SKRIPSI
KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KONFLIK GAZA (Analisis Framing pada Berita Harian Kompas dan Republika
Edisi 16-24 November 2012)
Disusun oleh:
TRI HAYATININGSIH
07220377
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : TRI HAYATI NINGSIH
Tempat, tanggal lahir : Malang, 18 Agustus 1988
Nomor Induk Mahasiswa : 07220377
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:
Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Konflik Gaza (Analisis Framing Berita Harian
Kompas dan Republika edisi 16-24 November 2012)
Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Malang, 4 Mei 2013 Yang Menyatakan,
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobbil’alamin, akhirnya penulisan yang berjudul KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KONFLIK GAZA (Analisis Framing Berita Harian Kompas
dan Republika edisi 16-24 Novemver 2012) telah dapat diselesaikan.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi sebagian dari persyaratan menempuh ujian guna meraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
Disadari oleh penulis bahwa proses penulisan ini penuh dengan rintangan dan hambatan. Namun dengan motivasi yang kuat dari penulis, disertai dorongan dari berbagai pihak, akhirnya hambatan dan rintanngan teratasi denngan baik.
Selama penelitian berlangsung hingga terselesainya penyusunan skripsi, penulis banyak menerima bimbingan, arahan, kerja sama, dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimaksih kepada:
1. Allah SWT, atas anugrah Cinta dan dekap kasihNya serta lautan ilmu yang tak pernah habis.
2. Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun menuju cahaya ilmu dan agama.
3. Bapak yang ada di sisiNYA, terimakasih atas pelajaran hidup dan tuntunan dalam menggapai ilmu, nasihatmu tidak akan pernah saya lupakan. Ibu, terimaksih atas kasih sayang, cinta, motivasi, aku persembahkan ini untuk kalian, I love u my parents.
4. Keluarga besarku, Bunda, Mbak Sami, keponakan-keponakanku, kakak ipar terimakasih atas motivasi dan biaya yang telah kalian berikan untukku dan tak pernah lelah selalu mengingatkanku untuk segera menyelesaikan tugas ini.
7. Abdullah Masmuh, Drs, M.Si, selaku dosen pembimbing I atas arahan dan kesabarannya sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik.
8. Sugeng Pujileksono, Dr, M.Si, selaku dosen pembimbing II atas perhatian, koreksi, diskusi dan kesabarnnya sehingga skripsi ini bisa selesai.
9. Segenap dosen Ilmu Komunikasi dan pihak administrasi yang telah memberikan ilmu pengetahuan, kemudahan serta bantuannya.
10. Si Mbem yang telah memberikan motivasi, perhatian dan cintanya :’)
11.My luvly RUMPUTS untuk kebersamaannya selama ini, dengan kalian aku menemukan keluarga baru , keluarga besar Perpus Masjid pak Hari dan Mas Zakir, dan teman-teman Anti Galau untuk kekocakannya :D
12.Dan untuk semua pihak yang telah membantu pengerjaan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari skripsi ini adalah sebuah pembelajara untuk menjadi sempurna di masa depan. Saran taupun kritik yang membangun senantiasa diharapkan demi memperbaiki kekurangan yang ada. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Malang, 04 Mei 2013
DAFTAR ISI
COVER ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
F.4 TeknikAnalisa Data ... 27
BAB II GAMBARAN UMUM HARIAN KOMPAS DAN REPUBLIKA A. Gambaran Umum Harian Kompas ... 34
A.1 Profil Harian Kompas ... 34
A.2 Pemetaan surat kabar Kompas ... 36
A.3Kompas ke Depan ... 37
A.4Visi Misi dan Tujuan Harian Kompas ... 40
A.5Perkembangan Perusahaan ... 40
A.6 Rubrikasi Harian Kompas ... 42
A.7 Strategi Pemasaran Harian Kompas... 44
A.8 Stuktur Organisasi surat kabar Kompas ... 45
B. GambaranUmumHarianRepublika ... 46
B.1 Profil Harian Republika ... 46
B.2 Pemetaan surat kabar Republika ... 48
B.3 Visi Misi dan kebijakan Redaksional Republika ... 48
B.4Cara Pandang Pemberitaan Republika ... 52
B.5 Struktur Organisasi surat kabar Republika ... 54
BAB III SAJIAN ANALISIS DATA
A.5 Pesawat Israel Terbang di Wilayah Mesir ... 81
A.6 Gencatan Senjata belumJelas ... 86
A.7 Gaza Rayakan Gencatan Senjata ... 91
A.8 BantuanObat-obatan Paling Dibutuhkan ... 95
B. Frame Republika ... 101
B.1 Gaza DigempurPesawat Israel ... 101
B.3 Israel Makin Brutal ... 111
B.4 SeranganMeluas ... 115
B.5 DuniaInternasionalDesakGencatanSenjata ... 120
B.6 SBY-Obama Bahas Gaza ... 124
B.7 Bom Bus Tel Aviv, GencatanSenjataTerancam... 130
B.8 Warga Gaza RayakanGencatanSenjata ... 134
B.9 Israel KhianatiGencatanSenjata ... 137
C. InstrumenPenelitian... 141
a. Ideologi ... 143
b. Rutinitas Media ... 144
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 146
B. Saran ... 147
1. SecaraAkademis... 147
2. SecaraPraktis ... 148
DaftarPustaka
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. PT Rineka Cipta: Jakarta
Eriyanto, 2008. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. LKIS: Yogyakarta , 2009. AnalisisFraming.LKIS: Yogyakarta
, 2011, Analisis Isi.Kencana: Jakarta
Emka, Zainal Arifin. 2005.Wartawan Juga Bisa Salah.JPBooks: Surabaya Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa.Rajawali Pers : Jakarta
2009. Jurnalismemasa kini.Rajawali Pers: Jakarta
Septiawan,SantanaK.2005.JurnalismeKontemporer.YayasanOborIndonesia: Jakarta Shoemaker, Pamela J, 1966. Mediating The Message. Longman Publisher: USA Sudibyo, Agus. 2006.PolitikMedia dan PertarunganWacana.LKIS. Yogyakarta Sugiyono, 2010. Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung
Sobur,Alex. 2006.Analisis Teks Media.RemajaRosdakarya: Bandung
Syahputra,Iswandi.2006.Jurnalismedamai: MeretasIdeologiPeliputandiArea Konflik. Yogyakarta: P_IDEA
Sumber non Buku
http://www.scribd.com/doc/12617610/Sejarah-Harian-Kompas-Sebagai-Pers-Partai Katolik(diambil pada tanggal 31 januari 2013 pada jam 12.30 wib)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komunikasi tidak lain merupakan usaha untuk menciptakan sebuah
kondisi hidup manusia yang lebih baik. Komunikasi membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan sekitar. Serentak dengan laju perkembangan masa menuju sebuah masa yang lebih dikenal dengan masa
kontemporer, yang ditandai dengan adanya perubahan dan penyegaran diberbagai aspek kehidupan. Mau tidak mau memaksa manusia untuk mengikuti
perkembangan yang adea. Salah satu aspek kehidupan yaitu komunikasi, komunikasi merupakan suatu bentuk budaya yang terdapat dalam masyrakat.
Satu kenyataan yang tidak terbantahkan dan sangat mempengaruhi proses
komunikasi dalam masyarakat modern saat ini adalah keberadaan media massa. Arus globalisasi yang melanda dunia saat ini semakin memperkuat peranan
informasi. Kebutuhan masyarakat terhadap suatu informasi terbilang sangat tinggi, inilah alasan yang menyebabkan perkembangan komunikasi massa
berkembang sangat pesat. Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi massa dewasa ini. Bahkan ketergantungan manusia pada media massa sudah sedemikian besar. Berbagai macam berita mulai dari politik,
2 media sebagai alat yang ikut membentuk apa dan bagaimana masyarakat (Nurudin, 2007 : 33).
Manusia yang merupakan makhluk sosial, melangsungkan proses kehidupan dengan berkelompok dan bermasyarakat. Komunikasi merupakan
sebuah upaya melakukan interaksi. Kemungkinan terjadinya konflik dalam kehidupan, dimana dan kapan saja akan selalu ada menyertai kehidupan manusia. Konflik adalah sebuah tindakan yang mengerucut pada kondisi yang tidak
nyaman, namun konflik yang terjadi lebih mengakibatkan adanya tindakan kekerasan, apalagi konflik bersenjata akan selalu menyisakan kepedihan bagi
yang menjalaninya dan melahirkan keprihatinan bagi yang tidak merasakannya secara langsung.
Konflik dengan sederhana dimaknai sebagai suatu yang bersifat alamiah
dan naturalia, artinya konflik merupakan fenomena kemanusiaan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia. Konflik merupakan kodrat bagi kehidupan
manusia dan bersifat given dalam kehidupan. Karena itu, tidak heran bila kemudian kita menyasikkan ada kalanya konflik sengaja dipilih manusia secara
sadar untuk menyelesaikan masalahnya. Pilihan untuk mengambil cara-cara konflik biasanya didahului oleh proses deliberasi, perhitungan untung-rugi dan kalah menang. Sebab, mengambil cara konflik merupakan pilihan, karena cara
damai di luar konflik di proyeksikan tidak akan menguntungkan.
Kemampuan media untuk menentukan aspek-aspek mana yang harus
3 oleh masing-masing media. Memahami cara kerja media merekam dan mengkonstruksi sebuah peristiwa, tentulah tidak bisa dipisahkan dengan
bagaimana media menangkap realita di balik pemberitaan. Berawal dari pencarian, pengumpulan dan penyampaian pesan, kesemuanya melibatkan agen
pengkonstruksi. Dalam kaitannya dengan ini Dedy N Hidayat dalam Pengantar Jurnalisme Damai (2006 : viii-x), seorang wartawan disaat pemberitaan dengan menonjolkan obyektivitas fakta ini akan menimbulkan wacana tersendiri.
Khususnya obyektivitas pada faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas, atau pengetengahan fakta dan pemisahan opini, sering mencuatkan wacana baru yang
tak mudah menemukan solusi. Sebuah fakta tidak bisa datang dengan hanya kebenaran obyektif. Suatu teks berita tentang konflik, meskipun peliputannya didasarkan pada fakta, bagaimanapun juga itu hanyalah sebuah realitas simbolik
yang tidak berhubungan setara dengan realitas obyek pemberitaan. Selain kelengkapan dan ketepatan, penyajian berita juaga bisa mengundang masalah
seputar relevansi.
Memahami media sebagai konstruksi realita, memungkinkan adanya suatu
bentuk pencitraan dan penggambaran yang sempurna bisa menampakkan kaslian dari sebuah berita yang ingin di tonjolkan dalam setiap media yang berbeda. Peristiwa dan fakta dikonstruksi melalui teknologi informasi dan komuniksai telah
diterima sebagai manifestasi realita. Pengemasan sutau fakta akan membuka celah untuk masyrakat berpikir kritis terhadap konstruksi peristiwa yang tidak menutup
4 media menjelma menjadi penghubung antar waktu, pencipta suatu tatanan lewat kepiawaian memainkan konstruksi realitas.
Konflik yang merupakan permaslahan sosial sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Banyak di antara konflik tersebut sudah mengarah pada disintegrasi
dan telah menjadi maslah yang berkepanjangan. Konflik dapat terjadi dan menimpa siapa saja mulai dari kalangan elit, kalangan cendikiawan dan masyarakat awam. Kondisi seperti ini dapat menggoyahkan bahkan sampai pada
hilangnya sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Penyebab konflik mungkin hanya diakibatkan oleh hal yang sifatnya tidak penting
dan berdampak pada hancurnya berbagai saran adan prasarana yang telah demikian lama dibangun., serta munculnya berbagai dampak psikologis yang tidak kondusif untuk hidup berdampingan.
Dan seiring perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi, masyarakat informasi saat ini tidak hanya memperhatikan
konflik-konflik yang terjadi di negaranya saja akan tetapi peristiwa konflik-konflik atau perang yang terjadi diluar negeri juga mendapat perhatian yang sama besarnya dari
khalayak, khususnya yang ada di Indonesia. Salah satu peristiwa yang tengah menjadi perhatian dunia pada akhir tahun 2012 ini adalah konflik atau perang yang terjadi antara Israel dan Hamas di jalur Gaza, pro kontra masih terus
berlangsung seiring dengan jatuhnya korban dan hilangnya nyawa-nyawa tak berdosa akibat perang tersebut. Banyaknya korban yang jatuh di Palestina kian
5 nasional maupun internasional, khususnya Indonesia. Mengalahkan isu-isu lokal atau isu nasional selama sepekan.
Konflik “melahirkan” rasa tidak nyaman dan terancam setiap waktu
namun perang di Palestina yang terjadi antara Israel dan Hamas masih terus
berlanjut, konflik ini sebenarnya telah terjadi sejak puluhan tahun lalu dimulai dengan pengungsi yang muncul akibat perang Arab – Israel tahun 1948, kemudian masalah tepi barat, jalur Gaza, dan Yerusalem Timur muncul sebagai akibat
perang enam hari 1967 dan terus berlanjut sampai sekarang. Gencatan senjata tidak pernah berlangsung lama diantara kedua Negara ini. Konflik semakin
meruncing ketika Hamas berhasil menguasai pemerintahan Gaza melalui kudeta berdarah pada Juni 2007. Gesekan antara kelompok Hamas dan Israel tidak dapat dihindarkan hingga di capai perjanjian gencatan senjata yang berakhir pada 26
Desember 2008. Tetapi hal itu tidak menyudahi perang antar kedua kubu pada tanggal 16 November 2012 terjadi penyerangan Israel terhadap Hamas yang
menewaskan 13 warga Palestina dan melukai 140 lainnya dan berakhir dengan gencatan senjata pada 22 November 2012 sampai akhirnya Palestina dijadikan
sebagai negara berdaulat yang diakui oleh dunia.
Perang antara Israel dan Hamas terus saja menjadi keprihatinan dunia dan masih menuai pro kontra masyarakat dunia dan setelah mendapat tekanan dari
berbagai pihak untuk segera menghentikan perang, terutama negara-negara islam yang ada di dunia seperti Mesir yang melakukan kunjungan solidaritasnya ke
6 membawa obat-obatan dan perlengkapan medis darurat. Selain Mesir, Arab dan Turki juga menunjukkan solidaritasnya dengan memberi dukungn kepada Mesir
untuk gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Malaysiapun tak mau ketinggalan untuk menunjukkan solidaritas antara muslim Palestina dengan
muslim Malaysia, dalam acaranya tersebut diadakan pula sumbangan solidaritas untuk Gaza. “Indonesia sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia
cukup strategis dalam mengupayakan kemerdekaan Palestina”, kata wakil sekjen
Liga Arab Ahmed Benhelli dalam pertemuan dengan delegasi DPR-RI di Kairo. Mengenai Palestina Mahfuds perwakilan DPR-RI mengemukakan bahwa
parlemen Indonesia terus mendorong Pemerintah lebih meningkatkan upaya diplomatik dengan mengintensifkan kontak dengan pihak terkait, selain itu masyarakat indonesiapun memberikan dukungannya dengan berbagai kegiatan
seperti menggalang dana untuk Palestina. Secara tidak langsung medialah yang memegang peranan besar dalam menghentikan perang antara Israel dan Hamas,
maka dari itu sudah menjadi tugas media massa untuk selalu meliput dan menyiarkan berita tentang konflik yang terus membara di Palestina secara adil
dan berimbang, agar masyarakat dunia tahu, apa yang sebenarnya terjadi disana. Namun yang menjadi pertanyaansejauh mana atau seberapa besar porsi kata yang bernama “obyektivitas” itu benar-benar diterapkan dalam sebuah pemberitaan?.
Faktor utama yang menjadikan bahan liputan berita dikarenakan nilai berita yang dikandung peristiwa ini adalah, konflik. Konflik merupakan salah satu
7 Kompas adalah suatu perusahaan media massa yang besar dan prestisius. Media ini merupakan sebuah perusahaan yang paling lama atau mempunyai umur
yang lebih dari media-media yang lainnya. Harian yang memiliki motto “Amanat hati nurani rakyat” ini mengawali kehadirannya dengan akan bangkrutnya PT.
Kinta dengan terbitan majalah bulanan Intisari yang didirikan oleh (Alm) Auwjong peng Koen, atau lebih dikenal dengan nama Petrus Kanisius Ojong seorang pimpinan redaksi mingguan Star Weekly, beserta Jakob Utama, wartawan
mingguan penabur milik gereja katolik. Media ini juga professional dalam setiap berita yang yang diturunkan dengan memberikan sumber berita secara langsung
yaitu menurunkan langsung wartawannya untuk meliput berita, seperti yang terjadi di konflik Gaza.
Republika adalah Koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas
muslim bagi publik di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat islam, khususnya para wartawan professional muda
yang dipimpin oleh ex wartawan Tempo, Zaim Uchrowi yang telah menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang
saat itu diketuai BJ Habibie dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upaya tersebut berbuah.Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993. Republika merupakan surat kabar harian yang
diterbitkan atas adanya keinginan untuk mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan berkualitas. Republika sangat memegang
8 yang disajikan oleh media ini lebih banyak mengambil kutipan dari berbagai wartawan luar yang diambil untuk kepentingan ideologi media ini, seperti halnya
dalam pemberitaan konflik Gaza.
Analisis framing merupakan sebuah metode penelitian mengenai media
massa yang dasar penelitian bermula dari teori konstruksi sosial. Pada teori konstruksi sosial dijelaskan bahwa realitas yang dilihat dan dibaca di media massa tersebut bukanlah merupakan realitas yang benar-benar terjadi, melainkan sebuah
proses konstruksi oleh media-media yang bersangkutan.
Dari uraian latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul
Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Konflik Gaza (Analisis framing pada Harian Kompas dan Republika Edisi 16-24 November 2012) .
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: “ Bagaimana Konstruksi pemberitaan Konflik Gaza pada
Koran harian Kompas dan Republika edisi 16-24 November 2012? “
C. Tujuan Penelitian
9 D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi civitas akademi sebagai tambahan referensi tentang analisis framing.
Terlebih , yang mengaplikasikan teori Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki. Sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian sejenis selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu membuka wawasan tentang dunia
jurnalistik bagi mahasiswa ilmu komunikasi dan menanamkan kesadaran bahwa media massa merupakan patner dalam kontrol social. Sehingga nantinya, ketika berkecimpung dalam dunia jurnalistik, mahasiswa dapat
mengaplikasikan nilai-nilai obyektivitas dalam proses produksi berita.
E. Tinjauan Pustaka
E.1 Konstruksi Realitas Sosial
Media selalu memiliki dampak bagi seseorang atau sekelompok orang atas pesan yang disampaikannya. Dalam mengkonstruksi realitas, media menggunakan bahasa atau teks sebagai perangkat besarnya. Bila
10 mengkonstruksi realitas social tetapi sudah bisa menggambarkan citra atau image dalam benak masyarakat (Sudibyo: 2002).
Penggunaan bahasa tertentu akan menghasilkan makna tertentu pula. Bahasa bukan lagi mencerminkan realitas, tapi sudah berangkat
menuju arah penciptaan realitas. Seperti apa yang dikatakan oleh Peter L. Berger, bahwa realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan. Tetapi sebaliknya realitas itu lahir dengan
dibentuk dan dikonstruksi (Eriyanto 2002 : 15).
E.2 Media dan Konstruksi Atas Realitas
Peristiwa yang sering diberitakan media massa baik media elektronik maupun media cetak sesungguhnya seringkali berbeda dengan peristiwa sebenarnya. Media tidak semata-mata sebagai saluran pesan
yang pasif akan tetapi media pun aktif melakukan konstruksi terhadap peristiwa.
Isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai
alat merepresentasikan realitas, namun juga bias menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut (Sobur, 2006 : 88).
Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subyektif. Realitas itu hadir karena
11 Pandangan konstruksionis melihat media bukan hanya alat dari kelompok dominan, tetapi juga memproduksi ideologi dominan. Media
membnatu kelompol dominan untuk menyebarkan gagasannya, mengontrol kelompok lain dan membentuk konsensus antar anggota
komunitas (Eriyanto, 2008 : 36). Lebih lanjut Eriyanto mengatakan, media bukan sarana yang netral yang menmpilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideology yang
dominan itulah yang akan tampil dalam pemberitaan (Janet dalam Eriyanto, 2008 : 37).
Lima faktor yang mempengaruhi pemberitaan menurut Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Sudibyo, 2006) meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam news room adalah:
1. Faktor individual, faktor individual adalah faktor personal dari
pengelola media. Bagaimana sejarah atau latar belakang individu tersebut dalam aspek-aspek personalnya dalam mempengaruhi
berita yang akan ditayangkan atau dimuat. Unsur personal mempengaruhi berita dalam berbagai hal seperti jenis kelamin, usia, agama.
Dalam hal ini, wartawan merupakan garda terdepan dalam proses produksi berita yang berinteraksi langsung dengan peristiwa.
12 2. Faktor rutinitas media (media routine). Mekanisme dalam media
dan proses pembentukan berita termasuk aspek rutinitas media.
Setiap media mempunyai standar tersendiri dalam menilai mana berita yang layak atau tidak layak, mana berita bagus dan mana
yang tidak bagus. Rutinitas disini juga berhubungan dengan bagaimana cara berita dihasilkan, seperti pendelegasian pencarian sebuah berita, siapa yang akan menulis dan atau siapa editornya.
Rutinitas media pada intinya bisa kita bilang menjelaskan bagaimana berita itu diproduksi dalam sebuah media. Proses
seleksi berita ini berlangsung melalui tahapan-tahapan yang berlapis. Hasil liputan oleh wartawan masuk dalam dapur redaksi yang kemudian tahap selanjutnya adalah proses editing , berita
apa yang harus dimunculkan dan apa yang harus dieleminir. Setelah proses editing, maka naskah tersebut masuk dalam tahap
layout. Akan ditempatkan dimana berita tersebut sehingga dapat
menarik minat khalayak. Naskah yang sudah d layout, diserahkan
pada kepala bagian naskah untuk recheck. Hingga proses terakhir adalah penerbitan. Rutinitas seperti berlangsung terus-menerus. Hal ini yang secara tak langsung juga mempengaruhi proses
framing atau pembingkaian dalam sebuah berita.
3. Organisasi. Level organisasi sangat erat kaitannya dengan struktur
13 besar dan mempunyai bagian-bagian tersendiri sehingga pengelola media bukanlah entitas tunggal yang bias mengambil
kebijaksanaan tetapi ada komponen-komponen lain, seperti redaksi, bagian iklan, bagian pemasaran, sirkulasi, bagian umum
dan sebagainya sehingga mereka mempunyai kepentingan dan tujuan masing-masing.
Dalam struktur organisasi media, wartawan tidak memiliki hak
preogratif dalam menyajikan berita. Ada bagian-bagian dari struktur organisasi yang kemudian berpengaruh penting dalam
proses produksi berita ini. Bagian-bagian tersebut tentunya memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula.
4. Ekstramedia. Ekstramedia berhubungan dengan factor sosial atau lingkungan di luar media. Faktor yang termasuk dalam
ekstramedia adalah berita, sumber penghasilan media, dan pihak eksternal (pemerintah dan lingkungan bisnis). Katakanlah media
yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented) Tentunya, hal-hal yang mengandung muatan negatif terhadap iklan yang menjadi promotor tidak akan ditampilkan. Pun media yang
dimotori oleh tokoh politik tertentu. Bisa jadi, pemberitaan yang disajikan tidak jauh dari citra positif dari tokoh tersebut. Hal ini
14 5. Ideologi. Ideologi disini dapat dipahami sebagai kerangka berfikir atau referensi yang dipakai individu dalam melihat realitas.
Ideologi disini bias kita bagi dua, yaitu ideologi media dan ideologi wartawan sehingga pesan yang akan ditampilkan adalah
refleksi dari apa yang dipahami oleh media dan individu-individu di dalamnya.
Keberagaman media tanah air muncul dengan berbagai macam
corak. Media yang mengusung jurnalisme damai dengan ideologi Islam misalnya, akan cenderung berhati-hati dalam setiap berita
yang mendiskreditkan atau mengandung unsur tendensius terhadap agama Islam.
E.3 Berita
Berita adalah jendela dunia. Melalui berita, kita bisa mengetahui peristiwa apa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Namun, apa yang kita lihat, dengar dan rasakan tentang dunia tergantung pada „jendela‟ apa
yang kita pakai (Eriyanto, 2009: 4)
Dalam pandangan kaum konstruksionis, berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari kerja jurnalistik, bukan kaidah buku jurnalistik . Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian
kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak. Lewat konteks pemberitaan pembaca
15 tampilkan tidak berlaku untuk konteks yang lain. Lewat konteks pemberitaan ini pembaca dapat menyadari bahwa wartawankadang
menghidangkan “madu” dalam menu beritanya, kadang pula dalamberita
yang lain menuangkan “racun”.
Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken from granted . Sebaliknya, wartawan dan Medialah yang secara aktif membentuk realitas. Dengan kata lain, realitas tercipta dalam konsepsi wartawan (Eriyanto,
2009: 7)
Peter L Berger dan Thomas Luchman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”.
Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat didalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak
tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan
memiliki karakteristik secara spesifik.
Lebih lanjut Peter L Berger dan Thomas Luckman menyatakan,
berita tidak bisa disamakan seperti kopi realitas, ia haruslah dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya, sangat potensialterjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Berita dalam pandangan
konstruksi sosial bukan fakta yang riil. Berita adalah produk interaksi wartawan dengan fakta. Realitas sosial tidak begitu saja menjadi berita
16 dilanda realitas yang ia amati dan diserap dalam kesadarannya. Kemudian proses selanjutnya adalah eksternalisasi pada proses ini wartawan
menceburkan diri dalam memaknai realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksidan dialetika ini (Eriyanto, 2009 : 17).
E.4 Media dan Liputan Konflik
Untuk menghindari “konflik teori” terhadap pendefinisian konflik itu
sendiri berikut definisi sejumlah pakar dalam memahami konflik itu apa
dan bagaimana:
1. Barbara Salert (1976), konflik sebagai benturan struktur dalam
masyarakat yang dinamis, antara struktur dominan dan struktur yang minimal.
2. Charles Tilly (1986), konflik merupakan hasil dari kalkulasi politik
para pemimpin yang memobilisasi sumber daya internal kelompoknya untuk menyikapi peluang public yang terus berubah.
3. Sigmund Freud, konflik sebagai pertentangan antara dua kekuatan atau lebih yang mengandung agresifitas dan diekspresikan.
4. Schermerhon, Hunt dan Osborn. Konflik tejadi saat muncul ketidaksepakatan dalam setting sosial yang dapat ditandai dengan friksi emisional antara individu atau kelompok.
5. Ted Robert Gurr (1970), konflik merupakan penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh actor atau
17 Kendali konflik sudah merupakan takdir bagi perjalanan sejarah kemanusiaan, akan tetapi beberapa pakar konflik selalu berkeyakinan ada
jalan keluar dari konflik yang terjadi. Dalam perspektif jurnalisme professional yang mengetahkan konflik informasi dari seorang wartawan
yang bersinggungan langsung dengan konflik akan menjadi riset atau pendorong terjadinya suatu konflik. Akan tetapi disisi lain posisi wartawan juga dapat memberikan konstruksi untuk mengurangi konflik dengan apa
yang disebut resolusi konflik. Akan tetapi disisi lain posisi wartawan juga dapat memberikan konstribusi untuk mengurangi konflik dengan apa yang
disebut resolusi konflik. Menyelesaikan konflik secara bersama-sama suatu yang menjadi perbedaan melalui berita-beritanya. Menurut para pengamat budaya Akiba, Adoni, dan Bentz (1990. Syahputra. 2006: 65.)mereka
mengatakan jurnalis melalui media tempat dirinya bekerja menjadi titik silang yang paling strategis untuk mengupayakan berakhirnya konflik atau
memperpanjang, bahkan memperluas konflik. Media yang menyajikan konflik cenderung sebagai realita sosial, tetapi sebagai komoditi sosial.
Situasi seperti ini terbukti pada pengamatan silang budaya memperlihatkan bahwa berbagai konflik merupakan focus yang paling dominan buat komoditi informasi.
Dalam proses media sebagai pembentukan terhadap pemaknaan konflik. Seperti memberi definisi dan menjelaskan akar mula konflik
18 memiliki hak untuk menerima atau mengetahui informasi peristiwa yang sebenarnya sebagai pembentuk sikap dan tanggapan mengenai apa yang
diberikan pada suatu berita konflik. Akan tetapi ini akan mengalami benturan dengan posisi media dalam setting konflik akan sangat
menyentuh dan terkait erat dengan frame media dan agenda setting media. Dimana suatu hal yang paling penting dalam proses peliputan adalah faktor psikologis dari jurnalis atau wartawan itu sendiri.
E.5 Layak Berita
Menrurut Ashadi Siregar (1982) suatu peristiwa atau kejadian,
secara umum yang layak diangkat menjadi berita adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur yang disebut dibawah ini:
1. Kejadian atau peristiwa yang mempunyai kemungkinan akan
mempengaruhi kehidupan orang banyak.
2. Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi
orang banyak.
3. Kejadian atau peristiwa yang menyangkut ha-hal yang baru
terjadi, atau baru ditemukan.
4. Kejadian atau peristiwa yang dekat dengan pembaca.
5. Kejadian atau peristiwa mengenai hal-hal yang terkenal atau
19 6. Kejadian atau peristiwa yang member sentuhan perasaan; kejadian yang menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa,
atau orang besar dalam situasi biasa. (Abdul chaer, 2010:12)
E.6 Berita dalam pandangan Konstruksionis
Pandangan konstruksionis memiliki penilaian yang berbeda mengenai masalah obyektifitas dalam berita. Paradigma konstruksionis memandng
berita sebagai sesuatu yang subyaktif karena merupakan hasil konstruksi atas realitas. Konsep mengenai kosntruksionisme diperkenalkan oleh
sosiolog, interpretative, Peter L Breger. Bersama Thomas Luckman, menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Akan tetapi relitas dibentuk dan
dikonstruksikan menjadi pemaknaan yang ganda atau plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas
(Eriyanto, 2009 : 15).
Dalam teori konstruksionisme sosial, sebuah teori sosial yang
berpendapat bahwa kekuatan individu untuk melawan atau membangun kembali lembaga sosial yang penting adalah terbatas, disini mempertanyakan kekuaatan kontrol sosial individu terhadap budaya dan
berpendapat bahwa lembaga-lembaga sosial tersebutlah yang mendominasi praktik budaya sehari-hari terkait dalam pembentukan
20 sebuah persetujuan berkelanjutan atas makna, karena orang-orang senantiasa berbagi sebuah pemahaman mengenai realitas tersebut. Khlayak
aktif menggunakan symbol media untuk memaknai lingkungan mereka dan hal-hal yang ada didalamnya. Tetapi definisi tersebut tidaklah bernilai
kecuali dibagi dengan orang lain.
Media massa merupakan lembaga yang sanggup menggiring khalayak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh media tersebut, melalui
berita-berita ataupun opini yang telah disiarkan ke masyarakat. Bagi khalayak, berita yang ada di media cetak ataupun media elektronik dianggap sebagai
pelaporan yang realitas (sebenarnya) oleh media. Dan media dalam benak masyarakat dipahami sebagai lembaga uang netral, obyektif dalam melakukan pemberitaannya, yang sesuai dengan paradigma positivisis
yang berlaku pada mayoritas masyarakat, terutama Indonesia yang kualitas sumber daya manisianya sangat rendah khususnya dalam hal pendidikan.
Keberadaan pers di Indonesia cukup memiliki tempat, hal ini ditandai dengan adanya UU yang mengatur pers. Undang-undang no 40 tahun 1999
tentang pers, yang dalam pasal 4 antara lain menyatakan bahwa:
1. Keberadaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara. 2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyesoran,
pembredelan, atau pelanggaran pencitraan.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai
21 Demikian pula pada kurun waktu yang sama lair Amandemen Kedua UUd 1945, yang dalam pasal 28F menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosilanya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” (Santana, 2005 : 231)
Pada pandangan ini, berita bersifat subyektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat sebuah peristiwa
dengan sudut pandang dan pertimbangan yang subyektif. Hal ini terjadi karena pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain. Dalam pandangan ini penempatan sumber berita yang menonjol
dibandingkan dengan sumber lain, menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain, liputan yang hanya satu sisi dan
merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok, kesemuanya tidaklah dianggap sebagai kekeliruan atau bias,
tetapi diannggap memang itulah praktik yang dijalankan wartawan. (Eriyanto, 2009 : 27)
E.7 Obyektifitas Berita dan Ideologi Media
Berita dalam surat kabar pada dasarnya merupakan bentuk komunikasi massa dalam hal ini informasi dan konstruksi peristiwa. Pemberitaan itu
22 sehingga dalam proses pembuatan berita ada indikator harus diberikan dalam melihat obyektifitas berita. Obyektifitas dapat berupa anggapan
bahwa jurnalis adalah netral, tidak terlihat kaca yang tidak punya persaan atas realitas yang digambarkannya, “melaporkan seperti apa adanya”. Atau
dapat juga berupa anggapan bahwa sesuatu terjadi “karena memang harus terjadi” (Zainal Arifin Emka, 2005 : 48). Obyektifitas acapkali
dihubungkan dengan permasalahan informasi dan berita.
Menurut Nurudin (2009 :76) fakta adalah sabdarannya sehingga sesuatu bisa dikatakan obyektif.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fakta dalam hal ini bisa mempunyai dua arti:
1. Fakta ada: keberadaannya berdasarkan pada apa yang bias diindra
oleh manusia secara langsung. Fakta adalah realitas pertama. 2. Fakta yang dikonstruksikan oleh pikiran seseorang yang
dikemukan pada orang lain. Ini disebut juga sebagai fakta realitas kedua. Sebab, tak ada sebuah fakta yang didengar diri orang lain
tidak dikonstruksi oleh pikirannya terlebih dahulu. Ia telah dikonstruksi oleh nilai-nilai yang ada pada diri seseorang itu.
Salah seorang ahli pengetahuan Swedia, J. Westersthal, dalam
skemanya yang dibuat secara khusu untuk kepentingan penilaian kadar netralitas dan keseimbangan sistem siaran publik Swedia. Skema tersebut
23 mencakup nilai-nilai dan fakta yang memiliki implikasi evaluatife. Berikut ini adalah gambar komponen utama obyektifitas berita menurut
Westersthal, 1983:
Bagan obyektifitas Westershal 1983
Gambar 1.1
Objectivity
Factuality impartiality
Truth relevance balance neutrality
(Sumber: Nurudin, 2009: 82)
Dalam bagan diatas, Westersthal membagi obyektifitas kedalam dua
kriteria, yakni faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas bisa diwujudkan jika didukung oleh kebenaran (truth) dan relevansi (relevance). Sementara
itu, imparsialitas hanya bisa ditegakkan jika didukunh oleh keseimbangan (balance) dan netralitas (neutrality).
Media sebenarnya bukanlah ranah netral tanpa intervensi berbagai pihak. Tidak ada satu media pun yang memiliki sikap independensi dan obyektifitas yang absolut, karena media tidak lain merupakan tempat
24 pengkonstruksian sebuah realitas pada media tersebut. Sebagai ilustrasi, dengan peristiwa yang asam sebuah media dapat mewartakannya dengan
cara menonjolkan aspek tertentu. Sedangkan media lainnya meminimalisir, memelintir bahkan menutup aspek tersebut. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa media apaun tidak terlepas dari bias-bias diluar kaidah sebagai sebuah media.
Media merupakan sebuah institusi yang memiliki latar belakang baik
yang berkaitan dengan individu maupun struktur yang kemudian menjadi ideologi organisasi media. Selain itu informasi yang diproduksi
merepresentasikan fenomene yang melekat pada sumber informasinya. Informasi itu sendiri, yang secra sadar atau tidak mengkonstruksi realitas kearah ideologi tertentu.
Pembentukan ideologi media, lagi-lagi dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Selain latar belakang pemiik media, lingkungan ekonomi dan
politik juga mempengaruhi ideologi. Saat ini faktor lingkungan politik media bukan lagi pada pencabutan izin operasional, tetapi lebih kepada
kepentingan untuk merambah aspek diluar bisnis dan konglemarasi media yang telah dijalankannya.
E.8 Konsep framing
Media dalam menyampaikan berita bukan hanya menyampaikan informasi semata, namun didalamnya terdapat bingkai peristiwa yang
25 kompleks dapat disajikan kedalam bentuk yang sederhana beraturan dan logis, hal inilah yang menjadikan media dapat menolong atau bahkan
mendistorsi khalayak dalam menerima informasi. Ke dalam kategori-kategori kata kunci atau citra tertentu.
Media memandang peristiwa dalam kaca mata tertentu. Realitas yang dibentuk dilihat oleh khalayak adalah realitas yang terbentuk oleh bingkai media. Framing menyediakan alat tertentu bagaimana peristiwa tertentu
dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal oleh khalayak. Dalam teori framing menunjukkan bagimana jurnalis membuat simplikasi,
prioritas, dan struktur peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk berita.
Sederhananya, menurut Eriyanto ada dua aspek dalam framing.
Pertama, memilih fakta. Pada tahap ini, setidaknya ada dua kemungkinan
dalam proses pembuatan berita. Yaitu, apa yang dipilh (include) dan apa
yang di buang (excluded). Sisi apa yang diberitakan dan mana yang terlupakan. Kedua, menuliska fakta. Proses ini berhubungan dengan
bagaimana fakta terpilih itu kemudian disajikan pada khalayak. Penekanan pada berita didukung dengan adanya gambar, foto, peamakaian grafis, idom, penempatan yang mencolok. Elemen ini berhubungan dengan
penonjolan realitas. Hal ini bermaksud untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi tertentu menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak
26 F.Metode penelitian
F.1. Jenis penelitian
Dalam hal ini, peneliti menggunakan jenis penelitian Kualitatif Interpretatif yakni jenis penelitian yang menginterpretasikan fakta atas
realitas sosial dilapangan yang tersaji dalam suatu pemberitaan pada media massa.
Tujuannya untuk mendalami secara lebih jauh dan detaik mengenai
suatu realitas sosial yang terjadi, berkaitan dengan Konstruksi Kompas dan Republika dalam pemberitaan Konflik Gaza edisi 16-24 November 2012.
Peneliti bermaksud untuk menggali pesan serta latar belakang dari produk yang dihasilkan media, yaitu berupa teks berita pada kedua media tersebut. Berita merupakan rangkaian kalimat yang tersusun dari
penggunaan bahasa. Sedangkan bahasa merupakan simbol yang kemudian digunakan untuk mengungkap makna pemikiran penulis. Peneliti
menggunakan interpretasi secra subyektif dengan tetap menyesuaikan pada data-data yang ada, yaitu secara kontekstual pemaknaan suatu pesan dalam
fakta dari teks berita yang diteliti.
F.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Surat kabar Kompas dan
Republika. Adapun data yang digunaka bahan penelitian lebih lanjut
adalah pada Edisi 16-24 November 2012. Namun tiadak semua berita pada
27 F.3 Teknik pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakuakn dengan melakukan dokumentasi pada
naskah berita yang terdapat pada surat kabar Kompas dan Republika edisi 15-24 November 2012 yang membahas tentang Konflik Gaza. Selain itu,
referensi jurnal, artikel dan data lainnya yang terkait dengan penelitian ini juga akan menambah kelengkapan data.
F.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing, dengan menggunakan model framing yang dikemukakan
oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Hal ini, dikarenakan ide menghubungkan elemen yang
berbeda dalam proses penyusunan teks berita secara keselurahan sesuai aturan penulisan, sehingga dapat menjadi “jendela” pemaknaan yang
tersirat dari berita itu sendiri. Teknik ini mempunyai kelemahan dan kelebihan, kelemahannya :
1. Kekurangan menentukan sumber data yang memuat pesan-pesan yang relevan dengan permasalahan penelitian.
2. Teknik ini tidak dapat dipakai untuk menguji hubunngan antar
variable, tidak dapat melihat sebab akibat hanya dengan menerima kecenderungan (harus dikombinasikan dengan metode penelitian
28 Kelebihan dari model ini adalah secara detail dapat menganalisis melalui empat unsure utama dalam sebuah berita, diantaranya:
1. Struktur Sintaksis, struktur ini digunakan untuk mengamati bagaimana wartawan memahami peristiwa yang dapat dilihat dari
cara wartawan menyusun peristiwa, pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk susunan umum berita. Struktur sintaksis dengan demikian dapat diamati dari beberapa
bagian berikut:
a. Headline, merupakan berita yang dijadikan topik utama
oleh media kaerena itu headline memiliki kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kearah mana kecenderungan berita itu akan dibawa. Elemen ini juga
cenderung lebih diingat oleh pembaca dibandingkan dengan bagian berita. Dari headline, peneliti dapat
mengetahui bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu, yang seringkali dengan menggunakan penekanan
makna tertentu lewat pemakaian tanda Tanya, tanda petik sebagai jarak perbedaan.
b. Lead, (teras berita) berguna untuk memberikan sudut
pandang dari suatu berita.
c. Latar informasi, latar membantu peneliti untuk
29 wartawan biasanya memilih latar tertentu untuk menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak
dibawa. Pada umumnya, latar biasanya ditampilkan diawal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya
muncul dengan tujuan mempengaruhi dan member kesan bahwa pendapat wartawan sangatlah beralasan. Latar merupakan bagian berita yang dapat
mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan.
d. Kutipan, sumber dan pernyataan. Ketiga elemen itu digunakan untuk membangun obyektifitas (prinsip keseimbangan dan tidak memihak) dalam penulisan
hasil liputan. Pengutipan dilakukan juga agar berita yang dibawanya bukan semata-mata pendapat wartawan
melainkan pendapat dari pihak atau orang yang memilki otoritas pangkat atau jabatan tertentu. Pengutipan
sumber ini menjadi perangkat atau jabatan tertentu. Pengutipan sumber ini menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran
dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim otoriter akademik. Kedua, menghubungkan
30 pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangannya
tersebut tampak menyimpang.
2. Skrip, adalah cara wartawan mengisahkan fakta. Biasanya wartawan memilki strategi tertentu agar pembaca tertarik dengan berita yang dituliskanya, misalnya dengan gaya bercerita yang dramatis, penulisannya peristiwa diramu dengan mengaduk unsure
emosi, menmpilkan peritiwa tampak sebagai sebuah kisah dengan awal, adegan, klimaks, dan akhir. Segi cara bercerita inilah yang
menjadikan pertanda framing yang ingin ditampilkan. Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengkonstruksikan berita; bagaimana suatu peristiwa dipahami lewat cara-cara tertentu
dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Struktur skrip biasanya memilki pola 5W+1H yang terdiri dari:
a. What (apa) b. When (kapan) c. Where (dimana)
d. Who (siapa) e. Why (mengapa)
f. How (bagaimana)
Meskipun pola diatas tidak selau dapat dijumpai dalam setiap
31 mana informasi yang didahulukan, dan bagian mana yang bias kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya
penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.
3. Tematik , merupakan cara wartawan menulis fakta. Bagi Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis: peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan,
semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Tema yang dihadirkan atau
dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber dihadirkan untuk mendukung sebuah hipotesis. Struktur ini dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan
karena pada umumnya wartawan memiliki tema tertentu atas suatu peritiwa. Unit yang diamati dalam struktur ini adalah paragraph
atau proposisi, dimana ia memilki perangkat framing seperti: a. Detail
b. Maksud dan hunbungan kalimat c. Koherensi
d. Bentuk kalimat
e. Kata ganti
32 menggunakan perangkat ini adalah untuk membuat cerita, meningkatkan makna pada sisi tertentu dan meningkatkan
gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Dengan menggunakan perangkat:
a. Leksikon atau pilihan kata, ini adalah elemen yang paling penting karena digunakan untuk menandai atau menggambarkan peristiwa.
b. Grafis, elemen ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan dengan tulisan lain. Seperti
pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dalam ukuran lebih besar, dimana didalamnya juga termasuk caption, grafik, gambar,
table untuk mendukungarti penting suatu pesan. c. Metafora
d. Pengandaian
Unit yang diamati adalah teks, idiom, gambar atau foto, dan grafis.
Misalnya kata mati, tewas, gugur, meninggal, merenggang nyawa, mampus, akan memilki konotasi yang berbeda-beda tergantung pemilihan kata mana yang akan diletakkan pada peristiwa tertentu.
Data yang telah terkumpul oleh peneliti dalam bentuk dokumentasi selanjutnya akan dianalisa dengan model framing seperti yang telah