KEJENUHAN BASA, KETERSEDIAAN HARA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour.)
DAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus) PADA TANAH GAMBUT ASAL LABUHAN BATU
SKRIPSI OLEH:
F.L. ROY MUNDUS SIREGAR 040303007/ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEJENUHAN BASA, KETERSEDIAAN HARA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus Lour.)
DAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus) PADA TANAH GAMBUT ASAL LABUHAN BATU
SKRIPSI OLEH:
F.L. ROY MUNDUS SIREGAR 040303007/ILMU TANAH
Skripsi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departeman Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Kejenuhan Basa, Ketersediaan Hara, Pertumbuhan bagi Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) dan Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) pada Tanah Gambut Asal Labuhan Batu
Nama : F.L Roy Mundus Siregar Nim : Ilmu Tanah
Program Studi : Konservasi Tanah dan Air
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Ir. Bintang Sitorus, MP) (Ir. Purba Marpaung, SU) Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
`Penelitian ini berjudul “ Kejenuhan Basa , Ketersediaan Hara bagi
Pertumbuhan Tanaman Bangun-bangun (Coleus ambonicus Lour.) dan Kecipir (Psaphocarpus tetragonolobus) pada Tanah Gambut Asal Labuhan Batu’’. Yang
Bertujuan untuk Mengetahui Pengaruh Perlakuan Tanah Gambut dan Perlakuan tanah diatas nya.
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU, pada Februari sampai Mei 2008. penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan tiga ulangan, dengan faktor pertama yaitu tanaman yang terdiri dari 2 jenis faktor perlakuan dan 3 ulangan, dengan faktor pertama yaitu tanaman yang terdiri dari 2 jenis tanaman yaitu; 1. Tanaman bangun-bangun (T1), 2. Tanaman Kecipir (T2), dan faktor kedua pemberian pupuk yang terdiri 8 taraf yaitu ; 1. tanpa pupuk (P1), 2. pupuk dolomit (P2), 3. pupuk kapur (P3), 4. pupuk urea (P4), 5. pupuk rock phosphat (P5), 6. pupuk KCL (P6), 7. pupuk NPK Mutiara (P7), 8. pupuk kotoran ayam (P8). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam dan tingkat signifikasinya dengan uji jarak Duncan (DMRT).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
F L Roymundus Siregar lahir di Lintong Ni Huta pada tanggal 17 Febuary
1986. Anak dari Ayah R.H Siregar dan Ibu N. br Purba, merupakan anak Pertama
dari 5 Bersaudara.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 8 Medan dan lulus seleksi
masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SPMB pada tahun 2004.
Penulis memilih program studi Konservasi Tanah dan Air di Departemen Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Assiten Laboratorium
Kartografi dan Ilmu Ukur Tanah, Interpretasi Citra dan Penginderaan Jauh pada
tahun ajaran 2005-2008 dan Dasar Agrogeologi pada tahun ajaran 2008-2009.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bah Jambi,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana
atas kasih setia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan rencana usulan penelitian ini
dengan baik.
Adapun judul dari usulan penelitian ini adalah “Kejenuhan Basa,
Ketersediaan Hara, Pertumbuhan Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.), dan Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) Pada Tanah Gambut Asal Labuhan Batu” yaitu merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ;
1. Ir. Bintang Sitorus, MP selaku ketua komisi pembimbing
2. Ir. Purba Marpaung, SU selaku anggota komisi pembimbing
3. Ketua/Sekretaris Departemen Ilmu Tanah dan segenap staff Pengajar
dan Pegawai.
4. Ayahanda R.H Siregar dan Ibunda N. Purba tercinta atas segala
perhatian dan motivasi yang diberikan .
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi
kesempurnaan penelitian ini.
Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret
2010
DAFTAR ISI
Parameter Pengamatan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
KESIMPULAN DAN SARAN. ... 26
Saran. ... 26
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Tabel 1 : Kapasitas Tukar Kation……… 15
2. Tabel 2 : Kejenuhan Basa……… 16
3. Tabel 3 : C/N setelah Masa Panen ………. 19
4. Tabel 4 : P-tersedia Setelah Masa Panen………. 20
5. Tabel 5 : Tinggi TanamanSetelah Masa Panen………... 22
6. Tabel 6 : Berat segar dan Berat Kering Open Tanaman Kecipir………. 23
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 1. Gambar 1: Kejenuhan Basa dengan Pemberian Pupuk pada
Tanaman Bangun-bangun dan Kecipir………. 17
2. Gambar 2: P-tersedia dengan Pemberian Pupuk pada
Tanaman Bangun-bangun dan Kecipir………. 21
3. Gambar 3: Berat Segar dan Berat Kering Open Tanaman
Kecipir dengan pemberian Berbagai Macam Pupuk
Pada Setelah Masa Panen Tanaman Bangun-
ABSTRAK
`Penelitian ini berjudul “ Kejenuhan Basa , Ketersediaan Hara bagi
Pertumbuhan Tanaman Bangun-bangun (Coleus ambonicus Lour.) dan Kecipir (Psaphocarpus tetragonolobus) pada Tanah Gambut Asal Labuhan Batu’’. Yang
Bertujuan untuk Mengetahui Pengaruh Perlakuan Tanah Gambut dan Perlakuan tanah diatas nya.
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU, pada Februari sampai Mei 2008. penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan tiga ulangan, dengan faktor pertama yaitu tanaman yang terdiri dari 2 jenis faktor perlakuan dan 3 ulangan, dengan faktor pertama yaitu tanaman yang terdiri dari 2 jenis tanaman yaitu; 1. Tanaman bangun-bangun (T1), 2. Tanaman Kecipir (T2), dan faktor kedua pemberian pupuk yang terdiri 8 taraf yaitu ; 1. tanpa pupuk (P1), 2. pupuk dolomit (P2), 3. pupuk kapur (P3), 4. pupuk urea (P4), 5. pupuk rock phosphat (P5), 6. pupuk KCL (P6), 7. pupuk NPK Mutiara (P7), 8. pupuk kotoran ayam (P8). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam dan tingkat signifikasinya dengan uji jarak Duncan (DMRT).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah gambut di Indonesia menempati 10% dari luas daratan Indonesia,
yang ditaksir mencakup areal seluas 17 juta hektar dan merupakan nomor empat
di dunia setelah Kanada, Rusia, USA. Penyebarannya sebagian besar di Sumatera
seluas 4,3 juta Ha, Kalimantan seluas 9,3 juta Ha, dan Irian Jaya seluas 4,6 juta
Ha. Luasnya lahan gambut ini adalah salah satu keuntungan bagi Indonesia karena
lahan ini bisa digunakan sebagai media tanaman perkebunan, pertanian,
hortikultura, dan tanaman obat-obatan (Barchia, 2006).
Tanah gambut mempunyai sifat yang dapat diandalkan untuk mendukung
pertumbuhan tanaman horticultura yang berumur pendek karena bobot volume
lebih rendah dari tanah mineral sehingga diharapkan perkrmbangan akar lebih
cepat.
Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) adalah tanaman obat-obatan
yang telah banyak digunakan sebagai tanaman tradisional. Tanaman ini memiliki
banyak sekali manfaat bagi kesehatan manusia dan disamping itu tanaman ini juga
mengandung saponin, flavonojda, dan polifenol disamping minyak atsiri.
Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) sangat banyak digunakan
oleh masyarakat sebagai tanaman obat-obatan. Tanaman ini diduga sangat baik
bagi kesehatan dan baik pula dikonsumsi oleh anak-anak, orang dewasa, dan juga
orang tua (Anonimous, 2004)
Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) termasuk tanaman
memfiksasi N bebas dan membentuk bintil akar. Jika akar tanaman kecipir yang
memiliki bintil akar putih dipecah akan berwarna merah. Bintil akar yang
berwarna merah ini diduga sangat berpotensi dalam proses nitrifikasi yang dibantu
oleh bakteri Rhizobium, sehingga tanaman kecipir ini bisa membantu dalam
penyediaan nitrogen tanah. Tanaman ini gampang dan mudah diolah sehingga
tidak heran tanaman ini memiliki nama daerah rantara lain, cipir (Jawa Tengah
dan Jawa Timur), jaat (Sunda), kaceper (Madura), kalongkang (Bali), kacang
blimbing (Padang), dan kacang embing (Palembang) ( Anonimous, 2006).
Tanaman kecipir memiliki keunggulan dalam hal kandungan gizi. Biji
kecipir misalnya, memiliki kandungan kalori dan protein nabati yang tinggi.
Sementara kandungan lemak yang terendah terdapat pada polong muda.
Daun-daun kecipir umumnya kaya vitamin, terutama vitamin A. Yang lebih menarik,
kecipir ternyata memiliki keunggulan lain dibanding daging sapi dan daging
domba. Buktinya, kandungan kalori, protein, lemak dan karbohidrat kecipir jauh
lebih tinggi ketimbang daging sapi dan domba (Anonimous, 2006).
Namun permasalahan pada tanah gambut antara lain adalah kadar air yang
tinggi dan kejenuhan basa yang rendah. Penelitian ini menggunakan gambut asal
Labuhan Batu yang diangkut ke rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Masalah hara pada tanah gambut dicoba diatasi dengan
memberi perlakuan guna mendukung pertumbuhan tanaman yang dipilih yaitu
tanaman bangun-bangun dan kecipir.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
kejenuhan basa dan ketersediaan unsur hara, pertumbuhan tanaman
bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) dan kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus) pada tanah gambut yang berasal dari Labuhan
Batu.
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah meningkatnya kejenuhan basa
dan kandungan unsur hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman
bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) dan kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus) pada tanah gambut asal Labuhan Batu akibat
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tanah gambut dan pertumbuhan
tanaman diatasnya.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan mengenai pengaruh
kejenuhan basa dan ketersediaan hara pada tanah gambut terhadap
pertumbuhan tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus) pada tanah gambut asal Labuhan Batu.
3. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut
Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati
diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak
memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna
sehingga terjadi akumulasi bahan organik (Hasibuan, 2006).
Sifat dan karakteristik tanah gambut ditentukan oleh tingkat pelapukan
dari bahan gambut itu sendiri. Berdasarkan tingkat pelapukan atau tingkat
kematangannya yaitu gambut fibrist yang disebut gambut mentah, gambut hemist
yang biasa disebut gambut sedang, dan gambut saprist yang biasa disebut gambut
matang. Gambut dikatakan mentah apabila gambut tersebut masih
memperlihatkan sifat-sifat asli jaringan penyusunnya. Jaringan tanaman atau
sisa-sisa tanaman pada lapisan gambut mentah belum mengalami perubahan bentuk.
Semakin mentah gambut maka semakin besar kemampuan gambut memegang air.
Semakin matang gambut, maka semakin kecil kemampuan retensi terhadap air
tetapi semakin kuat dalam meretensi. Gambut saprik umumnya mengandung
kadar abu yang tinggi dan cellulosa yang rendah (Noor, 2001).
Bobot volume gambut saprist yaitu > 0.2 g/cc, dengan pH lebih tinggi
dibandingkan gambut hemik dan gambut fibrist. Gambut hemist biasanya
memiliki bobot volume 0.07-0.18 g/cc, dan gambut fibrist memiliki bobot volume
< 0.1 g/cc dengan pH yang sangan rendah yaitu mencapai 3 atau 4
Kejenuhan Basa
Nilai kejenuhan basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar
kation (KTK) yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium,
magnesium, dan natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat
kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat
dengan meningkatnya KB. Laju pelepasan kation terjerab bagi tanaman
tergantung pada tingkat kejenuhan basa tanah. Kejenuhan basa tanah berkisar
50%-80% tergolong mempunyai kesuburan sedang dan dikatakan tidak subur jika
kurang dari 50% (Tan, 1991).
Kandungan Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd yang rendah dalam tanah
gambut tetapi dengan KTK yang tinggi akan mempersulit penyerapan unsur hara
dalam tanah, terutama basa-basa yang dipertukarkan oleh tanaman
(Anonimous, 20002).
Dalam peningkatan kejenuhan basa tanah, pemberian kapur umum
dilakukan. Pupuk yang terutama mengandung CaCO3 dan MgO3 dapat merupakan
sumber basa untuk lahan gambut (Tan, 1991).
Tingkat kejenuhan basa suatu tanah mempengaruhi kation tanah. Hal ini
terjadi karena ada interaksi antara partikel kapur dengan partikel bahanorganik
hasil dari dekomposisi oleh mikroorganisme. Partikel organik yang semula
Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.)
Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) bersinonim dengan
Coleus aromaticus Benth.; C. carnusus Hassk.; C. suborbiculata Zoll. & Mor.; C. suganda Blanco.; Plectranthus aromaticus Roxb.
Klasifikasi tanaman bangun-bangun (Hariana, 2004):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Coleus
Spesies : Coleus amboinicus Lour.
Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) dikenal dengan
nama Daun Jinten (Jawa Tengah), Ajiran (Sunda), dan Sukan (Melayu). Daunnya
berbentuk bulat, tunggal, mudah patah, tepi daun beringgit, ujung dan pangkal
membulat, berambut, pertulangan daun menyirip, dan warnanya hijau muda
Batang tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) berkayu
lunak, beruas-ruas yang menempel di tanah, mudah tumbuh, dan mudah patah.
Penampang batang tanaman ini bulat, diameternya ±15 mm, tengah ±10 mm, dan
ujung ±5 mm. Batang yang masih muda berambut kasar. Percabangan tanaman
ini simpodial, dan berwarna hijau pucat (Mursito, 2005).
Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) berakar tunggang
dan berwarna putih kotor. Tanaman ini memiliki bunga majemuk, bentuk tandan,
berambut halus, kelopak berbentuk mangkok dan setelah mekar pecah menjadi
coklat, benang sarinya empat, kepala sarinya berwarna kuning, dan mahkotanya
berbentuk mangkok yang berwarna keunguan (Mursito, 2003).
Coleus amboinicus Lour. Tumbuh dengan baik pada daerah bercurah hujan tinggi dan sedang antara 800-1200 mm/tahun. Tanaman ini sangat
membutuhkan sinar matahari yang banyak untuk pertumbuhannya, serta mampu
hidup pada ketinggian + 100 m diatas permukaan laut hingga + 1200 m di atas
permukaan laut (Mursito, 2005).
Tanaman Kecipir (Psophocarpus teragonolobus)
Menurut Anonimous (2006) tanaman kecipir diklasifikasikan:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Family : Papilionaceae
Genus : Psophocarpus
Spesies : Psaphocarpus teragonolobus DC.
Tanaman kecipir adalah adalah jenis tanaman yang berakar tunggang
dengan warna yang agak kecoklatan untuk kecipir yang telah berumur dewasa dan
akarnya berwarna keputihan pada tanaman kecipir yang usianya lebih muda
(Anonimous, 2004).
Tanaman kecipir adalah tanaman yang berbatang lunak, bulat, beralur,
beruas dan warnanya hijau. Daun tanaman kecipir merupakan daun
majemuk, bentuk segi tiga, beranak daun tiga, ujung lancip, pangkal
tumpul, tepi rata, panjang 7-8,5 cm, pertulangan menyirip, letak berseling,
tangkai daun bulat, beralur, bagian atas berlekuk memanjang, pangkal
Bunga tanaman kecipir adalah berbunga tunggal, berbentuk kupu-kupu, di
ketiak daun, bertangkai, kelopak bagian bawah bersatu, bagian atas bertaju
empat, tangkai putik melengkung, kepala putik berambut putiti. Benang
sari bagian pangkal bersatu, kepala sari kuning, kuning kebiru-biruan
Buah tanaman kecipir berbentuk polong persegi empat, setiap segi
bersayap, dan bagian pinggirnya bergerigi. Oleh sebab itu, ia disebut pula sebagai
"kacang bersayap" atau winged bean. Buah-buah kecipir bergelantungan, dengan
panjang berkisar antara 15 - 40 cm. Ketika masih muda berwarna hijau, dan
berubah menjadi cokelat sampai hitam pada waktu matang. Setiap polong
memiliki sekitar 8 - 10 biji yang bentuknya kecil dan bundar. Biji muda berwarna
kuning, dan berubah menjadi cokelat sampai kehitaman saat tua
Pupuk
Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik ialah pupuk yang mengandung senyawa kimia
anorganik. Kebanyakan pupuk ini terdiri dari pupuk-pupuk buatan dengan
kandungan hara yang tinggi. Contoh pupuk anorganik antara lain: ZA(NH4)2 SO4,
Pupuk Organik
Sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan bahkan dari
tanaman dan limbah, misalnya pupuk kandang dan limbah pertanaman saperti
hijauan tanaman, rerumputan dan limbah agroindustri. Tanah yang dibenahi
dengan bahan organik mempunyai struktur tanah yang baik dan tanah yang
berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih banyak
daripada tanah yang punya kandungan bahan organiknya rendah. Pada umumnya
bahan organik mengandung unsur hara makro N, P, K dan hara mikro yang
BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kasa dan analisis dilakukan di
Laboratorium Central Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, dimulai pada
Maret - Mei 2008.
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut Ajamu
Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan Batu, dan tanaman Bangun-Bangun
(Coleus amboinicus Lour.) dan Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus)
dan berbagai jenis pupuk.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul,
timbangan, polybeg, kantongan plastik, dan perlengkapan lainnya untuk
mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan.
I Fakor Tanaman (T)
- T1 = Tanaman Bangun-Bangun.
- T2 = Tanaman Kecipir. .
II Faktor Pupuk (P)
Dari kombinasi diatas maka diperoleh 2 x 8 x 3 = 48 pot percobaan.
Model linier Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + εij
Dimana:
Yij = hasil pengamatan pada suatu percobaan perlakuan tanah gambut ke-i yang
mendapat perlakuan ke-j.
μ = nilai rataan umum
αi = efek blok ke-i
βj = efek perlakukan ke-j
Pelaksanaan Penelitian
Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, konsultasi
dengan dosen pembimbing, penyediaan bahan dan alat yang akan digunakan
dalam penelitian.
Tahap Kegiatan
Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan tanah gambut Ajamu Kecamatan Panai Hulu Kabupaten
Labuhan Batu. Tanah dimasukkan ke dalam kantungan plastik sehingga air tanah
gambutnya tetap ada.
Analisis Awal
Analisis awal pada tanah gambut meliputi pH, Bulk Density (BD),
Kapasitas Tukar Kation (KTK), Rasio C/N, dan P tersedia, K-Tukar, Mg, Ca,
dan Na.
Aplikasi Pupuk
Selanjutnya pupuk diaplikasikan sesuai dengan dosis dan perlakuannya,
lalu diinkubasi selama 5 hari sebab dengan inkubasi selama 5 hari ketersediaan P
telah mencapai puncak.
Penanaman
Setelah itu dilakukan penanaman tanaman bangun-bangun dan tanaman
kecipir dan pengukuran parameter pertumbuhan setelah tanaman berumur dua
Pengamatan Parameter
Analisis tanah (awal dan akhir) dilakukan terhadap
Analisa awal:
1. pH
2. Bulk Dnsity (BD)
3. K-Tukar
4. Na
5. Ca
6. Mg
Analisa akhir:
1. pH
2. Bulk Dnsity (BD)
3. K-Tukar
4. Na
5. Ca
Adapun parameter yang diambil adalah:
KTK
KB
P-tersedia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tanah Setelah Masa Panen
1. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Nilai KTK tanah tampaknya tidak dipengaruhi oleh berbagai perlakuan yang
diberikan kedalam tanah gambut. Gambut memiliki KTK yang tinggi dan perubahan
KTKnya dipengaruhi oleh dekomposisi bahan organik yang dimiliki.
Dalam penelitian ini ada yang perlu diperhatikan, bahwa pemberian kotoran
ayam sangat menurunkan KTK pada tanaman bangun-bangun, walau secara statistik
belum sampai nyata. Perlu penelitian yang lebih lanjut terhadap kenyataan ini.
Hasil uji beda rataan pada tanaman Bangun-bangun dan tanaman Kecipir
terhadap peningkatan KTK tanah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kapasitas Tukar Kation (KTK) setelah masa panen
KP5 77.12 a
KP6 176.75 a
KP7 83.12 a
KP8 99 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
2. Kejenuhan Basa
Dari hasil analisis diketahui bahwa pemberian pupuk pada tiap perlakuan
terhadap tanaman bangun-bangun dan tanaman kecipir berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kejenuhan basa tanah.
Hasil uji beda rataan pada tanaman Bangun-bangun dan tanaman Kecipir
Tabel 2. Kejenuhan Basa setelah masa panen.
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
Pada perlakuan berbagai macam pupuk diperoleh nilai kejenuhan basa tanah
yang tertinggi pada tanaman bangun-bangun yaitu pada perlakuan BP7
(Bangun-bangun + NPK) yaitu sebesar 13.63% dan terendah yaitu pada tanaman BP4
(Bangun-bangun + Urea) yaitu sebesar 3.7% dan pada tanaman kecipir
nilai kejenuhan basa tanah tertinggi yaitu pada perlakuan KP7 (Kecipir + NPK)
sebesar 6.63%, sementara nilai terendah pada perlakuan KP4 (Kecipir + Urea)
sebesar 2.42%. Terjadinya peningkatan kejenuhan basa tanah yang tersebut difaktori
pemberian pupuk NPK, dimana pupuk lengkap tersebut berpengaruh dalam
membaik akan memungkinkan kompleks jerapan yang lebih luas sehingga
memungkinkan meningkatkan persentase kejenuhan basa pada tanah.
0 gram 1. Gambar Kejenuhan Basa tanah dengan pemberian pupuk pada tanaman
bangun-bangun dan kecipir setelah masa panen pada tanah gambut.
Apabila dilihat dari hasil analisa awal tanah gambut, persentase kejenuhan
basa senilai 2.57% menunjukkan persentase kesuburan tanah yang sangat rendah
dimana angka persentasenya dibawah 50%. Setelah mendapat perlakuan didapati nilai
persentasi meningkat tetapi tidak signifikan hal ini bisa dilihat dari hasil analisis yaitu
yang tertinggi senilai 13.63%, nilai tersebut juga tetap masih dalam kategori tanah
tidak subur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (1991) yang meyatakan bahwa
suatu tanah dikatakan sangat subur jika KB nya lebih besar dari 80%, kesuburan
sedang jika KB nya berkisar antara 50% - 80%, dan dikatakan tidak subur jika KB
nya kurang dari 50% (Tan, 1991).
3. C/N
Nilai C/N pada gambut tampak sudah cukup rendah (<20), keadaan ini
menunjukkan bahwa gambut disisni sudah mengalami pelapukan lanjut dan telah
sampai pada tingkat kematangan saprist.
Perlakuan urea pernah diteliti dapat menyebabkan dekomposisi yang cepat
pada gambut fibrik (Manurung, A)
C/N awal tanah gambut yaitu sebesar 20.17 termasuk dalam kriteria mentah. Dengan
pemberian pupuk urea pada gambut mentah terjadi proses dekomposisi gambut untuk
melapukkan C/N menjadi 13.8 sehingga termasuk dalam kategori matang.
Menurunnya nilai C/N setelah pemberian urea pada gambut mentah merupakan hasil
kerjasama mikroorganisme yang ada pada tanah gambut dalam proses dekomposisi
gambut tersebut. Pemberian urea pada gambut mentah memacu aktivitas kerja
mikroorganisme pada tanah gambut, sehingga mikroorganisme akan
memakan/menggunakan C yang ada pada tanah sebagai sumber energy.
Berkurangnya jumlah C pada tanah akan menyebabkan berkurangnya /menurunnya
C/N pada tanah.
Namun secara keseluruhan perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda
nyata terhadap perubahan C/N.
Hasil uji beda rataan pada tanaman bangun-bangun dan tanaman kecipir
Tabel 3. C/N setelah masa panen
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
4. P-tersedia
Dari hasil sidik ragam pada lampiran diketahui bahwa pemberian pupuk pada
tiap perlakuan terhadap tanaman bangun-bangun dan tanaman kecipir berpengaruh
nyata terhadap P-tersedia tanah.
Hasil uji beda rataan pada tanaman Bangun-bangun dan tanaman Kecipir
Tabel 4. P-tersedia setelah masa panen
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
Nilai P-tersedia yang tertinggi adalah pada perlakuan KP5 (kecipir + Rock
Phospat) yaitu sebesar 181.007 ppm dan P-tersedia tanah yang terendah adalah pada
perlakuan BP4 (bangun-bangun + Urea) yaitu sebesar 13.73 ppm. Hal ini sesuai
dengan literatur Winarso (2005) yang menyatakan bahwa ketersediaan P dari pupuk
Fosfat sangat lambat, sehingga nilai P-tersedia yang belum diserab atau digunakan
oleh tanaman, disamping itu, P-tersedia akan dengan mudah diserap oleh tanaman
0 Bangun-bangun dan kecipir setelah masa panen pada tanah gambut.
5. Tinggi Tanaman
Dari hasil sidik ragam pada lampiran diketahui bahwa pemberian pupuk pada
tiap perlakuan terhadap tanaman Bangun-bangun dan Kecipir berpengaruh nyata
terhadap berat tiggi tanaman.
Hasil uji beda rataan pada tanaman Kecipir terhadap tinggi tanaman disajikan
Tabel 5. Tinggi Tanaman setelah masa panen
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
Pada perlakuan berbagai macam pupuk diperoleh nilai tinggi tanaman yang
terbesar pada perlakuan KP2 (Kecipir + Dolomit) yaitu sebesar 97.63 cm dan
terendah yaitu pada tanaman BP6 (Bangun-bangun + KCl) yaitu sebesar 12.96 cm.
Bertambahnya tinggi suatu tanaman dipengaruhi oleh unsur hara pendukungnya.
Dalam pupuk dolomit terdapat unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
berkembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosmarkam dan
Yuwono (2002) yang menyatakan bahwa unsure hara Ca mampu membantu tanaman
dalam mempercepat pembelahan sel tanaman. Dan hal ini juga sesuai dengan literatur
penting dalam proses fotosintesis tanaman. Unsur magnesium merupakan penyusun
utama klorofil disamping N.
0
Gambar 3. Tinggi Tanaman dengan pemberian berbagai macam pupuk pada tanaman Bangun-bangun dan kecipir setelah masa panen pada tanah gambut.
6. Berat Segar Tanaman dan Berat Kering Oven setelah masa panen
Dari hasil sidik ragam pada lampiran diketahui bahwa pemberian pupuk pada
tiap perlakuan terhadap tanaman Bangun-bangun berpengaruh tidak nyata sementara
tanaman Kecipir berpengaruh nyata terhadap berat segar tanaman dan berat kering
oven tanaman.
Hasil uji beda rataan pada tanaman Kecipir terhadap berat segar tanaman dan
Tabel 6. Berat Segar Tanaman Kecipir dan Berat Kering Oven setelah masa
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
Tanaman Perlakuan Berat Kering Oven
---g---
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan (BNJ) pada taraf 5%.
Nilai tertinggi pada berat segar tanaman terdapat pada perlakuan KP7 (Kecipir
+ NPK) yaitu sebesar 10.82 g dan nilai terendah terdapat pada perlakuan KP1
(Kontrol) yaitu sebesar 2.54 g. Pemberian pupuk NPK pada tanaman terbukti dapat
meningkatkan berat segar tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan
(2004) yang menyatakan bahwa dengan pemberian pupuk majemuk lengkap (NPK)
akan menyediakan unsur hara yang lebih merata dan stabil di dalam tanah sehingga
kebutuhan unsur hara akan tanaman terpenenuhi dengan lengkap. Berat segar
tanaman dapat dilihat pada Gambar 4.
Nilai tertinggi pada berat kering oven tanaman yaitu pada perlakuan
KP7 (Kecipir + NPK) yaitu sebesar 1.98 g dan berat kering oven yang terendah yaitu
pada perlakuan KP6 (Kecipir + KCl) yaitu sebesar 0.37 g. Pemberian unsur hara
lengkap pada pertumbuhan tanaman akan memacu perkembangan tanaman.
Perkembangan tanaman tersebut secara langsung akan meningkatkan berat kering
tanaman tersebut. Berat kering oven tanaman dapat dilihat pada Gambar 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian pupuk pada tiap perlakuan terhadap tanaman bangun-bangun dan
tanaman kecipir berpengaruh nyata terhadap peningkatan kejenuhan basa tanah.
2. Secara keseluruhan perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata
terhadap perubahan C/N.
3. Pemberian pupuk pada tiap perlakuan terhadap tanaman bangun-bangun dan
tanaman kecipir berpengaruh nyata terhadap P-tersedia tanah.
4. Pemberian pupuk pada tiap perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
bangun-bangun dan tanaman kecipir.
5. Pemberian pupuk pada tiap perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat segar dan
berat kering oven tanaman kecipir.
Saran
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman bangun-bangun dan kecipir
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous., 2006. Kecipir.
(Diakses pada tanggal: 12 Desember 2007).
., 2004. Tanaman Obat.
tanaman_obat/depkes/buku 1/1-234.pdf. (Diakses pada tanggal: 12 Desember 2007).
., 2004. Coleus amboinicus Lour. http tanaman_obat/depkes/co.id. (Diakses pada tanggal: 03 Oktober 2007).
Barchia, M.F., 2006. Gambut. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Buckman, H.O and N.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.R. Saul., M.A. Diha., G.B. Hong., dan H.H. Bailey., 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Hasibuan, B.E., 2004. Pupuk dan Pemupukan. USU-Press, Medan.
Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Hariana, A., 2004. Tanaman Obat Dan Khasiatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hasibuan, B.E., 2006. Pengolahan Lahan Marginal. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mackinnon, K., G. Hatta., H. Halim., dan A. Mangalik., 2000. Ekologi Kalimantan. Prenhallindo, Jakarta.
Murbandono,L. 2000. Membuat Kompos. Penabar Swadaya. Edisi Revisi. Jakarta.
Mursito, B., 2003. Sehat Di Usia Lanjut Dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya, Jakarta.
., 2005. Ramuan Trasisional Untuk Pengobatan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rauf, A., 2005. Teknik Konservasi Tanah Dan Air. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Schnitzer, M and P.M. Huang., 1997. Interaksi Mineral Tanah Dengan Organik Alami Dan Mikroba. Gajah Mada University Press, yogyakarta.
Soil Survey Staff., 2003. Keys To Soil Taxonomy. United State Department Of Agriculture. USA.
Tan, K.H., 1991. Dasar Dasar Kimia Tanah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lampiran 2. Hasil Analisis KTK pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 4. Hasil Analisis KTK pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 6. Hasil Analisis C/N pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 8. Hasil Analisis C/N pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 11. Hasil Analisis P-tersedia pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam P-tersedia pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Lampiran 13. Hasil Analisis P-tersedia pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam P-tersedia pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
SK db JK KT F hit F 5% F 1%
Ulangan 2 2586.5080 1293.254 1.08tn 3.68 6.37 Perlakuan 7 70248.164 10035.452 8.38** 2.70 4.14 Galat 15 17950.4856 1196.6990
Total 24 90785.1576 %KK : 30.86 %
Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata
Lampiran 15. Hasil Analisis Tinggi Tanaman pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Lampiran 17. Hasil Analisis Tinggi Tanaman pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 19. Hasil Analisis Berat Segar Tanaman pada perlakuan Bangun- bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Berat Segar Tanaman pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Lampiran 21. Hasil Analisis Berat Segar Tanaman pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Berat Segar Tanaman pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Lampiran 23. Hasil Analisis Berat Kering Oven Tanaman pada perlakuan Bangun- bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Oven Tanaman pada perlakuan Bangun-bangun dan Pupuk setelah masa panen.
Lampiran 25. Hasil Analisis Berat Kering Oven Tanaman pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Oven Tanaman pada perlakuan Kecipir dan Pupuk setelah masa panen.