TUGAS AKHIR
PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DIKANTOR
PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN BARAT DISUSUN
O L E H
NAMA : NURHALIMAH
NIM : 082600103
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk
dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini
dengan baik. Dan atas junjungan Nabi Besar kita Muhammad SAW yang
memberi cahaya kehidupan bagi seluruh umat manusia.
Penyusunan laporan ini merupakan salah satu Tugas akhir dalam
melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III
Administras Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.
Adapun judul Laporan PKLM ini adalah “PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DIKANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN BARAT”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan PKLM ini masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari
kesempurnaan, namun dengan demikian mudah-mudahan Laporan PKLM ini
dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis.
Dalam melakukan melakukan PKLM maupun dalam menyusun Laporan
ini penulis tiidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati maka pada
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan
dan bimbingan baik selama masih kuliah maupun dalam penyelesaian laporan ini.
Untuk itu penulis secara khusus mengucapkan terimah kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan dan juga selaku Dosen Pembimbing.
3. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan riset di kantor
tersebut.
4. Ibu Esteria Br Sitepu, SE selaku Kepala Sub. Bagian Umum di KPP Pratama
Medan Barat.
5. Bapak Abdul Gani, SE selaku Pelaksana Seksi Penagihan di KPP Pratama
Medan Barat yang memberikan bimbingan dan informasi yang penulis
butuhkan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini .
6. Bang Romi Kurniawan selaku Account Refresentative (AR) Waskon I yang
yang juga telah membertkan informasi dan keterangan lainnya yang
dibutuhkan penulis dalam menyusun laporan.
7. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta Ahmad Samadi Panggabean dan
Ibunda Syahriani, yang tidak pernah lelah mengasihi, menyayangi,
membimbing dan mendo’akan anak-anaknya. Semoga Allah SWT mengasihi
8. Teristimewa kepada Abang, Kakak dan Adik ku yang tercinta serta Keluarga
Besar ku, terima kasih atas dukungan dan kasih sayangnya.,
9. Buat sahabat-sahabat sejatiku yang sama-sama berjuang Mimi, Lia Irma, dan
Nama. Yang memberi dukungan selama kuliah, kebersamaan kita yang tak
terlupakan dan akan menjadi kenangan indah dalam mencapai cita-cita.
Semangant ya dan terus berjuang, semoga kita semua berhasil. Amin.
10. Buat teman-teman ku di kelas C dan Semua teman seperjuangan di D III
Administrasi Perpajakan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih atas dukungan kalian semua. Moga kita sukses semua. Amin.
Tiada lain terima kasih yang dapat penulis sampaikan atas semua kebaikan
dan bantuan yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang setimpal atas kebaikan yang diberikan selama ini. Dan semoga
Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna bagi kita semua. Amin. Wassalam
Medan,……….2011 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang PKLM... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 4
C. Uraian Teoritis ... 5
D. Ruang Lingkup PKLM ... 11
E. Metode PKLM ... 11
F. Metode pengumpulan Data ... 13
G. Sistematika Penulisan PKLM ... 14
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 16
A. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Medan Barat ... 16
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat... 19
C. Deskripsi dan Prosedur Kerja KPP Pratama Medan Barat ... 20
BAB III GAMBARAN DATA ... 27
A. Pengertian Pajak... 27
B. Jenis-Jenis Pajak ... 28
C. Fungsi Pemungutan Pajak ... 29
D. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) ... 32
F. Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP) ... 33
G. Penyebab Terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) ... 33
H. Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP) ... 35
I. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) ... 36
J. Jangka Waktu Pembayaran STP ... 37
K. Sanksi Administrasi dalam STP ... 37
L. Dasar Hukum STP ... 39
M. Kegiatan Setiap Seksi yang Terkait dengan Penerbitan STP ... 40
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI ... 43
A. Prosedur Penerbitan STP... 43
B. Psoses Pelaksanaan STP PPh Badan ... 43
C. Jumlah Penerimaan yanng Diperoleh oleh KPP... 45
D. Masalah yang Timbul Dalam Penerbitan STP ... 46
E. Usaha Pemecahan Masalah ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan... .... ... 52
B. Saran ... 53
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab
tuntutan tersebut, perguruan tinggi harus melakukan berbagai cara dalam usaha
meningkatkan kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan
intrakulikuler Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Melalui praktik ini seorang mahasiswa dapat menerapkan teori-teori yang
telah diperoleh dibangku kuliah. Serta dapat mengembangkan semua keterampilan
yang dimiliki pada instansi-instansi pemerintah maupun perusahaan swasta tempat
mahasiswa tersebut melakukan praktik. Agar mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana situasi kerja yang sebenarnya dan siap menjadi tenaga baru yang
terampil dan professional.
Pajak merupakan salah satu pemasukan Negara yang terbesar, hal
ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bahwa
penerimaan Negara dari sektor pajak yang menjadi primadona, sejak penerimaan
Negara dari sektor migas lainnya merosot dipasar Internasional. Pajak merupakan
alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya sebagaimana yang
telah direncanakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(RAPBN). Sehingga untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pada dasarnya, Pajak
Belanja Negara (APBN). Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, pemungutan pajak harus didasarkan pada
Undang-Undang Perpajakan yang disusun oleh Pemerintah dan disetujui oleh
rakyatnya melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk dapat mencapai suatu
sistem pemajakan yang memenuhi rasa keadilan, kesamaan, kepastian hukum dan
Ketentuan-Ketentuan Perpajakan harus selalu ditinjau dan disempurnakan
(Gunadi, 2002: 2 ).
Sektor perpajakan dalam beberapa tahun terakhir ini didalam
pemerintahan dijadikan andalan sebagai sumber penerimaan dalam negeri.
Walaupun seperti yang kita ketahui perekonomian Indonesia sedang mengalami
guncangan, namun harapan penerimaan Negara tetap pada penerimaan pajak.
Sektor Perpajakan dianggap mampu mencerminkan kerjasama nasional. Dalam
hal pembiayaan pembangunan dalam upaya melepas diri dari ketergantungan pada
pinjaman luar negeri. Dalam rangka meningkatkan penerimaan dari sektor
perpajakan tersubut, maka dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan
semakin diintensifkan dan prosedur perpajakan perlu terus disempurnakan dan
disederhanakan dengan memperhatikan azas keadilan, pemerataan, manfaat dan
kemampuan masyarkat. Dengan penerimaan pajak akan sangat membantu
pembangunan nasional yaitu kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik
material maupun spiritual (Waluyo, 2002: 1). Untuk merealisasikan tujuan
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu pajak langsung yang
dipungut pemerintah pusat atau merupakan Pajak Negara. Sebagai pajak langsung
maka beban pajak tersebut menjadi tanggung jawab Wajib Pajak yang
bersangkutan dalam arti bahwa beban Pajak tersebut tidak boleh dilimpahkan
pada pihak lain dengan cara Wajib Pajak tidak akan mengulangi kesalahan yang
berakiban merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu, penerbitan STP mempunyai
peranan yang sangat penting dalam melaksanakan Undang-Undang Perpajakan,
karena tujuannya tidak saja memantau kewajiban dan kepatuhan Wajib Pajak,
tetapi dapat juga untuk meningkatkan penerimaan pajak. Seperti yang telah diatur
dalam ketentuan Undang-Undang Perpajakan, khususnya mengenai pembayaran
pajak, sehingga pihak Dirjen Pajak mengeluarkan STP untuk menagih pajak yang
terutang sesuai dengan Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 yaitu tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
B.. Tujuan Dan Manfaat PKLM
1. Tujuan PKLM
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur Penerbitan Surat Tagihan
Pajak (STP) Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Barat.
b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak dalam
penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)
c. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam prosedur
penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).
d. Untuk mengetahui sanksi administrasi yang dapat ditagih dengan Surat
Tagihan Pajak (STP).
2. Manfaat PKLM
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini tentunya sangat bermanfaat
bagi semua pihak, diantaranya adalah :
Bagi Mahasiswa
a. Dalam teori maupun ilmu yang sudah diperoleh dan menuangkannya
ke dalam permasalahan yang timbul selama melakukan PKLM di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat..
b. Memberikan bekal pengetahuan pengawasan kepada setiap mahasiswa.
Bagi Instansi/ Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
a. Membantu pihak KPP dalam hal sosialisasi perpajakan kepada
masyarakat Wajib Pajak melalui peserta mahasiswa PKLM.
b. Peningkatan kerjasama yang lebih baik dengan pihak universitas.
c. Instansi dapat melihat dimana perkembangan ilmu pengetahuan yang
sekarang diterapkan.
Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara
a. Memberi dorongan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
b. Untuk meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara
khususnya Program Diploma III Administrasi Perpajakan dengan
instansi pemerintahan dalam hal ini KPP.
c. Mendapatkan ilmu pengetahuan atau data yang terbaru untuk
disesuaikan dengan kurikulum.
C. Uraian Teoritis 1. Pengertian
1.1 Surat Tagihan Pajak (STP)
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak
(disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar
sebagai Wajib Pajak.
1.2 Fungsi STP
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang Surat
Pemberitahuan wajib Pajak. Artinya jika pajak dalam tahun berjalan
yang tidak atau kurang bayar ataupun kekurangan pembayaran atau
penyetoran pajak, akibat salah tulis atau salah hitung dalam Surat
Pemberitahuan.
b. Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan/atau
denda :
1. Sanksi administrasi berupa denda Rp. 500.000 jika wajib pajak
tidak atau terlambat penyampaian SPT Masa dan Rp. 1.000.000
untuk SPT Tahunan.
2. Sanksi administrasi berupa bunga dalam wajib pajak
membetulkan sendiri Surat Pemberitahuannya.
3. Sanksi administrasi berupa bunga dalam wajib pajak terlambat
atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo
pembayarannya.
c. Sebagai alat untuk menagih pajak STP dipersamakan kekuatan
hukumnya dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sehingga dalam hal
penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat Paksa (Pasal 14
2. Penyebab Terbitnya STP
Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat
(1) UU KUP yaitu :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Biasanyaketentuan pada point ini diterapkan kepada angsuran PPh Pasal
25 yang sudah jelas perhitungannya. Misalnya kewajiban PPh Pasal 25
tiap bulannya Rp1.000.000 ternyata Wajib Pajak hanya membayar
Rp500.000. Kekurangannya akan ditagih dengan STP ditambah sanksi
bunga 2% per bulan.
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Dengan ketentuan ini, pihak
Fiskus bisa menagih kekurangan pajak akibat salah tulis dan/atau salah
hitung yang tidak akan meimbulkan perdebatan. Misal dalam SPT
Tahunan PPh Badan terdapat angka Penghasilan Kena Pajak
Rp10.000.000,-. Seharusnya PPh terutang adalah Rp1.000.000,- (10% x
PKP). Ternyata Wajib Pajak menghitung PPh terutangnya Rp500.000,-
(5% x PKP). Atas kekurangan Rp500.000,- pihak Kantor Pelayanan
Pajak akan menerbitkan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
Misal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT atau terlambat
membayar pajak.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
waktu. Ketentuan ini untuk menjamin agar PKP selalu membuat faktur
pajak atas penyerahan barang/jasa kena pajak serta membuatnya tepat
waktu. Apabila ternyata PKP tidak memenuhinya maka terhadapnya akan
dikenakan sanksi denda 2% dari DPP PPN sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU
KUP. Sarana menagih sanksi ini adalah dengan menerbitkan STP.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP PPN nya.
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak. Ketentuan ini untuk menjamin PKP selalu
melaporkan faktur pajaknya secara tetap waktu agar pembeli barang atau
pengguna jasanya tidak dirugikan. Sanksi yang dikenakan dalam STP
adalah 2% dari DPP sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP.
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Sanksi yang dikenakan dalam STP sesuai Pasal 14 Ayat (5) UU KUP
3. Sanksi Administarasi dalam Surat Tagihan Pajak
Dalam Undang-Undang KUP diatur dalam Pasal 14 ayat 3, 4, 5, dan 6
Pasal 3
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrai berupa bunga atas Surat
Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; atau
b. Penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang bayar
karena terdapat salah tulis dan/atau salah hitung.
Pasal 4
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor
pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2%
(dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Pengusaha kena pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha
Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak
selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasa Pengenaan Pajak. Demikian pula bagi
Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang
terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak.
Pasal 5
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah
pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan
Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
4. Penomoran STP
Setiap Surat Tagihan Pajak memiliki nomor unik atau disebut nomor
kohir. Penomoran STP ini sama persis dengan penomoran SKP dengan format
sebagai berikut : AAAAA/BBB/CC/DDD/EE. AAAAA menunjukkan nomor
urut dalam lima digit. Misalnya 00202. BBB meunjukkan kode untuk jenis
pajak. Misalnya 106 untuk PPh Badan atau 107 untuk PPN. CC menunjukkan
tahun pajak. Misal untuk tahun pajak 2007 kodenya adalah 07. DDD adalah
kode KPP yang menerbitkan. Misalnya angka 059 menunjukkan KPP PMA
Enam. EE menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut. Misalnya jika
STP diterbitkan tahun 2008 maka kodenya adalah 08. Nah, apabila semua
kode di atas dirangkai maka penomoran STP tersebut adalah
5. Cara Pelunasan STP
Untuk melunasi STP maka Wajib Pajak harus membayarnya di
bank-bank yang menerima pembayaran pajak dengan menggunaka
tersebut di bagian Nomor Ketetapan. Kelalaian pencantuman nomor STP ini
biasanya akan mengakibatkan permasalahan di kemudian hari karena Wajib
Pajak akan dianggap belum membayar STP tersebut. Untuk menyelesaikannya
biasanya Wajib Pajak harus melalui proses pemindah bukuan yang cukup
memakan waktu.
D. Ruang Lingkup PKLM
Adapun yang menjadi ruang lingkup PKLM yaitu melakukan
pengumpulan data dan membahas permasalahan mengenai :
1. Prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak dalam penerbitan Surat Tagihan
Pajak (STP).
3. Masalah yang timbul dalam prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak
(STP).
4. Sanksi administrasi dalam STP.
E. Metode PKLM
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta memperoleh informasi
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut
PKLM ini, dimulai dari penentuan judul, pemilihan tempat PKLM, mencari
bahan untuk pembuatan proposal, hingga pada tahapan konsultasi dengan
dosen pembimbing.
b. Studi Literatur
Penulis mengumpulkan data serta informasi-informasi yang menyangkut
masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan seperti buku perpajakan,
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Surat
Edaran, Direktorat Jendral Pajak, Keputusan Menteri Keuangan, informasi
dari majalah, surat kabar, catatan-catatan serta landasan teori yang ada
hubungannya dengan Laporan PKLM.
c. Observasi Lapangan
Dalam tahap ini penulis melakukan pengamatan secara langsung pada objek
PKLM, mencari data-data dan informasi serta mempelajari laporan- laporan
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
d. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data lapangan mengenai Prosedur Penerbitan dan
Peranan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (SPT) PPh Badan terhadap
penemimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak.
e. Analisis dan Evaluasi
Penulis menganalisa dan mengevaluasi data mengenai Prosedur Penerbitan
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik
Kerja Lapangan Mandiri ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut:
1. Metode Wawancara (Interview)
Dalam metode ini penulis mengumpulkan dan mencari data, serta hal yang
berhubungan dan mendukung hasil laporan dengan melakukan wawancara dan
mengajukan pertanyaan kepada pegawai instansi yang berkompeten dan dapat
menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi
laporan PKLM.
2. Metode Observasi
Dalam metode ini penulis langsung turun kelapangan untuk melakukan
peninjauan dengan cara mengamati, mendengar serta mencatat mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, meneliti prosedur
penerbitan STP.
3. Metode Dokumentasi
Dalam tahap metode ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
mengumpulkan dan mencari data-data pendukung yang berhubungan dengan
G. Sistematika Penulisan PKLM
Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar belakang yang
menjadi dasar pemilihan dalam penyusunan laporan, Uraian
teoritis, Tujuan dan Manfaat, Ruang lingkup, Metode praktik,
Metode pengumpulan data, serta Sistematika penulisan Laporan
PKLM.
BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN BARAT
Bab ini akan dibahas mengenai Sejarah Singkat, Struktur
Organisasi, Uraian tugas serta Tugas pokok dan Fungsi di setiap
masing-masing jabatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Barat dalam penulisan laporan PKLM.
BAB III GAMBARAN PROSEDUR PENERBITAN STP PAJAK
PENGHASILAN BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pengertian, dasar
yang dapat ditagih dengan STP dan menjelaskan data-data apa saja
yang telah didapat selama PKLM.
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA
Pada bab ini penulis akan mengemukakan analisa data yang
diperoleh, serta menganalisis masalah yang timbul dan evaluasi
terhadap data-data yang berhubungan dengan judul laporan dan
alternatif pemecahan masalah.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan inti sari yang
mencakup seluruh objek pembahasan yang di bahas dalam PKLM
yang bersumber dari hasil penelitian, serta saran yang menjadi
hal-hal atau gagasan atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
Pada tahun 1978, kantor pelayanan pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu masih ada Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak
Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi
Pajak Medan Utara. Dengan adanya ekonomi pertumbuhan penduduk yang
semakin cepat perkembangannya, maka pemerintah merasa perlu adanya
tambahan Kantor Inspeksi Pajak yang gunanya untuk menambah penerimaan
Negara dari sektor Pajak.
Untuk memantapkan pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada
masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 276/KMK/01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang
Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak
diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Kemudian untuk menetapkan pelayanan yang akan diberikan Pemerintah
kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak pada tanggal 29 Maret
1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK/1994 terhitung
mulai tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan dipecah
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang beralamat di Jalan Asrama
Nomor 7. Medan;
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jalan Diponegoro Nomor 30.
Medan;
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang beralamat di Jalan Sukamulia
Nomor 7. Medan;
4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang beralamat di Jalan Binjai No. 7.
Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
443/KMK/01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
dipecah menjadi 2 (dua) yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor
Pelayanan Pajak Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari 2002.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat wilayah kerjanya meliputi 4 (empat)
kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Medan Barat
a. Kelurahan Glugur Darat
b. Kelurahan Karang Berombak
c. Kelurahan Kesawan
d. Kelurahan P. Brayan Kota
e. Kelurahan Sei Agul
f. Kelurahan Silalas
2. Kecamatan Medan Helvetia
b. Kelurahan Dwikora
c. Kelurahan Helvetia
d. Kelurahan Helvetia Tengah
e. Kelurahan Helvetia Timur
f. Kelurahan Sei Sikambing C-II
g. Kelurahan Tanjung Gusta
3. Kecamatan Medan Petisah
a. Kelurahan Petisah Tengah
b. Kelurahan Sei Putih Barat
c. Kelurahan Sei Putih Tengah
d. Kelurahan Sei Putih Timur I
e. Kelurahan Sei Putih Timur II
f. Kelurahan Sei Sikambing D
g. Kelurahan Sekip
4. Kecamatan Medan Sunggal
a. Kelurahan Babura Kuala Batuah
b. Kelurahan Lalang
c. Kelurahan Sei Sikambing B
d. Kelurahan Simpang Tanjung
e. Kelurahan Tanjung Rejo
Berdasarkan PENG-04/WPJ.01/2008 dari Kanwil DJP Sumatera Utara 1,
KPP Medan Barat dipecah menjadi KPP Pratama Medan Petisah dan KPP
Pratama Medan Barat yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008. Masa ini lebih
dikenal dengan sebutan Masa Reformasi Pajak, dan Wilayah kerja KPP Pratama
Medan Barat adalah Kecamatan Medan Barat.
Adapun VISI dari KPP Pratama Medan Barat adalah menjadi pelayan
masyaratkat yang Profesional dengan kinerja yang baik dan dapat dipercaya untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sector pajak dilingkungan Kantor Wilayah
Direktorat Jendral Pajak Sumatera Bagian Utara.
Dan Misi dari KPP Pratama Medan Barat adalah Meningkatkan
Penerimaan Negara melalui PPh, PPN, PPn-Bm, dan PTLL serta peningkatan
kecepatan dan mutu pelayanan perpajakan serta senantiasa memperbaharui diri
sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.
B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk
membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan teratur dan baik
untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.
Dalam hal ini KPP Pratama Medan Barat menerapkan struktur organisasi
yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak.
KPP Pratama Medan Barat terdiri dari 13 bagian, diantaranya Sub Bagian
Umum, Kelompok Jabatan Fungsional, dan masing-masing seksi mempunyai
koordinator pelaksana serta setiap seksi dipimpin oleh kepala seksi.
Untuk mencapai Organisasi yang lebih baik sesuai dengan Pangkat dan
Jabatan, dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing setiap
bagian akan berinteraksi dan beroperasi secara harmonis dengan keteraturan pasti
dengan wadah Struktur Organisasi.
Struktur organisasi yang ada di KPP Pratama Medan Barat dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Kepala Kantor
2. Sub. Bagian Umum
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terbagi menjadi 4 (empat) seksi
yaitu:
1. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
2. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
7. Seksi Pemeriksaan
8. Seksi Penagihan
9. Kelompok Jabatan Fungsional
C. Deskripsi dan Prosedur Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
Adapun deskripsi kerja dari setiap seksi di KPP Pratama Medan Barat
berbeda-beda. Pada tiap perusahaan pasti memiliki seorang pemimpin ataupun
Kepala Kantor yang pada dasarnya memiliki tugas dan tanggung jawab mengelola
Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan.
Secara rinci tugas dari seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
adalah sebagai berikut:
1. Selaku pimpinan satuan organisasi vertikal Direktorat Jenderal Pajak wajib
menerapkan prinsip koordinasi yang baik di lingkungan kantor pelayanan
pajak maupun antar satuan organisasi serta dengan instansi lainnya;
2. Wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya dan apabila terjadi
penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasi bawahannya dan
memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas
Adapun tugas-tugas dan fungsi dari tiap-tiap seksi yang ada pada KPP
Pratama Medan Barat yaitu sebagai berikut :
1. Kepala Kantor
KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan
Karipka maka Kepala KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan
pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan wajib pajak di bidang
PPh, PPN, PPn-BM, Pajak Tidak Langsung Lainnya dan PBB serta
BPHTB dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Sub. Bagian Umum
Membantu dan menunjanng kelancaran tugas Kepala Kantor dalam
mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarisan terutama
dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha kepegawaian, keuangan, rumah
tangga serta perlengkapan.
Uraian pekerjaan yang ada dalam Sub. Bagian Umum ini adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan tata usaha kepegawaian;
b. Melakukan urusan keuangan;
c. Melakukan urusan dan keperluan rumah tangga.
3. Seksi Pelayanan
a. Mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum
perpajakan;
b. Mengadministrasikan dokumen dan berkas perpajakan;
c. Melakukan penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan
surat-surat lainnya;
d. Melakukan penyuluhan dan Pelaksanaan registrasi wajib pajak;
e. Melakukan kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Seksi Pengolahan Data dan Informasi memiliki tugas dan fungsi yaitu :
a. Melakukan urusan pengolahan data dan penyajian informasi
perpajakan;
b. Melakukan perekaman dokumen perpajakan;
c. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian
dan penatausahaan bagi hasil PBB;
d. Melakukan pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan e-SPT
dan e-Filing dan penyajian laporan kinerja.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON)
Dalam satu KPP Pratama Medan Barat terdapat 4 (empat) kepala seksi
pengawasan dan konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada
cakupan wilayah (teritorial) tertentu. Tugas-tugas dan fungsi dari seksi
pengawasan dan konsultasi adalah sebagai berikut :
b. Melakukan bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan
konsultasi teknis perpajakan;
c. Melakukan penyusunan profit wajib pajak;
d. Melakukan analisis kinerja wajib pajak;
e. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi;
f. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Ekstensifikasi
Seksi Ekstensifikasi memiliki tugas dan fungsi yaitu :
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan
potensi perpajakan;
b. Melakukan pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak,
dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
7. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan memiliki tugas dan fungsi yaitu :
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan penyusutan rencana pemeriksaan;
b. Melakukan pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan;
c. Melakukan penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan
8. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan memiliki tugas dan fungsi yaitu :
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif,
piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak;
b. Melakukan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang
berlaku;
c. Melakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Paksa, Surat
Perintah, melakukan penyitaan, urusan lelang dan penagihan lainnya.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan
Pejabat Fungsional Penilaian yang bertanggung jawab secara langsung
kepada kepala KPP Pratama Medan Barat. Dalam melaksanakan
pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi dengan
Seksi Pemeriksaan, sedangkan Pejabat Fungsional Penilaian berkoordinasi
BAB III
GAMBARAN DATA
A. Pengertian Pajak
Secara umum Pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh
pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) berdasarkan Undang-Undang tanpa
memberikan balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Menurut Prof. P. J. Adriani (Eko Lesmana, 1994: 5), Pajak adalah iuran
Kepada Negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh Wajib Pajak
membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas
Negara untuk menyelenggaran pemerintahan.
Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro, SH (Mardiasmo, 2006: 1), Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke
sektor pemerintah) berdasarkan Undang-Undang dapat dipaksakan dengan tiada
mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Dari pengertian diatas maka terdapat 5 (lima) unsur pokok dalam defenisi
pajak tersebut yaitu Iuran/Pungutan, Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang,
Pajak dapat dipaksakan, tidak menerima kontraprestasi (imbalan jasa), dan Untuk
B. Jenis-jenis Pajak
Menurut sifatnya pajak dapat dibedakan atas dua bagian :
1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib
pajak untuk menetapkan pajaknya. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak
harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan
membayar wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Objektif, adalah pajak yang pemungutannya berdasarkan pada objeknya,
baik berupa denda atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, dimana ditemukan dahulu objeknya baru ditentukan siapa
subjeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN,
PBB, PPn-BM.
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dibagi atas dua bagian :
1. Pajak Negara atau Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat atau pajak yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen
Keuangan yang digunakan untuk pembiayaan rumah tangga Negara pada
umumnya. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
Contoh : PPh, PPN, dan Bea Materai.
2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan hasil
pungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah. Pajak
daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah.
Contoh : Pajak Hiburan, Pajak Reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor),
PBB, Iuran kebersihan, Retribusi terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian
Menurut golongan, pajak dapat dibedakan atas dua bagian :
1. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang menjadi
beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : PPh dan PBB.
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan
kepada pihak lain. Contoh : Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai dan
Cukai.
C. Fungsi Pemungutan Pajak
Fungsi Pemungutan Pajak ada (2) dua yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Fungsi Budgeteir merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu
suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perepajakan yang
berlaku “segala pajak untuk keperkuan negara berdasarkan undang-undang”.
Yang dimaksud dengan memasukkan kas secara optimal adalah sebagai
berikut :
a. Jangan sampai ada Wajib Pajak/Subjek Pajak yang tidak membayar
kewajiban pajaknya.
b. Jangan sampai Wajib Pajak tidak melaporkan objek pajak kepada Fiskus.
c. Jangan sampai ada objek pajak dari pengamatan dan perhitungan Fiskus
Sistem pemungutan pajak suatu Negara menganut 2 (dua) sistem :
a. Self assessment system yaitu menghitung pajak sendiri
b. Official assessment system yaitu menghitung pajak adalah pihak Fiskus
Faktor yang turut mempengaruhi optimalisasi pemasukan dana ke kas
Negara adalah :
a. Filsafat Negara
Negara yang berideologi yang berorientasi kepada kesejahtraan rakyat
banyak akan mendapat dukungan dari rakyatnya dalam hal pembayaran
pajak. Untuk itu rakyat diikut sertakan dalam menentukanberat rinngannya
pajak melalui penetapan Undang-Undang perpajakan oleh DPR sebaliknya
dinegara yang berorientasi kepada kepentingan penguasa sangat sulit
untuk mengharapkan partisipasi masyarakat untuk kewajiban pajaknya.
b. Kejelasan Undang-Undang dan peraturan perpajakan
Yang jelas mudah dan sederhana serta pasti akan menimbulkan penafsiran
yang baik dipihak fiskus maupun dipihak wajib pajak.
c. Tingkat pendidikan penduduk / wajib pajak
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan wajib
pajak maka makin mudah bagi mereka untuk memahami peraturan
perpajakan termasuk memahami sanksi administrasi dan sanksi pidana
d. Kualitas dan Kuantitas petugas pajak setempat
Sangat menentukan efektifitas Undang-Undang dan peraturan perpajakan .
Fiskus yang professional akan akan berusaha secara konsisten untuk
menggali objek pajak yang menurut ketentuan pajak harus dikenakan
pajak.
e. Strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak di
Indonesia. Unit-Unit untuk ini adalah Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor
pemeriksaan dan penyelidikan pajak yang dilakukan Dirjen Pajak.
Perwujudan Fungsi Budgetair dalam kehidupan kenegaraan dapat terlihat
dalam APBN yang setiap tahun disahkan dengan Undang-Undang.
Penerimaan Negara selalu meningkat dari tahun ketahun khususnya setelah
Reformasi Undang-Undang perpajakan tahun 1983/1984.
2. Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend atau fungsi mengatur yang mana fungsi pajak
dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu,
dan sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari
fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai
sebagai alat kebijakan, misalnya: Pajak atas minuman keras ditinggikan untuk
mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan sehingga perwujudan dari pajak
modal asing. Contoh : Bea materai modal, Bea masuk dan pajak penjualan,
Bea balik nama, Pajak perseroan, dan Pajak devident.
D. Pengertian Pajak Penghasilan
Yang dimaksud dengan objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
dengan nama dan dalam bentuk apapun, (Menurut UU Nomor 17 tahun 2000
pasal 4 ayat 1).
Pengertian Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan
kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam tahun pajak untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam
hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
Sesuatu dengan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2000 pasal 1 ayat (1)
disebutkan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak
yang menerima atau memperoleh atas penghasilan disebut wajib pajak.
E. Pengertian Badan
Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan pengertian
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
perseroan lainnya. Badan usaha milik negara atau Badan usaha milik daerah
dengan nama dalam bentuk apapun Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi masa, Organisasi sosial politik,
atau Organisasi lainnya, Lembaga dan Bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (UU No. 28 Tahun 2007).
F. Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)
Pengertian Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP,
Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan
STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar
sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak
melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh
Undang-Undang.
STP digunakan untuk menagih utang pajak tetapi bukan utang pajak yang
tercantum dalam SKPKB/SKPKBT, melainkan utang pajak yang belum
dikeluarkan ketetapannya, sehingga tidak akan terjadi ketetapan pajak ganda
untuk satu utang pajak.
Oleh karena itu, disebutkan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang
sama dengan SKPKB/SKPKBT sehingga dalam hal penagihannya juga dapat
G. Penyebab Terbitnya STP
Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1)
UU KUP yaitu :
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Biasanya ketentuan pada point ini diterapkan kepada angsuran PPh Pasal
25 yang sudah jelas perhitungannya. Misalnya kewajiban PPh Pasal 25
tiap bulannya Rp1.000.000 ternyata Wajib Pajak hanya membayar
Rp500.000. Kekurangannya akan ditagih dengan STP ditambah sanksi
bunga 2% per bulan.
2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung. Dengan ketentuan ini, pihak Fiskus bisa
menagih kekurangan pajak akibat salah tulis dan/atau salah hitung yang
tidak akan menimbulkan perdebatan. Misal dalam SPT Tahunan PPh
Badan terdapat angka Penghasilan Kena Pajak Rp10.000.000,-.
Seharusnya PPh terutang adalah Rp1.000.000,- (10% x PKP). Ternyata
Wajib Pajak menghitung PPh terutangnya Rp500.000,- (5% x PKP). Atas
kekurangan Rp500.000,- pihak Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan
STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
Misal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT atau terlambat
membayar pajak, maka sanksi denda dan/atau bunga nya akan ditagih
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu. Ketentuan ini untuk menjamin agar PKP selalu membuat faktur
pajak atas penyerahan barang/jasa kena pajak serta membuatnya tepat
waktu. Apabila ternyata PKP tidak memenuhinya maka terhadapnya akan
dikenakan sanksi denda 2% dari DPP PPN sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU
KUP. Sarana menagih sanksi ini adalah dengan menerbitkan STP.
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984
dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP
PPN nya.
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak. Ketentuan ini untuk menjamin PKP selalu
melaporkan faktur pajaknya secara tetap waktu agar pembeli barang atau
pengguna jasanya tidak dirugikan. Sanksi yang dikenakan dalam STP
adalah 2% dari DPP sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP.
7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
H. Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP)
Fungsi Surat Tagihan Pajak adalah sebagai berikut :
1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang Surat Pemberitahuan wajib
Pajak. Artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang bayar
ataupun kekurangan pembayaran atau penyetoran pajak, akibat salah tulis
atau salah hitung dalam Surat Pemberitahuan.
2. Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan/atau denda :
a. Sanksi administrasi berupa denda Rp. 500.000 jika wajib pajak tidak atau
terlambat penyampaian SPT Masa dan Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan.
b. Sanksi administrasi berupa bunga dalam Wajib Pajak membetulkan sendiri
Surat Pemberitahuannya.
c. Sanksi administrasi berupa bunga dalam Wajib Pajak terlambat atau tidak
membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya.
3. Sebagai alat untuk menagih pajak STP dipersamakan kekuatan hukumnya
dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sehingga dalam hal penagihannya dapat
juga dilakukan dengan Surat Paksa (Pasal 14 ayat 2).
I. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)
Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dilakukan secara selektif artinya
hanya dilakukan terhadap Wajib Pajak yang efektif. Dalam penerbitan STP PPh
Badan ada ketentuan khusus yaitu sebagai berikut :
1. STP atas PPh pasal 25 yang tidak atau kurang bayar dan/atau denda bagi
pembayaran atau penyetoran. Jika wajib pajak badan tidak termasuk golongan
diatas maka penerbitan STP atas PPh pasal 25 dilakukan setiap triwulan
sebagai berikut:
a. Masa Pajak Januari s/d maret dikeluarkan bulan Mei
b. Masa Pajak April s/d Juni dikeluarkan bulan Agustus
c. Masa Pajak Juli s/d September dikeluarkan bulan November
d. Masa Pajak Oktober s/d Desember dikeluarkan bulan Januari tahun
berikutnya sepanjang wajib pajak belum menyampaikan SPT Tahunan
PPh.
2. STP atas PPh yang kurang bayar karena terdapat salah tulis dan/atau salah
hitung pada STP PPh dikeluarkan setiap saat setelah dilakukan penerbitan
STP.
3. STP untuk menagih sanksi administrasi berupa bungan dan/atau denda karena
tidak atau terlambat menyampaikan STP PPh dikeluarkan segera setelah
timbulnya sanksi administrasi yang terhutang oleh wajib pajak.
4. Pengeluaran STP dilakukan meliputi bulan-bulan pada saat atau masa PPh
terutang yang kurang atau tidak dibayar atau timbulnya sanksi administrasi
berupa denda atau bunga yang terutang.
Penerbitan STP untuk satu masa atau periode, hendaknya memperhatikan
juga masa-masa pajak sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan yang
J. Jangka Waktu Pembayaran Surat Tagihan Pajak (STP)
Dalam Pasal 9 ayat 3 KUP disebutkan bahwa STP harus dilunasi dalam
jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Jadi saat jatuh tempo
pembayaran STP adalah satu bulan dari tanggal penerbitannya.
K. Sanksi Administarasi dalam Surat Tagihan Pajak
Dalam Undang-Undang KUP diatur dalam Pasal 14 ayat 3, 4, 5, dan 6
adalah sebagai berikut:
Pasal 3
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrai berupa bunga atas Surat
Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; atau
b. Penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang bayar
Pasal 4
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor
pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2%
(dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Pengusaha kena pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha
Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak
selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasa Pengenaan Pajak. Demikian pula bagi
Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak
melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.
Sanksi Administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang
terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak.
Pasal 5
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan
tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh
L. Dasar Hukum Surat Tagiahan Pajak
Ketentuan yang mengatur mengenai masalah STP adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara
Perpajakan yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007.
2. Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor Kep-28/PJ.41/1993 tentang
Perubahan Lampiran Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor
KEP-14/PJ.BT5/1985 tanggal 8 maret 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengeluaran Surat Tagihan Pajak Penghasilan.
3. Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor Kep-05/PJ.24/1995 tanggal 3
Februari 1995 tentang bentuk Surat Tagihan Pajak dan Surat ketetapan Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas
barang Mewah sesuai dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor
KEP-18/PJ.24/1995.
4. Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-41/PJ.41/2001 tentang
Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) PPh pasal 25.
M. Kegiatan Setiap Seksi Yang Terkait Dengan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)
Seksi yang terkait dengan penerbitan STP adalah sebagai berikut:
1. Seksi Waskon
Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertanggung jawab untuk mengelola Surat
bukti Wajib Pajak telah melakukan pembayaran. Seharusnya SSP lembar
ke-2 tiap hari diambil ke Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara (KPKN),
namun kurangnya tenaga pelaksana maka pengambilan SSP Lembar ke-2
sering terlambat. Setelah SSP tersebut diambil, lalu dilakukan sortasi,
perekaman, dan perekapan. Setelah perekaman dilakukan, SSP Lembar ke-2
itu nantinya akan dikirim kesetiap seksi yang membutuhkannya.
Dasar pertimbangan untuk menerbitkan STP PPh Badan adalah Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa yang berupa SSP Lembar ke-3 yang diterima
oleh Wajib Pajak atau dikirimkan melalui Pos dan segi pembayaran yang
berupa SSP Lembar 2 yang diterima oleh Seksi Waskon. SSP lembar
ke-3 yang merupakan bukti pelaporan dicatat Seksi Waskon dalam buku
tabelaris. Dari buku tabelaris dapat diketahui Wajib pajak yang melakukan
pembayaran dan pelaporan tepat waktu dan yang tidak tepat waktu, atau
yang dan/atau kurang membayar. Jika diketahui wajib pajak yang
melakukan keterlambatan dan kekurangan pembayaran maupun pelaporan,
maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
atau kekurangan membayar dan denda atas keterlambatan melapor.
Karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah melakukan Sistem Informasi
Perpajakan Modifikasi (SIPMOD), maka data tabelaris dapat dilihat
dikomputer dan dicocokan dengan buku tabelaris. Hal ini lebih efektif dan
memudahkan. Jika data-data dibuku tabelaris dikomputer saja, perekaman
Lembar ke-3 sudah masuk ketika Wajib Pajak melapor ke Tempat Pelayanan
Terpadu (TPT).
Dari tebelaris di komputer dapat terlihat berapa pokok angsuran wajib pajak
dan tanggal pembayaran dan pelaporan. Pokok angsuran Wajib Pajak tahun
lalu ataupun berdasarkan angsuran yang harus dibayar akibat pemeriksaan
yaitu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Kantor
Pelayanan Pajak (KPP). Seksi waskon lah yang melakukan perhitungan atas
penerbitan STP.
2. Seksi Pelayanan
Memiliki Kepala Seksi dan mempunyai beberapa pelaksana yang
melaksanakan penerbitan yang meliputi STP, SKPKB, SKPLB, dan
SKPKBT. Oleh karena tidak jarang Nota Perhitungan yang berasal dari
Seksi Waskon ditunda penerbitannya karena sibuk dengan tugas lain. Jadi
Seksi Pelayanan tugasnya mencetak Surat Tagihan Pajak (STP) yang akan
diterbitkan.
3. Seksi Penagihan
STP Lembar ke-1, Lembar ke-2, Lembar ke-3, daftar pengantar dan
lampiran daftar pengantar STP yang dikirim seksi pelayanan diterimah oleh
Seksi Penagihan dicatat pada buku pengawasan dan penagihan. Setelah itu
di penagihan dikirim ke pelayanan untuk dicatat dalam Kartu Pengawasan
pengawasan pencairan STP/SKP dan disimpan menurut nomor kohir, jenis
ketetapan, dan tahun pajak.
Seksi penagihan bertanggung jawab atas penerbitan STP. Wajib pajak yang
melakukan pembayaran atas sanksi berupa bunga dan denda melapor
pembayaran ke Seksi Penagihan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) Lembar ke-3. Lembar ke-2 SSP akan diterima oleh Seksi Penagihan
dan Seksi Waskon. Terhadap wajib pajak yang belum melakukan
pembayaran setelah lewat jatuh tempo, yaitu satu bulan sejak penerbitan
STP akan dilakukan penagihan penerbitan STP akan dilakukan penagihan
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
A. Prosedur Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)
Dalam Proses Penerbitan STP PPh Badan dimulai dari Koordinator
Pelaksana di Seksi Waskon yang dibantu oleh Account Representative (AR).
Dimana AR dari Seksi Waskon membuat Nota Perhitungan setelah SSP Wajib
Pajak Badan dan selanjutnya nota perhitungan akan dikirim ke Seksi Pelayanan
koordinator pelaksanan ketetapan dan arsip wajib pajak. Hal tersebut yang
menjadi dasar menerbitkan STP. Secara garis besar Seksi Pelayanan yang
nantinya akan mengelolah dan menerbitkan STP PPh Badan tersebut. Setelah
disetujui oleh Kepala Seksi Pelayanan, STP disalurkan pihak-pihak yang telah
ditentukan oleh peraturan perpajakan dan ditagih oleh Seksi Penagihan.
B.Proses Pelaksanaan STP PPh Badan
Secara rinci proses pelaksanaan penerbitan STP PPh Badan adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti di Seksi Waskon koordinasi pelaksana PPh Badan menuangkan hasil Penelitian kedalam Nota Perhitungan PPh dan dibuat rangkap 2 (dua), lembar
ke-1 untuk Seksi Pelayanan dan lembar ke-2 untuk arsip di Seksi Penagihan.
2. Penelitian membuat daftar pengiriman Nota Perhitungan PPh Badan rangkap
3 (tiga) yaitu lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk arsip di seksi pelayanan dan
3. Peneliti mengirimkan ke Seksi Pelayanan lembar ke-1 Nota Perhitungan serta
lembar ke-1 dan lembar ke-2 daftar pengiriman Nota Perhitungan setelah
Nota Perhitungan tersebut diparaf oleh Kepala Seksi pembayaran masa pada
kolom diteliti dan kolom disetujui diparaf oleh Kepala Seksi Waskon. Nota
Perhitungan tersebut juga dilampirkan dengan lembar perhitungan STP.
4. Di Seksi Pelayanan Nota Perhitungan tersebut dijadikan dasar untuk membuat
STP PPh badan dan menerbitkannya.
5. Koordinator pelaksana ketetapan dan arsip Wajib Pajak di Seksi Pelayanan
membuat STP PPh Badan rangkap 4 (empat) yaitu:
2. Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak
3. Lembar ke-2 untuk Seksi Pelayanan
4. Lembar ke-3 untuk Seksi Waskon
5. Lembar ke-4 untuk Seksi Penagihan
Kemudian dibuat daftar pengantar dan lampiran, daftar pengantar rangkap 4.
STP diberi nomor ketetapan atau keputusan dan tanggal penerbitan. Lalu
daftar diberi nomor sesuai dengan ketentuan. Kemudian koordinator
pelaksana ketetapan dan arsip di pelayanan memberi paraf di Nota
Perhitungan yaitu di kolom data entry dan penomoran.
6. Di petugas kontrol keluar dalam hal ini koordinator pelaksana ketetapan dan
arsip, STP, di cocokkan dengan Nota Perhitungan dan jika benar di paraf di
kolom control keluaran, setelah itu STP, daftar penghantar serta perhitungan
7. STP, daftar pengantar dan lampiran daftar pengantar STP diteruskan ke
kepala KPP Pratama Medan Barat untuk ditanda tangani oleh Kepala KPP
dari Seksi Pelayanan dikirimkan ke:
a. Lembar ke-1 STP ke Wajib Pajak
b. Lembar ke-2 STP, Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 daftar pengantar serta
lampiran daftar pengantar STP ke Seksi Pelayanan
c. Lembar ke-3 STP dan Lembar ke-2 daftar pengantar dan lampiran daftar
pengantar STP ke Seksi Waskon
8. Untuk nomor 6, apabila STP yang diterbitkan adalah produk dari hasil
pemeriksaan sederhana kantor ataupun lapangan, maka kolom ditetapkan itu
harus di paraf oleh Kepala KPP, sedangkan Kepala Seksi Pelayanan hanya
memaraf di daftar pengantar saja.
9. Ketika pelaksana di koordinator pelaksana ketetapan dan arsip mengantar
Lembar ke-3 dan Lembar ke-2 daftar pengantar dan lampiran daftar pengantar
STP ke Seksi Waskon, maka di kolom ekspedisi di Nota Perhitungan di paraf.
C. Jumlah Penerimaan Yang Diperoleh Oleh KPP Pratama Medan Barat Atas Penerbitan STP
Dalam penerbitan STP secara keseluruhan, yang dapat ditagih adalah
besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Besarnya STP yang
diterbitkan adalah merupakan tagihan, yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak dan
merupakan penerimaan bagi KPP. Perkembangan penerimaan Pajak Pengahasilan
(PPh) Badan di KPP Pratama Medan Barat atas penerbitan STP dapat dilihat dari
Perkembangan Jumlah Penerimaan Pajak
Atas Penerbitan STP dan Jumlah Wajib Pajak Badan yang Terdaftar
Tahun 2009 – 2010
Sumber : Laporan penerimaan Pajak PPh Badan 2011
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa Penerimaan Pajak dari penghasilan
STP Badan semakin menurun. Dari contoh 2 Tahun tersebut dapat dilihat bahwa
jumlah STP yang diterbitakan pada Tahun 2009 secara kuantitas mangalami
penurunan yaitu sejumlah 133 STP akan tetapi secara kualitas (Rp) mengalami
peningkatan sebesar Rp. 299.888.576. Bila dibandikan Tahun 2010 secara
kuantitas mengalami peningkatan yaitu sejumlah 425 STP akan tetapi secara
kualitas mengalami penurunan sebesar Rp. 390.620.790.
D. Masalah Yang Timbul Dalam Penerbitan STP
Dari data diatas, terlihat masih banyak hal-hal mengenai masalah yang
berhubungan antara kewajiban wajib pajak dan fiskus secara administrasi
khususnya masalah kepatuhan Wajib Pajak, sehingga perlu diterbitkan Surat
Tagihan Pajak (STP). Masalah pengenaan sanksi dan denda dengan penerbitan
Faktor penyebab utama diterbitakan STP di KPP Pratama Medan Barat
adalah wajib pajak kurang memahami pelaksanaan peraturan perpajakan. Wajib
Pajak terutama yang baru mendaftar umumnya masih kurang jelas dalam hal
pembayaran angsuran bulanan atau pembayaran masa. Contohnya dalam hal
pembayaran masa nihil, Wajib Pajak masih banyak menganggap bahwa dengan
tidak membayar pajak berarti tidak perlu melakukan pelaporan. Hal ini
mengakibatkan Wajib Pajak tersebut dikenakan denda administrasi karena
terlambat melapor.
Masalah yang menyangkut STP sangat kompleks, oleh karena itu hanya
dibatasi pada prosedur penerbitan STP PPh badan dan pengaruhnya terhadap
kepatuhan wajib pajak dan peningkatan penerimaan pajak. Penyebab masalah
seputar prosedur penerbitan STP dapat dilihat dari kegiatan setiap seksi yang
terkait , yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Seksi Waskon
Faktor penyebab hambatan teknis dalam penerbitan STP adalah jadwal
waktu penerbitan yang tidak sesuai dengan waktu ditentukan. Keterlambatan
dalam penerbitan STP terlihat dalam penerbitan STP terhadap Wajib Pajak.
Menurut peraturan, pelaksanan penerbitan STP untuk Wajib Pajak
dikeluarkan setiap saat setelah lewat jatuh tempo pembayaran /penyetoran.
Dengan masih ditundanya pembuatan Nota Penghitungan oleh Seksi Waskon
tidak jarang akhirnya atas sanksi bunga atau denda di kumulatifkan dengan
bulan berikutnya. Kurangnya petugas bila dibandingkan dengan kuantitasnya
Demikian juga banyak wajib pajak yang merasa keberatan atas
diterimanya STP oleh Fiskus. Oleh karena itu Wajib Pajak mengirimkan surat
permohonan penghapusan sanksi administrasi atau permohonan ketetapan
pajak.
2. Seksi Pelayanan
Di Seksi Pelayanan memiliki Kepala Seksi dan mempunyai beberapa
pelaksana yang melaksanakan penerbitan yang meliputi STP, SKPKB,
SKPLB, dan SKPKBT. Oleh karena itu, tidak jarang terdapat Nota
Perhitungan yang berasal dari Seksi Waskon ditunda penerbitannya karena
sibuk dengan tugas lain.
3. Seksi Penagihan
STP yang telah diterbitkan ditagih oleh seksi penagihan. Pencairan atau
pelunasan STP sangat tergantung pada seksi ini. Apabila Wajib Pajak tidak
melunasi STP sampai pada saat jatuh tempo maka akan diberikan Surat
Teguran, Surat paksa dan seterusnya. STP yang telah lewat jatuh tempo dapat
dilihat dari buku pengawasan penagihan, apakah telah dilakukan penagihan
atau belum. Selama ini penatausahaan STP yang sudah dilunasi juga belum
maksimal. Hal ini akan menyebabkan pengawasan terhadap pencairan STP
yang sudah lunas ada yang tidak dipisahkan di satu tempat tersendiri dan ada
juga STP yang sudah lunas dan diberi kohir lunas belum dicatat di daftar
pengawasan pencairan. Dari STP yang sudah lewat jatuh tempo, seharusnya
di cap kapan dikeluarkan surat teguran di STP tersebut tetapi hal ini tidak
E. Usaha Pemecahan Masalah
Beberapa alternatif dalam pemecahan masalah yang dapat dikemukakan
adalah sebagai berikut :
1. Membina dan meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Salah satu untuk yang penting dalam menunjang keberhasilan
penerimaan pajak yaitu ikut sertanya peran Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajibanya perpajakan secara aktif dan penuh kesadaran.
Berdasarkan system self assessment, maka sistem perpajakan tersebut
menuntut kepada Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakan secara
benar dan aktif yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Dalam system self
assessment dimana Wajib Pajak melaporakan, menghitung dan
memperhitungkan pajaknya. Hal ini berarti unsur kepercayaan yang diberikan
kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewaiban perpajakan yang telah
dilaksanakan, sedangkan dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak peranannya
antara lain melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kewajiban yang
dilakukan oleh Wajib Pajak.
Hal yang perlu disadari adalah bahwa pelaksanaan kewajiban yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan
tidak akan selalu sesuai dengan perpajakan yang telah ditentukan. Hal ini
mungkin disebabkan karena Undang-Undang Perpajakan yang masih baru
sehingga masih banyak Wajib Pajak yang belum memahaminya dan
kemungkinan lain bahwa Wajib Pajak memang secara sadar ataupun tidak,
Dalam hal demikian memang dituntut untuk melaksanakan pembinaan
kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu pembinaan terhadap Wajib Pajak
dilakukan dengan penuh kesadaran yang tinggi dan penuh kesabaran. Namun
demikian kepada Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya akan
dikenakan sanksi administrasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah kesalahan yang dilakukan berulang-ulang dan akan memberikan
dampak secara psikologis untuk melakukan perbuatan yang sama. Secara luas
harapan sanksi administrasi perpajakan ini akan berpengaruh bagi Wajib
Pajak lainnya. Membina dan meningkatkan pengawasan kepatuhan Wajib
Pajak dapat dilakukan pada saat pendaftaran Wajib Pajak sehingga Wajib
Pajak mengertiakan kewajibannya. Agar lebih jelas, Wajjib Pajak dapat
meminta penjelasan ke Seksi terkait tentang hak dan kewajibannya. Seksi
terkait dapat secara langsung memberikan pengawasan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak yang dapat dilakukan secara langsung ketika Wajib Pajak
melakukan pelaporan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).
2. Penambahan Tenaga Pelaksana.
Setiap Seksi yang terkait dengan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)
sangat memerlukan Tenaga Pelaksana. Sehingga toleransi pekerjaan antara
Seksi sedikit dikurangi, dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan
berjalan dengan baik.
3. Pengawasan Pelaksanaan Administarsi Perpajakan
Dalam hal Pengawasan pelaksanaan administrasi perpajakan dapat
Penerbitan STP baik Seksi Pelayanan maupun Seksi yang lainnya. Dapat
dilakukan pemeriksaan langsung terhadap buku produksi sehingga dapat
dilihat berapa STP yang telah diterbitkan dan berapa besar jumlah yang
diperoleh serta masalah apa saja yang menghambat proses penerbitan STP
dan kemungkinan pemecahan masalah oleh semua Seksi yang terkait.
4. Tetap Melaksanakan Penyuluhan Perpajakan dengan melibatkan berbagai
Pihak.
Penyuluhan Perpajakan khususnya PPh, PPN dan PPn-Bm hendaknya
lebih ditingkatkan baik melalui media elektronik maupun bantuan dari
berbagai pihak. Dalam Penyuluhan ini perlu disampaikan hal-hal yang
bersifat baru dalam pelaksanaan peraturan perpajakan, memberikan
bimbingan dan penjelasan kepada Wajib Pajak tentang meteri
Undang-Undang Perpajakan itu sendiri ataupun memberikan perhatian yang bersifat
praktis dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengertian tentang
kewajiban membayar pajak yang harus disetor, batas waktu pembayaran
pajak dan pelaporan pajak yang tidak boleh terlambat.
5. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) semaksimal mungkin terhadapwajib
pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.
6. Mengawasi dan melaksanakan equalisasi omset PPh dan PPN sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
Dari analisi diatas maka masalah penerbitan STP PPh Badan akan berjalan
dengan lancar serta pelunasan STP setelah mengetahui hal-hal mengenai masalah