• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

i

Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep LAju Reaksi. Skripsi. Jakarta:

Program Studi Pendidikan kimia, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar melalui penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada konsep Laju Reaksi. Penelitian ini dilakukan sejak

bulan Agustus – Oktober 2010 di SMAN 1 Sukatani. Adapun objek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 masing-masing 32 siswa. Metode yang digunakan adalah quasi eksperiment. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar

berupa tes uraian (subjektif). Hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi (rata-rata pretest = 22,25 dan rata-rata posttest = 61,25) dari pada kelompok kontrol (rata-rata pretest = 18,5 dan rata-rata posttest= 36,125) dan dari hasil perhitungan uji-t

diperoleh nilai thit sebesar 5,8 dan ttab sebesar 1,38 atau thit > ttab. Maka dapat disimpulkan H1 menyatakan adanya perubahan yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi diterima atau disetujui. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model Problem Based Learning (PBL) memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.

(2)

i

Jakarta: Chemical Education Studies Program, Department of Educational Science, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to determine learning outcomes through the application of the model Problem Based Learning (PBL) on the concept of reaction rate. This research was conducted from August until October 2010 at SMAN 1 Sukatani. The research object is a class student XI IPA 4 and 5 each 32 students. The method used is a quasi experiment. The instrument used to measure learning values description of the test (subjective). Results learn student experimental group was higher (average pretest = 22.25 and posttest mean = 61.25) than in the control group (average pretest = 18.5 and an average posttest = 36.125) and from the results t-test calculations t-count values obtained by 5.8 and amounted to 1.38 or t-count > t-table. Then it can be concluded H1

stated that there were significant changes to the chemistry student learning outcomes on the concept of reaction rate received or approved. This shows that the use of Problem Based Learning model (PBL) have a significant influence on student learning outcomes on the concept of chemical reaction rate.

(3)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

DIYAH RAUHILLAH HASNI 106016200595

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

LEARNING (PBL)TERHADAP

HASIL BELAJAR

KIMIA

SISWA

PADA

KONSEP

LAJU REAKSI

(Quasi Eksperiment diKelas

XI IPA SMAN

I

Sukatani)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

DIYAH RAUHILLAH

HASNI

106016200s9s

Dibawah Bimbingan

Pembimbing 1

Burhanudin Milama. M.Pd

NIP.19770201 200801 1 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

KIMIA

JURUSAN

PENDIDIKAN

ILMU

PENGETAHUAN

ALAM

FAKULTAS

ILMU

TARBIYAH

DAN

KEGURTJAN

UIN SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Pembimbing 2

(5)

'I'erhadap I{asil Belajar Kimia Siswa pada. Konsep Laju Reaksi" diajukan kepada Fakultas llmr-r Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, oleh Diyah Rauhillah Hasni,

NIM.

106016200595 dan telah dinyatakan lulus dalam ujian

munaqasyah pada tanggal 08 April 2011 dihadapan dewan penguji' Karena itu, penulis

berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S'Pd) dalam bidang pendidikan kimia'

Jakarta,

Tanggal

Juli

2011 Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti. M. Sc

NrP. 19700209 200003 2 001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih. M.Pd NrP. 19790510 200604 2 00r

Penguji I

Dedi Irwaqdi-lv!-S-i

NIP. 19710528 200003 1002

Penguji II

l'onih Feronika. M.Pd

NIP. 19760107 200501

I

007

t'/;ou

tt

f/,**r

t'

e.,

f

AF;l

t^

%

],.1..1.

Mengetahui

(6)

Penulis yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

TempaVtgl. Lahir

NIM

Jurusan/Prodi

Judul Skripsi

DIYAH RAUHILLAH HASNI

Bekasi/06 Juni i988

106016200s95

Pendidikan IPA/Kirnia

Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap

Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Laju Reaksi

1. Dr. Sujio Miranto, M.Pd

2. Burhanudin Milama, M.Pd

Dosen Pembimbing

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang penulis buat benar-benar hasil karya sen<liri

dan penulis bertanggung jawab secara akademis atas apa yang penulis tulis.

Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jak-arta,

Mahasiswa Ybs.

Hasni Diyah Rauhillah

(7)

i

Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep LAju Reaksi. Skripsi. Jakarta:

Program Studi Pendidikan kimia, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar melalui penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada konsep Laju Reaksi. Penelitian ini dilakukan sejak

bulan Agustus – Oktober 2010 di SMAN 1 Sukatani. Adapun objek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 masing-masing 32 siswa. Metode yang digunakan adalah quasi eksperiment. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar

berupa tes uraian (subjektif). Hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi (rata-rata pretest = 22,25 dan rata-rata posttest = 61,25) dari pada kelompok kontrol (rata-rata pretest = 18,5 dan rata-rata posttest= 36,125) dan dari hasil perhitungan uji-t

diperoleh nilai thit sebesar 5,8 dan ttab sebesar 1,38 atau thit > ttab. Maka dapat disimpulkan H1 menyatakan adanya perubahan yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi diterima atau disetujui. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model Problem Based Learning (PBL) memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.

(8)

ii

Jakarta: Chemical Education Studies Program, Department of Educational Science, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to determine learning outcomes through the application of the model Problem Based Learning (PBL) on the concept of reaction rate. This research was conducted from August until October 2010 at SMAN 1 Sukatani. The research object is a class student XI IPA 4 and 5 each 32 students. The method used is a quasi experiment. The instrument used to measure learning values description of the test (subjective). Results learn student experimental group was higher (average pretest = 22.25 and posttest mean = 61.25) than in the control group (average pretest = 18.5 and an average posttest = 36.125) and from the results t-test calculations t-count values obtained by 5.8 and amounted to 1.38 or t-count > t-table. Then it can be concluded H1

stated that there were significant changes to the chemistry student learning outcomes on the concept of reaction rate received or approved. This shows that the use of Problem Based Learning model (PBL) have a significant influence on student learning outcomes on the concept of chemical reaction rate.

(9)

iii Bismillahirrahmanierrahiem

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yaitu, Skripsi. Shalawat beserta salam tercurah kepada baginda Muhammad SAW, selaksa cahya yang terus menerangi hingga saat ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian skripsi berlangsung selama kurang lebih 2 bulan pada tanggal 23 Agustus – 02 Oktober 2010.

Laporan ini berisi tentang hasil penelitian pendidikan dengan judul Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Laju Reaksi. Dengan berbagai banyak dukungan laporan inipun dapat

terselesaikan dengan baik, maka beribu terimaksih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd selaku sekretaris jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada ibu. 4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, semoga bapak selalu dalam keberkahan-Nya.

5. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd dan Bapak Burhanudin Milama, M.Pd selaku pembimbing 1 dan 2, terimakasih atas keikhlasan bapak selama membimbing. Semoga Allah SWT mencurahkan Rahmat-Nya kepada bapak.

(10)

iv

8. Ibu Oktri Lestari, S.Pd selaku guru pamong selama penelitian. Terimakasih atas masukan yang membuat penulis lebih termotivasi. Semoga keberkahan selalu ada pada Ibu dan keluarga.

9. Bapak Usman, Ibu Dewi S.Pd, Ibu Neni Suryani, S.Pd, Ibu Erva, S.Pd, Ibu Vera, dan guru – guru SMAN 1 Sukatani yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terimaksih atas semua dukungannya, semoga Allah membalas kebaikan yang terindah buat Bapak dan Ibu.

10. Bapak Drs. Moh. Sayuti, M.Pd dan Ibu Jubaedah, S.PdI selaku orang tua yang memberikan dorongan secara materi dan moril. Terimaksih telah membesarkan penulis hingga saat ini dan kasih sayang yang tercurah untuk penulis, semoga Allah dapat merangkul kita dan mempertemukan di firdaus-Nya.

11. Kak Yasir Asmez Fauzi, S.Pd dan Kak Ida Kholida, S.Pdi selaku kakak terimakasih atas suport yang diberikan kepada penulis.

12. Jenal Abidin S.S, Mba Yani SE, Kang Syauqi, Kang Imran, Lakhsita F (Mami), Abi S. Nugroho, Mohammad Yazid, Eliawati Addawiyah, Dede Fitroh Handayani, Memi Malihah, Lin Suciani Astusti, Eviana Ayu Nugroho, Teman Kajian Piramida Circle, dan teman Pendidikan Kimia angkatan 2006 terimakasih atas do’anya, semoga semangat selalu dan kesuksesan ada pada kita semua.

13. Serta pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

Dengan keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini jauh dari sempurna, meskipun demikian penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan tambahan ilmu bagi penulis, dan bagi pembaca pada umumnya, serta mendapatkan Karunia dari Allah SWT.

Jakarta, November 2010

(11)

v

Halaman

Lembar pengesahan ... i

Lembar pengesahan panitia Ujian ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata pengantar ... v

Daftar isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Bagan ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI DAN KERANGKA PIKIR A. Desktipsi Teoritis ... 7

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 7

2. Langkah – langkah Model Berbasis Masalah ... 9

3. Karakteristik dan Tujuan Model Berbasis Masalah ... 11

4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 14

5. Hakikat Pembelajaran dan Hasil Belajar ... 16

a. Pengertian Pembelajaran ... 16

b. Hasil belajar ... 19

B. Ilmu kimia ... 22

C. Laju Reaksi ... 23

(12)

vi

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 39

C. Populasi Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

D. Variabel Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Instrument Penelitian ... 43

G. Validasi Instrumen ... 44

H. Teknik Analisis Data ... 47

I. Hipotesis Statistik ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 51

1. Perbandingan Hasil Pretest Siswa Kelas Ekspeimen Dan Kontrol ... 51

2. Perbandingan Hasil Posttest Siswa Kelas Eksperimen Dan Kontrol ... 52

B. Pengujian Prasyarat Pengambilan Sampel ... 54

1. Uji Normalitas ... 54

2. Uji Homogenitas ... 55

3. Pengujian hipotesis Sampel ... 56

C. Pengujian Prasyarat Analisis ... 57

1. Uji Normalitas ... 57

2. Uji Homogenitas ... 58

3. Uji Hipotesis ... 59

D. Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

(13)

vii

Halaman

Tabel 2.1 Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah ... 10

Tabel 3.1 Nonequivalent Control Group Design ... 39

Tabel 3.2 Definisi Konsep dan Operasional Variabel X dan Y ... 41

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen ... 44

Tabel 4.1 Perbandingan hasil pretest siswa kelas ekspeimen dan kontrol ... 51

Tabel 4.2 Distibusi frekuesni nilai pretest siswa kelas ekspimen dan kontrol ... 52

Tabel 4.3 Perbandingan hasil posttest siswa kelas ekspeimen dan konrol ... 53

Tabel 4.4 Distrbusi frekuensi nilai posttest siswa kelas ekspeimen dan kontrol ... 53

Tabel 4.5 Data uji normalitas pretest pada kelas eksperimen ... 54

Tabel 4.6 Data uji normalitas pretest pada kelas kontrol ... 55

Tabel 4.7 Data uji homogenitas pretest pada kelas eksperimen dan konrol ... 55

Tabel 4.8 Uji hipotesis sampel kelas eksperimen dan kontrol ... 56

Tabel 4.9 Data uji normalitas posttest pada kelas eksperimen ... 57

Tabel 4.10 Data uji normalitas posttest pada kelas kontrol ... 58

Tabel 4.11 Data uji homogenitas posttest pada kelas eksperimen dan kontrol ... 58

(14)

viii

(15)

ix

[image:15.595.110.494.217.607.2]
(16)

x

Halaman

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kelas Eksperimen ... 66

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kelas Kontrol ... 82

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 98

Lampiran 4 Kisi – kisi Instrumen dan pedoman penilaian ... 117

Lampiran 5 Rekap Analisis Butir Soal Subjektif ... 124

Lampiran 6 Rekap Analisis Butir Melalui ANATES ... 125

Lampiran 7 Pretest – Posttest Laju Reaksi ... 126

Lampiran 8 Statistik Uji Pretset Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 128

Lampiran 9 Persiapan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 132

Lampiran 10 Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 133

Lampiran 11 Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 134

Lampiran 12 Perhitungan Uji Homogenitas Pretest ... 135

Lampiran 13 Perhitungan Uji Hipotesis Pretest ... 136

Lampiran 14 Statistik Uji Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 137

Lampiran 15 Persiapan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 141

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol... 143

Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Posttest... 144

Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis Posttest ... 145

Lampiran 20 Uji Referensi ... 146

Lampiran 21Tabel Nilai Kritis L untuk Uji Liliefors ... 151

Lampiran 22 Tabel Distribusi F ... 152

Lampiran 23 Tabel Distribusi t ... 156

Lampiran 24 Surat Izin Penelitian ... 157

Lampiran 25 Surat Keterangan Penelitian ... 158

(17)

xi

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,

Kupersembahkan Kado Kecil ini untuk Mamah & Bapak tercinta, kakak dan keluarga kecilnya, serta semua orang-orang yang Menyayangiku dengan ikhlas.

Semoga Allah mempertemukan kita kembali dalam Rahmat-Nya, walau bukan Firdaus Sekalipun. Amien.

Kamu tahu motto hidupku?

”aku mau!”

Dan dua kata sederhana ini telah membawaku melewati gemunung kesulitan. ”aku tidak mampu menyerah!”.

”aku mau!” mendaki gunung itu.

Aku tipe orang penuh harapan, penuh semangat, jagalah selalu api itu. Jangan biarkan padam. Buatlah selalu bergelora, biarkan aku bersinar, kumohon. Jangan

biarkan aku terlepas....

(18)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan idealnya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh kedepan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. Menurut Buchori, bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.1

Melalui pendidikan manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan tuntunan dalam kehidupan dan dengan pendidikan orang menjadi maju serta mampu bersaing dengan negara lain dalam segala bidang. Hal-hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu "untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan betaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia sehat, beilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab "2

Salah satu masalah pokok dalam pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini terlihat dari hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvesional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya pembelajaran itu. Dalam arti yang substansial, bahwa

1 Trianto,

Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisti, jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2007. h. 1.

2

(19)

proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.3

Secara empiris berdasarkan hasil penelitian terhadap rendahnya hasil belajar pesertadidik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif.4

Proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teoritis tetapi mereka miskin aplikasi.5 Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Rendahnya hasil belajar kimia siswa, karena siswa menganggap bahwa kimia merupakan pelajaran yang sulit dan abstrak, siswa tidak hanya memecahkan masalah matematis, teori, melainkan pembuktian teori melalui praktikum. Maka diperlukan pembelajaran yang inovatif dimana siswa dituntut untuk belajar secara mandiri serta mampu mengkonstruk kognitifnya, hingga mampu meningkatkan hasil belajar kimia.

Kurangnya siswa dalam menemukan pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangakain strategi pembelajaran pemecahan masalah. Berdasarkan kajian

3

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisti, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2007), h. 1.

4 Ibid

5 Wina Sanjaya,

(20)

beberapa literatur terdapat banyak strategi pemecahan masalah yang kiranya dapat diterapkan dalam pembelajaran.

Model Problem based learning dikembangkan terutama untuk membantu kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual dan belajar menjadi pembelajar yang otonom. Keuntungan pembelajaran berbasis masalah adalah mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam menyelidiki pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dunia nyata dan membangun pemahaman tentang fenomena tersebut.6

Penerapan model problem based learning dimaksudkan untuk

meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar siswa karena melalui pembelajaran ini siswa belajar bagaimana menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, mengumpulkan informasi dan mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah dikumpulkan.

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil peserta didik dengan teori melalui eksperimen dan metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses ”mencari tahu” dan ”berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.7 Sesuai dengan cabang ilmu pengetahuan alam yaitu kimia pada konsep laju reaksi, dimana siswa dapat mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan tentang faktor – faktor yang mempengaruhinya, selain dekat dengan kehidupan sehari – hari, anak dapat membuktikan apa yang ada pada teori dengan melakukan praktikum sehingga hal inilah yang mampu membentuk

6

Sudarman, Problem Based learning suatu mode pembelajaran untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, Jurnal pendidikan Universitas Muawarman samarinda Vol. 2 No 2,(Maret, 2007).

7 Zulfiani dkk,

(21)

kognitif anak serta anak dapat menganalisis setip kejadian dalam masalah yang akan dihapainya.

Model problem based learning memiliki ciri-ciri pembelajaran, seperti: pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah yang diberikan memiliki konteks dengan dunia nyata, pembelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan memeberikan solusi. Inilah yang mendorong peneliti untuk menerapkan dalam konsep laju reaksi pada model ini, pada konsep ini siswa tidak hanya mengetahui keguanaanya lebih jauh (semisal dalam bidang industri) atau memecahkan masalah secara numerik, tetapi laju reaksi sangatlah dekat dengan konteks dunia nyata.

Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitkannya dalam kehidupan nyata.

Model problem based learning dapat memperkuat dan mendorong

(22)

penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem Based

Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Kimia pada Konsep Laju

Reaksi”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang terdapat beberapa pokok masalah yang dapat dikemukakan antara lalin:

1. Proses pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher centered).

2. Masih rendahnya daya serap peserta didik dalam proses belajar mengajar. 3. Rendahnya hasil belajar kimia karena siswa menganggap bahwa kimia

merupakan pelajaran yang sulit dan abstrak.

4. Kurangnya siswa dalam berpikir kritis pada proses pembelajaran. 5. Kurangnya siswa dalam kemampuan memecahkan masalah.

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan masalah dan identifikasi masalah, maka peneliti berusaha membatasi masalah sebagai berikut:

1. Adapun proses pembelajaran yang akan dibahas merupakan pembelajaran model berbasis masalah (problem based learning).

2. Hasil belajar kimia yang diukur adalah hasil belajar dalam ranah kognitif pada kosep Laju Reaksi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar identifikasi dan pembatas masalah diatas, maka Rumusan Masalah penelitian sebagai berikut Bagaimana pengaruh model

Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia pada konsep laju reaksi?”.

E. Tujuan Penelitian

(23)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi siswa, melatih keterampilan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

2. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengalaman, serta membantu menyumbangkan dalam memecahkan masalah pembelajaran kimia.

4. Bagi pembaca, memberikan informasi tentang pengaruh model Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju

(24)

7 A.Deskripsi Teoritis

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.1

Menurut Arends, pengajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajarn ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti ―pembelajaran berbasis proyek (Projek-based intruction), pembelajaran berbasis pengalaman (experience-based intruction), belajar autentik (authentic learning), dan

pembelajaran bermakna atau pembelajaran berakar pada kehidupan (anchored intruction).2

Menurut Donald Woods menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih dari sekedar lingkungan yang efektif untuk mempelajari pengetahuan tertentu. Melainkan dapat membantu pembelajar membangung kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi.3

Menurut Lynda Wee proses pembelajaran berbasis masalah sangat menunjang membangun kecakapan mengatur diri sendiri (self directed),

1 Trianto,

Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. Ke-2. h. 90

2

Ibid, h. 92 3

(25)

kolaboratif, berpikir secara metakognitif, cakap menggali informasi, yang semuanya relatif perlu dalam kehidupan sehari – hari.4

Menurut Dutch pembelajaran berbasis masalah merupakan pembalajaran yang menantang siswa agar ―belajar untuk belajar‖, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata, masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis, serta mencari dan menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.5

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membatu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan pembelajaran yang otonom dan mandiri.6

Model berbasis masalah memfokuskan kepada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran kelompok. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam pemecahan masalah (problem solving) melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik.7

Model berbasis masalah membuat pelajaran lebih bermakna ketika diterapkan ke dunia nyata. Dengan memilih masalah yang melibatkan peserta didik. Biasanya masalah diajukan dan dikembangkan dalam kelas, jika diperlukan siswa dapat membedakan dengan masalah lain sebagai pembanding. Siswa dapat meminta saran dan masukan tentang proses dan prosedur yang akan mereka gunakan untuk memecahkan masalah atau pertanyaan penting.

4

Ibid 5

Ibid, h. 21 6

Trianto, Model-model pembelajaran Inovatif dan berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 70

7 Yatim Riyanto,

(26)

peserta didik menjadi detektif proaktif, peneliti, ilmuwan, atau penemu ketika mereka memainkan peran dalam proses pengambilan keputusan.8

Dari beberapa penjelasan mengenai model berbasis masalah, bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan berpikir kritis siswa, serta menuntut siswa dapat memecahkan masalah dengan mengumpulkan informasi dan menstimulus informasi yang didapat untuk membentuk sebuah solusi dari masalah yang diberikan. Siswa belajar sebagai peran dewasa, diaman siswa dilibatkan untuk mencari, pengambilan keputusan dan pembelajaran secara otonom. Pada pembelajaran model berbasis masalah ini siswa juga aktif dalam proses pembelajaran dan masalah yang diberikan sangat sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

2. Langkah-langkah Model Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Menurut Boud dan Felleti dan Forgaty pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat berpikir kritis kepada siswa-siswa dengan masalah-masalah parktis, berbentuk ill-structured (kemampuan berstruktur) atau open-ended (membuka pemikiran) melalui stimulasi belajar.9

Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepekati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Model pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan

8

Carolyn Chapman, Differentiated Assessment Strategies, (California: Corwin Press, 2005), h. 142

9 Made Wena,

(27)

kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan.10

Pada dasarnya model berbasis masalah siswa harus terlebih dahulu dikondisikan baik melalui kelompok, atau cara penyampaian masalah pada siswa. Pembelajaran berbasiskan masalah ini sangatlah dekat dengan kontekstual, hal-hal yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan inilah yang menjadi topik bahasan bagi model tersebut.

[image:27.595.108.517.188.698.2]

Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah biasanya terdiri dan lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan sesuatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Tahapan pengajaran berbasis masalah adalah:

Tabel 2.1. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah11

Tahapan Guru

Tahap 1: Orientasi siswa terhadap masalah

Tahap 2: Mengorganisir siswa untuk belajar

Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kepada masalah logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

Guru membantu mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubung dengan masalah tersebut.

Guru mendorong untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan kelompok penjelasan dan pemecahan masalahnya.

10

Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. Ke-2. h.92

11 Richard I Arends,

(28)

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya karya.

Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses.

Guru menbantu siswa merencanakan dan menyiapkan yang sesuai seperti laporan. video, dan model, serta membantu siswa berbagi tugas dengan temannya.

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyidikan mereka dan proses-proses yang pemecahan masalah digunakan

Model pembelajaran berbasis masalah sengaja dibuat untuk mengarahakan siswa dengan menjadi pembelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif, mengembangkan berpikir siswa dalam pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik, pada model pembelajaran ini siswa dapat berinteraksi dengan individu-individu lain dalam kelompok kecil. Dalam model pembelajaran inipun mengacu pada pembelajaran yang bersifat konstruktivis, dimana anak benar-benar membangun pemahamanya sendiri, dan guru hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran tersebut.

3. Karakteristik dan Tujuan Model Berbasis Masalah

Pada umumnya guru menerapkan model ini lebih menjurus pada pemecahan suatu masalah kehidupan nyata yang dihadapi siswa sehari-hari dengan menggunakan keterampilan problem solving. Model pembelajaran berbasis masalah pada umunya berbentuk suatu proyek untuk diselesaikan oleh sekelompok siswa dengan bekerjasama.12

Karakteristik yang dikemukakan oleh Tan, bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah:13

12

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), cet. Ke-1. h.288

13 Taufiq Amir, Inovasi

(29)

a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara ill-structured.

c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut pembelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab atau lintasan ilmu dibidang lainnya.

d. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.

e. Masalah membuat pembelajar merasa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran diranah pembelajaran yang baru.

f. Sangat mengutamakan pembelajaran mandiri (self directed learning).

g. Memanfaatkan sumber yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.

Pembelajaran kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Pembelajaran bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan

melakukan presentasi. Menurut karakter tersebut, pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan seperti dibawah ini:14

a. Keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah

Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah melatih kepada peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi.

1) Berpikir adalah sebuah proses yang melibatkan operasi-operasi mental, seperti induksi, deduksi, klarifikasi, dan penalaran.

2) Berpikir adalah sebuah proses reprentasi secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan kejadian riil dan menggunakan reprentasi simbolis itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut.

14

(30)

3) Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan inferesi atau judgement yang baik.

b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik.

Menurut Resnick, bahwa model pembelajaran berbasis masalah amat penting dalam membantu siswa untuk performance diberbagai situasi orang dewasa yang penting.

c. Menjadi pembalajaran yang mandiri.

Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajaran yang independen dan self-regulated. Dibimbing oleh guru yang

senantiasa memberikan semangat dan reward ketika mereka mengajukan

pertanyaan dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil, kelak siswa belajar untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.

Pembelajaran berbasis masalah mampu mendorong siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, menyelidiki dan memberi solusi pada masalah tertentu. Di bawah ini merupakan sebagian besar alasan pembelajaran berbasis masalah dianggap penting:15

a. Tingginya tingkatan proses pembelajaran dalam memahami informasi, sebagaimana sama dengan problem solving: berpikir kritis, adanya strategi

inquiri, adanya refleksi dan terbentuknya pemahaman yang lebih dalam serta kemampuan berkomunikasi.

b. Proses pembelajaran untuk memahami ilmu pengetahuan yang komplek dengan menggunakan model berbasis masalah, maka siswa mampu menganalisis masalah dan mendeskripsikan hasilnya.

c. Siswa akan lebih tertantang dan termotivasi dengan pemahaman yang lebih tinggi dan mengkomunikasikannya kepada yang lain.

15 John Barell,

(31)

4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Kelebihan pembelajaran berbasis masalah, adalah16 : 1) Realistis dengan kehidupan siswa

2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa 3) Memupuk sifat inquiri siswa

4) Retensi konsep jadi kuat

5) Memupuk kemampuan problem solving

Sebagai suatu pembelajaran berdasarkan masalah memiliki beberapa kelebihan, seperti17:

1) Merupakan tenik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. 2) Dapat menantang kemampua siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4) Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6) Dapat memperilhatkan kepada siswa setiap mata pelajaran (matematika,

IPA, Sejarah, dan lainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

7) Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

8) Dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan

pengetahuan baru.

9) Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

16

Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. Ke-2. h. 96-97

17 Wina Sanjaya,

(32)

10) Dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pengajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan sistem manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang ditekankan.

b. Kekurangan

Disamping kelebihan pembelajaran berbasis masalah memiliki kekurangan, diantaranya18:

1) Persiapan pembelajaran yang kompleks 2) Sulitnya mencari problem yang relevan 3) Sering terjadi miss-konsepsi

4) Membutuhkan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Kekurangan pembelajaran berbasis masalah lainya, adalah19:

1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2) Membutuhkan cukup waktu untuk mempersiapkan.

3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka pelajari.

18

Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. Ke-2. h. 96-97

19 Wina Sanjaya,

(33)

5. Hakikat Pembelajaran dan Hasil Belajar

a. Pengertian Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan terjemah dari kata instruction, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan – bahan media cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne, yang menyatakan bahwa “instruction is a set of event that effect learners in such a way that earning is facilitated”. Oleh karena itu menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan bagian dari

pembelajaran, dimana guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.20

Istilah pembelajaran yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil – hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh, bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian, istilah ―mengajar atau pengajaran‖ atau teaching menempatkan guru sebagai pemeran utama dalam memberikan informasi, maka dalam pembelajaran guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, mengatur berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa.21

Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dan peserta didik. Kualitas hubungan antara guru dan peserta didik dalam proses

20 Wina Sanjaya,

Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Pernada Media, 2008), cet. Ke-5 h.102

21

(34)

pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh peserta didik dalam mengajar (teaching) dan peserta didik belajar (learning). Hubungan tersebut

mempengaruhi kesediaan murid untuk melibatkan diri dalam kegiatan ini. Jadi, bila terjadi hubungan yang positif antara guru dan peserta didik, peserta didik akan berusaha sungguh-sungguh masuk kedalam kegiatan ini. Hal ini terjadi karena selain murid memiliki insting peniruan, juga karena murid memiliki rasa senang yang diperolehnya dari hubungan positif dengan gurunya. Semakin besar keterlibatan murid pada kegiatan ini tentu semakin besar pula kemungkinan murid memahami dan menguasai bahan pelajaran yang disajikan, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain kualitas hubungan antara guru dan peserta didik menentukan keberhasilan proses pembelajaran yang efektif.22

Menurut Gagne belajar merupkan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar siswa memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya capability tersebut dari simulasi

dengan lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.23

Kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didisain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.24

Belajar dan mengajar merupakan dua aktivitas yang berlangsung secara bersamaan, simultan dan memiliki fokus yang difahami bersama. Sebagai suatu aktivitas yang terencana, belajar memilik tujuan yang bersifat

22

Udin Syaefudin dkk, Pembelajaran Terpadu, (Bandung: UPI Press 2006), h. 3. 23

Ibid

24 Pupuh Fatuhrrahman,

(35)

permanen, yakni terjadinya perubahan pada anak didik. Ciri – ciri perubahan dalam pengertian belajar menurut Slameto, meliputi:25

1) Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang – kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah, kecakapannya berkembang, dan lain – lain.

2) Perubahan dalam belajar bersifat berkelanjutan dan fungsional. Belajar bukan proses yang statis karena terus berkembang secara gradual dan setiap hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis.

3) Perubahan belajar bersifat positif dan aktif. Belajar senantiasa menuju perubahan yang lebih baik.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar jika perubahan itu hanya sesaat.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Sebelum belajar, seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada dirinya melalui belajar.

6) Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian – bagian tertentu secara parsial.

Perubahan perilaku pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation

(penghargaan), dan knowledge (pengetahuan).26

Dari uraian tentang belajar dan mengajar sebagaimana dibahas di atas, akhirnya dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri – ciri sebagai berikut:27

1) Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.

25

Ibid, h. 10 26

Ibid 27

(36)

2) Terdapat mekanisme, prosedur, langkah – langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didisain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3) Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik.

4) Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

5) Aktor guru yang cermat dan tepat.

6) Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing – masing.

7) Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. 8) Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

Dari beberapa teori diatas pembelajaran dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruahan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

b. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjukkan sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang respon hasil pengukurannya tergolong pendapat atau

judgment, yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah.

Hasil belajar merupakan hadiah dari pembelajaran agar melihat seberapa besarkah siswa mampu menguasai pengetahuan, hal inipun menunjukan refleksi dari berpikir kritis. Penilaian hasil belajar merupakan penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives) berupa materi-materi esensial

(37)

banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperhension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthensis), dan evaluasi (evaluation).28

Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu peruabahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung pada macam-macam faktor, adapun faktor-faktor tersebut adalah:29

Faktor-faktor yang mempengaruhi dibagi menjadi tiga, yaitu faktor dari internal, eksternal dan instrumen:30

1. Faktor internal a) Faktor fisiologis

Secara umum faktor fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar siswa.

b) Faktor psikologis

Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologi yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan ini akan mempengaruhi pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis diantaranya:

(1) Intelegensi menurut C. P Chaplin, merupakan kemampuan mengahadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.

28 Ahmad Sofyan, dkk,

Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (UIN Jakarta Press: Jakarta, 2006), h.14

29

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam,(Jakarta: Prenada Media, 2005), cet. Ke-2. h. 224

30 Sumadi Suryabarata,

(38)

(2) Perhatian, adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata tertuju kepada suatu obyek ataupun sekumpulan obyek. (3) Minat dan bakat menurut Hilgard, sebagai kecenderungan yang

tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Bakat adalah kemampuan untuk belajar.

(4) Motif dan motivasi, adalah sebagai uapaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

(5) Kognitif dan daya nalar. Kognitif merupakan berfikir dan penalaran merupakan dasar yang paling menentukan dari kemampuan berpikir analitis dan sintesis.

2. Faktor eksternal a) Lingkungan

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya keadaan suhu , kelembaban, kepengapan udara dan sebagainya. Lingkungan sosial misalnya lalu lintas, gemuruhnya pasar dan lain-lain.

3. Faktor instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan penggunanya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru. Hal ini dapat disimpulkan melalui bagan 2.1, dibawah ini:31

31 Yudi Munadi,

(39)

B.Ilmu Kimia

Ilmu yang mempelajarai alam semesta disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan kimia merupakan salah satu ilmu-ilmu IPA. Ilmu kimia ialah salah satu cabang sains yang mengkaji komposisi dan perubahan yang berlaku dalam semua benda di dunia ini, termasuk benda hidup dan bukan benda hidup. Ringkasnya, pengkajian kimia merupakan pengkajian tentang tenaga.

Ilmu kimia sebagai ilmu yang berlandaskan praktik dan eksperimen. Siswa tidak cukup dengan ―merasa‖ mengerti tetapi sungguh-sungguh harus dapat mempraktikannya dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah, atau melakukan suatu keterampilan ilmiah. Perkembangan ilmu kimia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.32

32 Micheal Purba,

Buku Kimia Siswa untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. v.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Internal

Eksternal

Fisiologis

Psikologis

Kondisi fisiologis umum

Kondisi panca indera

Intelegensi

Perhatian

Motif dan motivasi Minat dan bakat

Kognitif dan daya nalar

Lingkungan

Instrumental

Alam

Sosial

Kurikulum

Sarana dan fasilitas

Guru

(40)

Pengkajian dan praktek kimia memainkan peranan penting dalam membentuk peradaban kita. Konsep-konsep falsafah kita mengenai sifat dasar kehidupan, produksi makanan, obat dan senjata, pengaruh pada lingkungan yang memberi makan dan mendukung kita. Semuanya ini dan praktis telah dipengaruhi oleh perkembangan kimia. Dipihak lain, ahli-ahli kimia membantu menciptakan dan memproduksikan kebanyakan bahan yang dinikmati oleh masyarakat modern.33

Ilmu kimia merupakan ilmu rekayasa materi, yaitu mengubah suatu materi menjadi materi yang lain. Untuk dapat melakukan rekayasa tersebut diperlukan pengetahuan mengenai susunan, struktur, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan tersebut.

Kimia sering disebut sebagai "central science" karena menghubungkan

berbagi ilmu lain, seperti fisika, ilmu bahan nanoteknologi, biologi, farmasi, kedokteran, bioinformatika, dan geologi. Koneksi ini timbul melalui berbagai subdisiplin yang memanfaatkan konsep-konsep dari berbgai disiplin ilmu.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat dikatakan bahwa ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan dan energi. Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dalam proses pembelajraan kimia, keterampilan dasar seperti mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, dan lain sebagianya harus ditumbuhakan dalam diri siswa.

C. Laju Reaksi

Bahan-bahan kimia yang mengandung kalium klorat, besi, kalsium, stronsium, litium, tembaga, barium, dan kalium dicampurkan dalam tabung yang terbuat dari kertas. Ketika api dinyalakan, campuran itu terbakar menyembur kan pijar – pijar api. Langit gelap dimalam hari seketika menjadi terang benderang dihiasi warna – warni kembang api. Itulah proses terjadinya reaksi kembang api. Kembang api merupakan salah satu contoh reaksi kimia.34

33

Kenan dkk, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1992), cet. Ke-2. h. x.

34 Nana Sutresna,

(41)

Setiap rekasi kimia memiliki kecepatan yang berbeda – beda. Ada reaksi kimia yang berlangsung cepat, adapula yang bereaksi lambat. Reaksi pembakaran bensin dalam mesin berlangsung sangat cepat, sedangkan reaksi pengkaratan besi dan pembentukan beton dari semen, air dan pasir berlangsung lambat. Apa yang dimaksud dengan laju reaksi?35

Dalam fisika, istilah “laju” digunakan untuk menyatakan besar perpindahan suatu benda tiap satuan waktu. Akan tetapi, dalam kimia, laju reaksi didefinisikan sebagai ukuran yang menyatakan berkurangnya jumlah zat-zat pereaksi tiap satuan waktu atau bertambahnya zat-zat hasil reaksi tiap satuan waktu. Karena jumlah zat-zat yang terlibat dalam suatu reaksi kimia biasanya dinyatakan dalam konsentrasinya, maka laju reaksi juga didefinisikan sebagai ukuran yang menyatakan perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi atau zat-zat hasil reaksi tiap satuan waktu. Jika suatu reaksi kimia dinyatakan dengan: 36

A B

Keterangan:

A = zat-zat pereaksi B = zat-zat hasil reaksi.

Maka laju reaksinya dapat dinyatkan dengan persamaan sebagai berikut.

v = -

 

t A  

atau v = +

 

t A  

keterangan: v = laju reaksi

∆ [A] = perubahan konsentrasi

∆ [B] = perubahan konsentrasi zat-zat hasil reaksi

Nilai positif laju reaksi dinyatakan dalam konsentrasi zat-zat hasil reaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut bertambah. Sementara itu,

35

Ibid 36 Sunardi,

(42)

nilai negatif laju reaksi yang dinyatakan dengan konsentrasi zat-zat pereaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut berkurang.37

Kadang-kadang, suatu reaksi kimia melibatkan beberapa zat yang perbadingan jumlah molnya dinyatakan dengan koefisien reaksi, sehingga persamaan kimianya dapat dituliskan sebgai berikut.38

pA + qB rC + sD

Keterangan:

A, B = zat-zat pereaksi C,D = zat-zat hasil reaksi p, q, r, s = koefisien reaksi

Laju reaksi untuk reaksi yang dinyatakan dengan menggunakan persamaan kimia di atas dapat ditentukan sebagai berikut.

v = -

 

t A p   1 =-

 

t B q   1 =+

 

t C r   1 =+

 

t D s   1

Pada dasarnya, terdapat beberapa cara sederhana dalam mengukur laju reaksi. Salah stunya seperti yang telah anda pelajari dalam pembahasan sebelumnya. Akan tetapi, cara tersebut hanya dapat mengukur laju reaksi rata-rata. Untuk penggunaan yang lebih normal, laju reaksi diukur pada waktu tertentu, sehingga dinamakan laju reaksi sesaat. Dalam hal ini, konsep laju reaksi sesaat diperlukan karena perhitungan laju reaksi rata-rata seringkali mengalihkan nilai yang tidak akurat. Jadi, persamaan laju reaksi digunakan untuk menyatakan laju reaksi sesaat dari suatu rekasi kimia.

Persamaan laju reaksi hanya dapat dinyatakan dalam percobaan. Berdasarkan data tersebut, kita dapat menemukan orde reaksi dan konstanta laju rekasi. Persamaan laju reaksi ditentukan berdasarkan konsentrasi awal setiap zat, dipagkatkan orde reaksinya. Orde reaksi bukanlah koefisien reaksi (walaupun keduanya mungkin memiliki nilai yang sama). Orde reaksi hanya dapat dilihat dari percobaan.

37

Ibid, h. 154 38

(43)

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan laju reaksi berdasarkan konsentrasi zat-zat pereaksi. Pada umumya, laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi awal zat-zat pereaksi yang dapat ditentukan melalui percobaan. Lihat gambar dibawah ini:

Untuk reaksi A + B  C + D, maka persamaan laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut.39

v = k [A]m [B]n

Keterangan: v = laju reaksi

k = tetapan laju reaksi [A] = konsentrasi perekasi A [B] = konsentrasi pereaksi B m = orde reaksi terhadap A n = orde reaksi terhadap B m + n = orde reaksi total

Setiap laju reaksi memiliki nilai k tertentu yang bergantung pada sifat pereaksi. Semakin besar nilai k semakin cepat reaksi berlangsung. Sebaliknya, reaksi berlangsung lambat jika nilai k kecil. Nilai k dipengaruhi oleh suhu, dan tidak akan berubah jika suhu tidak berubah. Tetapan laju ini merupakan bilangan positif.40

39

Ibid, h. 155 40 Nana Sutresna,

Cerdas Belajar Kimia untuk kelas XI, (Bandung: Garfindo Media Utama, 2007), h. 101

C + D Hasil reaksi

A + B Pereaksi

Jumlah molekul

(44)

a. Orde Reaksi

Dalam suatu reaksi kimia, penambahan konsenrasi zat-zat pereaksi dapat meningkatkan laju reaksi. Berkaitan penambahan konsentrasi zat pereaksi, maka dalam persamaan laju reaksi dikenal suatu bilangan yang disebut dengan orde reaksi. Dalam hal ini, orde reaksi didefinisikan sebagai bilangan pangkat (eksponen) yang menyatakan penambahan laju reaksi karena penambahan konsentrasi zat-zat pereaksi. Sebagai contoh, jika konsentrasi suatu pereaksi dinaikkan m kali semula dapat menyebabkan laju reaksi meningkat n kali, maka hubungan penambahan konsentrasi dengan laju reaksi

zat tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.41

mq = n

Keterangan: q = orde reaksi

m = kenaikan konsentrasi n = kenaikan laju reaksi

Orde reaksi dapat ditentukan berdasaran tahapan-tahapan reaksi. Jika, tahapan-tahapan reaksi dapat dengan mudah diketahui dan diamati, maka orde reaksi terhadap masing-masing zat pereaksi adalah koefisien dari tahapan reaksi yang paling lambat. Akan tetapi, jika tahapan-tahapan reaksi sukar untuk diketahu dan diamati, maka orde reaksi terhadap masing-masing zat pereaksi dapat ditentukan berdasarkan percobaan.42

1) Orde reaksi nol.

Jika orde suatu reaksi terhadap pereaksi tertentu adalah nol, hal ini berarti bahwa konsentrasi perekasi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Secara matematis, bilanganya yang dipangkatkan nol selalu sama dengan satu, sehingga laju reaksi suatu zat yang orde nol adalah tetap pada konsentrasi berapapun dan nilainya sama dengan laju reaksi (k).43

v = k [A]m = k

41

Sunardi, Kimia Bilingual Untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1 dan 2, (Bandung: Yrama Widya. 2008), h.161

42

Ibid, h. 163 43

(45)

2) Orde reaksi Satu

Jika orde reaksi suatu zat sama dengan satu, berarti penambahan konsentrasi akan berbanding lurus (linier) dengan kenaikan laju reaksi.44

v = k [A]1 = k [A]

3) Orde reaksi dua

Jika orde reaksi zat sama dengan dua, berarti penambahan konsentrasi akan meningkatkan reaksi, dimana laju reaksi sebanding dengan kuadrat konsentrasi zat tersebut.45

v = k [A]2

b. Teori Tumbukan

Kita telah mengetahui bahwa zat-zat di alam ini terdiri atas partikel-partikel (atom, molekul, atau ion). Secara teoritis, partikel-partikel-partikel-partikel suatu zat selalu bergerak secara acak atau tidak teratur. Selain itu, kita juga telah mengetahui bahwa suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain yang membentuk

44

Ibid, h. 165 45

Ibid, h. 166 Laju reaksi

Konsentrasi

Laju reaksi

Konsentrasi

Laju reaksi

(46)

zat baru. Bagaimanakah hubungan gerakan partikel-partikel zat dengan reaksi kimia zat tersebut?46

Alasan bagaimana zat-zat tersebut dapat mengalami reaksi kimia dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan. Menurut tumbukan satu sama lain dengan energi yang cukup untuk belangsungn reaksi tersebut. Dengan kata lain, agar suatu reaksi kimia dapat berlangsung, maka harus terjadi tumbukan yang efektif antara partikel-partikel zat-zat yang bereaksi. Tumbukan yang efektif tersebut dapat terjadi apabila partikel-partikel tersebut mempunyai energi kinetik yang cukup besar, sehingga memungkinkan terjadinya perombakan (perubahan) pada struktur ikatan antar atom zat.47

Energi kinetik minimun yang harus dimiliki partikel untuk menghasilkan tumbukan efektif yang dapat mengahsilkan suatu reaksi kimia disebut energi aktivasi. Jika partikel-partikel suatu zat memiliki energi aktivasi (Ea) yang kecil, maka zat tersebut mudah bereaksi, sebaliknya jika partikel-partikel suatu zat memiliki energi aktivasi yang besar, maka zat tersebut sukar bereaksi.48

Efektivitas tumbukan diantara dua buah molekul juga dipengaruhi oleh posisi molekul-molekul tersebut saat bertumbukan. Bila posisi ruang atom-atom dari moleku-molekul yang bertumbukan tepat, maka akan terjadi pemutusan ikatan antar atom dalam molekul-molekul tersebut, sehingga terbentuk ikatan baru, yaitu dalam molekul hasil reaksi. Perhatikan gambar dibawah ini.49

1) Dua molekul yang bertumbukkan dalam posisi yang ruang kurang tepat, tumbukkan keduanya tidak menghasilkan reaksi.

46

Ibid, h. 172 47

Ibid, h. 173 48

Ibid 49

Ibid, h. 174

A A + B B

A A B B A A + B B

(47)

2) Dua buah molekul yang bertumbukan dalam posisi ruang yang tepat, tumbukan keduanya menghasilkan reaksi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju reaksi

Pada dasarnya, laju suatu reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya luas permukaan, suhu, konsentrasi, tekanan, dan katalis.

1) Luas permukaan

Pada reaksi-reaksi zat padat, luas permukaan zat padat tersebut akan mempengaruhi laju reaksi. Oleh karena itu, luas permukaan zat padat akan mempengaruhi seberapa cepat reaksi tersebut berlangsung. Zat padat yang berbentuk serbuk mempunyai luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan zat padat dalam bentuk batangan atau kepingan untuk massa zat padat yang sama. Terdapat cara yang sederhana untuk memahami pernyataan ini. Ambil sebuah roti dan potonglah menjadi irisan-irisan. Setiap kali anda memtong irisan baru, maka anda akan memperoleh permukaan tambahan yang diatasnya dapat anda taburkan mentega atau selai. Semakin tipis anda memotong irisan-irisan tersebut, maka semakin banyak irisan yang anda peroleh, sehingga semakin banyak juga mentega dan selain yang dapat anda tempatkan pada irisan-risan tersebut.50

Tinjuan reaksi antara besi dengan asam sulfat (H2SO4). Besi dalam bentuk serbuk akan bereaksi lebih cepat dengan asam sulfat dibandingkan dengan besi dalam bentuk batangan (misalnya paku).51

50

Ibid, h. 175 51

Ibid

B

B

A

A

+ B

B

A

A

A

A B

B

(48)

2) Suhu

Perubahan suhu akan mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Pada umumnya, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Jika suhu naik, maka partikel-partikel zat-zat yang terlibat dalam reaksi akan menyerap kalor (energi), sehingga energi kinetik partikel-partikel tersebut meningkat oleh karena itu, dengan meningkatnya suhu, maka semakin banyak patikel yang mempunyai energi kinetik lebih besar dari energi aktivasi. Keadaan ini memungkinkan terjadinya lebih banyak tumbukan efektif antara partikel-partikel, sehingga reaksi berlangsung dengan lebih cepat.52

Berdasarkan hasil eksperimen, setiap kenaikan suhu sebesar 1000C, maka laju reaksi akan meningkat dua kali. Hubungan laju reaksi dengan peningkatan suhu dapat dinyatakan secara matematis.53

v = 210

T

v0 Keterangan:

V = laju reaksi pada suhu tertentu v0 = laju reaksi mula-mula

ΔT = kenaikan suhu 3) Konsentrasi

Kandunga O2 di udara terbuka hanya 20%. Jika serabut besi dibakar di udara terbuka, akan dihasilkan nyala merah sedikit demi sedikit. Ketika serabut besi yang memerah itu dimasukan kedalam labu Erlenmeyer berisi oksigen murni, serabut besi akan terbakar dengan hebat dan teroksidasi menjadi Fe3O4 dengan cepat. Reaksi di labu Erlenmeyer berlangsung lebih cepat karena konsentrasi O2 di udara terbuka. Bagaimanakah konsentrasi mempengaruhi laju suatu reaksi?54

Dalam hal ini, meningkatan konsenrasi zat-zat pereaksi (dalam bentuk larutan) akan meningkatkan frekuensi tumbukan antara partikel-partikel zat

52

Ibid, h. 176 53

Ibid

54 Nana Sutresna,

Gambar

Gambar 3.1 Hubungan Populasi dengan Sampel .....................................................
Tabel 2.1. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah11
Tabel 3.1 Pretest-posttest Nonequivalent Design
Tabel 3.2  Definisi Konsep dan Operasional Variabel X dan Y
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul &#34; Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Inovatif Berbasis Problem Based Learning (PBL) untuk

Penelitian yang dilakukan Suati (2010) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah atau PBL

Banyak masalah yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran khususnya pelajaran fisika seperti kurangnya perhatian peserta didik ketika kegiatan

kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik. c) Pemecahan masalah (Problem solving) dapat membantu aktivitas

menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah pada konsep kalor secara signifikan dapat lebih meningkatkan berpikir kritis siswa dibandingkan

Jadi Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta

(2016) yang menyatakan bahwa dalam mengatasi rendahnya pemahaman siswa dalam pembelajaran IPA, model pembelajaran berbasis masalah ( Problem Based Learning) dan

menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah pada konsep kalor secara signifikan dapat lebih meningkatkan berpikir kritis siswa dibandingkan