KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI TANAH ANDEPTS
PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN JAGUNG
DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU
SKRIPSI
YUSNITA HERAWATI HUTABARAT
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI TANAH ANDEPTS
PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN JAGUNG
DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU
SKRIPSI
Oleh :
YUSNITA HERAWATI HUTABARAT 060308021/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Sumono, MS Ir. Edi Susanto, M. Si
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
YUSNITA HERAWATI HUTABARAT : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Tanah Andepts pada Penggunaan Lahan Tanaman Jagung di Kebun Percobaan Kwala Bekala USU. Dibimbing oleh SUMONO dan EDI SUSANTO.
Penanaman di lahan miring rentan dengan erosi. Penelitian dilakukan di lahan tanaman jagung untuk mengetahui pengaruh tanaman terhadap besarnya erosi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2010 dengan menggunakan metode USLE dan metode petak kecil. Parameter yang diamati yaitu jenis tanah, permeabilitas tanah, kadar C-organik, tekstur tanah, struktur tanah, kemiringan lereng, curah hujan, volume air larian, dan berat sedimentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jagung berpengaruh untuk mengurangi laju erosi di lahan tanah miring. Rata-rata erosi yang terjadi menurut metode USLE yaitu sebesar 58,61 ton/(ha.thn) dan metode petak kecil yaitu sebesar 32,82 ton/(ha.thn).Tingkat Bahaya Erosi masuk dalam taraf Sedang. Berbedanya besar erosi hasil pengukuran petak kecil dengan pendugaan menurut USLE, karena faktor C dan P pada metode USLE diperoleh berdasarkan data sekunder, yang seharusnya diperoleh dari pengukuran langsung di lokasi penelitian.
Kata kunci : Erosi, Tanah Andepts, Tanaman Jagung, Tingkat Bahaya Erosi.
ABSTRACT
YUSNITA HERAWATI HUTABARAT : The Study of Erosion Hazard Level on Andepts Soil using Maize Crop at Kwala Bekala University of North Sumatera. Supervised by SUMONO and EDI SUSANTO.
Cultivation on slope land is susceptible to erosion. The research was conducted on maize farm to evaluate the effect of the crop on the level of erosion. The research was perfomed in August-October 2010 using USLE and small square methods. Parameters analysed were soil type, soil permeability, rate of C-organic, soil texture, soil structure, land obliquity, rainfall, volume of run-off, and sedimentation weight.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “ Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) tanah Andepts pada
Penggunaan Lahan Tanaman Jagung di Kebun Percobaan Kwala Bekala
USU” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
tingkat sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan kepada
Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah membesarkan
dan mendidik penulis selama ini. Disamping itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik
Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, serta rekan-rekan mahasiswa yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, November 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 5
Kegunaan Penelitian... 5
TINJAUAN PUSTAKA Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Erosi………... 8
Faktor Iklim……… 8
Faktor Tanah………... 9
Tanah andepts...10
Faktor Topografi... .12
Faktor Vegetasi... 14
Faktor Manusia atau konservasi tanaman (P)...16
Tanaman Pangan (Jagung.)...16
Syarat tumbuh... 17
Penanaman... 18
Pendugaan Erosi (USLE)...19
Metode Petak Kecil...21
Erosi yang Ditoleransikan...22
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)... 23
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu... 24
Bahan dan Alat... 24
Prosedur Penelitian……… 24
Metode Penelitian………...26
Parameter Penelitian………...33
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Jagung...36
Pengukuran dengan Metode Petak Kecil...37
Pendugaan Erosi dengan Metode USLE…...45
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)……….46
Nilai erosivitas hujan (R)……….48
Nilai erodibilitas (K)...49
Faktor Topografi (LS)………..51
Hal.
KESIMPULAN DAN SARAN………..54
DAFTAR PUSTAKA...56
DAFTAR TABEL
Hal.
1. Penilaian Ukuran Butir (M) untuk digunakan dalam rumus nomograph ... .12
2. Bentuk wilayah dan kelas lereng...13
3. Tabel Harkat Struktur Tanah...29
4. Tabel Harkat Permeabilitas Tanah...29
5. Nilai faktor (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman...30
6.Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah...31
7. Nilai faktor Kedalaman Tanah pada berbagai jenis tanah...32
8. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi………32
9. Nilai Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Jagung...36
10. Nilai Erosi Tanah (A) pada Lahan Tanaman Jagung...45
11. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi...47
12. Nilai Indeks Bahaya Erosi pada Lahan Tanaman Jagung...47
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Peta Jenis Tanah Kecamatan Pancur Batu………...92
2. Peta Administrasi wilayah Kecamatan Pancur Batu………...93
3. Proses Pengeboran KE Tanah dan Proses Permeabilitas…………...94
4. Ring Sampel Tanah dan Pelampung………....94
5. Lahan tanaman jagung ………94
6. Pemasangan alat petak kecil………94
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode USLE... 59
2. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode Petak Kecil……….. 60
3. Model Petak Kecil………..61
4. Tabel Petak Kecil 1 pada Tanaman Jagung...62
5. Tabel Petak Kecil 2 pada Tanaman Jagung...63
6. Tabel Petak Kecil (Kontrol 1)...64
7. Tabel Petak Kecil (Kontrol 2)...65
8. Cara perhitungan erosi dengan metode petak kecil...66
9. Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2000... 73
10.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2001...74
11.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2002...75
12.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2003...76
13.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2004...77
14.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2005...78
15.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2006...79
16.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2007...80
17.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2008...81
18.Data curah hujan Stasiun Pancur Batu tahun 2009...82
19.Data rata-rata hujan bulanan...83
20.Data curah hujan maksimal harian rata-rata...84
22.Tabel Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K)……….90
ABSTRAK
YUSNITA HERAWATI HUTABARAT : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Tanah Andepts pada Penggunaan Lahan Tanaman Jagung di Kebun Percobaan Kwala Bekala USU. Dibimbing oleh SUMONO dan EDI SUSANTO.
Penanaman di lahan miring rentan dengan erosi. Penelitian dilakukan di lahan tanaman jagung untuk mengetahui pengaruh tanaman terhadap besarnya erosi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2010 dengan menggunakan metode USLE dan metode petak kecil. Parameter yang diamati yaitu jenis tanah, permeabilitas tanah, kadar C-organik, tekstur tanah, struktur tanah, kemiringan lereng, curah hujan, volume air larian, dan berat sedimentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jagung berpengaruh untuk mengurangi laju erosi di lahan tanah miring. Rata-rata erosi yang terjadi menurut metode USLE yaitu sebesar 58,61 ton/(ha.thn) dan metode petak kecil yaitu sebesar 32,82 ton/(ha.thn).Tingkat Bahaya Erosi masuk dalam taraf Sedang. Berbedanya besar erosi hasil pengukuran petak kecil dengan pendugaan menurut USLE, karena faktor C dan P pada metode USLE diperoleh berdasarkan data sekunder, yang seharusnya diperoleh dari pengukuran langsung di lokasi penelitian.
Kata kunci : Erosi, Tanah Andepts, Tanaman Jagung, Tingkat Bahaya Erosi.
ABSTRACT
YUSNITA HERAWATI HUTABARAT : The Study of Erosion Hazard Level on Andepts Soil using Maize Crop at Kwala Bekala University of North Sumatera. Supervised by SUMONO and EDI SUSANTO.
Cultivation on slope land is susceptible to erosion. The research was conducted on maize farm to evaluate the effect of the crop on the level of erosion. The research was perfomed in August-October 2010 using USLE and small square methods. Parameters analysed were soil type, soil permeability, rate of C-organic, soil texture, soil structure, land obliquity, rainfall, volume of run-off, and sedimentation weight.
PENDAHULUAN
Latar BelakangPermasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring
berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan
bertopografi miring diperlukan kajian yang lebih mendalam dari sisi konservasi
lahan sehingga petani dapat memilih tanaman yang cocok terutama untuk
memperoleh hasil optimum serta produktivitas tanahnya dapat dipertahankan.
Bagian-bagian luas lahan pertanian telah hilang karena erosi tanah,
penggaraman tanah, alkalisasi dan penggurunan. Laju kerusakan tanah
diperkirakan sebesar 600-900 ha/jam atau 5-8 juta ha/th. Kehilangan atau
kerusakan ini dapat dicegah karena telah tersediakan semua pengetahuan dan
pengalaman teknik yang diperlukan. Kesalahgunaan lahan pertanian merupakan
persoalan yang sangat gawat. Tidak semua lahan dapat dipakai untuk pertanian
karena produksi dibatasi oleh keadaan iklim, topografi, hidrologi atau tanah yang
tidak menguntungkan. Namun beberapa hal dapat diperbaiki oleh manusia,
misalnya dengan jalan pengairan, pengundakan dan pengatusan (Buringh, 1993).
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia ataupun
hewan. Di Indonesia, jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi.
Sedangkan berdasarkan urutan bahan makanan pokok dunia jagung menduduki
urutan ketiga setelah gandum dan padi. Prospek usaha tani tanaman jagung cukup
cerah bila dikelola secara intensif dan komersial berpola agribisnis. Permintaan
pasar dalam negeri dan peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat
dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun
Tata guna lahan di kampus USU Kwala Bekala dalam kaitannya dengan
kedudukan USU sebagai perguruan tinggi BHMN dengan visi “University for
Industry” akan mengakomodasi baik fungsi akademik, maupun
fungsi-fungsi yang dapat diakses oleh publik. Untuk itu tata guna lahan Kampus USU
Kwala Bekala dibagi menjadi kawasan-kawasan: (a) akademik dan laboratorium
terpadu (b) zona pendukung (c) hutan pendidikan (arboretum) (d) laboratorium
kebun bunga dan hortikultura potong (e) laboratorium pembenihan kelapa sawit
(f) laboratorium peternakan.
Kawasan hutan pendidikan (Arboretum) terletak di bagian selatan
kampus, berdampingan dengan kawasan laboratorium terpadu. Menempati lahan
seluas ± 7,2 ha, merupakan taman hutan raya sebagai bagian dari kegiatan
akademik Fakultas Kehutanan dan Pertanian yang juga dapat diakses oleh publik,
baik untuk daerah topografi yang paling tinggi, memungkinkan terlaksananya
fungsi area hijau sebagai daerah konservasi kawasan. Lahan ini juga
diperuntukkan untuk mahasiswa untuk keperluan penelitian ataupun observasi
Adapun jenis tanah pada lahan ini adalah jenis tanah Andepts.
Berdasarkan sifat fisiknya tanah Andepts mempunyai ciri tanah horison A, yaitu
warna coklat tua, tekstur liat, struktur granular sedang. Pada umumnya tanah ini
mempunyai tingkat kesuburan sedang sampai tinggi akibat kandungan bahan
organiknya. Tanah ini mempunyai kerapatan lindak (bulk density) rendah,
porositas tinggi dan kemampuan menyerap air yang baik. Itulah sebabnya
walaupun pada musim kemarau kandungan air lapisan atas tanah rendah tapi
kelembaban tanah tetap baik (kedalaman 20 cm). Kebanyakan tanah Andepts
Lahan yang subur dan cocok untuk usaha pertanian tanaman semusim
terbatas sekali. Di Indonesia, lahan yang dapat diusahakan dengan tanaman
semusim oleh awam dan biaya relatif rendah hanya terdapat di Pulau Jawa dan
Bali, dan sedikit di Sumatera Utara. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan
penduduk. Lahan yang ada telah dipaksa untuk berproduksi setinggi-tingginya dan
karena inipun belum cukup, maka pertanian tanaman semusim mau tidak mau
harus menggunakan lahan lahan yang sebenarnya tidak diperbolehkan untuk
tanaman semusim.Lahan- lahan yang miring yang sebelumnya ditumbuhi tanaman
tahunan, digunakan untuk usaha pertanian tanaman musiman secara intensif
(Utomo, 1989).
Dengan menanam tanaman musiman pada lahan yang sebelumnya
ditanami tanaman tahunan mengakibatkan tanah tidak mampu lagi menyerap
hujan yang jatuh dan kemudian menjadi air limpasan yang menghancurkan tanah
lapisan atas sehingga erosi akan mudah terjadi. Sedangkan dari kemampuan
tanaman musiman itu sendiri tidak mempunyai perakaran yang cukup kuat dan
tajuk yang besar untuk mengurangi laju erosi. Contoh tanaman semusim yang
sering ditanam untuk mengurangi laju erosi yaitu ubi kayu, jagung, kacang tanah,
serai wangi, dan padi gogo.
Komoditas jagung di Sumatera Utara tergolong sangat penting. Petani
jagung cepat mengadopsi teknologi dan penyesuaian pasar. Kekurangannya tidak
mengindahkan kaidah-kaidah konservasi lahan seperti menanam jagung pada
topografi terjal, tanpa terasering, sehingga rawan terhadap erosi. Petani jagung
bahkan sering menanam jagung secara monokultur sepanjang tahun tanpa rotasi.
konservasi di lahan dengan kemiringan 11,1%. Jagung tidak mendapatkan
pemupukan yang baik sehingga hasil produksinya tidak terlalu bagus. Hal ini
sangat mempengaruhi kemampuan jagung untuk menahan air hujan sehingga erosi
terjadi pada lahan ini (Haloho, dkk, 2004).
Bahaya erosi banyak terjadi di lahan-lahan kering dan kritis terutama yang
terletak pada topografi berlereng. Salah satu sebab timbulnya lahan kritis tersebut
karena petani masih melakukan usaha tani tradisional tanpa mengindahkan kaidah
konservasi tanah dan air secara benar (Dinas Pertanian, 2004). Begitu juga dengan
lahan di daerah Kwala Bekala, para petani menanam tanaman di lahan berlereng
tanpa tindakan konservasi. Hal ini mengakibatkan erosi pada lahan yang
diusahakan sehingga dapat menimbulkan lahan-lahan kritis di daerah ini.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang daapat dijadikan
dasar dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar laju erosi tanah Andepts pada penggunaan lahan tanaman
jagung di kebun percobaan Kwala Bekala USU.
2. Seberapa besar laju erosi yang masih dapat ditoleransikan tanah Andepts
pada penggunaaan lahan tanaman jagung di kebun percobaan Kwala
Bekala USU.
3. Bagaimana Tingkat Bahaya Erosi (TBE) tanah Andepts yang terjadi pada
penggunaan lahan tanaman jagung di kebun percobaan Kwala Bekala
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menghitung laju erosi tanah Andepts pada penggunaan lahan tanaman
jagung di kebun percobaan Kwala Bekala USU.
2. Menghitung laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) tanah Andepts
pada penggunaan lahan tanaman jagung di kebun percobaan Kwala Bekala
USU.
3. Mengevaluasi tingkat bahaya erosi (TBE) tanah Andepts pada penggunaan
lahan tanaman jagung di kebun percobaan Kwala Bekala USU.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :
1. Bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi, yang merupakan suatu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Dasar dalam mengelola lahan pertanian secara berkelanjutan , dengan tetap
mempertimbangkan keuntungan ekonomis tetapi tetap menjamin
kelestarian sumberdaya lahan.
3. Sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan tentang tingkat bahaya
erosi (TBE) pada penggunaan lahan di kebun percobaan Kwala Bekala
TINJAUAN PUSTAKA
ErosiErosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam
terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan
kuantitas serta kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses: pelepasan
partikel-partikel tanah (detachment), penghanyutan partikel-partikel-partikel-partikel tanah
(transportation), dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan
(deposition) (Foster and Meyer, 1973).
Erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan. Besarnya
erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor yaitu :
1. Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan),
2. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah),
3. Bentuk lahan (kemiringan dan panjang lereng),
4. Vegetasi penutup tanah, dan
5. Tingkat pengelolaan tanah
(Arsyad, 2006).
Erosi tanah bukan saja disebabkan oleh penduduk sekitar hutan, tetapi
secara menyeluruh penyebab erosi tanah adalah meningkatnya kebutuhan manusia
akan sumber daya alam (kayu bakar) yang tersedia makin tertekan, terutama
hutan, sehingga menyebabkan tingkat erosi tanah makin tinggi dan secara
otomatis diikuti kehilangan air. Erosi merupakan proses dimana tanah, bahan
mineral dilepaskan dan diangkut oleh air, angin atau gaya berat. Tanah longsor
dan batu-batuan berjatuhan (mass wastage) merupakan akibat dari gaya berat
Berdasarkan atas terlibat tidaknya peranan manusia sebagai faktor
penyebabnya, erosi dapat dibedakan atas :(1) Erosi alamiah (natural erosion,
normal erosion), dan erosi dipercepat (accelerted erosion). Erosi alamiah dianggap tidak membawa kerugian, karena jumlah tanah yang hilang karena erosi
seimbang dengan jumlah tanah yang terbentuk. Erosi dipercepat adalah erosi yang
diakibatkan oleh perbuatan manusia, yang merusak keseimbangan antara proses
pembentukan dan pengikisan tanah ( Hardjoamidjojo dan Sukandi, 2008).
Produktivitas tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menghasilkan
produksi pertanian yang optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburannya.
Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman. Untuk mencapai
tingkat produksi yang diharapkan, maka macam dan jumlah unsur hara yang
tersedia di dalam tanah pada dasarnya harus berada dalam keadaan yang cukup
dan seimbang bagi pertumbuhan tanaman (Mario dan Syamsiar, 2005).
Komponen air mempunyai efek yang lebih besar pada pergerakan tanah.
komponen itu dapat menyebabkan pergerakan yang secara langsung seperti ketika
air mengalir di suatu permukaan atau menurun pada lahan yang miring. Dimana
tenaga pengangkutan tanahnya akan berbeda menurut kedalaman air mengalir,
apakah alirannya bergolak atau tidak, dan dengan kecepatan air yang bergerak
(Hallsworth, 1987).
Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat
tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar
daripada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini akan menyumbat pori-pori
mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan. Limpasan permukaan
mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut pertikel-partikel tanah yang
telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak
mampu lagi mengangkut bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada
tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan
penghancuran agregat-agregat, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan
(Utomo, 1989).
Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, panjang dan
kemiringan lereng, adanya penutup tanah berupa vegetasi dan aktivitas manusia.
Dinyatakan dalam persamaan berikut :
E = f (i . t . r . v . m)
Di mana :
E = Erosi
i = iklim
t = tanah
r = topografi
v = vegetasi
m = manusia
(Utomo, 1988).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Faktor iklim
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi antara lain : hujan,
temperatur, angin, kelembapan, dan radiasi matahari. Faktor hujan yaitu curah
waktu mungkin tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah. Demikian
pula bila hujan dengan intensitas tinggi tetapi terjadi dalam waktu singkat. Hujan
akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam
waktu yang relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam
menentukan erosi. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses erosi energi
kinetik merupakan penyebab utama dalam menghancurkan agregat-agregat tanah.
Besarnya energi kinetik hujan tergantung pada jumlah hujan, intensitas dan
kecepatan jatuhnya hujan. Kecepatan jatuhnya butir-butir hujan itu sendiri
ditentukan ukuran butir-butir hujan dan angin (Utomo, 1988).
Faktor tanah
Sifat – sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan
organik,dan tingkat kesuburan tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat
tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan
tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan
menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan
pertanian berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga
partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan
pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi
kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan
liatnya >35%, kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi
Tanah Andepts
Adapun jenis tanah dalam penelitian adalah merupakan jenis tanah
Andosol atau Andepts dimana nilai faktor kedalaman tanah 1,0. Tanah ini
mempunyai tekstur liat berlempung dan sruktur tanahnya termasuk granular halus.
Tanah ini dibentuk dalam bahan abu volkan dan mempunyai horison A. Adapun
ciri tanah horison A yaitu warna coklat tua, tekstur liat, struktur granular sedang,
lemah, agak pekat, batas horison nyata dan berombak. Tanah mempunyai nilai
infiltrasi yang tinggi walaupun tanahnya dibasahi secara merata, drainase baik
sampai cepat, dan mempunyai nilai pemindahan air yang tinggi
(Soil Survey Manual, 1993).
Andepts merupakan salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan
tersebar pada beberapa tempat di daerah tropika. Akhir-akhir ini Andepts
mendapat perhatian secara khusus. Tanah Andepts tanah yang berwarna hitam ,
mengandung bahan organik dan lempung amorf, serta sedikit silica, yang
terbentuk dari abu vulkanik dan umumya ditemukan di daerah dataran tinggi
(Darmawijaya, 1990)
Andepts merupakan tanah mineral dengan lapisan permukaan yang
berwarna hitam sampai coklat gelap dan lapisan di bawah permukaan berwarna
coklat sampai coklat kekuningan. Tanah ini dibentuk di daerah pegunungan yang
masih aktif dan sekitarnya. Tanah ini berkembang dari bahan-bahan abu volkan.
Menurut Tan (1965) tanah Andisol atau Andepts di Indonesi berkembang dari
berbagai bahan induk. Di Sumatera ditemukan Andosol dengan bahan induk yang
Menurut Mohr, et al (1972) Andosol mempunyai horison A dan ABC.
Horison A berstruktur remah dan granular dan horison B mempunyai stuktur
gumpal sampai gumpal bersudut. Andosol mempunyai bahan organik yang tinggi
.Kandungan bahan organik tersebut tinggi di lapisan atas dan menurun jumlahnya
sesuai dengan kedalamannya. Kandungan bahan organik yang tinggi akan
membentuk kompleks stabil dengan alofan, sehingga berpengaruh terhadap
kapasitas menahan air dan kerapatan lindak (bulk density). Jadi semakin tinggi
bahan organik akan membantu megurangi laju erosi karena tanah akan meresap
air limpasan di permukaan.
Tanah Andosol atau Andept terbentuk dari abu vulkan muda dengan bahan
organik yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir berlempung, tekstur lapisan
bawah berliat, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan perkolasinya
tinggi. Berdasarkan sifat-sifat tersebut , pengukuran erodibilitas tanah dengan
nomograph menunjukkan bahwa indeks erodibilitas Andosol bervariasi dari 0,10
sampai 0,25. Andosol mempunyai nilai erodibilitas rendah sampai sedang. Jadi
dapat dikatakan bahwa sebenarnya tanah Andepts cukup tahan terhadap erosi
yang ditimbulkan oleh pukulan air hujan dan kikisan limpasan permukaan
(Utomo, 1989).
Kebanyakan Andepts baik untuk pertanian karena menyerap air banyak.
Tanah yang cepat menyerap air hujan akan sangat baik untuk tanaman karena
tanaman akan tumbuh dengan ketersediaan air yang tercukupi dan juga tidak
dalam keadaan jenuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra dkk (1988)
bahwa pada tanah jenis Andosol dimanfaatkan untuk bertanam padi, sayuran,
dengan penambahan bahan kapur sehingga tekstur tanah dapat diperbaiki. Nilai
tekstur tanah dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Penilaian ukuran butir (M) untuk digunakan dalam rumus nomograph
(Hammer, 1978).
Dalam penelitian, jenis tanah Andepts mempunyai tekstur lempung berliat
(clay loam) dengan nilai M 2448. Tanah lempung berliat bagi usaha tani dapat
dikatakan sangat cocok. Namun pada tanah lempung berliat, kemampuan
mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang dipecahkan butir-butir
hujan serta bagian tanah yang terkikis oleh hujan akan jauh lebih banyak
dibanding aliran permukaan itu berada di atas tanah pasir.
Faktor topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief
erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan
faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan
tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi
matahari. Pada lahan penelitian, kemiringan lereng masuk dalam kelas lereng
Klas tekstur Nilai M Klas tekstur Nilai M
USDA (USDA)
heavy clay 210 loamy sand 3245
medium clay 750 silt clay loam 3770
sandy clay 1213 sandy loam 4005
light clay 1685 Loam 4390
sandy clay loam 2160 silt loam 6330
silt clay 2830 Silt 8245
clay loam 2830 tidak diketahui 4000
bergelombang/agak miring. Dengan kemiringan sebesar 11,1 % maka daerah ini
termasuk rawan erosi.
Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng
No Relief Lereng (%)
1. Datar 0-3
2. Berombak/landai 3-8
3. Bergelombang/agak miring 8-15
4. Miring berbukit 15-30
5. Agak Curam 30-45
6. Curam 45-65
7. Sangat Curam > 65
(Utomo, 1989).
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang
berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng
10 %. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman 45º. Selain dari
memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar
energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng
permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar
(Sinukaban, 1986).
Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam maka
banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0 - 2,5 kali lebih banyak. Gambar 1
menunjukkan hubungan antara erosi dengan kecuraman lereng, erosi semakin
besar dengan makin curamnya lereng. Sementara jika besarnya erosi menjadi dua
kali lebih besar, jumlah aliran permukaan tidak banyak bertambah bahkan
cenderung mendatar (Gambar 1), hal ini disebabkan jumlah aliran permukaan
Gambar 1. Hubungan antara Kecuraman Lereng dengan Aliran Permukaan dan Erosi
(Arsyad, 2000).
Untuk menentukan lokasi dan besar kemiringan lereng di lahan jagung
bisa menggunakan alat pengukur kemiringan yaitu Abney Level. Lereng yang
akan diukur kemiringannya hendaknya bebas dari segala hambatan, agar lebih
mudah dalam pengamatan. Membidik dengan Abney Level melalui lubang
pengamatan bisa dilakukan dari puncak lereng ke dasar lereng atau sebaliknya.
Untuk memudahkan dalam membidik dapat digunakan dua patok kayu yang
panjangnya setinggi dengan arah pandangan mata. Abney Level diletakkan di atas
patok kayu, kemudian diatur dengan cara memutar Abney Level. Angka yang
ditunjukkan oleh jarum pada skala merupakan derajat atau persen kemiringan dari
lereng yang dicari ( Hidayat, 2001).
Faktor vegetasi
Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah terhadap
kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Pada dasarnya tanaman mampu
1. Intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsorpsi melalui energi air hujan,
sehingga memperkecil erosi. Daun tanaman jagung adalah daun
sempurna. Karena bentuknya memanjang. Setiap stoma dikelilingi
sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam
respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
2. Pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar-akarnya. Akar
jagung dapat mencapai 2 m ke dalam tanah. Pada tanaman yang sudah
cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian
bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Akar jagung ini
juga berfungsi membentuk pori-pori tanah sehingga air hujan yang jatuh
ke tanah lagsung dengan mudah diserap oleh akar-akarnya.
3. Pengaruh terhadap limpasan permukaan yang dihalangi oleh batang
jagung yang tumbuh kokoh dan kuat. Dengan jarak tanam yang tepat
maka laju air limpasan dapat ditahan oleh batang jagung tersebut.
4. Peningkatan aktivitas biologi dalam tanah. Dengan adanya hewan-hewan
mikro di dalam tanah membantu menambah kadar bahan organik dalam
tanah yang mampu membentuk pori-pori tanah untuk peresapan air
hujan yang turun.
5. Peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi.
Pengaruh vegetasi tersebut berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman,
perakaran, tinggi tanaman, tajuk, dan tingkat pertumbuhan dan musim
Faktor manusia atau konservasi tanaman (P)
Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah
menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan,
pembukaan areal lainnya untuk tanaman, perladangan, dan lain sebagainya. Maka
dengan praktik konservasi tanaman diharapkan dapat menguragi laju erosi yang
terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah,yaitu
teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu
(upstream area). Untuk menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan
diperlukan kajian terhadap empat faktor, yaitu jumlah, macam dan waktu
berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang berkaitan dengan iklim, jumlah dan
macam tumbuhan penutup tanah, tingkat erodibilitas di daerah kajian, dan
keadaan kemiringan lereng (Asdak, 1995).
Tanaman Pangan (Jagung)
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung
diklasifikasikan sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Family : Poaceae(Graminae)
Genus : Zea
Tanaman jagung termasuk jenis tanaman semusim. Tanaman semusim
adalah tanaman yang memerlukan frekwensi penanaman 2-3 kali setahun
sehingga tanah ini sering diolah dan pada tanah miring rawan terhadap erosi.
Untuk itu dalam penanamannya perlu diatur jarak tanam yang sesuai agar tajuk
tanaman dapat menaungi permukaan tanah dan cara penanaman mengikuti garis
kontur.
Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun,
bunga, dan buah. Perakaran tanaman jagung terdiri atas empat macam akar yaitu
akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut
berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam yang terdapat dalam
tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan
( Rukmana, 1997).
Syarat tumbuh
1. Keadaan iklim
Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm-200
mm per bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100 mm-125 mm per
bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karena itu tanaman jagung cenderung
amat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (curah hujan 1000-2500
mm/thn). Unsur iklim yang paling penting berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi jagung adalah faktor penyinaran matahari. Tanaman jagung
membutuhkan penyinaran matahari penuh, maka tempat penanamannya harus
terbuka. Di tempat yang terlindung pertumbuhan batang tanaman jagung menjadi
kurus dan tongkolnya ringan sehingga produksinya cenderung menurun
2. Keadaan Tanah
Tanah berdebu yang kaya hara dan humus cocok untuk tanaman jagung.
Di samping itu tanaman jagung juga toleran terhadap berbagai jenis tanah,
misalnya tanah andosol, dan latosol. Tanaman jagung membutuhkan tanah yang
bertekstur lempung, lempung berdebu ataupun lempung berpasir, dengan struktur
tanah remah, aerasi dan drainase yang baik serta cukup air. Demikian pula
tanah-tanah berat misal grumosol, ultisol, dapat ditanami dengan jagung dengan
pertumbuhan yang normal apabila aerasi dan drainasenya baik. Tanaman jagung
juga toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH 5,5-7,0. Tingkat
keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah pada pH 6,8.
Penanaman
Penanaman jagung pada tegal biasanya dilakukan menjelang musim hujan
yaitu antara bulan September sampai bulan November. Bilamana perlu
penanaman dilakukan setelah akhir musim hujan yaitu antara bulan Februari
hingga bulan April. Hal ini dilakukan untuk mengurangi laju erosi. Karena hujan
yang turun dengan intensitas yang besar dan terus-menerus akan mengakibatkan
limpasan di permukaan sehingga tanah lapisan atas kemungkinan akan terkikis
dan menghasilkan sedimentasi. Sedangkan pada saat tanaman masih berumur
muda, tanaman tidak akan kuat menahan laju erosi dan tanaman bisa rusak bahkan
mati.
Penaman jagung dapat dilakukan dalam berbagai jarak tanam. Hal ini
tergantung tujuan penanaman. Jarak tanam yang semakin sempit memerlukan
kebutuhan benih yang lebih banyak. Jarak tanam jagung biasanya 100x40 cm atau
air limpasan di permukaan sehingga dapat mengurangi laju erosi. Sebaliknya jika
jarak tanam lebih besar maka akan menyebabkan tanah lebih mudah terbawa pada
saat terjadi limpasan di permukaan dan ini akan menyebabkan erosi terjadi dalam
jumlah yang besar. Penanaman jagung yang biasa dilakukan oleh petani adalah
dengan menggunakan alat sederhana yang disebut tugal. Alat tersebut digunakan
dengan cara ditugalkan ke dalam tanah sesuai dengan pengaturan jarak tanam
tertentu dengan kedalaman 2,5-5 cm. Cara menanam dengan tugal lebih baik
daripada dengan menggunakan cangkul, karena hanya akan sedikit mengganggu
tanah, sehingga kemampuan infiltrasinya tidak akan terganggu sehingga dapat
mengurangi laju erosi pada lahan tanaman jagung.
Pendugaan Erosi (USLE)
Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah yang telah dikembangkan oleh Smith dan
Wischmeier tahun 1978. Apabila dibandingkan dengan persamaan kehilangan
tanah yang lainnya, USLE mempunyai kelebihan yaitu variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap besarnya kehilangan tanah dapat diperhitungkan secara
terperinci. Sampai saat ini USLE masih dianggap sebagai rumus yang paling
mendekati kenyataan, sehingga lebih banyak digunakan daripada rumus lainnya.
Persamaan kehilangan tanah yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith
yaitu sebagai berikut:
P C S L K R
A= × × × × ×
dimana :
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi
hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E)
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22,1 meter) terletak pada lereng 9 %,
tanpa tanaman.
L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
lereng 72,6 kaki (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik.
S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari
suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa
tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan
penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut
kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan
tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya erosi dari tanah yang
diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik
Metode Petak Kecil
Selain dengan menggunakan metode USLE, pengukuran laju erosi juga
dapat dihitung langsung di lapangan dengan menggunakan petak kecil.
Karakteristik wilayah yang harus diperhatikan adalah kemiringan lereng, jenis
tanah, dan sistem bercocok tanam. Plot berbentuk segi empat memanjang lereng
dengan sumbu bawah merupakan tempat kolektor untuk menampung aliran
permukaan dan sedimen. Ukuran petak adalah 22 m dan lebarnya 2 m. Di
sekeliling petak dibatasi oleh sekat. Lebar sekat sekitar 30 cm yakni 15 cm
ditanam dan 15 cm berada di permukaan tanah.
Adapun cara untuk menentukan pengikisan dan penghanyutan tanah yaitu
dengan menggunakan metode pengukuran besarnya tanah yang terkikis dan aliran
permukaan (run-off) untuk satu kali kejadian hujan. Metode ini disebut
“Pengukuran Erosi Petak Kecil”, metode ini ditujukan untk mendapatkan
data-data sebagai berikut :
1. Besarnya erosi
2. Pengaruh faktor tanaman
3. Pemakaian bahan pemantap tanah (soil conditioner)
4. Pemakaian mulsa penutup tanah dan
5. Pengelolaan tanah (Sarief, 1980)
Dengan berpegangan pada pendapat Konhke dan Bertrand (1959) bahwa
petak kecil yang biasanya berbentuk persegi panjang dipergunakan untuk
mendapatkan besarnya pengikisan dan penghanyutan yang disebabkan oleh
pengaruh faktor-faktor tertentu untuk suatu tipe tanah dan derajat lereng tertentu.
terjadi pada saat hujan turun dapat ditampung dalam suatu bak penampungan air
yang dipasang di ujung bagian bawah petak tersebut (Kartasapoetra, 1990).
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat
berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap
penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap
tanah. Menurut (FAO, 1965) dalam (Sinukaban, 1986) pergiliran tanaman
terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah lainnya,
merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting. Tujuannya adalah
memberikan kesempatan pada tanah untuk mengimbangi periode pengrusakan
tanah akibat penanaman tanaman budidaya secara terus-menerus. Keuntungan dari
pergiliran tanaman adalah mengurangi erosi karena kemampuannya yang tinggi
dalam memberikan perlindungan oleh tanaman, memperbaiki struktur tanah
karena sifat perakaran, dan produksi bahan organik yang tinggi.
Erosi yang Ditoleransikan (T)
Menurut Arsyad (2000) evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat
bahaya erosi ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah
aktual dengan erosi tanah yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss). Untuk
mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu ancaman
degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi dari lahan
tersebut.
Menurut Troeh, Hobbs dan Donahue (1980) sedikitnya ada empat faktor
utama yang yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi tanpa
kehilangan produktivitas tanah secara permanen. Keempat faktor tersebut adalah
dan jumlah erosi terdahulu. Makin dalam tanah dan makin tebal bahan yang
ditembus oleh akar tanaman, makin cepat erosi terjadi.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Untuk tanah yang mempunyai sifat-sifat horison yang jelas,
perubahan-perubahan yang terjadi oleh erosi mudah diketahui, sehingga dengan tepat dapat
ditentukan tingkat kehilangan tanah yang telah terjadi. Tingkat atau kelas erosi
ditentukan berdasarkan tebalnya horison A atau lapisan tanah yang hilang. Tanah
yang masih ditumbuhi rerumputan atau yang belum banyak diolah dapat
digunakan sebagai pembanding dengan tanah yang telah diusahakan dalam waktu
yang relatif lama. Perbandingan harus dilakukan pada lahan yang sama dan
kemiringan yang relatif sama. Selanjutnya kelas-kelas erosi dibagi berdasarkan
banyaknya horison permukaan yang hilang yaitu persen dari horison A yang asli
(Mario dan Syamsiar, 2005).
Tingkat Bahaya Erosi dikategorikan ke dalam sangat ringan hingga sangat
berat. Pada tanah dengan solum dalam (kedalaman >90 cm) seperti pada wilayah
kajian, tingkat bahaya erosi dikatakan Sangat Ringan (SR) bila jumlah erosi < 15
ton/(ha.thn), Ringan (R) bila jumlah erosi antara 15-60 ton/(ha.thn), Sedang (S)
bila jumlah erosi 60-180 ton/(ha.thn), Berat (B) bila jumlah erosi 180-480
ton/(ha.thn) dan Sangat Berat (SB) bila erosinya > 480 ton/(ha.thn)
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2010 pada
lahan tanaman jagung di Kebun Percobaan Kwala Bekala USU, Kecamatan
Medan Johor Kotamadya Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Abney Level, talang air,
pipa pvc, bor tanah, pelampung, ring sampel tanah, meteran, waterpass, oven,
pisau pandu, kantong plastik dan karet gelang, drum penampung atau kolektor air
larian dan sedimentasi, lembar plastik penahan/dinding petak kecil, spons, patok
kayu, paku, martil dan alat pertukangan lainnya, perangkat penakar mini curah
hujan, timbangan, peralatan laboratoriun, alat tulis, dan kamera digital.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Lahan tanaman
jagung, lahan tanaman terbuka, contoh tanah/sedimen, contoh air larian, peta
administrasi, peta jenis tanah, kertas saring Whatman, kertas label, dan data curah
hujan 10 tahun.
Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah :
1. Dihitung erosi dengan menggunakan Metode Petak Kecil.
a.Ditentukan lokasi penempatan alat petak kecil
- Ditentukan lahan yang akan dipilih yaitu lahan tanaman jagung
- Diukur kemiringan dan panjang lereng
b.Diukur curah hujan per kejadian hujan dengan alat penakar curah hujan
c.Dilakukan pengukuran setiap setelah kejadian hujan
d.Pengukuran air limpasan dan sedimen (petak I dan Petak II)
- Diaduk seluruh air limpasan dan sedimen yang tertampung dalam
talang ataupun dalam drum penampung pada masing-masing petak.
- Dihitung volume air limpasan dan sedimen yang telah diaduk rata (jika
air masuk dalam drum maka volume dikalikan dengan jumlah lubang
pada talang)
- Diambil sampel larutan (air limpasan dan sedimen yang diaduk) pada
petak 1 dan 2 sebanyak 200 ml sebanyak 3 x ulangan.
e.Pengukuran besar tanah yang tererosi,
- Disaring sampel larutan
- Diovenkan sedimen yang tersaring hingga berat konstan (24 jam)
- Ditimbang sedimen yang tersaring setelah diovenkan.
2. Dihitung erosi menggunakan persamaan USLE.
a. Ditentukan titik pengambilan sampel tanah, diambil sampel tanah.
b. Dihitung laju permeabilitas tanah.
c. Dianalisis sifat fisika tanah (tekstur, struktur).
d. Dianalisis kandungan C-Organik tanah
e. Dihitung besar erosi (A)
3. Ditentukan laju erosi yang dapat ditoleransikan ( T ).
Metode Penelitian
Untuk mengetahui tingkat bahaya erosi di kebun percobaan USU Kwala
Bekala yaitu melalui perhitungan dan pengukuran besarnya erosi aktual dan erosi
yang diperbolehkan pada setiap tipe penggunaan lahan tanaman pangan jagung.
Pengukuran erosi dan pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara
purposive sampling terutama dalam menetapkan lokasi pada lahan tanaman jagung.
Penetapan besarnya erosi dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) perhitungan
(prediksi) menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) dan (2)
pengukuran secara langsung menggunakan metode petak kecil (kolektor air larian
dan sedimentasi).
Pengukuran laju erosi dengan metode petak kecil
Metode petak kecil yang dibuat merupakan petak standar berukuran
panjang 22 m dengan lebar 2 m. Petakan lahan tersebut dibatasi menggunakan
lembar plastik yang ditanamkan (sekitar 10 cm) tertanam di dalam tanah,
sedangkan sisanya 10 cm menjadi dinding penahan air larian dan sedimen. Untuk
menampung air larian dan tanah yang tererosi, di ujung bawah petak dipasang
tangki penampungan, diberi tutup di bagian atasnya agar air hujan tidak langsung
masuk ke dalam drum tersebut (hanya air larian dari petak yang dibatasi tersebut
yang masuk ke dalam drum penampung)
Cara perhitungan dengan metode petak kecil adalah :
Berat sedimen v
Dimana :
Total sedimen = rata-rata ulangan x volume air tertampung
Apabila air larian yang tertampung didalam drum, maka total sedimen (gr) = total sedimen x 3.
Maka erosi untuk 3 bulan (selama penelitian) adalah :
∑
=Dengan : n = jumlah kejadian hujan yang menyebabkan erosi Ah = berat total sedimen yang tererosi.
Rata-rata erosi pada petak kecil (E) = n
Dimana H = total hari hujan selama 10 tahun
Perhitungan (prediksi) laju erosi menggunakan persamaan USLE
Penetapan erosi aktual pada lahan tanaman jagung yang dipilih untuk
dijadikan sampel penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan (prediksi)
USLE menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dimana : A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/(ha.thn)
R = Faktor erosivitas hujan
L = Panjang lereng
S = Kemiringan lereng
C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah
P = Faktor teknik konservasi tanah
a. Faktor Erosivitas Hujan (R)
Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 15
tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas
hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) :
( )
P.Max = curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang
bersangkutan (cm)
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung
dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :
[ ] [ ]
K = Faktor erodibilitas tanah
(100 - % liat) jika data yang tersedia hanya data % debu, %
pasir, dan %liat, maka %liat sangat halus diperoleh dari 20%
dari % pasir (Sinukaban, 1986 dalam Girsang,1998)
a = bahan organik tanah (% C x 1,724)
b = Harkat struktur tanah (Tabel 3)
c = Harkat permeabilitas profil tanah (Tabel 4)
Tabel 3. Harkat struktur tanah
Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter) Harkat Granular sangat halus
Granular halus
Granular sedang sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal
1 2 3 4
Sumber : Arsyad, 1989
Tabel 4. Harkat permeabilitas tanah
Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah Harkat
Sangat lambat (<0,5 cm/jam) Lambat (0,5-2,0 cm/jam)
Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam) Sedang (6,3-12,7 cm/jam)
Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam) Cepat (>25,4 cm/jam)
6
Sumber : Arsyad, 1989
c. Faktor Topografi (LS)
Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan
lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan
terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft)
dengan kemiringan lereng 9 %. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan
Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :
L
LS = (0,00138)S2 + 0,00965S+ 0,0138
Dengan :
S = Kemiringan lereng (%)
L = Panjang lereng (m)
d. Faktor Penutup Vegetasi (C)
Tabel 5. Nilai faktor (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman
No. Jenis Tanaman Nilai Faktor C (tabur musim dingin)
0,2 – 0,4 (tabur musim semi)
0,2 Sumber : Suripin, 2004.
e. Faktor Pengendali/konservasi Lahan (P)
Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor
teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan
dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi
yang identik. Disamping itu juga akan ditentukan besarnya laju erosi yang masih
Tabel 6. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah
No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P
1.
Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku
Konstruksi baik Konstruksi sedang Konstruksi kurang baik Teras tradisional
Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0-8 %
Kemiringan 8-20 % Kemiringan > 20 % Penggunaan sistem kontur
Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) Penggunaan mulsa jerami(6 ton/ha)
Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL)
Padang rumput (sementara)
Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m) Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m)
Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha) Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha)
1,00
Sumber : - Arsyad, S. (1989), Seta, A. K. (1991), Kartasapoetra (1990)
Laju Erosi yang Masih dapat Ditoleransikan (T)
Sebagai bahan perbandingan ditentukan laju erosi yang masih dapat
ditoleransikan untuk lahan tanaman industri yang sedang di ukur tingkat bahaya
erosinya. Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan
dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut:
xBd RL EqD T =
Dimana :
T = Laju erosi dapat ditoleransi (mm/ha.thn)
EqD = faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah (cm)
RL = Resource life (400 tahun)
Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah disajikan pada Tabel 7
Tabel 7. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah
No. USDA Sub Order dan Kode Faktor Kedalaman Tanah 1 Sumber : Hammer, 1981
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi
aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) (Hammer, 1981):
TBE = A/T
Kriteria tingkat bahaya erosi disajikan pada Tabel 8
Tabel 8.Kriteria tingkat bahaya erosi
Nilai Kriteria/Rating TBE
< 1.0
Parameter Penelitian
Untuk penghitungan erosi menggunakan persamaan USLE, parameter
yang akan diamati yakni :
a. Jenis tanah
Untuk menentukan jenis tanah pada kawasan Kwala Bekala USU dapat
dilihat pada peta jenis tanah.
b. Permeabilitas tanah
Untuk mengetahui tingkat permeabilitas tanah lahan tanaman jagung
diukur langsung di lapangan dengan alat bot tanah.
c. Kadar C-organik tanah
Untuk mengetahui besar bahan organik pada tanah Andept diperoleh dari
pengukuran di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU.
d. Tekstur tanah
Untuk mengetahui tekstur tanah di lahan tanaman jagung diperoleh dari
pengukuran di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU.
e. Struktur tanah
Untuk mengetahui struktur tanah di lahan tanaman jagung diperoleh dari
pengukuran di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU.
f. Kemiringan lereng
Untuk mengetahui kemiringan lereng di lahan tanaman jagung diperoleh
g. Curah hujan tahunan, bulanan, dan harian
Untuk mengetahui curah hujan tahunan, bulanan, dan harian di daerah
Kwala Bekala USU Kecamatan Pancur Batu diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sampali.
Pengukuran erosi secara langsung menggunakan metode petak kecil
dilakukan pada lahan tanaman jagung dengan dua unit alat pengukuran (petak
kecil). Parameter yang akan diamati dalam pengukuran erosi dengan
menggunakan metode petak kecil adalah:
a. Jumlah curah hujan per kejadian hujan
Untuk mengetahui jumlah curah hujan per kejadian hujan diperoleh dari
alat penakar hujan mini
b. Volume air larian pada drum kolektor
Untuk mengetahui besar volume air larian diperoleh dengan cara
mengukur ketinggian air di dalam drum kolektor
c. Berat sedimentasi tanah di dalam drum kolektor.
Untuk mengetahui jumlah sedimentasi diperoleh dengan cara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan kampus USU Kwala Bekala secara administratif tepatnya
berada di desa Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kab, Deli Serdang.
Lokasinya secara geografis 3 29' 18,6" LU dan 98 37' 26,3" BT. Daerah ini
memiliki curah hujan antara 2102-3407 mm/tahun. Iklim di lokasi ini berdasarkan
klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe B (14,3 - 33,3 %) dengan
curah hujan rata-rata adalah 130 hari per tahun dan hari hujan terbesar terjadi pada
bulan Oktober sampai dengan April. Sedangkan menurut Oldeman termasuk ke
dalam tipe iklim C1 dimana jumlah bulan basah rata-rata 5-6 bulan basah dan 1
bulan kering. Iklim suhu di udara minimum adalah 220C dan maksimum adalah
340C (Rifai, dkk, 1987)
Kawasan hutan pendidikan (arboretum) di kampus USU Kwala Bekala
merupakan suatu bagian dari kegiatan akademik Fakultas Kehutanan dan
Pertanian yang dipergunakan untuk pengembangan hasil pertanian maupun
kehutanan. Dengan relief dan bentuk wilayah termasuk daerah bergelombang
sampai dengan miring berbukit (8 -16 %) lahan ini masih memungkinkan untuk
diolah menjadi lahan pertanian. Akan lebih baik disertai dengan konservasi tanah.
Adapun penggunaan lahan di kebun Kwala Bekala secara garis besar terbagi atas
pertanian tanaman keras, tanaman semusim, dan peternakan. Vegetasi yang
terdapat pada daerah penelitian terdiri dari kelapa sawit, jagung, ubi kayu, serai,
pisang dan semak belukar (Silaban, 2008)
Pembangunan Arboretum juga ditujukan sebagai bentuk lain dari
konservasi sumberdaya hayati ex-situ yang aman dan efisien dalam pelestarian
dan masyarakat secara umum, terutama bagi perguruan tinggi dan lembaga
pendidikan secara umum, mengingat semakin berkurangnya tempat penelitian dan
pengkajian ekosistem hutan bagi pelajar, mahasiswa dan peneliti. Selain itu,
keberadaan arboretum dapat dijadikan sumber pendapatan dengan turut
dibudidayakannya tanaman hortikultura, tanaman pangan, tanaman sela bernilai
ekonomi tinggi (USU, 2010)
Nilai Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Jagung
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lahan tanaman jagung maka
diperoleh nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) yaitu 33 ton/(ha.thn). Nilai T
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 9 Nilai Erosi yang Ditoleransi pada lahan tanaman jagung
Besar nilai erosi yang ditoleransikan (T) yaitu sebesar 33 ton/(ha.thn)
diperoleh dengan menggunakan persamaan Hammer (1981). Nilai ini dipengaruhi
oleh faktor kedalaman efektif tanah lahan tanaman jagung sebesar 1100 mm,
faktor kedalaman tanah Andept yaitu 1, umur penggunaan tanah, dan kerapatan
lindak (bulk density )di lahan tanaman jagung yaitu 1,2 gr/cm3. Nilai T (33
ton/ha.thn) yang dihasilkan termasuk tinggi karena menurut Rahim (1995) secara
umum nilai Edp untuk kebanyakan tanah di Indonesia adalah 25 ton/(ha.thn) atau
setara dengan 25 mm/thn. Hal ini berarti bahwa tanah Andept pada lahan tanaman
jagung sangat toleran terhadap erosi yang terjadi. Kecamatan
Kedalaman efektif tanah
(mm)
Faktor Kedalaman
Tanah
W (thn) BD gr/cm3 T (ton/ha.thn)
Pancur
Batas erosi yang diperbolehkan adalah batas maksimal besarnya erosi
yang masih diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi
dipengaruhi oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan
permeabilitas tanah. Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi
terhadap besarnya erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah.
Evaluasi bahaya erosi ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan
tingkatannya. Penelitian menunjukkan bahwa batas erosi yang masih boleh terjadi
di lahan tanaman jagung di Kwala Bekala adalah 33 ton/(ha.thn). Dengan
menanam jagung di kemiringan 11,1 % masih berpeluang untuk menghasilkan
dan berproduktivitas dengan baik.
Arsyad (1976) mengatakan bahwa lahan dengan kemiringan > 5%
merupakan lereng yang sudah mulai riskan dengan erosi. Jadi walaupun nilai T
pada lahan tanaman jagung tinggi dan toleran akan lebih baik jika petani
melakukan teknik konservasi untuk mencegah erosi yang terjadi. Salah satu
contoh konservasi misalnya dengan menanam secara strip (strip crooping).
Pengukuran Erosi Pada Tanaman Jagung di Kebun Kwala Bekala USU
1. Pengukuran dengan Metode Petak Kecil
Dari hasil penelitian yang dilakukan yaitu pengambilan data erosi tanah setiap
kali kejadian hujan selama 3 bulan (Agustus-Oktober) pada 2 unit petak kecil
tanaman jagung maka diperoleh total sedimen pada petak I yaitu 1011,03 gr dan
petak II yaitu 1045,22 gr.Dengan jumlah kejadian hujan yang mengakibatkan
terjadinya erosi yaitu sebanyak 12 kali.
Untuk mendapatkan besarnya sedimentasi dapat dihitung dengan rumus
Petak I
Sedimen total = 1011,03 gr
Sedimen dalam 1 hari
= sedimen total/jumlah kejadian hujan
= 1011,03gr/12 hari
= 84,25 gr/hari
Sedimen untuk luasan 22x2 m
= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan
= 84,25 gr/hari x 1686 hari/thn
= 142.045 gr/thn.44m2
Sedimen untuk luasan hektar
= (10.000 m2/44m2) x sedimen untuk luasan 22 x 2 m
= (10.000m2/44m2) x 142.045 gr/thn.44m2
= 32.283.068gr/ha.thn
= 32,28 ton/(ha.thn)
Petak II
Sedimen total = 1045,22 gr
Sedimen dalam 1 hari
= sedimen total/jumlah kejadian hujan
= 1045,22gr/12 hari
= 87,10 gr/hari
Sedimen untuk luasan 22x2 m
= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan
= 87,10 gr/hari x 1686 hari/thn
= 146.850,6 gr/thn.44m2
Sedimen untuk luasan hektar
= (10.000 m2/44m2) x sedimen untuk luasan 22 x 2 m
= (10.000m2/44m2) x 146.850,6 gr/thn.44m2
= 33.375.136 gr/ha.thn
= 33,37 ton/(ha.thn)
Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode petak kecil pada lahan
tanaman jagung selama 3 bulan maka diperoleh besarnya erosi (A) yaitu 32,82
ton/(ha.thn) atau setara dengan 2,69 mm/thn. Dengan asumsi bahwa pengukuran
data erosi selama tiga bulan dapat digunakan untuk menghitung erosi selama 12
bulan karena tanaman pengendali erosinya adalah tanaman musiman. Sedang
untuk besarnya erosi selama tiga bulan dengan 42 kali kejadian hujan
diprediksikan sekitar 8,04 ton/(ha.thn).
Besar erosi pada lahan tanaman jagung (A= 32,82 ton/ha.thn) dengan
metode petak kecil tidak jauh berbeda dengan nilai erosi yang ditoleransikan
(T= 33 ton/ha.thn). Ini menunjukkan bahwa kejadian erosi pada lahan tanaman
jagung tergolong rendah (<1,09) dan masuk kedalam Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Ringan. Dapat disimpulkan bahwa tanaman jagung sebagai vegetasi pada suatu
lahan cukup bagus untuk menahan laju erosi pada lahan yang miring apabila
tanaman jagung ditanam dengan jarak tanam yang sesuai, waktu tanam yang tepat,
dan penanaman mengikuti garis kontur. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kartasapoetra (1988) bahwa vegetasi yang menutupi tanah atau pohon-pohon di
hutan dapat melindungi tanah dan mempunyai peranan besar menghambat dan
mencegah berlangsungnya erosi. Vegetasi akan melindungi tanah permukaan dari
pukulan langsung butir-butir air hujan dan memperbaiki struktur tanah melalui
akar-akarnya.
Benneth (1955) mengemukakan bahwa tanaman-tanaman yang sangat
berguna dalam pertumbuhannya bagi pengawetan atau konservasi tanah dapat
a. Tanaman-tanaman rendah dan perladangan yang biasa tumbuh sebagai
tanaman pengendali tanah dalam pergilirannya dan sebagai tanaman
musiman penutup tanah yang berguna dalam pengendalian erosi.
Contohnya tanaman jagung, singkong, kacang tanah, serai.
b. Tanaman-tanaman yang sampai sekarang telah terbukti sebagai
tanaman yang dapat mengendalikan erosi seperti pohon-pohon
penghijauan. Contoh : nangka, cengkeh, turi, karet, petai.
Untuk pengukuran besar erosi pada lahan terbuka atau kontrol adalah
sebagai berikut :
Kontrol I
Sedimen total = 1969,89 gr
Sedimen dalam 1 hari
= sedimen total/jumlah kejadian hujan
= 1969,89/12 hari
= 164,15 gr/hari
Sedimen untuk luasan 22x2 m
= 164,15 gr/hari x 1686 hari/thn
= 276.756,9 gr/thn.(44 m2)
Sedimen untuk luasan hektar
= (10.000 m2/44m2) x sedimen untuk luasan 22 x 2 m
= (10.000m2/44m2) x 276.756,9 gr/thn.44m2
= 62.899.295 gr/ha.thn
= 62,89 ton/(ha.thn)
= 5,24 mm/thn dengan bulk density 1,2 gr/cm3
Kontrol II
Sedimen total = 2047,96 gr
Sedimen dalam 1 hari
= sedimen total/jumlah kejadian hujan
= 2047,96/12 hari
= 170,66gr/hari
Sedimen untuk luasan 22x2 m
= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan
= 170,66 gr/hari x 1686 hari/thn
Sedimen untuk luasan hektar
= (10.000 m2/44m2) x sedimen untuk luasan 22 x 2 m
= (10.000m2/44m2) x 287.732,8 gr/thn.44m2
= 65.393.809 gr/ha.thn
= 65,39 ton/(ha.thn)
= 5,44 mm/thn dengan bulk density 1,2 gr/cm3
Dari hasil penelitian pada lahan terbuka (sebagai kontrol dalam penelitian)
maka diperoleh besarnya erosi (A) yaitu 64,14 ton/(ha.thn) setara dengan 5,34
mm/thn. Nilai erosi pada lahan terbuka (lahan kontrol) lebih besar dari erosi yang
ditoleransikan (33 ton/ha.thn) sehingga kejadian erosi pada lahan terbuka
tergolong sedang (indeks TBE = 1,90).
Pada lahan terbuka (kontrol) diperoleh nilai erosi yang sangat besar
daripada lahan tanaman jagung. Ini terjadi karena pada lahan terbuka yang tidak
ditumbuhi oleh tanaman mengakibatkan tanah lapisan atas terkikis lebih mudah
sehingga unsur hara di dalam tanah hilang perlahan bersama dengan air hujan
yang turun dan terjadi limpasan (run off). Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahim
(1992b) bahwa terjadinya erosi pada lahan yang terbuka yang diikuti oleh
hilangnya bahan organik dan pemadatan tanah menyebabkan terjadinya
penurunan kapasitas infiltrasi tanah. Akibatnya hujan yang terjadi selanjutnya
akan dengan mudah untuk terakumulasi di permukaan membentuk limpasan
(run off), hanya sedikit air yang masuk ke dalam tanah.
Dengan metode petak kecil di lahan tanaman jagung didapatkan besar
erosi yaitu 32,82 ton/(ha.thn) dimana nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai
pada lahan kontrol yaitu 64,14 ton/(ha.thn) jauh berbeda dengan nilai T karena
lahan dibiarkan terbuka tanpa adanya tanaman pengendali. Ini berarti bahwa tidak
baik membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman apapun karena erosi yang besar
akan terjadi. Itulah mengapa pentingnya nilai faktor pengelolaan tanaman dan
faktor konservasi tanah untuk mengurangi tingkat laju erosi pada tanah.
Besar laju erosi dengan menggunakan metode petak kecil pada tanaman
jagung menunjukkan nilai yang mendekati keadaan sebenarnya karena nilai ini
diperoleh langsung dari hasil pengukuran di lapangan, dengan syarat pemilihan
lokasi penempatan petak kecil yang tepat, pemasangan semua komponen petak
kecil secara teliti, dan pengukuran volume air limpasan dalam drum penampung
yang akurat.
Tentang pemilihan penempatan lokasi petak kecil, Sarief (1980)
menyatakan sebagai berikut :
a. seyogianya penempatan stasiun percobaan erosi ini pada tanah yang
keadaannya homogen dengan kemiringan lereng tertentu dan dengan
solum tanah yang masih cukup dalam yaitu 0,5 m
b. derajat kemiringan lereng sebaiknya dilakukan dengan memanfaatkan
alat “Abney Level” tetapi dapat pula menggunakan differential
leveling”.
c. ukuran petak-petak percobaan yang dipakai untuk mengetahui
pengaruh tanaman setahun atau musiman dan pengaruh pengelolaan
tanah adalah 22 meter panjang dan 2 meter lebar sedang untuk
tanaman berumur panjang maka panjang lereng 22 meter dan lebar 4