• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Dan Pencarian Fitur-Fitur Wajah Manusia Dengan Menggunakan Metode Principal Component Analysis (PCA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Deteksi Dan Pencarian Fitur-Fitur Wajah Manusia Dengan Menggunakan Metode Principal Component Analysis (PCA)."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI DAN PENCARIAN FITUR-FITUR WAJAH MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

TESIS

Oleh

MULIYADI 107034013/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN

(2)

DETEKSI DAN PENCARIAN FITUR-FITUR WAJAH MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Elektro Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh MULIYADI 107034013/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : DETEKSI DAN PENCARIAN FITUR-FITUR WAJAH MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

Nama Mahasiswa : Muliyadi Nomor Induk : 107034013

Program Studi : Magister Teknik Elektro

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Drs. Tulus, M.Si.,P.hD) (Fahmi, ST, M.Sc) Ketua Anggota

Sekretaris Program Studi Dekan,

(Drs. Hasdari Helmi,MT) (Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 November 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

Anggota : 1. Fahmi, ST, M.Sc

2. Prof. Dr. Opim S. Sitompul, M.Sc 3. Soeharwinto, ST, M.T

(5)

ABSTRAK

Motion capture dengan menggunakan marker aktif yang ada saat ini membutuhkan perangkat dan pakaian khusus yang dipakai oleh aktor yang mengakibatkan aktor sulit untuk melakukan gerakan-gerakan yang kompleks. Hal ini kemungkinan ada bagian marker yang terlepas atau tidak tertangkap oleh kamera sehingga mempengaruhi hasil capture. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mendeteksi fitur–fitur wajah yang meliputi alis, mata, hidung, mulut dan lengkungan wajah. tanpa menggunakan marker akan tetapi dengan menggunakan titik landmark pada setiap fitur-fitur wajah, yang nantinya dapat memberikan kontribusi pada bidang penelitian facial motion capture dan pada dunia animasi serta game development sehingga akan mempermudah para kreator dalam membuat animasi yang realistis sebagaimana gerakan aslinya atau alami dari aktor tanpa menggunakan pakaian khusus atau

marker.

(6)

ABSTRACT

The exist motion capture which use active marker requires specific tool and clothes that were woren by the actors which result unease movements when the actors conduct complex moves. it is probably causd by some loss of markers or camera uncaptured ones then affected the results capture. this reserch was using the method of Principal Component Analysis (PCA) due to detect the features of human face including eye-brow, eyes, nose, mouth and facial contour. instead of using marker, the point of the landmark at every features of the face. later, the contribution of the research will assist the field research of facial motion capture and animation world including game development. thus, it will make the easy work to the animator in creating creatures as they natural movements or as the real moves of the actors without any special effect such as specific clothes or marker.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga

penulis dapat menyiapkan proposal penelitian ini dengan baik. Proposal penelitian ini

dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk melangkah pada penulisan

penelitian tesis sesuai kurikulum Program Studi Magister Teknik Elektro Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian tesis ini berjudul Deteksi Dan

Pencarian Fitur–Fitur Wajah Manusia Dengan Menggunakan Metode Prinncipal

Component Analysis (PCA)

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Tulus, M.Si dan Bapak Fahmi, ST, M.Sc.

sebagai pembimbing atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penulisan

proposal penelitian ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada institusi Politeknik Negeri

Lhokseumawe yang telah memberi kesempatan berupa bantuan dan dorongan moril

untuk dapat melakukan penelitian ini.

Proposal penelitian ini juga melibatkan berbagai pihak yaitu Bapak Prof. Dr.

Ir. Usman Baafai selaku Ketua Program Studi atas upaya dan usahanya

menyukseskan Program Studi Megister Teknik Elektro, serta seluruh staf pengajar

Program Studi Magister Teknik Elektro. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

(8)

Penulis terutama sekali mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta,

istri, dan anak-anak tersayang atas doa dan dorongan batin yang tak ternilai harganya.

Mudah-mudahan penelitian tesis ini nantinya dapat bermanfaat bagi Institusi

Politeknik Negeri Lhokseumawe dan kepada pembaca khususnya yang tertarik

mengenai Deteksi dan Pencarian Fitur–Fitur Wajah Manusia Metode Prinncipal Component Analysis ( PCA )

Kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.

Medan, 29 November 2012

Penulis,

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS :

Nama : Muliyadi

Tempat/ Tanggal Lahir : Punteuet, 28 Oktober 1976

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl.Medan – Banda Aceh,Mesjit Punteuet 7A Blang Mangat -

Lhokseumawe.

RIWAYAT PENDIDIKAN :

 Sekolah Dasar Negeri Punteuet tamat tahun 1989.

 Sekolah Menengah Pertama Negeri Bayau tamat 1992

 Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Lhokseumawe 1995

 Politeknik Negeri Lhokseumawe tamat tahun 2001

 Diploma IV Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya tamat tahun 2004

RIWAYATPEKERJAAN :

 Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe sejak 01

Desember 2004 sampai dengan sekarang

Medan , 29 November 2012

Penulis,

(10)

DAFTAR PUSTAKA 2.1.2. Sistem dan metode motion capture... 2.1.3. Optical system... 2.1.4. Marker pasif ... 2.1.5. Marker aktif... 2.1.6. Time modulate active marker... 2.1.7. Semi-passive imperceptible marker... 2.1.8. Makerless motion capture... 2.2. Principal Component Analysis (PCA)... 2.3. Active Appearance Models (AAM)...

(11)

2.4. Analis Procrustes ...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Penelitian yang pernah dilakukan ... 2

(13)
(14)
(15)

ABSTRAK

Motion capture dengan menggunakan marker aktif yang ada saat ini membutuhkan perangkat dan pakaian khusus yang dipakai oleh aktor yang mengakibatkan aktor sulit untuk melakukan gerakan-gerakan yang kompleks. Hal ini kemungkinan ada bagian marker yang terlepas atau tidak tertangkap oleh kamera sehingga mempengaruhi hasil capture. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mendeteksi fitur–fitur wajah yang meliputi alis, mata, hidung, mulut dan lengkungan wajah. tanpa menggunakan marker akan tetapi dengan menggunakan titik landmark pada setiap fitur-fitur wajah, yang nantinya dapat memberikan kontribusi pada bidang penelitian facial motion capture dan pada dunia animasi serta game development sehingga akan mempermudah para kreator dalam membuat animasi yang realistis sebagaimana gerakan aslinya atau alami dari aktor tanpa menggunakan pakaian khusus atau

marker.

(16)

ABSTRACT

The exist motion capture which use active marker requires specific tool and clothes that were woren by the actors which result unease movements when the actors conduct complex moves. it is probably causd by some loss of markers or camera uncaptured ones then affected the results capture. this reserch was using the method of Principal Component Analysis (PCA) due to detect the features of human face including eye-brow, eyes, nose, mouth and facial contour. instead of using marker, the point of the landmark at every features of the face. later, the contribution of the research will assist the field research of facial motion capture and animation world including game development. thus, it will make the easy work to the animator in creating creatures as they natural movements or as the real moves of the actors without any special effect such as specific clothes or marker.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam bidang animasi, motion capture adalah salah satu cara yang dipakai para kreator animasi untuk mengambil gerakan yang dapat diterapkan dalam pembuatan animasi, sehingga gerakan yang didapatkan lebih alami [1]. Penggunaan motion capture sekarang sangat luas misalnya untuk menganimasikan karakter dalam film, industri

game, analisa bio mekanik dan lain–lain [2]. Penggunaan teknologi ini membutuhkan biaya yang mahal sehingga tidak semua industri animasi dan industri game dapat menggunakannya [3]. Motion capture dengan menggunakan marker aktif yang ada saat ini membutuhkan perangkat dan pakaian khusus yang dipakai oleh aktor yang

mengakibatkan aktor sulit untuk melakukan gerakan yang kompleks akibatnya ada

bagian marker yang terlepas atau tidak tertangkap oleh kamera sehingga

mempengaruhi hasil capturenya [1].

Penelitian ini menerapkan suatu metode yang dapat mempermudah dalam

(18)

diperhatikan saat pengambilan gambar yang dijadikan sebagai data training untuk proses deteksi fitur–fitur wajah, diantaranya sebagai berikut:

a. Posisi: Posisi wajah relatif terhadap kamera yang bervariasi, dapat

mengakibatkan oklusi (tumpang tindih) sebagian atau seluruh fitur wajah

(misalnya profil, upside-down 45 derajat) [5].

b. Kehadiran komponen struktural lainnya: seperti jenggot, kumis dan kacamata dan lain-lain.

c. Perubahan Ekspresi wajah: Munculnya perubahan wajah secara langsung

dipengaruhi oleh kondisi tertentu.

d. Terhalangnya sebagian wajah oleh benda-benda lainnya seperti bayangan dan

pencahayaan.

e. Rotasi bidang wajah.

Tabel 1.1. Penelitian yang pernah dilakukan

No Penelitian Judul Metode Hasil yang dicapai

(19)

Tabel 1.1. (sambungan)

No Penelitian Judul Metode Hasil yang dicapai

2 Riyanto Sigit1,

Eigenface Pengenalan wajah atau verifikasi wajah

6 Atthariq,2011 Facial Motion Capture

(20)

Tabel 1.1. (sambungan)

No Penelitian Judul Metode Hasil yang dicapai

7 Penelitian

Bedasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana mendeteksi fitur–fitur wajah manusia yang terdiri dari fitur

hidung, mata, alis, mulut dan lengkungan wajah.

2. Bagaimana menggantikan marker yang selama ini digunakan pada

pengambilan gerakan aktor khususnya pada wajah dalam motion capture.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penyelesaian penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah, antara

lain:

a. Hanya mendeksi fitur–fitur wajah manusia yang terdiri dari mata, alis, mulut,

hidung dan lengkungan wajah.

b. Pemberian landmark hanya pada fitur–fitur wajah.

(21)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeteksi fitur–fitur wajah manusia.

2. Menggantikan marker fisik yang selama ini digunakan dalam proses

pengambilan gerakan aktor, khususnya pada wajah.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1.

Kontribusi pada penelitian bidang facial motion capture.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motion Capture

Pada saat ini motion capture banyak ditemukan dalam berbagai bidang, terutama pada dunia animasi dalam pembuatan film, industri game, analis bio mekanik dan lain–lain [3]. Dengan semakin berkembangnya industri film dan game

maka saat ini bidang motion capture telah mengalami perkembangan yang sangat pesat pula. Produk motion capture yang ada saat ini biasanya menggunakan optik, magnetik ataupun alat mekanikal motion capture dengan menggunakan pakaian khusus ataupun marker di seluruh tubuh. motions capture didefinisikan sebagai pembentukan representasi objek 3D secara live, game development adalah pasar terbesar untuk motion capture dengan pendapatan seperti pendapatan produksi film

[1].

Pada umumnya ada dua tipe utama karakter animasi objek 3D yang digunakan dalam permainan yaitu: real-time playback dan cinematics, real-time playback

memungkinkan pemain untuk memilih dari pre-created moves, sehingga

pengendalian bergerak dalam real-time. Sedangkan cinematics adalah animasi full render yang biasa digunakan untuk intro dan cut-scenes dalam game. Cinematics

umumnya tidak penting untuk game-play, tetapi menambahkan banyak visualisasi ke

permainan dan sangat membantu dalam pengembangan cerita. Motion capture

(23)

menciptakan karakter yang bergerak secara realistis, dalam situasi yang tidak praktis

atau terlalu berbahaya untuk aktor. Beberapa karakter film memerlukan penggunaan

motion capture supaya gerakan animasi tampak nyata [3]. Motion capture dapat memberikan penghematan waktu yang besar untuk proyek animasi. Motion capture

dapat membuat proses animasi lebih mudah, terutama ketika menciptakan karakter

animasi yang realistis, seperti interaksi dari beberapa karakter 3D, atau ketika

karakter terlibat dalam aktifitas olahraga. Animasi sederhana, seperti karakter yang

sedang berdiri tanpa melakukan hal yang jauh lebih mudah dan lebih realistis ketika

menggunakan motion Capture [6].

2.1.1. Bidang aplikasi

Video game sering menggunakan motion capture untuk menganimasikan atlet, seniman bela diri, dan karakter dalam game, hal ini telah dilakukan sejak game Atari Jaguar berbasis CD Highlander: The Last dari MacLeods, dirilis pada tahun 1995.

Motion capture mulai digunakan secara intensif untuk memproduksi film yang mensimulasikan tampilan bioskop secara live-action, dengan hasil hampir mendekati fotorealistik dari model karakter digital [9].

The Polar Express menggunakan motion capture untuk memungkinkan Tom Hanks dapat tampil beberapa karakter dalam bentuk berbeda. Film adaptasi tentang

Beowulf tahun 2007 adalah karakter animasi digital yang penampilanmnya didasarkan

sebagian pada para aktor yang memberikan gerakan mereka dan suara. James

(24)

Pandora. Walt Disney Company telah mengumumkan bahwa mereka akan mendistribusikan Robert Zemeckis's A Christmas Carol dan Tim Burton's Alice in Wonderland menggunakan teknik ini. Disney juga telah melakukan akuisisi Zemeckis Image Movers digital yang memproduksi film motion capture. Film seri televisi yang diproduksi sepenuhnya dengan animasi motion capture termasuk Laflaque di Kanada, Sprookjesboom dan Cafe de Wereld di Belanda, dan Headcases di Inggris [9]. Selama pembuatan film James Cameron's Avatar semua adegan yang dilakukan pada proses ini di diarahkan secara realtime dengan menggunakan kostum pada aktor dengan

motion cupture yang terlihat seperti di film, sehingga memudahkan Cameron untuk mengarahkan film seperti pada viewer. Metode ini memungkinkan Cameron untuk melihat adegan-adegan yang tidak dapat dilihat dari pandangan dan sudut dari

animasi.

2.1.2. Sistem dan metode motion capture

Motion tracking atau motion capture dimulai sebagai sebuah alat analisis fotogrametri dalam penelitian biomekanika pada 1970-an dan 1980-an, dan diperluas

ke pendidikan, pelatihan, olahraga, animasi, bioskop, dan video game sebagai teknologi baru. Seorang aktor memakai penanda atau marker pada masing-masing

joint untuk mengidentifikasi gerak seperti pada Gambar 2.1. Akustik, inertial, LED,

marker magnetik atau reflektif, atau kombinasi dari semua gerakan ini diulang beberapa kali sesuai dengan tingkat frekuensi yang diinginkan, untuk posisi

(25)

Gambar 2.1. Reflektif marker menempel pada kulit untuk mengidentifikasi landmark

tulang dan gerakan 3D dari bagian tubuh [9]

2.1.3. Optical system

Sistem optik memanfaatkan data yang diambil dari sensor untuk melakukan

tracking pada posisi 3D dari sebuah objek dengan satu atau beberapa kamera yang telah dikalibrasi. Pengambilan data secara tradisional dilaksanakan dengan

(26)

identifikasi secara dinamis untuk setiap objek. Dalam memperluas area tracking dan

daerah capture para aktor melakukan dengan penambahan kamera, sistem ini

menghasilkan data dengan pergeseran 3 derajat untuk setiap marker [9].

2.1.4. Marker pasif

Sistem marker pasif menggunakan marker yang dilapisi dengan material yang bersifat “retroreflective” yang mampu merefleksikan kembali cahaya yang dihasilkan dekat dengan lensa kamera. Threshold dari kamera bisa diatur sedemikian rupa hingga hanya cahaya terang hasil refleksi marker yang akan disampel dan tidak melakukan sampling terhadap kulit dan kain yang ada pada aktor.

Centroid dari marker adalah hasil estimasi dari perhitungan image dua dimensi yang ditangkap. Nilai keabuan atau graysclae value dari setiap piksel dapat digunakan untuk menyediakan akurasi dari sub piksel dengan menemukan centroid

dari Gaussian. Sebuah objek dengan posisi marker yang telah diketahui digunakan untuk melakukan kalibrasi kamera dan mendapatkan posisinya dengan distorsi lensa

setiap kamera telah diukur [9].

Secara umum sistem yang ada menggunakan 6 sampai 24 kamera. Vendor

memiliki kendala perangkat lunak untuk mengurangi masalah dari marker swapping

karena semua marker tampak identik. Tidak seperti sistem marker aktif dan sistem magnetik, sistem pasif tidak membuat aktor untuk menggunakan kawat atau peralatan

(27)

Gambar 2.2. Contoh beberapa marker ditempatkan di titik-titik tertentu pada tubuh dan wajah aktor selama adegan motion capture [9]

Sebaliknya, ratusan bola karet melekat dengan selotip reflektif yang perlu

diganti secara berkala. Marker biasanya menempel langsung ke kulit seperti dalam biomekanik, atau mereka dipasang pada pakain actor yang mengenakan full body

yang dirancang khusus untuk motion capture seperti pada Gambar 2.2[9].

2.1.5. Marker aktif

Sistem optikal aktif melakukan triangulasi posisi dengan memperlihatkan satu

LED dengan waktu yang sangat cepat atau beberapa LED dengan software untuk mengidentifikasi LED terhadap posisi relatif dengan memantulkan kembali cahaya yang dihasilkan secara eksternal, pada marker sendiri mempunyai kemampuan untuk

memancarkan cahayanya sendiri. Salah satu penerapan nya adalah pada serial TV

(28)

Effects). Aktor harus berjalan di sekitar alat peraga hal ini akan menyulitkan untuk

penggunaan sistem marker aktif [9].

2.1.6. Time modulated active marker

Sistem marker aktif adalah sistem marker dengan menyalakan satu penanda pada waktu tertentu, atau melakukan tracking beberapa marker dalam waktu tertentu dengan melakukan modulasi dari amplitudo untuk mendapatkan indentitas. Resolusi

spasial 12 megapiksel pada sistem yang termodulasi menunjukkan pergerakan lebih

halus dari sistem optik 4 megapiksel yang memiliki resolusi yang lebih tinggi.

Dengan sistem ini sutradara dapat melihat gerakan aktor secara real time pada

motion capture, penempatan marker yang akurat akan mengurangi nilai error

sehingga dapat menghasilkan data yang lebih bersih [1].

2.1.7. Semi-passive imperceptible marker

Sebuah sistem yang didasarkan pada kamera kecepatan tinggi, sistem ini

menggunakan multi-LED proyektor berkecepatan tinggi yang murah. Sistem ini

dirancang secara khusus pada ruang motion capture. Dibandingkan penggunaan

(29)

2.1.8. Markerless motion capture

Teknik dan penelitian dalam visi komputer menuju perkembangan pesat dari

pendekatan motion capture beralih ke markerless motion capture, sistem seperti yang dikembangkan di Stanford, University of Maryland, MIT, dan Max Planck Institute

dalam melakukan tacking objek tidak memakai peralatan khusus akan tetapi dengan system komputer yang dirancang khusus dan diterapkan pada sistem untuk

menganalisisa beberapa aliran input optik dan mengidentifikasi bentuk tersebut untuk

tracking [10], seperti pada Gambar 2.3.

(30)

2.2. Principal Component Analysis (PCA)

Principal Component Analysis (PCA) adalah teknik reduksi dimensi yang umum digunakan pada aplikasi pemorosesan citra dan sinyal processing seperti pada Gambar 2.4 [4]. Untuk mewakili benda yang mampu terdeformasi, baik dalam 2D

dan 3D. Tujuan utama dari PCA adalah untuk pemadatan data atau pengurangan dimensi. Komponen yang tidak berkorelasi diberi nama “Principal Component”, yang terbukti sesuai dengan nilai-nilai eigen terbesar dan eigen vektor dari matrik

varians-kovarians dari data sampel [4].

Gambar 2.4. Contoh PCA dari distribusi Gaussian multivariat [4]

Sumbu panjang menunjukkan arah sebaran titik dengan varians terbesar

sedangkan sumbu pendek menunjukkan luas sebaran titik, untuk sumbu panjang

dijadikan sebagai komponen utama (Principal Component) dan kemudian baru sumbu

arah sebaran titik luas sebaran titik

(31)

yang pendek. Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik linier untuk memproyeksikan data vektor yang berdimensi tinggi ke vektor yang mempunyai

dimensi lebih rendah, Principal Component Analysis (PCA) lebih banyak digunakan untuk keperluan ektraksi fitur gambar, dimana jumlah dimensi dari gambar jauh lebih

besar dibandingkan dengan jumlah data sampel yang digunakan. Untuk melakukan

proyeksi sampel vektor dari gambar pelatihan, semua gambar pelatihan disusun

dalam bentuk vektor baris. Apabila vektor gambar pelatihan mempunyai dimensi mxn

tersebut diortogonalisasi dengan menentukan eigenvector dan eigenvalue, maka dimensinya akan berubah menjadi mxm, dimana m<n. Pengurangan dimensi yang sangat signifikan ini akan sangat membantu untuk mempercepat proses komputasi

saat melakukan klasifikasi fitur. Sebelum klasifikasi fitur dilakukan maka akan

dilakukan penyelesaian eigenface untuk data pelatihan. Model matrik data pelatihan dapat ditulis dalam persamaan (2.1).

...(2.1)

jika n>>m dimana n merupakan dimensi gambar, dan m adalah jumlah gambar yang dilatih. Berdasarkan persamaan (2.1) maka rata-rata seluruh data sampel dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2). Hasil persamaan (2.2) merupakan

vektor yang berbasis nilai rata-rata, karena jumlah dimensi adalah n, maka nilai

(32)

...(2.2)

Nilai rata-rata nol (zero mean) dari suatu sampel data dapat dihitung dengan

mengurangkan nilai masing-masing data sampel dengan rata-rata data jumlah seluruh

data sampel. Persoalannya adalah dimensi yang tidak sama antara data sampel (mxn),

sedangkan dimensi dari rata-rata seluruh data sampel (1xm). Matrik rata-rata gambar

data sampel yang telah digandakan sebanyak m kali dapat ditulis menggunakan

persamaan (2.3).

... (2.3)

Dan nilai dari pada baris ke i = nilai baris ke i + 1 dan

berlaku , maka hasil persamaan (2.3) dapat digunakan

untuk menghitung zero mean. Zero mean data dapat dimodelkan menggunakan persamaan (2.4) [4].

...(2.4)

(33)

...(2.5)

Hasil perhitungan zero mean digunakan untuk mendapatkan nilai matrik konvarian selain dapat dimodelkan menggunakan persamaan (2.5), juga dilakukan

dengan mengalikan transpos zero mean, seperti pada persamaan (2.6).

...(2.6)

Matrik konvarian disusun dari nilai-nilai varian yang telah ditentukan, dengan

model simetris. Untuk dua parameter yaitu xidan xi+1, maka matrik konvarian dapat

ditulis seperti pada persamaan (2.4). Untuk 3 parameter dan n parameter persamaan

dapat ditulis seperti pada persamaan (2.7) dan (2.8).

(34)

....(2.8)

Berdasarkan persamaan (2.8), maka dimensi dari konvarian menjadi mxn, dengan berkurangnya jumlah dimensi yang sangat signifikan pada matrik konvarian,

maka akan menyebabkan berkurangnya dimensi pada saat menentukan eigenvector.

...(2.9)

... (2.10)

Untuk mendapatkan ciri dari suatu data sampel yang di representasikan dalam

bentuk matrik, maka dihitung eigenvector dan eigenvalue dari matrik konvarian. Jika C adalah matrik bujur sangkar dengan ukuran sembarang m>1, maka vektor tidak nol

pada Rn disebut eigenvector dari C jika suatu penggandaan skalar dari ,

(35)

disebut sebagai eigenvector dari C yang berpadanan terhadap , untuk mendapatkan

eigenvector dan eigenvalue, maka dapat ditunjukan pada persamaan (2.11).

... (2.11)

...(2.12)

Atau dapat dituliskan menggunakan persamaan (2.13) berikut:

...(2.13)

...(2.14)

Hasil dari persamaan (2.14) adalah berupa vektor, yaitu eigenvalue

diurutkan secara menurun dari nilai paling besar menuju nilai yang paling kecil

. Eigenvector yang bersesuaian dengan nilai terbesar dari

(36)

2.3. Active Appearance Models (AAM)

AAM erat terkait dengan konsep aktif blobs dan modelmorphable, non-linear,

generatif, dan parametrik model dari fenomena visual tertentu untuk memaksimalkan

"match point" antara contoh model dan citra masukan [11,14]. Model parameter yang kemudian digunakan dalam aplikasi tertentu. Sebagai contoh, parameter dapat

dimasukkan ke classifier untuk menghasilkan algoritma pada pengenalan wajah [12]. Pendekatan yang biasa secara iteratif memecahkan update aditif tambahan untuk parameter (bentuk dan koefisien penampilan). Mengingat perkiraan parameter bentuk

citra masukan ke koordinat frame model dan kemudian untuk menghitung kesalahan model. AAM merupakan metode pembelajaran statistik, yang dilatih dari sebuah kelas

obyek non-rigid dalam hal ini wajah. AAM bekerja dengan fitting model untuk sebuah parameter gambar suatu optimasi pencari jenis obyek [13]. Tujuan dari pencarian ini

adalah untuk mencapai deskripsi parameter obyek dalam citra. Active Appearance Models memiliki sekumpulan model template deformable, dan dapat dipahami sebagai metode pencocokan template yang canggih [1].

2.4. Analisis Procrustes

Korespondensi dan analisis bentuk memainkan peran yang penting dalam

bidang komputer vision, tidak hanya dalam menentukan korespondensi, tetapi juga

menentukan validitas algoritma yang digunakan untuk menempatkan landmark di lokasi yang akurat. Analisis harus didefinisikan dengan baik sehingga tidak bias dan

(37)

adanya kesesuaian antara dua atau lebih bentuk landmark. Analisis procrustes adalah orthogonal atau biasa disebut Generalized Orthogonal Procrustes Analysis (GPA) digunakan untuk korespondensi bentuk karena sifat orthogonal rotasi matriks. Gower

telah memerankan peran penting dalam pengenalan dan derivasi dari analisis

Procrustes ortogonal pada tahun 1971-1975. Meskipun Hurley dan Cattell pertama kali menggunakan istilah analisis procrustes pada tahun 1962 dengan metode yang tidak membatasi untuk transformasi sebuah matriks ortogonal [15]. Pada teknik ini mengeksplorasi bentuk dan mempertahankannya.

Tabel 2.1. Algoritma generalized orthogonal procrustes analysis (GPA) [15]

1. Memililih satu bentuk menjadi bentuk perkiraan rata-rata awal (yaitu set bentuk pertama).

2. Menyejajarkan posisi bentuk dengan bentuk mean perkiraan.

a.Menghitung centroid masing-masing bentuk (atau sekumpulan Landmark). b.Menyelaraskan semua bentuk centroid ke bentuk asal.

c.Menormalkan centroid setiap bentuk ukuran.

d.Memutar bentuk masing-masing untuk menyelaraskan dengan rata-rata

perkiraan terbaru.

3. Mengitung rata-rata perkiraan baru dari bentuk selaras.

4. Jika rata-rata perkiraan dari langkah 2 dan 3 berbeda kembali ke langkah 2, jika tidak, berarti telah menemukan bentuk mean sebenarnya dari himpunan.

Analisis procrustes memiliki beberapa keunggulan, terutama pada pendekatan proses korespondensi pada bentuk, kompleksitas algoritmanya rendah sehingga

memungkinkan untuk diimplementasi dengan mudah. Selain itu Generalized

(38)

brutal terhadap pengambilan hampir semua data [15]. Gambar 2.5 distribusi titik yang

merepresentasikan bentuk tangan setelah dilakukan proses rata-rata yang diberikan

pada warna merah [15].

Gambar 2.5. Distribusi titik yang merepresentasikan bentuk tangan setelah dilakukan proses rata-rata yang diberikan pada warna merah [15]

(39)

2.4.1. Translasi

Tahap translasi memindahkan semua bentuk ke pusat dasarnya, titik awalnya

adalah (0,0) ini adalah yang paling mungkin untuk mewakili titik pusat umumnya,

namun tidak secara eksklusif begitu. Sebagai contoh berikut ini titik asal yang akan

menjadi pusat umum.

...(2.15)

...(2.16)

Dimana:

X: k x m matriks koordinat dari Landmark k dalam dimensi m (m=2 atau 3) Xc: baru koordinat dari X berpusat pada titik asal

Titik pusat dihitung dari jumlah kolom matriks X dibagi dengan jumlah

landmark (sejumlah baris). Setelah titik pusat dihitung kemudian mengurangkan titik pusat dari setiap elemen di pusat akan matriks itu pada titik asal [1].

2.4.2. Isomorphic Scaling

(40)

Normalisasi adalah jenis transformasi isomorfik yang berguna untuk skala bentuk

pada ukuran yang sama.

...(2.17)

X: koordinat X berpusat pada titik asal Xn: koordinat X berpusat dan normalisasi

2.4.3. Rotasi

Bila matriks telah disesuaikan dan diskalakan selanjutnya akan dilakukan

proses rotasi. Pada saat melakukan rotasi perlu dilakukan penyelarasan semua bentuk

ke satu bentuk target.

X: koordinat X berpusat dan normalisasi.

Q: rotasi ortogonal matriks untuk menyelaraskan X dengan rata-rata.

: rata-rata matriks.

Rotasi akan menggunakan eucidean/frobenius normal di mana ||A||=trace (A'A), yang merupakan jumlah kuadrat dari elemen A[2]. Jadi, akan meminimalkan perbedaan antara rata-rata dan merotasikan bentuk matriks dengan menggunakan

jumlah kuadrat.

...(2.18)

(41)

...(2.19)

Oleh karena bagian pertama tidak mengandung Q, maka:

...(2.20)

Dengan Menggunakan dekomposisi nilai singular dari dan properti

cyclic dari trace maka dapat dilihat pada persamaan ( 2.21).

…....(2.21)

H=V'QU adalah ortogonal (pxp) matriks karena merupakan produk dari orthogonal matriks. Dengan demikian, memiliki persamaan (2.22).

...(2.22)

Oleh karena itu, karena si adalah bilangan tidak-negatif dan trace (SH) adalah

maksimum pada saat hii= 1 untuk i = 1, 2 ... p (nilai maksimal dari suatu matriks ortogonal), memiliki persamaan (2.23).

...(2.23)

Sehingga Q minimum || XQ - || adalah:

...(2.24)

(42)

BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

Pada ini menjelaskan langkah-langkah serta metode penelitian yang akan

dilakukan dimana dimulai dengan mempelajari konsep-konsep matematis yang

menunjang penelitian ini. Secara garis besar langkah-langkah dalam tahap melakukan

penelitian ini dapat dijelaskan dimulai dari proses pengumpulan referensi, melakukan

pengambilan sampel image dengan menggunakan kamera.

Setelah proses pengambilan image dilakukan selanjutnya melakukan pelatihan data dengan cara memberi landmark pada fitur–fitur wajah yang disebut dengan

landmark file. Setelah proses pelatihan selesai dilakukan maka tahap berikutnya adalah melakukan penyelarasan data untuk menghitung rata-rata dari kumpulan data

landmark yang telah diberikan pada fitur–fitur wajah dengan dengan menggunakan

principal componen analisis (PCA) [4].

Principal vectors sebagai arah deformasi merupakan proses optimalisasi untuk mendapatkan arah titik landmark wajah yang telah dirata–ratakan sehingga proses pembentukan model fitur wajah dari data landmark yang telah diberikan pada masing fitur dapat terbentuk, proses ini disebut dengan tringulasi [6]. Gambar 3.1.

(43)

Gambar 3.1. Diagram proses pelatihan deteksi fitur–fitur wajah

3.1. Diskripsi Model Fitur

Pada penelitian ini semua fitur wajah akan diberikan landmark dan akan dideteksi pada saat pengujian. Fitur yang akan dideteksi meliputi alis kanan dan kiri,

mata kanan dan kiri, hidung, mulut dan lengkungan wajah.

3.1.1. Fitur alis mata

Alis mata terletak diatas mata, fitur tersebut akan dipakai sebagai fitur

pertama yang akan diberikan landmark, jumlah landmark yang diberikan adalah sebanyak empat titik, untuk mencirikan secara geometris dari fitur alis mata kanan

(44)

Gambar 3.2. Alis mata yang akan diberikan landmark

untuk pencirian fitur wajah

3.1.2. Fitur Mata

Fitur mata merupakan suatu indera manusia yang sangat unik berbeda antara

satu orang dengan yang lain. Tapi secara bentuk mirip, namun struktur geometrisnya

pasti berbeda. Untuk mewakili bentuk dari fitur mata, pada penelitian ini diberikan

sejumlah landmark untuk masing-masing mata. Untuk tiap–tiap mata diberikan enam titik landmark seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Fitur mata yang akan berikan landmark

(45)

3.1.3. Fitur hidung

Lokasi fitur hidung dapat ditemukan pada bagian tengah tulang hidung serta

pada bagian kanan dan kiri bagian bawah hidung pada bagian tersebut akan diberikan

empat titik pada bagian tengah tulang hidung dan lima titik pada bagian bawah

hidung seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Contoh Fitur hidung yang akan diberikan landmark

3.1.4. Fitur mulut

Mulut setiap orang juga mempunyai bentuk yang sangat unik, oleh karena itu

mulut juga dapat digunakan sebagai fitur pembeda ciri seseorang. Pada bagian fitur

mulut akan diberikan dua puluh landmark pada bagian bibir atas, bawah dan bagian dalam seperti pada Gamabr 3.5.

(46)

3.1.5. Fitur lengkungan wajah

Kelengkungan wajah setiap orang juag berbeda dan kemungkinan sangat kecil

untuk berubah. Pada bagian fitur lengkungan wajah ini akan diberikan 17 landmark,

dimulai dari sisi kanan wajah, dagu dan sisi kiri wajah seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Lengkungan wajah yang akan diberi landmark

sebagai pencirian fitur wajah

3.2 Pelatihan data landmark

Untuk melakukan proses pelatihan, pertama-tama dicari terlebih dahulu

rata-rata landmark untuk setiap data pelatihan. Rata-rata landmark untuk semua data pelatihan tersebut dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2) [8].

(47)

...(3.2)

Berdasarkan persamaan (3.1) dan (3.2) maka akan didapatkan nilai rata-rata

landmark dalam bentuk vektor sejumlah landmark yang digunakan pada data pelatihan. Proses selanjutnya adalah menentukan rata-rata keseluruhan landmark dari seluruh data pelatihan menggunakan persamaan (3.3). dan (3.4).

...(3.3)

dan

...(3.4)

Dari hasil perhitungan persamaan (3.3) dan (3.4) dan dengan

maka nilai titik tengan rata-rata untuk x dan y setiap landmark dapat

dihitung berdasarkan nilai tengah rata-rata maksimum dan minimum dapat dituliskan

persamaan (3.5) dan (3.6).

...(3.5)

(48)

dan maka jarak koordinat data pelatihan ke j

Hasil perhitungan persamaan (3.7) dan (3.8), dapat dicari nilai

yang minimum dan maksimum ke I menggunakan persamaan (3.9), (3.10), (3.11) dan (3.12).

...(3.9)

...(3.10)

...(3.11)

...(3.12)

Variasi landmark data pelatihan, dapat dihitung menggunakan persamaan (3.13) dan (3.14).

...(3.13)

...(3.14)

(49)

...(3.15)

...(3.16)

Berdasarkan persamaan (3.13), (3.14), (3.15), dan (3.16), maka nilai titik tengah zero mean untuk setiap landmark ke i baru dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3.17 dan 3.18).

...(3.17)

...(3.18)

Tabel 3.1. Algoritma proses pelatihan model [12]

1. Menghitung rata-rata xt1

dan yt1 untuk data pelatihan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2).

2. Menghitung rata-rata semua landmark menggunakan persamman (3.3) dan (3.4). 3. Menghitung nilai titk tengah rata-rata maksimum dan minimum untuk setiap

landmark menggunakan persamman (3.5) dan (3.6).

4. Menghitung zero mean pada data pelatihan

ke j setiap landmark ke i menggunakan persamaan (3.7) dan (3.8).

5. cari nilai maksimum dan minimum hasil langkah ke 4

(50)

Tabel 3.1. (sambungan)

6. Menghitung variasi landmark ke i menggunakan persamaan (3.13) dan (3.14). 7. Menghitung rata-rata variasi lanmark ke i menggunakan persamaan (3.15) dan

(3.16).

8. Menghitung nilai titik tengah zero mean pada setiap landmark, menggunakan persamaan (3.17) dan (3.18).

3.3. Inisialisasi Shape

Sebelum proses deteksi multi fitur dilakukan maka perlu diestimasi terlebih

dahulu untuk meletakkan inisialisasi shape. Estimasi posisi inisialisasi shape

dilakukan berdasarkan nilai rata-rata dari seluruh data pelatihan. Seluruh landmark

dijumlahkan dengan rata-rata variasi landmark ke I pada data pelatihan, dengan menggunakan persamaan (3.19) dan (3.20) berikut ini:

...(3.19)

...(3.20)

Model persamaan tersebut merupakan justifikasi dari seluruh data pelatihan

dengan mempertimbangkan rata-rata variasi pada landmark ke i dari sebaran

landmark data pelatihan sehingga shape awal dari proses pencarian dapat mendekati fitur yang dideteksi. Gambar 3.8 distribusi titik yang digunakan sebagai data

pelatihan. Distribusi titik–titik merupakan proses pembentukan bentuk fitur setelah

(51)

Tabel 3.2. Algoritma proses inisialisasi shape [12]

1. , mengerjakan langkah 2

2. , mengerjakan langkah 3

3. Menghitung inisialisasi landmark menggunakan persamaan (3.19) dan (3.20)

Gambar 3.8. Distribusi titik yang digunakan sebagai data pelatihan

3.4. Pergerakan Shape

Pada proses ini, semua shape diperlukan sebagai satu kesatuan. Pergerakan

shape dipengaruhi oleh jumlah landmark pada semua data pelatihan, rata-rata maksimum dan minimum pada setiap landmark, gradient data pelatihan, rata-rata

(52)

landmark pada data pelatihan disimbolkan menggunakan XYTi, untuk landmark x

disimbolkan xti, dan y disimbolkan yti, landmark bergerak berdasrkan nilai gradient

garis maksimal. Jika suatu landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt, yt), ditranslasi masing-masing sebesar tx dan ty maka akan menghsilkan koordinat baru (xt’, yt’), maka hasil translasi dapat ditulis menggunakan persamman (3.21) dan persamaan (3.22) berikut ini:

...(3.21)

...(3.22)

Atau dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3.23).

...(3.23)

Jika landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt, yt) diskalakan sebesar sx dan

sy menghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan

(3.24) dan (3.25).

Jika landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt, yt) diskalakan sebesar sx dan

sy menghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan

(3.24) dan (3.25).

xt’=xt.sx ... (3.24) yt’=yt.sy ... (3.25)

Atau dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3. 26).

(53)

Jika suatu landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt,yt) diskalakan sebesar

θ, menghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan

(3.27) dan (3.29).

... (3.27)

... (3.28)

Atau dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (3. 29).

...(3.29)

Jika tiga buah operasi di satukan, suatu landmark pada data pelatihan dengan koordinat (xt,yt) digeser pada sumbu x sebesar tx, di geser pada sumbu y

sebesar ty, kemudian di sekalakan sebesar sx dan sy, dan di putar sebesar , maka

meghasilkan koordinat baru (xt’,yt’) yang dapat ditulis dalam bentuk persamaan

(3.30).

(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Hasil Training

Penambahan jumlah data training sangat berpengaruh terhadap besarnya

error, dalam pengujian ini akan mencari komposisi jumlah data dan besar iterasi yang terbaik untuk dijadikan sebagai data acuan. Faktor besarnya error juga dipengaruhi oleh data awal pada saat proses di training, bila data yang ditraining antara satu file dengan file yang lain mengalami pergerakan yang terlalu besar atau pada saat

pemberian landmark tidak akurat maka error yang dihasilkan menjadi lebih besar seperti pada Gambar 4.1.

Untuk data training 25 sampai dengan 50 pada setiap proses iterasi menghasilkan error yang relatif besar bila dibandingkan dengan proses iterasi untuk data training 75, sedangkan untuk data trainingm100 sampai 130 menghasilkan error

yang relatif lebih kecil dan stabil bila dibandingkan data training 75.

(55)

Tabel 4.1. Hasil pengujian data training

Data Training Jumlah Iterasi % Error

(56)

Tabel 4.1. (sambungan)

Data Training Jumlah Iterasi % Error

(57)

Tabel 4.1. (sambungan)

Data Training Jumlah Iterasi % Error

100 80 30.2900

100 90 30.2900

100 100 30.2900

130 10 30.2900

130 20 30.0900

130 30 30.0900

130 40 29.9900

130 50 29.9100

130 60 29.8300

130 70 30.0900

130 80 30.0900

130 90 30.0900

130 100 30.0900

Penambahan dan pengurangan data training akan mempengaruhi hasil

pengujian. Penambahan data training dan jumlah iterasi merupakan faktor yang harus

(58)

4.2. Hasil Training

Setelah melakukan proses training maka hasil penggabungan dari semua

fitur-fitur wajah yang meliputi alis kanan dan alis kiri, mata kanan dan mata kiri, hidung,

mulut dan lengkungan wajah dengan total jumlah landmark adalah 66 titik landmark, data ini yang kemudian digunakan sebagai data pelatihan. Titik ini merupakan satu

set titik-titik pada permukaan bentuk fitur yang ditempatkan dengan akurat sehingga

dapat menggambarkan bentuk fitur wajah.

4.2.1. Fitur alis mata

Alis mata terletak diatas mata, fitur tersebut akan dipakai sebagai fitur

pertama yang akan diberikan landmark, jumlah landmark yang diberikan adalah sebanyak empat titik, untuk mencirikan secara geometris dari fitur alis mata kanan

dan kiri seperti pada Gambar 4.2.

(59)

4.2.2. Fitur mata

Fitur mata merupakan suatu indera manusia yang sangat unik dan berbeda

antara satu orang dengan yang lain. Tapi secara bentuk mirip, namun struktur

geometrisnya pasti berbeda, untuk masing-masing mata diberikan enam titik

landmark seperti pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Fitur mata yang telah diberikan landmark

4.2.3. Fitur hidung

Lokasi fitur hidung dapat di temukan pada bagian lekukan pada bagian kanan

dan kiri bagian bawah hidung, pada bagian bawah hidung dan batang tulang hidung

jumlah titik landmark yang digunakan untuk mewakili bentuk hidung adalah sembilan titik seperti pada Gambar 4.4.

(60)

4.2.4. Fitur mulut

Mulut setiap orang juga mempunyai bentuk yang sangat unik, oleh karena itu

mulut juga dapat digunakan sebagai fitur pembeda. Bentuk mulut mempunyai bentuk

yang hampir sama dengan bentuk mata tetapi mulut memiliki ketebalan antara bibir

atas dan bawah dengan jumlah titik dua puluh landmark seperti pada Gambar 4.5.

(61)

4.2.5. Fitur lengkungan wajah

Kelengkungan wajah setiap orang berbeda, dan kemungkinan sangat kecil

untuk berubah, pada fitur lengkungan wajah diberikan 17 landmark untuk mewakili lengkungan wajah seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Fitur lengkungan wajah yang telah diberikan landmark

4.2.6. Distribusi landmark setelah proses pelatihan

Setelah melakukan proses pelatihan pada masing–masing fitur maka distribusi

landmark, distribusi landmark tersebut merupakan jumlah data landmark yang telah dirata–ratakan pada masing–masing fitur wajah seperti pada Gambar 4.7.

(62)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uji coba dan analisa hasil pengujian maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Metode Principal Component Analisis (PCA) dapat digunakan untuk

merekonstruksi fitur wajah berupa titik landmark.

2. Principal Component Analisis (PCA) akan berkerja secara optimum jika menggunakan traning sebanyak 75 data training.

3. Dengan metode ini dapat menggantikan marker fisik yang selama ini

digunakan dalam motion capture dan dapat diterapkan pada dunia animasi,

game, serta pada aplikasi lain dibidang komputer vision.

5.2 Saran

1. Dalam pemberian landmark pada data training harus sesuai urutan dan teliti. 2. Pada pergerakan wajah yang terlalu besar dan sudut yang melebihi 300 atau

(63)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Atthariq. “Facial Motion Capture using Active Appearance Models Method Master's thesis”, Electrical Engineering, Multimedia Intelegent Network Sepuluh Nopember Institute Of Technology, 2011.

[2] Michel Gleicher and Nicola Ferrier, “Evaluting Vedio Based Motion Capture, Proceedings of Computer Animation”, 2002.

[3] Sukoco, “Teknologi Motion Capture untuk Pembuatan Film Animasi 3D”, speed 10 Edisi Web Febuari 2011, ISSN: 2088-0154.

[4] I.T. Jolliffe. “Principal Component Analysis”. Springer, Aberdeen, UK, 2nd edition, April 2002.

[5] Gower, John C. and Dijksterhuis, Garmt B.: “Procrustes Problems”, Oxford University Press,

[6] Esty Vidyaningrum and Prihandoko. “Human Detection by using eigenface method for various pose of human face, Faculty of Industrial Technologi”, Gunadarma, 2009

[7] Thanh Nguyen Duc, Tan Nguyen Huu, Luy Nguyen Tan. “Facial Expression Recognition Using Aam Algorithm Division of Automatic Control”, Ho Chi Minh University of Technology, Vietnam,National key lab for Digital Control & System Engineering, Vietnam, 2008.

[8] Arif Muntasa, Mochhamad Hariadi, Mauridhi Hery Purnomo. “A New

Formulation of Face Sketch Multiple Features Detection Using Pyramid Parameter Model and Simultaneously Landmark Movement”,International Journal of Computer Science and Network Security, VOL.9 No.9 September 2009

[9]

(64)

[11] T. F. Cootes and C. J. Taylor. “Active appearance models. In IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence”, pages 484,498. Springer, 1998.

[12] S. Baker, R. Gross, and I. Matthews. Lucas-kanade 20 years on: “A unifying framework”: Part 4, 2004. Technical Report CMU-RI-TR-04-14, Robotics Institute, Carnegie Mellon University

[13] Matthews and S. Baker. “Active appearance models revisited”. IJCV, 2004.

[14] M. B. Stegmann. “Active appearance models: Theory, extensions and cases. Master's thesis”, Informatics and Mathematical Modelling, Technical University of Denmark, DTU, Richard Petersens Plads, aug 2000

[15] Gower, John C. and Dijksterhuis, Garmt B.: “Procrustes Problems”, Oxford University Press, 2004.

[16] F. L. Bookstein. “Landmark methods for forms without landmarks: Localizing group differences in outline shape”. In MMBIA '96: Proceedings of the 1996 Workshop on Mathematical Methods in Biomedical Image Analysis (MMBIA'96) Washington, DC, USA, 1996. IEEE Computer Society.

[17] Roland, K.Markerless “Motion Capture of Complex Human Movements from Multiple Views.ZURICH : Submitted dissertation, 2005.

[18] Menache, Alberto. “Understanding n motion capture for computer animation and video games. Sea Harbour Drive, Orlando, Florida : Academic Press, 2000. 0-12-490630-3.

(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)

Gambar

Gambar 2.4.  Contoh PCA dari distribusi Gaussian multivariat [4]
Gambar 2.5. Distribusi titik yang merepresentasikan bentuk tangan setelah dilakukan
Gambar 3.1.  Diagram proses pelatihan deteksi fitur–fitur wajah
Gambar 3.6. Lengkungan wajah yang akan diberi landmark                                           sebagai pencirian fitur wajah
+7

Referensi

Dokumen terkait

9 Beginilah firman TUHAN: &#34;Karena tiga perbuatan jahat Tirus, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena mereka telah menyerahkan tertawan suatu

halaman awal dari sistem keamanan ini setelah user melakukan login. Pada form menu utama terdapat menu-menu yang dapat digunakan untuk menjalankan sistem keamanan

Sektor–sektor ekonomi yang termasuk dalam komponen produk domestik regional bruto (PDRB) adalah sebagai berikut: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor

○ Jika Pembeli memilih produk utama &amp; tambahan untuk memenuhi syarat pembelian Kombo Hemat, harga dan batas pembelian dari Kombo Hemat yang akan berlaku. ○ Jika Pembeli

4.4.2 Menyusun teks information report lisan dan tulis, sangat pendek dan sederhana, terkait topik yang tercakup dalam mata pelajaran lain di Kelas IX, dengan

Nilai tersebut menunjukan bahwa 0,0904 &gt; 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

Band indie Utopia sebagai karakter image pada channel identity ini dimaksudkan sebagai perwujudan bahwa MTV dapat memasuki berbagai genre musik yang ada dan dapat

Tesis yang berjudul :” PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DALAM KEGIATAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN DI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT” ini adalah karya penelitian