HUBUNGAN ANTARA KADAR CA-125 PREOPERATIF
DENGAN STADIUM ENDOMETRIOSIS
TESIS
OLEH
RIZKA HERIANSYAH
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK - RSUD. Dr. PIRNGADI
MEDAN
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5
Pembimbing :
Prof. Dr. Budi R Hadibroto, Sp.OG(K)
Dr.
Henry
Salim
Siregar,
Sp.OG(K)
Penyanggah :
Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG
Dr.
Binarwan
Halim,
Sp.OG(K)
Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG(K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam
Kupersembahkan Kepada yang Terkasih dan Tersayang:
Ayahanda Dr. H. Heldy BZ, MPH
dan
Ibunda Hj. Mariati Heldy, S.E.
serta
i
KATA PENGANTAR
ﻢﻴﺣﺮﻟا
ﻦﻤﺣﺮﻟا
ﷲا
ﻢﺴﺑ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi.
Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan
masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan
sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan khususnya
tentang :
“HUBUNGAN KADAR CA 125 PREOPERATIF DENGAN STADIUM ENDOMETRIOSIS”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG(K) Ketua Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK USU Medan; Dr. Fidel Ganis Siregar, Sp.OG Sekretaris
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan; Dr. Henry Salim Siregar,
Sp.OG(K) Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK
USU Medan; Dr. M. Riza Tala, Sp.OG(K) Sekretaris Program Studi Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan; Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah,
Sp.OG(K); Prof. Dr. Djaffar Siddik, Sp.OG(K); Prof. DR. Dr. H.M. Thamrin
Tanjung, Sp.OG(K); Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, Sp.OG(K); Prof. Dr. R.
Haryono Roeshadi, Sp.OG(K); Prof. Dr. T. M. Hanafiah, Sp.OG(K);
ii
Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, Sp.OG(K); yang telah bersama-sama berkenan
menerima saya mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK USU Medan.
3. Prof. Dr. Budi R Hadibroto, Sp.OG(K) dan Dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG(K)
yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya dalam
melakukan penelitian ini; memeriksa dan melengkapi penulisan hingga selesai.
Kepada Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG; Dr. Binarwan Halim, Sp.OG(K)
dan Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG(K) selaku penyanggah dan narasumber
yang penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk
membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.
4. Dr. M. Rusda Harahap, Sp.OG(K) sebagai bapak angkat saya selama
menjalani masa pendidikan yang telah banyak mengayomi, membimbing, dan
memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.
5. Dr. Sarma N Lumbanraja, Sp.OG(K) selaku pembimbing Mini Refarat Feto
Maternal saya yang berjudul “Manajemen Trauma Pada Kehamilan”; Dr. M. Rusda Harahap, Sp.OG(K) selaku pembimbing Mini Refarat Fertilitas
Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul “Penggunaan Clomiphene
Citrate pada Infertilitas Pria” dan kepada Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG(K)
selaku pembimbing Mini Refarat Onkologi saya yang berjudul “Premedikasi Kemoterapi”
6. Prof. DR. Ida Yustina, M.Si dan Annisa Fitri Rangkuti, M.Psi yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam menyelesaikan
analisa data dan uji statistik pada tesis ini.
7. Khususnya kepada Dr. Binarwan Halim, Sp.OG(K) yang telah memberikan ide
penelitian ini dan Dr. Ichwanul Adenin, Sp.OG(K), selaku Kepala Divisi Fertilitas
Endokrinologi dan Reproduksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU,
atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian ini.
8. Seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUP H.
ADAM MALIK MEDAN; RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN; Rumkit KESDAM TK II
MEDAN; RS PTPN II Tembakau Deli MEDAN; RSU HAJI MINA MEDAN; RSU
SUNDARI MEDAN yang secara langsung telah banyak membimbing dan
iii
9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan
sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.
10. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan Dr. Rushakim Lubis, Sp.OG; Sekretaris
SMF Dr. Syamsul Arifin Nasution, Sp.OG(K); Koordinator Pendidikan PPDS Dr.
Sanusi Piliang, Sp.OG; Koordinator Penelitian Dr. Fadjrir, Sp.OG; Koordinator
Pelayanan Dr. Jenius L.Tobing, Sp.OG beserta seluruh staf yang telah
memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti
pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK USU Medan.
11. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan; Dr. Sofian Abdul Ilah, Sp.OG dan
Dr. Nazaruddin Jaffar, Sp.OG(K) beserta staf yang telah memberikan
kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas menjalani pendidikan di
rumah sakit tersebut.
12. Ka. Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri
dan Ginekologi Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan Mayor (CKM)
Dr. Gunawan Rusuldi, Sp.OG beserta staf yang telah memberikan kesempatan
dan bimbingan selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.
13. Direktur RSU Haji Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji
Medan Dr. H. Muslich Perangin-angin, Sp.OG beserta staf yang telah
memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di rumah sakit
tersebut.
14. Direktur RSU Sundari Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU
Sundari Medan Dr. H. M. Haidir, MHA, Sp.OG dan Ibu Sundari, Am.Keb beserta
staf yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas
di rumah sakit tersebut.
15. Direktur RSU Permata Bunda Medan berserta staf atas bantuan dan izin yang
diberikan.
16. Direktur RSIA Stella Maris Medan berserta staf atas bantuan dan izin yang
diberikan dan seluruh perawat kamar bedah di RSIA Stella Maris Medan.
17. Halim Fertility Center Medan berserta seluruh staf.
18. Kepada Drg. Bidasari, Dr. H. Syafii Siregar, Sp.OG dan seluruh staf di bagian
iv
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalani pendidikan;
memberikan bimbingan dan segala bantuan moril kepada saya selama saya
bertugas di rumah sakit tersebut.
19. Kepala Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta staf atas
kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.
20. Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan beserta staf atas
kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.
21. Kepada Dr. Erdjan Albar, Sp.OG (Alm) dan Tante De, terima kasih atas nasihat,
bimbingan dan kepercayaannya kepada saya.
22. Kepada DR. Ir. A. Faiz Albar, M.Sc (Alm) dan Tante Winda, terima kasih atas
bantuannya selama ini.
23. Kepada Dr. John S. Khoman, Sp.OG(K), atas bimbingan dan nasihat yang
diberikan selama saya menjalani pendidikan.
24. Kepada senior-senior saya selama saya menjalani pendidikan: Mayor (CKM)
Dr. M. Birza Rizaldy, Sp.OG; Dr. Angel Jelita, Sp.OG; Dr. Johny Marpaung,
Sp.OG; Dr. Melvin N. G. Barus, Sp.OG; Dr. Roy Yustin Simanjuntak, Sp.OG;
Dr. M. Oky P, Sp.OG; Dr. Dudy Aldiansyah, Sp.OG; Dr. Hayu Lestari Haryono,
Sp.OG; Dr. Abdul Hadi, Sp.OG; Dr. Juni Hardi Tarigan, Sp.OG; Dr. Muara P.
Lubis, Sp.OG; Dr. Sim Romi, Sp.OG; Dr. Dwi Faradina, Sp.OG; Dr. Alim Sahid,
Sp.OG; Dr. David Luther Lubis, SKM, Sp.OG; Dr. Gorga IVW Udjung, Sp.OG;
Dr. Siti Syahrini S, Sp.OG; Dr. M. Ikhwan; Sp.OG; Dr. Edward M, Sp.OG; Dr.
Zillyaddein Rangkuti, Sp.OG; Dr. Riza Hendrawan Nasution; Dr. Ari
Abdurrahman Lubis, Sp.OG; Dr. Lili Kuswani, Sp.OG; Dr. T. Jeffrey Abdillah,
Sp.OG; Dr. M. Rizki Yaznil, Sp.OG; Dr. M. Jusuf Rachmatsyah, Sp.OG; Dr.
Made Surya Kumara, Sp.OG; Dr. Sri Jauharah Laily, SpOG; Dr. Boy Rivai
Pandapotan Siregar; Dr. Yuri Andriansyah; dan senior yang namanya tidak
saya sebutkan di atas terima kasih atas bimbingan, arahan, dan kebersamaan
kita selama menjalani pendidikan.
25. Teman-teman seangkatan saya : Dr. Alfian Zunaidi Siregar, Sp.OG; Dr. Aidil
Akbar, Sp.OG; Dr. Andri Putranda Aswar, Sp.OG; Dr. Errol Hamzah, Sp.OG;
Dr. Firman Alamsyah, Sp.OG; Dr. Hatsari Marintan Porman Surtana Siahaan;
Dr. Reynanta, terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasama kita selama
v
26. Kepada teman sejawat residen obgyn, terima kasih atas kerja sama dan
kekompakan kita selama pendidikan. Kepada Dr. Hedy Tan; Dr. Elvira Sungkar,
M.Ked(OG); Dr. Riske Eka Putri; Dr. T. Johan Avicenna; Dr. Heika N Silitonga;
Dr. Ulfah W Kusuma, M.Ked(OG); Dr. Meity E Premos, M.Ked(OG); Dr.
Irwansyah Putra, M.Ked(OG); Dr. Ali Akbar Hasibuan; Dr. Ismail Usman; Dr.
Aries Misrawani; Dr. Yudha Sudewo; Dr. Ferdiansyah Putra; Dr. Liza Marosa;
Dr. Hendry Adi S; Dr. Fatin Atifa; Dr. Sri Damayana; Dr. M. Arief Siregar; Dr. M.
Rizky P; Dr. Hiro Danial Hidayat Nasution; Dr. Pantas S; Dr. Julita A Lubis; Dr.
Hotbin Purba; Dr. Abdur Rahim Lubis; Dr. Ray C Barus; Dr. Ivo F C; Dr.Ika S;
Dr. Chandran F S; Dr. Dona Winiarty; Dr. Juhriyani Malahayati Lubis; Dr. Johan
Ricardo; Dr. Arvitamuriany T Lubis; Dr. Yasmin Hasby; Dr. Renny Junita Sari;
Dr. Eva Maya Puspita; Dr. Tri Sugeng H; Dr. Andrian O Sinuhaji; Dr. Daniel
Simbolon; Dr. Lydia Irtifany Lubis; Dr. Mario MT Hutagalung; Dr. Irliyan Saputra;
Dr. Yusrizal; Dr. Ratih Puty, dan seluruh rekan sejawat yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, terima kasih saya ucapkan atas bantuan dan kerjasama
kita selama menjalani pendidikan ini.
27. Kepada Ibu Hj. Asnawati Hasibuan (almh); Ibu Hj. Sosmalawaty; Ibu Zubaedah;
Ibu Sudarmawan; Rahmi, Amd; Winta Widyasari, Amd; Kak Asih dan seluruh
pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam
Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan, terima kasih atas bantuan dan
dukungannya.
28. Teman sejawat asisten ahli dari departemen lainnya, dokter muda, bidan,
paramedis, karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu
dan bekerjasama dengan saya dalam menjalani Program Pendidikan Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan; RSUD Dr. Pirngadi Medan; RS PTPN II
Tembakau Deli Medan; Rumkit TK. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan; RSU
Haji Medan dan RSU Sundari Medan.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan
kepada kedua orang tua saya yang tercinta dan tersayang; Ayahanda
Dr. H. Heldy BZ, MPH dan Ibunda Hj. Mariati Heldy, SE, tiada kata terindah yang dapat saya ucapkan melainkan rasa syukur dan terima kasih saya kepada
vi
orang tua terhebat yang pernah saya temui, yang telah membesarkan,
membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang
dari masa kanak-kanak hingga saat ini, memberikan keteladanan yang baik
kepada saya dalam menjalani hidup, serta memberikan motivasi dan bantuan
kepada saya dalam menjalani pendidikan ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tak terhingga juga saya haturkan
kepada kedua mertua saya yang tercinta dan tersayang; Tulang
Drs. H. Amiruddin Rangkuti dan NantulangHj. Rosliana Harahap, yang telah banyak membantu, mendo’akan dan memberikan dorongan dan perhatian
penuh kesabaran dan kasih sayang kepada saya selama menjalani pendidikan
ini.
Kepada istriku yang kucintai dan kukasihi, Annisa Fitri Rangkuti, M.Psi, tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain terima kasih atas kesabaran,
dorongan, semangat, pengorbanan dan do’a yang telah diberikan kepada saya
sehingga saya menyelesaikan pendidikan.
Kepada adik-adikku tersayang; Dr. Indra Feriadi; Farida Puspita Sari, S.Sos; Drg. Taufik Adrian; Dina Ryanti dan Dita Amanda Putri, saya mengucapkan terima kasih atas kasih sayang yang kita bagi bersama, doa dan motivasi yang
kalian berikan selama saya menjalani pendidikan ini.
Kepada seluruh keluarga besar saya, handai tolan yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita sekalian.
Wassalam.
Medan, Oktober 2011
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……… i
DAFTAR ISI……….………... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR…..……….…... x
DAFTAR SINGKATAN... xi
ABSTRAK... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG ... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH... 3
1.3. HIPOTESIS... 3
1.4. TUJUAN PENELITIAN... 4
1.5. MANFAAT PENELITIAN... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ENDOMETRIOSIS... 5
2.1.1. DEFINISI... 5
2.1.2. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI... 5
2.1.3. ETIOPATOGENESIS... 5
2.1.4. DIAGNOSIS... 10
2.1.4.1. DIAGNOSIS KLINIS... 10
2.1.4.2. DIAGNOSIS PENCITRAAN... 12
2.1.4.3. DIAGNOSIS LAPAROSKOPI... 13
viii
2.1.5. STADIUM ENDOMETRIOSIS... 16
2.2. CA-125... 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. RANCANGAN PENELITIAN... 22
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN... 22
3.3. POPULASI PENELITIAN... 22
3.4. SAMPEL... 22
3.5. KRITERIA PENERIMAAN... 23
3.6. KRITERIA PENOLAKAN... 23
3.7. BAHAN DAN CARA KERJA PENELITIAN... 24
3.8. VARIABEL PENELITIAN... 26
3.9. KERANGKA KONSEP... 26
3.10. BATASAN OPERASIONAL... 27
3.11. ANALISA STATISTIK... 28
3.12. ETIKA PENELITIAN... 29
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 30
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN... 38
5.2. SARAN... 39
DAFTAR PUSTAKA... 40
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala... 12
Tabel 2. Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopi dan makna klinisnya... 14
Tabel 3. Tingkat kepercayaan CA-125 untuk diagnosis endometriosis (nilai titik-potong 35 mU/mL)... 19
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian... 30
Tabel 4.2. Deskripsi Kadar CA-125 Pre-operatif pada Tiap Stadium Endometriosis... 32
Tabel 4.3. Hubungan Kadar CA-125 Pre-operatif dengan Stadium Endometriosis... 34
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Patofisiologi Nyeri dan Infertilitas berhubungan dengan endometriosis... 6
xi
DAFTAR SINGKATAN
ASRM : American Society of Reproductive Medicine
LUF : Luteinized unruptured follicle
CAMs : Cell Adhesion Molecules
cAMP : Cyclic Adenosin Mono Phosphate
NK : Natural Killer
PGF2alpha : Prostaglandin F 2 Alpha
PGE : Prostaglandin E
USG-TA : Ultra Sono Graphy Trans Abdomnial
USG-TV : Ultra Sono Graphy Transvaginal
TR : Trans Rectal
CT Scan : Computerized Tomography Scan
USG : Ultra Sono Graphy
TB multiviseral : Tuberkulosis Multiviseral
ROC : Receiver Operating Characteristic
xii
ABSTRAK
HUBUNGAN KADAR CA 125 PRE OPERATIF DENGAN STADIUM ENDOMETRIOSIS
Rizka Heriansyah, Budi R Hadibroto, Henry Salim Siregar
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tujuan : Untuk mengetahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium endometriosis, hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis dan
hubungan keluhan-keluhan endometriosis dalam hal ini dismenore, dispareni, nyeri pelvik
kronis dan infertilitas dengan stadium endometriosis
Metode : Penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional terhadap 32 wanita dengan dugaan endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi yang
akan menjalani operasi baik laparoskopi ataupun laparotomi di RSU Haji Adam Malik Medan,
RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU Permata Bunda Medan dan RSIA Stella Maris Medan,
dilakukan pemeriksaan CA 125 preoperatif kemudian dinilai stadium endometriosis
berdasarkan American Society of reproductive Medicine setelah dilakukan operasi. Data
yang diperoleh diolah dengan menggunakan program computer SPSS ver.19.0. dengan
menggunakan uji statistik non parametrik Chi-Square Test. Bila memenuhi syarat, maka
dilakukan uji alternative dengan Fisher Exact Test.
Hasil : Kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium adalah Stadium I (22.76 ± 7.6 U/mL), stadium II (20.96 ± 11.9 U/mL), stadium III ( 66.08 ± 41.68 U/mL) dan Stadium IV
(158,9 ± 138,5 U/mL). Dimana didapati hubungan antara kadar CA 125 preoperatif dengan
stadium endometriosis (p = 0,015). Dan bila stadium endometriosis dibagi dalam 2
kelompok, yaitu kelompok stadium I & II (minimal-ringan) dan kelompok stadium III & IV
(sedang-berat), maka didapati juga hubungan antara CA 125 preoperatif dengan kelompok
stadium minimal-ringan dan kelompok sedang-berat (p=0,024). Tidak dijumpai hubungan
antara keluhan dismenore, dispreni dan nyeri pelvik kronis dengan stadium endometriosis
(p=0,602 ; p=0,438 dan p=0,452). Didapati hubungan antara keluhan infertilitas dengan
stadium endometriosis (p=0,002) namun hal ini masih bias karena tidak diobservasi lebih
xiii
Kesimpulan : Kadar CA 125 preoperatif memiliki hubungan dengan stadium endometriosis, sehingga dapat digunakan sebagai prediksi stadium endometriosis sebelum dilakukan
operasi dan persiapan operasi dapat dilakukan lebih maksimal seperti preparasi usus dan
pemberian hormonal.
xiv
ABSTRACT
THE RELATION BETWEEN CA-125 LEVEL PRE OPERATIVE WITH ENDOMETRIOSIS STAGING
Rizka Heriansyah, Budi R Hadibroto, Henry Salim Siregar
Departement of Obstetry and Gynecologist
School of Medicine Universitas Sumatera Utara
Objective : Our purpose was to find out the mean CA 125 level preoperative in each endometriosis staging, the relation between Ca-125 level pre operative with endometriosis staging and the relation
between complaints of endometriosis, like dysmenorrhea, dyspareunia, chronic pelvic pain and
infertility with endometriosis staging.
Method : An analytic correlation with cross sectional approach was done to the 32 women with suspected endometriosis who meet inclusion and exclusion criteria that will undergo either
laparoscopic surgery or laparotomy in RSU Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU
Permata Bunda Medan and RSIA Stella Maris Medan, the Ca-125 level pre-operative was examined
then the endometriosis staging was assessed according to the American Society of Reproductive
Medicine after surgery. The data obtained were processed using SPSS computer program ver.19.0.
using non-parametric statistical test Chi-Square Test. If eligible, then the alternative test conducted by
Fisher Exact Test.
Result : The Average levels of preoperative CA 125 at each stage was Stage I (22.76 ± 7.6 U / mL), stage II (20.96 ± 9.11 U / mL), stage III (66.08 ± 41.68 U / mL) and Stage IV (158.9 ± 138.5 U / mL).
There was relationship found between preoperative CA 125 levels with endometriosis stage (p =
0.015). And if the stage of endometriosis were divided into 2 groups, ie groups of stage I & II
(minimal-mild) and group stage III & IV (moderate-severe), we also found a relationship between CA 125
preoperative staging with minimal-mild group and the group of moderate-weight (p = 0.024). We found
no relationship between complaints dysmenorrhea, chronic pelvic pain dyspareunia with
endometriosis staging (p = 0.602, p = 0.438 and p = 0.452). We found the relationship between
complaints of infertility with endometriosis stage (p = 0.002) but this is still biased because no further
observed whether pure endometriosis as a cause of infertility in the sample.
Conclusion : TheCA 125 levels Preoperative have a relationship with the stage of endometriosis, so it can be used as a prediction stage of endometriosis before surgery and preparation operations can
be performed more leverage as bowel preparation and administration of hormonal.
xv
THESIS SUMMARY
THE RELATION BETWEEN CA-125 LEVEL PRE OPERATIVE WITH ENDOMETRIOSIS STAGING INTRODUCTION
Endometriosis is a benign gynecologic disease nowadays that most of the experts concentrate in. In
developed countries and developing countries, there had been much research done on endometriosis,
but until now the cause and pathogenesis have not been well known with certainty.1,2
Endometriosis can affect almost any organ of the human body3, but in gynecology it is a pelvic or
genital endometriosis. Endometriosis can lead to complaints of dysmenorrhea, dyspareunia, chronic
pelvic pain and infertility. 1,3-8
Clinically, the disease can progress once a woman reaches menars and continues into adolescence.
Its development of reproductive age is Increasingly clear and can still be found in the age of post
menopause.3 The disease is associated with autoimmune problems, 5 then the disease is actually
persist throughout life.
Endometriosis can be found in a planned or unexpected condition. In a planned condition, the disease
is found because it is deliberately sought by diagnostic laparoscopy in women with no complaints or
clinical signs of endometriosis, ie infertile women, especially idiopatic.9
One of the biochemical markers in endometriosis is Cancer Antigen 125 (CA 125) which may be
increased in endometriosis.3,6.8 CA 125 has a good specificity (86-100%) but had low sensitivity (13%)
in populations high risk for endometriosis so when compared with laparoscopy, CA 125 has no
diagnostic value.3 so laparoscopy is still considered the 'gold-standard' diagnostic test to look for
evidence of all types and degrees of endometriosis. However, its measurement in serum can still be
used as an objective marker for monitoring response to treatment which is or has been performed
(medication or surgery) for endometriosis, or its relapse.;3,5,10-12
In women with endometriosis, the serum CA 125 level is increasing, particularly in its severe form. CA
125 is also increased in the cysts of endometriosis and deep infiltrating endometriosis. To understand
this, one thing to note is that the cyst fluid CA 125 with endometriosis contains very high
concentrations, and infiltration of deep endometriosis will secrete CA 125 into the blood stream,
whereas the superficial endometriotic implants generally secrete until the peritoneal cavity where the
CA 125 only slowly absorbed because of the high molecular weight. Plasma levels of CA 125 also
reflects the production of endometrial, endometriosis cyst volume and the volume of endometriotic
nodules are deeply infiltrated.13
Hormonal Regulation on CA 125 expression and secretion by the endometrium and endometriotic
implants is still very little understood. CA 125 levels will be reduced significantly after medical
treatment or after surgical excision of endometriotic implants. Thus, CA 125 can be used to evaluate
quality or perfection of surgical excision of endometriosis implants.13
Garzetti GG, et al (1994) in Rome stated that levels of CA 125 significantly increased in patients with
xvi
scores & peritoneal endometriosis but the relationship of endometriosis implants are not significantly.14
Cheng Ya-Min et al (2002) stated that serum CA 125 levels increased significantly in an advanced
stage (p <.001, F test). Furthermore, CA 125 levels were significantly elevated in the broader adhesion
to the peritoneum, omentum, ovaries, fallopian tubes, colon and pouch of Douglas or ruptured
endometrioma.6
Salehpour Saghar et al (2009) found an average preoperative serum CA 125 levels significantly
higher in women with endometriosis than controll.1
Kondo W, et al (2010) examined the operation of major complications that occur in endometriosis in
the pelvis that infiltrate, where the complications that often occur when encountered adhesions in
rectum.15
By knowing the relationship preoperative CA 125 levels with endometriosis stage, it is expected to do
maximum preparatory operations in cases of suspected endometriosis.
METHOD
An analytic correlation with cross sectional approach was done to the 32 women with suspected
endometriosis who meet inclusion and exclusion criteria that will undergo either laparoscopic surgery
or laparotomy in RSU Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU Permata Bunda
Medan and RSIA Stella Maris Medan, the Ca-125 level pre-operative was examined then the
endometriosis staging was assessed according to the American Society of Reproductive Medicine
after surgery. The data obtained were processed using SPSS computer program ver.19.0. using
non-parametric statistical test Chi-Square Test. If eligible, then the alternative test conducted by Fisher
Exact Test.
RESULTS
Tabel 1. CA 125 level preoperative in each Endometriosis Staging CA 125 Pre operative
Average levels of preoperative CA 125 at each stage was Stage I (22.76 ± 7.6 U / mL), stage II (20.96
xvii
Tabel 2. The relation between Ca125 level preoperative with Endometriosis Staging
Endometriosis Staging
*) Fisher Exact Test
There was found the relation between CA 125 level preoperative with endometriosis staging (p =
0,015).
Tabel 3. The Relation Between CA 125 level Preoperative with Endometriosis Staging ( Groups of stage I&II and Groups of stage III&IV)
Endometriosis Staging
*) Fisher Exact Test
And if the stage of endometriosis was divided into 2 groups, ie groups of stage I & II (minimal-mild)
and group stage III & IV (moderate-severe), we also found a relationship between CA 125
xviii
Tabel 4. The relation between endometriosis complaint with endometriosis staging
Endometriosis
*) Fisher Exact Test
There was no relationship between complaints dysmenorrhea, chronic pelvic pain dyspareuni with
endometriosis staging (p = 0.602, p = 0.438 and p = 0.452). There was a relationship between
complaints of infertility with endometriosis stage (p = 0.002).
Discussion:
The relationship between endometriosis with elevated levels of CA 125 has been stated since the
1980's, where the increase is due to higher concentrations of ectopic endometrium compared with
endometrium eutopic. 1 CA 125 is produced also by ectopic endometrium. During the normal
menstrual cycle, ectopic endometrium is the main source of production and secretion of CA 125 into
the cavity of glands and blood vessels 10 so that in some women we may found an increase of CA 125
during menstruation, 12 both of which have endometriosis or not.16, 16 This may be due to reflux of
menstrual endometrium into the cavity peritoneum.5, 17 The deposits of ectopic endometrium can be
found in the ovaries, peritoneum, uterosacral ligament and pouch of douglas.12
CA 125 levels are also directly related to the score of adhesion, peritoneal involvement in
endometriosis. 18 CA 125 is elevated in advanced endometriosis, so it is better as a screening for the
diagnosis of moderate to severe endometriosis (stage III and IV). Its usefulness is limited to diagnose
minimal and mild endometriosis, because of its low sensitivity .5,10
Its levels vary greatly depending the depth of implantation, the secretion of CA 125 superficial
endometriosis tends to the peritoneum and slowly absorbed because of the high molecular weight,
while infiltration causing the secretion of CA 125 is a lot into the blood. Endometriosis cyst containing
xix
Cheng Ya-Min et al (2002) in Taiwan examined the levels of average preoperative serum CA 125 in
685 women who underwent surgery for endometriosis between July 1988 until June 1999 to get the
average yield for endometriosis stage I, II, III and IV according to American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) amounted to 18.8 ± 0.9, 40.3 ± 2.8, 77.1 ± 3.5, and 182 ± 14.0.
Salehpour Saghar et al (2009) in Iran found average levels of serum preoperative CA 125 level at
each stage assessed by ASRM (1997) were stage I (13.06 ± 5.35 IU / mL), stage II (21.24 ± 11.78),
stage III (40.97 ± 25.46) and stage IV (71.72 ± 30.24) .1
Results obtained from this study differ from previous studies in which two on stage I mean higher than
stage II. This could happened because of several things, including the low number of samples and
uneven on each stage and can also be caused by endometriosis lesions that are not active, so that
although extensive adhesions encountered but CA 125 levels obtained are not so high.
Cut point used in this study that determine the limit of high and low preoperative levels of CA 125 is >
65 U / mL for high level and ≤ 65 U / mL for low level. This is based on research conducted by Cheng
Ya-Min, et al (2002) which states that endometriosis patients with preoperative CA 125 levels more
than 65 U / mL have a high risk for experiencing severe pelvic adhesion. From this study we obtained
the same results that met the relationship between CA 125 level with endometriosis staging.
In this study,we also found no relationship dysmenorrhea, chronic pelvic pain dispareni with
endometriosis staging. This is consistent with research conducted Vercellini et al (2006) who
conducted a multivariate analysis on more than 1000 patients on the relationship of endometriosis
stage, lesion type, patient characteristics and severity of symptoms of pelvic pain. In this study, it was
concluded that no consistent relationship between complaints of pain with endometriosis stage.19
This is also supported by a Practice Bulletin issued by The American College of Obstetricians &
gynecologist in 2010, which states that the system ASRM does not correlate well to symptoms of pain
and dispareni.7
Infertility found in 24 people (75%), which occur most commonly in stage IV with 14 people (43.75%).
There was a relationship found between infertility with endometriosis stage with p = 0.002 (p, 0.005)
Nevertheless, the results above are still full of bias factor, because the researchers did not observe
further whether infertility is purely caused by endometriosis or not.
CONCLUSION
TheCA 125 levels Preoperative have a relationship with the stage of endometriosis, so it can be used
as a prediction stage of endometriosis before surgery and preparation operations can be performed
xx
REFERENCES
1. Salehpour Saghar, Sene AA, Mehjerdi EK, and Akhoond MR. The Correlation between Serum
and Peritoneal Fluid CA 125 Level in Women with Pelvic Endometriosis. International Journal of
Fertility and Sterility.Royan Institute 3 [1], 2009 ; 29-34
2. Valentine G and Sumapraja K. Peranan Sel Punca Endometrium dalam Patogenesis
Endometriosis. Cermin Dunia Kedokteran 177, 2010 ; 269-273
3. Royal College of Obstetricians and Gynaecologist. The Investigation and Management of
Endometriosis. Green-top Guideline 24, 2010 ; 1-14
4. American Society For Reproductive Medicine. Infertility : An Overview - A Guide for Patients.
2003 ;
5. Bedaiwy MA and Falcone T. Laboratory testing for endometriosis. Clinica Chimica Acta 340,
2004 ; 41-56
6. Cheng Ya-Min, Wang Shan-Tair, and Chou Cheng-Yang. Serum CA-125 in Preoperative
Patients at High Risk for Endometriosis. The American College of Obstetricians and
Gynecologists.Original Research 99, 2002 ; 375-380
7. Falcone T and Lue JR. Management of Endometriosis. The American College Of Obstetricians
and Gynecologists.Practice Bullettin 116 [1], 1-7-2010 ; 223-236
8. Giudice LC. Endometriosis. The New England Journal of Medicine 362 [25], 24-6-2010 ;
2389-2398
9. Winkel CA. Evaluation and Management of Women with Endometriosis. The American College
of Obstetricians and Gynecologists.Clinical Gynecologic Series: An Expert's View 102 [2],
2-8-2010 ; 397-408
10. Koninckx PR, Muyldermans M, Mueleman C, and Cornillie FJ. CA 125 in the management of
endometriosis. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 49,
1993 ; 109-113
11. Moloney MD, Thornton JG, and Cooper EH. Serum CA 125 Antigen levels and Disease Severity
in Patients With Endometriosis. The American College of Obstetricians and Gynecologists 73
[5], 1989 ; 767-769
12. Mounsey AL, Wilgus A, and Slawson DC. Diagnosis and Management of Endometriosis.
American Family Physician 74 [4], 15-8-2010 ; 594-600
13. Johansson J, Santala M, and Kauppila A. Explosive rise of serum CA 125 following the rupture
of ovarian endometrioma. Human Reproduction Update.European Society of Human
xxi
14. Garzetti GG, Ciavattini A, Tranquili AL, Arduini D, and Romanini C. Serum CA-125
concentration in endometriosis patients: Role of pelvic and peritoneal irritation. Gynecologic
Endocrinology 8 [1], 1994 ; 27-31
15. Kondo W, Bourdel N, Tamburro S, Cavoli D, and et al. Complications After Surgery For Deeply
Infiltrating Pelvic Endometriosis. BJOG An International Journal of Obstetrics & Gynaecology
118, 2010 ; 292-298
16. Pittaway DE and Fayez JA. Serum CA-125 Antigen Levels Increase During Menses. American
Journal of Obstetrics Gynecology 156, 1987 ; 75-76
17. Meden H and Fattahi-Meibodi A. CA 125 in Benign Gynecological Conditions. International
Journal Biology Markers 13 [231], 1998 ; 237
18. Hompes PGA, Koninckx PR, Kennedy S, van Kamp GJ, Verstraeten RA, and Cornillie FJ.
Serum CA-125 Concentrations During Midfollicullar Phase, a Clinically Useful and Reproducible
Marker in Diagnosis of Advanced Endometriosis. Clinical Chemistry 42 [11], 1996 ; 1871-1874
19. Vercellini P, Fedele L, Aimi G, Pietropaolo G, Consonni D, and Crosignani PG. Association
between Endometriosis Stage, Lesion Type, Patient Characteristics and Severity of pelvic pain
Symptoms: A Multivariate Analysis of Over 1000 patients. Human Reproduction
xii
ABSTRAK
HUBUNGAN KADAR CA 125 PRE OPERATIF DENGAN STADIUM ENDOMETRIOSIS
Rizka Heriansyah, Budi R Hadibroto, Henry Salim Siregar
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Tujuan : Untuk mengetahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium endometriosis, hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis dan
hubungan keluhan-keluhan endometriosis dalam hal ini dismenore, dispareni, nyeri pelvik
kronis dan infertilitas dengan stadium endometriosis
Metode : Penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional terhadap 32 wanita dengan dugaan endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi yang
akan menjalani operasi baik laparoskopi ataupun laparotomi di RSU Haji Adam Malik Medan,
RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU Permata Bunda Medan dan RSIA Stella Maris Medan,
dilakukan pemeriksaan CA 125 preoperatif kemudian dinilai stadium endometriosis
berdasarkan American Society of reproductive Medicine setelah dilakukan operasi. Data
yang diperoleh diolah dengan menggunakan program computer SPSS ver.19.0. dengan
menggunakan uji statistik non parametrik Chi-Square Test. Bila memenuhi syarat, maka
dilakukan uji alternative dengan Fisher Exact Test.
Hasil : Kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium adalah Stadium I (22.76 ± 7.6 U/mL), stadium II (20.96 ± 11.9 U/mL), stadium III ( 66.08 ± 41.68 U/mL) dan Stadium IV
(158,9 ± 138,5 U/mL). Dimana didapati hubungan antara kadar CA 125 preoperatif dengan
stadium endometriosis (p = 0,015). Dan bila stadium endometriosis dibagi dalam 2
kelompok, yaitu kelompok stadium I & II (minimal-ringan) dan kelompok stadium III & IV
(sedang-berat), maka didapati juga hubungan antara CA 125 preoperatif dengan kelompok
stadium minimal-ringan dan kelompok sedang-berat (p=0,024). Tidak dijumpai hubungan
antara keluhan dismenore, dispreni dan nyeri pelvik kronis dengan stadium endometriosis
(p=0,602 ; p=0,438 dan p=0,452). Didapati hubungan antara keluhan infertilitas dengan
stadium endometriosis (p=0,002) namun hal ini masih bias karena tidak diobservasi lebih
xiii
Kesimpulan : Kadar CA 125 preoperatif memiliki hubungan dengan stadium endometriosis, sehingga dapat digunakan sebagai prediksi stadium endometriosis sebelum dilakukan
operasi dan persiapan operasi dapat dilakukan lebih maksimal seperti preparasi usus dan
pemberian hormonal.
xiv
ABSTRACT
THE RELATION BETWEEN CA-125 LEVEL PRE OPERATIVE WITH ENDOMETRIOSIS STAGING
Rizka Heriansyah, Budi R Hadibroto, Henry Salim Siregar
Departement of Obstetry and Gynecologist
School of Medicine Universitas Sumatera Utara
Objective : Our purpose was to find out the mean CA 125 level preoperative in each endometriosis staging, the relation between Ca-125 level pre operative with endometriosis staging and the relation
between complaints of endometriosis, like dysmenorrhea, dyspareunia, chronic pelvic pain and
infertility with endometriosis staging.
Method : An analytic correlation with cross sectional approach was done to the 32 women with suspected endometriosis who meet inclusion and exclusion criteria that will undergo either
laparoscopic surgery or laparotomy in RSU Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU
Permata Bunda Medan and RSIA Stella Maris Medan, the Ca-125 level pre-operative was examined
then the endometriosis staging was assessed according to the American Society of Reproductive
Medicine after surgery. The data obtained were processed using SPSS computer program ver.19.0.
using non-parametric statistical test Chi-Square Test. If eligible, then the alternative test conducted by
Fisher Exact Test.
Result : The Average levels of preoperative CA 125 at each stage was Stage I (22.76 ± 7.6 U / mL), stage II (20.96 ± 9.11 U / mL), stage III (66.08 ± 41.68 U / mL) and Stage IV (158.9 ± 138.5 U / mL).
There was relationship found between preoperative CA 125 levels with endometriosis stage (p =
0.015). And if the stage of endometriosis were divided into 2 groups, ie groups of stage I & II
(minimal-mild) and group stage III & IV (moderate-severe), we also found a relationship between CA 125
preoperative staging with minimal-mild group and the group of moderate-weight (p = 0.024). We found
no relationship between complaints dysmenorrhea, chronic pelvic pain dyspareunia with
endometriosis staging (p = 0.602, p = 0.438 and p = 0.452). We found the relationship between
complaints of infertility with endometriosis stage (p = 0.002) but this is still biased because no further
observed whether pure endometriosis as a cause of infertility in the sample.
Conclusion : TheCA 125 levels Preoperative have a relationship with the stage of endometriosis, so it can be used as a prediction stage of endometriosis before surgery and preparation operations can
be performed more leverage as bowel preparation and administration of hormonal.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologis yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli.1 Di negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum juga diketahui secara pasti.2,3
Endometriosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh manusia4, tetapi didalam bidang ginekologi yang dimaksud adalah endometriosis pelvik atau genital. Endometriosis dapat menyebabkan keluhan dismenore, dispareni, nyeri pelvik kronis dan infertilitas. 1,2,4-8
Secara klinis, penyakit ini dapat berkembang begitu seorang wanita mencapai menars dan berlanjut ke masa remaja. Perkembangannya semakin jelas pada usia reproduksi dan masih dapat ditemukan pada usia pasca menopause.4 Terkait dengan masalah autoimun,6 maka penyakit ini sebenarnya menetap sepanjang hayat.
Endometriosis dapat ditemukan secara terencana atau secara tidak terduga. Pada keadaan terencana, penyakit ini ditemukan karena memang sengaja dicari secara laparoskopi diagnostik pada wanita tanpa keluhan atau tanda klinis endometriosis, yakni wanita infertil, khususnya idiopatik.9
2
laparoskopi, CA 125 tidak memiliki nilai diagnostik.4 Sehingga laparoskopi hingga kini masih dianggap sebagai ‘baku-emas’ uji diagnostik untuk mencari bukti semua jenis dan derajat endometriosis. Namun demikian, pengukurannya dalam serum masih dapat digunakan sebagai marker objektif untuk memantau respons penanganan yang sedang atau telah dilakukan (pengobatan atau pembedahan) terhadap endometriosis, atau kekambuhannya;4,6,10-12
Pada wanita dengan endometriosis, diketahui terjadi peningkatan kadar serum CA 125, khususnya pada bentuk yang berat. CA 125 juga meningkat pada kista endometriosis dan infiltrasi endometriosis yang dalam. Untuk memahami hal ini, satu hal yang harus diketahui yaitu bahwa cairan kista endometriosis mengandung CA 125 dengan konsentrasi sangat tinggi, dan infiltrasi endometriosis yang dalam akan mensekresikan CA 125 ke dalam aliran darah, sedangkan implan endometriotik yang superfisial mensekresikan umumnya sampai kavum peritoneum dimana CA 125 hanya lambat diserap karena berat molekulnya yang tinggi. Kadar plasma CA 125 tersebut juga mencerminkan produksi endometrial, volume kista endometriosis dan volume nodul endometriotik yang berinfiltrasi dalam.13
Regulasi hormonal pada ekspresi CA 125 dan sekresi oleh endometrium dan endometriotik implantasi masih sangat sedikit dipahami.Kadar CA 125 secara nyata akan berkurang setelah pengobatan medikal atau setelah eksisi bedah dari implan endometriotik. Dengan demikian CA 125 dapat digunakan untuk evaluasi kualitas atau kesempurnaan dari eksisi bedah dari implan endometriosis.13
Garzetti GG, dkk (1994) di Roma menyatakan kadar CA 125 meningkat
3
Cheng Ya-Min dkk (2002) menyatakan kadar serum CA 125 meningkat
secara bermakna pada stadium lanjut (p < .001, F test). Lebih lanjut, kadar CA 125 secara bermakna meningkat pada adhesi yang lebih luas pada peritoneum, omentum, ovarium, tuba fallopii, kolon dan kavum douglas atau endometrioma yang pecah.1
Salehpour Saghar dkk (2009) mendapati rata-rata serum kadar CA 125
preoperatif lebih tinggi signifikan pada wanita endometriosis daripada kontrol.2
Kondo W, dkk (2010) meneliti komplikasi operasi mayor yang terjadi pada
endometriosis pelvis yang berinfiltrasi dalam, dimana komplikasi yang sering terjadi bila dijumpai perlengketan pada rektum.15
Dengan diketahuinya hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis, diharapkan dapat dilakukan persiapan operasi yang maksimal pada kasus dugaan endometriosis.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan pernyataan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada penderita endometriosis dan bagaimanakah hubungan antara kadar CA 125 preoperatif tersebut dengan stadium endometriosis menurut American Society of Reproductive Medicine (ASRM).
1.3. HIPOTESIS
4
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium endometriosis.
2. Untuk mengetahui hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis.
3. Untuk mengetahui hubungan keluhan-keluhan endometriosis dalam hal ini dismenore, dispareni, nyeri pelvik kronis dan infertilitas dengan stadium endometriosis.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui ada tidaknya hubungan antara kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis.
2. Dengan hasil penelitian ini maka dapat diketahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada penderita endometriosis.
3. Dengan dapat diprediksinya stadium endometriosis dengan menggunakan CA 125, dapat dilakukan persiapan operasi yang lebih maksimal (preparasi usus dan pemberian hormonal sebelum operasi).
5
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. ENDOMETRIOSIS 2.1.1. DEFINISI
Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan memicu reaksi peradangan menahun.3,4,6,8,12,16
2.1.2. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI
Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh etnis dan kelompok masyarakat,2,4 walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan pascamenopause.
Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia reproduksi.7 Di Indonesia sendiri, insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.
2.1.3. ETIOPATOGENESIS
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti6 dan sangat kompleks,7 berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui:
• Regurgitasi haid6-8,16
• Gangguan imunitas6,16
• Luteinized unruptured follicle (LUF)16
6
Gambar 1. Patofosiologi Nyeri dan Infertilitas berhubungan dengan endometriosis8
Mekanisme Perkembangan Endometriosis :
• Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik (Sampson)7,12,16,17
• Metaplasia epitel selomik (Meyer-iwanoff)7,12,16
• Penyebaran limfatik (Halban-Javert) dan Vaskuler (Navatril)7,16
7
• Perubahan sel genitoblas (De-Snoo)16
• Penyebaran iatrogenik atau pencangkokan mekanik (Dewhurst)16
• Imunodefisiensi lokal 9,16,17
• Cacat enzim aromatase 6,16
Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum.8,9,16 kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.9,17
Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.3,4
Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan terdapat protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis. Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis.16
8
dengan tuba falopi paten dan siklus haid normal.16 Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi akan menderita endometriosis.8
Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi jaringan endometrium.6 Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis. Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.16
Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel adalah endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan endometrium ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi darah haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel mesotel, terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang tersisip, serum haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan hebat sel-sel mesotel, kemungkinan berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis.16
9
Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung aromatase kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP.16
17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron) yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase luteal jaringan endometriosis.10 Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen sasaran tertentu terhadap kerja progesteron.7 Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin.7,16
Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara invitro telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium eutopik menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi metaplasia siklik aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas atau sebaliknya.16
Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. 16
10
NK menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas seluler. 16
2.1.4. DIAGNOSIS
2.1.4.1. DIAGNOSIS KLINIS Anamnesis
Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri.12 Nyeri pelvik kronis yang disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.18 Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga. 12,16
Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini bersifat diwariskan.8 Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali lebih besar untuk mengalami hal serupa.7 Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis. 7,16
Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda pada endometriosis tidak spesifik.12 Gejala pada endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik,4 akibat dari:
• melimpahnya darah dari endometrium sehingga merangsang peritoneum.
7,8,16
• kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar prostaglandin (PGF2alpha dan
11
Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder atau peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa nyeri.4 Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat stadium endometriosis pada diagnosis awal.16
Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga menimbulkan gejala yang tidak khas. Dispareunia juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga dapat terjadi tergantung daeran invasi jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan nyeri pelvik siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius dan gastrointestinal.4,9,16
Pada penderita endometriosis juga sering dijumpai infertilitas.5 Gangguan haid berupa bercak prahaid atau hipermenore.4,9,16
Pada pemeriksaan fisik umum
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut pembedahan dapat berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom.16
Pada pemeriksaan fisik ginekologik
12
antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.16
Hasil pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium.16
Jika tidak tersedia pemeriksaan penunjang lain yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis endometriosis, gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat digunakan.12,16
Tabel 1. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala 16
Kelompok Gabungan gejala Kemungkinan endometriosis(%)
13
penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya, yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.16
2.1.4.3. DIAGNOSIS LAPAROSKOPI
Merupakan baku emas yag harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.2,4,7,16
Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan. Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung kemih dan usus. 2,4,7,16
Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya.4,7,16 Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.7,16
14
Tabel 2. Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopi dan makna klinisnya.16
Warna
lesi Aktivitas biologis Makna klinis
Merah
Sangat tervaskularisasi dan proliferatif; aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha
sama dengan lesi hitam.
Stadium dini endometriosis
Putih Sedikit sekali tervaskularisasi, metabolik tak
aktif, jaringan fibrosa.
Lesi yang sembuh atau laten kurang nyeri dibandingkan lesi
hitam atau merah
Hitam Aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha
sama dengan lesi merah.
Stadium lanjut endometriosis (76-93% terpastikan secara
histopatologis)
15
Endometriosis superfisialis dan endometriosis ovarium merupakan marker adanya penyakit yang luas. Dengan pemetaan pelvik secara terkomputerisasi ternyata penderita endometriosis dengan keterlibatan ovarium memiliki lebih banyak daerah pelvik dan intestinal dari pada tanpa keterlibatan pelvik.16
Endometriosis ovarium atau endometrioma tampak sebagai kista coklat berdinding lembut, gelap dan terkait erat dengan perlekatan, jika disayat akan keluar cairan coklat peka.16,19
Endometriosis noduler biasanya terletak retroperitoneal dengan atau tanpa keterlibatan peritoneum permukaan, yaitu pada septum rektovaginal dan uterovesikal di susunan fibromuskuler pelvik. Keadaan ini berhubungan dengan adanya nyeri dan infertilitas. 16,19
Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi lebih dari 5mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam. 16,19
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi:
• Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi akan sangat membantu
menemukan abnormalitas yang tidak terlihat hanya dengan laparoskopi, misalnya: hanya bagian permukaan ovarium yang terlihat dengan laparoskopi, sehingga keberadaan endometrioma ovarium sering luput. 4,16,19
• Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara memutar ovarium,
16
2.1.4.4. BIOPSI
Inspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari salah satu lesi idealnya tetap dilakukan.4,8
Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis. 16 Secara histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi progresif. Diagnosis pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.4,16
2.1.5. STADIUM ENDOMETRIOSIS
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.19 Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri7,8, keluhan pasien6,18 maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas.9 Hal ini dapat dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik.6
Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.6,8,10
17
stadium I (minimal), bobot : 1 – 5 ; stadium II (ringan), bobot : 6 – 15 ; stadium III (sedang), bobot : 16 – 40 ; stadium IV (berat), bobot : > 40.16,19
Susukan endometriosis peritoneum didefinisikan sebagai lesi superfisial, dimana tampilan lesi dapat sebagai warna merah (merah, muda, merah-menyala, gelembung darah, gelembung bening), warna putih (opasifikasi/keruh, cacat pertitoneum, coklat-kekuningan), atau hitam (hitam, tumpukan hemosiderin, biru). Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika menyebuk lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman nodul sukar dinilai dengan pemeriksaan laparoskopi; tetapi palpasi cermat dengan perabaan dapat mengenali lesi-lesi tersebut.16,19
2.2. CA 125
CA 125 adalah suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi 14,19-21 yaitu 200.000 Dalton6,10,20 yang biasa digunakan sebagai marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium.2,10,11 Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang berasal dari epitel coelom (sel mesothelial pleura, pericardium dan peritoneum)10,11,22 dan epitel saluran muller (tuba, endometrium, dan endoserviks).10,16 Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak menghasilkan CA 125 kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan papiler.16
18
Serum level dari CA 125 dapat berbeda pada berbagai tingkatan usia. Akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda terhadap level dari CA 125 bila dihubungkan dengan perubahan usia.23
Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 telah dikemukakan sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi dari ektopik endometrium dibanding eutopik endometrium. 2 CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium. Selama siklus haid normal, ektopik endometrium adalah sumber utama dari produksi dan sekresi CA 125 ke dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah10 sehingga pada beberapa wanita dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi,12 baik yang mengalami endometriosis maupun tidak.24,24 Hal ini mungkin disebabkan refluks endometrium menstrual ke rongga peritoneum.6,23 Deposit ektopik endometrium ini dapat dijumpai di ovarium, peritoneum, ligamentum uterosacral dan kavum douglas.12
Kadar CA 125 ini juga secara langsung berkaitan terhadap skor adhesi, keterlibatan peritoneal pada endometriosis. 25 CA 125 meningkat pada endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan bagi diagnosis endometriosis sedang hingga berat (stadium III dan IV). Kegunaannya terbatas untuk menasah endometriosis minimal dan ringan, karena kepekaan teranya rendah.6,10
19
Tabel 3. Tingkat kepercayaan CA 125 untuk diagnosis endometriosis (nilai titik-potong 35 mU/mL)16
Penelitian meta analisis terbaru yang dilakukan untuk menilai performa diagnostik dari serum CA 125 dalam mendeteksi endometriosis. 23 penelitian dimasukkan pada penelitian awal, 16 penelitian berupa kohort studi dan 7 penelitian merupakan case control studi. Penelitian tersebut meneliti wanita infertil atau wanita dengan nyeri pelvis. Sensitivitas dan spesifisitas kemudian dipresentasikan dalam bentuk kurva Receiver Operating Characteristic (ROC). Data kemudian dilaporkan untuk mendiagnosis endometriosis dalam berbagai stadium. Sensitivitas berkisar antara 4% – 100% dan spesifitas berkisar antara 38% – 100% untuk mendiagnosis penyakit dalam berbagai stadium. Untuk stadium lanjut, sensitivitas berkisar antara 0
20
– 100% dan spesifisitas berkisar antara 44% – 95%. Kurva ROC menunjukkan performa diagnostik yang lebih baik.26
Keterbatasan utama dari penelitian metaanalysis ini adalah bahwa penelitian tersebut tidak memasukkan kemungkinan yang dapat meningkatkan sensitivitas ataupun spesifisitas dari penelitian (seperti riwayat terjadinya dismenore). Bila tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengidentifikasi mayoritas pasien dengan penyakit maka akurasi diagnostik dari kadar serum CA 125 adalah tidak adekuat. Penggunaan pemeriksaan kadar serum CA 125 secara rutin tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk menyingkirkan endometriosis pada pasien dengan keluhan nyeri pelvis yang kronik ataupun infertil.26
21
sedangkan kadar CA 125 postoperatif adalah kurang dari 16 IU/mL yang berhubungan dengan angka kehamilan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar CA 125 memiliki nilai prognostik terhadap kehamilan bagi wanita infertil yang menderita endometriosis dan telah menjalani pembedahan.27
Kadar CA 125 juga dapat berguna pada pasien yang menderita endometriosis stadium awal maupun lanjut. Penelitian yang dilakukan di beberapa pusat pendidikian menunjukkan nilai diagnostik yang tinggi terhadap kekambuhan penyakit bila terjadi peningkatan kadar CA 125 yang diamati setelah pengobatan. Hal ini mungkin berguna bagi pasien yang tidak mungkin menjalani laparoskopi ulangan.28
Matalliotakis IM dkk (2004) di Yunani, membandingkan efek pengobatan Leuproline asetat dan Danazol terhadap serum CA 125 wanita endometriosis mendapatkan kadar serum CA 125 meningkat signifikan pada wanita endometriosis daripada kontrol. Sebelum pengobatan, kadar CA 125 pasien dengan endometriosis stadium III/IV lebih tinggi signifikan dibandingkan stadium I/II. Enam bulan setelah penggunaan Danazol ataupun Leuproline asetat terjadi penurunan kadar serum CA 125.29
Tiga bulan setelah penghentian Danazol, kadar CA 125 tetap lebih rendah signifikan daripada kadar sebelum pengobatan, sedangkan pada 3 bulan setelah penghentian Leuproline asetat, kadar CA 125 kembali ke kadar sebelum pengobatan.29
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di RSU Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU Permata Bunda Medan dan RSIA Stella Maris Medan.
Penelitian dimulai Desember 2010 hingga jumlah sampel terpenuhi.
3.3. POPULASI PENELITIAN
Populasi penelitian adalah setiap wanita yang diduga menderita endometriosis yang menjalani laparoskopi atau laparotomi di RSHAM, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RSU Permata Bunda dan RSIA Stella Maris Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. SAMPEL
23
α
Z : Tingkat kemaknaan ( ditetapkan peneliti ) = 95 % (1,96)
P : Proporsi = 0, 5
∈ : Presisi relatif (ditetapkan peneliti) = 0,25
n= 1,96
n 31,36 dibulatkan menjadi 32 responden
3.5. KRITERIA PENERIMAAN
a. Dugaan endometriosis (nyeri haid, infertilitas dapat disertai kista ovarium ukuran > 2x2 cm maupun tidak) yang akan menjalani laparoskopi atau laparotomi
b. Bersedia dilakukan pemeriksaan kadar CA 125 serum sebelum operasi c. Belum mendapatkan terapi hormonal
d. Belum pernah menjalani operasi laparotomi e. Bersedia ikut dalam penelitian ini.
3.6. KRITERIA PENOLAKAN
a. Dijumpai tanda – tanda kemungkinan keganasan dari pemeriksaan USG, seperti septa dan papil.
24
3.7. BAHAN DAN CARA KERJA PENELITIAN
1. Semua pasien yang didiagnosa dengan dugaan endometriosis yaitu nyeri haid, infertilitas dapat disertai kista ovarium ukuran > 2x2 cm maupun tidak, yang akan menjalani operasi (laparoskopi atau laparotomi) dilakukan informed consent untuk kesediaannya mengikuti penelitian.
2. Dilakukan pemeriksaan kadar CA 125 serum preoperatif melalui darah vena sebanyak 5 cc lalu dilakukan pemeriksaan bekerja sama dengan Laboratorium Klinik Prodia. Biaya Pemeriksaan CA 125 ditanggung oleh peneliti.
3. Dilakukan tindakan pembedahan baik secara laparoskopi maupun laparotomi, kemudian dilakukan penilaian stadium endometriosis dengan menggunakan klasifikasi American Society of Reproductive Medicine oleh operator.
25
26
3.8. VARIABEL PENELITIAN
Variabel Independen Skala
Kadar CA 125 (ordinal)
Variabel Dependen Skala
Stadium endometriosis (interval)
Dismenore (nominal)
Dispareni (nominal)
Nyeri pelvik kronis (nominal)
Infertilitas (nominal)
27
3.10. BATASAN OPERASIONAL
1. Endometriosis
Suatu penyakit dimana suatu jaringan abnormal menyerupai endometrium yang terdapat di luar kavum uteri, yang diagnosa pastinya ditegakkan melalui laparoskopi diagnostik maupun laparotomi.
2. CA 125 preoperatif
Suatu marker yang diperoleh melalui serum darah pasien yang disangkakan menderita endometriosis yang diambil sesaat sebelum dilakukan operasi yaitu darah vena sebanyak ± 5 cc yang diambil oleh petugas laboratorium Prodia Medan. Darah diperiksa dengan menggunakan metode Chemiluminescence dengan menggunakan alat ADVIA Centaur dengan satuan dalam U/mL. Dengan Cut point untuk menentukan batas tinggi rendahnya kadar CA 125 preoperatif; tinggi > 65 U/mL dan rendah ≤ 65 U/mL adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cheng
Ya-Min dkk (2002), yang memiliki dan memiliki sensitivitas 76%, spesifisitas 71%, nilai
prediksi positif 76%, dan nilai prediksi negatif 93,2%.1 3. Laparoskopi
Suatu tindakan operasi minimal invasif dengan menggunakan anestesi general.
4. Stadium Endometriosis
28
5. Dismenore
Nyeri haid yang cukup berat hingga menyebabkan penderita terpaksa mencari pertolongan dokter atau pengobatan sendiri dengan analgetik yang diketahui secara anamnesa.
6. Dispareni
Nyeri saat melakukan senggama atau hubungan suami istri yang diketahui secara anamnesa.
7. Nyeri pelvik kronis
Nyeri pada daerah panggul yang sudah menahun yang diketahui secara anamnesa.
8. Infertilitas
Pasangan yang telah menikah selama 1 tahun, melakukan hubungan suami istri secara rutin dan tidak menggunakan alat kontrasepsi tetapi belum memiliki keturunan yang diketahui secara anamnesa
3.11. ANALISA STATISTIK