• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam Di Tni Ad Komando Daerah Militer (KODAM) Jaya/Jayakarta Cawang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam Di Tni Ad Komando Daerah Militer (KODAM) Jaya/Jayakarta Cawang"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

JAYA/JAYAKARTA CAWANG

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

DIAN PUTRA

NIM. 107052001913

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSTAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i Dian Putra

Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang

Dalam membentuk prajurit yang berkualitas, baik untuk dirinya, satuan dan agamanya, diadakan program pembinaan mental rohani Islam. Pembinaan mental rohani Islam merupakan kegiatan yang meningkatkan kepribadian untuk lebih baik lagi, dari sikap, psikomotorik dan perilaku agar bisa menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain dengan sesuatu yang positif dan meningkatkan kesadaran kepada Allah SWT. Pembinaan terbentuk karena banyaknya prajurit yang kurang bisa mengontrol emosinya dalam mengembangkan tugasnya karena prajurit dilatih dalam keadaan keras dan sangat disiplin.

Program ini berlaku pada masing- masing batalyon seluruh Indonesia. maka dari dasar inilah, pentingnya penulis mengadakan penelitian dengan alasan untuk mengetahui seperti apa pembinaan mental yang diterapkan kepada seorang prajurit. Di sini, penulis mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pembinaan mental rohani Islam bagi prajurit TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta. Dan yang menjadi alasan mengapa penulis mengadakan penelitian di sini; Kodam adalah tempat yang di miliki oleh pemerintah dan bagian dari pertahanan negara, selain itu terdapat pembinaan mental yang menjadikan prajurit berkelakuan baik dengan beberapa metode yang di kembangkan dengan pendidikan Islam dan kode etik prajurit

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada subjek yang diteliti, bersifat deskriptif, untuk mendapatkan data-data dari permasalahnya. Serta teori bola salju yang menjadi metode pada penelitian ini . Sumber data untuk penelitian ini didapatkan dari beberapa narasumber di Kodam Jaya/Jayakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Subjek pada penelitian ini terbagi empat orang, yaitu dua orang sebagai pembina dan dua orang prajurit yang menjadi peserta. Sedangkan objek yang diangkat oleh penulis sekaligus menjadi bagian utama untuk di analisa dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui program pembinaan mental rohani Islam di Kodam Jaya/Jayakarta dan bentuk dari penerapan pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya/Jayakarta.

(6)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala

karunia, takdir dan inayah-Nya, begitu juga dengan rizki yang diberikan-Nya untuk

penulis masih diberi kekuatan menjalani segala aktivitas sehari-hari, dan atas

izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, semoga

mendapatkan syafaatnya di Akhirat kelak.

Penulis menyadari tidak ada keberhasilan dan kesuksesan apapun tanpa

adanya motivasi dan dukungan orang sekitar. Dengan kerendahan dan ketulusan hati,

penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan

terima kasih kepada semua pihak, baik secara langsung atau pun tidak langsung yang

telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini di

khususnya kepada:

1. Jajaran Dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang terhormat

Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan, Drs. H. Wahidin Saputra, MA selaku

Pembantu Dekan bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku

Pembantu Dekan bidang Administrasi Umum, dan Drs. Study Rizal LK, MA

selaku Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam. Terima kasih atas segala motivasi yang telah diberikan dan informasi

(7)

iii

3. Drs. M. Lutfi, M.Ag, sebagai Pembimbing skripsi yang dengan sabar dan

tabah telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, pengalaman

ketika beliau berjuang dan menulis dahulu yang beliau gambarkan kepada

penulis, adalah contoh yang patut ditiru dan akan selalu penulis ingat sehingga

bisa terselesaikan skripsi ini.

4. Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan

dedikasinya, pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama

perkuliahan berlangsung. Mudah-mudahan kehidupan Bapak dan Ibu sekalian

diberkati Allah SWT.

5. Jajaran Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Jajaran

Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu memberikan kesempatan dalam

mencari referensi untuk keperluan Penulisan ini.

6. Jajaran Tata Usaha yang telah banyak membantu dalam penulisan surat dan

lain-lain untuk kepentingan penulisan ini.

7. Kodam Jaya/Jayakarta, khususnya Kolonel Inf Choirul Mustofa, S.Sos

sebagai Kabintaldam Jaya/Jayakarta, Mayor Inf Alfiyan Fauzan, S.Ag sebagai

Kabinrohis dan seluruh Jajaran Pihak Binrohis Kabintaldam Jaya/Jayakarta

yang telah memberikan peluang dan kesempatan penulis untuk mengadakan

Penelitian di Kodam Jaya/Jayakarta dan penulis memohon maaf atas

(8)

iv

memberikan kasih sayang yang ikhlas, tulus dan penuh dengan kesabaran

sampai detik ini, adalah suluh bagi penulis yang selalu menunjukkan kemana

kaki ini harus melangkah. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Serta adik-adik ku tercinta; Dwi Yandika Putra, Khairul Bashar Hasbillah dan

Mutiara Rahmi. Mereka adalah segalanya bagi penulis.

9. Teman-teman tercinta seperjuangan dan terpercaya yang telah banyak

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak letih dalam

memberikan spirit dan kekuatan, dan tak jarang “ngomel-ngomel,” serta memberikan peluang agar dapat terlaksana skripsi penulis, khususnya untuk

teman-teman sangat luar biasa; H. Muhammad Nuh Al-Basith, S.Sos.I,

Nurhasanuddin, S.Sos.I, Zulkarnain Fadli, S.Sos.I, Ade Nurzaman, M. Syahid

Fudholi Al-Hasyim, S.Sos.I, Hapsari Retno Astuti, Wiwit Fatimah, S.Sos.I,

Nurlia Zulfatunnisa, Isbatul Haqqi, Noriez Asep Franzika, S.Sos.I, Abdul

Hakim Jahid dan teman-teman sekalian yang seperjuangan dan sekelas. Untuk

Adik-adik kelas yang selalu memberikan penulis motivasi dengan menanyakan

bagaimana kabar skripsi penulis dan lain sebagainya. Kalian adalah yang

terbaik.

10. Saudara yang telah membantu dalam proses pembuatan Skripsi penulis.

Khususnya Bapak H. Tatang Sumantri yang telah membimbing penulis dalam

(9)

v

Akhirnya hanya Kepada Allah SWT jualah penulis serahkan semua. Semoga,

amal baik yang telah dicurahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini, diterima oleh Allah dengan pahala yang melimpah dan mendapatkan

syafa`at di akhirat kelak; Amin.

Jakarta, 31 Januari 2013

(10)

vi

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 14

D. Tinjauan Pustaka... 15

E. Metodologi Penelitian... 17

F. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II LANDASAN TEORI ... 23

A. Pengertian Analisis ... 23

B. Pembinaan Mental Rohani Islam... 26

BAB III GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA ... 37

A. Latar belakang dan Sejarah... 37

B. Visi dan Misi ... 39

C. Organisasi dan pengelolaan ... 39

D. Program Bintaldam Jaya... 40

E. Sarana dan Prasarana ... 40

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN ... 41

A. Profil Prajurit Kodam Jaya/Jayakarta ... 42

B. Pembinaan Mental Rohani Islam... 44

(11)

vii

B. Saran ... 56

(12)

1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Bentrokkan antara Brimob dan Kostrad di Gorontalo pada hari Minggu

tanggal 22 April 2012 dinilai naif oleh gerakan Pemuda (GP) Ansor. Kejadian

tersebut membuat masyarakat mempertanyakan panutan dalam menjaga

keamanan di Indonesia. Ketua GP, Nusron Wahid, pada wartawan di Kantor GP

Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat Selasa 24 April 2012 mengutarakan

bahwa tindakan tentara dan polisi seperti itu tidak patut ditiru, karena di antara

mereka melakukan pertengkaran, oleh sebab itu kepada siapa akan mencontoh?

Padahal polisi dan tentara merupakan panutan untuk masyarakat. Menurut

Nusron, kejadian tersebut merupakan masalah koordinasi dan egoisme sektoral.

Sehingga GP Ansor ingin mengajak TNI dan Polri berpikir bersama dengan

tujuan untuk Indonesia, imbuh Nusron.1

Paparan merupakan contoh yang tidak baik sebagai petugas negara yang

seharusnya menjadi panutan masyarakat. Mereka memberikan contoh yang tidak

baik sehingga dapat mengganggu berbagai aspek. Baik dari aspek sosial ataupun

keluarga baik dari sisi jasmani dan ruhani hingga salah satu pergerakan di

masyarakat pun berkomentar dalam masalah ini. Akan di bawa kemana jika ini

1

David Saut, “Brimob vs Kostrad, GP Ansor: Tentara sama Polisi berantem, lucu!”

artikel ini diakses pada jam 03:45 WIB tanggal 25 April 2012 dari

(13)

terus berlanjut. Kehancuran bisa didapat apabila tidak ditanggulangi pihak militer

dan aparat kepolisian.

Di atas adalah gambaran bahwa sebagai manusia biasa, tentara atau

kepolisian juga bisa berbuat salah. Mereka yang mempunyai pengaruh di negara

ini sebagai pelindung pun tak lepas dari kesalahan. Apabila terjadi kesalahan dari

dalam diri seseorang, sepatutnya merubah tingkah laku dengan kesabaran dan

kesadaran sehingga menjadi manusia yang baik kembali. Dari beragam tugas

manusia, tentara yang ditugaskan menjadi keamanan negara, pun menjadi contoh

karena kehidupan mereka mengedepankan kedisiplinan. Untuk mengetahui lebih

jelas seperti apa tentara atau prajurit, akan dijelaskan dengan awal sejarah

berdirinya beserta profil Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi tumpuan negara Indonesia.

Sosok yang menjadi ujung tombak pertahanan negara untuk siap ditugaskan

dalam keadaan apapun kondisinya. TNI merupakan tentara atau prajurit yang

menjadi kebanggaan Indonesia. dengan segala kekuatan yang berusaha

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Pada hakekatnya, TNI bukanlah suatu organisasi militer semata. Di

samping kekuatan militer, pada dasarnya adalah suatu organisasi perjuangan. Bagi

masyarakat yang masih ingat terbentuknya TNI itu pada tahun 1945 tentu

terbayang proses perwujudannya.2 Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan

bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan

Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari laskar rakyat,

2

(14)

inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya

mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Kemudian berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan

Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia

(TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia

(APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali

menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan

Ketetapan MPR no. VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional

Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan Polri.

Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan

berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan

keutuhan NKRI.3

Tugas TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan negara, menjaga,

memelihara dan mengamankan wilayah NKRI dari berbagai ancaman yang datang

dari dalam maupun luar negeri. Merujuk pada UU RI Nomor 3 Tahun 2002

tentang pertahanan negara, maka sistem pertahanan NKRI pada hakekatnya

merupakan pertahanan yang bersifat semesta. Suatu sistem pertahanan yang

mengerahkan dan mengintegrasikan atau seluruh kekuatan nasional secara

proporsional yang tergabung dalam komponen pertahanan negara, sinerjisme

3“Sejarah TNI Indonesia,” artikel ini diakses pada 25 April 2012 dari

(15)

komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen

pendukung.4

Sebagai komponen utama sistem pertahanan negara, TNI memiliki peran

yang sangat penting dalam sistem pemerintahan negara untuk mengamankan

kepentingan nasional guna mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu peningkatan

kemampuan TNI harus menjadi perhatian bersama seluruh komponen bangsa,

terutama yang membangun, mempersiapkan, serta mengoperasikan alutsista dan

sumber daya manusia yang dihadapkan dengan luasnya wilayah, spectrum

(pandangan politik) ancaman serta kemampuan anggaran negara saat ini.5

Dalam kehidupan bermasyarakat, bermacam bidang yang dibidangi oleh

masyarakat setempat. Karena dalam pembidangan tersebut, memiliki

masing-masing konsep serta teori yang berlaku, khususnya dalam pembidangan ilmu jiwa.

Dalam hal ini, penerapan ilmu jiwa dalam bidang ini melihat dalam situasi yang

praktis dan aplikatif. Bidang-bidang tersebut seperti pendidikan, industri, militer,

organisasi, pembinaan, penyembuhan dan lain-lain.6

TNI termasuk dalam bidang kemiliteran. Dan terdapat ilmu psikologi

khusus yang berkaitan dengan profesi TNI yaitu psikologi militer. Ilmu ini

dianggap sebagai salah satu cabang ilmu jiwa terapan, karena memperhatikan

penggunaan pengetahuan, prinsip, undang-undang kejiwaan, dan memfungsikan

dalam masalah-masalah militer, baik dalam waktu damai ataupun perang. Tujuan

utamanya tersimpan pada penggunaan pengetahuan-pengetahuan seperti ini dalam

pengaturan tugas-tugas angkatan bersenjata, memperbaiki kapabilitas individu,

4

Djoko Suyanto, Menuju TNI Profesional dan Dedikatif (Jakarta: Puspen TNI, 2007), h. 4.

5

Ibid,. h. 5.

6

(16)

mengangkat tingkat pelaksanaan mereka dalam tugas militer yang

bermacam-macam.

Angkatan bersenjata merupakan masyarakat yang berdiri sendiri seperti

masyarakat administratif lainnya. Masyarakat ini mencakup kelompok besar

individu yang disatukan oleh hubungan-hubungan tertentu. Mereka berusaha

merealisasikan sasaran dan tujuan tertentu. Kelompok masyarakat seperti ini

mempunyai bentuk aturan, problem, dan sasaran khusus yang menjadikannya

bentuk yang sangat sensitif. Hal ini mengharuskan kehati-hatian yang berkenaan

dengan ikatan (sistem) ini.7

Perlu dipahami di sini, bahwa masyarakat militer mencakup semua

komponen-komponen dan bidang-bidang yang dicakup pula oleh

kelompok-kolompok masyarakat lainnya, seperti masyarakat jelata, industri, perdagangan

dan lain-lain. Dalam waktu yang sama, beban dan tanggung jawab berat yang

tidak dapat diemban oleh masyarakat-masyarakat lainnya diletakkan di atas

punggung masayarakat militer ini, yaitu menjaga keamanan dan keselamatan

masyarakat besar pada waktu perang dan damai dan memberi sumbangsih dalam

tugas penyelamatan dalam kondisi bencana alam dan darurat. Hal ini artinya,

betapa sangat pentingnya perhatian terhadap masyarakat militer demi menjaga

kesatuan dan kesinambungannya serta perkembangannya sehingga dapat

melaksanakan tugas dan beban yang diserahkan kepadanya.8

Pembentukkan karakter yang sehat merupakan suatu komponen yang

dituju oleh satuan militer, satu hal yang berkesinambungan dalam sistem

7

Suyanto, Menuju TNI, h. 5.

8

(17)

kehidupan adalah membentuk jiwa dan raga yang sehat. Selain mengembankan

tugas keamanan dalam negara untuk masyarakat, satuan militerpun memberikan

contoh raga yang sehat dan mental yang sehat serta berada di jalan yang sesuai

dengan aturan agama. Dan tentunya seluruh agama mempunyai standar dalam

berperilaku yang baik. Tentunya, keadaan ini tidak hanya didapatkan di satuan

militer saja, di lingkungan masyarakat bisa terealisasi.

Prajurit merupakan manusia biasa dan di harapkan memiliki mental yang

sehat dan kuat. Walaupun mereka berkepribadian yang dianggap tinggi dengan

pendidikan mentalnya, tak bisa dipungkiri bahwa prajurit mengalami kesalahan

dari dalam dirinya. Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun

tidak bisa bebas dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami

kecemasan dan perasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan

perasaan bersalah itu. Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan

penuh keyakinan diri dan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut dengan

adanya gangguan yang hebat pada struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia

tidak bebas dari konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat

mempertahankan harga dirinya. Keadaan yang demikian justru berkebalikan

dengan apa yang terjadi dari orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk.

Maka dari itu, merupakan fungsi yang bermanfaat dari kegiatan yang ada di

kesatuan Kodam Jaya/Jayakarta yaitu pembinaan mental rohani Islam.

Pembinaan mental rohani Islam adalah salah satu upaya pembentukan

karakter seorang prajurit yang diharapkan. Prajurit tidak hanya memiliki

kemampuan menembak dan mengatur strategi. Tapi prajurit juga memiliki hati

(18)

Indonesia angkatan darat (TNI AD). Di sini menjadi perhatian yang menarik

bahwa semua kalangan antar prajurit mempunyai masing-masing kepribadian

yang berbeda.

Prajurit dibentuk dengan satu tujuan dan harapan yaitu bisa menjadi

petugas negara yang lebih baik. Sesuai dengan ketetapan pihak Dinas Pembinaan

Mental Angkatan Darat yaitu untuk membentuk, memelihara, serta memantapkan

mental anggota TNI AD berdasarkan Pancasila, Sapta Marga, Sumpah Prajurit

dan Doktrin Kartika Eka Paksi melalui pembinaan rohani, santiaji dan satikarma

serta pembinaan tradisi sehingga mampu dan mantap dalam melaksanakan

tugasnya.

Penulis menjelaskan sebagian etika dasar keprajuritan yang berkaitan

dengan pembinaan rohani prajurit yaitu Sapta Marga. Kontribusi Jenderal

Soedirman jelas terlihat dalam nilai-nilai yang terkandung dalam sapta marga

karena beliau memiliki pengaruh yang sangat besar dalam terciptanya religiositas

di kalangan Tentara dan keluarganya. Sapta marga yang dimaskud adalah:

1. Kami warga negara kesatuan Republik Indonesia, yang bersendikan

Pancasila.

2. Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara, yang

bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.

3. Kami kesatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,

serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.

(19)

5. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh

dan taat kepada pimpinan, serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan

prajurit.

6. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan

dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada

negara dan bangsa.

7. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, setia dan menempati janji serta

sumpah prajurit.9

Dalam sapta marga yang diilhami amanat panglima besar Soedirman

tersebut, ditemukan sejumlah nilai yang mengandung keagamaan. Tauhid

(keimanan) yang kuat, terlebih dalam perjuangan merupakan sesuatu yang sangat

penting. Secara historis, dalam sejarah Islam tampak betapa kemenangan besar

dan gemilang diperoleh berkat keimanan yang mantap.

Dapat disadari, bagaimana Nabi Muhammad SAW mempersiapkan

pasukannya dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta mereka, pemilik dan

penguasa serta memiliki kekuatan yang melebihi segala sesuatu. Tidak ada

seorangpun diluar pengawasan-NYA dan Dia dapat memberi kemenangan pada

siapa saja yang Allah SWT ridhoi, tetapi Allah SWT selalu menolong orang-orang

yang beriman. Nabi Muhammad SAW menanamkan keyakinan ini kepada

pengikutnya, bahwa mereka hendaknya selalu mencari pertolongan Allah dalam

keadaan sulit, karena orang yang benar-benar beriman hanya mencari

pertolongan-Nya.

Allah SWT berfirman:

(20)

Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai

penolongmu. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bersabar” (QS. Al

-Baqarah; 153). Ayat tersebut memperkuat keyakinan dan iman dalam tiga cara;

pertama, memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mencari pertolongan

dari kesabaran dan shalat, karena hal itu akan membangkitkan tenaga dan

kekuatan untuk memenuhi tugas secara efektif. Hal itu juga akan melengkapi diri

dengan keberanian dan tenaga untuk bertahan memikul semua cobaan,

penderitaan, kekerasan dan gangguan. Kekuatan serta daya tahan moral itu sangat

dibutuhkan di dalam jalan Allah agar seseorang selalu merasa aman.

Kedua, hal itu menjamin bahwa orang-orang beriman dalam saat

kemalangan dan kesusahan ini, tidak akan dibiarkan sendiri tanpa pertolongan

Allah. Sebab Allah akan segera datang jika perjuangan dilakukan dengan sabar

dan bertahan di jalan Allah. Ketiga, mereka tidak akan pernah menyerah atau

menerima kekalahan dari musuh mereka karena mereka berperang untuk

menegakkan (menjunjung tinggi) prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan di muka

Bumi ini. Jika mereka memperlihatkan suatu kelemahan atau menyerah kepada

agresi (musuh), maka kebenaran akan dikalahkan dan hukum setan akan berlaku.

Oleh karena itu, orang-orang beriman yang berperang untuk alasan yang

benar tidak pernah menyerah. Mereka berperang sampai akhir hingga

kemenangan diperoleh atau mereka menumpahkan tetes darah mereka yang

terakhir.10

Islam meyakini bahwa setiap anak yang dilahirkan dapat dibentuk menjadi

anak yang baik atau menjadi anak yang jahat. Pembentuk utamanya adalah

10

(21)

lingkungan di mana ia tinggal. Ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang bisa

dibentuk dan juga bisa diubah. Namun demikian, fase pertumbuhan seseorang

memainkan peranan penting dalam pembentukkan perilakunya11. Terdapat hadits

Rosulullah SAW dimana pentingnya pembinaan yang dimulai pada saat masa

balita.

Sabda Nabi SAW:

“…setiap manusia dilahirkan di atas fitrahnya, dan orang tuanyalah yang mendidiknya menjadi beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Muslim).12

Hadits di atas menjelaskan pengaruh bimbingan dan pembinaan yang

dipandu dengan pengaruh dasar yang disebut dengan fitrah tersebut dapat

menjadikan manusia itu hamba Allah SWT yang mampu berjalan di dalam jalan

yang benar dan dapat bermasyarakat.

Pembinaan sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian

manusia. Dalam pembinaan tersebut, terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang

mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Kepribadian tidak dapat

dipahami terlepas dari nilai dan norma-norma kebudayaan tersebut karena

hakekatnya kepribadian adalah susunan dari pada aturan tingkah laku sebagai

bentuk manifestasi kepribadian dapat dikatakan normal atau abnormal tergantung

11

Musfir bin Said Az-Zahroni, Konseling Terapi (Jakarta: PT. Gema Insani, 2005), h. 21.

12

(22)

pada kesesuaiannya dengan norma-norma kebudayaan dari masyarakat.13 Tanpa

pembinaan sama sekali, kiranya tidak mungkin manusia dapat menemukan

jalanya menuju yang benar dan lurus. Mengingat proses perkembangan hidup

manusia tidak selamanya berada dalam kelancaran dan kelengkapan.

Allah SWT menurunkan utusan untuk menemukan jalan yang bisa

menjadikan manusia menjadi pribadi yang lurus. Sesuai dengan tuntutan Islam.

Allah SWT berfirman:

menyeru kepada selain Allah, berupa ideologi, isme-isme dan kepercayaan hidup

lainya. Dakwah hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah Allah

SWT semata.14

Pembinaan pada prajurit yang mengaitkan tentang apa yang telah dibawa

oleh para Nabi terdahulu untuk menyerukan agama Allah dengan membentuk

kepribadian yang mantap dan mental yang kuat dalam mengangkat agama Islam

dan menjadikan Allah Tuhan yang satu.

13

H. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), Edisi 2, Cet. Ke-4. h. 123.

14

(23)

Prajurit merupakan salah satu bagian dari negara. Karena keamanan dalam

negara merupakan tujuan dari pada prajurit. Adalah sebuah keharusan bagi

seorang pekerja untuk bisa mengerjakan tugas yang telah diamanahkan, karena

tugas tersebut adalah tuntutan dari tempat bekerja dan tuntutan bagi dirinya.

Tugas TNI AD merupakan tugas yang mulia. Semua yang ditugaskan untuk TNI

AD berhubungan dengan kemanusiaan dan kenegaraan.

Pada dasarnya kegiatan pembinaan mental rohani Islam di Kodam Jaya

sangat berperan aktif dalam mewujudkan penghambaan diri kepada Allah SWT

dan memberikan wawasan keislamann prajurit dan dalam meningkatkan semangat

para prajurit dalam mengembangkan amanah dalam berkerja yang telah diberikan

oleh negara sehingga diharapkan menjadi prajurit yang memegang teguh perintah

Allah, memiliki kepribadian yang mulia di hadapan masyarakat dan agamanya.

Pembinaan mental rohani Islam yang dilaksanakan di Kodam

Jaya/Jayakarta memiliki metode dalam melaksanakan kegiatan pembinaan Islam.

Karena pembinaan mental rohani Islam itu sendiri merupakan jalan untuk

memperbaiki keadaan seseorang ataupun kelompok untuk bisa menemukan jati

dirinya atau membawa kepada keadaan yang lebih baik. Pembinaan mental rohani

Islam sebagai salah satu pembidangan dari Ilmu Dakwah, kehadirannya dalam

usaha memberikan bantuan kepada seseorang yang berkaitan dengan aspek mental

spiritual dan psikologis merupakan sesuatu yang relevan dan semakin dibutuhkan.

Kerena secara teoritik dan praktik ilmu ini menangani problem-problem

kehidupan manusia yang disebabkan karena adanya gangguan-gangguan

psikologis yang timbul karena faktor internal (dari dirinya) dan eksternal (dari

(24)

kebutuhan fisik dan psikisnya, serta tidak sanggup pula mengatasi

kesulitan-kesulitannya yang serba kompleks.15

Sebagaimana penjelasan diatas, penulis ingin mengangkat tulisan sebagai

bahan penelitian yang berpedoman bahwa prajurit merupakan manusia biasa,

dapat menciptakan kebenaran, melindungi bangsa dan negara, namun dapat

mengakibatkan hal buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Hingga Islam telah

memberikan jalan yang lurus dalam kehidupan ini dengan pembinaan mental

rohani Islam yang dapat menjadikan seseorang lebih baik dengan nilai–nilai

kemanusiaan dengan mental yang baik serta berpegang teguh dengan syariat

Islam yang menjadikannya semakin dekat dengan Allah SWT.

Maka atas dasar itulah penulis tertarik membahas persoalan ini secara

mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang”.

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Setelah menguraikan latar belakang yang dikemukakan penulis, di bawah

ini akan dipaparkan batasan serta perumusan masalah sebagai berikut.

1. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis perlu

memberikan batasan-batasan yang akan diteliti. Untuk itu penulis akan membatasi

pada peran pembina di Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun mental dan

akhlak yang baik pada prajurit Kodam Jaya/Jayakarta pada program pembinaan

15

(25)

mental rohani Islam serta komentar para prajurit Kodam Jaya/Jayakarta yang

menjadi peserta.

2. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan pembatasan masalah, penulis dapat merumuskan

permasalahan yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana gambaran program pembinaan mental rohani Islam di TNI

AD Kodam Jaya/Jayakarta.

b. Seperti apa proses penerapan pembina pada kalangan prajurit Kodam

Jaya/Jayakarta dalam membangun mental dan akhlak yang baik.

c. Apa tindakan evaluasi kegiatan pembinaan tersebut terhadap para

prajurit Kodam Jaya/Jayakarta

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam melaksanakan suatu kegiatan, dipastikan adanya tujuan dalam

kegiatan tersebut. Begitu pula penelitian ini, di bawah ini akan diuraikan tujuan

sebagai berikut.

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pembinaan mental rohani Islam di

TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.

b. Untuk mengetahui penerapan khusus dan evaluasi untuk prajurit dalam

kegiatan pembinaan mental rohani Islam di pembinaan mental kodam

(26)

c. Menjadi bahan pustaka dan pembelajaran untuk jurusan Bimbingan

dan Penyuluhan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari peran

Rohis yang diterapkan di Kodam Jaya/Jayakarta tersebut.

2. Manfaat Penelitian

a. Akademis: menjadi pengetahuan tentang pembinaan mental rohani

Islam Kodam Jaya/Jayakarta dan menjadi bahan informasi di

Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta.

b. Praktis: memberikan nilai positif serta referensi bagi pembina serta

gambaran proses pelaksanaan juga metode yang tepat dalam program

mengantisipasi terjadinya berbagai permasalahan pada kalangan

prajurit sehingga menjadi manusia yang kuat badan dan mental.

c. Kodam Jaya/Jayakarta, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat

menjadi acuan mendasar khususnya bagi pihak satuan batalyion atau

elemen lainnya terutama dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai

keagamaan terhadap prajurit agar memiliki akhlak dan mental yang

lebih baik.

D.Tinjauan Pustaka

(27)

1. Nama Penulis : Khodijah

Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Judul Penelitian : Pembinaan Rohani Islam Terhadap Anggota

Jakarta Motorcycle Community (JMC) Ciracas

Jakarta Timur.

Pembinaan rohani Islam di JMC dilakukan dua kali dalam seminggu

dengan Pembina Habib Muhsin Al-Athas dan Ustadz Faris dengan jumlah

peserta yang aktif 30 orang. Metode yang digunakan adalah ceramah,

diskusi dan bimbingan mengaji Al-Qur`an dan Iqra. Materi yang

diberikan oleh para Pembina adalah materi Iqra, Tajwid, Fiqh, Tauhid,

Akhlak dan materi yasin Tahlil. Sedangkan respon anggota JMC aqdalah

mereka amat senang dan tertarik untuk mengikuti pembinaan rohani

Islam, hali itu terlihat dari antusias mereka mengikuti setiap kegiatan

yang diselenggarakan oleh divisi rohani JMC antara lain; pembinaan

rohani Islam (pengajian seminggu dua kali), santunan anak yatim, tabligh

akbar, dan ritual lainnya).

Dalam penelitian ini, teknik tenelitian sama-sama menggunakan metode

kualitatif, dan metode khusus yang diterapakan oleh JMC oleh peserta dengan

hampir sama dengan metode penulis sendiri yang melakukan penelitian di Kodam

Jaya/Jayakarta walau tidak selengkap di Kodam Jaya. Kodam Jaya menerapkan

sosiodrama, memberi kesempatan nikah dan haji bagi untuk golongan prajurit.

Ada hal yang berbeda dari teori yang diambil, yaitu pembentukkan mental yang

(28)

sudah pasti berbeda, Kodam membina kalangan prajurit, bahkan seluruh pangkat

mengikuti program tersebut, JMC membina yang hanya jadi member saja.

2. Nama : Hamdani Jabir

Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Judul skripsi : Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan Dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi

Analisis dan hasil penelitian yang memfokuskan pada kegiatan pembinaan

mental yang diberikan kepada warga binaan Sosial (WBS) agar mereka

mempunytai kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya

(self empowerment) sehingga dapat hidup secara layak di masyarakat

disertai pengetahuan dan keterampilan dalam bingkai nilai-nilai

religiousitas. Pelaksanaan pembinaan mental di PSBK, adalah salah satu

program yang mengedepankan WBS secara patisipatif dalam proses

pelaksanaannya.

(29)

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memaparkan bentuk penelitian, yaitu

menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami subjek penelitian. Dilihat segi permasalahannya yaitu

untuk mengetahui Pembinaan Mental Rohani Islam pada TNI AD Kodam Jaya,

maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data

deskriptif. Yang dimaksud dengan data deskriptif adalah yang bertujuan membuat

gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat

serta hubungan fenomena yang diteliti.16

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip Lexy

J. Moleong yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.17

Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, studi keperpustakaan dan

dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu

pandangan yang utuh.

2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang akan dijadikan penelitian adalah Kodam Jaya/Jayakarta,

alamat Jl. Mayjen Sutoyo No. 5 Cililitan Jakarta Timur, dimulai pada bulan

Desember 2011 sampai dengan bulan Desember 2012.

Adapun penulis memilih tepat ini didasarkan pada alasan sebagai berikut:

16

Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2006), h. 110.

17

(30)

a. Pembinaan mental rohani Islam merupakan pelaksanaan kegiatan

rohani yang amat penting di Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun

mental rohani prajurit sebagai petugas negara.

b. Lokasi tempat penelitian yang strategis untuk dijadikan tempat

penelitian karena dekat dengan tempat tinggal penulis.

c. Ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai analisis

pembinaan mental rohani Islam pada TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.

3. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Dalam penelitian ini, terdapat empat orang yang dijadikan subjek penelitian, dua orang pembina dan dua orang prajurit yang menjadi peserta. Kepala pembina mental Kodam Jaya/Jayakarta, kepala pembinaan mental rohani Islam (binrohis) menjadi pembina dan prajurit dan peserta pembinaan kodam Jaya/Jayakarta dengan berbagai pangkat berjumlah dua orang.

b. Dalam penelitian inipun, yang akan dijadikan objek penelitian adalah program pembinaan mental rohani Islam bagi TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 18

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

18

(31)

a. Observasi, merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam melakukan observasi di Kodam Jaya. Penulis dibantu dengan alat-alat observasi, seperti buku cacatan dan alat tulis, dan alat perekam (Recorder). Dengan observasi ini, penulis mengamati, merekam dan mencatat secara langsung tentang proses pembinaan yang dilaksanakan di Kodam tersebut.

b. Wawancara, merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara ini dilakukan secara mendalam atau tidak berstruktur,

yakni bersifat “luwes”. Susunan pertanyaan dapat diperjelas pada saat

(32)

c. Dokumentasi, dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian serta memperkuat hasil penelitian seperti foto dan lain sebagainya seperti data-data Kodam Jaya yang terkait dengan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka langkah-langkah selanjutnya adalah analisa data, yaitu hasil penelitian yang telah dikumpulkan melalui metode dan pendekatan deskriptif kualitatif. Sebelumnya akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan analisis data. Dari kesimpulan beberapa ahli, analisis data adalah adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganiasikan data ke dalam ketegori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.19

Dalam hal ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif, yaitu penulis menganalisa dan mendeskripsikan dalam bentuk pemaparan dan penyelidikan dalam kegiatan Binrohis di Kodam Jaya/Jayakarta.

6. Teknik Penulisan

19

(33)

Dalam penulisan ini, penulis berpedoman dari buku yang berjudul

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Ceqda, April 2007, cet. ke-2.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini dituangkan ke dalam beberapa bab, dan masing-masing dijabarkan ke dalam sub-sub bab. Dan selengkapnya disusun seperti bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka, dan sistimatika penulisan. Kemudian bab kedua berisi tentang landasan teori yang meliputi tentang pengertian analisis pembinaan mental rohani Islam.

Kemudian bab ketiga yaitu gambaran umum tentang Bintaldam Jaya/Jayakarta yang menjelaskan tentang yang meliputi tentang sejarah dan latar belakang, visi dan misi, organisasi dan pengelolaan, program dan sarana berserta

prasarana bintaldam Jaya/Jayakarta. Kemudian bab keempat yaitu temuan dan analisis penelitian yang meliputi subyek penelitian, program pembinaan mental rohani Islam, dan analisis pembinaan mental rohani Islam di TNI AD Kodam

(34)

23

LANDASAN TEORI

A.Analisis

Pada bab dua ini, penulis akan menjelasan tentang beberapa teori yang

mencakup skripsi penulis. Awal penulisan bab dua ini akan membahas tentang

pengertian analisis. Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, dijelaskan bahwa

analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan

sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk

perkara dan sebagainya)1. Pengertian analisis dari “Kamus Lengkap Psikologi”

adalah proses mengurangi kekompleksan suatu gejala yang rumit sampai pada

pembahasan bagian-bagian paling elementer atau bagian-bagian paling

sederhana.2

Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data. Besar data

yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi

atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari

seperangkat data juga merupakan bentuk dari analisis untuk membuat data-data

tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola

secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan

dengan cara yang singkat dan penuh arti. Nasution menyatakan bahwa

“melakukan analisis adalah pekerjaan sulit, memerlukan kerja keras. Analisis

memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Basar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005). Cet Ke-3, h.43.

2

(35)

tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti

harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.

Bahan yang sama diklarifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.3

Maka dari itu, pentingnya analisis dalam sebuah penelitian membantu

peneliti menemukan permasalahan yang diteliti apabila dilakukan analisis dalam

penelitian tersebut. Masalah yang telah dipilih sebaiknya dianalisis terlebih

dahulu. Agar hasil penelitian dapat dilakukan dengan baik, dari segi proses

ataupun tujuannya. Di bawah ini akan dijelaskan bahwa analisis dapat dilihat

dalam perspektif substansi, teori dan metode, juga proses penelitian dan manfaat

penelitian. Di samping itu, agar hasil penelitian benar-benar berarti dan

bermakna(fungsional) sesuai dengan jenis dan tujuan penelitian itu sendiri. 4

Pertama, analisis substansi masalah itu sendiri. Masalah yang dipilih

memiliki alasan akademis dalam arti termasuk bidang keilmuan apa; misalnya

sosiologi, antropologi, filologi, manajemen, teologi dan sebagainya. Dengan

mengetahui kedudukan masalah dalam konteks keilmuan yang ada, peneliti dapat

menelusuri dan mendalami permasalahan itu dan menempatkannya dalam dalam

pokok bahasan atau sub pokok bahasan bidang ilmu tersebut. Dengan cara ini,

peneliti dengan mantap memiliki pangkal tolak dan sudut pandang keilmuan yang

ada. Kerlinger, dalam hal ini mengatakan: “Jika hendak memecahkan suatu

masalah, kita harus secara umum mengetahui apa masalahanya”. Analisis

substansi masalah penelitian, dengan demikian, dapat memantapkan kedudukan

kepakaran peneliti sesuai dengan bidang keilmuan yang menjadi kosentrasi dan

3

. Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA, 2005), h. 88.

4

(36)

keahliannya. Dengan melakukan penelitian untuk tesis, misalnya seorang peneliti

akan memiliki keahlian dalam masalah yang diteliti.5

Kedua, analisis teori dan metode. Masalah yang dipilih sebaiknya dapat

dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoritik, dan metodenya. Dengan

mempertimbangkan ini dapat ditelusuri kajian kepustakaan baik berupa buku

jurnal, maupun hasil penelitian terdahulu, peneliti akan semakin tajam dan terarah

dalam memfokuskan penelitiannya. Prespektif teoritik bermanfaat bagi peneliti

agar penelitian yang dilakukan memiliki starting point dan point of view yang

jelas sehingga peneliti akan semakin peka dan kritik dalam mencermati setiap

fenomena.

Ketiga, analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya

disesuaikan dengan institusi di mana peneliti mempersembahkan penelitiannya.

Penelitian untuk persyaratan memperoleh gelar akademik tentu berbeda dengan

penelitian pesanan atau penelitian tindakan (action research). Penelitian untuk

skripsi tentu memiliki kualifikasi yang berbeda dengan tesis atau disertasi.

Perbedaan bisa terletak pada substansinya, seperti pendalaman keluasan, keaslian,

kejelasan, keutuhan masalah yang diangkat; atau pada metodologinya seperti

perspektif teoritik dan analisisnya; maupun pada teknik penulisan dan

pelaporannya.

Keempat, analisis metodologis. Masalah yang diangkat hendaklah

terjangkau, baik dari aspek metode pengumpulan data maupun datanya itu sendiri.

Penelitian yang melibatkan para elite biasanya lebih sulit dilakukan daripada

masyarakat awam. Itulah sebabnya penelitian teentang elite, baik di bidang

5

(37)

politik, ekonomi maupun agama, lebih sedikit jumlahnya. Penelitian tentang

keuangan biasanya juga lebih sedikit karena datanya sulit dicari.

Kelima, masalah yang diangkat hendaklah aktual di samping berarti dan

bermakna. Peneliti hendaklah menghindari masalah-masalah yang sudah diteliti.

Masalah-masalah yang sepertinya menarik tetapi tidak fungsional, baik bagi

peneliti, institusi, masyarakat maupun pengembangan ilmu sebaiknya

ditinggalkan. Penelitian tentang peranan Kiai dalam pembinaan masyarakat atau

penelitian tentang pengaruh wanita karier terhadap keharmonisan keluarga,

misalnya, sudah terasa jenuh.6

Jika melihat tentang defenisi analisis di atas, dapat dipahami bahwa

analisis merupakan gambaran suatu objek dalam rangka menentukan kualitas agar

dipahami dari keseluruhan objek tersebut. analisis juga menjadi bagian dari teori

judul skripsi penulis dan beberapa teori lainyya. Dibawah ini penulis akan

membahas tentang pembinaan mental rohani Islam

B.Pembinaan Mental Rohani Islam

1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan berasal dari kata bahasa Arab yaitu “banaa, yabnaa, banaaun

yang artinya membangun, memperbaiki. 7 Dari Kamus Bahasa Indonesia

pembinaan adalah proses, cara, perbuatan membina, pembaharuan,

penyempurnaan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk

6

Suprayogo, Metodologi Penelitian, h. 45.

7

(38)

memperoleh hasil yang lebih baik.8 Pembinaan pun memiliki pengertian dari

terjemahan bahasa Inggris yaitu training, yang berarti latihan, pendidikan dan

pembinaan. Secara istilah, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan

melepaskan hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang

yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan

kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru

untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efektif.9

Pembinaan merupakan salah satu cabang ilmu penerapan dari ilmu jiwa

yaitu psikologi pembinaan. Cabang ini berusaha memanfaatkan pengetahuan jiwa

dalam peletakkan program-program pembinaan yang bermacam-macam, yang

mencakup; program pengarahan dan pembinaan jiwa, pendidikan, kerja dan

keluarga. Tepatnya, berusaha membantu para individu mengenal problem yang

mengahadang mereka, dan cara mengantisipasi problem tersebut untuk membantu

mereka beradaptasi dan merealisasikan pertumbuhan yang baik.10

Teori di atas menunjukkan bahwa pembinaan menjadi cabang dari ilmu

psikologi karena berhubungan dengan keselarasan jiwa dan hasil yang dicapai dari

pembelajaran untuk membentuk diri, tergantung yang dipelajari atau yang

diajakan. mengapa demikian? Karena telah dijelaskan bahwa pembinaan

merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang bergerak dengan menumbuhkan

kesadaran seseorang untuk berkarya.

8

“Definisi Bina” artikel ini diakses pada jam 16.50 WIB tanggal 21 Mei 2012 dari http://m.artikata.com/arti-321952-Bina.html

9

Mangunharadja, Pembinaan Arti dan Metodenya (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h.11-12.

10

(39)

Hasil karya yang mereka dapatkan sesuai dengan pendidikan yang didapat,

pekerjaan yang mengasilkan sebuah peningkatan positif sesuai dengan dengan

profesinya, atau keharmonisan dalam berkeluarga. Ibu Zakiah Daradjat pun

memberikan pengertian pembinaan, menurut beliau Pembinaan merupakan upaya

pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar,

berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,

menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh,

selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta

prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan ke arah

tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi

yang mandiri.11

Pembinaan secara terminologi adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang

terus menerus untuk mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan,

mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran

pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran (Islam) sebagai pola

kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun kehidupan

sosial masyarakat.12

Upaya membentuk seseorang untuk lebih baik adalah terapan yang

dikemukakan oleh beberapa ahli dan banyak diaplikasikan oleh berbagai lembaga

pendidikan atau binaan sesuai dengan metode yang berhubungan dengan subjek

tersebut. dan ternyata ada kaitannya kata bina dengan bimbingan.

11

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).

12

(40)

Pembinaan hampir sama dengan bimbingan. Bimbingan secara harfiah

dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke

arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.13

Di sini penulis akan melihat persamaan yang sama dari kata pembinaan

dan bimbingan. Bimbingan secara bahasa merupakan terjemahan dari kata

guidance yang berasal dari kata kerja to guide yang berarti “menunjukan”,

memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah yang bermanfaat bagi hidupnya

di masa kini dan masa yang akan datang.14 Di bawah ini akan dipaparkan

beberapa pengertian yang lebih jelas dari para ahli.

Menurut Prayitno, bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada orang

lain, baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok agar mereka

dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, yaitu mengenal diri

sendiri dan lingkunganya, menerima diri sendiri dan lingkunganya secara positif

dan dinamis, mengambil keputusan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri dan

mewujudkan diri sendiri.

Sebagaimana yang dikutip dari John M. Brewer, ahli guidance and

counceling dari Amerika Serikat, memandang bahwa pendidikan itu sebenarnya

merupakan pekerjaan mendidik, yaitu pendidikan yang baik (good education),

karena anak didik/anak bimbing adalah makhluk yang mendambakan kehidupan

masa datang yang lebih baik. 15

13

HM. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1985). Cet. Ke-4, h. 18.

14M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT Golden Terayon Press). Cet. Ke-1,h. 1.

15

(41)

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam

membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu

berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu

untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri urusan orang lain.

Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus

dikembangkan. 16 Menurut Bimo Walgito mengatakan bimbingan adalah “pemberian bantuan dan pertolongan kepada individu atau kelompok individu

dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi agar individu atau kelompok

individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.17

Sedangkan pembinaan merupakan suatu tujuan untuk merubah pola hidup

manusia dengan membangun, mengembangkan kemampuan untuk menjadi

manusia yang lebih baik lagi.

Di dalam buku berjudul “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Agama” juga di

sebutkan bahwa pembinaan hampir sama juga dengan bimbingan dan penyuluhan.

Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan atau

menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini

dan masa mendatang.18

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian pendapat orang-orang di atas

tentang pembinaan yang berhubungkan dengan pengertian bimbingan, yaitu

mengarahkan seseorang terhadap sesuatu yang lebih baik.

16

Prayitno, dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004). Cet. Ke-2, h. 95.

17

Bimo Walgito, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), Cet. Ke-2, h. 4.

18Hamdani Jabir, “Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis Di

(42)

2. Pengertian Mental

Setelah membahas tentang apa itu pembinaan dan bagaimana korelasi

antara pembinaan dengan bimbingan serta penyuluhan, di bawah ini penulis akan

membahas tentang pengertian mental dan bagiannya.

Menurut Notosoedirjo dan Latipun, kata mental diambil dari Bahasa

Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya

psikis, jiwa atau kejiwaan. Istilah mental hygiene dimaknai sebagai kesehatan

mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha

peningkatan.19 Pada istilah lain, H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental

adalah sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh

pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya

gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan

ilmu jiwa atau lainnya.20

Kata mental berasal dari “Kamus Besar Bahasa Indonesia” yang berarti

bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau

tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan juga

pembangunan batin dan watak.21

Pengertian lain juga menyebutkan, mental juga diartikan sebagai

kepribadian yang merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang

yang tercermin dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya.

Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti

19Riana Amelia, “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah

Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 21.

20

Ibid., h. 22.

21

(43)

dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua

unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang

dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara

menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau

menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.22 Para ahli dalam bidang

perawatan jiwa, dalam permasalahan mental telah membagi manusia menjadi dua

golongan besar yaitu (1) golongan yang sehat mentalnya dan (2) golongan yang

idak sehat mentalnya.

a. Golongan yang sehat mentalnya

Kartini Kartono juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental

yang sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai

kemampuan bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki

konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan

saha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin

yang tenang. Disamping itu juga kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri

dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras

dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.23

Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” dikatakan

bahwa“ kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada

dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan

ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara

22

”Pengertian Pembinaan Mental,” artikel ini di akses pada jam 22.29 tanggal 5 Juli 2011 dari situs http://www.masbied.com/2009/12/24/pengertian-pembinaan-mental/

23

(44)

resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”. 24

Zakiah Daradjat

mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang

sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri

terhadap individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan

keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan

bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dapat dicapai, maka individu

memiliki hubungan, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain.

dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan

mencapai integrasi tingkah laku.25

b. Golongan yang kurang sehat mentalnya

Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu

ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena

ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul

konflik mental dalam dirinya. Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya,

yakni dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain perasaan, pikiran dan

kelakuannya.26 Dapat dipahami bahwa mental merupakan bagian dari diri manusia

yang tercermin dalam bentuk perilaku dan terbentuk dari lingkungan yang ia

tempati, serta menciptakan efek tertentu sesuai pengaruh lingkungan sekitar.

Kesehatan mental adalah tujuan yang dicapai bagi orang yang memiliki

kepribadian yang normal, terkadang kepribadian yang normal pun belum mampu

26Pengertian Pembinaan Mental,

(45)

memiliki mental yang sehat di mata orang yang mengetahui apa itu mental yang

sebenarnya.27

Maka dari itu penulis mengemukakan tentang kesehatan mental sebagai

informasi sematam yang terkait dengan pembentukan mental. Kesehatan mental

merupakan tuntutan yang perlu di miliki oleh manusia karena mental yang sehat

dapat mempengaruhi kondisi jiwa dan sosial yang baik. Kesehatan mental pun di

jelaskan dalam buku “Kesehatan Mental 1”, yaitu sebagaimana yang telah

dijelaskan dari Alexander bahwa “Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang

mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan

untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan

mencagah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri”28.

Dapat dipahami bahwa mental adalah gambaran kepribadian manusia yang

tergambar dari psikomotorik, sifat dan karakter yang di aplikasikan oleh seseorang

dalam hidup dan lingkungan sekitarnya. Untuk membangun mental yang sehat,

maka mental dibina agar terwujudnya keselarasan antara fungsi kejiwaan dan

terwujudnya penyesuaian diri terhadap individu dengan dirinya sendiri, serta

lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk

mencapai hidup yang bermakna dan bahagia.

Pembinaan mental yang efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor

kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan mental yang dilakukan meliputi

pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan

sejak dini. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak

27

Imad Abdurrahim Az-Zaghul, Psikologi Militer. Penerjemah Ahmad Rivai Usman, (Jakarta: Khalifa, 2004), h. 23.

(46)

manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan

bersusila, sehingga seorang dapat terhindar dari sifat yang tercela.29

3. Pengertian Rohani

Pengertian rohani secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti

“ruh” dan dalam kamus bahasa Indonesia arti rohani adalah roh yang bertalian

dengan yang tidak berbadan jasmani. 30 Dalam “Kamus Bahasa Indonesia

Kontemporer” dijelaskan bahwa rohani adalah “kondisi kejiwaan seseorang

dimana terbentuk dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang

diwujudkan dalam budi pekerti seseorang serta melalui hubungan manusia

dengan sesama manusia dengan ajaran agama yang dianutnya. 31

Menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Jamaludin Kafie menyatakan

bahwa roh itu mempunyai dua pengertian, yaitu roh jasmani dan roh ruhani. Roh

jasmani yaitu zat halus yang berpusat di ruang hati dan menjalar ke seluruh ruang

urat nadi (pembuluh darah) selanjutnya tersebar ke seluruh tubuh, karenanya

manusia dapat bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai macam perasaan

serta dapat berpikir atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan.

Sedangkan roh rohani adalah bagian dari yang ghaib, dengan roh ini manusia

dapat mengenal dirinya sendiri dan mengenal Tuhan, serta menyadari keberadaan

orang lain (berkepribdian, berketuhanan, dan berkeprimanusiaan), serta tanggung

jawab atas segala tingkah lakunya. 32

Salim dan Yenny, Kamus Bahas Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English, 1991), h. 12-13.

32

(47)

Islam ditinjau dari bahasa berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata

salama yang berarti “selamat, penyerah, damai dan sentosa”.33 Sedangkan dari

istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan melalui Nabi

Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia.34

Islam diturunkan sebagai pedoman agar manusia dapat menekankan mana

yang baik dan mana yang buruk serta yang hak dan yang batil. Sejak awal

penciptaan manusia, Allah SWT telah menurunkan agama bagi manusia, yang

dibawa oleh seorang Rasul pada setiap masa tertentu. Hal itu terus berlangsung

sampai datang Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul terakhir yang diutus

membawa agama bagi seluruh umat manusia dan berlaku untuk sepanjang

zaman.35

Dari semua teori yang dibahas seperti pengertian pembinaan mental rohani

Islam di atas, maka dapat dipahami secara keseluruhan dari masing-masing

pengertian tersebut yakni membangun kesehatan karakter yang mencakup

psikomotorik dan kognisi individu untuk menjalin keharmonisan yang sehat

antara individu dengan dirinya sendiri sekaligus dengan lingkungannya, serta

memantapkan keimanan kepada Allah SWT dan mencintai kehidupan sekitar

dengan pendidikan yang berlanjut hingga menjadi diri yang lebih sehat jiwanya,

kuat fisiknya dan semakin mempertebal keimanan kepada Allah SWT.

33

Fakhrudin, Ensiklopedia Al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 521.

34

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1979) Jilid 1, h. 24.

35

(48)

37

BAB III

GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA

A. Latar Belakang dan Sejarah

Pada pembahasan ini, penulis akan menjabarkan gambaran umum dari

lembaga pemerintah yang dijadikan tempat penelitian penulis yang berlokasikan

di Cawang Jakarta Timur yaitu Markas Pusat militer Kodam Jaya/Jayakarta.

Namun tidak seluruhnya yang akan di bahas dalam pembahasan ini. Penulis

berfokus kepada bagian Bintal Kodam Jaya/Jayakarta atau Bintaldam jaya yang

menaungi pembinaan mental rohani Islam Bintaldam Jaya/Jayakarta.

Bintaldam Jaya atau Pembinaan Mental Kodam Jaya adalah satuan yang

bertugas membantu Kodam Jaya untuk melaksanakan :

1. Fungsi Rohani (Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha). Yakni bertugas Memelihara dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa guna mempertinggi moral/akhlak yang luhur.

2. Mental Ideologi. Yakni pembinaan ideologi Pancasila dalam kehidupan prajurit dan PNS Kodam Jaya sebagai insan prajurit Pancasila yang berjiwa Sapta

Marga dan memegang teguh Sumpah Prajurit dan Panca Prasetya Korpri.

3. Mental Kejuangan. Yakni Membangkitkan dan memelihara semangat kejuangan, pengabdian, pengorbanan dan kepahlawanan berdasarkan nilai

kejuangan serta tradisi dalam rangka memelihara identitas jati dirinya.1

1

(49)

Dengan demikian jadi tujuan yakni agar prajurit dan PNS Kodam Jaya

Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME agar memiliki moral dan akhlak yang

tinggi, memiliki jiwa nasionalisme dan militansi yang tinggi.

Untuk pembahasan yang berkaitan dengan sejarah bintaldam, penulis

hanya merincikan informasi tentang awal berdirinya Kodam Jaya/Jayakarta dan

lembaga pembinaan mental Kodam Jaya/Jayakarta. Munculnya lembaga

pembinaan mental TNI diawali dari prinsip Jenderal Soedirman yang ingin

menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan TNI. Oleh karenanya nilai-nilai

agama yang dipahami Jenderal besar Soedirman sangat banyak menjadi acuan

dalam pembentukan lembaga pembinaan mental yang berdasarkan skep Kasad

nomor: skep/691/VII/1986 tanggal 30 November 1986 ditetapkan hari jadinya

jatuh pada tanggal 25 Mei 1946, dengan tugas pokok mempertinggi moral dan

moril tentara melalui pidato keagamaan, memberikan keterangan keagamaan

tertulis, mengadakan pelajaran-pelajaran dan kursus keagamaan, yang semuanya

diperuntukkan dan ditujukan kepada segenap anggota angkatan perang.2

Pembahasan di atas merupakan acuan lembaga pemerintah untuk satuan

angkatan bersenjata seluruh Indonesia dalam melaksanakan kegiatan moril bahwa

prajurit berkewajiban dalam beragama sebagai manusia biasa. Awal berdirinya

Bintaldam Jaya seiring dengan lahirnya Kodam Jaya yakni pada tanggal 24

Desember 1949, namun saat itu masih bernama Rohdam atau Rohani Kodam

(meliputi Rohami Islam, Protestan dan Katolik) yang secara tugas bertanggung

jawab kepada induk yakni Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat (Disbintalad)

sekarang di Berlan Jaktim yang kala itu bernama Pusroh (Pusat Rohani). Namun

2

Gambar

gambaran proses pelaksanaan juga metode yang tepat dalam program
GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dalam penelitian ini dilakukan penelusuran fraksi aktif pada ekstrak etanol kulit batang tumbuhan faloak yang dapat membunuh dan menekan pertumbuhan sel kanker,

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

3,96 dyne/cm Stabil pada emulsi air minyak mentah dengan konsentrasi 1% vol uji FTIR yang telah dilakukan untuk ketiga jenis alga ditampilkan pada Gambar 5. Tegangan antar muka

model-model pembiayaan bertambah banyak, seiring dengan kemunculan lembaga keuangan Islam, sehingga memungkinkan nazhir untuk mengadakan kerjasama dengan lembaga

Grafik 4 Perbandingan temperatur pembakaran antara bahan bakar sekam padi, bonggol jagung, dan batok kelapa dengan waktu. Perbandingan temperatur pembakaran antara ketiga

Ketika alat mendeteksi perlintasan, data posisi akan menunjukkan nama perlintasan terdekat, jarak tempuh, nama kereta yang akan melintas, dan menunjukkan posisi

Seluruh Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi

Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15 mm/Hg atau lebih,