Aceh, kemudian memberikan ruang gerak politik secara demokratis seperti halnya membangun sebuah organisasi-organisasi sipil dalam masyarkat memberikan dukungan terhadap kaum perempuan dalam mengambil keputusan serta berpartisipasi dalam kancah politik di Aceh, melibatkan perempuan dalam proses damai di Aceh, kemudian memberikan dampingan terhadap Hak asasi Manusia, dan sesuai dengan daraf MoU membentuk RUU PA, pembentukan partai lokal dan melakukan Pilkada, untuk memilih pemerintah daerah yang sesuai dengan kehendak hati masyarakat Aceh serta melakukan perubahan yang signifikan dalam pembenahan tata pemerintahan Aceh.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zakaria, Sekitar Kerajaan Aceh Dalam Tahun 1520-1675 (Medan, Monora, 1972).

Birowo, Antonius. Metode Penelitian komunikasi. Yokyakarta : Gitanyali. 2004

Chilcote, H. Ronald, Teori Perbandingan Politik “Penelusuran Paradigma”, (Jakarta, PT. Grafindo, 2003

Dahl, A. Robert, Perihal Demokrasi “Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat”, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001)

Faisal, Sanapiah, Format Penelitian, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada 1999)

Gaffar, Affan, Politik Indonesia, Transisi Menuju demokrasi, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2005) dalam Noeleen Heyzer, James V. Rayker and Antonio, Government NGO Relation in Asia (kuala Lumpur, APDC)

Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung ,Remaja Rosdakarya, 1994)

Nasir, Moh, Metode Penelitian, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1983)

Pane, S. Neta, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Solusi, Harapan dan Impian, (Jakarta, Grasindo, 2001)

(51)

Singarimbun, Masri, dan Effendi, Sopian, Metode Penelitian Survei, (Jakarta,LP3ES 1989)

Soejono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, UII Press, 1990. Thomas G. Weiss. “Non-governmental Organizations and Internal

Conflict”, dalam Michael E. Brown (ed.). The International Dimensions of Internal Conflict, Cambridge: MIT Press, 1996.

Thoha, Miftah, Kepemimpinan dan Manajemen Sutau Pendekatan Perilaku, Bandung, Sinar Harapan, 1990.

Umar, Muhammad, Darah dan Jiwa Aceh, Mengungkap Falsafah Hidup Masyarakat Aceh, Banda Aceh : BUSAFAT, 2002.

INTERNET

http://www.acehinstitute.org, 2006, search 23 November 2007

http://www.Acehrecoveryforum.org, search 15 Desember 2007

http://www.cmm.or.id, search 5 februari 2008

http://www.acehkita.co.id,searh 23 Desember 2007

www.modus.or.id tulisan Al-Mubarak.2006

www.apf.or.id, 26 Maret 2008 MAKALAH DAN DOKUMEN

Piliang, J. Indra, Dalam Seminar “Masa Depan Aceh Pasca MoU Helsinki dalam Kerangka Keutuhan NKRI yang di selenggarakan di Universitas Indonesia, Depok Jakarta 29 November 2007.

Kumpulan Makalah Sejarah Lokal “Pembangkangan Sipil dan Konflik vertikal II”, (Jakarta, Dep.Pendidikan Nasional, 2001)

Dokemen Aceh People Forum ( AD/ART, dan Program kerja APF) KORAN

(52)

Aceh Kita, Edisi April 2006

Aceh Magazine, Edisi III Februari 2006 JURNAL

Farouk Mawlawi, “New Conflicts, New Challenges: The Evolving Role for Non-Governmental Actors”, Journal of International Affairs, Vol.46, No.2, (Winter 1993)

WAWANCARA

Tarmizi, Exekutif Direktur Aceh People Forum di Lamguogop Kantor Aceh People Forum Banda Aceh, 25 Maret 2008

Dedek Harianti, Assistance Program Manajer Aceh People Forum di Lamguogop Kantor Aceh People Forum Banda Aceh, 25 Maret 2008

Erlis Nediana, Financial & ADM Officer Aceh People Forum di Lamguogop Kantor Aceh People Forum, 25 Maret 2008

Hermanto Hassan, Program Manager Aceh People Forum di Lamguogop Kantor Aceh People Forum Banda Aceh, 27 Maret 2008

(53)

BAB III ANALISA DATA

3.1 Proses Perdamaian Menuju Demokratisasi Pasca MoU di Aceh

Tiga tahun lalu di Helsinki, Finlandia, para wakil pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merderka (GAM) menorehkan sejarah dengan menyepakati sebuah nota kesepahaman (MoU) untuk mengakhiri konflik politik bersenjata di Aceh dan semua masyarakat Aceh menyambut lega. Masyarakat Aceh bersyukur karena akhirnya konflik yang sudah berlangsung lama itu segera diredakan dengan langkah damai. Dan selanjutnya menjadi tugas bersama untuk mewujudkan program-program perdamaian secara bertanggung jawab dan efektif. Hal ini di tegaskan oleh Hermanto Hasan beliau menggungkapkan bahwa :

“usia perdamaian Aceh memang telah ,memasuki tahun ke 3 namun masih banyak tantangan dan hambatan yang membentang didepan, karena perlu disadari bahwa sukses atau gagalnya perdamaian di Aceh sangat tergantung pada tiga hal yaitu kondisi sejarah yang lahir dan mengisi proses perdamaian, kondisi-kondisi politik yang menyertainya serta komitmen dan keikhlasan para pihak terhadap MOU Helsinki atau perdamaian berkelanjutan yang bermartabat bagi semua pihak”.34

Konflik Aceh merupakan konflik politik yang turut mengandalakan kekuatan militer kedua pihak, karakter konflik ini adalah adanya kekuatan bersenjata yang membawa tujuan-tujuan politik yang fundamental. GAM yang pada saat itu ingin memerdekakan Aceh dari Indonesia turut mengunakan kekuatan senjata untuk melawan Indonesia disamping diplomasi dan pemerintah indonesiapun mengandalkan kekuatan militer untuk merespon deklarasi Aceh merdeka.

34

(54)

Namun dalam konteks kesepahaman MoU Helsinki GAM lebih mengarahkan dirinya untuk mewujudkan hak-hak ekonomi, politik, social dan budaya rakyat Aceh yang mengalami marginalisasi oleh Indonesia tanpa membicarakan lagi kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Karena dalam hal ini Aceh membara mencari kedaulatan dan keadilan. Penjelasan ini diperkuat oleh Zufri Zainuddin :

“ya,bahwasanya, perang yang terjadi di Aceh cukup jelas gambarannya, karena di Aceh pernah ada kedaulatan politik, dan secara factual ada keadilan yang tertindas.untuk proses perdamaian di Aceh perlu keadilan yang ditegakkkan dengan menghilangkan praktik impuinitas dalam kasus pelanggaran HAM dimasa lalu hingga sekarang, tanpa pengadilan bagi korban bisa menjadi mimpi buruk bagi Aceh, bahkan dendam tetap tegar dalam memori kolektif masyarakat Aceh, sekali lagi, mentransformasikan MoU kedalam UUPA secara benar menjadi kunci perdamaian berkelanjutan”.35

Kelanjutan proses perdamaian di Aceh juga ditentukan oleh kondisi-kondisi social politik yang menyertainya. Kondisi ini berupa adanya jaminan terhadap kebebasan politik bagi rakyat Aceh untuk menyuarakan pendapatnya. Kebebasan untuk mengorganisasikan dirinya dalam lembaga-lembaga social dan politik yang bisa memperkaya ruang infrastrutur politik di Aceh. Ada 4 poin yang dilakukan oleh sejumlah LSM/NGO dan BRR yang merupakan lembaga-lembaga social yang terbentuk dari terbukanya ruang demokrasi dai Aceh pasca MOU tersebut yaitu : (1). Disarmament yaitu penarikan senjata dari PIhak GAM (2).

Demobilization yaitu penarikan tentara dari Aceh baik tentara darurat militer

maupun darurat sipil oleh pemerintah RI, (3). Reintegration yaitu penyatuan kembali masyarakat Aceh yang terpisah-pisah ideologi dalam bingkai NKRI atau mengreintegrasikan kembalai masyarakat akibat konflik terjadi. (4). Rehabilitasi

35

Referensi

Dokumen terkait

Pada pelaksanaan shalat Dhuha ini yang menjadi imam adalah dari salah satu peserta didik laki-laki yang mendapat tugas dari guru pendidikan agama Islam PAI untuk menjadi imam di

PENGARUH PROFITABILITAS, KUALITAS AUDIT, INDEPENDENSI AUDITOR, UKURAN PERUSAHAAN, DAN LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Berdasarkan nilai signifikansi untuk pengaruh legitimasi, loyalitas merek oposisi, merayakan sejarah merek, berbagi cerita merek, integrasi dan mempertahankan anggota, membantu

Proses konstruksi mahasiswa yang berkemampuan spatial visualization (SV) dalam menyelesaikan masalah geometri bidang berdasarkan indikator proses konstruksi

Kelulushidupan tertinggi terjadi pada frekuensi pemberian pakan empat kali, tanpa adanya ikan yang mati, hal ini diduga karena dengan tercukupinya pakan yang

Utvrđivanje prometnih tokova jedna je od najvažnijih informacija prilikom prometnog planiranja. Višegodišnje sustavno prikupljanje podataka o prometu, te analiziranje

Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisa penggunaan elastomeric bearing sebagai base isolator pada jembatan yang mencakup perencanaan struktur bangunan atas jembatan,

Sehingga dilakukan tugas akhir dengan judul "Perancangan Aplikasi Chat Translator Berbasis Desktop Untuk Komunikasi Dua Bahasa Dalam Jaringan Komputer"yang