• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Usaha MIkro Kecil Dan Menengah (UMKM) Sentra Kaos Suci Oleh Dinas Koperasi UMKM Dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Usaha MIkro Kecil Dan Menengah (UMKM) Sentra Kaos Suci Oleh Dinas Koperasi UMKM Dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada negara berkembang salah satu yang menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kegiatan negaranya adalah pembangunan nasional. Begitu hal nya dengan bangsa Indonesia. Salah satu hal yang diperhatikan dalam pembangunan nasional di Indonesia adalah di bidang ekonomi. Dengan ketahanan ekonomi yang kuat, negara mampu memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya secara merata untuk kesejahteraan masyarakatnya. Melalui Kementrian Koperasi dan UKM, pembangunan nasional secara khusus memfokuskan pemberdayaan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Saat ini UMKM telah berkontribusi sangat besar untuk penyerapan tenaga kerja maupun pendapatan nasional. Merujuk pada data Badan Pusat Satistik Nasional menyebutkan tingkat presentase jumlah UMKM hingga tahun 2012 berjumlah 56,5 juta unit dan 98,9% adalah usaha mikro.

Tabel 1.1

Perkembangan UMKM Periode 2009-2012

(2)

Pertumbuhan UMKM pada setiap tahunnya mengalami peningkatan, terlihat pada data rujukan yang dimiliki Badan Pusat Statistik Nasional sejak tahun 2009 hingga tahun 2012. Selain itu penyerapan tenaga kerja yang diserap oleh UMKM mempunyai dampak yang cukup signifikan untuk pengurangan jumlah pengangguran yang ada di Indonesia. Selain mengacu pada data diatas, peneliti membandingkan dengan data yang dimiliki oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Unit usaha UMKM dan laju penyerapan tenaga kerja oleh UMKM sangat berbeda dengan Usaha Besar (UB) yang ada di Inonesia. Hal tersebut terbukti bahwa UMKM mempunyai peran penting untuk peningkatan perekonomian di Indonesia dibandingkan para pelaku Usaha Besar. Terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.2

Perkembangan UMKM Periode 2011-2012

(Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=1 09:data-umkm-2012&Itemid=93, 2012)

(3)

merupakan gerakan bersama antar berbagai pihak, namun pemerintah memegang peranan terbesar dalam upaya tersebut. Keterlibatan pemerintah dalam meningkatkan dan memberdayakan UMKM telah diatur jelas dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Undang-Undang-Undang-Undang ini memuat tentang ketentuan umum, asas prinsip, tujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, koordinasi pemberdayaan, sangsi administratif, dan ketentuan pidana.

(4)

Dalam konteks pembangunan nasional sebagai daerah otonomi dengan seluruh keragaman yang dimiliknya, Kota Bandung merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional sebagai kawasan dengan sektor unggulan UMKM, Industri, Jasa dan Pariwisata. Potensi industri kecil dan menengah yang berada di Kota Bandung memiliki jumlah yang cukup signifikan dibandingkan potensi industri besar. Dengan sebuah potensi masyarakat yang cukup kreatif, Kota Bandung menjadi sebuah panutan bagi kota lainnya dalam mengembangkan dan memajukan potensi UMKM yang dimiliki pada setiap kota di Indonesia. Potensi industri kecil dan menengah di Kota Bandung terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.3

Potensi Industri Kecil dan Menengah Kota Bandung Tahun 2013

(Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung, Bandung dalam angka 2014)

(5)

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan UMKM di Kota Bandung, pemerintah pusat melalui Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia memberikan sebuah penghargaan kepada pemerintah Kota Bandung. Hal tersebut berdasarkan data yang dipublikasikan pada website www.inilahkoran.com yang mengatakan bahwa:

“Kota Bandung menjadi salah satu kota penggerak koperasi dan UKM tahun 2014 dengan peringkat Paramadhana Madya Nugraha Koperasi dengan nilai 82.10. Penetapan tersebut ditandai dengan diserahkannya penghargaan dari Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Pusapayoga yang diterima Wakil Walikota Bandung Oded M Danial di gedung SMESCO Tower Jakarta Selatan (9/12/2014). Nilai tersebut hasil dari verifikasi lapangan, Kota Bandung dinilai mempunyai sebuah komitmen yang tinggi terhadap keberlangsungan dan pemberdayaan koperasi dan UMKM”.

(Sumber: http://dunia.inilah.com/read/detail/2161182/bandung-didaulat-jadi-kota-penggerak-koperasi, 2014).

Berdasarkan berita diatas, dengan ditetapkannya Kota Bandung sebagai kota penggerak koperasi dan UMKM di Indonesia, menjadikan Kota Bandung sebagai panutan bagi Kota lainnya dalam memberdayakan, mengembangkan, dan memajukan potensi UMKM yang dimiliknya. Pemberdayaan UMKM yang berada di Kota Bandung diatur melalui Peraturan Daerah Kota Bandung No 23 Tahun 2009 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Peraturan daerah ini memuat tentang ketentuan umum, asas, tujuan, arah kebijakan, tugas wewenang pemerintah daerah, kriteria, perlindungan, pembinaan, pemberdayaan, pengembangan, kemitraan, hak dan kewajiban masyarakat, peran dunia usaha, insentif, larangan, sanksi asministrasi, dan ketentuan pidana,

(6)

Terdapat 7 (tujuh) sentra UMKM yang memiliki potensi unggulan dan ciri khas dari Kota Bandung yang kini menjadi fokus pengembangan Pemerintah Kota Bandung, yaitu sentra industri rajutan Binong Jati, sentra perdagangan kain Cigondewah, sentra perdagangan jeans Cihampeulas, sentra industri kaos Suci, sentra industri dan perdagangan sepatu Cibaduyut, sentra industri tahu Cibuntu, dan sentra industri boneka Sukamulya Sukajadi. Diantara ke 7 sentra tersebut, satu diantaranya Sentra Kaos Suci yang menjadi lokus peneliti dalam penulisan penelitian ini.

Bisnis UMKM kaos menjadi salah satu pendorong tumbuhnya ekonomi diberbagai daerah di Indonesia seperti Air Brush Surabaya, Dagadu Djogja, Joger Bali, dan C59 Kota Bandung yang menjadi leader utamanya. Kota Bandung dapat dikatakan menjadi leader atau gudang para pelaku UMKM dan Industri kreatif di Indonesia. Memang bisa diakui bahwa pelaku bisnis UMKM Kota Bandung dapat menginspirasi berbagai orang dengan kreatifitas yang dihasilkannya. Beberapa hal yang menarik di Kota Bandung adalah trend fashionnya, khususnya fashion tshirt

(7)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rovindo Maisya dengan judul Pemberdayaan Industri Kreatif Kerajinan Rajutan Binong Jati oleh Pemerintah Kota Bandung dari Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran pada tahun 2013. Penelitiannya menggunakan teori pemberdayaan Suharto dengan metode penelitian kualitatif dan penentuan informan Purposive Sampling. Beliau mengemukakan dalam penelitiannya berbagai permasalahan yaitu kurangnya ruang lingkup akses pemasaran pada industri rajutan karena tidak adanya lokasi

showroom untuk memasarkan produknya, kurangnya minat pembeli dikarenakan seperti masih terisolisir dengan infrastruktur yang belum memadai untuk dapat masuk ke dalam lingkungan tersebut, dan tingginya biaya bahan baku untuk produksi yang membuat keuntungan pengrajin rajutan memperoleh marjin keuntungan yang rendah. Hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kota Bandung yang mempunyai tujuan untuk merevitalisasi sentra industri yang di Kota Bandung.

(8)

pengetahuan dan kemampuan maupun tetap memegang cara tradisi nenek moyang nya terdahulu dengan cara tardisional menjadi faktor penghambat untuk berdaya saing agar mampu memberikan sebuah kemasan maupun cita rasa yang lebih inovatif. Hal tersebut menjadi bahan perhatian dan pertimbangan pemerintah Kota Serang untuk membuat sebuah program yang bisa mendorong para pelaku berinovasi dengan tetap memegang tradisinya. Sehingga olahan makanan ciri khas Kota Serang tersebut dapat berkembang baik di pasar lokal maupun internasional.

Permasalahan yang dihadapai pelaku UMKM Di Jawa Barat Khusunya Kota Bandung sendiri dihadapkan pada sebuah permasalahan yang kini bukan lagi sebuah masalah permodalan, melainkan sebuah permasalahan daya saing sebuah produk. Seperti yang dikemukakan oleh Anton Gustoni Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Barat, Senin (1/12/2014). yang dipublikasikan oleh

website www.galamedianews.com menyebutkan bahwa:

“Terjadi pergeseran permasalahan yang dihadapi pelaku UMKM jika sebelumnya permasalahan biaya, kini masalah daya saing produk yang menjadi kendala utama pelaku UMKM dalam memasarkan produknya”. (Sumber:http://m.galamedianews.com/bandungraya/1383/daya-saing-produk-jadi-masalah-umkm.html, 2014)

(9)

Permasalahan UMKM yang telah dijelaskan diatas pada dasaranya bisa diatasi secara perlahan apabila peran pemerintah dalam menjalankan fungsi pemberdayaannya dapat lebih optimal untuk meningkatkan produktifitas pelaku UMKM di Indonesia khususnya Kota Bandung.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di lapangan, permasalahan yang hampir serupa ditemukan seperti yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Barat diatas, khusunya UMKM Sentra Kaos Suci yang menjadi lokasi peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti mengidentifikasi bagaimana pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung dalam memberdayakan potensi UMKM Sentra Kaos Suci agar dapat meningkatkan keberdayaanya sehingga mampu menghadapi permasalahan-permasalahannya.

(10)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka bagaimana Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung melakukan fungsi pemberdayaan terhadap UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung. Sejauh mana sebuah program pemberdayaan dilakukan dan tepat sasaran terhadap pelaku UMKM Sentra Kaos Suci. Terlebih dalam memenuhi pasar lokal maupun menghadapi pasar bebas yang menjadi persaingan lebih ketat. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh, dalam penyusunan penelitian skripsi yang berjudul:

“Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci oleh Dinas Koperasi, UKM,

Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung”

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka untuk mempermudah arah dan proses pembahasan, peneliti merumuskan masalah yaitu Bagaimana Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pemberdayaan para pelaku UMKM Sentra Kaos Suci oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(11)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci melalui pendekatan penguatan oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci melalui pendekatan perlindungan oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci melalui pendekatan penyokongan oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci melalui pendekatan pemeliharaan oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang ditinjau dari sudut pendekatan keilmuan sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung menghadapi persaingan pasar lokal maupun pasar global dan bahan perbandingan bagi penelitian sejenis bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

(12)

Pemerintahan sebagai sebuah disiplin kajian ilmu yang mandiri dan ilmiah, baik saat ini maupun yang akan datang

(13)

13 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pemberdayaan

2.1.1.1 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang secara

harfiah dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak

beruntung (disadvantaged).

(Sulistiyani, 2004:7) menjelaskan bahwa “Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” yang berarti memiliki atau mempunyai daya”.

Pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa sebuah daya berarti sebuah kekuatan, berdaya berarti memiliki kekuatan. Namun pada perkembangannya dari berbagai referensi dan bidang menunjukkan keragaman pengertian atas makna

empowerment tersebut. Empowerment pada umumnya diterjemahkan kedalam istilah “pemberdayaan”. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya

atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.

Pemberdayaan menurut (Suharto,2014:57), secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan dan

(14)

mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.

Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 1970, 1980, hingga awal 1990 an. Konsep pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi teori-teori yang berkembang.

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Suharto dalam bukunya yang berjudul Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Dimana beliau mendefinisikan pemberdayaan yaitu:

“Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai sebuah proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya”. (Suharto, 2014 : 59)

(15)

Parson, et.al., dalam Suharto mengemukakan pendapatnya tentang pemberdayaan, sebagai berikut :

“Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya”. (Suharto, 2014:58-59)

Pendapat diatas menjelaskan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk membuat orang menjadi berdaya dengan menekankan bahwa seseorang harus memperoleh berbagai hak-haknya untuk diberdayakan agar berpartispiasi dalam kehidupannya seperti keterampilan, pengetahuan, kekuasaan yang mencukupi. Maka berbagai hak-hak harus diberikan, pemberdayaan harus terpenuhi selain untuk mempengaruhi aspek-aspek dalam kehidupannya, juga bisa berdampak bagi kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Slamet dalam buku Anwas yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat di Era Global mengemukakan pendapatnya mengenai pemberdayaan sebagai berikut:

(16)

Pendapat di atas menjelaskan bahwa pemberdayaan harus bisa membuat masyarakat yang diberdayakan mampu membangun dirinya dan memperbaiki kehidupannya sendiri. Mampu untuk berdaya, paham, termotivasi, memiliki kesempatan, melihat dan memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, dan bertindak sesuai inisiatif. Semua itu merupakan hasil dari pemberdayaan yang mana semua itu bisa tercapai apabila pemberdayaan dilakukan dan pemberdayaan berjalan maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan.

Pengertian berbeda dengan beberapa pendapat konsep pemberdayaan diatas, Sumodiningrat dalam bukunya Membangun Indonesia Emas, mengatakan :

“Pemberdayaan menjadi sebuah kredo baru dalam pembangunan bahkan ke segenap sektor kehidupan. Pemberdayaan merupakan istilah yang khas Indonesia daripada Barat. Di Barat, pemberdayaan diterejemahkan sebagai (empowerment) dan istilah itu benar tetapi tidak tepat. Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi „daya’ bukanlah „kekuasaan’. Empowerment dalam khasanah barat lebih bernuansa „pemberian-kekuasaan’ daripada „pemberdayaan’ itu sendiri. Istilah yang paling tepat seharusnya „energize

atau dikatakan „memberi energi’. Pemberdayaan adalah memberi energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri”. (Sumodiningrat, 2005:112)

(17)

Definisi pemberdayaan yang ditulis di atas berasal dari berbagai teori yang disebutkan oleh pakar-pakar bidang pembangunan sosial dan pemberdayaan masyarakat, dimana secara khusus mengkaji tentang pemberdayaan dengan berbagai macam sudut pandang. Akan tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa berbagai teori yang diungkapkan diatas bermuara pada pemahaman yang hampir sama, yakni memberikan daya kepada mereka yang lemah agar dapat mandiri dalam menjalankan kehidupannya sehingga dikatakan berdaya.

Dengan mengacu beberapa pemaparan teori dan definisi mengenai konsep pemberdayaan diatas, maka peneliti dapat mengaitkan bagaimana proses pemberdayaan masyarakat dalam ruang lingkup UMKM. Pemberdayaan UMKM merupakan upaya untuk memperkuat dan memberikan sebuah daya melalui kegiatan-kegiatan maupun program penguatan pengetahuan, keterampilan, agar pelaku UMKM dapat berdaya dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Miro, Kecil, dan Menengah BAB I (Pasal 1, No 8) menyatakan sebagai berikut :

(18)

UMKM sehingga UMKM akan tetap tangguh dan mandiri. Pengertian dari penumbuhan Iklim usaha yang dijelaskan dalam pernyataan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar UMKM memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas luasnya (Pasal 1 Nomor 9).

Sedangkan pengertian dari Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usah Mikro, Kecil dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Sejalan dengan penjelasan pemberdayaan UMKM menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Anwas dalam buku Pemberdayaan Masyarakat di Era Global menjelaskan :

(19)
(20)

2.1.1.2 Tujuan Pemberdayaan

Semua konsep pemberdayaan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mandiri. Namun kesejahteraan tersebut ingin dicapai dengan membangun masyarakat dan sesuai dengan martabat kemanusiaan dalam rangka Pembangunan Nasional. Karena pada dasarnya setiap manusia atau masyarakat berkeinginan untuk membangun kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya. Dengan berlandaskan pada kemampuan dan potensi yang dimilikinya, sehingga masyarakat yang dikatan lemah dan tidak berdaya akan menjadi berdaya. Berdasarkan pandangan tersebut, maka konsep pemberdayaan harus bertumpu pada manusia dan berakar kerakyatan melalui program atau kegiatan yang dapat membuat masyarakat lebih berdaya.

Tujuan pemberdayaan menurut pendapat Suharto dalam buku Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat mengatakan :

(21)

aspirasi, maupun mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri melaksnakan berbagai tugas-tugas kehidupannya yang semestinya harus dijalani.

Ambar Teguh Sulistiyani dalam bukunya Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaanmenyatakan tujuan pemberdayaan sebagai berikut :

“Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke waktu”. (Sulistiyani, 2004:80)

Pendapat diatas menjelaskan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memberikan kemampuan untuk memandirikan masyarakat meliputi kemadirian berfikir dan betindak. Memandirikan masyarakat yaitu menjadikan masyarakat lebih berdaya dari sebelumnya melalui sebuah proses belajar secara bertahap.

Sejalan dengan hal tersebut, Chabib Soleh menyatakan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan oleh individu maupun organisasi pasti memiliki tujuan. Demikian pula dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Di dalam bukunya yang berjudul Dialektika Pembangunan dengan Pemberdayaan, Menjelaskan sebagai berikut :

(22)

Pendapat diatas menjelaskan bahwa tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat, dengan kata lain memampukan dan memandirikan masyarakat dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dengan perbaikan aspek-aspek kualitas hidupnya.

Beliau pun menjelaskan secara rinci untuk mencapai tujuan yang bersifat umum tersebut, terdapat beberapa sasaran antara lain yaitu :

1. Perbaikan kelembagaan. Hal ini dimaksudkan agar terjalin kerjasama dan kemitraan antar pemangku kepentingan. Melalui beberapa perbaikan kelembagaan, berbagai inovasi sosial yang dilakukan secara kemitraan antar pemangku kepentingan dapat meningkatkan hasil produktifitas masyarakat

2. Perbaikan pendapatan, stabilitas ekonomi, keamanan, dan politik yang mutlak diperlukan untuk terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan

3. Perbaikan lingkungan hidup. Disadari atau tidak dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat melakukan aktivitas ekonomi yang berakibat terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan ini bukan saja mengancam dirinya, tetapi juga mengancam kehidupan generasi yang akan datang.

4. Perbaikan akses, baik berkenaan dengan akses inovasi tekhnologi, permodalan/kredit, sarana dan prasarana produksi, peralatan dan mesin serta energi listrik yang sangat diperlukan dalam akses produksi. Demikian pula tidak kalah pentingnya perbaikan akses pasar dan jaminan harga serta pengambilan keputusan politik

5. Perbaikan tindakan. Melalui pendidikan, kualitas SDM dapat ditingkatkan sehingga dari sana diharapkan akan berdampak pada perbaikan sikap dan tindakan yang lebih bermartabat

6. Perbaikan usaha produktif. Melalui upaya pendidikan dan latihan dan perbaikan kelembagaan serta akses perkreditan, diharapkan usaha-usaha yang bersifat produktif akan lebih maju dan berdaya saing

7. Perbaikan bidang lainnya, sesuai dengan permaslahan yang dihadapi pada sebuah lingkungan masyarakat. (Soleh, 2014:82)

(23)

peningkatan produktifitas masyarakat agar lebih meningkatkan kualitas hidupnya melalui beberapa perbaikan yang menyangkut aspek ekonomi, fisik, mental, politik, keamanan dan sosial budaya.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM Bab II (pasal 4 dan pasal 5), Dijelaskan mengenai Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai berikut :

1. Prinsip pemberdayaan UMKM

A. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri

B. Mewujudkan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan

C. Pengembangan usaha berbasiss potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM

D. Peningkatan daya saiang UMKM

E. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu

2. Tujuan Pemberdayaan UMKM

A. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan

B. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri

(24)

2.1.1.3 Indikator dan Pendekatan Pemberdayaan

Indikator merupakan alat ukur dimana pemberdayaan masyarakat dapat berjalan dengan baik maupun tidak yaitu dengan membandingkan kriteria yang ditetapkan dengan realita di masyarakat. Penerapan pemberdayaan harus diawali dengan melihat unsur-unsur dasar yang mendukung dalam sebuah pemberdayaan itu. Tanpa adanya dukungan dari unsur-unsur tersebut maka pemberdayaan yang direalisasikan akan sulit untuk berkembang. Unsur-unsur pendukung tersebut menurut Suhendra dalam bukunya Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakatmeliputi:

“Kemauan politik yang mendukung; suasana kondusif untuk mengembangkan potensi secara meneyeluruh, Motivasi; potensi masyarakat, peluang yang tersedia, peluang yang tersedia, kerelaan mengalihkan wewenang, Perlindungan; kesadaran (awareness)”. (Suhendra, 2006:87) Dalam hal ini, unsur-unsur pemberdayaan dapat dijadikan indikator terbentuknya sebuah standar umum untuk menciptakan pemberdayaan yang efektif dan efisien. Disisi lain, faktor subjek masyarakat sebagai pelaku yang berdaya mempunyai indikator khusus. Indikator merupakan ukuran yang digunakan untuk membandingkan perubahan keadaan atau kemajuan atau memantau hasil dari suatu kegiatan, proyek atau program dalam rentang waktu tertentu. Menurut Priyono dan Pranaka pemberdayaan sendiri dapat diukur melalui:

1. Pengetahuan Masyarakat

(25)

mengelola sumber-sumber yang ada pada dirinya, kemampuan untuk meminimalisir ketergantungan dan pengaruh dari pihak lain, kemampuan untuk menentukan pilihannya sendiri.

3. Aktualisasi diri, yaitu kemampuan individu untuk menampilkan potensi yang dimilikinya sehingga ia dapat dihargai orang lain, meliputi: kemampuan individu untuk mengeluarkan pendapatnya di berbagai media, kemampuan untuk dapat melihat peluang yang ada bagi kepentingan pribadi atau masyarakat secara keseluruhan.

(Priyono dan Pranaka, 1996:15)

Konsep pemberdayaan diatas jika dijabarkan lebih jauh lagi akan mencakup pada masalah kemandirian, peningkatan kreatifitas, dan kemampuan berkomunikasi dalam menyampaikan permaslahan yang dihadapinya pada pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Berbeda halnya dengan Schuler, Hashemi dan Riley dalam Suharto, mereka berpendapat bahwa berhasilnya suatu pemberdayaan dapat diukur dengan indikator masyarakat yang meliputi:

1. Kemampuan ekonomi

2. Kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan 3. Kemampuan kultur dan politis

(Suharto, 2014:63)

Berdasarkan pendapat di atas maka keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultur dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi, yaitu: „kekuasaan didalam’, „kekuasaan untuk’, „kekuasaan atas’, dan „kekuasaan dengan’. Melalui

(26)

kekuatan bagi masyarakat dalam meningkatkan pembangunan guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan proses dan pencapaian sebuah tujuan pemberdayaan masyarakat dicapai melalui pendekatan pemberdayaan. Pendekatan pemberdayaan masyarakat harus meliputi segala aspek, karena untuk melakukan sebuah pemberdayaan diperlukan sebuah pemahaman terhadap lingkungan masyarakat yang akan diberdayakan, berikut potensi yang ada didalam lingkungan masyarakat tersebut. Sehingga mampu membimbing masyarakat agar menjadi subjek dalam mengatasi permaslahan lingkungan setempat dengan ide bersama. Melihat pendekatan pemberdayaan, akan sangat terkait dengan prinsip help the people to help themsheves yang dikemukakan oleh Jemes Yen dalam Suhendra yaitu:

a. Pergi ke mereka, tinggal diantara mereka, bekerja dengan mereka. b. Buat rencana bersama mereka, mulai dari yang mereka tahu,

membangun dari yang mereka miliki.

c. Mengajar dengan memberi contoh, belajar melalui mengerjakan. d. Bukan sekedar tambal sulam, tapi kegiatan terpadu, bersistem. e. Bukan membantu dengan memberi tapi dengan memerdekakan.

(Suhendra, 2006:87)

(27)

Adapun pendekatan pemberdayaan masyarakat menurut Suharto yang dapat dilakukan dapat disingkat dengan 5P yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan sebagai berikut :

1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh- kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.

3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan. 4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat

mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. 5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi

keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha. (Suharto, 2014:67-68)

(28)

2.1.2 Pengertian Organisasi Pemerintahan

Organisasi memiliki beberapa definisi yang berbeda, selain itu orientasi definisi maupun fokusnya sangat beragam. Mahsun menjelaskan bahwa: “Organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan

bekerjasama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama”. (Mahsun, 2006:1)

Pendapat diatas menjelaskan bahwa sekumpulan orang yang saling bekerjasama secara terstruktur dalam menjalankan proses kerjasama untuk dapat mencapai sebuah tujuan dari kelompoknya tersebut.

Selain itu, Sulistiyani (2009:41) menjelaskan definisi organisasi dengan mengklasifikasikan definisi organisasi menjadi tiga yaitu:

1. Organisasi dipandang sebagai sekumpulan orang 2. Organisasi dipandang sebagai proses pembagian kerja 3. Organisasi dipandang sebagai sistem

Pendapat diatas menjelaskan bahwa organisasi merupakan sebuah wadah sekelompok orang yang memiliki sebuah sistem dan proses pembagian kerja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya untuk mencapai sebuah tujuan dari organisasi tersebut.

(29)

Berkaitan dengan organisasi pemerintah, Alfred Kuhn dalam buku Simangunsong yang berjudul Transformasi Organisasi Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan mengemukakan adanya enam asumsi yang dapat digunakan untuk memahaminya, yaitu sebagai berikut:

1. Pemerintah adalah organisasi formal yang kompleks; 2. Pemerintah melingkupi seluruh masyarakat;

3. Pemerintah secara potensial mempunyai ruang lingkup yang tidak terbatas dalam menentukan perihal keputusan dan pengaruh yang ditimbulkannya;

4. Afiliasi keanggotaan oleh individu (warga negara) diakui secara otomatis melalui kelahiran dan diakhiri karena kematian;

5. Pemerintah menjalankan monopoli dalam penggunaan kekuasaan atau delegasi atasnya;

6. Terdapat banyak pendukung pemerintah yang mempunyai tujuan bertentangan sehingga harus dipenuhi oleh kegiatan pemerintah dan memberikan setiap kepentingan yang berbeda dengan cara pemecahan yang berbeda pula, apabila berbagai konflik tidak dapat diatasi melalui komunikasi dan transaksi. (Simangunsong, 2014:82)

Berdasarkan asumsi diatas dapat dipahami bahwa organisasi pemerintah memang memiliki karakteristik yang berbeda apabila dibandingkan dengan organisasi swasta. Pemerintah merupakan sebuah organisasi formal yang secara potensial menjalankan monopoli penggunaan perihal keputusan maupun kekuasaan dan memiliki banyak pendukung yang dengan berbagai tujuan bertentangan. Pendukung tersebut merupakan orang-orang sekitar pemerintah yang memiliki kepentingan dan tujuan masing-masing yang harus dipenuhi oleh kegiatan pemerintah.

(30)

tahun 1974 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan diganti kembali oleh Undang-Undang 32 Tahun 2004 dan kini Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Maka dari itu perubahan sistem pemerintahan daerah yang awalnya sentralistis menjadi sistem desentralisasi yang memberikan kewenangan otonomi daerah kepada setiap daerah yang berada di Indonesia. Seiring dengan perubahan sistem desentralisasi, karakteristik organisai pemerintah daerahnya pun mengalami sebuah perubahan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Diberi peluang untuk menyusun organisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing;

2. Ada kaitan langsung antara visi dan misi dengan bentuk serta susunan organisai;

3. Diarahkan untuk memiliki ukuran kinerja yang jelas dan terukur ; 4. Fungsi utamanya adalah memberi pelayanan kepada masyarakat,

sehingga unsur pelaksana (teknis maupun kewilayahan) memperoleh perhatian yang lebih besar baik dari segi kewenangan, dana personil, maupun logistik;

5. Orientasi mulai bergeser dari struktural ke arah fungsional dan basis kewenangan kepada basis kompetensi;

(31)

2.1.3 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

2.1.3.1 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada beberapa negara dan aspek lainnya. Dalam perekonomian Indonesia, UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefiniskan pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung mapun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usah kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung mapun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (Undang-Undang No 20 Tahun 2008)

(32)

Keuangan No 316/KMK.016/1994/tanggal 27 juni 1994. Definisi UMKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Sebelum diberlakukannya UU No 20 Tahun 2008, yaitu UU No 9 Tahun 1995 Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK) termasuk Usaha Mikro (UMI) adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000. tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan usaha milik warga Negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000. s.d Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan.

(33)

2.1.3.2 Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki kriteria dan karakteristik tersendiri yang dapat membedakan dengan Usaha berskala besar. Karakteristik yang membedakan UMKM dengan Usaha berskala besar adalah dari segi Permodalan dan Sumber Daya Manusianya. UMKM umumnya memerlukan modal relatif kecil dengan usaha berskala besar. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2008 digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha seperti dijelaskan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1

Kruteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Pada tabel tersebut, kriteria Usah Mikro, Kecil dan Menengah dapat dijelaskan pada pasal 6 UU No 20 Tahun 2008 sebagai berikut :

(1) Kriteria Usah Mikro adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ;atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000 (Tiga Ratus Juta Rupiah)

(34)

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000. (Lima Puluh Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000. (Tiga Ratus Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)

(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000. (Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000. (Sepuluh Milyar Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000. (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000. (Lima Puluh Milyar Rupiah)

Di dalam beberapa Negara, kriteria dan definisi UMKM terdapat perbedaan sesuai dengan karakteristik Negara tersebut. Definisi tersebut prinsipnya didasarkan pada aspek-aspek : Jumlah Tenang Kerja, Pendapatan, Jumlah Aset. Dibawah ini beberapa kriteria UMKM di Negara-negara atau lembaga asing :

1. World Bank, membagi UMKM kedalam 3 jenis yaitu : 1.1 Medium Enterprise dengan kriteria :

a. Jumlah karyawan maksimal 300 orang

b. Pendapatan setahun hingga sejumlah $15 juta c. Jumlah aset hingga sejumlah $15 juta

1.2Small Enterprise dengan kriteria :

a. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $3 juta c. Jumlah asset tidak melebihi $3 juta

1.3Micro Enterprise dengan kriteria :

a. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $100 ribu c. Jumlah asset tidak melebihi $100 ribu

2. Singapura mendefinisikan UMKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap dibawah SG$ 15 juta (sebanding dengan US$ 8,7 juta) untuk perusahaan jasa, jumlah karyawannya minimal 200 orang

(35)

orang atau modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua yaitu :

3.1 Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5–50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu 3.2 Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50–75

orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.

4. Jepang, membagi UMKM sebagai berikut :

4.1 Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$ 2,5 juta.

4.2 Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu

4.3 Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu

4.4 Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu

5. Korea selatan mendefinisikan UMKM sebagai usaha yang jumlahnya dibawah 300 orang dan jumlah asetnya kurang dari US$ 60 juta

6. Europen Commision, membagi UMKM ke dalam 3 jenis, yaitu : 1.1Medium-sized Enterprise dengan kriteria :

a. Jumlah karyawan kurang dari 250 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $50 juta c. Jumlah aset tidak melebihi $50 juta

1.2Small-sized Enterprise dengan kriteria : a. Jumlah karyawan kurang dari 50 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $10 juta c. Jumlah aset tidak melebihi $13 juta

(36)

2.2 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan pertumbuhan UMKM yang begitu tinggi maka akan berdampak dengan berkurangnya angka kemiskinan dan pengangguran. Peningkatan daya saing, produktifitas dan pemberdayaan potensi UMKM seharusnya merupakan gerakan bersama antar berbagai pihak, namun pemerintah memegang peranan terbesar dalam upaya tersebut. Keterlibatan pemerintah dalam memberdayakan UMKM telah diatur jelas dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM.

Dalam rangka menciptakan pembangunan nasional sebagai daerah otonomi dengan seluruh keragaman yang dimiliknya, Kota Bandung merupakan salah satu pusat kegiatan nasional sebagai kawasan dengan sektor unggulan UMKM, Industri, Jasa dan Pariwisata. Potensi industri kecil dan menengah yang berada di Kota Bandung memiliki jumlah yang cukup signifikan dibandingkan potensi industri besar. Dengan sebuah potensi masyarakat yang cukup kreatif, Kota Bandung menjadi sebuah panutan bagi kota lainnya dalam mengembangkan dan memajukan potensi UMKM yang dimiliki pada setiap kota di Indonesia.

(37)

kaos yang bervariatif dan terus mengikuti perkembangan jaman bisa selalu muncul dari kreatifitas para pelaku UMKM Sentra Kaos di Kota Bandung.

Bisnis UMKM kaos menjadi salah satu pendorong tumbuhnya ekonomi diberbagai daerah di Indonesia seperti Air Brush Surabaya, Dagadu Djogja, Joger Bali, dan C59 Kota Bandung yang menjadi leader utamanya. Dengan tumbuhnya iklim usaha yang baik maka akan mendorong pada perbaikan ekonomi dimana akan berdampak luas pada masyarakat dalam hal peningkatan kesejahteraan. Para pelaku UMKM kaos harus mampu menghadapi semua tantangan baik persaingan pasar lokal dan pasar bebas yang terus mengancam para pelaku UMKM.

Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung untuk memberikan kekuatan dan keberdayaan kepada pelaku UMKM Sentra Kaos Suci. Pemberdayaan dibutuhkan serangkaian kegiatan, dimana ini berfungsi untuk memberikan sebuah daya kepada masyarakat yang masih kurang berdaya menjadi lebih berdaya.

(38)

Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang dalam hal ini adalah pelaku UMKM Sentra Kaos Suci dapat dilihat dari keberdayaan mereka, (pelaku UMKM Sentra Kaos Suci menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politik).

Pemberdayaan dapat berjalan dengan baik jika dapat memenuhi pendekatan-pendekatan dari pemberdayaan itu sendiri untuk mencapai tujuan pemberdayaan tersebut. Pendekatan pemberdayaan yang dilakukan pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung meliputi: pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, pemeliharaan.

Berkaitan dengan UMKM Sentra Kaos Suci, sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung idealnya mampu mengakomodasi kepentingan pelaku UMKM Sentra Kaos Suci. Pelaku UMKM Sentra Kaos Suci tidak akan mampu bersaing dan berkembang menghadapi derasnya persaingan pasar lokal maupun pasar kaos import jika Pemerintah Kota Bandung tidak meningkatkan proses pemberdayaan pelaku UMKM Sentra Kaos Suci itu sendiri.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti membuat definisi operasional sebagai berikut :

1. Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung;

(39)

yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan dengan ketentuan kriteria UMKM yang diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang ada di Kota Bandung;

3. Sentra Kaos Suci adalah sebuah kegiatan UMKM yang bergerak pada jasa pembuatan kaos dengan menggabungkan sebuah kreatifitas dan jasa produksi yang menjadi mata pencaharian masyarakat di wilayah jalan surapati hingga ci caheum Kota Bandung;

4. Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah organisasi pemerintah Kota Bandung yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung yang memiliki Tugas, Pokok dan Fungsi untuk memberdayakan UMKM di Kota Bandung melalui Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 23 Tahun 2009 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

5. Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung dapat dilihat pada tingkat keberhasilannya, meliputi :

1) Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi pelaku UMKM Sentra Kaos Suci berkembang secara optimal. Pemungkinan tersebut meliputi :

(40)

b) Menghilangkan sekat kultur dan struktur adalah upaya Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung menghilangkan sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat potensi pelaku UMKM Sentra Kaos Suci berkembang secara optimal.

2) Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pelaku UMKM Sentra Kaos Suci dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Penguatan tersebut meliputi : a) Memperkuat Pengetahuan adalah upaya Dinas Koperasi UKM

dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung memperkuat pengetahuan yang dimiliki pelaku UMKM Sentra Kaos Suci. b) Memperkuat Kemampuan adalah upaya Dinas Koperasi UKM

dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung menumbuhkembangkan kemampuan dan kepercayaan diri pelaku UMKM Sentra Kaos Suci untuk menunjang kemandiriannya. 3) Perlindungan: melindungi pelaku UMKM Sentra Kaos Suci terutama

(41)

a) Melindungi masyarakat lemah adalah upaya Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung untuk melindungi pelaku UMKM Sentra Kaos Suci yang lemah agar tidak tertindas oleh pelaku yang kuat.

b) Penghapusan diskriminasi adalah upaya Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung untuk menghilangkan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan dalam persaingan para pelaku UMKM Sentra Kaos Suci.

4) Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar pelaku UMKM Sentra Kaos Suci mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Penyokongan meliputi :

a) Memberikan Bimbingan adalah upaya Dinas Koperasi UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung memberikan bimbingan dan arahan agar pelaku UMKM Sentra Kaos Suci mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.

(42)

5) Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam ruang lingkup UMKM Sentra Kaos Suci. Pemeliharaan meliputi : a) Memelihara Kondisi yang kondusif adalah upaya Dinas Koperasi

UKM dan Perindutrian Perdagangan Kota Bandung dalam memelihara kondisi yang tetap kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara pelaku UMKM Sentra Kaos Suci.

(43)

Maka berdasarkan definisi operasional diatas, peneliti membuat model kerangka pemikiran atau model konsep berpikir dalam penelitian ini yaitu:

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

(Sumber: Olahan Peneliti dari buku Edi Suharto yang berjudul Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat cetakan ke lima tahun 2014)

Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci

1. Pemungkinan :

a) Menciptakan Suasana atau Iklim

b)Menghilangkan sekat kultur dan struktur 2. Penguatan :

a) Memperkuat Pengetahuan b)Memperkuat Kemampuan 3. Perlindungan :

a) Melindungi Masyarakat Lemah b)Penghapusan Diskriminasi 4. Penyokongan :

a) Memberikan Bimbingan b)Memberikan Dukungan 5. Pemeliharaan :

a) Memelihara Kondisi yang kondusif b)Memelihara Keselarasan

(Suharto, 2014:67-68)

(44)

44 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada penyelidikan untuk memahami masalah sosial berdasarkan pada pandangan informan yang terperinci tentang suatu masalah. Adapun dari tujuan metode tersebut untuk membuat gambaran secara sistematis, formal, dan aktual mengenai fakta, sifat, serta hubungan antara fenomena yang akan diteliti lebih terperinci.

Pemilihan metode kualitatif dilakukan karena penelitian kualitatif lah yang menurut peneliti paling sesuai untuk meneliti bagaimana Pemberdayaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung dengan mengembangkan beberapa pertanyaan mengenai Bagaimana Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci sejauh ini. Kemudian alasan lain peneliti menggunakan metode kualitatif adalah penelitian mengenai pemberdayaan yang dilakukan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan ini merupakan suatu permasalahan yang harus dilihat secara menyeluruh (holistic); setiap aspek didalamnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Lexy J. Moleong dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif menyatakan bahwa:

(45)

3.2 Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan atas pihak-pihak yang menguasai masalah, memiliki data, dan bersedia memberikan data, disamping itu penentuannya pun didasarkan atas kriteria tujuan dan manfaatnya. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive, dimana hanya orang-orang atau pihak-pihak tertentu saja yang akan dijadikan tujuan peneliti sebagai sumber informasi.

Menurut Sugiyono dalam penelitian kualitatif tidak dikenal dengan konsep populasi dan sampel. Sumber informasi untuk penelitian kualitatif adalah informan atau narasumber yang terkait dengan permasalahan penelitian dan oleh peneliti dianggap mampu memberikan informasi dan data (Sugiyono, 2007:62).

Definisi informan menurut Arikunto adalah orang yang memberikan informasi, dengan pengertian ini maka informan dapat dikatakan sama dengan responden apabila memberikan keterangannya karena dipancing oleh peneliti (Arikunto, 2002:122).

Berkaitan dengan informan ini, Bungin menjelaskan bahwa:

“Jumlah informan dalam penelitian kualitatif lebih tepat dilakukan sengaja (purposive) dan tidak dipersoalkan jumlahnya, yang diperhatikan dalam penelitian kualitatif adalah penentuan informan terutama tentang tepat atau tidaknya pemilihan informan kunci dan kompleksitas fenomena yang diteliti”. (Bungin, 2005:23).

(46)

A. Informan Aparatur Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Perdagangan Kota Bandung:

1. Kepala Bidang Industri Formal. Karena beliau sebagai kepala bidang penanggungjawab UMKM Sentra Tekstil khususnya Sentra Kaos Suci dan Industri Tekstil di Kota Bandung.

2. Kepala Seksi Industri Tekstil dan Mesin Elektronik. Karena beliau yang mengetahui informasi sejauh mana kegiatan, program, dan proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap UMKM Sentra Tekstil khususnya Sentra Kaos Suci dan Industri Tekstil di Kota Bandung.

3. Seorang Tenaga Pelaksana Lapangan Seksi Industri Tekstil dan Mesin Elektronik. Karena beliau mengetahui informasi nyata sejauh mana proses pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci yang dilakukan.

B. Informan Pelaku UMKM Sentra Kaos Suci :

1. Ketua Asosiasi Sentra Kaos Suci (SKOCI), dimana beliau merupakan sumber informasi dilapangan yang banyak mengetahui situasi dan kondisi serta sejauh mana proses Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci yang dilakukan Dinas Koperasi UKM Perindutrian dan Perdagangan Kota Bandung.

(47)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Studi Pustaka (Library Research)

Studi Pustaka yaitu mengumpulkan, mempelajari, dan mengoreksi teori-teori, informasi, dan masalah-masalah dari buku-buku, majalah, serta literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. (Moleong, 2007:113). Studi literatur ini dilakukan dilakukan dengan beberapa referensi dari berbagai macam buku-buku dan karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi) maupun majalah dan jurnal-jurnal ilmiah lainnya.

3.3.2 Studi Lapangan (Field Research)

Studi Lapangan yaitu peneliti datang sendiri dan menceburkan diri dalam suatu masyarakat untuk mendapatkan keterangan tentang gejala kehidupan manusia dalam masyarakat itu (Koentjaraningrat, 1990:42). Peneliti mendapat sebagian besar bahan keterangannya dari masyarakat yang didatangi, yang merupakan informan dalam penelitian. Dengan demikian, studi lapangan dalam penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci. Adapun teknik pengumpulan data dalam studi lapangan, yaitu:

3.3.2.1 Observasi

(48)

masalah dan hambatan yang dihadapi serta upaya perbaikan yang diperlukan, dengan catatan peneliti tidak ikut serta dalam proses kegiatan sehari-hari objek yang diteliti.

3.3.2.2 Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalah yang harus diteliti, Peneliti juga ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. Peneliti akan menggunakan wawancara tak berstruktur karena peneliti hanya mengumpulkan data yang berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dengan membawa alat wawancara seperti : buku catatan, tape recorder, dan kamera.

3.3.2.3 Dokumentasi

(49)

3.4 Uji Keabsahan Data

Sugiyono (2012 : 270) mengatakan bahwa : “ada bermacam-macam cara pengujian kredibilitas data yaitu (1) Perpanjangan Pengamatan (2) Peningkatan ketekunan (3) Triangulasi (4) Diskusi dengan teman sejawat (5) Analisis Kasus negatif (6) Membercheck (7) Menggunakan Bahan Referensi”. Dalam penelitian ini untuk memvalidkan data yang telah diolah maka peneliti mengunakan metode triangulasi dalam menguji keabsahan data yang diperoleh. Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the

convergence of multiple data sources or multiple data collection procedure.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecakan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga macam jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, serta triangulasi waktu. Pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama namun dengan teknik yang berbeda (Chek, Reechek, Kroschek).

(50)

3.5 Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif:

“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”. (Sugiyono, 2012: 244).

Hasil analisis data penelitian ini akan menjadi dasar dalam menarik kesimpulan dan menyampaikan saran sebagai masukkan bagi objek penelitian. Sugiyono (2012:243) menyebutkan bahwa, “Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclutions drawing/virification. Langkah analisis tesebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Data Reduction (Reduksi Data) yaitu data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya yang berhubungan dengan Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan memudahkan penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan.

(51)

Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung. Penyajian data demikian dikarenakan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing/Virification (Penarikan kesimpulan) yaitu langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya dengan konsisten, sehingga kesimpulan dibuat merupakan kesimpulan yang kredibel. Tujuannya adalah untuk menjamin agar hasil penelitian Pemberdayaan UMKM Sentra Kaos Suci di Kota Bandung teruji dan melahirkan kesimpulan yang bersifat ilmiah.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan dan Wilayah UMKM Sentra Kaos Suci Kota Bandung. Waktu penelitian dilakukan Dari bulan Mei-Juli 2015 dengan jadwal pada tabel berikut :

(52)

52 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Objek Penelitian

4.1.1.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Sentra Kaos Suci

Sentra yaitu kelompok industri yang dari segi satuan usaha mempunyai kriteria usaha skala mikro, kecil, dan menengah dengan membentuk suatu pengelompokan atau kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan usaha yang sejenis. Tumbuhnya Sentra di Kota Bandung, bukan karena inisiasi atau bentukan dari pemerintah melainkan dari pergerakan masyarakatnya itu sendiri, karena di daerah tersebut banyak pelaku usaha melakukan kegiatan usaha sejenis dan seiring waktu berkembang besar dan menjadi penopang tumbuh kembangnya perekonomian daerah tersebut. Dalam hal ini pemerintah sebagai perangkat daerah mengatur dan mendukung pergerakan positif tersebut dengan cara mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tentunya bertujuan untuk pengembangan maupun kemajuan sentra yang memiliki potensi perekonomian kedepan.

(53)

Maka berdasarkan Surat Keputusan WaliKota Bandung No.530/Kep.295-DisKUKM.PERINDAG/2009 tanggal 3 Maret 2009 yang hingga kini belum dirubah, Kota Bandung memiliki beberapa sentra industri dan perdagangan yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Sentra-sentra tersebut adalah:

1. Sentra Industri dan Perdagangan Sepatu Cibaduyut 2. Sentra Perdagangan Jeans Cihampelas

3. Sentra Industri Kaos Suci

4. Sentra Industri Rajut Binong Jati

5. Sentra Tekstil dan Produk Tekstil Cigondewah 6. Sentra Industri Tahu Tempe Cibuntu

7. Sentra Industri Boneka Sukamulya

Ketujuh Sentra diatas adalah sentra-sentra potensial Kota Bandung yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Kota Bandung pada khususnya dan tingkat nasional pada umumnya. Kebijakan pemerintah Kota Bandung fokus terhadap perkembangan tujuh sentra tersebut. Dalam perjalanannya guna meningkatkan perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan sentra tidak berjalan mulus seperti yang direncanakan, ini terjadi karena setiap sentra memiliki karakteristik kebutuhan dan penyelesaian masalah yang spesifik, juga penanganan terhadap permasalahan sentra tersebut membutuhkan kerja keras semua element

(54)

Didalam sejarahnya, awal mula munculnya sentra kaos sablon di kawasan Suci ini berasal dari aktivitas pengrajin sablon yang berada di kantung permukiman Suci, tepatnya di kawasan Muarajeun Kota Bandung. Namun dalam perkembangannya, usaha sablon ini meningkat dan meluas dimana keterampilan sablon ini didukung oleh keterampilan lainnya seperti jahit dan obras yang menjadikan kawasan ini sebagai kawasan para pengrajin kaos sablon dalam skala rumah tangga (home industry).

Sentra Kaos Suci diambil dari nama sebuah jalan penghubung dari jalan Surapati hingga jalan Cicaheum (PH.Mustopa) yang kini menjadi sebuah

branding bagi kawasan Sentra tersebut sesuai legalitasnya yaitu Sertifikat Hak Merek Sentra Kaos Suci 10 Juni 2010. No.IDMOOO251531. Jalan Suci berfungsi sebagai jalan arteri yang menghubungkan bagian barat dengan timur Kota Bandung, sehingga jalan ini memiliki posisi yang penting pada sistem pergerakan Kota Bandung, serta menjadikan Jalan Suci menjadi kawasan yang stategis karena ramai dengan kegiatan ekonomi. Salah satunya adanya Pasar Cihaurgeulis dan juga aktivitas pergerakan lalu lintas yang melintasi Jalan Suci.

(55)

pada usaha sablon ini mencakup kaos, jaket, switer yang proses produksinya melalui proses sablon. Usaha-usaha sablon pelopor ini antara lain: SAS, Surya, Muarajeun Sport, C59. Para pekerja pada usaha-usaha diatas setelah merasa mendapatkan pengetahuan yang cukup kemudian mendirikan usaha sendiri. Usaha-usaha sablon yang muncul pada awal perkembangan kawasan merupakan gabungan dari kegiatan perdagangan dan produksi. Selain memproduksi, para pelaku juga memasarkan hasil mereka.

Perkembangan kawasan Jalan Suci selanjutnya, selain usaha gabungan, muncul pula usaha yang hanya berdagang atau hanya berproduksi. Kedua kegiatan yang muncul kemudian memiliki keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada Tahun 1985, terdapat lima usaha sablon pelopor yang berdiri di kawasan Jalan Suci, dari kelimanya, hanya usaha sablon C59 yang mengalami perkembangan berbeda dengan usaha pelopor lainnya. Usaha ini kemudian mengkhususkan diri pada pembuatan kaos dan berproduksi tanpa berdasarkan pesanan.

(56)

ekonomi dan perkembangan kebutuhan, maka permukiman di kampung pinggir Jalan Suci ini perlahan-lahan berkembang menjadi sentra usaha penduduk untuk meningkatkan perekonomian penduduk setempat, dan dikenal sebagai Sentra Kaos Suci.

4.1.1.2 Asosiasi Sentra Kaos Suci (SKOCI)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sentra Kaos Suci mulai ada sejak Tahun 1980-an. Sentra Kaos Suci yang berlokasi di sepanjang Jalan Surapati hingga Jalan Cicaheum (P.H Mustopa) Kota Bandung merupakan sentra potensial Kota Bandung. Usaha kaos ini mulai menggeliat sejak tahun 1982, untuk mendukung segala kegiatan guna mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan industri kaos, maka di bentuklah perkumpulan atau organisasi Asosisasi Sentra Kaos Suci (SKOCI) dan Koperasi Pengrajin Sentra Kaos dan Spanduk (KoPsenKaoS) yang didirikan sejak tanggal 3 Agustus 1998.

(57)

1. Selalu berperan aktif dalam peningkatan pendapatan industri kaos. 2. Sebagai usaha yang mandiri dalam menghadapi persaingan global. 3. Sebagai wadah Sentra Kaos Suci yang bersahabat demi kekeluargaan. 4. Menjadikan Sentra Kaos Suci yang bersatu padu dalam berbagai

permasalahan yang dihadapi.

Para pengurus Asosiasi Sentra Kaos Suci (SKOCI) merupakan para pengrajin kaos yang sudah cukup lama merintis usaha di bidang sablon dan produksi kaos, mereka cukup memiliki pengalaman untuk membantu para pengrajin yang baru merintis usaha produksi kaos. Berikut ini merupakan struktur pengurus pada Asosiasi Sentra Kaos Suci (SKOCI):

Bagan 4.1

Struktur Organisasi Pengurus Asosiasi Sentra Kaos Suci

(Sumber: Sekretariat Asosiasi Sentra Kaos Suci, 2015)

Organisasi SKOCI ini merupakan jembatan bagi para pelaku UMKM Sentra Kaos Suci kepada pemerintah apabila ada beberapa kegiatan maupun program yang diselenggarakan oleh pemerintah. Keberadaan SKOCI ini menjadi

KETUA SKOCI H. MARNAWIE

409 ANGGOTA SKOCI BENDAHARA

DIDIK SURYADI

(58)

media berkumpul, bertukar pikiran, dan saling membantu dalam pengembangan Sentra Kaos Suci. Sedangkan anggota SKOCI merupakan seluruh pengrajin dan pelaku UMKM yang berada di wilayah klaster Sentra Kaos Suci.

4.1.1.3 Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perindustrian Perdagangan (KUKM dan Perindag) Kota Bandung terbentuk berdasarkan peraturan daerah Kota Bandung No.13 Tahun 2007, merupakan penggabungan dua Dinas yaitu Dinas Koperasi Kota Bandung dan Dinas Perindustrian Perdagangan Kota Bandung. Dinas Koperasi dan Dinas Perindustrian Perdagangan Kota Bandung sebelumnya instansi vertikal dibawah Departemen Koperasi dan Departemen Perindustrian Perdagangan di tingkat Kabupaten/Kota yang diberi nama kantor Departemen Koperasi Pengusaha Kecil Perdagangan.

Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung merupakan salah satu satuan kerja perangkat daerah yang dibentuk berdasarkan peraturan daerah Kota Bandung Nomor 13 tahun 2007 tentang pembentukan dan susunan dinas daerah dilingkungan pemerintah Kota Bandung. Hal tersebut terbentuk sehubungan adanya perubahan paradigma penyelenggaraan kewenangan bidang pemerintahan yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota dengan tujuan demokratisasi, pemberdayaan aparatur serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

(59)

(RPJMD) yang harus diaplikasikan dan di implementasikan ke dalam Visi dan Misi Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai bidang kewenangan seperti yang dimaksud dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2001 tentang Kewenangan Daerah Kota Bandung sebagai Daerah Otonomi. Adapun visi misi tersebut dijelaskan dibawah ini.

4.1.1.3.1 Visi Misi Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung

Seperti yang dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bandung tahun 2013-2018 bahwa pemerintah Kota Bandung sudah menetapkan Visi Pembangunan yaitu :”Terwujudnya Kota Bandung yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera”, makna dari visi tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: Kota Bandung yang unggul, adalah menjadi yang terbaik dan terdepan serta contoh bagi daerah lain dalam upaya terobosan perubahan bagi kenyaman dan kesejahteraan warga Kota Bandung. Terciptanya suatu kondisi dimana kualitas lingkungan terpelihara dengan baik, serta dapat memberikan kesegaran dan kesejukan bagi penghuninya.

Kedua: Kota Bandung yang nyaman, adalah suatu kondisi dimana berbagai kebutuhan dasar manusia seperti tanah, air, dan udara terpenuhi dengan baik.

Ketiga: Kota Bandung yang Sejahtera, yang ingin dilahirkan di Kota Bandung merupakan kesejahteraan yang berbasis pada ketahanan keluarga dan Iingkungan sebagai dasar pengokohan sosial.

Gambar

Tabel 1.1 Perkembangan UMKM Periode 2009-2012
Tabel 1.2 Perkembangan UMKM Periode 2011-2012
Tabel 1.3 Potensi Industri Kecil dan Menengah
Tabel 2.1 Kruteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memudahkan didalam pengelolaan dokumen penting ditentukan sistem pengendalian dokumen agar memudahkan didalam pengelolaan, penyimpanan dan pencarian untuk diberlakukan

Navedli so razloge, zakaj je po njihovem mnenju mediacija učinkovita metoda: ker naj bi bil mediator nepristranski; ker stranki z medsebojnim popuščanjem najdeta rešitev, ki

Berdasarkan pembelajaran siklus I, masih terdapat banyak kekurangan- kekurangan yang harus diperbaiki untuk pembelajaran pada siklus berikutnya. Perbaikan

Apabila pegawai kerja waktu tertentu tidak lulus dalam proses pengangkatan pegawai tetap, dan apabila kinerja, perilaku serta loyalitasnya dinilai baik , maka pegawai tersebut

Ide dasar dari pengembangan model pada penelitian ini adalah menempatkan sejumlah elemen kerja ( task ) ke dalam beberapa stasiun kerja ( work station ) tanpa melanggar

Penelitian ini akan menelaah kualitas dan pemahaman hadis tentang menafsirkan al-Qur'an dengan al-ra'y, karena bahasan hadis yang terdapat dalam kitab-kitab induk,

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis eksploratif yaitu suatu teknik analisa data yang menggali informasi secara jelas dan terperinci berdasarkan

dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih teman lainnya, dan (10) setelah semua siap, guru mempersilakan peserta didik untuk mulai