• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara dalam Majalah Gatra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara dalam Majalah Gatra"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

AHMAD NUUR HIDAYAT NIM :108051100079

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Desember 2014

(5)

i

Tahun 2014 banyak dikenal sebagai tahun politik bagi rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada tahun ini akan diselenggarakan sebuah Pemilihan Umum (Pemilu). Para politikus dengan giat turun kelapangan hanya untuk mengumpulkan suara bagi mereka. Tak jarang, kita sering temui para pejabat publik turut di dalamnya. Pada dasarnya, hal tersebut tidaklah melanggar hukum. Namun secara etika, hal tersebut jelas sangat tidak etis. Para pejabat publik yang seharusnya siap sedia melayani masyarakat, kini lebih memilih mengurus partainya ketimbang amanat rakyat.

Berdasarkan konteks di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, 1. Bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra dalam pemberitaan cuti kampenye pejabat negara? 2. Bagaimana kognisi sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan cuti kampenye pejabat negara? 3. Bagaimana konteks sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan cuti kampanye pejabat negara?

Untuk menganalisa dan memahami wacana yang dijabarkan Gatra dalam pemberitaannya, peneliti menggunakan Analisis Wacana model Teun Van Dijk. Teori ini menganalisa wacana melalui tiga aspek, yakni analisis struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Data yang digunakan adalah berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” dan wawancara pribadi dengan penulis berita tersebut.

Pejabat negara yang terlibat dalam kampanye serta menjadi jurkamnas (juru kampanye nasional) pada dasarnya tidak melanggar aturan. Selama mereka menaati syarat dan ketentuan yang berlaku, maka sah-sah saja mereka turun sebagai jurkam. Namun, perlu pengawasan ketat agar dalam prosesnya mereka tidak menggunakan fasilitas dan kekuatan sebagai pejabat negara dalam kegiatan kampanye mereka.

Penelitian dari segi teks dapat ditinjau dari tiga aspek struktur, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Penelitian dari segi kognisi sosial dilakukan dengan wawancara mendalam dengan narasumber selaku penulis berita terkait. Sedangkan dari segi konteks sosial dilakukan dengan wawancara dan melihat perkembangan isu berita terkait di kalangan masyarakat.

Keterlibatan pejabat publik sebagai jurkam perlu pengawasan ekstra, karena dikhawatirkan akan adanya mobilisasi aparat internal dan politisasi anggaran untung menguntungkan parpol. Dalam proses terbentuknya demokrasi Indonesia yang lebih baik, tentunya peranan media amat penting. Sikap tidak memihak media akan membawa angin segar bagi demokrasi yang adil dan jujur.

Keywords: Analisis Wacana, Kampanye, Pejabat Negara, Gatra

(6)

ii

hidayah, dan karunia yang telah diberikan-Nya, sehigga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara Dalam Majalah Gatra. Tak lupa, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya yang senantiasa mencintai beliau.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi Konsentrasi Jurnalistik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Bapak Suparto, M.Ed. Ph.D, Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Jumroni, M.Si. Serta pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. Sunandar Ibnu Nur, MA.

(7)

iii

3. Dosen Pembimbing skripsi Ibu Ade Rina Farida, M.Si yang telah menyediakan waktunya di tengah kesibukannya untuk membimbing peneliti sehingga skripsi ini selesai dengan baik dan lancar.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas ilmu yang telah diberikan kepada Peneliti.

5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Pihak majalah Gatra yang turut berperan dalam selesainya penelitian penulis. Khususnya bapak Asrori S. Karni yang meluangkan waktunya di tengah kesibukkannya.

7. Secara khusus dan yang paling penulis banggakan, kedua orangtua tercinta Bapak Dedi Heriadi dan Ibu Yati Sumiati atas do’a dan kasih sayangnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Adik-adikku tercinta, (Erien Damayanti dan Syifa Chandra Azizi). Terima kasih atas dukungan dan semangatnya sehingga skripsi ini dapat selesai.

9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2008, Yamin, Oky, Zein, Ita, Kiki, Ajeng, Obe, dan yang tidak bisa Peneliti sebutkan satu persatu, semoga persahabatan dan persaudaraan kita akan terus terjalin

(8)

iv

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Peneliti

(9)

v

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

1. Batasan Masalah ... 7

2. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian... 8

1. Metode Penelitian ... 8

2. Subjek dan Objek Penelitian ... 9

3. Teknik Pengumpulan Data ... 9

4. Teknis Analisis Data ... 10

E. Tinjauan Pustaka... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Media Massa ... 13

1. Definisi Media Massa ... 13

2. Jenis-jenis Media Massa ... 14

a. Media Cetak ... 14

b. Media Elektronik ... 14

c. Media Online ... 15

C. Teori Konstruksi Sosial ... 20

D. Definisi dan Konsep Analisa Wacana ... 28

1. Konsep Analisa Wacana ... 28

2. Analisis Wacana Van Dijk ... 33

a. Teks ... 36

b. Kognisi Sosial ... 40

c. Konteks Sosial ... 41

BAB III GAMBARAN UMUM... 44

A. Sejarah Majalah Gatra ... 44

B. Visi dan Misi Majalah Gatra ... 46

C. Perkembangan Majalah Gatra ... 49

(10)

vi

C. Analisis Konteks Sosial ... 76

BAB V PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(11)

vii

Tabel 3 Struktur Teks ... 36

Tabel 4 Elemen Wacana Van Dijk ... 37

Tabel 5 Temuan Teks Elemen Tematik ... 55

Tabel 6 Temuan Teks Elemen Skema ... 58

Tabel 7 Temuan Teks Elemen Latar ... 59

Tabel 8 Temuan Teks Elemen Detil ... 62

Tabel 9 Temuan Teks Elemen Maksud ... 63

Tabel 10 Temuan Teks Elemen Praanggapan ... 65

Tabel 11 Temuan Teks Elemen Koherensi ... 66

Tabel 12 Temuan Teks Elemen Leksikon ... 68

Tabel 13 Temuan Teks Elemen Grafis... 69

(12)

viii

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi massa merupakan disiplin ilmu yang umumnya lebih muda dibandingkan disiplin ilmu lainnya. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media massa yang termasuk dalam komunikasi massa ini dihasilkan oleh teknologi canggih. Media massa yang dimaksud menunjuk hasil produksi teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.1

Media massa pada dasarnya adalah media diskusi publik tentang suatu masalah yang melibatkan tiga pihak, yaitu wartawan, sumber berita, dan khalayak. Ketiga pihak itu mendasarkan keterlibatannya pada peran sosial masing-masing dan hubungan diantara mereka terbentuk melalui operasional teks yang mereka konstruksi. Salah satu produk utama didalam media massa adalah berita. Berita menempati posisi terdepan sebagai salah satu bagian dari produk informasi tentang segala hal yang sangat berguna dan bermanfaat dalam rangka memberikan pencerahan bagi peradaban kehidupan manusia kearah yang lebih baik. Realitas-realitas peristiwa yang terjadi dalamsemua aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, hukum, ekonomi, politik, agama dll. Semuanya merupakan bahan-bahan utama proses terjadinya suatu berita yang akan disajikan kepada masyarakat.

(14)

Namun demikian, tidak jarang pula suatu berita dikonstruksi oleh para pemangku kepentingan dalam media massa berdasarkan sudut pandang yang dimilikinya. Sudut pandang ini bisa berasal dari ideologi, visi, misi, pengetahuan, wawasan, maupun pengalaman. Sehingga realitas peristiwa yang dijadikan berita oleh suatu media cenderung bias. Sehingga realitas obyektif suatu peristiwa akan menjadi realitas mediayaitu suatu realitas peristiwa dilapangan yang dibangun atas dasar unsur penambahan atau pengurangan berdasarkan kepentingan tertentu, dalam konteks tersebut terdapat suatu makna di balik realitas.

Media massa dalam menyampaikan dan memberikan informasi selalu memiliki “gaya” tersendiri. Bagaimana media massa dalam menuliskan atau memaparkan suatu peristiwa, informasi atau berita dengan “bahasanya” sendiri. Bahasa yang dimaksudkan disini adalah bagaimana media massa dalam melihat suatu peristiwa. Media massa selalu melakukan konstruksi realitas, maksudnya adalah upaya menyusun beberapa peristiwa atau keadaan secara sistematis menjadi sesuatu yang bermakna.

Dalam pandangan kaum konstruksionis, berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.

(15)

ialah suatu pandangan atau pemikiran abstrak yang digunakan dan dimiliki oleh individu atau sekelompok orang untuk melihat suatu realita. Ideologi ini berkaitan dengan bagaimana individu atau sekelompok orang tersebut menafsirkan dan menghadapi realitas.2

Pada dasarnya, peran media lebih kepada mendefinisikan tentang bagaimana seharusnya sebuah realitas dipahami. Bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Di antara berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai-nilai-nilai kelompok itu dijalankan.Media massa dilihat sebagai media diskusi antara pihak-pihak dengan ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda.3

Media massa sebagai bentuk nyata dari pers, memiliki kecenderungan dalam menyampaikan suatu informasi. Kecenderungan tersebut disebabkan karena faktor-faktor yang memengaruhi media tersebut.Nilai berita yang tinggi adalah alasan utama mengapa sebuah peristiwa disampaikan kepada khalayak, sehingga peristiwa ini terus-menerus ditampilkan. Bagaimana media massa menghadirkan suatu informasi kepada khalayak dengan “gaya” penulisannya sendiri. Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak.

2 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi Massa: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 277.

(16)

Dalam proses produksi sebuah berita, setiap media biasanya memilikiciri khas tersendiri dalam tulisan yang dibuatnya. Ulasan wacana yang disampaikan, terkadang memiliki pesan tersirat. Dalam kalangan akademis, ada sebuah kajian mengenai “analisa wacana” sebuah produk berita. Istilah wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris discourse. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Inggris, kata discourse berasal dari bahasa Latin diskursus yang memiliki arti lari kian kemari (dis: dari, dalam arah berbeda, curere: lari).4Henry Guntur mengatakan bahwa wacana tidak hanya mencakup percakapan atau obrolan tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan, serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara dalam lakon.5 Mengenai pengertian analisis wacana, Alex Sobur berpendapat bahwa analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.6

Tahun 2014 banyak dikenal sebagai tahun politik bagi rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada tahun ini akan diselenggarakan sebuah Pemilihan Umum (Pemilu). Para politikus dengan giat turun ke lapangan hanya untuk mengumpulkan suara bagi mereka. Tak jarang, kita sering temui para pejabat publik turut di dalamnya. Pada dasarnya, hal tersebut tidaklah melanggar hukum. Namun secara etika, hal tersebut jelas sangat tidak etis. Para pejabat publik yang seharusnya siap sedia melayani masyarakat, kini lebih memilih mengurus partainya ketimbang amanat rakyat.

4 Rivers, et.al. Media Massa dan Masyarakat Modern, h. 192.

(17)

Dalam beberapa kampanye yang dilakukan partai politik, ada beberapa orang walikota, bupati, gubernur, menteri, dan bahkan seorang presiden turut dalam kampanye tersebut. Hal ini pastinya mengganggu tugas mereka dalam menjalankan amanat rakyat. Banyak dari pejabat publik tersebut yang dengan sengaja meminta cuti untuk melakukan kampanye. Meskipun ada kebijakan dari pemerintah tentang pemberian cuti, apakah hal tersebut dapat menjamin mereka tidak lalai. Dalam hal ini, para pejabat publik juga tidak bisa menjamin mereka akan netral ketika melaksanakan tugas mereka sebagai pejabat publik. Dimana mereka tidak akan melakukan kampanye ketika mereka menggunakan atribut negara.

Rogers dan Storey, seperti yang dikutip oleh Antar Venus (2009:7), mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi, yaitu mengajak publik untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Jadi, pada prinsipnya kampanye merupakan contoh tindakan persuasi secara nyata.7

Charles U. Larson, seperti yang dikutip oleh Antar Venus (2009:10-11), membagi jenis kampanye ke dalam tiga kategori, yakni product-oriented campaigns, candidate-oriented campaigns, dan ideologically or cause oriented campaigns. Product-orientedcampaigns atau kampanye yang

(18)

berorientasi pada produk, umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Sedangkan

ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial.8

Dalam kampanye politik, seorang kandidat atau juru kampanye jelas memainkan peran tertentu di hadapan khalayak, yang terdiri dari tindakan-tindakan tertentu terhadap khalayak yang sesuai dengan statusnya sebagai elit politik. Untuk memainkan peran sosialnya, biasanya ‘sang aktor’ menggunakan bahasa verbal, seperti slogan-slogan, jargon-jargon politik, dan janji-janji muluk. Kampanye politik biasanya menyuguhkan panggung hiburan musik yang dimeriahkan oleh penyanyi atau artis lainnya. Panggung tersebut dihiasi foto kandidat, poster, spanduk, bendera, dan atribut politik lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk menampilkan citra yang hebat, kuat, dan besar untuk menarik simpati dan dukungan massa.9

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui lebih jauh mengenai berita seputar kampanye tahun 2014, penulis mengadakan penelitian terhadap pemberitaan dalam Majalah Gatra, maka penelitian ini

8 Antar Venus, Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 10-11.

(19)

diberikan judul “Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara dalam Majalah Gatra”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka penulis akan melakukan analisis berita Cuti Kampenye Pejabat Negara di Majalah Gatra Edisi 19, yang terbit pada tanggal 13-19 Maret 2014.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini terangkum dalam pertanyaan, yaitu:

a. Bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara?

b. Bagaimana kognisi sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara?

c. Bagaimana konteks sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(20)

a. Untuk mengetahui bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara

b. Untuk mengetahui bagaimana kognisi sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara

c. Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil riset terutama di bidang komunikasi massa dengan fokus pada teknik analisis wacana. Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan data yang dapat digunakan oleh mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya mahasiswa komunikasi dan jurnalistik.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian serupa. Baik itu media massa maupun kelompok masyarakat lain yang tertarik dalam kajian wacana media.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

(21)

diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara

holistic (utuh).10 Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data sebenarnya, data pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.11

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Majalah Gatra, sementara objek penelitiannya adalah berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” yang terbit pada edisi 19 (13-19 Maret 2014)..

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Analisis Teks

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis teks berita yang terdapat pada Majalah Gatra edisi 19 (13-19 Maret 2014).

b. Wawancara

Penulis melakukan wawancara dengan Jurnalis Majalah Gatra.

Wawancara dilakukan untuk menggali data-data sekaligus dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk proses penelitian yang berkaitan.

c. Dokumentasi

Selain melakukan analisis teks dan wawancara, penulis juga akan menghimpun data-data, literatur, dan kepustakaan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.

10 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),

h. 4

(22)

4. Teknis Analisis Data

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data tersebut agar sistematis, lalu diklasifikasikan untuk kemudian dianalisa sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, untuk kemudian disajikan dalam bentuk laporan ilmiah. Dalam menganalisanya, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif yaitu deskriptif. Peneliti menganalisis data-data deskriptif yang telah diperoleh.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis wacana Teun A. Van Dijk. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari analisis ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat dalam suatu masalah.

E. Tinjauan Pustaka

(23)

beberapa skripsi yang sangat berguna sebagai bahan referensi. Adapun beberapa kajian pustaka tersebut ialah:

1. Skripsi karya Danang Rianto dengan judul “Analisis Wacana Pemberitaan Pemerintahan Daerah Tangerang Selatan pada Harian

Lokal Tangsel Pos Edisi 3, 4, dan 5 Oktober 2011”. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah terletak pada kesamaan teori yang digunakan. Peneliti terdahulu menggunakan teori analisis wacana model Teun Van Dijk. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah dalam pemilihan objek penelitian.

2. Skripsi karya Oky Oktaniantodengan judul “Analisis Framing Berita Pemilukada Banten 2011 pada Surat Kabar Radar Banten dan Tangsel

Pos”. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah terletak pada kesamaan objek penelitiannya dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti sama-sama mengangkat tema mengenai kasus kampanye. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah dalam penggunaan teori. Teori yang digunakan oleh penulis tersebut adalah analisis framing dengan kerangka teori konsep Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki.

F. Sistematika Penulisan

(24)

dkk, yang diterbitkan oleh CEQDA (Centre for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

BAB I : Pendahuluan

Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian Teori

Bagian ini menjelaskan secara rinci definisi media massa, berita, teori konstruksi sosial, teori wacana, dan model teori Teun Van Dijk.

BAB III : Gambaran Umum

Bagian ini berisi mengenai sejarah dan perkembangan, visi dan misi, sirkulasi dan segmentasi pembaca, serta struktur redaksional Majalah Gatra.

BAB IV : Analisis dan Temuan Data

Bagian ini berisi tentang pemaparan hasil analisa dan temuan data terkait penelitian yang ditulis peneliti. Peneliti akan memaparkan analisa wacana terkait pemberitaan cuti kampanye pejabat negara pada Majalah Gatra.

BAB V : Penutup

(25)

13 A. Media Massa

1. Definisi Media Massa

Media Massa kini sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena media massa baik cetak maupun elektronik sudah menjadi kebutuhan hidup masyarakat di dunia. Rasa ingin tahu terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan sekitar merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh setiap individu di muka bumi ini, dari dasar inilah rasa ingin tahu tersebut kemudian berlanjut hingga peristiwa yang berada dibelahan dunia. Pada era informasi saat ini rasa ingin tahu tersebut dapat dipenuhi dengan mudah diberbagai media massa. Masyarakat memanfaatkan media massa untuk berbagai keperluan, sesuai dengan fungsi media massa. Para pengkaji sosiologi media menunjukkan bagaimana masyarakat sebenarnya memiliki ketergantungan pada media untuk memperoleh informasi tentang peristiwa yang terjadi di dunia.

(26)

berupa surat kabar, video, CD room, komputer, TV, radio dan lain sebagainya.1

2. Jenis-jenis Media Massa

Seiring dengan perkembangan zaman, media massa saat ini berkembang begitu pesat. Sehingga masyarakat luas dapat memilih informasi dari media sesuai dengan selera yang dibutuhkan. Ada tiga jenis media massa pada saat ini yaitu:

a. Media cetak

Media cetak merupakan media tertua yang ada di dunia. Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta diurnal dan Acta senates di kerajaan Romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti surat kabar (koran), tabloid, dan majalah.2

b. Media elektronik

Setelah media cetak muncullah media elektronik pertama yaitu radio. Radio sebagai media audio yang menyampaikan pesan lewat suara. Kecepatan dan ketepatan waktu dalam menyampaikan pesan radio tentu lebih cepat dengan menggunakan siaran langsung. Setelah itu muncul televisi yang lebih canggih bisa menayangkan gambar dengan suara, yaitu sebagai media massa audio visual.

1 Lynn H Turner, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,2008), h. 41

(27)

c. Media online

Media online yaitu media yang menggunakan jaringan internet mulai muncul pada abad 21. Media online ini bukan termasuk media jenis media elektronik, media internet kemampuannya bisa melebihi media cetak dan elektronik, apa yang ada pada kedua media tersebut bisa masuk dalam jaringan internet melalui website. Para pakar media memisahkannya ke dalam kelompok tersendiri dengan alasan media ini menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan perorangan.

3. Fungsi Media Cetak

Ada banyak pendapat dari para ahli mengenai fungsi media massa, salah satunya menurut Jay Black dan Federick C. Whitney yang membagi empat fungsi media massa yaitu:3

a. To inform (menginformasikan) b. To entertaint (memberi hiburan), c. To persuade (membujuk), dan

d. Transmission of the culture (transmisi budaya). B. Berita

1. Definisi Berita

Istilah berita berasal dari bahasa Sanksekerta, yakni vrit yang kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi write, yang arti sebenarnya adalah “ada“ atau “terjadi“. Sebagian ada yang menyebutnya

(28)

vritta, yang artinya “kejadian“ atau “yang telah terjadi“. Vritta masuk ke

dalam bahasa Indonesia menjadi “berita“ atau “warta“.4

William S. Moulsby dalam Getting The News, seperti yang dikutip oleh Haris Sumadiria (2005:64) menegaskan, berita bisa didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian khalayak.5

Mitchel V. Charnley dalam buku Reporting, seperti yang dikutip oleh Gunadi (1998:17) mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya untuk sejumlah besar penduduk.6

Pada dasarnya, berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa di sini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa. Dengan demikian, dapat pula dikatakan secara sederhana, bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang, dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk merekonstruksikan realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa, seperti wartawan, editor, redaktur pelaksana, dan juga pemimpin redaksi adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh

4 Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.46.

5 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h.64.

(29)

isi surat kabar merupakan realitas yang telah dikonstruksi (constructed reality). Laporan-laporan jurnalistik yang ada di media pada dasarnya tidak

lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk “cerita“.7 2. Jenis-jenis Berita

Jenis-jenis berita dapat digolongkan menjadi lima bagian yaitu:8

a. Straight News: Berita langsung (straight news) adalah berita yang ditulis apaadanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini.

b. Deep News: Berita yang mendalam dan dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada disudut permukaan.

c. Investigation News: Berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian dari berbagai sumber.

d. Interpretative News: Berita yang dikembangkan berdasarkan pendapat wartwan, bedasarkan fakta yang ditemukan dilapangan.

e. Opinion News: Berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para tokoh atau cendekiawan mengenai suatu isu atau hal-hal tersebut.

3. Nilai Berita

Nilai berita dalam suatu berita menjadi suatu ukuran yang menentukan berita tersebut layak diterbitkan atau tidak. Hanya ada beberapa peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran atau nilai-nilai tertentu

7 Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 168.

(30)

saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita. Nilai berita tersebut diantaranya adalah:9

a. Immediacy atau biasa disebut timelines: terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan.

b. Proximity: keterdekatan peristiwa dengan pembaca dalam keseharian hidup mereka. Karena biasanya orang-orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut dengan kehidupan mereka

c. Consequence: berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah yang mengandung nilai konsekuensi

d. Conflict: peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminalitas merupakan contoh elemen konflik di dalam pemberitaan.

e. Oddity: peristiwa yang tidak biasa terjadi adalah sesuatu hal yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat.

f. Sex: seks sering menjadi elemen utama dari sebuah pemberitaan, tetapi sering pula seks menjadi elemen tambahan bagi pemberitaan tertentu, seperti pada berita olahraga, selebriti dan kriminal.

g. Emotion: elemen emotion ini kadang dinamakan elemen human interest.

h. Prominence: elemen ini adalah unsur keterkenalan selalu menjadi incaran pembuat berita.

(31)

i. Suspence: menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa oleh masyarakat. Kejelasan mengenai suatu fakta sangat dituntut oleh masyarakat.

j. Progress: ini adalah elemen “perkembangan” suatu peristiwa yang ditunggu oleh masyarakat.

4. Kategori Berita

Pengkategorisasian berita menjadi landasan atau pijakan bagi wartawan untuk menentukan bagaimana sebuah realitas diklasifikasikan dan bagaimana peristiwa didefinisikan, dipahami, bahkan direkonstruksi.10 Secara umum, menurut Tuchman seperti yang dikutip oleh Eriyanto (2002:108-109), wartawan memakai lima kategori berita. Kategori tersebut dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita. Kelima kategori tersebut adalah:11

a. Hard news. Berita mengenai peristiwa yang terjadi pada saat itu. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualisasi. Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori ini adalah kecepatannya.

b. Soft news. Kategori ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kisah manusiawi (Human Interest). Pada jenis berita ini tidak dibatasi oleh waktu. Iabisa diberitakan kapan saja.

10 Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 176.

(32)

c. Spot news. Spot newsadalah sub klasifikasi dan kategori yang bersifat hard news. Dalam spot news, peristiwa yang diliput tidak bisa

direncanakan.

d. Developing news. Developing newsadalah sub klasifikasi dari hard news yang umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga

seperti spot news. Tetapi dalam developing news dimasukan elemen lain, seperti peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan hari atau dalam berita selanjutnya.

e. Continuing news. Continuing news adalah sub klasifikasi lain dari hard news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan

direncanakan. C. Teori Konstruksi Sosial

Asal mula konstruksi sosial dari filsafat konstruksivisme, yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan pokok konstruksivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistimolog dari Italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme.12 Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi

dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.13

(33)

Konstruksi sendiri merupakan cikal bakal yang berasal dari aliran filsafat. Ide konstruksionis dimulai oleh Giambatista Vico, seorang epistimologi dari Italia. Aristotoles dalam Bertens mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta.

Berger dan Luckmann kemudian melalui Social Construction of Reality (1965) menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun

secara simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.14

Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu ada dilihat dari subjektivitas ada itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai kediriannya, namun juga dilihat dari mana kedirian itu berada, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.15

(34)

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang memiliki dan dialami bersama secara subjektif.16 Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruksivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.17 Melihat berbagai karakteristik dan substansi pemikiran dari teori konstruksi sosial nampak jelas, bahwa teori ini berparadigma konstruktivis. Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal, realisme hipotesis, dan konstruktivisme biasa.18

1. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.

2. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

16 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 193. 17 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 191.

(35)

3. Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri.

Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.19

Ketika melakukan proses konstruksi realitas, wartawan masih dipengaruhi oleh dua faktor konteks eksternal dan faktor konteks internal yang terdiri dari internal institusi dan internal individu. Ini tentu dapat dipahami karena pada dasarnya sebuah institusi media masa seperti surat kabar tidaklah hidup atau berada dalam sebuah ruang hampa. Institusi ini berada di antara institusi-institusi lain yang ada di masyarakat yang pasti juga akan menuntut terjadinya interaksi antara institusi yang satu dengan institusi yang lain, seperti dijelaskan Birowo (2004).20

Tahap pembentukan konstruksi21

a. Tahap pembentukan konstruksi realitas

19 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 194.

20 M. Antonius Birowo,Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 177.

(36)

Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai suatu realitas kebenaran.Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca/pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan

b. Tahap pembentukan konstruksi citra

(37)

yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek pemberitaan.

Dengan demikian, dapat pula dikatakan secara sederhana, bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk merekonstruksikan realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa, seperti wartawan, editor, redaktur, redaktur pelaksana dan juga memimpin redaksi adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh isi surat kabar atau majalah merupakan realitas yang telah dikonstruksikan.22

Pendakatan Burger dan Luckmann mengatakan terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.23 Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan; (1) eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. (2) Objektivikasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi, sedangkan yang ke (3) Internalisasi, yaitu proses yang mana

22 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 168.

(38)

individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisai sosial tempat individu menjadi anggotanya.24

Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari realitas objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk sebagai preses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.25 Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckmann berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni subjective reality, symbolic reality dan objective reality.

a. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas serta rutinitas tindakandan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta.

b. Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks produk industri media, seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di film.

c. Subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif

24 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 197.

(39)

yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan objektivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive reality yang baru.

Jika konstruksi sosial adalah konsep, kesadaran umum dan wacana publik, maka menurut Gramsci, Negara melalui alat militer ataupun melalui supermasi terhadap masyarakat dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektual secara konstektual. Substansi konstruksi sosial media massa, adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan sebarannya merata. Realitas terkonstruksi membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.26

Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada teks editor yang ada di setiap media massa. Fokus pada kedudukan termasuk juga adalah persoalan jabatan, pejabat, dan kinerja birokrasi dan layanan publik. Sedangkan yang berhubungan dengan harta menyangkut persoalan korupsi dan sebagainya. Masalah perempuan menyangkut aurat, wanita cantik dan segala macam aktivitas mereka, terutama yang berhubungan dengan kekuasaan dan harta.27 Namun semua proses sirkulasi tersebut butuh tahapan-tahapan yang pada

26 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 207.

(40)

akhirnya akan membentuk realitas media massa. Berikut tabel proses kontruksi sosial media massa.28

Tabel 1. Teori Konstruksi Sosial

A. Defenisi dan Konsep Analisa Wacana 1. Konsep Analisa Wacana

Dalam suatu studi terhadap media, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu analisis isi, analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana. Posisi keempatnya sama-sama berada dalam pembahasan terhadap isi media, khususnya dengan metodologi kualitatif. Perbedaannya adalah pendekatan analisis isi hanya bertujuan melihat peristiwa apa yang diberitakan pada suatu media (to find what),

(41)

sementara ketiga pendekatan lainnya melihat bagaimana wartawan memandang suatu peristiwa (to find how). Seiring perkembangannya, analisis isi dinilai memiliki banyak keterbatasan untuk menganalisis isi pesan, terutama dalam menyingkap tingkat ideologis suatu media.

Sementara, seperti yang Alex Sobur katakan bahwa dengan analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana, dapat dipahami bahwa isi

media dipengaruhi oleh berbagai komponen dalam institusi media itu sendiri.29 Rincinya, analisis isi hanya melihat apa yang tertulis dalam teks media. Analisis semiotika meneliti tanda-tanda yang terdapat dalam bahasa atau gambar. Analisis framing membedah cara-cara atau ideologi media dalam mengkonstruksi faktadengan melihat bagian-bagian yang ditonjolkan, dihilangkan, dan arah suatu pemberitaan. Sedangkan analisis wacana melihat bagaimana cara media/wartawan mewacanakan suatu berita. dengan meneliti struktur dan kesinambungan suatu teks. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan analisis wacana.

Istilah wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris discourse. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Inggris, kata discourse

berasal dari bahasa Latin diskursus yang memiliki arti lari kian kemari (dis: dari, dalam arah berbeda, curere: lari).30 Henry Guntur mengatakan bahwa wacana tidak hanya mencakup percakapan atau obrolan tetapi juga

29 Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

(42)

pembicaraan di muka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara dalam lakon.31

Menurut Ismail Marahimin wacana adalah “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urutan-urutan yang teratur, yang semestinya dan komunikasi buah pikiran baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur.”32 Sedangkan menurut Roger Fawler, wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman.33

Mengenai pengertian analisis wacana, Alex Sobur berpendapat bahwa analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.34 Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan dan kesatuan serta penafsiran peneliti.

Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana adalah sebagai berikut:35

1. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use – menurut Windowson).

2. Analisis wacana merupakan usaha memaknai makna tuturan dalam konteks dan situasi (Firth).

31 Taringan dan Henry Guntur,Pengajaran Wacana. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 23 32 Ismail Marahimin,Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), hal. 26 33 Eriyanto,Analisis Wacana. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 2

34 Alex Sobur,Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-4, h. 75 35 Alex Sobur,Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

(43)

3. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melaui interpretasi semantik (Beller).

4. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said from what is done – menurut Labov).

5. Analisis wacana diarahkan kepada memakai bahasa secara fungsional (functional use language – menurut Coulyhard).

Dalam analisis wacana, terdapat tiga pandangan mengenai bahasa. Pertama adalah pandangan positivisme-empiris. Dalam pandangan ini, bahasa merupakan jembatan antara manusia dengan objek lainnya. Bahasa yang diekspresikan dapat langsung sampai kepada penerima tanpa adanya suatu proses distorsi. Pandangan kedua adalah konstruktivisme yang memandang bahwa bahasa memiliki suatu tujuan. Subjek komunikasi adalah faktor sentral yang dapat mengontrol dan menciptakan makna. Ketiga adalah pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan.36 Pandangan ini melihat bagaimana berita diproduksi, serta bagaimana kedudukan wartawan dan media yang bersangkutan dalam keseluruhan proses berita.

(44)

Namun, menurut Eriyanto, dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam paradigma penelitian kritis yang melihat pesan/teks sebagai pertarungan kekuasaan, sehingga teks dipandang sebagai suatu dominasi dan hegemoni suatu kelompok kepada kelompok yang lain. Wacana dengan demikian adalah suatu alat representasi di mana satu kelompok yang dominan memarjinalkan posisi kelompok yang tidak dominan.37

Analisis wacana ini memiliki beberapa model analisis, yaitu model Roger Fowler dkk., model Theo Van Leeuwen, model Sara Mills, model Teun A. Van Dijk, dan model Norman Fairclough. Secara singkat, perbedaan kelima model tersebut dapat dilihat pada tiga tingkatan analisis wacana: 1) analisis mikro, yang mempelajari unsur bahasa pada teks, 2) analisis makro, yang menganalisis struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, dan 3) analisis meso, yaitu analisis pada diri individu sebagai pemroduksi teks dan juga analisis pada sisi khalayak sebagai konsumen teks. Pada model analisis Roger Fowler, Theo Van Leeuwen, dan Sara Mills, analisis hanya dipusatkan pada analisis mikro dan analisis makro tanpa mengikutsertakan analisis meso. Ketiga analisis tersebut meneliti kekuatan praktik sosial dan politik yang tercipta dalam masyarakat.

Sementara, pada model Van Dijk dan Fairclough, selain memasukkan analisis mikro dan makro, terdapat juga analisis meso yang

(45)

melihat bagaimana suatu konteks diproduksi dan dikonsumsi. Sehingga dapat dipahami bahwa di antara lima model analisis wacana, analisis Van Dijk dan Fairclough memiliki kelebihan di antara tiga analisis lainnya. Namun, model yang paling banyak dipakai adalah model analisis Van Dijk yang dapat mengelaborasikan elemen-elemen wacana sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara lebih praktis dan dapat diterapkan pada berbagai macam bentuk wacana.

Van Dijk memperkenalkan model yang disebutnya kognisi sosial, yang diadopsi dari ilmu psikologi sosial. Kognisi sosial tersebut berguna untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks. Dalam metodenya Van Dijk menggunakan metode penafsiran dalam memahami suatu teks. Metode penafsiran ini mempunyai kelebihan yaitu peneliti tidak hanya dapat melihat makna yang terdapat dalam suatu teks semata, tetapi juga dapat menyelami makna yang tersirat dalam teks tersebut. 2. Analisis Wacana Van Dijk

(46)

hingga 2004, dan sejak tahun 1999 ia telah mengajar di Pompeu Fabra University, Barcelona. Dia telah banyak berceramah internasional, khususnya di Amerika Latin.

Menurut Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanyalah hasil dari suatu praktek produksi yang harus juga diamati. Dalam hal ini harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi dan pendekatan ini sangat khas Van Dijk, yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini diadopsi dari pendekatan di lapangan dalam ilmu psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.38

Van Dijk menggambarkan bahwa wacana mempunyai tiga dimensi yang terdiri dari teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang digabungkan ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi sosial mempelajari proses induksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga yaitu konteks sosial yang mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Model analisis van Dijk ini bisa digambarkan sebagai berikut:39

38 Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya) cet ke-2, 2013. h. 87

(47)

Tabel 2

Skema Penelitian dan Metode Van Dijk

Sumber: Eriyanto40

40 Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2009), Cet. Ke-7, h. 225

Konteks Sosial

(48)

a. Teks

Dalam wacana Van Dijk, suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan, yang masing-masing bagiannya saling mendukung. Struktur teks itu terdiri dari: pertama, Struktur Makro, yang merupakan makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat. Kedua, Suprastruktur, merupakan kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana disusun dalam teks secara utuh. Ketiga, Struktur Mikro, yaitu makna yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafase yang dipakai, dan gambar.41 Jika digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Struktur Teks Struktur Makro

Makna Global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat dari suatu teks

Suprastruktur

Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan

Struktur Mikro

Makna local dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks

Sumber: Eriyanto42

Menurut Van Dijk, meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen merupakan suatu kesatuan dan saling mendukung. Menurut

41 Teknik-teknik Analisis Kualitatif, h. 163

(49)

Littlejohn, antara bagian teks dalam model Van Dijk dilihat saling mendukung, mengandung arti yang koheren satu sama lain.43 Dari tiga struktur besar tersebut terdapat elemen-elemen yang diuraikan Van Dijk dalam model analisisnya. Berikut tabel struktur dilengkapi elemen-elemennya:

Tabel4

Elemen Wacana Van Dijk

Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen

Struktur Makro Tematik ke dalam teks berita utuh.

Skema

Pilihan kata yang dipakai. Leksikon

Struktur Mikro Retoris

Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan.

Grafis, metafora, ekspresi.

Sumber: Eriyanto44

Berbagai elemen tersebut saling mendukung satu sama lain. Untuk memperoleh gambaran mengenai elemen-elemen tersebut, berikut adalah penjelasan singkatnya:45

(50)

1. Tematik, merupakan gambaran umum dari suatu teks, yang menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting isi suatu berita, yang didukung oleh subtopik.

2. Skematik, merupakan alur teks. Alur teks menunjukkan bagian-bagian dalam teks yang disusun dan membentuk kesatuan arti. Umumnya berita mempunyai dua kategori. Pertama, Summary, yang ditandai judul dan lead. Kedua, Story, yakni isi berita secara keseluruhan.

3. Latar, merupakan bagian berita yang dapat memengaruhi semantik (isi) yang ingin ditampilkan. Latar menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa.

4. Detil, merupakan informasi-informasi tambahan yang ditampilkan penulis yang dapat mendukung apa yang ingin disampaikannya. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan dengan sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak.

5. Maksud. Elemen Maksud hampir sama dengan elemen detil. Elemen ini menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menunjukkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain.

(51)

6. Praanggapan, merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks dengan memberi premis yang dipercaya kebenarannya.

7. Bentuk Kalimat, merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan prinsip kausalitas, dengan melihat susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan).

8. Koherensi, merupakan pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Koherensi menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan.

9. Kata Ganti, merupakan kata yang digunakan sebagai alat untuk memposisikan komunikator dalam sebuah wacana.

10. Pengingkaran, merupakan penyembunyian apa yang ingin disampaikan secara eksplisit. Pengingkaran menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberi argumen atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.

11. Leksikon, merupakan pemilihan kata di antara berbagai pilihan kata yang tersedia. Misalnya kata ‘meninggal’ yang dapat ditulis dengan kata lain seperti mati, tutup usia, dan lain-lain.

(52)

13. Metafora, merupakan kiasan, ungkapan, yang dimaksudkan sebagai bumbu suatu berita. Metafora dapat digunakan wartawan sebagai alasan pembenar atau landasan berpikir terhadap gagasannya dengan menggunakan pepatah, kepercayaan masyarakat, kata-kata kuno, ayat-ayat suci, dan sebagainya.

14. Ekspresi, merupakan elemen yang digunakan untuk meyakinkan pembaca atas peristiwa yang dikonstruksi wartawan.

Dalam penelitian ini, penulis memokuskan untuk meneliti objek penelitian menggunakan elemen wacana Van Dijk yang terdiri dari elemen tema/topik, skema/alur, latar, detil, maksud, bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, leksikon, grafis, metafora dan ekspresi.

b. Kognisi Sosial

(53)

pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa, yang dalam hal ini adalah wartawan.46

Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa wartawan bukan hanya sebagai pelapor peristiwa yang terjadi sebagaimana adanya. Hal ini disebabkan setiap hal yang hendak dilaporkan wartawan harus melewati seleksi nilai (etika dan moral) yang dianut wartawan tersebut terlebih dahulu. Wartawan dapat disebut kunci utama yang mempunyai seperangkat nilai dan norma individual tiap kali membuat pemberitaan. Dalam proses itu, pandangan pribadi wartawan pun masuk ke dalam pemberitaan. Realitas yang sama di lapangan dapat menghasilkan pemberitaan yang berbeda, karena bagaimana makna berita terbentuk tergantung dari pola pikir dan sudut pandang wartawan terhadap berita tersebut, sehingga berita tidak bersifat netral.

c. Konteks Sosial

Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga meneliti teks perlu dilakukan penelitian intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh masyarakat.47 Dalam hal ini diteliti kondisi masyarakat (tren yang sedang berkembang dalam masyarakat) yang memengaruhi keluarnya suatu pemberitaan yang disajikan wartawan. Namun, menurut Van Dijk, konteks sosial ini tidak

(54)

berpengaruh secara langsung terhadap teks pemberitaan layaknya dimensi kognisi sosial.

Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting, taitu: kekuasaan (power), dan akses (acces).

1. Kekuasaan

Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau anggotanya. Suatu kelompok untuk mengontrol kelompok atau anggota dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status,dan pengalaman. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasif; tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan memengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.

2. Akses

(55)

kesempatan untuk mengontrol topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.48 Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa jika situasi sosial memengaruhi wacana secara langsung, maka orang-orang yang berada pada kondisi sosial yang sama akan berbicara dengan cara yang sama, yang pada kenyataannya tidak seperti itu. Walaupun ada pengaruh sosial terhadap konteks, selalu ada juga perbedaan dalam kepribadian individu, sehingga setiap wacana selalu unik.

(56)

44 BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Majalah Gatra

Majalah Gatra terbit pertama kali ada November 1994. Lahir dari tuntutan akan sebuah media informasi di tengah kawasan pembangunan Asia Pasifik yang bergejolak saat itu. Diawali dengan pembredelan majalah Tempo pada Juni 1994, awak majalah tempo yang pada saat itu dihadapkan pada pilihan untuk menerima pembredelan tersebut dengan memilih jalannya masing-masing, atau menerima pembredelan dengan menerbitkan majalah Gatra. Setelah dilakukan semacam memorandum/referendum, maka waktu itu sebagian besar awak Tempo, memilih alternative kedua. Yaitu menerbitkan majalah berita mingguan Gatra, yang terbit perdana pada 19 November 1994.

Ada dua peristiwa penting yang terjadi di bulan November 1994, yakni yang pertama adalah pertemuan para pemimpin negara-negara anggota forum Kerjasama Ekonomi Asia pasifik (APEC) di Jakarta dan Bogor. Peristiwa yang kedua adalah peluncuran majalah Gatra. Jika ada peristiwa yang pertama merupakan salah satu sasaran liputan puncak pers nasional Indonesia. Maka, pada peristiwa kedua dinilai sebagai tonggak kehadiran media massa mutakhir di tengah semarak taman jurnalisme nasional saat itu.

(57)

mencerminkan simbol golongan, mudah diingat, mulus diucapkan, singkat ditulis, dan lancar dilisankan. Gatra sendiri memiliki makna kata, wujud, dan sudut pandang.

Karena nama mencerminkan makna, Gatra juga berusaha setia menyajikan bacaan sehat dengan informasi akurat dan objektif. Gatra hadir dimaksudkan bukan corong suatu golongan. Tidak juga berambisi membentuk golongan eksklusif sendiri. Profesi jurnalis, bagi Gatra mengandung misi lebih dari sekedar menarik manfaat semata.

Tokoh-tokoh yang berada dibalik berdirinya Gatra sekaligus ex wartawan Tempo, antara lain Hery Komar, Mahtum Mastum, Lukman Setiawan, Harijoko Trisnadi, dan Budiono Kartohadiprojo. Pada akhirnya, sejak awal 1999, keempat tokoh yang disebut awal lebih memilih mengelola majalah sendiri, yakni majalah Gamma. Sedangkan tokoh kelima, Budiono Kartohadiprojo, masih tetap di majalah Gatra sampai sekarang, sebagai Direktur Utama.

(58)

Lukman Setiawan, pemimpin umum Gatra ketika pertama kali terbentuk, merupakan orang lapangan. Memilai karir sebagai Fotografer di beberapa surat kabar nasional, antara lain Kompas dan majalah Tempo sebagai lahan karir jurnalistiknya. Ternyata, Lukman tak hanya jeli memotret dan lancar menulis, ia juga memiliki keterampilan majnajerial yang tinggi dalam membina PT. Temprint, sebuah perusahaan percetakan.

Mahtum Mastum, Pemimpin perusahaan majalah Gatra ini memulai karir sebagai kartunis, karikaturis, bahkan reporter di berbagai media cetak di Yogyakarta dan Jakarta. Ia bahkan sempat bekerja serabutan: mengejar berita, membuat ilustrasi, dan menjadi korektor di percetakan.

Herry Komar, sarjana Komunikasi Massa FISIP UI ini dikenal sebagai pekerja pers yang efisien dan efektif. Memulai karirnya sebagai reporter olahraga, kemudian merambat naik hingga mencapai jabatan redaktur eksekutif majalah Tempo. Kemudian ketika Gatra terbit, ia mendapat jabatan sebagai Pemimpin Redaksi.

Harjoko Trisnadi, sewaktu masih bekerja di majalah Tempo, pak Harjoko demikian dia biasa disapa menjabat sebagai Direktur Keuangan. Ketika mendirikan dan bergabung bersama Gatra, dia menduduki jabatan yang sama.

B. Visi dan Misi Majalah Gatra

(59)

mengungkap tanpa dendam, melancarkan misi control social tanpa menghasut. Bukan pekerjaan gampang memang. Gatra percaya, tugas pers adalah mengkomunikasikan saling pengertian, bukan menyebarkan prasangka dan benih kebencian. Jurnalisme gatra dengan sendirinya bukan jurnalisme untuk memaki maupun menjilat. Bukan jurnalisme partisan. Tetap kritis, tanpa menumbuhkan fanatisme. Itulah filosofi dan kebijakan pemberitaan Gatra.

Seperti namanya, hadirnya Gatra dimaksudkan untuk menyajikan berita melalui penulisan yang bersahaja dan jernih. Gatra tak hanya merujuk kepada bahasa Inonesia yang baik dan benar. Tetapi juga kepada bahasa yang hidup, yang lentur, yang bergerak lincah di tengah masyarakat pembaca.

Gatra ditulis tanpa maksud menambahkan beban bagi masyarakat pembacanya yang cerdas, yang berkembang dinamis di tengah laju informasi dan arus globalisasi. Gaya feature writing yang dipilih Gatra bukan sekedar berfungsi menyampaikan informasi, tapi juga menghibur, dan menyegarkan. Karena itu, untuk Gatra, foto tak kalah penting dari tulisan. Di dalam jurnalisme Gatra foto memberikan aksentuasi kepada berira dan berita ditulis da;am nuansa ilustratif.

 Visi dari PT. Era Media Informasi (Gatra):

1. Menjadi bacaan yang cerdas, bermanfaat, dan menghibur

(60)

3. Melakukan fungsi kontrol sosial dengan tajam tanpa menikam, hangt tanpa membakar, “menggigit” tanpa melukai, mengungkap tanpa dendam, dan mengkritik tanpa menghasut

4. Membangn industry informasi menuju masyarakat yang cerdas, berakhlak, dan sadar akan hak dan kewajibannya, serta mendorong tegaknya hokum yang berkeadilan; menjadi rujukan informasi bagi masyarakat global

 Misi dari PT. Era Media Informasi (Gatra) 1. Aktual

Mengangkat isu-isu pembicaraan di publik dengan sudut pandang yang cerdas. Dikupas secara teknis, analitis, dan mendalam, dengan mengantisipasi tren mendatang dan keanekaragaman solusi yang jitu.

2. Jujur

Menyampaikan informasi secara transparan, berimbang, proposional, tidak memihak, menjunjung tinggi asas “praduga tak bersalah”. Memegang teguh komitmen dengan nara sumber dengan tetap menjaga kredibelitas lembaga individu wartawan Gatra.

3. Berani

Gambar

Gambar 1 Pembaca Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................................
Gambaran Umum
Tabel 1. Teori Konstruksi Sosial
Tabel 2 Skema Penelitian dan Metode Van Dijk
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1 proses perencanaan pembelajaran dengan menerapkan strategi Poster Comment dan media Puzzle untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran

Untuk menentukan semua himpunan bagian dari suatu himpunan ada dua cara yaitu dengan metode penghapusan anggota dan dengan metode diagram

Dari beberapa kyai/ulama di Kecamatan Plantungan Kabupaten Kendal yang penulis wawancarai berkaitan dengan pengulangan akad nikah dengan wali dibawah umur dapat

TRADISI HAJAT BUMI DI DÉSA JAGABAYA KACAMATAN PANAWANGAN KABUPATÉN CIAMIS PIKEUN BAHAN PANGAJARAN MACA ARTIKEL BUDAYA DI SMA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya dalam hal ini dapat dilihat dari aktivitas guru dalam kegiatan sehari – hari dari penampilan, pemakaian aksesoris, fasilitas

Salah satunya terjadi disekolah di SDN Kragan kelas V, banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam mengerjakan UAS pilihan ganda Penelitian iini adalah

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Aplikasi Benzyl Amino Purin (BAP)