DETEKSI DAN PENCARIAN FITUR-FITUR WAJAH MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)
TESIS
Oleh
MULIYADI 107034013/TE
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
DETEKSI DAN PENCARIAN FITUR-FITUR WAJAH MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Elektro Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh MULIYADI 107034013/TE
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : DETEKSI DAN PENCARIAN FITUR-FITUR WAJAH MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)
Nama Mahasiswa : Muliyadi Nomor Induk : 107034013
Program Studi : Magister Teknik Elektro
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Prof. Drs. Tulus, M.Si.,P.hD) (Fahmi, ST, M.Sc) Ketua Anggota
Sekretaris Program Studi Dekan,
(Drs. Hasdari Helmi,MT) (Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME)
Telah diuji pada
Tanggal : 29 November 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
Anggota : 1. Fahmi, ST, M.Sc
2. Prof. Dr. Opim S. Sitompul, M.Sc 3. Soeharwinto, ST, M.T
ABSTRAK
Motion capture dengan menggunakan marker aktif yang ada saat ini membutuhkan perangkat dan pakaian khusus yang dipakai oleh aktor yang mengakibatkan aktor sulit untuk melakukan gerakan-gerakan yang kompleks. Hal ini kemungkinan ada bagian marker yang terlepas atau tidak tertangkap oleh kamera sehingga mempengaruhi hasil capture. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mendeteksi fitur–fitur wajah yang meliputi alis, mata, hidung, mulut dan lengkungan wajah. tanpa menggunakan marker akan tetapi dengan menggunakan titik landmark pada setiap fitur-fitur wajah, yang nantinya dapat memberikan kontribusi pada bidang penelitian facial motion capture dan pada dunia animasi serta game development sehingga akan mempermudah para kreator dalam membuat animasi yang realistis sebagaimana gerakan aslinya atau alami dari aktor tanpa menggunakan pakaian khusus atau
marker.
ABSTRACT
The exist motion capture which use active marker requires specific tool and clothes that were woren by the actors which result unease movements when the actors conduct complex moves. it is probably causd by some loss of markers or camera uncaptured ones then affected the results capture. this reserch was using the method of Principal Component Analysis (PCA) due to detect the features of human face including eye-brow, eyes, nose, mouth and facial contour. instead of using marker, the point of the landmark at every features of the face. later, the contribution of the research will assist the field research of facial motion capture and animation world including game development. thus, it will make the easy work to the animator in creating creatures as they natural movements or as the real moves of the actors without any special effect such as specific clothes or marker.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga
penulis dapat menyiapkan proposal penelitian ini dengan baik. Proposal penelitian ini
dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk melangkah pada penulisan
penelitian tesis sesuai kurikulum Program Studi Magister Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian tesis ini berjudul Deteksi Dan
Pencarian Fitur–Fitur Wajah Manusia Dengan Menggunakan Metode Prinncipal
Component Analysis (PCA)
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Tulus, M.Si dan Bapak Fahmi, ST, M.Sc.
sebagai pembimbing atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penulisan
proposal penelitian ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada institusi Politeknik Negeri
Lhokseumawe yang telah memberi kesempatan berupa bantuan dan dorongan moril
untuk dapat melakukan penelitian ini.
Proposal penelitian ini juga melibatkan berbagai pihak yaitu Bapak Prof. Dr.
Ir. Usman Baafai selaku Ketua Program Studi atas upaya dan usahanya
menyukseskan Program Studi Megister Teknik Elektro, serta seluruh staf pengajar
Program Studi Magister Teknik Elektro. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
Penulis terutama sekali mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta,
istri, dan anak-anak tersayang atas doa dan dorongan batin yang tak ternilai harganya.
Mudah-mudahan penelitian tesis ini nantinya dapat bermanfaat bagi Institusi
Politeknik Negeri Lhokseumawe dan kepada pembaca khususnya yang tertarik
mengenai Deteksi dan Pencarian Fitur–Fitur Wajah Manusia Metode Prinncipal Component Analysis ( PCA )
Kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.
Medan, 29 November 2012
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS :
Nama : Muliyadi
Tempat/ Tanggal Lahir : Punteuet, 28 Oktober 1976
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl.Medan – Banda Aceh,Mesjit Punteuet 7A Blang Mangat -
Lhokseumawe.
RIWAYAT PENDIDIKAN :
Sekolah Dasar Negeri Punteuet tamat tahun 1989.
Sekolah Menengah Pertama Negeri Bayau tamat 1992
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Lhokseumawe 1995
Politeknik Negeri Lhokseumawe tamat tahun 2001
Diploma IV Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya tamat tahun 2004
RIWAYATPEKERJAAN :
Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe sejak 01
Desember 2004 sampai dengan sekarang
Medan , 29 November 2012
Penulis,
DAFTAR PUSTAKA 2.1.2. Sistem dan metode motion capture... 2.1.3. Optical system... 2.1.4. Marker pasif ... 2.1.5. Marker aktif... 2.1.6. Time modulate active marker... 2.1.7. Semi-passive imperceptible marker... 2.1.8. Makerless motion capture... 2.2. Principal Component Analysis (PCA)... 2.3. Active Appearance Models (AAM)...
2.4. Analis Procrustes ...
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Penelitian yang pernah dilakukan ... 2
ABSTRAK
Motion capture dengan menggunakan marker aktif yang ada saat ini membutuhkan perangkat dan pakaian khusus yang dipakai oleh aktor yang mengakibatkan aktor sulit untuk melakukan gerakan-gerakan yang kompleks. Hal ini kemungkinan ada bagian marker yang terlepas atau tidak tertangkap oleh kamera sehingga mempengaruhi hasil capture. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mendeteksi fitur–fitur wajah yang meliputi alis, mata, hidung, mulut dan lengkungan wajah. tanpa menggunakan marker akan tetapi dengan menggunakan titik landmark pada setiap fitur-fitur wajah, yang nantinya dapat memberikan kontribusi pada bidang penelitian facial motion capture dan pada dunia animasi serta game development sehingga akan mempermudah para kreator dalam membuat animasi yang realistis sebagaimana gerakan aslinya atau alami dari aktor tanpa menggunakan pakaian khusus atau
marker.
ABSTRACT
The exist motion capture which use active marker requires specific tool and clothes that were woren by the actors which result unease movements when the actors conduct complex moves. it is probably causd by some loss of markers or camera uncaptured ones then affected the results capture. this reserch was using the method of Principal Component Analysis (PCA) due to detect the features of human face including eye-brow, eyes, nose, mouth and facial contour. instead of using marker, the point of the landmark at every features of the face. later, the contribution of the research will assist the field research of facial motion capture and animation world including game development. thus, it will make the easy work to the animator in creating creatures as they natural movements or as the real moves of the actors without any special effect such as specific clothes or marker.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam bidang animasi, motion capture adalah salah satu cara yang dipakai para kreator animasi untuk mengambil gerakan yang dapat diterapkan dalam pembuatan animasi, sehingga gerakan yang didapatkan lebih alami [1]. Penggunaan motion capture sekarang sangat luas misalnya untuk menganimasikan karakter dalam film, industri
game, analisa bio mekanik dan lain–lain [2]. Penggunaan teknologi ini membutuhkan biaya yang mahal sehingga tidak semua industri animasi dan industri game dapat menggunakannya [3]. Motion capture dengan menggunakan marker aktif yang ada saat ini membutuhkan perangkat dan pakaian khusus yang dipakai oleh aktor yang
mengakibatkan aktor sulit untuk melakukan gerakan yang kompleks akibatnya ada
bagian marker yang terlepas atau tidak tertangkap oleh kamera sehingga
mempengaruhi hasil capturenya [1].
Penelitian ini menerapkan suatu metode yang dapat mempermudah dalam
diperhatikan saat pengambilan gambar yang dijadikan sebagai data training untuk proses deteksi fitur–fitur wajah, diantaranya sebagai berikut:
a. Posisi: Posisi wajah relatif terhadap kamera yang bervariasi, dapat
mengakibatkan oklusi (tumpang tindih) sebagian atau seluruh fitur wajah
(misalnya profil, upside-down 45 derajat) [5].
b. Kehadiran komponen struktural lainnya: seperti jenggot, kumis dan kacamata dan lain-lain.
c. Perubahan Ekspresi wajah: Munculnya perubahan wajah secara langsung
dipengaruhi oleh kondisi tertentu.
d. Terhalangnya sebagian wajah oleh benda-benda lainnya seperti bayangan dan
pencahayaan.
e. Rotasi bidang wajah.
Tabel 1.1. Penelitian yang pernah dilakukan
No Penelitian Judul Metode Hasil yang dicapai
Tabel 1.1. (sambungan)
No Penelitian Judul Metode Hasil yang dicapai
2 Riyanto Sigit1,
Eigenface Pengenalan wajah atau verifikasi wajah
6 Atthariq,2011 Facial Motion Capture
Tabel 1.1. (sambungan)
No Penelitian Judul Metode Hasil yang dicapai
7 Penelitian
Bedasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana mendeteksi fitur–fitur wajah manusia yang terdiri dari fitur
hidung, mata, alis, mulut dan lengkungan wajah.
2. Bagaimana menggantikan marker yang selama ini digunakan pada
pengambilan gerakan aktor khususnya pada wajah dalam motion capture.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penyelesaian penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah, antara
lain:
a. Hanya mendeksi fitur–fitur wajah manusia yang terdiri dari mata, alis, mulut,
hidung dan lengkungan wajah.
b. Pemberian landmark hanya pada fitur–fitur wajah.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeteksi fitur–fitur wajah manusia.
2. Menggantikan marker fisik yang selama ini digunakan dalam proses
pengambilan gerakan aktor, khususnya pada wajah.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.
Kontribusi pada penelitian bidang facial motion capture.BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motion Capture
Pada saat ini motion capture banyak ditemukan dalam berbagai bidang, terutama pada dunia animasi dalam pembuatan film, industri game, analis bio mekanik dan lain–lain [3]. Dengan semakin berkembangnya industri film dan game
maka saat ini bidang motion capture telah mengalami perkembangan yang sangat pesat pula. Produk motion capture yang ada saat ini biasanya menggunakan optik, magnetik ataupun alat mekanikal motion capture dengan menggunakan pakaian khusus ataupun marker di seluruh tubuh. motions capture didefinisikan sebagai pembentukan representasi objek 3D secara live, game development adalah pasar terbesar untuk motion capture dengan pendapatan seperti pendapatan produksi film
[1].
Pada umumnya ada dua tipe utama karakter animasi objek 3D yang digunakan dalam permainan yaitu: real-time playback dan cinematics, real-time playback
memungkinkan pemain untuk memilih dari pre-created moves, sehingga
pengendalian bergerak dalam real-time. Sedangkan cinematics adalah animasi full render yang biasa digunakan untuk intro dan cut-scenes dalam game. Cinematics
umumnya tidak penting untuk game-play, tetapi menambahkan banyak visualisasi ke
permainan dan sangat membantu dalam pengembangan cerita. Motion capture
menciptakan karakter yang bergerak secara realistis, dalam situasi yang tidak praktis
atau terlalu berbahaya untuk aktor. Beberapa karakter film memerlukan penggunaan
motion capture supaya gerakan animasi tampak nyata [3]. Motion capture dapat memberikan penghematan waktu yang besar untuk proyek animasi. Motion capture
dapat membuat proses animasi lebih mudah, terutama ketika menciptakan karakter
animasi yang realistis, seperti interaksi dari beberapa karakter 3D, atau ketika
karakter terlibat dalam aktifitas olahraga. Animasi sederhana, seperti karakter yang
sedang berdiri tanpa melakukan hal yang jauh lebih mudah dan lebih realistis ketika
menggunakan motion Capture [6].
2.1.1. Bidang aplikasi
Video game sering menggunakan motion capture untuk menganimasikan atlet, seniman bela diri, dan karakter dalam game, hal ini telah dilakukan sejak game Atari Jaguar berbasis CD Highlander: The Last dari MacLeods, dirilis pada tahun 1995.
Motion capture mulai digunakan secara intensif untuk memproduksi film yang mensimulasikan tampilan bioskop secara live-action, dengan hasil hampir mendekati fotorealistik dari model karakter digital [9].
The Polar Express menggunakan motion capture untuk memungkinkan Tom Hanks dapat tampil beberapa karakter dalam bentuk berbeda. Film adaptasi tentang
Beowulf tahun 2007 adalah karakter animasi digital yang penampilanmnya didasarkan
sebagian pada para aktor yang memberikan gerakan mereka dan suara. James
Pandora. Walt Disney Company telah mengumumkan bahwa mereka akan mendistribusikan Robert Zemeckis's A Christmas Carol dan Tim Burton's Alice in Wonderland menggunakan teknik ini. Disney juga telah melakukan akuisisi Zemeckis Image Movers digital yang memproduksi film motion capture. Film seri televisi yang diproduksi sepenuhnya dengan animasi motion capture termasuk Laflaque di Kanada, Sprookjesboom dan Cafe de Wereld di Belanda, dan Headcases di Inggris [9]. Selama pembuatan film James Cameron's Avatar semua adegan yang dilakukan pada proses ini di diarahkan secara realtime dengan menggunakan kostum pada aktor dengan
motion cupture yang terlihat seperti di film, sehingga memudahkan Cameron untuk mengarahkan film seperti pada viewer. Metode ini memungkinkan Cameron untuk melihat adegan-adegan yang tidak dapat dilihat dari pandangan dan sudut dari
animasi.
2.1.2. Sistem dan metode motion capture
Motion tracking atau motion capture dimulai sebagai sebuah alat analisis fotogrametri dalam penelitian biomekanika pada 1970-an dan 1980-an, dan diperluas
ke pendidikan, pelatihan, olahraga, animasi, bioskop, dan video game sebagai teknologi baru. Seorang aktor memakai penanda atau marker pada masing-masing
joint untuk mengidentifikasi gerak seperti pada Gambar 2.1. Akustik, inertial, LED,
marker magnetik atau reflektif, atau kombinasi dari semua gerakan ini diulang beberapa kali sesuai dengan tingkat frekuensi yang diinginkan, untuk posisi
Gambar 2.1. Reflektif marker menempel pada kulit untuk mengidentifikasi landmark
tulang dan gerakan 3D dari bagian tubuh [9]
2.1.3. Optical system
Sistem optik memanfaatkan data yang diambil dari sensor untuk melakukan
tracking pada posisi 3D dari sebuah objek dengan satu atau beberapa kamera yang telah dikalibrasi. Pengambilan data secara tradisional dilaksanakan dengan
identifikasi secara dinamis untuk setiap objek. Dalam memperluas area tracking dan
daerah capture para aktor melakukan dengan penambahan kamera, sistem ini
menghasilkan data dengan pergeseran 3 derajat untuk setiap marker [9].
2.1.4. Marker pasif
Sistem marker pasif menggunakan marker yang dilapisi dengan material yang bersifat “retroreflective” yang mampu merefleksikan kembali cahaya yang dihasilkan dekat dengan lensa kamera. Threshold dari kamera bisa diatur sedemikian rupa hingga hanya cahaya terang hasil refleksi marker yang akan disampel dan tidak melakukan sampling terhadap kulit dan kain yang ada pada aktor.
Centroid dari marker adalah hasil estimasi dari perhitungan image dua dimensi yang ditangkap. Nilai keabuan atau graysclae value dari setiap piksel dapat digunakan untuk menyediakan akurasi dari sub piksel dengan menemukan centroid
dari Gaussian. Sebuah objek dengan posisi marker yang telah diketahui digunakan untuk melakukan kalibrasi kamera dan mendapatkan posisinya dengan distorsi lensa
setiap kamera telah diukur [9].
Secara umum sistem yang ada menggunakan 6 sampai 24 kamera. Vendor
memiliki kendala perangkat lunak untuk mengurangi masalah dari marker swapping
karena semua marker tampak identik. Tidak seperti sistem marker aktif dan sistem magnetik, sistem pasif tidak membuat aktor untuk menggunakan kawat atau peralatan
Gambar 2.2. Contoh beberapa marker ditempatkan di titik-titik tertentu pada tubuh dan wajah aktor selama adegan motion capture [9]
Sebaliknya, ratusan bola karet melekat dengan selotip reflektif yang perlu
diganti secara berkala. Marker biasanya menempel langsung ke kulit seperti dalam biomekanik, atau mereka dipasang pada pakain actor yang mengenakan full body
yang dirancang khusus untuk motion capture seperti pada Gambar 2.2[9].
2.1.5. Marker aktif
Sistem optikal aktif melakukan triangulasi posisi dengan memperlihatkan satu
LED dengan waktu yang sangat cepat atau beberapa LED dengan software untuk mengidentifikasi LED terhadap posisi relatif dengan memantulkan kembali cahaya yang dihasilkan secara eksternal, pada marker sendiri mempunyai kemampuan untuk
memancarkan cahayanya sendiri. Salah satu penerapan nya adalah pada serial TV
Effects). Aktor harus berjalan di sekitar alat peraga hal ini akan menyulitkan untuk
penggunaan sistem marker aktif [9].
2.1.6. Time modulated active marker
Sistem marker aktif adalah sistem marker dengan menyalakan satu penanda pada waktu tertentu, atau melakukan tracking beberapa marker dalam waktu tertentu dengan melakukan modulasi dari amplitudo untuk mendapatkan indentitas. Resolusi
spasial 12 megapiksel pada sistem yang termodulasi menunjukkan pergerakan lebih
halus dari sistem optik 4 megapiksel yang memiliki resolusi yang lebih tinggi.
Dengan sistem ini sutradara dapat melihat gerakan aktor secara real time pada
motion capture, penempatan marker yang akurat akan mengurangi nilai error
sehingga dapat menghasilkan data yang lebih bersih [1].
2.1.7. Semi-passive imperceptible marker
Sebuah sistem yang didasarkan pada kamera kecepatan tinggi, sistem ini
menggunakan multi-LED proyektor berkecepatan tinggi yang murah. Sistem ini
dirancang secara khusus pada ruang motion capture. Dibandingkan penggunaan
2.1.8. Markerless motion capture
Teknik dan penelitian dalam visi komputer menuju perkembangan pesat dari
pendekatan motion capture beralih ke markerless motion capture, sistem seperti yang dikembangkan di Stanford, University of Maryland, MIT, dan Max Planck Institute
dalam melakukan tacking objek tidak memakai peralatan khusus akan tetapi dengan system komputer yang dirancang khusus dan diterapkan pada sistem untuk
menganalisisa beberapa aliran input optik dan mengidentifikasi bentuk tersebut untuk
tracking [10], seperti pada Gambar 2.3.
2.2. Principal Component Analysis (PCA)
Principal Component Analysis (PCA) adalah teknik reduksi dimensi yang umum digunakan pada aplikasi pemorosesan citra dan sinyal processing seperti pada Gambar 2.4 [4]. Untuk mewakili benda yang mampu terdeformasi, baik dalam 2D
dan 3D. Tujuan utama dari PCA adalah untuk pemadatan data atau pengurangan dimensi. Komponen yang tidak berkorelasi diberi nama “Principal Component”, yang terbukti sesuai dengan nilai-nilai eigen terbesar dan eigen vektor dari matrik
varians-kovarians dari data sampel [4].
Gambar 2.4. Contoh PCA dari distribusi Gaussian multivariat [4]
Sumbu panjang menunjukkan arah sebaran titik dengan varians terbesar
sedangkan sumbu pendek menunjukkan luas sebaran titik, untuk sumbu panjang
dijadikan sebagai komponen utama (Principal Component) dan kemudian baru sumbu
arah sebaran titik luas sebaran titik
yang pendek. Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik linier untuk memproyeksikan data vektor yang berdimensi tinggi ke vektor yang mempunyai
dimensi lebih rendah, Principal Component Analysis (PCA) lebih banyak digunakan untuk keperluan ektraksi fitur gambar, dimana jumlah dimensi dari gambar jauh lebih
besar dibandingkan dengan jumlah data sampel yang digunakan. Untuk melakukan
proyeksi sampel vektor dari gambar pelatihan, semua gambar pelatihan disusun
dalam bentuk vektor baris. Apabila vektor gambar pelatihan mempunyai dimensi mxn
tersebut diortogonalisasi dengan menentukan eigenvector dan eigenvalue, maka dimensinya akan berubah menjadi mxm, dimana m<n. Pengurangan dimensi yang sangat signifikan ini akan sangat membantu untuk mempercepat proses komputasi
saat melakukan klasifikasi fitur. Sebelum klasifikasi fitur dilakukan maka akan
dilakukan penyelesaian eigenface untuk data pelatihan. Model matrik data pelatihan dapat ditulis dalam persamaan (2.1).
...(2.1)
jika n>>m dimana n merupakan dimensi gambar, dan m adalah jumlah gambar yang dilatih. Berdasarkan persamaan (2.1) maka rata-rata seluruh data sampel dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2). Hasil persamaan (2.2) merupakan
vektor yang berbasis nilai rata-rata, karena jumlah dimensi adalah n, maka nilai
...(2.2)
Nilai rata-rata nol (zero mean) dari suatu sampel data dapat dihitung dengan
mengurangkan nilai masing-masing data sampel dengan rata-rata data jumlah seluruh
data sampel. Persoalannya adalah dimensi yang tidak sama antara data sampel (mxn),
sedangkan dimensi dari rata-rata seluruh data sampel (1xm). Matrik rata-rata gambar
data sampel yang telah digandakan sebanyak m kali dapat ditulis menggunakan
persamaan (2.3).
... (2.3)
Dan nilai dari pada baris ke i = nilai baris ke i + 1 dan
berlaku , maka hasil persamaan (2.3) dapat digunakan
untuk menghitung zero mean. Zero mean data dapat dimodelkan menggunakan persamaan (2.4) [4].
...(2.4)
...(2.5)
Hasil perhitungan zero mean digunakan untuk mendapatkan nilai matrik konvarian selain dapat dimodelkan menggunakan persamaan (2.5), juga dilakukan
dengan mengalikan transpos zero mean, seperti pada persamaan (2.6).
...(2.6)
Matrik konvarian disusun dari nilai-nilai varian yang telah ditentukan, dengan
model simetris. Untuk dua parameter yaitu xidan xi+1, maka matrik konvarian dapat
ditulis seperti pada persamaan (2.4). Untuk 3 parameter dan n parameter persamaan
dapat ditulis seperti pada persamaan (2.7) dan (2.8).
....(2.8)
Berdasarkan persamaan (2.8), maka dimensi dari konvarian menjadi mxn, dengan berkurangnya jumlah dimensi yang sangat signifikan pada matrik konvarian,
maka akan menyebabkan berkurangnya dimensi pada saat menentukan eigenvector.
...(2.9)
... (2.10)
Untuk mendapatkan ciri dari suatu data sampel yang di representasikan dalam
bentuk matrik, maka dihitung eigenvector dan eigenvalue dari matrik konvarian. Jika C adalah matrik bujur sangkar dengan ukuran sembarang m>1, maka vektor tidak nol
pada Rn disebut eigenvector dari C jika suatu penggandaan skalar dari ,
disebut sebagai eigenvector dari C yang berpadanan terhadap , untuk mendapatkan
eigenvector dan eigenvalue, maka dapat ditunjukan pada persamaan (2.11).
... (2.11)
...(2.12)
Atau dapat dituliskan menggunakan persamaan (2.13) berikut:
...(2.13)
...(2.14)
Hasil dari persamaan (2.14) adalah berupa vektor, yaitu eigenvalue
diurutkan secara menurun dari nilai paling besar menuju nilai yang paling kecil
. Eigenvector yang bersesuaian dengan nilai terbesar dari
2.3. Active Appearance Models (AAM)
AAM erat terkait dengan konsep aktif blobs dan modelmorphable, non-linear,
generatif, dan parametrik model dari fenomena visual tertentu untuk memaksimalkan
"match point" antara contoh model dan citra masukan [11,14]. Model parameter yang kemudian digunakan dalam aplikasi tertentu. Sebagai contoh, parameter dapat
dimasukkan ke classifier untuk menghasilkan algoritma pada pengenalan wajah [12]. Pendekatan yang biasa secara iteratif memecahkan update aditif tambahan untuk parameter (bentuk dan koefisien penampilan). Mengingat perkiraan parameter bentuk
citra masukan ke koordinat frame model dan kemudian untuk menghitung kesalahan model. AAM merupakan metode pembelajaran statistik, yang dilatih dari sebuah kelas
obyek non-rigid dalam hal ini wajah. AAM bekerja dengan fitting model untuk sebuah parameter gambar suatu optimasi pencari jenis obyek [13]. Tujuan dari pencarian ini
adalah untuk mencapai deskripsi parameter obyek dalam citra. Active Appearance Models memiliki sekumpulan model template deformable, dan dapat dipahami sebagai metode pencocokan template yang canggih [1].
2.4. Analisis Procrustes
Korespondensi dan analisis bentuk memainkan peran yang penting dalam
bidang komputer vision, tidak hanya dalam menentukan korespondensi, tetapi juga
menentukan validitas algoritma yang digunakan untuk menempatkan landmark di lokasi yang akurat. Analisis harus didefinisikan dengan baik sehingga tidak bias dan
adanya kesesuaian antara dua atau lebih bentuk landmark. Analisis procrustes adalah orthogonal atau biasa disebut Generalized Orthogonal Procrustes Analysis (GPA) digunakan untuk korespondensi bentuk karena sifat orthogonal rotasi matriks. Gower
telah memerankan peran penting dalam pengenalan dan derivasi dari analisis
Procrustes ortogonal pada tahun 1971-1975. Meskipun Hurley dan Cattell pertama kali menggunakan istilah analisis procrustes pada tahun 1962 dengan metode yang tidak membatasi untuk transformasi sebuah matriks ortogonal [15]. Pada teknik ini mengeksplorasi bentuk dan mempertahankannya.
Tabel 2.1. Algoritma generalized orthogonal procrustes analysis (GPA) [15]
1. Memililih satu bentuk menjadi bentuk perkiraan rata-rata awal (yaitu set bentuk pertama).
2. Menyejajarkan posisi bentuk dengan bentuk mean perkiraan.
a.Menghitung centroid masing-masing bentuk (atau sekumpulan Landmark). b.Menyelaraskan semua bentuk centroid ke bentuk asal.
c.Menormalkan centroid setiap bentuk ukuran.
d.Memutar bentuk masing-masing untuk menyelaraskan dengan rata-rata
perkiraan terbaru.
3. Mengitung rata-rata perkiraan baru dari bentuk selaras.
4. Jika rata-rata perkiraan dari langkah 2 dan 3 berbeda kembali ke langkah 2, jika tidak, berarti telah menemukan bentuk mean sebenarnya dari himpunan.
Analisis procrustes memiliki beberapa keunggulan, terutama pada pendekatan proses korespondensi pada bentuk, kompleksitas algoritmanya rendah sehingga
memungkinkan untuk diimplementasi dengan mudah. Selain itu Generalized
brutal terhadap pengambilan hampir semua data [15]. Gambar 2.5 distribusi titik yang
merepresentasikan bentuk tangan setelah dilakukan proses rata-rata yang diberikan
pada warna merah [15].
Gambar 2.5. Distribusi titik yang merepresentasikan bentuk tangan setelah dilakukan proses rata-rata yang diberikan pada warna merah [15]
2.4.1. Translasi
Tahap translasi memindahkan semua bentuk ke pusat dasarnya, titik awalnya
adalah (0,0) ini adalah yang paling mungkin untuk mewakili titik pusat umumnya,
namun tidak secara eksklusif begitu. Sebagai contoh berikut ini titik asal yang akan
menjadi pusat umum.
...(2.15)
...(2.16)
Dimana:
X: k x m matriks koordinat dari Landmark k dalam dimensi m (m=2 atau 3) Xc: baru koordinat dari X berpusat pada titik asal
Titik pusat dihitung dari jumlah kolom matriks X dibagi dengan jumlah
landmark (sejumlah baris). Setelah titik pusat dihitung kemudian mengurangkan titik pusat dari setiap elemen di pusat akan matriks itu pada titik asal [1].
2.4.2. Isomorphic Scaling
Normalisasi adalah jenis transformasi isomorfik yang berguna untuk skala bentuk
pada ukuran yang sama.
...(2.17)
X: koordinat X berpusat pada titik asal Xn: koordinat X berpusat dan normalisasi
2.4.3. Rotasi
Bila matriks telah disesuaikan dan diskalakan selanjutnya akan dilakukan
proses rotasi. Pada saat melakukan rotasi perlu dilakukan penyelarasan semua bentuk
ke satu bentuk target.
X: koordinat X berpusat dan normalisasi.
Q: rotasi ortogonal matriks untuk menyelaraskan X dengan rata-rata.
: rata-rata matriks.
Rotasi akan menggunakan eucidean/frobenius normal di mana ||A||=trace (A'A), yang merupakan jumlah kuadrat dari elemen A[2]. Jadi, akan meminimalkan perbedaan antara rata-rata dan merotasikan bentuk matriks dengan menggunakan
jumlah kuadrat.
...(2.18)
...(2.19)
Oleh karena bagian pertama tidak mengandung Q, maka:
...(2.20)
Dengan Menggunakan dekomposisi nilai singular dari dan properti
cyclic dari trace maka dapat dilihat pada persamaan ( 2.21).
…....(2.21)
H=V'QU adalah ortogonal (pxp) matriks karena merupakan produk dari orthogonal matriks. Dengan demikian, memiliki persamaan (2.22).
...(2.22)
Oleh karena itu, karena si adalah bilangan tidak-negatif dan trace (SH) adalah
maksimum pada saat hii= 1 untuk i = 1, 2 ... p (nilai maksimal dari suatu matriks ortogonal), memiliki persamaan (2.23).
...(2.23)
Sehingga Q minimum || XQ - || adalah:
...(2.24)
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
Pada ini menjelaskan langkah-langkah serta metode penelitian yang akan
dilakukan dimana dimulai dengan mempelajari konsep-konsep matematis yang
menunjang penelitian ini. Secara garis besar langkah-langkah dalam tahap melakukan
penelitian ini dapat dijelaskan dimulai dari proses pengumpulan referensi, melakukan
pengambilan sampel image dengan menggunakan kamera.
Setelah proses pengambilan image dilakukan selanjutnya melakukan pelatihan data dengan cara memberi landmark pada fitur–fitur wajah yang disebut dengan
landmark file. Setelah proses pelatihan selesai dilakukan maka tahap berikutnya adalah melakukan penyelarasan data untuk menghitung rata-rata dari kumpulan data
landmark yang telah diberikan pada fitur–fitur wajah dengan dengan menggunakan
principal componen analisis (PCA) [4].
Principal vectors sebagai arah deformasi merupakan proses optimalisasi untuk mendapatkan arah titik landmark wajah yang telah dirata–ratakan sehingga proses pembentukan model fitur wajah dari data landmark yang telah diberikan pada masing fitur dapat terbentuk, proses ini disebut dengan tringulasi [6]. Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram proses pelatihan deteksi fitur–fitur wajah
3.1. Diskripsi Model Fitur
Pada penelitian ini semua fitur wajah akan diberikan landmark dan akan dideteksi pada saat pengujian. Fitur yang akan dideteksi meliputi alis kanan dan kiri,
mata kanan dan kiri, hidung, mulut dan lengkungan wajah.
3.1.1. Fitur alis mata
Alis mata terletak diatas mata, fitur tersebut akan dipakai sebagai fitur
pertama yang akan diberikan landmark, jumlah landmark yang diberikan adalah sebanyak empat titik, untuk mencirikan secara geometris dari fitur alis mata kanan
Gambar 3.2. Alis mata yang akan diberikan landmark
untuk pencirian fitur wajah
3.1.2. Fitur Mata
Fitur mata merupakan suatu indera manusia yang sangat unik berbeda antara
satu orang dengan yang lain. Tapi secara bentuk mirip, namun struktur geometrisnya
pasti berbeda. Untuk mewakili bentuk dari fitur mata, pada penelitian ini diberikan
sejumlah landmark untuk masing-masing mata. Untuk tiap–tiap mata diberikan enam titik landmark seperti pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Fitur mata yang akan berikan landmark
3.1.3. Fitur hidung
Lokasi fitur hidung dapat ditemukan pada bagian tengah tulang hidung serta
pada bagian kanan dan kiri bagian bawah hidung pada bagian tersebut akan diberikan
empat titik pada bagian tengah tulang hidung dan lima titik pada bagian bawah
hidung seperti pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Contoh Fitur hidung yang akan diberikan landmark
3.1.4. Fitur mulut
Mulut setiap orang juga mempunyai bentuk yang sangat unik, oleh karena itu
mulut juga dapat digunakan sebagai fitur pembeda ciri seseorang. Pada bagian fitur
mulut akan diberikan dua puluh landmark pada bagian bibir atas, bawah dan bagian dalam seperti pada Gamabr 3.5.
3.1.5. Fitur lengkungan wajah
Kelengkungan wajah setiap orang juag berbeda dan kemungkinan sangat kecil
untuk berubah. Pada bagian fitur lengkungan wajah ini akan diberikan 17 landmark,
dimulai dari sisi kanan wajah, dagu dan sisi kiri wajah seperti pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Lengkungan wajah yang akan diberi landmark
sebagai pencirian fitur wajah
3.2 Pelatihan data landmark
Untuk melakukan proses pelatihan, pertama-tama dicari terlebih dahulu
rata-rata landmark untuk setiap data pelatihan. Rata-rata landmark untuk semua data pelatihan tersebut dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2) [8].
...(3.2)
Berdasarkan persamaan (3.1) dan (3.2) maka akan didapatkan nilai rata-rata
landmark dalam bentuk vektor sejumlah landmark yang digunakan pada data pelatihan. Proses selanjutnya adalah menentukan rata-rata keseluruhan landmark dari seluruh data pelatihan menggunakan persamaan (3.3). dan (3.4).
...(3.3)
dan
...(3.4)
Dari hasil perhitungan persamaan (3.3) dan (3.4) dan dengan
maka nilai titik tengan rata-rata untuk x dan y setiap landmark dapat
dihitung berdasarkan nilai tengah rata-rata maksimum dan minimum dapat dituliskan
persamaan (3.5) dan (3.6).
...(3.5)
dan maka jarak koordinat data pelatihan ke j
Hasil perhitungan persamaan (3.7) dan (3.8), dapat dicari nilai
yang minimum dan maksimum ke I menggunakan persamaan (3.9), (3.10), (3.11) dan (3.12).
...(3.9)
...(3.10)
...(3.11)
...(3.12)
Variasi landmark data pelatihan, dapat dihitung menggunakan persamaan (3.13) dan (3.14).
...(3.13)
...(3.14)
...(3.15)
...(3.16)
Berdasarkan persamaan (3.13), (3.14), (3.15), dan (3.16), maka nilai titik tengah zero mean untuk setiap landmark ke i baru dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3.17 dan 3.18).
...(3.17)
...(3.18)
Tabel 3.1. Algoritma proses pelatihan model [12]
1. Menghitung rata-rata xt1
dan yt1 untuk data pelatihan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2).
2. Menghitung rata-rata semua landmark menggunakan persamman (3.3) dan (3.4). 3. Menghitung nilai titk tengah rata-rata maksimum dan minimum untuk setiap
landmark menggunakan persamman (3.5) dan (3.6).
4. Menghitung zero mean pada data pelatihan
ke j setiap landmark ke i menggunakan persamaan (3.7) dan (3.8).
5. cari nilai maksimum dan minimum hasil langkah ke 4
Tabel 3.1. (sambungan)
6. Menghitung variasi landmark ke i menggunakan persamaan (3.13) dan (3.14). 7. Menghitung rata-rata variasi lanmark ke i menggunakan persamaan (3.15) dan
(3.16).
8. Menghitung nilai titik tengah zero mean pada setiap landmark, menggunakan persamaan (3.17) dan (3.18).
3.3. Inisialisasi Shape
Sebelum proses deteksi multi fitur dilakukan maka perlu diestimasi terlebih
dahulu untuk meletakkan inisialisasi shape. Estimasi posisi inisialisasi shape
dilakukan berdasarkan nilai rata-rata dari seluruh data pelatihan. Seluruh landmark
dijumlahkan dengan rata-rata variasi landmark ke I pada data pelatihan, dengan menggunakan persamaan (3.19) dan (3.20) berikut ini:
...(3.19)
...(3.20)
Model persamaan tersebut merupakan justifikasi dari seluruh data pelatihan
dengan mempertimbangkan rata-rata variasi pada landmark ke i dari sebaran
landmark data pelatihan sehingga shape awal dari proses pencarian dapat mendekati fitur yang dideteksi. Gambar 3.8 distribusi titik yang digunakan sebagai data
pelatihan. Distribusi titik–titik merupakan proses pembentukan bentuk fitur setelah
Tabel 3.2. Algoritma proses inisialisasi shape [12]
1. , mengerjakan langkah 2
2. , mengerjakan langkah 3
3. Menghitung inisialisasi landmark menggunakan persamaan (3.19) dan (3.20)
Gambar 3.8. Distribusi titik yang digunakan sebagai data pelatihan
3.4. Pergerakan Shape
Pada proses ini, semua shape diperlukan sebagai satu kesatuan. Pergerakan
shape dipengaruhi oleh jumlah landmark pada semua data pelatihan, rata-rata maksimum dan minimum pada setiap landmark, gradient data pelatihan, rata-rata
landmark pada data pelatihan disimbolkan menggunakan XYTi, untuk landmark x
disimbolkan xti, dan y disimbolkan yti, landmark bergerak berdasrkan nilai gradient
garis maksimal. Jika suatu landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt, yt), ditranslasi masing-masing sebesar tx dan ty maka akan menghsilkan koordinat baru (xt’, yt’), maka hasil translasi dapat ditulis menggunakan persamman (3.21) dan persamaan (3.22) berikut ini:
...(3.21)
...(3.22)
Atau dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3.23).
...(3.23)
Jika landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt, yt) diskalakan sebesar sx dan
sy menghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan
(3.24) dan (3.25).
Jika landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt, yt) diskalakan sebesar sx dan
sy menghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan
(3.24) dan (3.25).
xt’=xt.sx ... (3.24) yt’=yt.sy ... (3.25)
Atau dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3. 26).
Jika suatu landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt,yt) diskalakan sebesar
θ, menghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan
(3.27) dan (3.29).
... (3.27)
... (3.28)
Atau dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3. 29).
...(3.29)
Jika tiga buah operasi di satukan, suatu landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt,yt) digeser pada sumbu x sebesar tx, di geser pada sumbu y
sebesar ty, kemudian di sekalakan sebesar sx dan sy, dan di putar sebesar , maka
meghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) yang dapat ditulis dalam bentuk persamaan
(3.30).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengujian Hasil Training
Penambahan jumlah data training sangat berpengaruh terhadap besarnya
error, dalam pengujian ini akan mencari komposisi jumlah data dan besar iterasi yang terbaik untuk dijadikan sebagai data acuan. Faktor besarnya error juga dipengaruhi oleh data awal pada saat proses di training, bila data yang ditraining antara satu file dengan file yang lain mengalami pergerakan yang terlalu besar atau pada saat
pemberian landmark tidak akurat maka error yang dihasilkan menjadi lebih besar seperti pada Gambar 4.1.
Untuk data training 25 sampai dengan 50 pada setiap proses iterasi menghasilkan error yang relatif besar bila dibandingkan dengan proses iterasi untuk data training 75, sedangkan untuk data trainingm100 sampai 130 menghasilkan error
yang relatif lebih kecil dan stabil bila dibandingkan data training 75.
Tabel 4.1. Hasil pengujian data training
Data Training Jumlah Iterasi % Error
Tabel 4.1. (sambungan)
Data Training Jumlah Iterasi % Error
Tabel 4.1. (sambungan)
Data Training Jumlah Iterasi % Error
100 80 30.2900
100 90 30.2900
100 100 30.2900
130 10 30.2900
130 20 30.0900
130 30 30.0900
130 40 29.9900
130 50 29.9100
130 60 29.8300
130 70 30.0900
130 80 30.0900
130 90 30.0900
130 100 30.0900
Penambahan dan pengurangan data training akan mempengaruhi hasil
pengujian. Penambahan data training dan jumlah iterasi merupakan faktor yang harus
4.2. Hasil Training
Setelah melakukan proses training maka hasil penggabungan dari semua
fitur-fitur wajah yang meliputi alis kanan dan alis kiri, mata kanan dan mata kiri, hidung,
mulut dan lengkungan wajah dengan total jumlah landmark adalah 66 titik landmark, data ini yang kemudian digunakan sebagai data pelatihan. Titik ini merupakan satu
set titik-titik pada permukaan bentuk fitur yang ditempatkan dengan akurat sehingga
dapat menggambarkan bentuk fitur wajah.
4.2.1. Fitur alis mata
Alis mata terletak diatas mata, fitur tersebut akan dipakai sebagai fitur
pertama yang akan diberikan landmark, jumlah landmark yang diberikan adalah sebanyak empat titik, untuk mencirikan secara geometris dari fitur alis mata kanan
dan kiri seperti pada Gambar 4.2.
4.2.2. Fitur mata
Fitur mata merupakan suatu indera manusia yang sangat unik dan berbeda
antara satu orang dengan yang lain. Tapi secara bentuk mirip, namun struktur
geometrisnya pasti berbeda, untuk masing-masing mata diberikan enam titik
landmark seperti pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Fitur mata yang telah diberikan landmark
4.2.3. Fitur hidung
Lokasi fitur hidung dapat di temukan pada bagian lekukan pada bagian kanan
dan kiri bagian bawah hidung, pada bagian bawah hidung dan batang tulang hidung
jumlah titik landmark yang digunakan untuk mewakili bentuk hidung adalah sembilan titik seperti pada Gambar 4.4.
4.2.4. Fitur mulut
Mulut setiap orang juga mempunyai bentuk yang sangat unik, oleh karena itu
mulut juga dapat digunakan sebagai fitur pembeda. Bentuk mulut mempunyai bentuk
yang hampir sama dengan bentuk mata tetapi mulut memiliki ketebalan antara bibir
atas dan bawah dengan jumlah titik dua puluh landmark seperti pada Gambar 4.5.
4.2.5. Fitur lengkungan wajah
Kelengkungan wajah setiap orang berbeda, dan kemungkinan sangat kecil
untuk berubah, pada fitur lengkungan wajah diberikan 17 landmark untuk mewakili lengkungan wajah seperti pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Fitur lengkungan wajah yang telah diberikan landmark
4.2.6. Distribusi landmark setelah proses pelatihan
Setelah melakukan proses pelatihan pada masing–masing fitur maka distribusi
landmark, distribusi landmark tersebut merupakan jumlah data landmark yang telah dirata–ratakan pada masing–masing fitur wajah seperti pada Gambar 4.7.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uji coba dan analisa hasil pengujian maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Metode Principal Component Analisis (PCA) dapat digunakan untuk
merekonstruksi fitur wajah berupa titik landmark.
2. Principal Component Analisis (PCA) akan berkerja secara optimum jika menggunakan traning sebanyak 75 data training.
3. Dengan metode ini dapat menggantikan marker fisik yang selama ini
digunakan dalam motion capture dan dapat diterapkan pada dunia animasi,
game, serta pada aplikasi lain dibidang komputer vision.
5.2 Saran
1. Dalam pemberian landmark pada data training harus sesuai urutan dan teliti. 2. Pada pergerakan wajah yang terlalu besar dan sudut yang melebihi 300 atau
DAFTAR PUSTAKA
[1] Atthariq. “Facial Motion Capture using Active Appearance Models Method Master's thesis”, Electrical Engineering, Multimedia Intelegent Network Sepuluh Nopember Institute Of Technology, 2011.
[2] Michel Gleicher and Nicola Ferrier, “Evaluting Vedio Based Motion Capture, Proceedings of Computer Animation”, 2002.
[3] Sukoco, “Teknologi Motion Capture untuk Pembuatan Film Animasi 3D”, speed 10 Edisi Web Febuari 2011, ISSN: 2088-0154.
[4] I.T. Jolliffe. “Principal Component Analysis”. Springer, Aberdeen, UK, 2nd edition, April 2002.
[5] Gower, John C. and Dijksterhuis, Garmt B.: “Procrustes Problems”, Oxford University Press,
[6] Esty Vidyaningrum and Prihandoko. “Human Detection by using eigenface method for various pose of human face, Faculty of Industrial Technologi”, Gunadarma, 2009
[7] Thanh Nguyen Duc, Tan Nguyen Huu, Luy Nguyen Tan. “Facial Expression Recognition Using Aam Algorithm Division of Automatic Control”, Ho Chi Minh University of Technology, Vietnam,National key lab for Digital Control & System Engineering, Vietnam, 2008.
[8] Arif Muntasa, Mochhamad Hariadi, Mauridhi Hery Purnomo. “A New
Formulation of Face Sketch Multiple Features Detection Using Pyramid Parameter Model and Simultaneously Landmark Movement”,International Journal of Computer Science and Network Security, VOL.9 No.9 September 2009
[9]
[11] T. F. Cootes and C. J. Taylor. “Active appearance models. In IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence”, pages 484,498. Springer, 1998.
[12] S. Baker, R. Gross, and I. Matthews. Lucas-kanade 20 years on: “A unifying framework”: Part 4, 2004. Technical Report CMU-RI-TR-04-14, Robotics Institute, Carnegie Mellon University
[13] Matthews and S. Baker. “Active appearance models revisited”. IJCV, 2004.
[14] M. B. Stegmann. “Active appearance models: Theory, extensions and cases. Master's thesis”, Informatics and Mathematical Modelling, Technical University of Denmark, DTU, Richard Petersens Plads, aug 2000
[15] Gower, John C. and Dijksterhuis, Garmt B.: “Procrustes Problems”, Oxford University Press, 2004.
[16] F. L. Bookstein. “Landmark methods for forms without landmarks: Localizing group differences in outline shape”. In MMBIA '96: Proceedings of the 1996 Workshop on Mathematical Methods in Biomedical Image Analysis (MMBIA'96) Washington, DC, USA, 1996. IEEE Computer Society.
[17] Roland, K.Markerless “Motion Capture of Complex Human Movements from Multiple Views”.ZURICH : Submitted dissertation, 2005.
[18] Menache, Alberto. “Understanding n motion capture for computer animation and video games”. Sea Harbour Drive, Orlando, Florida : Academic Press, 2000. 0-12-490630-3.