JAYA/JAYAKARTA CAWANG
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
DIAN PUTRA
NIM. 107052001913
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSTAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i Dian Putra
Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang
Dalam membentuk prajurit yang berkualitas, baik untuk dirinya, satuan dan agamanya, diadakan program pembinaan mental rohani Islam. Pembinaan mental rohani Islam merupakan kegiatan yang meningkatkan kepribadian untuk lebih baik lagi, dari sikap, psikomotorik dan perilaku agar bisa menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain dengan sesuatu yang positif dan meningkatkan kesadaran kepada Allah SWT. Pembinaan terbentuk karena banyaknya prajurit yang kurang bisa mengontrol emosinya dalam mengembangkan tugasnya karena prajurit dilatih dalam keadaan keras dan sangat disiplin.
Program ini berlaku pada masing- masing batalyon seluruh Indonesia. maka dari dasar inilah, pentingnya penulis mengadakan penelitian dengan alasan untuk mengetahui seperti apa pembinaan mental yang diterapkan kepada seorang prajurit. Di sini, penulis mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pembinaan mental rohani Islam bagi prajurit TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta. Dan yang menjadi alasan mengapa penulis mengadakan penelitian di sini; Kodam adalah tempat yang di miliki oleh pemerintah dan bagian dari pertahanan negara, selain itu terdapat pembinaan mental yang menjadikan prajurit berkelakuan baik dengan beberapa metode yang di kembangkan dengan pendidikan Islam dan kode etik prajurit
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada subjek yang diteliti, bersifat deskriptif, untuk mendapatkan data-data dari permasalahnya. Serta teori bola salju yang menjadi metode pada penelitian ini . Sumber data untuk penelitian ini didapatkan dari beberapa narasumber di Kodam Jaya/Jayakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Subjek pada penelitian ini terbagi empat orang, yaitu dua orang sebagai pembina dan dua orang prajurit yang menjadi peserta. Sedangkan objek yang diangkat oleh penulis sekaligus menjadi bagian utama untuk di analisa dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui program pembinaan mental rohani Islam di Kodam Jaya/Jayakarta dan bentuk dari penerapan pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya/Jayakarta.
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala
karunia, takdir dan inayah-Nya, begitu juga dengan rizki yang diberikan-Nya untuk
penulis masih diberi kekuatan menjalani segala aktivitas sehari-hari, dan atas
izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, semoga
mendapatkan syafaatnya di Akhirat kelak.
Penulis menyadari tidak ada keberhasilan dan kesuksesan apapun tanpa
adanya motivasi dan dukungan orang sekitar. Dengan kerendahan dan ketulusan hati,
penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan
terima kasih kepada semua pihak, baik secara langsung atau pun tidak langsung yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini di
khususnya kepada:
1. Jajaran Dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang terhormat
Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan, Drs. H. Wahidin Saputra, MA selaku
Pembantu Dekan bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku
Pembantu Dekan bidang Administrasi Umum, dan Drs. Study Rizal LK, MA
selaku Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam. Terima kasih atas segala motivasi yang telah diberikan dan informasi
iii
3. Drs. M. Lutfi, M.Ag, sebagai Pembimbing skripsi yang dengan sabar dan
tabah telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, pengalaman
ketika beliau berjuang dan menulis dahulu yang beliau gambarkan kepada
penulis, adalah contoh yang patut ditiru dan akan selalu penulis ingat sehingga
bisa terselesaikan skripsi ini.
4. Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
dedikasinya, pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama
perkuliahan berlangsung. Mudah-mudahan kehidupan Bapak dan Ibu sekalian
diberkati Allah SWT.
5. Jajaran Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Jajaran
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu memberikan kesempatan dalam
mencari referensi untuk keperluan Penulisan ini.
6. Jajaran Tata Usaha yang telah banyak membantu dalam penulisan surat dan
lain-lain untuk kepentingan penulisan ini.
7. Kodam Jaya/Jayakarta, khususnya Kolonel Inf Choirul Mustofa, S.Sos
sebagai Kabintaldam Jaya/Jayakarta, Mayor Inf Alfiyan Fauzan, S.Ag sebagai
Kabinrohis dan seluruh Jajaran Pihak Binrohis Kabintaldam Jaya/Jayakarta
yang telah memberikan peluang dan kesempatan penulis untuk mengadakan
Penelitian di Kodam Jaya/Jayakarta dan penulis memohon maaf atas
iv
memberikan kasih sayang yang ikhlas, tulus dan penuh dengan kesabaran
sampai detik ini, adalah suluh bagi penulis yang selalu menunjukkan kemana
kaki ini harus melangkah. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Serta adik-adik ku tercinta; Dwi Yandika Putra, Khairul Bashar Hasbillah dan
Mutiara Rahmi. Mereka adalah segalanya bagi penulis.
9. Teman-teman tercinta seperjuangan dan terpercaya yang telah banyak
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak letih dalam
memberikan spirit dan kekuatan, dan tak jarang “ngomel-ngomel,” serta memberikan peluang agar dapat terlaksana skripsi penulis, khususnya untuk
teman-teman sangat luar biasa; H. Muhammad Nuh Al-Basith, S.Sos.I,
Nurhasanuddin, S.Sos.I, Zulkarnain Fadli, S.Sos.I, Ade Nurzaman, M. Syahid
Fudholi Al-Hasyim, S.Sos.I, Hapsari Retno Astuti, Wiwit Fatimah, S.Sos.I,
Nurlia Zulfatunnisa, Isbatul Haqqi, Noriez Asep Franzika, S.Sos.I, Abdul
Hakim Jahid dan teman-teman sekalian yang seperjuangan dan sekelas. Untuk
Adik-adik kelas yang selalu memberikan penulis motivasi dengan menanyakan
bagaimana kabar skripsi penulis dan lain sebagainya. Kalian adalah yang
terbaik.
10. Saudara yang telah membantu dalam proses pembuatan Skripsi penulis.
Khususnya Bapak H. Tatang Sumantri yang telah membimbing penulis dalam
v
Akhirnya hanya Kepada Allah SWT jualah penulis serahkan semua. Semoga,
amal baik yang telah dicurahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, diterima oleh Allah dengan pahala yang melimpah dan mendapatkan
syafa`at di akhirat kelak; Amin.
Jakarta, 31 Januari 2013
vi
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 14
D. Tinjauan Pustaka... 15
E. Metodologi Penelitian... 17
F. Sistematika Penulisan ... 21
BAB II LANDASAN TEORI ... 23
A. Pengertian Analisis ... 23
B. Pembinaan Mental Rohani Islam... 26
BAB III GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA ... 37
A. Latar belakang dan Sejarah... 37
B. Visi dan Misi ... 39
C. Organisasi dan pengelolaan ... 39
D. Program Bintaldam Jaya... 40
E. Sarana dan Prasarana ... 40
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN ... 41
A. Profil Prajurit Kodam Jaya/Jayakarta ... 42
B. Pembinaan Mental Rohani Islam... 44
vii
B. Saran ... 56
1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Bentrokkan antara Brimob dan Kostrad di Gorontalo pada hari Minggu
tanggal 22 April 2012 dinilai naif oleh gerakan Pemuda (GP) Ansor. Kejadian
tersebut membuat masyarakat mempertanyakan panutan dalam menjaga
keamanan di Indonesia. Ketua GP, Nusron Wahid, pada wartawan di Kantor GP
Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat Selasa 24 April 2012 mengutarakan
bahwa tindakan tentara dan polisi seperti itu tidak patut ditiru, karena di antara
mereka melakukan pertengkaran, oleh sebab itu kepada siapa akan mencontoh?
Padahal polisi dan tentara merupakan panutan untuk masyarakat. Menurut
Nusron, kejadian tersebut merupakan masalah koordinasi dan egoisme sektoral.
Sehingga GP Ansor ingin mengajak TNI dan Polri berpikir bersama dengan
tujuan untuk Indonesia, imbuh Nusron.1
Paparan merupakan contoh yang tidak baik sebagai petugas negara yang
seharusnya menjadi panutan masyarakat. Mereka memberikan contoh yang tidak
baik sehingga dapat mengganggu berbagai aspek. Baik dari aspek sosial ataupun
keluarga baik dari sisi jasmani dan ruhani hingga salah satu pergerakan di
masyarakat pun berkomentar dalam masalah ini. Akan di bawa kemana jika ini
1
David Saut, “Brimob vs Kostrad, GP Ansor: Tentara sama Polisi berantem, lucu!”
artikel ini diakses pada jam 03:45 WIB tanggal 25 April 2012 dari
terus berlanjut. Kehancuran bisa didapat apabila tidak ditanggulangi pihak militer
dan aparat kepolisian.
Di atas adalah gambaran bahwa sebagai manusia biasa, tentara atau
kepolisian juga bisa berbuat salah. Mereka yang mempunyai pengaruh di negara
ini sebagai pelindung pun tak lepas dari kesalahan. Apabila terjadi kesalahan dari
dalam diri seseorang, sepatutnya merubah tingkah laku dengan kesabaran dan
kesadaran sehingga menjadi manusia yang baik kembali. Dari beragam tugas
manusia, tentara yang ditugaskan menjadi keamanan negara, pun menjadi contoh
karena kehidupan mereka mengedepankan kedisiplinan. Untuk mengetahui lebih
jelas seperti apa tentara atau prajurit, akan dijelaskan dengan awal sejarah
berdirinya beserta profil Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi tumpuan negara Indonesia.
Sosok yang menjadi ujung tombak pertahanan negara untuk siap ditugaskan
dalam keadaan apapun kondisinya. TNI merupakan tentara atau prajurit yang
menjadi kebanggaan Indonesia. dengan segala kekuatan yang berusaha
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Pada hakekatnya, TNI bukanlah suatu organisasi militer semata. Di
samping kekuatan militer, pada dasarnya adalah suatu organisasi perjuangan. Bagi
masyarakat yang masih ingat terbentuknya TNI itu pada tahun 1945 tentu
terbayang proses perwujudannya.2 Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan
bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan
Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari laskar rakyat,
2
inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya
mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Kemudian berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan
Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia
(TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia
(APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali
menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan
Ketetapan MPR no. VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional
Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan Polri.
Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan
berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan
keutuhan NKRI.3
Tugas TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan negara, menjaga,
memelihara dan mengamankan wilayah NKRI dari berbagai ancaman yang datang
dari dalam maupun luar negeri. Merujuk pada UU RI Nomor 3 Tahun 2002
tentang pertahanan negara, maka sistem pertahanan NKRI pada hakekatnya
merupakan pertahanan yang bersifat semesta. Suatu sistem pertahanan yang
mengerahkan dan mengintegrasikan atau seluruh kekuatan nasional secara
proporsional yang tergabung dalam komponen pertahanan negara, sinerjisme
3“Sejarah TNI Indonesia,” artikel ini diakses pada 25 April 2012 dari
komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung.4
Sebagai komponen utama sistem pertahanan negara, TNI memiliki peran
yang sangat penting dalam sistem pemerintahan negara untuk mengamankan
kepentingan nasional guna mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu peningkatan
kemampuan TNI harus menjadi perhatian bersama seluruh komponen bangsa,
terutama yang membangun, mempersiapkan, serta mengoperasikan alutsista dan
sumber daya manusia yang dihadapkan dengan luasnya wilayah, spectrum
(pandangan politik) ancaman serta kemampuan anggaran negara saat ini.5
Dalam kehidupan bermasyarakat, bermacam bidang yang dibidangi oleh
masyarakat setempat. Karena dalam pembidangan tersebut, memiliki
masing-masing konsep serta teori yang berlaku, khususnya dalam pembidangan ilmu jiwa.
Dalam hal ini, penerapan ilmu jiwa dalam bidang ini melihat dalam situasi yang
praktis dan aplikatif. Bidang-bidang tersebut seperti pendidikan, industri, militer,
organisasi, pembinaan, penyembuhan dan lain-lain.6
TNI termasuk dalam bidang kemiliteran. Dan terdapat ilmu psikologi
khusus yang berkaitan dengan profesi TNI yaitu psikologi militer. Ilmu ini
dianggap sebagai salah satu cabang ilmu jiwa terapan, karena memperhatikan
penggunaan pengetahuan, prinsip, undang-undang kejiwaan, dan memfungsikan
dalam masalah-masalah militer, baik dalam waktu damai ataupun perang. Tujuan
utamanya tersimpan pada penggunaan pengetahuan-pengetahuan seperti ini dalam
pengaturan tugas-tugas angkatan bersenjata, memperbaiki kapabilitas individu,
4
Djoko Suyanto, Menuju TNI Profesional dan Dedikatif (Jakarta: Puspen TNI, 2007), h. 4.
5
Ibid,. h. 5.
6
mengangkat tingkat pelaksanaan mereka dalam tugas militer yang
bermacam-macam.
Angkatan bersenjata merupakan masyarakat yang berdiri sendiri seperti
masyarakat administratif lainnya. Masyarakat ini mencakup kelompok besar
individu yang disatukan oleh hubungan-hubungan tertentu. Mereka berusaha
merealisasikan sasaran dan tujuan tertentu. Kelompok masyarakat seperti ini
mempunyai bentuk aturan, problem, dan sasaran khusus yang menjadikannya
bentuk yang sangat sensitif. Hal ini mengharuskan kehati-hatian yang berkenaan
dengan ikatan (sistem) ini.7
Perlu dipahami di sini, bahwa masyarakat militer mencakup semua
komponen-komponen dan bidang-bidang yang dicakup pula oleh
kelompok-kolompok masyarakat lainnya, seperti masyarakat jelata, industri, perdagangan
dan lain-lain. Dalam waktu yang sama, beban dan tanggung jawab berat yang
tidak dapat diemban oleh masyarakat-masyarakat lainnya diletakkan di atas
punggung masayarakat militer ini, yaitu menjaga keamanan dan keselamatan
masyarakat besar pada waktu perang dan damai dan memberi sumbangsih dalam
tugas penyelamatan dalam kondisi bencana alam dan darurat. Hal ini artinya,
betapa sangat pentingnya perhatian terhadap masyarakat militer demi menjaga
kesatuan dan kesinambungannya serta perkembangannya sehingga dapat
melaksanakan tugas dan beban yang diserahkan kepadanya.8
Pembentukkan karakter yang sehat merupakan suatu komponen yang
dituju oleh satuan militer, satu hal yang berkesinambungan dalam sistem
7
Suyanto, Menuju TNI, h. 5.
8
kehidupan adalah membentuk jiwa dan raga yang sehat. Selain mengembankan
tugas keamanan dalam negara untuk masyarakat, satuan militerpun memberikan
contoh raga yang sehat dan mental yang sehat serta berada di jalan yang sesuai
dengan aturan agama. Dan tentunya seluruh agama mempunyai standar dalam
berperilaku yang baik. Tentunya, keadaan ini tidak hanya didapatkan di satuan
militer saja, di lingkungan masyarakat bisa terealisasi.
Prajurit merupakan manusia biasa dan di harapkan memiliki mental yang
sehat dan kuat. Walaupun mereka berkepribadian yang dianggap tinggi dengan
pendidikan mentalnya, tak bisa dipungkiri bahwa prajurit mengalami kesalahan
dari dalam dirinya. Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun
tidak bisa bebas dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami
kecemasan dan perasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan
perasaan bersalah itu. Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan
penuh keyakinan diri dan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut dengan
adanya gangguan yang hebat pada struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia
tidak bebas dari konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat
mempertahankan harga dirinya. Keadaan yang demikian justru berkebalikan
dengan apa yang terjadi dari orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk.
Maka dari itu, merupakan fungsi yang bermanfaat dari kegiatan yang ada di
kesatuan Kodam Jaya/Jayakarta yaitu pembinaan mental rohani Islam.
Pembinaan mental rohani Islam adalah salah satu upaya pembentukan
karakter seorang prajurit yang diharapkan. Prajurit tidak hanya memiliki
kemampuan menembak dan mengatur strategi. Tapi prajurit juga memiliki hati
Indonesia angkatan darat (TNI AD). Di sini menjadi perhatian yang menarik
bahwa semua kalangan antar prajurit mempunyai masing-masing kepribadian
yang berbeda.
Prajurit dibentuk dengan satu tujuan dan harapan yaitu bisa menjadi
petugas negara yang lebih baik. Sesuai dengan ketetapan pihak Dinas Pembinaan
Mental Angkatan Darat yaitu untuk membentuk, memelihara, serta memantapkan
mental anggota TNI AD berdasarkan Pancasila, Sapta Marga, Sumpah Prajurit
dan Doktrin Kartika Eka Paksi melalui pembinaan rohani, santiaji dan satikarma
serta pembinaan tradisi sehingga mampu dan mantap dalam melaksanakan
tugasnya.
Penulis menjelaskan sebagian etika dasar keprajuritan yang berkaitan
dengan pembinaan rohani prajurit yaitu Sapta Marga. Kontribusi Jenderal
Soedirman jelas terlihat dalam nilai-nilai yang terkandung dalam sapta marga
karena beliau memiliki pengaruh yang sangat besar dalam terciptanya religiositas
di kalangan Tentara dan keluarganya. Sapta marga yang dimaskud adalah:
1. Kami warga negara kesatuan Republik Indonesia, yang bersendikan
Pancasila.
2. Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara, yang
bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.
3. Kami kesatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,
serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
5. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh
dan taat kepada pimpinan, serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan
prajurit.
6. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan
dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada
negara dan bangsa.
7. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, setia dan menempati janji serta
sumpah prajurit.9
Dalam sapta marga yang diilhami amanat panglima besar Soedirman
tersebut, ditemukan sejumlah nilai yang mengandung keagamaan. Tauhid
(keimanan) yang kuat, terlebih dalam perjuangan merupakan sesuatu yang sangat
penting. Secara historis, dalam sejarah Islam tampak betapa kemenangan besar
dan gemilang diperoleh berkat keimanan yang mantap.
Dapat disadari, bagaimana Nabi Muhammad SAW mempersiapkan
pasukannya dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta mereka, pemilik dan
penguasa serta memiliki kekuatan yang melebihi segala sesuatu. Tidak ada
seorangpun diluar pengawasan-NYA dan Dia dapat memberi kemenangan pada
siapa saja yang Allah SWT ridhoi, tetapi Allah SWT selalu menolong orang-orang
yang beriman. Nabi Muhammad SAW menanamkan keyakinan ini kepada
pengikutnya, bahwa mereka hendaknya selalu mencari pertolongan Allah dalam
keadaan sulit, karena orang yang benar-benar beriman hanya mencari
pertolongan-Nya.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bersabar” (QS. Al
-Baqarah; 153). Ayat tersebut memperkuat keyakinan dan iman dalam tiga cara;
pertama, memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mencari pertolongan
dari kesabaran dan shalat, karena hal itu akan membangkitkan tenaga dan
kekuatan untuk memenuhi tugas secara efektif. Hal itu juga akan melengkapi diri
dengan keberanian dan tenaga untuk bertahan memikul semua cobaan,
penderitaan, kekerasan dan gangguan. Kekuatan serta daya tahan moral itu sangat
dibutuhkan di dalam jalan Allah agar seseorang selalu merasa aman.
Kedua, hal itu menjamin bahwa orang-orang beriman dalam saat
kemalangan dan kesusahan ini, tidak akan dibiarkan sendiri tanpa pertolongan
Allah. Sebab Allah akan segera datang jika perjuangan dilakukan dengan sabar
dan bertahan di jalan Allah. Ketiga, mereka tidak akan pernah menyerah atau
menerima kekalahan dari musuh mereka karena mereka berperang untuk
menegakkan (menjunjung tinggi) prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan di muka
Bumi ini. Jika mereka memperlihatkan suatu kelemahan atau menyerah kepada
agresi (musuh), maka kebenaran akan dikalahkan dan hukum setan akan berlaku.
Oleh karena itu, orang-orang beriman yang berperang untuk alasan yang
benar tidak pernah menyerah. Mereka berperang sampai akhir hingga
kemenangan diperoleh atau mereka menumpahkan tetes darah mereka yang
terakhir.10
Islam meyakini bahwa setiap anak yang dilahirkan dapat dibentuk menjadi
anak yang baik atau menjadi anak yang jahat. Pembentuk utamanya adalah
10
lingkungan di mana ia tinggal. Ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang bisa
dibentuk dan juga bisa diubah. Namun demikian, fase pertumbuhan seseorang
memainkan peranan penting dalam pembentukkan perilakunya11. Terdapat hadits
Rosulullah SAW dimana pentingnya pembinaan yang dimulai pada saat masa
balita.
Sabda Nabi SAW:
“…setiap manusia dilahirkan di atas fitrahnya, dan orang tuanyalah yang mendidiknya menjadi beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Muslim).12
Hadits di atas menjelaskan pengaruh bimbingan dan pembinaan yang
dipandu dengan pengaruh dasar yang disebut dengan fitrah tersebut dapat
menjadikan manusia itu hamba Allah SWT yang mampu berjalan di dalam jalan
yang benar dan dapat bermasyarakat.
Pembinaan sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian
manusia. Dalam pembinaan tersebut, terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang
mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Kepribadian tidak dapat
dipahami terlepas dari nilai dan norma-norma kebudayaan tersebut karena
hakekatnya kepribadian adalah susunan dari pada aturan tingkah laku sebagai
bentuk manifestasi kepribadian dapat dikatakan normal atau abnormal tergantung
11
Musfir bin Said Az-Zahroni, Konseling Terapi (Jakarta: PT. Gema Insani, 2005), h. 21.
12
pada kesesuaiannya dengan norma-norma kebudayaan dari masyarakat.13 Tanpa
pembinaan sama sekali, kiranya tidak mungkin manusia dapat menemukan
jalanya menuju yang benar dan lurus. Mengingat proses perkembangan hidup
manusia tidak selamanya berada dalam kelancaran dan kelengkapan.
Allah SWT menurunkan utusan untuk menemukan jalan yang bisa
menjadikan manusia menjadi pribadi yang lurus. Sesuai dengan tuntutan Islam.
Allah SWT berfirman:
menyeru kepada selain Allah, berupa ideologi, isme-isme dan kepercayaan hidup
lainya. Dakwah hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah Allah
SWT semata.14
Pembinaan pada prajurit yang mengaitkan tentang apa yang telah dibawa
oleh para Nabi terdahulu untuk menyerukan agama Allah dengan membentuk
kepribadian yang mantap dan mental yang kuat dalam mengangkat agama Islam
dan menjadikan Allah Tuhan yang satu.
13
H. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), Edisi 2, Cet. Ke-4. h. 123.
14
Prajurit merupakan salah satu bagian dari negara. Karena keamanan dalam
negara merupakan tujuan dari pada prajurit. Adalah sebuah keharusan bagi
seorang pekerja untuk bisa mengerjakan tugas yang telah diamanahkan, karena
tugas tersebut adalah tuntutan dari tempat bekerja dan tuntutan bagi dirinya.
Tugas TNI AD merupakan tugas yang mulia. Semua yang ditugaskan untuk TNI
AD berhubungan dengan kemanusiaan dan kenegaraan.
Pada dasarnya kegiatan pembinaan mental rohani Islam di Kodam Jaya
sangat berperan aktif dalam mewujudkan penghambaan diri kepada Allah SWT
dan memberikan wawasan keislamann prajurit dan dalam meningkatkan semangat
para prajurit dalam mengembangkan amanah dalam berkerja yang telah diberikan
oleh negara sehingga diharapkan menjadi prajurit yang memegang teguh perintah
Allah, memiliki kepribadian yang mulia di hadapan masyarakat dan agamanya.
Pembinaan mental rohani Islam yang dilaksanakan di Kodam
Jaya/Jayakarta memiliki metode dalam melaksanakan kegiatan pembinaan Islam.
Karena pembinaan mental rohani Islam itu sendiri merupakan jalan untuk
memperbaiki keadaan seseorang ataupun kelompok untuk bisa menemukan jati
dirinya atau membawa kepada keadaan yang lebih baik. Pembinaan mental rohani
Islam sebagai salah satu pembidangan dari Ilmu Dakwah, kehadirannya dalam
usaha memberikan bantuan kepada seseorang yang berkaitan dengan aspek mental
spiritual dan psikologis merupakan sesuatu yang relevan dan semakin dibutuhkan.
Kerena secara teoritik dan praktik ilmu ini menangani problem-problem
kehidupan manusia yang disebabkan karena adanya gangguan-gangguan
psikologis yang timbul karena faktor internal (dari dirinya) dan eksternal (dari
kebutuhan fisik dan psikisnya, serta tidak sanggup pula mengatasi
kesulitan-kesulitannya yang serba kompleks.15
Sebagaimana penjelasan diatas, penulis ingin mengangkat tulisan sebagai
bahan penelitian yang berpedoman bahwa prajurit merupakan manusia biasa,
dapat menciptakan kebenaran, melindungi bangsa dan negara, namun dapat
mengakibatkan hal buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Hingga Islam telah
memberikan jalan yang lurus dalam kehidupan ini dengan pembinaan mental
rohani Islam yang dapat menjadikan seseorang lebih baik dengan nilai–nilai
kemanusiaan dengan mental yang baik serta berpegang teguh dengan syariat
Islam yang menjadikannya semakin dekat dengan Allah SWT.
Maka atas dasar itulah penulis tertarik membahas persoalan ini secara
mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang”.
B.Pembatasan dan Perumusan Masalah
Setelah menguraikan latar belakang yang dikemukakan penulis, di bawah
ini akan dipaparkan batasan serta perumusan masalah sebagai berikut.
1. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis perlu
memberikan batasan-batasan yang akan diteliti. Untuk itu penulis akan membatasi
pada peran pembina di Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun mental dan
akhlak yang baik pada prajurit Kodam Jaya/Jayakarta pada program pembinaan
15
mental rohani Islam serta komentar para prajurit Kodam Jaya/Jayakarta yang
menjadi peserta.
2. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan pembatasan masalah, penulis dapat merumuskan
permasalahan yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu:
a. Bagaimana gambaran program pembinaan mental rohani Islam di TNI
AD Kodam Jaya/Jayakarta.
b. Seperti apa proses penerapan pembina pada kalangan prajurit Kodam
Jaya/Jayakarta dalam membangun mental dan akhlak yang baik.
c. Apa tindakan evaluasi kegiatan pembinaan tersebut terhadap para
prajurit Kodam Jaya/Jayakarta
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam melaksanakan suatu kegiatan, dipastikan adanya tujuan dalam
kegiatan tersebut. Begitu pula penelitian ini, di bawah ini akan diuraikan tujuan
sebagai berikut.
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pembinaan mental rohani Islam di
TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.
b. Untuk mengetahui penerapan khusus dan evaluasi untuk prajurit dalam
kegiatan pembinaan mental rohani Islam di pembinaan mental kodam
c. Menjadi bahan pustaka dan pembelajaran untuk jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari peran
Rohis yang diterapkan di Kodam Jaya/Jayakarta tersebut.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis: menjadi pengetahuan tentang pembinaan mental rohani
Islam Kodam Jaya/Jayakarta dan menjadi bahan informasi di
Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Praktis: memberikan nilai positif serta referensi bagi pembina serta
gambaran proses pelaksanaan juga metode yang tepat dalam program
mengantisipasi terjadinya berbagai permasalahan pada kalangan
prajurit sehingga menjadi manusia yang kuat badan dan mental.
c. Kodam Jaya/Jayakarta, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat
menjadi acuan mendasar khususnya bagi pihak satuan batalyion atau
elemen lainnya terutama dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai
keagamaan terhadap prajurit agar memiliki akhlak dan mental yang
lebih baik.
D.Tinjauan Pustaka
1. Nama Penulis : Khodijah
Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Judul Penelitian : Pembinaan Rohani Islam Terhadap Anggota
Jakarta Motorcycle Community (JMC) Ciracas
Jakarta Timur.
Pembinaan rohani Islam di JMC dilakukan dua kali dalam seminggu
dengan Pembina Habib Muhsin Al-Athas dan Ustadz Faris dengan jumlah
peserta yang aktif 30 orang. Metode yang digunakan adalah ceramah,
diskusi dan bimbingan mengaji Al-Qur`an dan Iqra. Materi yang
diberikan oleh para Pembina adalah materi Iqra, Tajwid, Fiqh, Tauhid,
Akhlak dan materi yasin Tahlil. Sedangkan respon anggota JMC aqdalah
mereka amat senang dan tertarik untuk mengikuti pembinaan rohani
Islam, hali itu terlihat dari antusias mereka mengikuti setiap kegiatan
yang diselenggarakan oleh divisi rohani JMC antara lain; pembinaan
rohani Islam (pengajian seminggu dua kali), santunan anak yatim, tabligh
akbar, dan ritual lainnya).
Dalam penelitian ini, teknik tenelitian sama-sama menggunakan metode
kualitatif, dan metode khusus yang diterapakan oleh JMC oleh peserta dengan
hampir sama dengan metode penulis sendiri yang melakukan penelitian di Kodam
Jaya/Jayakarta walau tidak selengkap di Kodam Jaya. Kodam Jaya menerapkan
sosiodrama, memberi kesempatan nikah dan haji bagi untuk golongan prajurit.
Ada hal yang berbeda dari teori yang diambil, yaitu pembentukkan mental yang
sudah pasti berbeda, Kodam membina kalangan prajurit, bahkan seluruh pangkat
mengikuti program tersebut, JMC membina yang hanya jadi member saja.
2. Nama : Hamdani Jabir
Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Judul skripsi : Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan Dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi
Analisis dan hasil penelitian yang memfokuskan pada kegiatan pembinaan
mental yang diberikan kepada warga binaan Sosial (WBS) agar mereka
mempunytai kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya
(self empowerment) sehingga dapat hidup secara layak di masyarakat
disertai pengetahuan dan keterampilan dalam bingkai nilai-nilai
religiousitas. Pelaksanaan pembinaan mental di PSBK, adalah salah satu
program yang mengedepankan WBS secara patisipatif dalam proses
pelaksanaannya.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memaparkan bentuk penelitian, yaitu
menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami subjek penelitian. Dilihat segi permasalahannya yaitu
untuk mengetahui Pembinaan Mental Rohani Islam pada TNI AD Kodam Jaya,
maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif. Yang dimaksud dengan data deskriptif adalah yang bertujuan membuat
gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat
serta hubungan fenomena yang diteliti.16
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip Lexy
J. Moleong yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.17
Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, studi keperpustakaan dan
dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu
pandangan yang utuh.
2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat yang akan dijadikan penelitian adalah Kodam Jaya/Jayakarta,
alamat Jl. Mayjen Sutoyo No. 5 Cililitan Jakarta Timur, dimulai pada bulan
Desember 2011 sampai dengan bulan Desember 2012.
Adapun penulis memilih tepat ini didasarkan pada alasan sebagai berikut:
16
Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2006), h. 110.
17
a. Pembinaan mental rohani Islam merupakan pelaksanaan kegiatan
rohani yang amat penting di Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun
mental rohani prajurit sebagai petugas negara.
b. Lokasi tempat penelitian yang strategis untuk dijadikan tempat
penelitian karena dekat dengan tempat tinggal penulis.
c. Ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai analisis
pembinaan mental rohani Islam pada TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.
3. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Dalam penelitian ini, terdapat empat orang yang dijadikan subjek penelitian, dua orang pembina dan dua orang prajurit yang menjadi peserta. Kepala pembina mental Kodam Jaya/Jayakarta, kepala pembinaan mental rohani Islam (binrohis) menjadi pembina dan prajurit dan peserta pembinaan kodam Jaya/Jayakarta dengan berbagai pangkat berjumlah dua orang.
b. Dalam penelitian inipun, yang akan dijadikan objek penelitian adalah program pembinaan mental rohani Islam bagi TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 18
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:
18
a. Observasi, merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam melakukan observasi di Kodam Jaya. Penulis dibantu dengan alat-alat observasi, seperti buku cacatan dan alat tulis, dan alat perekam (Recorder). Dengan observasi ini, penulis mengamati, merekam dan mencatat secara langsung tentang proses pembinaan yang dilaksanakan di Kodam tersebut.
b. Wawancara, merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara ini dilakukan secara mendalam atau tidak berstruktur,
yakni bersifat “luwes”. Susunan pertanyaan dapat diperjelas pada saat
c. Dokumentasi, dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian serta memperkuat hasil penelitian seperti foto dan lain sebagainya seperti data-data Kodam Jaya yang terkait dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah-langkah selanjutnya adalah analisa data, yaitu hasil penelitian yang telah dikumpulkan melalui metode dan pendekatan deskriptif kualitatif. Sebelumnya akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan analisis data. Dari kesimpulan beberapa ahli, analisis data adalah adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganiasikan data ke dalam ketegori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.19
Dalam hal ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif, yaitu penulis menganalisa dan mendeskripsikan dalam bentuk pemaparan dan penyelidikan dalam kegiatan Binrohis di Kodam Jaya/Jayakarta.
6. Teknik Penulisan
19
Dalam penulisan ini, penulis berpedoman dari buku yang berjudul
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Ceqda, April 2007, cet. ke-2.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini dituangkan ke dalam beberapa bab, dan masing-masing dijabarkan ke dalam sub-sub bab. Dan selengkapnya disusun seperti bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistimatika penulisan. Kemudian bab kedua berisi tentang landasan teori yang meliputi tentang pengertian analisis pembinaan mental rohani Islam.
Kemudian bab ketiga yaitu gambaran umum tentang Bintaldam Jaya/Jayakarta yang menjelaskan tentang yang meliputi tentang sejarah dan latar belakang, visi dan misi, organisasi dan pengelolaan, program dan sarana berserta
prasarana bintaldam Jaya/Jayakarta. Kemudian bab keempat yaitu temuan dan analisis penelitian yang meliputi subyek penelitian, program pembinaan mental rohani Islam, dan analisis pembinaan mental rohani Islam di TNI AD Kodam
23
LANDASAN TEORI
A.Analisis
Pada bab dua ini, penulis akan menjelasan tentang beberapa teori yang
mencakup skripsi penulis. Awal penulisan bab dua ini akan membahas tentang
pengertian analisis. Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, dijelaskan bahwa
analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk
perkara dan sebagainya)1. Pengertian analisis dari “Kamus Lengkap Psikologi”
adalah proses mengurangi kekompleksan suatu gejala yang rumit sampai pada
pembahasan bagian-bagian paling elementer atau bagian-bagian paling
sederhana.2
Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data. Besar data
yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi
atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari
seperangkat data juga merupakan bentuk dari analisis untuk membuat data-data
tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola
secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan
dengan cara yang singkat dan penuh arti. Nasution menyatakan bahwa
“melakukan analisis adalah pekerjaan sulit, memerlukan kerja keras. Analisis
memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Basar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005). Cet Ke-3, h.43.
2
tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti
harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.
Bahan yang sama diklarifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.3
Maka dari itu, pentingnya analisis dalam sebuah penelitian membantu
peneliti menemukan permasalahan yang diteliti apabila dilakukan analisis dalam
penelitian tersebut. Masalah yang telah dipilih sebaiknya dianalisis terlebih
dahulu. Agar hasil penelitian dapat dilakukan dengan baik, dari segi proses
ataupun tujuannya. Di bawah ini akan dijelaskan bahwa analisis dapat dilihat
dalam perspektif substansi, teori dan metode, juga proses penelitian dan manfaat
penelitian. Di samping itu, agar hasil penelitian benar-benar berarti dan
bermakna(fungsional) sesuai dengan jenis dan tujuan penelitian itu sendiri. 4
Pertama, analisis substansi masalah itu sendiri. Masalah yang dipilih
memiliki alasan akademis dalam arti termasuk bidang keilmuan apa; misalnya
sosiologi, antropologi, filologi, manajemen, teologi dan sebagainya. Dengan
mengetahui kedudukan masalah dalam konteks keilmuan yang ada, peneliti dapat
menelusuri dan mendalami permasalahan itu dan menempatkannya dalam dalam
pokok bahasan atau sub pokok bahasan bidang ilmu tersebut. Dengan cara ini,
peneliti dengan mantap memiliki pangkal tolak dan sudut pandang keilmuan yang
ada. Kerlinger, dalam hal ini mengatakan: “Jika hendak memecahkan suatu
masalah, kita harus secara umum mengetahui apa masalahanya”. Analisis
substansi masalah penelitian, dengan demikian, dapat memantapkan kedudukan
kepakaran peneliti sesuai dengan bidang keilmuan yang menjadi kosentrasi dan
3
. Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA, 2005), h. 88.
4
keahliannya. Dengan melakukan penelitian untuk tesis, misalnya seorang peneliti
akan memiliki keahlian dalam masalah yang diteliti.5
Kedua, analisis teori dan metode. Masalah yang dipilih sebaiknya dapat
dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoritik, dan metodenya. Dengan
mempertimbangkan ini dapat ditelusuri kajian kepustakaan baik berupa buku
jurnal, maupun hasil penelitian terdahulu, peneliti akan semakin tajam dan terarah
dalam memfokuskan penelitiannya. Prespektif teoritik bermanfaat bagi peneliti
agar penelitian yang dilakukan memiliki starting point dan point of view yang
jelas sehingga peneliti akan semakin peka dan kritik dalam mencermati setiap
fenomena.
Ketiga, analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya
disesuaikan dengan institusi di mana peneliti mempersembahkan penelitiannya.
Penelitian untuk persyaratan memperoleh gelar akademik tentu berbeda dengan
penelitian pesanan atau penelitian tindakan (action research). Penelitian untuk
skripsi tentu memiliki kualifikasi yang berbeda dengan tesis atau disertasi.
Perbedaan bisa terletak pada substansinya, seperti pendalaman keluasan, keaslian,
kejelasan, keutuhan masalah yang diangkat; atau pada metodologinya seperti
perspektif teoritik dan analisisnya; maupun pada teknik penulisan dan
pelaporannya.
Keempat, analisis metodologis. Masalah yang diangkat hendaklah
terjangkau, baik dari aspek metode pengumpulan data maupun datanya itu sendiri.
Penelitian yang melibatkan para elite biasanya lebih sulit dilakukan daripada
masyarakat awam. Itulah sebabnya penelitian teentang elite, baik di bidang
5
politik, ekonomi maupun agama, lebih sedikit jumlahnya. Penelitian tentang
keuangan biasanya juga lebih sedikit karena datanya sulit dicari.
Kelima, masalah yang diangkat hendaklah aktual di samping berarti dan
bermakna. Peneliti hendaklah menghindari masalah-masalah yang sudah diteliti.
Masalah-masalah yang sepertinya menarik tetapi tidak fungsional, baik bagi
peneliti, institusi, masyarakat maupun pengembangan ilmu sebaiknya
ditinggalkan. Penelitian tentang peranan Kiai dalam pembinaan masyarakat atau
penelitian tentang pengaruh wanita karier terhadap keharmonisan keluarga,
misalnya, sudah terasa jenuh.6
Jika melihat tentang defenisi analisis di atas, dapat dipahami bahwa
analisis merupakan gambaran suatu objek dalam rangka menentukan kualitas agar
dipahami dari keseluruhan objek tersebut. analisis juga menjadi bagian dari teori
judul skripsi penulis dan beberapa teori lainyya. Dibawah ini penulis akan
membahas tentang pembinaan mental rohani Islam
B.Pembinaan Mental Rohani Islam
1. Pengertian Pembinaan
Pembinaan berasal dari kata bahasa Arab yaitu “banaa, yabnaa, banaaun”
yang artinya membangun, memperbaiki. 7 Dari Kamus Bahasa Indonesia
pembinaan adalah proses, cara, perbuatan membina, pembaharuan,
penyempurnaan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
6
Suprayogo, Metodologi Penelitian, h. 45.
7
memperoleh hasil yang lebih baik.8 Pembinaan pun memiliki pengertian dari
terjemahan bahasa Inggris yaitu training, yang berarti latihan, pendidikan dan
pembinaan. Secara istilah, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan
melepaskan hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang
yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru
untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efektif.9
Pembinaan merupakan salah satu cabang ilmu penerapan dari ilmu jiwa
yaitu psikologi pembinaan. Cabang ini berusaha memanfaatkan pengetahuan jiwa
dalam peletakkan program-program pembinaan yang bermacam-macam, yang
mencakup; program pengarahan dan pembinaan jiwa, pendidikan, kerja dan
keluarga. Tepatnya, berusaha membantu para individu mengenal problem yang
mengahadang mereka, dan cara mengantisipasi problem tersebut untuk membantu
mereka beradaptasi dan merealisasikan pertumbuhan yang baik.10
Teori di atas menunjukkan bahwa pembinaan menjadi cabang dari ilmu
psikologi karena berhubungan dengan keselarasan jiwa dan hasil yang dicapai dari
pembelajaran untuk membentuk diri, tergantung yang dipelajari atau yang
diajakan. mengapa demikian? Karena telah dijelaskan bahwa pembinaan
merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang bergerak dengan menumbuhkan
kesadaran seseorang untuk berkarya.
8
“Definisi Bina” artikel ini diakses pada jam 16.50 WIB tanggal 21 Mei 2012 dari http://m.artikata.com/arti-321952-Bina.html
9
Mangunharadja, Pembinaan Arti dan Metodenya (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h.11-12.
10
Hasil karya yang mereka dapatkan sesuai dengan pendidikan yang didapat,
pekerjaan yang mengasilkan sebuah peningkatan positif sesuai dengan dengan
profesinya, atau keharmonisan dalam berkeluarga. Ibu Zakiah Daradjat pun
memberikan pengertian pembinaan, menurut beliau Pembinaan merupakan upaya
pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar,
berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh,
selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta
prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan ke arah
tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi
yang mandiri.11
Pembinaan secara terminologi adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang
terus menerus untuk mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan,
mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran
pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran (Islam) sebagai pola
kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun kehidupan
sosial masyarakat.12
Upaya membentuk seseorang untuk lebih baik adalah terapan yang
dikemukakan oleh beberapa ahli dan banyak diaplikasikan oleh berbagai lembaga
pendidikan atau binaan sesuai dengan metode yang berhubungan dengan subjek
tersebut. dan ternyata ada kaitannya kata bina dengan bimbingan.
11
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
12
Pembinaan hampir sama dengan bimbingan. Bimbingan secara harfiah
dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke
arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.13
Di sini penulis akan melihat persamaan yang sama dari kata pembinaan
dan bimbingan. Bimbingan secara bahasa merupakan terjemahan dari kata
guidance yang berasal dari kata kerja to guide yang berarti “menunjukan”,
memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah yang bermanfaat bagi hidupnya
di masa kini dan masa yang akan datang.14 Di bawah ini akan dipaparkan
beberapa pengertian yang lebih jelas dari para ahli.
Menurut Prayitno, bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada orang
lain, baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok agar mereka
dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, yaitu mengenal diri
sendiri dan lingkunganya, menerima diri sendiri dan lingkunganya secara positif
dan dinamis, mengambil keputusan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri dan
mewujudkan diri sendiri.
Sebagaimana yang dikutip dari John M. Brewer, ahli guidance and
counceling dari Amerika Serikat, memandang bahwa pendidikan itu sebenarnya
merupakan pekerjaan mendidik, yaitu pendidikan yang baik (good education),
karena anak didik/anak bimbing adalah makhluk yang mendambakan kehidupan
masa datang yang lebih baik. 15
13
HM. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1985). Cet. Ke-4, h. 18.
14M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT Golden Terayon Press). Cet. Ke-1,h. 1.
15
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam
membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu
berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu
untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri urusan orang lain.
Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus
dikembangkan. 16 Menurut Bimo Walgito mengatakan bimbingan adalah “pemberian bantuan dan pertolongan kepada individu atau kelompok individu
dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi agar individu atau kelompok
individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.17
Sedangkan pembinaan merupakan suatu tujuan untuk merubah pola hidup
manusia dengan membangun, mengembangkan kemampuan untuk menjadi
manusia yang lebih baik lagi.
Di dalam buku berjudul “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Agama” juga di
sebutkan bahwa pembinaan hampir sama juga dengan bimbingan dan penyuluhan.
Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan atau
menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini
dan masa mendatang.18
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian pendapat orang-orang di atas
tentang pembinaan yang berhubungkan dengan pengertian bimbingan, yaitu
mengarahkan seseorang terhadap sesuatu yang lebih baik.
16
Prayitno, dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004). Cet. Ke-2, h. 95.
17
Bimo Walgito, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), Cet. Ke-2, h. 4.
18Hamdani Jabir, “Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis Di
2. Pengertian Mental
Setelah membahas tentang apa itu pembinaan dan bagaimana korelasi
antara pembinaan dengan bimbingan serta penyuluhan, di bawah ini penulis akan
membahas tentang pengertian mental dan bagiannya.
Menurut Notosoedirjo dan Latipun, kata mental diambil dari Bahasa
Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya
psikis, jiwa atau kejiwaan. Istilah mental hygiene dimaknai sebagai kesehatan
mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha
peningkatan.19 Pada istilah lain, H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental
adalah sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh
pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya
gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan
ilmu jiwa atau lainnya.20
Kata mental berasal dari “Kamus Besar Bahasa Indonesia” yang berarti
bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau
tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan juga
pembangunan batin dan watak.21
Pengertian lain juga menyebutkan, mental juga diartikan sebagai
kepribadian yang merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang
yang tercermin dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya.
Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti
19Riana Amelia, “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah
Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 21.
20
Ibid., h. 22.
21
dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua
unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang
dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara
menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau
menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.22 Para ahli dalam bidang
perawatan jiwa, dalam permasalahan mental telah membagi manusia menjadi dua
golongan besar yaitu (1) golongan yang sehat mentalnya dan (2) golongan yang
idak sehat mentalnya.
a. Golongan yang sehat mentalnya
Kartini Kartono juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental
yang sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai
kemampuan bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki
konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan
saha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin
yang tenang. Disamping itu juga kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri
dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras
dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.23
Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” dikatakan
bahwa“ kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada
dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan
ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara
22
”Pengertian Pembinaan Mental,” artikel ini di akses pada jam 22.29 tanggal 5 Juli 2011 dari situs http://www.masbied.com/2009/12/24/pengertian-pembinaan-mental/
23
resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”. 24
Zakiah Daradjat
mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri
terhadap individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan
keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan
bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dapat dicapai, maka individu
memiliki hubungan, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain.
dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan
mencapai integrasi tingkah laku.25
b. Golongan yang kurang sehat mentalnya
Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu
ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena
ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul
konflik mental dalam dirinya. Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya,
yakni dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain perasaan, pikiran dan
kelakuannya.26 Dapat dipahami bahwa mental merupakan bagian dari diri manusia
yang tercermin dalam bentuk perilaku dan terbentuk dari lingkungan yang ia
tempati, serta menciptakan efek tertentu sesuai pengaruh lingkungan sekitar.
Kesehatan mental adalah tujuan yang dicapai bagi orang yang memiliki
kepribadian yang normal, terkadang kepribadian yang normal pun belum mampu
26Pengertian Pembinaan Mental,
memiliki mental yang sehat di mata orang yang mengetahui apa itu mental yang
sebenarnya.27
Maka dari itu penulis mengemukakan tentang kesehatan mental sebagai
informasi sematam yang terkait dengan pembentukan mental. Kesehatan mental
merupakan tuntutan yang perlu di miliki oleh manusia karena mental yang sehat
dapat mempengaruhi kondisi jiwa dan sosial yang baik. Kesehatan mental pun di
jelaskan dalam buku “Kesehatan Mental 1”, yaitu sebagaimana yang telah
dijelaskan dari Alexander bahwa “Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang
mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan
untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan
mencagah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri”28.
Dapat dipahami bahwa mental adalah gambaran kepribadian manusia yang
tergambar dari psikomotorik, sifat dan karakter yang di aplikasikan oleh seseorang
dalam hidup dan lingkungan sekitarnya. Untuk membangun mental yang sehat,
maka mental dibina agar terwujudnya keselarasan antara fungsi kejiwaan dan
terwujudnya penyesuaian diri terhadap individu dengan dirinya sendiri, serta
lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk
mencapai hidup yang bermakna dan bahagia.
Pembinaan mental yang efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor
kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan mental yang dilakukan meliputi
pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan
sejak dini. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak
27
Imad Abdurrahim Az-Zaghul, Psikologi Militer. Penerjemah Ahmad Rivai Usman, (Jakarta: Khalifa, 2004), h. 23.
manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan
bersusila, sehingga seorang dapat terhindar dari sifat yang tercela.29
3. Pengertian Rohani
Pengertian rohani secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti
“ruh” dan dalam kamus bahasa Indonesia arti rohani adalah roh yang bertalian
dengan yang tidak berbadan jasmani. 30 Dalam “Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer” dijelaskan bahwa rohani adalah “kondisi kejiwaan seseorang
dimana terbentuk dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang
diwujudkan dalam budi pekerti seseorang serta melalui hubungan manusia
dengan sesama manusia dengan ajaran agama yang dianutnya. 31
Menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Jamaludin Kafie menyatakan
bahwa roh itu mempunyai dua pengertian, yaitu roh jasmani dan roh ruhani. Roh
jasmani yaitu zat halus yang berpusat di ruang hati dan menjalar ke seluruh ruang
urat nadi (pembuluh darah) selanjutnya tersebar ke seluruh tubuh, karenanya
manusia dapat bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai macam perasaan
serta dapat berpikir atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan.
Sedangkan roh rohani adalah bagian dari yang ghaib, dengan roh ini manusia
dapat mengenal dirinya sendiri dan mengenal Tuhan, serta menyadari keberadaan
orang lain (berkepribdian, berketuhanan, dan berkeprimanusiaan), serta tanggung
jawab atas segala tingkah lakunya. 32
Salim dan Yenny, Kamus Bahas Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English, 1991), h. 12-13.
32
Islam ditinjau dari bahasa berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata
salama yang berarti “selamat, penyerah, damai dan sentosa”.33 Sedangkan dari
istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan melalui Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia.34
Islam diturunkan sebagai pedoman agar manusia dapat menekankan mana
yang baik dan mana yang buruk serta yang hak dan yang batil. Sejak awal
penciptaan manusia, Allah SWT telah menurunkan agama bagi manusia, yang
dibawa oleh seorang Rasul pada setiap masa tertentu. Hal itu terus berlangsung
sampai datang Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul terakhir yang diutus
membawa agama bagi seluruh umat manusia dan berlaku untuk sepanjang
zaman.35
Dari semua teori yang dibahas seperti pengertian pembinaan mental rohani
Islam di atas, maka dapat dipahami secara keseluruhan dari masing-masing
pengertian tersebut yakni membangun kesehatan karakter yang mencakup
psikomotorik dan kognisi individu untuk menjalin keharmonisan yang sehat
antara individu dengan dirinya sendiri sekaligus dengan lingkungannya, serta
memantapkan keimanan kepada Allah SWT dan mencintai kehidupan sekitar
dengan pendidikan yang berlanjut hingga menjadi diri yang lebih sehat jiwanya,
kuat fisiknya dan semakin mempertebal keimanan kepada Allah SWT.
33
Fakhrudin, Ensiklopedia Al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 521.
34
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1979) Jilid 1, h. 24.
35
37
BAB III
GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA
A. Latar Belakang dan Sejarah
Pada pembahasan ini, penulis akan menjabarkan gambaran umum dari
lembaga pemerintah yang dijadikan tempat penelitian penulis yang berlokasikan
di Cawang Jakarta Timur yaitu Markas Pusat militer Kodam Jaya/Jayakarta.
Namun tidak seluruhnya yang akan di bahas dalam pembahasan ini. Penulis
berfokus kepada bagian Bintal Kodam Jaya/Jayakarta atau Bintaldam jaya yang
menaungi pembinaan mental rohani Islam Bintaldam Jaya/Jayakarta.
Bintaldam Jaya atau Pembinaan Mental Kodam Jaya adalah satuan yang
bertugas membantu Kodam Jaya untuk melaksanakan :
1. Fungsi Rohani (Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha). Yakni bertugas Memelihara dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa guna mempertinggi moral/akhlak yang luhur.
2. Mental Ideologi. Yakni pembinaan ideologi Pancasila dalam kehidupan prajurit dan PNS Kodam Jaya sebagai insan prajurit Pancasila yang berjiwa Sapta
Marga dan memegang teguh Sumpah Prajurit dan Panca Prasetya Korpri.
3. Mental Kejuangan. Yakni Membangkitkan dan memelihara semangat kejuangan, pengabdian, pengorbanan dan kepahlawanan berdasarkan nilai
kejuangan serta tradisi dalam rangka memelihara identitas jati dirinya.1
1
Dengan demikian jadi tujuan yakni agar prajurit dan PNS Kodam Jaya
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME agar memiliki moral dan akhlak yang
tinggi, memiliki jiwa nasionalisme dan militansi yang tinggi.
Untuk pembahasan yang berkaitan dengan sejarah bintaldam, penulis
hanya merincikan informasi tentang awal berdirinya Kodam Jaya/Jayakarta dan
lembaga pembinaan mental Kodam Jaya/Jayakarta. Munculnya lembaga
pembinaan mental TNI diawali dari prinsip Jenderal Soedirman yang ingin
menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan TNI. Oleh karenanya nilai-nilai
agama yang dipahami Jenderal besar Soedirman sangat banyak menjadi acuan
dalam pembentukan lembaga pembinaan mental yang berdasarkan skep Kasad
nomor: skep/691/VII/1986 tanggal 30 November 1986 ditetapkan hari jadinya
jatuh pada tanggal 25 Mei 1946, dengan tugas pokok mempertinggi moral dan
moril tentara melalui pidato keagamaan, memberikan keterangan keagamaan
tertulis, mengadakan pelajaran-pelajaran dan kursus keagamaan, yang semuanya
diperuntukkan dan ditujukan kepada segenap anggota angkatan perang.2
Pembahasan di atas merupakan acuan lembaga pemerintah untuk satuan
angkatan bersenjata seluruh Indonesia dalam melaksanakan kegiatan moril bahwa
prajurit berkewajiban dalam beragama sebagai manusia biasa. Awal berdirinya
Bintaldam Jaya seiring dengan lahirnya Kodam Jaya yakni pada tanggal 24
Desember 1949, namun saat itu masih bernama Rohdam atau Rohani Kodam
(meliputi Rohami Islam, Protestan dan Katolik) yang secara tugas bertanggung
jawab kepada induk yakni Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat (Disbintalad)
sekarang di Berlan Jaktim yang kala itu bernama Pusroh (Pusat Rohani). Namun
2