SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN LEVERAGE DENGAN ALTMAN
Z–SCORE PADA INDUSTRI PERBANKAN
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh:
FERNANDO ROTELINO S 060521025
PROGRAM STUDI STRATA I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN MANAJEMEN MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Fernando Rotelino Sipayung NIM : 060521025
Program Studi : Manajemen
Konsentrasi : Manajemen Keuangan
Judul Skripsi : Analisis Hubungan Leverage dengan Altman Z-Score Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia
Medan, November 2011
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN MANAJEMEN MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama : Fernando Rotelino Sipayung NIM : 060521025
Program Studi : Manajemen
Konsentrasi : Manajemen Keuangan
Judul Skripsi : Analisis Hubungan Leverage dengan Altman Z-Score Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia
Tanggal ... Ketua Program Studi
Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si NIP :
Tanggal... Dekan Fakultas Ekonomi
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:
”ANALISIS HUBUNGAN LEVERAGE DENGAN ALTMAN Z-SCORE PADA INDUSTRI PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA”
Adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akhir guna untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, November 2011
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Analisis Hubungan Leverage dengan Altman Z-Score pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Hubungan Rasio Leverage yang terdiri dari Total Debt to Total Asset Ratio (DAR), Total Debt to Equity Ratio (DER), Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER), Time Interest Earned Ratio (TIE) dengan Altman Z-Score di BEI.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dari laporan keuangan Industri Perbankan yang dipublikasikan dari periode 2006 sampai dengan tahun 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis Korelasi Pearson pada tingkat signifikansi α = 5 %. Pengerjaan model Korelasi Pearson ini menggunakan alat bantu Program SPSS versi 17.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) memiliki hubungan yang negatif dan signifikan, Total Debt to Equity Ratio (DER) memiliki hubungan yang positif tetapi tidak sinifikan, Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER) dan Time Interest Earned Ratio (TIE) memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap Altman Z-Score.
ABSTRACT
This study entitled “Analysis of Leverage Relationships with Altman Z-Score in the Banking Industry in Indonesia Stock Exchange”. The purpose of this study is to investigate and analyze the relationship Leverage Ratio of Total Debt to Total Asset Ratio (DAR), Total Debt to Equity Ratio (DER), Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER), Time Interest Earned Ratio (TIE) with Altman Z-Score in IDX.
The data used in this study is quantitative data. Source of data in this study is secondary data from financial statements Banking Industry, published from the period 2006 until 2010. The research method used is the Pearson Correlation analysis methods on a significance α level = 5 %. The execution of the Pearson correlation model using the tools of this program SPSS version 17.0.
The result showed that the Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) has a negative and significant relationship, Total Debt to Equity Ratio (DER) has a negative relationship but not significant, Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER), Time Interest Earned Ratio (TIE) has a positive and significant relationship to the Altman Z-Score.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
kasih karunia, bimbingan dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Departemen Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang ada. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya penulisan skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril
dan materil terutama dari kedua orang tua tercinta, Ayahanda Beka Sipayung, SH
dan Ibunda Rayani Purba, Bsc, atas kasih sayang, doa, motivasi dan dukungan
baik moril maupun materil sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan
skripsi ini dengan baik. Penulis juga telah banyak mendapatkan bimbingan,
nasehat, dan motivasi dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga penulisan
skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si, selaku Ketua Program Studi
3. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing, yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si selaku Dosen Penguji I, yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Nakman Harahap, M.Si selaku Dosen Penguji II, yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Bapak Drs. Raja Bongsu Hutagalung, M.Si selaku Dosen Wali.
7. Seluruh Dosen, Staff dan Civitas Akademi di lingkungan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara, atas semua jasa yang telah diberikan selama masa
perkuliahan.
8. My lovely brother and sister, Fernawaty Sipayung, Ferdinan Sipayung,
Feronika Sipayung yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis.
9. Saudara – saudara penulis dari keluarga besar Sipayung dan Purba yang telah
memberikan dukungan dan perhatiannya kepada penulis.
10. Teman-teman penulis, khususnya Henri, Richard, Ronald, David, Muliadi,
Vino serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak khususnya bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
menyertai kita senantiasa.
Medan, November 2011 Penulis
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoretis... 12
15. Hubungan Longterm Debt to Equity Ratio dengan
Time Interest Earned Ratio... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 96
5.2 Saran... 97
DAFTAR PUSTAKA……….. 99
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi
Januari 2008- Desember 2008………... 4
1.2 Rata-rata Total Hutang Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)…………... 6
3.1 Prosedur Pemilihan Sampel...………... 46
3.2 Sampel Penelitian………... 47
4.1 Profil Industri Perbankan tahun 2006-2010……….. 57
4.2 Nilai Altman Z-Score Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)……….. 58
4.3 Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)……….. 63
4.4 Total Debt to Equity Ratio (DER) Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)……….. 66
4.5 Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR) Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)…………... 69
4.6 Longterm Debt to Equity Ratio (LDER) Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)...…… 72
4.7 Time Interest Earned Ratio (TIE) Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Tahunan (2006-2010)………. 75
4.8 Perbandingan Leverage (X) Terhadap Altman Z-Score (Y) Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)...………. 78
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1 Rata-rata Total Hutang Industri Perbankan di BEI
Periode Tahunan 2006-2010... 6 2.1 Kerangka Konseptual... 38 4.2 Fluktuasi Altman Z-Score di Industri Perbankan di Bursa Efek
Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)... 61 4.3 Fluktuasi Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) di Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)... 64 4.4 Fluktuasi Total Debt to Equity Ratio (DER) di Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)... 67 4.5 Fluktuasi Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR) di Industri
Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010).. 70 4.6 Fluktuasi Longterm Debt to Total Equity Ratio (LDER) di Industri
Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)....73 4.7 Fluktuasi Time Interest Earned Ratio (TIE) di Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)... 76
4.8 Hubungan Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) dengan Altman Z-Score Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia... 81
4.9 Hubungan Total Debt to Equity Ratio (DER) dengan Altman Z- Score Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia..……. 83 4.10 Hubungan Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR) dengan Altman Z-Score Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia.. 86 4.11 Hubungan Longterm Debt to Equity Ratio (LDER) dengan Altman Z-Score Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia... 88 4.12 Hubungan Time Interest Earned Ratio (TIE) dengan Altman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. Correlations... 102 2. Rata-rata Total Hutang Industri Perbankan di BEI
Periode Tahunan 2006-2010... 103 3. Nilai Altman Z-Score Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia
Periode Tahunan (2006-2010)………... 104 4. Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)……….. 107 5. Total Debt to Equity Ratio (DER) Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)………. 110 6. Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR) Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)……….. 113 7. Longterm Debt to Equity Ratio (LDER) Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan (2006-2010)...…….. 116 8. Time Interest Earned Ratio (TIE) Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Tahunan (2006-2010)...….. 119 9. Perbandingan Leverage (X) Terhadap Altman Z-Score (Y)
Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan
(2006-2010)... 122 10. Net Working Capital to Total Assets Industri Perbankan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode Tahunan (2006-2010)... 125 11. Retained Earnings to Total Assets Industri Perbankan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode Tahunan (2006-2010)... 128 12. EBIT to Total Assets Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Periode Tahunan (2006-2010)... 131 13. Market Value of Equity to Book Value of Debt Industri Perbankan
di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Tahunan (2006-2010)... 134 14. Sales to Total Assets Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
DAFTAR SINGKATAN
BEI = Bursa Efek Indonesia DAR = Debt to Total Asset Ratio DER = Debt to Equity Ratio
LDAR = Longterm Debt to Total Asset Ratio LDER = Longterm Debt to Equity Ratio TIE = Time Interest Earned Ratio DSA = Days Sales Outstanding BEP = Basic Earning Power ROA = Return on Asset ROE = Return on Equity
DOL = Degree of Operating Leverage DFL = Degree of Financial Leverage DTL = Degree of Total Leverage
EBIT = Earning Before Interest and Taxes EAT = Earning After Taxes
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Analisis Hubungan Leverage dengan Altman Z-Score pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Hubungan Rasio Leverage yang terdiri dari Total Debt to Total Asset Ratio (DAR), Total Debt to Equity Ratio (DER), Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER), Time Interest Earned Ratio (TIE) dengan Altman Z-Score di BEI.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dari laporan keuangan Industri Perbankan yang dipublikasikan dari periode 2006 sampai dengan tahun 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis Korelasi Pearson pada tingkat signifikansi α = 5 %. Pengerjaan model Korelasi Pearson ini menggunakan alat bantu Program SPSS versi 17.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) memiliki hubungan yang negatif dan signifikan, Total Debt to Equity Ratio (DER) memiliki hubungan yang positif tetapi tidak sinifikan, Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER) dan Time Interest Earned Ratio (TIE) memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap Altman Z-Score.
ABSTRACT
This study entitled “Analysis of Leverage Relationships with Altman Z-Score in the Banking Industry in Indonesia Stock Exchange”. The purpose of this study is to investigate and analyze the relationship Leverage Ratio of Total Debt to Total Asset Ratio (DAR), Total Debt to Equity Ratio (DER), Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER), Time Interest Earned Ratio (TIE) with Altman Z-Score in IDX.
The data used in this study is quantitative data. Source of data in this study is secondary data from financial statements Banking Industry, published from the period 2006 until 2010. The research method used is the Pearson Correlation analysis methods on a significance α level = 5 %. The execution of the Pearson correlation model using the tools of this program SPSS version 17.0.
The result showed that the Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) has a negative and significant relationship, Total Debt to Equity Ratio (DER) has a negative relationship but not significant, Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), Longterm Debt to Equity Ratio (LDER), Time Interest Earned Ratio (TIE) has a positive and significant relationship to the Altman Z-Score.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 menyatakan suatu institusi yang mengalami
pailit melalui keputusan pengadilan apabila debitur memiliki dua atau lebih
kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan
dapat ditagih. Kebangkrutan sering juga disebut likuidasi perusahaan atau
penutupan perusahaan ataupun insolvibilitas.
Kondisi perekonomian Indonesia tidak lepas dari gejolak faktor eksternal.
Krisis keuangan global yang melanda dunia belakangan ini merupakan sumber
instabilitas yang terutama. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia semakin
terintegrasi dengan perekonomian global. Selain itu, sumber dana dari luar negeri
selama ini merupakan salah satu sumber dana yang penting.
Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian
berusaha bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika
hubungan variabel ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan.
Stabilitas ekonomi makro juga tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran
ekonomi makro, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor
Secara praktis maupun teoritis telah diterima bahwa stabilitas dan efisiensi
sektor perbankan dan keuangan sangat penting bagi stabilitas ekonomi makro
setiap negara. Sektor perbankan dan keuangan yang sehat akan mampu memberi
landasan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apalagi dalam
era globalisasi finansial, stabilitas sektor perbankan dan keuangan merupakan
langkah antisipasi terhadap kemungkinan munculnya krisis dimasa akan datang.
Pada dasarnya pentingnya penguatan sektor perbankan berlandaskan pada
pendapat bahwa makin efisien dan stabil sektor perbankan, kinerja perekonomian
makin baik. Sektor perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi
efektifitas implementasi kebijakan stabilisasi ekonomi makro dan mobilitas modal
asing, kebijakan ekonomi makro yang tepat dan didukung oleh mantapnya
stabilitas dan efisiensi sektor perbankan akan cenderung mendapatkan arus masuk
modal asing yang besar (Johnston dan Sundrarajan, 1999 dalam Nugroho dan
Soekarni, 2003:44).
Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis nilai tukar rupiah yang meluas
menjadi krisis ekonomi. Sepanjang tahun 1998, rupiah terdepresiasi dengan lebih
dari 70% yang mencapai puncaknya pada bulan Juli 1998 dimana nilai tukar
mencapai Rp. 14.700 per US$. Tahun 1997 PDB tumbuh sebesar 4.7% dan
berkontraksi hingga -13.1% di tahun 1998. Inflasi yang hanya berkisar rata-rata
8.1% antara 1991-1996, pada tahun 1998 meningkat tajam menjadi 77.6. Setelah
terjadi krisis, pada bulan Juli 1998 nilai mata uang rupiah mengalami penurunan
mencapai 83,2%, indek saham terpangkas menjadi 35%, kapitalisasi pasar
bunga meningkat menjadi 65%, dan nilai impor menurun hingga 33,4%. Di
samping itu, sejak bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi banyak bank yang
dilikuidasi. Bank yang dilikuidasi berjumlah 16 bank.
Beberapa tahun belakangan ini gejolak keuangan muncul kembali yaitu
pada tahun 2007 sebagai akibat dari krisis yang terjadi di Amerika Serikat yaitu
kendala di sektor perumahan Amerika serikat, yakni yang disebut dengan
subprime mortgage. Dampak kasus skandal KPR di Amerika tahun 2007, sampai
sekarang masih terasa. Dampak krisis global ini masih panjang. Karena
kerugiannya bukan hanya Indonesia, bahkan sekuritas dan perbankan hampir di
seluruh dunia. Terbukti perbankan dunia, banyak bank-bank besar merugi, pasar
modal melemah, investasi merugi, pasti investor terpaksa mengambil keuntungan
dengan menjual investasi di pasar yang lain untuk menutupi kerugian
(www.kompas.com).
Hal ini meningkat khususnya sejak awal semester II 2008 yang juga
berdampak kepada terdepresiasinya nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang juga
meningkat. Dibandingkan akhir semester I 2008, nilai tukar rupiah melemah
sekitar 20,5% hingga mencapai Rp11.120 per dollar AS pada akhir semester II
2008. Pelemahan ini masih terlihat meskipun volatilitasnya sudah semakin
berkurang. Perkembangan ekonomi domestik pada awal semester II 2008 ditandai
dengan tingginya inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginya
harga komoditas pokok dunia. Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi pada saat
itu juga berpotensi meningkatkan tekanan inflasi ke depan sehingga Bank
meredam tekanan inflasi. Sejak Juli sampai dengan Oktober, secara berturut-turut
BI rate terus dinaikkan sebesar 25 bps (bits per second), sehingga mencapai 9,5%
pada Oktober 2008. (www.bi.go.id)
Tabel 1.1
Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi Januari 2008- Desember 2008
Bulan Nilai tukar Rupiah per dollar AS (Rp.)
Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh bangsa.
Perbankan di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting, salah satunya
menjaga kestabilan moneter yang di sebabkan atas kebijakannya terhadap
simpanan masyarakat serta sebagai lalu lintas pembayaran. Bank sendiri
merupakan suatu badan usaha yang tujuannya menghasilkan keuntungan atau
laba. Dalam hal ini maka berlaku prinsip going concern yang artinya kegiatan
usaha harus dilakukan secara terus-menerus tidak hanya sesaat atau sekali selesai
lalu tidak berkelanjutan. Menurut Indriyo (2000:5) tujuan utama didirikannya
suatu perusahaan adalah untuk memaksimumkan keuntungan dan
optimal serta pengendalian yang seksama terhadap kegiatan operasional terutama
yang berkaitan dengan keuangan perusahaan.
Menurut Fakhrurozie (2007:18) Kebangkrutan yang terjadi pada
perbankan di Indonesia disebabkan oleh nilai mata uang rupiah yang menurun,
suku bunga tinggi, terjadinya rush, hutang membengkak, simpanan nasabah
rendah dan tingginya kredit macet yang melanda hampir seluruh bank di
Indonesia. Bank-bank tersebut dilikuidasi oleh pemerintah dikarenakan bank-bank
tersebut mengalami ketidakmampuan atau kegagalan dalam ekonomi dan
keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan antara
pendapatan dan pengeluaran. Sementara itu, kegagalan keuangan disebabkan oleh
biaya modal perusahaan yang lebih besar daripada tingkat laba biaya historis
investasi.
Terjadinya likuidasi pada sejumlah bank telah menimbulkan beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan stakeholder dan shareholder. Kondisi ini
tentu saja membuat para investor dan kreditur merasa khawatir jika
perusahaannya mengalami kesulitan keuangan yang bisa mengarah ke
kebangkrutan. Tingkat kekhawatiran investor ini makin bertambah dengan
munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1
tahun 1998 yang mengatur kepailitan. Menurut Perpu tersebut debitur yang
terkena default (gagal bayar) dapat dinyatakan bangkrut oleh dua debitur saja. Hal
ini sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar jika proses
dapat dihindari terjadinya masalah yang berkaitan dengan nasabah, pemilik
maupun karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya.
Penggunaan leverage sebagai sumber pendanaan mempunyai resiko yang
sangat besar terhadap kebangkrutan suatu bank di samping faktor nilai tukar
(kurs), tingkat bunga dan inflasi . Resiko ini disebabkan karena di masa yang akan
datang penggunaan leverage mempunyai konsekuensi yang pasti berupa
kewajiban finansial dalam hal membayar angsuran pokok dan angsuran bunga. Di
sisi lain dana yang berasal dari leverage yang ditanamkan dalam bentuk investasi
tersebut tidak mempunyai kepastian akan meningkatkan return perusahaan.
Keadaan seperti ini bisa menimbulkan resiko keuangan dalam perusahaan. Resiko
keuangan tersebut dapat berujung kepada kebangkrutan perusahaan yang
bersangkutan. Berikut ini adalah total hutang industri perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merupakan salah satu penyebab terjadinya
kebangkrutan pada bank.
Tabel 1.2
Rata-rataTotal Hutang Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode Tahunan 2006-2010
1.384.743 1.579.376 1.651.064 1.988.575 2.226.392
BBCA
158.729.984 197.563.277 222.290.546 254.535.601 289.851.060
BNGA
41.752.356 84.661.444 93.836.346 95.827.902 129.812.352
BDMN
72.385.809 78.239.244 96.159.098 82.695.967 99.597.545
BEKS
1.223.792 1.233.531 1.403.990 1.472.269 1.305.059
SDRA
Tahun
Bank
2006 2007 2008 2009 2010
BKSW
1.926,059 2.052.167 2.162.228 2.347.783 2.411.792
BMRI
241.171.346 289.835.512 327.896.740 359.318.341 407.704.515
MAYA
3.328.594 3.533.225 4.562.349 6.636.407 8.618.888
Rata-rata
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa rata-rata total hutang industri perbankan di
BEI mengalami peningkatan setiap tahun, seperti pada tahun 2007 meningkat
sebesar 23,89% dari tahun 2006, kemudian meningkat lagi pada tahun 2008
sebesar 13,71% dan pada tahun 2009 juga tetap mengalami peningkatan sebesar
7,33%, serta meningkat lagi pada tahun 2010 sebesar 17,33%. Bank
kemungkinan akan menghadapi resiko kebangkrutan jika Bank meningkatkan
hutang dengan meminjam tambahan dana (Brigham, 2001:87).
Sumber
Grafik 1.1.
Grafik 1.1 menunjukkan peningkatan rata-rata total hutang. Peningkatan
total hutang tahun 2007, tahun 2008 demikian juga pada tahun berikutnya.
Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan adanya tindakan
hukum dari kreditur perusahaan, dan mungkin menimbulkan kebangkrutan
(Brigham, 2001:87).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti termotivasi untuk
membahas lebih lanjut mengenai dampak hutang terhadap kondisi perusahaan
dengan judul: “Analisis Hubungan Leverage dengan Altman Z - Score Pada
Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti
dalam hal ini merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Total Debt to
Total Asset Ratio (DAR) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan
di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Total Debt to
Equity Ratio (DER) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di
Bursa Efek Indonesia (BEI)?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Longterm Debt
to Total Asset Ratio (LDAR) dengan Altman Z-Score pada industri
4. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Longterm Debt
to Equity Ratio (LDER) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan
di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
5. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Time Interest
Earned (TIE) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa
Efek Indonesia (BEI)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian, adalah :
a. Untuk menganalisis hubungan antara variabel Total Debt to Total Asset
Ratio (DAR) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
b. Untuk menganalisis hubungan antara variabel Total Debt to Equity Ratio
(DER) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
c. Untuk menganalisis hubungan antara variabel Longterm Debt to Total
Asset Ratio (LDAR) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
d. Untuk menganalisis hubungan antara variabel Longterm Debt to Equity
Ratio (LDER) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa
e. Untuk menganalisis hubungan antara variabel Time Interest Earned (TIE)
dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Perusahaan/Perbankan
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dan masukan
bagi pihak perusahaan/perbankan dalam mengevaluasi kinerja keuangan
untuk menetapkan kebijakan selanjutnya.
b. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menanamkan modalnya pada industri perbankan yang terdaftar di BEI.
c. Bagi Peneliti
Peneliti selanjutnya sebagai salah satu rujukan untuk melakukan penelitian
di bidang keuangan khususnya yang menyangkut pengaruh rasio leverage
terhadap Altman Z-Score.
d. Bagi Penulis
Sebagai implementasi untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang telah
e. Bagi pihak lain
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan, serta untuk
memberikan informasi sebagai referensi atau perbandingan bagi peneliti
lain dalam penelitian selanjutnya.
f. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Memberikan kesempatan untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di
bangku kuliah serta menambah wawasan dalam bidang keuangan
khususnya yang menyangkut rasio leverage yang terdiri dari pengaruh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoretis 2.1.1 Kebangkrutan
a. Pengertian Kebangkrutan
Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis,
Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah “failite” artinya pemogokan atau
kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau
berhenti membayar hutangnya disebut dengan Le falli. Di dalam bahasa Belanda
dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda
dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di
dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failire. Di Negara – negara yang
berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah
“bankrupt” dan “bankruptcy”.
Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau “Bankrupt” adalah “the state or
conditional of a person individual, partnership, corporation, municipality who is
unable to pay its debt as they are, or became due.’ The term includes a person
against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary
petition, or who has been adjuged a bankrupt.
Pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat
kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk
tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk
tidak dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut
harus disertai dengan proses pengajuan ke pengadilan baik atas permintaan
debitor itu sendiri maupun atas permintaan seseorang atau lebih kreditornya.
Selanjutnya pengadilan akan memeriksa dan memutuskan tentang
ketidakmampuan seorang debitor.
Menurut R. Soekardono dalam Sunarmi (2009:21) kepailitan adalah
penyitaan umum atas harta kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya,
sehingga Balai Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan
pemberesan boedel dari orang yang paillit.
Menurut Retnowulan dalam Rahayu (2008:23) yang dimaksud dengan
kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan Hakim, yang
berlaku serta merta, dengan melakukn penyitaan umum atas semua harta orang
yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang
diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur, yang
dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.
Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah
perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian menurut Martin dalam
Fakhrurozie (2007:15) yaitu :
1) Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini
arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas
sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh di bawah arus kas yang diharapkan.
2) Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik
dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja.
Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk
menjaga agar tidak terkena financial distressed. Kebangkrutan akan cepat
terjadi pada perusahaan yang berada di Negara yang sedang mengalami
kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya
kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian
semakin sakit dan bangkrut.
b. Sumber – sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan
Menurut Hanafi (2003:264) kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat
diprediksi dengan melihat beberapa indikator-indikator, yaitu :
1) Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.
2) Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada
persaingan yang dihadapi oleh perusahaan.
3) Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya.
4) Kualitas manajemen.
5) Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.
Menurut Suwarsono dalam Fakhrurozie (2007:18), ada beberapa tanda
atau indikator manajerial dan operasional yang muncul ketika perusahaan akan
a) Indikator dari lingkungan bisnis
Pertumbuhan ekonomi yang rendah menjadikan indikator yang cukup
penting pada lemahnya peluang bisnis, apalagi jika disaat yang sama
banyak perusahaan baru yang memasuki pasar. Besarnya perusahaan
tertentu menjadi sebab mengecilnya perusahaan yang lain.
b) Indikator internal
Manajemen tidak mampu melakukan perkiraan bisnis dengan alat analisa
apapun yang digunakan, sehingga manajemen kesulitan mengembangkan
sikap proaktif. Lebih cenderung bersikap reaktif, dan oleh karena itu
biasanya terlambat mengantisipasi perubahan.
c) Indikator kombinasi
Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi ancaman yang
datang dari lingkungan bisnis dan kelemahan yang berasal dari lingkungan
perusahaan itu sendiri. Jika disebabkan oleh keduanya, biasanya membawa
akibat yang lebih kompleks dibanding yang disebabkan oleh salah satu
saja.
c. Faktor – faktor Penyebab Kebangkrutan
Kebangkrutan yang terjadi pada perbankan di Indonesia disebabkan oleh
nilai mata uang rupiah yang menurun, suku bunga tinggi, terjadinya rush, hutang
membengkak, simpanan nasabah rendah dan tingginya kredit macet yang melanda
hampir seluruh bank di Indonesia. Menurut Jauch dan Glueck dalam Adnan
(2000:139) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada
a) Faktor Umum
1) Sektor ekonomi
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala
inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku
bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang
asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya
dengan perdagangan luar negeri.
2) Sektor sosial
Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada
perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan
karyawan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang
terjadi di masyarakat.
3) Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang
ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi. Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi
tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu
dan para manajer pengguna kurang profesional.
4) Sektor pemerintah
Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah
ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi
perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
b) Faktor Eksternal Perusahaan
1) Faktor pelanggan atau nasabah
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna
untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan
peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya
hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.
2) Faktor pemasok/kreditur
Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka
waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditor
terhadap kelikuiditasan suatu bank.
3) Faktor pesaing/bank lain
Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut
perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan
melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh
masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi
pendapatan yang diterima.
c) Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya
tidak dapat membayar.
2) Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap inisiatif dari manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh
karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi
yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.
Tampubolon (2005:80-81) menyatakan perusahaan yang mengalami
kegagalan disebabkan beberapa kejadian, antara lain:
1) Tingkat pengembalian yang sangat rendah (poor rate of return).
2) Jaminan aktiva terhadap hutang (technical insolvensy).
3) Bangkrut (bankrupt)
4) Manajemen yang tidak baik (poor management)
5) Kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan yang mempengaruhi
perusahaan atau industry (an economic downturn effecting the company
and or industry).
6) Ekspansi yang berlebihan (over expention)
7) Bencana alam (catastrophe).
2.1.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas yang bertuliskan angka –
angka tersebut. Sutrisno (2000:11) Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari
proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama yakni neraca dan laporan rugi-
laba. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi
keuangan suatu perusahaan kepada pihak – pihak yang berkepentingan sebagai
bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan. Pihak – pihak yang
berkepentingan tersebut antara lain manajemen, pemilik, kreditor, investor, dan
pemerintah.
Brigham (2001:38) Diantara berbagai laporan yang diterbitkan
perusahaan kepada pemegang saham, laporan tahunan (annual report) adalah
laporan yang paling penting. Ada dua jenis informasi yang diberikan dalam
laporan ini. Pertama, adalah bagian verbal, yang sering kali disajikan sebagai surat
dari presiden direktur yang menguraikan hasil operasi perusahaan selama tahun
lalu dan membahas perkembangan baru yang akan mempengaruhi operasi
perusahaan di masa depan. Kedua, laporan tahunan yang menyajikan empat
laporan keuangan dasar neraca, laporan laba – rugi, laporan laba ditahan, dan
laporan arus kas. Laporan – laporan tersebut menyajikan angka – angka akuntansi
dari operasi dan posisi keuangan perusahaan. Analisis laporan keuangan adalah
seni untuk mengubah data dari laporan keuangan menjadi informasi yang berguna
bagi pengambilan keputusan (Van Horne & Wachowicz, 2005:193).
Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyajikan laporan
kemajuan perusahaan secara periodik. Manajemen perlu mengetahui bagaimana
perkembangan keadaan investasi dalam perusahaan dan hasil – hasil yang dicapai
hakikatnya merupakan kombinasi dari fakta – fakta yang telah dicatat (recorded
facts), kesepakatan – kesepakatan akuntansi (accounting conventions), dan
pertimbangan – pertimbangan pribadi (personal judgements). Pertimbangan atau
pendapat pribadi berkaitan dengan kompetensi dan integritas pihak – pihak yang
menyusun laporan keuangan, sedang kesepakatan akuntansi akan bersumber pada
prinsip – prinsip dan konsep – konsep akuntansi yang lazim diterima umum.
Laporan keuangan yang baik dan akurat dapat menyediakan informasi
yang berguna, antara lain dalam (Martono & Harjito, 2001:52):
1. Pengambilan keputusan investasi
2. Keputusan pemberian kredit
3. Penilaian aliran kas
4. Penilaian sumber-sumber ekonomi
5. Melakukan klaim terhadap sumber-sumber dana
6. Menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi terhadap sumber-sumber dana
7. Menganalisis penggunaan dana
2.1.3 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan,
karena analisis ini dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang
keadaan keuangan perusahaan. Analisis rasio keuangan harus dilakukan secara
cermat dan terstuktur. Rumusan tentang perhitungan rasio-rasio keuangan dapat
penelitian ini, peneliti menghimpun berbagai sumber dengan maksud agar
rumusan-rumusan tersebut dapat saling melengkapi sebagai kerangka acuan.
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari
satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang
relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan
informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya.
Jenis-jenis rasio yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan, antara lain (Brigham, 2001:79-91):
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan hubungan kas dan aktiva
lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Rasio likuiditas terdiri dari:
a. Rasio lancar (current ratio)
b. Rasio cepat (quick ratio),
Rasio-rasio likuiditas ini mencerminkan perspektif waktu yang berbeda dalam
mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek.
2. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya. Rasio
ini terdiri dari:
a. Rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio)
b. Days sales outstanding (DSO)
c. Rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover ratio)
3. Rasio Profitabilitas (Profitability Rasio)
Rasio ini menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, aktivitas, dan utang
terhadap hasil operasi. Rasio ini terdiri dari:
a. Margin laba atas penjualan (profit margin on sales)
b. Rasio BEP (Basic Earning Power Ratio)
c. Pengembalian atas total aktiva (ROA)
d. Pengembalian atas ekuitas saham biasa (ROE)
Rasio profitabilitas tergantung dari informasi akuntansi yang diambil
dari laporan keuangan. Oleh karena itu, profitabilitas dalam konteks analisis
rasio untuk mengukur pendapatan menurut laporan laba rugi dengan nilai
buku investasi.
4. Rasio Leverage
Rasio ini menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan
terhadap modal maupun asset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh
perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan
perusahaan yang digambarkan oleh modal.
Umar (2000:174) memberikan rumusan tentang rasio leverage sebagai
berikut:
a. Total debt to total assets ratio (DAR)
b.Total debt to equity ratio (DER)
c. Longterm debt to total assets ratio (LDAR)
d. Longterm debt to equity ratio (LDER)
Rasio-rasio leverage berguna untuk menunjukkan kualitas kewajiban
perusahaan serta berapa besar perbandingan antara kewajiban tersebut dengan
aktiva perusahaan. Sehubungan dengan masalah yang ingin dipecahkan dalam
penelitian ini, maka penulis hanya akan menggunakan atau membahas
rasio-rasio yang berkaitan dengan leverage yang kemudian dikaitkan dan dilihat
pengaruhnya terhadap nilai resiko kebangkrutan perusahaan yang dihitung
dengan menggunakan rumus Altman Z Score.
2.1.4 Rasio Leverage
Syahyunan (2004:83) rasio leverage digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh hutang-hutangnya atau dengan
kata lain rasio ini dapat pula digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan
mendanai kegiatan usahanya, lebih banyak menggunakan hutang atau ekuitas.
Sjahrial (2009:147) Dalam manajemen keuangan, leverage adalah
penggunaan aktiva dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap
(beban tetap) berarti sumber dana yang berasal dari pinjaman karena memiliki
bunga sebagai beban tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan
potensial pemegang saham.
Pembiayaan dengan hutang atau leverage keuangan memiliki tiga
implikasi penting (Brigham, 2001:84) :
1. Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang
2. Kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan
marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian
kecil dari total pembiayaan, maka resiko perusahaan sebagian besar ada pada
kreditur.
3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi
yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka
pengembalian atas pemilik modal akan lebih besar.
Pada praktiknya dikenal tiga macam bentuk leverage dalam perusahaan
yaitu Leverage Operasi (Operating Leverage), Leverage Keuangan/Pembiayaan
(Financial Leverage), dan Leverage Kombinasi (Combine Leverage). Leverage
Operasi adalah penggunaan aktiva yang menyebabkan perusahaan harus
menanggung biaya tetap berupa penyusutan. Penggunaan leverage operasi oleh
perusahaan diharapkan agar penghasilan yang diperoleh atas penggunaan aktiva
tetap tersebut cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Ukuran
kuantitatif dari sensitivitas laba operasional perusahaan atas perubahan dalam
penjualan perusahaan disebut Tingkat Leverage Operasi atau Degree of Operating
Leverage (DOL). Leverage Pembiayaan/Keuangan terjadi akibat perusahaan
menggunakan sumber dana dari hutang yang menyebabkan perusahaan harus
menanggung beban tetap. Atas penggunaan dana hutang perusahaan setiap
tahunnya dibebani biaya bunga. Leverage pembiayaan/Keuangan mengukur
pengaruh perubahan keuntungan operasi (EBIT) terhadap perubahan pendapatan
bagi pemegang saham (EAT). Yang mempengaruhi pendapatan pemillik adalah
kuantitatif untuk sensitivitas EPS perusahaan atas perubahan dalam laba
operasional perusahaan disebut Tingkat Leverage Keuangan atau Degree of
Financial Leverage (DFL). Leverage Kombinasi adalah pengaruh perubahan
penjualan terhadap perubahan laba setelah pajak. Ukuran kuantitatif untuk
Leverage Total disebut Tingkat Leverage Total atau Degree of Total Leverage
(DTL) (Sutrisno, 2000:239 - 244).
Penelitian ini hanya akan membahas atau menggunakan Financial
Leverage. Nilai Financial Leverage dapat diketahui dengan menghitung
nilai-nilainya dengan rumusan rasio-rasio leverage.
Adapun rasio-rasio leverage yang digunakan adalah berdasarkan rumusan
yang dikeluarkan oleh Umar (200:174) sebagai berikut:
a. Total debt to total assets ratio (DAR)
b.Total debt to equity ratio (DER)
c. Longterm debt to total assets ratio (LDAR)
d. Longterm debt to equity ratio (LDER)
e. Time interest earned ratio (TIE)
Rasio leverage digunakan untuk menjelaskan penggunaan hutang untuk
membiayai sebagian daripada aktiva perusahaan. (Tampubolon, 2005:37)
pembiayaan dengan hutang mempunyai pengaruh bagi perusahaan karena hutang
mempunyai beban yang bersifat tetap. Kegagalan perusahaan dalam membayar
bunga atas hutang dapat menyebabkan kesulitan keuangan yang dapat berakhir
dengan kebangkrutan perusahaan. Tetapi, penggunaan hutang juga memberikan
karena itu, penggunaan hutang harus menyeimbangkan antara keuntungan dan
kerugian.
2.1.5 Struktur Modal
Brigham (2005:9) leverage keuangan adalah sampai sejauh mana sekuritas
dengan pendapatan tetap (hutang + saham preferent) digunakan dalam struktur
modal perusahaan. Struktur modal dinyatakan dalam rasio hutang dan rasio
hutang jangka panjang. Rasio itu sendiri terdapat dalam rasio leverage. Masalah
yang berhubungan dengan kebangkrutan kemungkinan besar akan timbul ketika
sebuah perusahaan memasukkan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya.
Untuk lebih jelasnya lagi, berikut ini adalah teori tentang struktur modal:
1. Teori Modigliani dan Miller
Menurut Modigliani dan Miller (MM), dengan pajak hanya saham
sebuah perusahaan akan mencapai nilai maksimal Jika perusahaan sepenuhnya
menggunakan 100%. MM mengembangkan teori pertukaran struktur modal.
MM menunjukkan bahwa hutang adalah suatu hal yang bermanfaat karena
bunga merupakan pengurangan pajak, tetapi hutang juga membawa serta biaya
yang dikaitkan dengan kemungkinan atau kenyataan kebangkrutan. Menurut
MM, struktur modal yang optimal adalah keseimbangan antara manfaat pajak
dari hutang dan biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan.
2. Trade-off
Struktur modal menunjukkan bahwa hutang bermanfaat bagi
hutang juga menimbulkan biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan yang
aktual dan potensial. Struktur modal yang optimal berada pada keseimbangan
antara manfaat pajak dari hutang dan biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan. Manfaat terbesar dari suatu pembiayaan dengan hutang adalah
pengurangan pajak yang diperoleh dari pemerintah yang mengizinkan bahwa
bunga atas hutang dapat dikurangi dalam menghitung pendapatan kena pajak.
Setiap perusahaan harus menargetkan struktur modal, yaitu pada posisi
keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan hutang
sebab pada posisi itu nilai perusahaan menjadi maksimal. Semakin banyak
hutang berarti memperbesar resiko yang ditanggung pemegang saham dan
juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan.
3. Pecking order
Pandangan alternatif yang ditujukan pada meramalkan bagaimana
manajer akan mendanai anggaran modal perusahaannya. Perusahaan yang
mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang
yang rendah.Teori ini menyatakan tak ada rasio tingkat leverage yang
setepatnya ditentukan, hal ini dikarenakan rasio leverage yang diteliti (total
hutang atas aktiva) hanya mencerminkan kumulatif pendanaan eksternal yang
2.1.6 Metode Altman Z-Score
a) Rasio – rasio Keuangan Altman Z-Score
Menurut Altman, teknik penggunaan MDA (Multivariate Discriminant
Analysis) mempunyai kelebihan dalam mempertimbangkan karakteristik umum
dari perusahaan-perusahaan yang relevan, termasuk interaksi antar perusahaan
tersebut. Di samping itu, pendekatan MDA dapat mengkombinasikan berbagai
rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti dan dapat digunakan untuk
seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, pribadi, manufaktur, ataupun
perusahaan jasa dalam berbagai ukuran. Kelemahan dari model ini adalah tidak
ada rentang waktu yang pasti kapan kebangkrutan akan terjadi setelah hasil Z skor
diketahui lebih rendah dari standar yang ditetapkan. Model ini juga tidak dapat
mutlak digunakan karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita
menggunakan obyek yang berbeda. Meskipun demikian, penggunaan metode
Altman dapat digunakan oleh bank untuk melakukan tindakan-tindakan
pencegahan (early warning) apabila terindikasi sudah berada pada kondisi menuju
kebangkrutan.
Analisis Z-Score Altman, penerapan analisis rasio keuangan masih
terbatas karena dilakukan secara terpisah, artinya setiap rasio diuji secara terpisah.
Untuk mengatasi keterbatasan analisa rasio tersebut, Altman telah
mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi dengan teknik statistic
yaiitu analisis diskriminan yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan
dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan
tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan
Nilai resiko kebangkrutan perusahaan dapat dihitung dengan
menggunakan formula dan kriteria untuk memprediksi Corporate Failure yaitu
rumus Altman Z-Score (Umar, 2000:305-307) sebagai berikut:
a. Net Working Capital to Total Asset Ratio
=
ts Total Asse
g capital Net workin
b. Retained Earning to Total Asset Ratio
=
c. Earning Before Interest And Taxes to Total Asset Ratio
=
Dalam melakukan analisis potensi kebangkrutan atau untuk memprediksi
kemungkinan kebangkrutan pada perusahaan menggunakan metode yang
ditemukan Altman yang dikenal dengan Z-Score. Dengan menggunakan metode
kebangkrutan pada Bank. Dari data laporan keuangan perusahaan akan dianalisis
dengan menggunakan beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi
kebangkrutan sebuah perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang mendeteksi
likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan yang akan menghasilkan
rasio-rasio atau angka-angka yang akan diproses lebih lanjut dengan formula Altman.
Data atau hasil perhitungan kemudian akan dianalisis lebih jauh lagi dengan
menggunakan sebuah formula yang ditemukan oleh Altman
(www.perbanasinstitute.ac.id) yaitu:
Z = 0,012Y1 + 0,014Y2 + 0,033Y3 + 0,006Y4 + 0,999Y5 (1)
Dimana:
1. Y1 = Net Working Capital to Total Assets
2. Y2 = Retained Earnings to Total Assets
3. Y3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets
4. Y4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt
5. Y5 = Sales to Total Assets
Kondisi ini dapat dilihat dari nilai Z-Score-nya. Jika:
1. untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 berarti perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi.
2. untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,67 maka perusahaan dianggap
berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini, perusahaan
mengalami masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan
manajemen yang tepat. Kalau terlambat dan tidak tepat penanganannya,
kemungkinan perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung
bagaimana pihak manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan
untuk segera mengatasi masalah yang dialami oleh perusahaan.
3. Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,67, memberikan penilaian bahwa
perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga
kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.
Perkembangan selanjutnya banyak peneliti yang merasa lebih cocok dengan
formula berikut:
Z = 1,2Y1 + 1,4Y2 + 3,3Y3 + 0,6Y4 + 1,0Y5 (2)
Karena tidak semua perusahaan go public dan tidak memiliki nilai pasar, formula
untuk perusahaan yang tidak go public diubah menjadi sebagai berikut:
Z = 0,717Y1 + 0,847Y2 + 3,107Y3 + 0,420Y4 + 0,998Y5 (3)
Di mana untuk variabel Y4 = book value of equity/book value of total liabilities.
Berbeda dengan kriteria Z-Score dalam persamaan (1), untuk persamaan (2) dan
(3) penentuan prediksi mana bank yang diprediksi akan mengalami kesulitan
keuangan atau tidak menggunakan kriteria yang sama Z-Score, yaitu jika:
1. untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 berarti perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi.
2. untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,99, perusahaan dianggap berada
pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini, perusahaan mengalami
masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan manajemen
yang tepat. Jika terlambat dan tidak tepat penangannya, perusahaan dapat
perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung bagaimana pihak
manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk segera
mengatasi masalah yang dialami oleh perusahaan.
3. untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 memberikan penilaian bahwa
perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga
kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.
Menurut Altman (1968) dalam Altman (1982:99-125) Altman Z-score
adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu
perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian dimasukan
dalam suatu persamaan diskriminan.
Secara matematis persamaan Altman Z-score ini bisa dirumuskan sebagai berikut:
Z = 1,2(Y1) + 1,4(Y2) + 3,3(Y3) + 0,6(Y4) + 1,0(Y5)
Altman Z-score ini ditemukan oleh Altman (1968), tujuan dari analisis ini
adalah ramalan terhadap kebangkrutan digunakan sebagai suatu kasus yang
membantu menjelaskan. Singkatnya, seperangkat rasio ekonomi dan keuangan
akan diteliti dalam suatu konteks ramalan kebangkrutan dimana suatu metodologi
statistik multidiskriminan digunakan. Adapun rasio-rasio tersebut yaitu:
1. Modal Kerja / Total Aktiva (Y1)
Rasio ini mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva lancar bersih
dengan total aktiva. Aktiva lancar bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai
total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan
mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada
2. Laba Ditahan / Total Aktiva (Y2)
Rasio ini mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa
tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda
perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba
kumulatif. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan
mulai turun.
3. EBT / Total Aktiva (Y3)
Rasio ini mengukur kemampulabaan yaitu tingkat pengembalian dari aktiva,
yang dihitung dengan membagi laba sebelum pajak (EBT) tahunan perusahaan
dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Bila rasio ini lebih besar dari
rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang
yang lebih banyak daripada bunga pinjaman.
4. Modal Sendiri / Total Hutang (Y4)
Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio hutang per modal sendiri. Nilai modal
sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham
perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar sahamnya. Umumnya
perusahaan yang gagal, mengakumulasikan lebih banyak hutang dibandingkan
modal sendiri.
5. Penjualan/Total Aktiva (Y5)
Rasio perputaran modal adalah standar rasio keuangan yang menggambarkan
kemampuan peningkatan penjualan dari aktiva perusahaan yang merupakan
suatu ukuran dari kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi yang
dari ukuran rasio ini tidak dapat dilihat semuanya tapi karena relasi yang unik
diantara variabel dalam model ini, rasio penjualan/total aktiva menjadi rangking
kedua dalam kontribusi keseluruhan ketepatan model diskriminan.
Kriteria resiko kebangkrutan sebuah perusahaan berdasarkan Altman
Z-Score adalah :
1. untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 berarti perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi.
2. untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,99, perusahaan dianggap berada
pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini, perusahaan mengalami
masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan manajemen
yang tepat. Jika terlambat dan tidak tepat penangannya, perusahaan dapat
mengalami kebangkrutan. Jadi pada grey area ini ada kemungkinan
perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung bagaimana pihak
manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk segera
mengatasi masalah yang dialami oleh perusahaan.
3. untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 memberikan penilaian bahwa
perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga
kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Fakhrurozie (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
kebangkrutan Bank dengan Metode Altman Z Score Terhadap Harga Saham
melakukan penelitian populasi, dimana peneliti menjadikan seluruh perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta menjadi subyek penelitian dengan
populasi sasaran 22 perusahaan. Metode penelitiannya dilakukan dengan metode
Analisis Regresi Linier Sederhana. Hasil penelitiannya Dari perhitungan rasio
keuangan Z-Score pada tahun 2003 sampai tahun 2005 diperoleh nilai Z-Score
yang masih rendah di bawah nilai 1,20 sehingga sebagian besar perusahaan
perbankan di Bursa Efek Jakarta masuk dalam kategori perusahaan yang bangkrut.
Hanya pada tahun 2004 Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki nilai
Z-Score 1,83 itupun masih dalam daerah grey area.
Lubis (2007) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Rasio
leverage terhadap resiko kebangkrutan perusahaan-perusahaan Telekomunikasi di
Bursa Efek Jakarta”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel
perusahaan Telekomunikasi yang listing di Bursa Efek Jakarta sebanyak 4
perusahaan yang dilakukan secara sensus. Metode penelitiannya yang dilakukan
dengan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitiannya rasio
leverage berpengaruh signifikan secara simultan terhadap resiko kebangkrutan
perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Jakarta dan rasio hutang merupakan
rasio leverage yang paling dominan dalam mempengaruhi resiko kebangkrutan
perusahaan.
Hutabarat (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Rasio
leverage terhadap resiko kebangkrutan perusahaan Logam dan sejenisnya di Bursa
Efek Indonesia”. Dalam penelitian ini, dari 11 perusahaan Logam dan sejenisnya
Metode penelitiannya yang dilakukan dengan metode Analisis Regresi Linier
Berganda. Hasil penelitiannya rasio leverage berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap resiko kebangkrutan perusahaan Logam dan sejenisnya di Bursa
Efek Indonesia dan rasio hutang merupakan rasio leverage yang paling dominan
dalam mempengaruhi resiko kebangkrutan perusahaan.
Purba (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan
Rasio leverage dengan resiko kebangkrutan (Altman Z-Score) pada perusahaan
Transportasi di Bursa Efek Indonesia”. Dalam penelitian ini, dari 15 perusahaan
Logam dan sejenisnya yang listing di Bursa Efek Jakarta diperoleh sampel
sebanyak 9 perusahaan. Metode penelitiannya yang dilakukan dengan metode
Analisis Korelasi Pearson. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel
Total Debt to Total Asset Ratio (DAR) memiliki hubungan yang negatif dan
signifikan dengan resiko kebangkrutan (Altman Z-Score). Variabel Total Debt to
Equity Ratio (DER), Longterm Debt to Total Asset Ratio (LDAR), dan Longterm
Debt to Equity Ratio (LDER) memiliki hubungan yang negatif tetapi tidak
signifikan dengan resiko kebangkrutan (Altman Z-Score). Variabel Time Interest
Earned Ratio (TIE) memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan resiko
kebangkrutan (Altman Z-Score).
2.3 Kerangka Konseptual
Sutrisno (2000:261) Rasio leverage menunjukkan seberapa besar
kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak
beroperasi sepenuhnya menggunakan modal sendiri atau tanpa menggunakan
hutang. Semakin rendah leverage factor, perusahaan mempunyai resiko yang kecil
bila kondisi ekonomi merosot.
Utang meningkatkan ketidakpastian mengenai persentase pengembalian
saham, jika perusahaan didanai seluruhnya oleh ekuitas, penurunan $50.000
dalam laba operasi mengurangi pengembalian pada saham sebesar 5 persen. Jika
perusahaan menerbitkan utang, penurunan$50.000 dalam laba operasi yang sama
mengurangi pengembalian pada saham sebesar 10 persen. Dengan kata lain,
dampak dari leverage adalah menggandakan besaran dari peningkatan dan
penurunan pada pengembalian saham perusahaan tertentu. Dana utang tidak
mempengaruhi risiko operasi tetapi menambah risiko keuangan. Dengan hanya
setengah ekuitas untuk menyerap jumlah risiko operasi yang sama, risiko per
saham akan berlipat ganda. (Marcus, 2008:10)
Angka rasio utang yang semakin besar/meningkat dari tahun ke tahun
bukanlah menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik/berhasil.
Melainkan sebagai gambaran semakin beratnya beban hutang perusahaan.
(Abdullah, 2005:51 )
Peningkatan penggunaan hutang dalam perusahaan dapat menambah serta
memperbesar resiko kebangkrutan sebuah perusahaan. Semakin tinggi proporsi
penggunaan modal ekuitas dalam struktur modal maka akan memperkecil resiko
kebangkrutan perusahaan (Wild, 2005:211-212). Perusahaan akan semakin
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka model kerangka konseptual yang digunakan adalah :
Sumber : Umar (2000:174), Abdullah (2005:52), Sutrisno (2000:261), Sofyan (2004:306) diolah
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai maka
hipotesis atau jawaban sementara yang diajukan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Total Debt to Total
Asset Ratio (DAR) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Total Debt to Equity
Ratio (DER) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Longterm Debt to
Total Asset Ratio (LDAR) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan
di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rasio Leverage (X)
1. Total Debt to Total Asset Ratio (DAR)(X1)
2. Total Debt to Equity Ratio (DER)(X2)
3. Longterm Debt to Total Asset Ratio(LDAR)(X3)
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Longterm Debt to
Equity Ratio (LDER) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Time Interest Earned
(TIE) dengan Altman Z-Score pada industri perbankan di Bursa Efek