• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Nyeri Pasca-Hernioplasty Shouldice “Pure Tissue” dengan Lichtenstein “Tension Free”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Nyeri Pasca-Hernioplasty Shouldice “Pure Tissue” dengan Lichtenstein “Tension Free”"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Nyeri Pasca-Hernioplasty Shouldice “Pure Tissue”

dengan Lichtenstein “Tension Free”

Ba c htia r Surya

De p a rte me n Ilmu Be d a h/Sub Ba g ia n Be d a h Dig e stif FK-USU/RSUP H. Ad a m Ma lik

Abstrak: Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah appendektomy. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan rasa nyeri pasca operasi hernioplasty menurut shouldice dengan lichtenstein. Penelitian ini adalah eksperimental dengan membandingkan rasa nyeri pasca operasi hernioplasty menurut shouldice dengan lichtenstein. Masing-masing penderita dinilai intensitas nyeri pada lembar isian yang telah dipersiapkan dengan range intensitas nyeri (0-10). Subyek penelitian berjumlah 60 orang penderita hernia inguinalis yang dipersiapkan secara elektif, 30 orang penderita dilakukan shouldice dan 30 orang lainnya dengan lichtenstein. Analisa data dengan anova untuk membandingkan hari ke hari peringkat nyeri dari tiap kelompok lichtenstein dan shouldice. Sementara perbandingan intensitas nyeri antara lichtenstein dan shouldice dianalisa dengan wilcoxon rank test. Hasil penelitian menunjukkan metode lichtenstein memberikan hasil yang sangat baik dengan rata-rata intensitas nyeri lebih rendah dari hari ke hari pengamatan dibandingkan dengan shouldice kecuali pada hari ke II dan VII.

Kata kunci: nyeri, hernioplasty metode shouldice, hernioplasty metode Lichtenstein

Abstract: Inguinal hernia is the most digestive surgery case after appendectomy.This experimental research is meant to differentiate post operation herioplasty pain according between Shouldice and Lichtenstein. Each patient is given a formulir to fill up the intensity of the pain which ranges from 0 – 10. The number of subject taken for this research is 60 people. 30 inguinal hernia patient was prepared to be done according Shouldice and 30 more according Lichtenstein. Each group, Lichtenstein and Shouldice, was differentiated day by day according Annova data analyze about the degree of the pain. Meanwhile pain intensity between Lichtenstein and Shouldice was analized with Wilcoxon Rank List. The result from this research shows that Lichtenstein method is better where the pain intensity mean decreases day by day compared with Shouldice except for day 2 and day 7.

PENDAHULUAN

Nyeri pasca operasi hernioplasty secara langsung terjadi karena rangsang mekanis akibat tarikan pada jaringan miopektineal untuk menutup defek melalui serabut saraf A α dan serabut saraf C, secara tidak langsung melalui rangsang khemis akibat cedera jaringan melalui serabut C.1

Rasa nyeri yang timbul akibat operasi dinding abdomen biasanya ringan-sedang 10-15 % nyeri lebih berat 30-50 % sedang, lebih dari 50% nyeri ringan yang sering tidak memerlukan analgesia. Biasanya periode nyeri akut rata-rata 1,5 hari (1-3 hari).2

Untuk mengatasi nyeri pasca operasi seringkali harus diberikan obat analgesik, utamanya golongan NSAID, non narkotik analgesik atau narkotika.3 Hernia inguinalis merupakan kasus terbanyak setelah appendektomi. Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat karena besarnya biaya

yang diperlukan dalam penanganannya dan hilangnya tenaga kerja akibat lambatnya pemulihan dan angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2% dan 24,1% di USA.4

Kontribusi terbesar dalam penatalaksanaan hernia inguinal dimulai pada tahun 1887 oleh E. Bassini, dengan melakukan rekonstruksi regio inguinal dan mengembalikan fungsi anatomis dinding bagian belakang kanalis inguinal. Beberapa modifikasi tehnik hernioplasty (Bassini Shouldice dan Mc Vay) diterima sebagai tindakan baku hernioplasty oleh sebagian besar ahli bedah selama lebih dari satu abad. Secara tehnis shouldice lebih kompleks tetapi relatif tidak sulit, struktur anatomi lebih dapat dikenali sehingga kemungkinan “missed hernia” tidak terjadi dan komplikasi yang terjadi lebih sedikit.5

(2)

defek dilakukan dengan jahitan tidak terputus sehingga tidak ada tarikan-tarikan yang lebih kuat pada titik-titik tertentu.6

Kemajuan terpenting dalam penatalaksanaan hernia inguinal setelah Newman memperkenalkan tehnik menutup defek miopektineal “tanpa regangan” dengan memakai bahan sintetis yang selanjutnya dekenal sebagai Lichtenstein “Tension Free”. Metode ini memberikan hasil lebih baik dari sebelumnya dimana pemulihan lebih awal, kebanyakan penderita kembali bekerja dalam 2 minggu, nyeri pasca operasi minimal dan rekurensi 0,1%.7

BAHAN DAN CARA

Penelitian dilakukan secara “eksperimental study” dari Juni 2002 sampai Januari 2003 di Rumah Sakit H Adam Malik dan Rumah Sakit Pirngadi Medan dengan membandingkan rasa

nyeri pasca operasi hernioplasty menurut shouldice dengan lichtenstein.

Sebanyak 60 orang penderita hernia inguinalis yang dipersiapkan secara elektif 30 penderita dilakukan shouldice 30 lainnya dengan lichtenstein. Masing-masing penderita dinilai intensitas nyeri pada lembar isian yang telah disiapkan dengan range intensitas nyeri (0-10). Pengamatan nyeri dinilai pada hari 0, I, II, III, V dan VII pasca operasi dan hari ke XIV ditanyakan apakah penderita sudah dapat melakukan aktifitas harian seperti biasa. Data yang dikumpulkan di analisa dengan anova untuk membandingkan peringkat.

HASIL

Dari 60 penderita hernia inguinal lateral telah dilakukan tindakan hernioplasty menurut shouldice pada 30 penderita. Dan 30 penderita lainnya dengan lichtenstein dan didapat data sebagai berikut:

Jenis hernia inguinal

a. Lateral 28 27

Lamanya operasi (menit)

Unilateral 62,6 (45 - 90) 69,1 (60 - 90)

(3)

Ta b e l 3.

Waktu yang diperlukan untuk operasi lichtenstein 62,6 ± 10,5 dan pada shouldice 69 ± 12,0 kebanyakan diantaranya 51 - 60 menit. Sedangkan pada bilateral diperlukan 120 menit.

Ta b e l 4.

Dengan analisa anova didapat f ratio: a. Hari 0 – VII f ratio = 120,755 p < 0,001 b. Hari 0 - II f ratio = 84,978 p < 0,001 c. Hari III – VII f ratio = 170,568 p < 0,001

Dari data (Tabel 4) terlihat peningkatan intensitas nyeri yang dirasakan penderita pada hari 0 - II dengan sangat bermakna (p<0,001) dari hari ke hari. Sebaliknya pada hari ke III, V, hari terakhir pengamatan terjadi penurunan intensitas nyeri yang dirasakan penderita dengan sangat bermakna (p<0,001) dari hari ke hari.

Dengan analisa anova didapat f ratio:

a. Hari 0 – VII f ratio = 144,785 p < 0,001 b. Hari 0 - II f ratio = 25,635 p < 0,001 c. Hari III – VII f ratio = 184,440 p < 0,001

Dari data (Tabel 5) terlihat peningkatan intensitas nyeri yang dirasakan penderita pada hari 0 - II dengan sangat bermakna (p<0,001) dari hari ke hari. Sebaliknya pada hari ke III, V, hari terakhir pengamatan terjadi penurunan intensitas nyeri yang dirasakan penderita dengan sangat bermakna (p<0,001) dari hari ke hari.

(4)

ringan secara sangat bermakna (p<0,001) dibandingkan terhadap shouldice. Perbedaan ini terus dijumpai sampai pada hari VII pengamatan, namun pada hari II dan VII

meskipun intensitas nyeri pada penderita yang mendapat perlakuan lichtenstein tetap lebih rendah, tetapi secara statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna p>0,05 (Tabel 6).

Ta b e l 5.

Pe ring ka t ra ta - ra ta inte nsita s nye ri p a d a sho uld ic e

Pe nd e rita Ha ri

0 I II III V VII

1 4 4 5 3 2 1

2 3 4 5 3 2 1

3 3 3 5 3 1 1

4 3 4 4 3 2 1

5 3 3 4 2 1 1

6 3 4 4 2 2 1

7 2 2 3 2 1 0

8 3 3 4 2 2 2

9 3 4 4 1 1 1

10 2 3 4 1 1 0

11 3 3 4 2 2 1

12 3 3 4 2 1 1

13 3 3 4 2 1 1

14 3 4 3 2 1 1

15 3 3 5 3 2 1

16 2 3 3 2 2 1

17 2 3 4 2 1 0

18 2 3 3 1 1 0

19 3 3 3 2 1 0

20 3 3 4 2 1 0

21 3 3 5 2 1 1

22 3 4 3 2 1 0

23 3 4 4 2 1 0

24 3 4 4 2 1 0

25 3 4 5 2 1 1

26 3 4 4 2 1 1

27 4 4 5 3 2 1

28 4 4 5 2 1 1

29 3 4 4 2 2 2

30 4 3 5 2 2 1

89 103 123 63 41 23

X 2,97 3,43 4,1 2,1 1,37 0,8

SD 0,56 0,57 0,71 0,55 0,49 0,56

Ta b e l 6.

G a m b a r d ia g ra m ra ta - ra ta inte nsita s nye ri d e ng a n sho uld ic e p a d a lic hte nste in

5

4

3

2

1

0

0 I II III V VII

P<0,001 p<0,001 p<0,1627 p=0,0102 0=0,0176 p=0.075

2,97

3,43

4,1

2,1

1,37

(5)

Ta b e l 7.

Pe ring ka t ra ta - ra ta inte nsita s nye ri p a d a lic hte nste in d e ng a n sp ina l a na ste si

Pe nd e rita Ha ri

0 I II III V VII

1 2 3 1 0

2 2 4 1 1

3 2 4 1 0

4 2 3 0 0

5 2 3 0 0

6 2 3 0 0

7 2 4 1 0

8 2 3 1 0

9 3 4 2 1

10 3 4 1 0

11 2 4 1 0

12 2 3 1 1

2 26 42 1 10 3

x 1,7 2,17 3,5 1,5 0,83 0,25

SD 0,4 0,39 0,52 0,6 0,55 0,45

Ta b e l 8.

Pe ring ka t ra ta - ra ta inte nsita s nye ri p a d a lic hte nste in d e ng a n g e ne ra l a na ste si

Pe nd e rita Ha ri

0 I II III V VII

1 3 4 4 2 2 1

2 3 3 4 2 1 0

3 2 3 4 2 1 1

4 3 4 5 1 1 0

5 2 3 4 1 1 1

6 3 3 4 2 1 0

7 2 3 4 2 1 0

8 2 3 5 1 1 0

9 2 3 5 1 1 1

10 2 3 4 1 1 0

11 2 3 5 2 1 1

12 2 3 4 2 1 1

13 2 3 4 2 1 1

14 2 3 4 3 2 1

15 2 3 4 3 3 3

16 2 3 4 2 1 1

17 2 4 4 2 1 1

18 2 3 4 2 1 1

40 57 76 33 22 14

x 2,22 3,22 4,22 1,83 1,22 0,78

SD 0,43 0,34 0,43 0,62 0,55 0,72

Ta b e l 9.

G a m b a r d ia g ra m p o ho n pe ring ka t ra ta - ra ta inte nsita s nye ri p a da lic hte nste in d e ng a n g e ne ra l d a n sp ina l a na ste si

5

4

3

2

1

0

0 I II III V VII

p=0.0036 p<0,001 p<0,1627 p=0,01512 0=0,0185 p=0.0172

2. 22

1.75

2.17 3.22

3.5 4.22

1.58 1.83

0.83 1.22

(6)

Dengan analisa anova didapat f ratio: a. Hari 0 – VII f ratio = 55,920 p < 0,001 b. Hari 0 - II f ratio = 47,843 p < 0,001 c. Hari III – VII f ratio = 74,838 p < 0,001

Dari data (Tabel 7) terlihat peningkatan intensitas nyeri yang dirasakan penderita pada hari 0 - II dengan sangat bermakna (p <0,001) dari hari ke hari. Sebaliknya pada hari ke III, V, hari terakhir pengamatan terjadi penurunan intensitas nyeri yang dirasakan penderita dengan sangat bermakna (p <0,001) dari hari ke hari.

Dengan analisa anova didapat f ratio: a. Hari 0 – VII f ratio = 100,568 p < 0,001 b. Hari 0 - II f ratio = 98,357 p < 0,001 c. Hari III – VII f ratio = 120,929 p < 0,001

Dari data (Tabel 8) terlihat peningkatan intensitas nyeri yang dirasakan penderita pada hari 0 - II dengan sangat bermakna (p <0,001) dari hari ke hari. Sebaliknya pada hari ke III, V, hari terakhir pengamatan terjadi penurunan intensitas nyeri yang dirasakan penderita dengan sangat bermakna (p <0,001) dari hari ke hari.

Pada hari 0 intensitas nyeri yang dirasakan penderita hernioplasty lichtenstein dengan mendapat spinal atau general anastesi tidak sama. Penderita yang mendapat spinal anastesi merasakan intensitas nyeri yang lebih ringan dibanding dengan general secara bermakna (p <0,005). Perbedaan intensitas nyeri masih dijumpai sampai hari terakhir pengamatan. Meskipun intensitas nyeri tetap lebih rendah pada hari ke III, namun secara statistik tidak dijumpai erbedaan yang bermakna (p <0,05) (Tabel 9).

Pada hari XIV ditanyakan kepada semua penderita baik kelompok lichtenstein maupun shouldice apakah penderita sudah merasa pulih dan dapat melakukan aktavitas sehari-hari. Seluruh responden n = 60 ternyata sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

DISKUSI

Menurut jenis kelamin insiden hernia iguinal pada pria 25 x lebih banyak dijumpai dari pada wanita.6 Pada penelitian ini rata-rata usia penderita pada kelompok lichtenstein adalah 53,8 ± 12,9 tahun dan pada kelompok shouldice 44,9 ± 15,4 tahun.

Dari tabel 3 dipaparkan rata-rata waktu yang diperlukan untuk tindakan hernioplasty menurut lichtenstein 62,6 ± 10,5 menit, shuoldice 69,1 ± 12,0 menit sedangkan bilateral diperlukan waktu 120 menit.

Bendavid menyatakan tehnik shouldice tetap dilakukan oleh residen untuk pengenalan struktur anatomi. Bagi staf senior yang terlatih dapat mengerjakan dengan waktu yang relatif singkat 26,8 menit (12 – 49) untuk lichtenstein 27,5 menit (9 – 51) untuk shouldice.9

Peringkat rata-rata intensitas nyeri antara lictenstein dan shouldice selama pengamatan tampak perbedaan yang sangat bermakna p <0,05 kecuali pada hari ke II dan VII meskipun nilai rata-rata masih lebih rendah secara statistik tidak bermakna p>0,05 (Tabel 6).

Schrenk10 mendapatkan perbedaan intensitas nyeri hanya pada hari pertama selanjutnya pada hari ke 2, 3, 4, 5 dan 30 tidak dijumpai perbedaan yang bermakna. Prior9 membandingkan peringkat rata-rata nyeri dengan sistem skoring dimana didapatkan rata-rata skor 41,7 (6-97) pada lichtenstein dan 56,9 (4-99) dengan shouldice, perbedaan ini secara statistik bermakna.

Thapar11 membandingkan peringkat intensitas nyeri pada lichtenstein dan shouldice dalam 24 jam pertama, masing-masing pada jam ke 6, 12, 24 setelah operasi. Semua penderita yang dilakukan dengan metode shouldice memiliki skor yang lebih tinggi pada tiap pengamatan p<0,2. Namun peneliti ini tidak menilai intensitas nyeri setelah 24 jam dan hari berikutnya. Pada penelitian kami, intensitas nyeri terus meningkat sampai hari ke II saat penderita melakukan mobilisasi (berjalan) baik pada kelompok lichtenstein maupun kelompok shouldice (tabel 4,5).

Penderita yang mendapat anastesi spinal intensitas nyeri yang dirasakan lebih rendah dari hari ke hari selama pengamatan bila dibandingkan terhadap penderita yang mendapat general anastesi dengan sangat bermakna p<0,0005 kecuali pada hari III meskipun intensitas nyeri tetap lebih ringan secara statistik tidak bermakna (tabel 9).

Tverskoy12 mendapat nilai skor intensitas nyeri pasca hernioplasty dengan general anastesi 72 ± 5, spinal anastesi 40 ± 6, dan spinal anastesi + lokal anastesi didaerah luka 16 ± 3. pada 24 jam pertama ternyata infiltrasi anastesi menginhibisi proses transduksi, proses pembentukan molekul nociceptive lokal di daerah luka, dengan demikian impuls nyeri yang dilepaskan lebih minimal.13

(7)

dipulangkan intensitas nyeri tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Kemungkinan hal ini terjadi akibat adanya perasaan cemas ketika penderita hendak dipulangkan.

Pada penelitian ini semua penderita dari kedua kelompok pada hari ke-14 sudah kembali ke aktivitas sehari-hari. Moir14 menyatakan lebih dari 50% telah bekerja dalam 14 hari (2-30 hari). Sedangkan Grant15 melaporkan suatu kolaborasi penelitian dari 10 sentra, 7 seri penelitian melaporkan penderita yang mendapat perlakuan lichtenstein dapat kembali ke aktivitas harian yang lebih dini dibandingkan dengan shouldice tetapi secara statistik hasil ini tidak bermakna.

Tindakan bedah yang legal artis, insisi mengikuti garis kulit, memotong fasia secara transversal, menggunakan elektrokauter, juga menggungakan prinsip pre-emptive analgesia. Ternyata keluhan nyeri yang timbul pasca operasi menjadi sangat minimal.16

KESIMPULAN

1. Telah dilakukan tindakan hernioplasty menurut metode lichtenstein terhadap 30 penderita dengan umur 53,8 ± 12,9 tahun dengan lama operasi 62,6 ± 10,5 menit dan 30 penderita lainnya dengan metode shouldice dengan umur 44,9 ± 16,4 tahun dan lama operasi 69,1 ± 12,0 menit.

2. Metode lichtenstein memberikan hasil yang sangat baik dengan peringkat rata-rata intensitas nyeri yang lebih rendah dari hari ke hari pengamatan dibandingkan dengan shouldice kecuali pada hari ke II dan VII.

3. Pada metode lichtenstein yang

menggunakan spinal anastesi didapatkan peringkat rata-rata intensitas nyeri yang lebih baik dibandingkan dengan general anastesi. Dari hari ke hari pengamatan secara bermakna kecuali pada hari ke III. 4. Semua penderita baik metode shouldice

maupun lichtenstein telah dapat melakukan aktivitas sehari-hari pada hati ke XIV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong W.F. Review of Medicine Physiology. 17th ed. San Francisco: Appleton and Lange Inc, 1995: 130 – 40.

2. Bonica J. Post Operative Pain in The Management of Pain 2nd ed, vol I, London Lea and Febiger 1990 : 461 – 78.

3. Anan F. The Phenomenon of Pain Management. Ethicon 2000; 38(1):14 – 8.

4. Aguifili A, et all. The Advantages of Tension Free Inguinal Hernia Repair in Our

Experience:

5. Amid PK, Shulman AG, Lichtenstein IL. Lokal Anasthesia or Inguinal Hernia Repair Step by Step Procedure. Ann Surg 1994; 220{6}: 735 – 7.

6. Abrahamson J. Hernias in Maingot’s Abdominal Operation 10th ed. Vol 1 Connecticut, Prentice Hall Int; 1997: 479 – 580.

7. Amid PK, Shulman AG, Lichtenstein IL. Open “Tension Free” Repair of Inguinal Hernia the Lichtenstein Technique. Eur J Surg 1997; 162{6}: 447 – 53.

8. Bendavid R. Hernia Repairs: Open Techniques Inguinal Hernia Management in the New Millenium, 28th annual spring meeting, Washington, Am Coll Surg. 2001.

9. Prior MJ, William EV, Shukla HS, Philips S, Vig S, Lewis M. Prospective Randomized Controlled Trial Comparing Lichtenstein with Modified Bassini Repair of Inguinal Hernia. J . R. Coll Surg Edinb 1998; (43): 82 – 86.

10. Schrenk P. Woisetschleger R, Rieger R, Wayand W. Post Operative Randomized Trial Comparing Post Operative Pain and Return Physical Activity after Trans Abdominal Preperitineal Total Peritoneal or Shouldice Technique. Foringunal Hernia. Pos. J Surg 1996; 83 (11): 1563 – 6.

11. Thopar V, Rao P, Deshpande A, Songhaui B, Supe AM. Shouldice’s Herniorrhopy versus Moloney’s Hernioorhopy in Young Patients (A Prospective Randomized Study). J Potgrad 2000; 46(1): 9 – 12.

12. Tverskoy M, Cozalov C, Ayache M, Bradley Jr, Kissin I. Post Operative Pain After Inguinal Herniorrhapy with Different Type of Anasthesia: Anesth Analg 1990: 70(1); 29 – 35.

(8)

With Repairs Do Not Put Tissues Under Tension. Editorial BMJ 2000; 321: 1033 – 34.

14. Moir H, Kyle: A Prospective Audit of Lichtenstein Tension Free Hernioplasty in Taranaki, New Zealand. Aust N 2 J. 1998; 68(11) 801 – 3.

15. Grant A. Mesh Compared with Non Mesh Methods of Open Groin Hernia Repair Systemic Review of Randomized Controlled Trials. Br J Surg 2000 ; 87(7): 854 – 9 (Medline).

Referensi

Dokumen terkait

ELSA-8 is the first eco-green Accommodation Work Barge (AWB) in Indonesia, owned by ELNUSA and will work for Total E &amp; P Indonesie (TEPI) in the Mahakam Delta, East

Website ini memuat profil 48 Futsal Club, tampilan beberapa foto, polling, buku tamu dan nomor-nomor yang disediakan club yang bisa sangat membantu dalam penyampaian Informasi.

Dalam perancangan program ini, penulis juga menggunakan fasilitas macromedia Dreamweaver sebagai suatu media penulisan program dan juga sebagai salah satu program aplikasi.

Tempat terbatas, dan pendaftaran akan ditutup hanya untuk 10 logo perusahaan saja sesuai dengan tujuan GEO-Talk untuk sharing dan diskusi serta berkelanjutannya

(5) Pemilihan ketua Senat sebagaimana dimaksud pada ayat. (2) dilakukan melalui musyawarah

Acara yang digagas untuk dilakukan rutin dan dalam suasana yang lebih santai ini diharapkan dapat bermanfaat pada peningkatan kualitas dan kesadaran akan perlunya

Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) sebagai suatu organisasi melihat kebutuhan akan bidang geoteknik yang sangat pesat sehingga diperlukan adanya suatu

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Rektor.. setelah mendapat