• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Shobirin :DisparitasPenjatuhanPidanaOleh Hakim TerhadapKasus-KasusNarkotika Di…, 2002 USU Repository © 2008

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK) Oleh

Muhammad Dery Greastyan

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkoba mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan upaya pemberantasan peredaran gelap mengingat kemajuan perkembangan komunikasi, informasi dan transportasi dalam era globalisasi saat ini. Pada kenyataan terdapat pemidanaan yang berbeda pelaku tindak pidana narkotika, yaitu antara pidana penjara dan pidana rehabilitasi medis, sehingga terdapat disparitas atau perbedaan dalam pidana yang ditetapkan.Tujuan penelitian ini adalah yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara dan menganalisis apa faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidan.

Berdasarkan pasal Undang-Undang Narkotika diketahui bahwa pelaku tindak pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pada penelitian ini metode penelitian dlakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Narasumber penelitian terdiri dari Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kabag Pembinaan Operasional pada Reserse Unit Narkoba Polda Lampung dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(2)

Muhammad Shobirin :DisparitasPenjatuhanPidanaOleh Hakim TerhadapKasus-KasusNarkotika Di…, 2002 USU Repository © 2008

Muhammad Dery Greastyan Berdasarkan hasil penelitian terlihat seringkali terjadi disparitas pemidanaan oleh hakim dalam kasus-kasus narkotika yang cenderung mengabaikan nilai-nilai keadilan. Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika adalah pertama dilihat dari faktor kemanfaatan bagi terdakwa apakah terdakwa layak untuk dipidana ataukah justru dengan adanya pemidanaan dikhawatirkan tujuan pemidanaan yang bertujuan untuk memperbaiki kelakuan terdakwa, justru malah akan menyimpangi dari tujuan awal pemidanaan tersebut, dan kedua adalah faktor tuntutan dari masyarakat yang resah akan perbuatan pelaku yang bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba.

(3)

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA

NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)

Oleh

Muhaammad Dery Greastyan

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD DERY GREASTYAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA... 18

A. Tindak Pidana Narkotika... 18

B. Pidana Penjara ... 22

C. Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Sumber dan Jenis Data ... 31

C. Penentuan Narasumber... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 34

E. Analisis Data... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

A. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Berbeda Antara Pidana Rehabilitas dan Pidana Penjara Pada Perkara Tindak Pidana Narkotika ... 35

(6)

V. PENUTUP ... 55

A. Simpulan... 55

B. Saran ... 56

(7)
(8)
(9)

MOTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah

(Thomas Alva Edison)

Banyak orang tak beriman yang ingin mendekat dan mencintai Tuhan, tapi yang membuat mereka tersandung adalah kemasyuran, keangkuhan dan nafsu yang tak

berkesudahan

(Jalaluddin Rumi)

Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk

merubah dunia.

(Nelson Mandela)

Sesungguhnya bersama kesukaran ada keringanan, karna itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain) dan kepada tuhan,berharaplah

(Q.S Al Insyirah 6-8)

Ada banyak jalan untuk bergerak maju tapi hanya ada satu cara untuk tetap berdiri

tegak

(10)

iv

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dengan kasih

sayang-Nya yang tiada tertandingi sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan

tepat pada waktunya

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang terkasih yang saya

sayangi dan saya hormati dalam hidup saya

Teruntuk papa dan mama tercinta

Surya Gatot Asmara

dan

Zulyana

,

anugerah Allah yang paling tulus yang diberikan kepada saya karena telah

memiliki orang tua yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa

mendoakan dalam setiap sujudnya kepada Sang Pencipta, memberikan segala

pengorbanan dan kebaikannya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan

memberkahi serta selalu memberi limpahan kesehatan kepada Ayah dan Mama.

Amin

Teruntuk Adikku tersayang Shintya Dwi Greastyan dan Muhammad

Ramadhan Greastyan yang selalu

memberikan semangat.

Teruntuk seseorang yang telah menemani di kala aku tersenyum bahagian dan

selalu di sisiku di kala aku sedih karena duka, semoga kita bisa bersama

(11)

v

Untuk seluruh ibu dan bapak dosenku di Fakultas Hukum Universitas

Lampung , terutama untuk dosen Pembimbing Akademik Bu Siti Azizah, S.H

dosen Pembimbing I Tri Andarisman, S.H., M.H dan dosen Pembimbing II

Reynaldy Amrullah, S.H., M.H terimakasih atas segala ilmu, bimbingan,

pelajaran serta waktu yang diluangkan

demi terselesaikannya Skripsi ini.

Untuk Almamater Universitas Lampung yang telah menjadi jalan untuk

tempatku melangkah menuju masa depan

Dan untuk semua yang menjadi bagian hidupku, yang tak mampu kusebutkan

satu persatu. Kupersembahkan ini untuk kalian semua, terimakasih atas doa

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 8 Desember 1993, sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Surya Gatot Asmara dan Ibu

Zulyana, SPd,MPd. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Sari Teladan Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Beringin

Raya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama

(SMP) di SMP Negeri 14 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008.

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung diselesaikan pada

tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Lampung. Di Fakultas Hukum Universitas Lampung, penulis

mengambil minat Pidana. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

(13)

iv

SANWACANA

Assalamu’alaikum, Wr.Wb

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat

dan ridho-nya, sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Disparitas Pidana Terhadap Pengguna Narkotika Studi

perkara nomor (350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)”adalah sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Terselesaikannya skripsi ini merupakan ikhtiar Penulis yang tak luput dari

bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Plh. Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Tri Andarisman, S.H., M.H., sebagai pembimbing I yang telah

memberikan saran, bimbingan, nasehat serta dorongan motivasi yang tinggi

(14)

v

4. Bapak RinaldyAmrullah, S.H, M.H, sebagai pembimbing II yang telah

memberikan saran, bimbingan, serta dorongan motivasi yang tinggi kepada

penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr Erna Dewi, S.H., M.H., selaku pembahas I yang telah banyak

memberikan saran dan kritiknya.

6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku pembahas II yang telah banyak

memberikan saran dan kritiknya.

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

8. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mba Yanti, Mba

Sri, Babe,Pak Herman.

9. Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Hakim yang telah bersedia

memberikan iformasi yang berkaitan dengan skripsi ini.

10. Kepolisian Reserse Unit Narkoba Polda Lampung dan juga Kabag Pembinaan

Operasional yang telah beredia di wawancara sehingga terselesaikan skripsi

ini.

11. Untuk sahabat tercinta Rika Safitri yang selalu ada di saat suka dan duka dan

selalu memberikan semangat.

12. Sahabat-sahabat kampus tersayang penulis anggota SOBAT KOPET

diantaranya Putera, Ferdyan, Mamed, Himawan, Eri, Kresna, Ody , Ardian

Mufty (abah), Fahmi Reza, Gerry (doyok), Hilman, Dananjaya, Tyo, Darvi,

Udin, Riefko, Iskandar (ndar), dan seluruh teman – teman Fakultas Hukum

(15)

vi

semua. Terimakasih atas keceriaan, Kebodohan, Loyalitas Tanpa Batas Yang

kalian berikan.

13. Saudara – Saudara OLOK Restu, Adit, Ipin, Farhan, Rakhmat, Remon,

Langgeng, Eko, Eki, Rastri, Lala, Ipat, resa, ardi, redi, silvi, egi yang selalu

memberikan keceriaan ketika sulit menghadang dan memberi solusi ketika

banyaknya pertimbangan.

14. Buat keluarga besar KKN di Pekon Umbar Kecamatan Kelumbayan

Kabupaten Tanggamus diantaranya bapak dan ibu, Bapak Kepala Kampung,

Bapak Kaur , dan pemuda-pemudi Pekon Umbar, bang Jani,

Santi,fia,nurika,bang revi dll, serta teman–teman yang sudah menemani suka

duka selama 40 hari Agus, Ijal, Faisal,Kiki, Rayi, Ane, Umi. Terimakasih atas

kebaikan, canda tawa, kebersamaan kalian selama KKN.

15. Almamater tercinta dan seluruh civitas akademika Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis dan bagi pembaca. Amiin ya Rabbal Alamin..

Bandar Lampung, 2015

Penulis,

(16)
(17)

1

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkoba mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan

peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan

berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan

penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan upaya pemberantasan peredaran

gelap mengingat kemajuan perkembangan komunikasi, informasi dan transportasi

dalam era globalisasi saat ini. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahgunaan,

tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini

merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.

Kebijakan penanggulangan kejahatan terhadap pengedar narkotika dengan pidana

penjara terdapat dalam pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika. Pemidanaan pelaku pengguna narkotika mempunyai implikasi

moral yang berbeda satu sama lain. Pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap

perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan

ini melihat pemidanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang

dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Selain itu

pemidanaan dapat bermanfaat dalam untuk mencapai situasi atau keadaan yang

(18)

2

Pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana

dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain

dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Tujuan pemidanaan adalah :

a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b) Memasyarakat terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;

d) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.1

Tujuan pemidanaan mengandung unsur perlindungan masyarakat, pandangan

rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk

menderitakan dan merendahkan martabat. Pandangan ini mengerucut pada dua

kepentingan, yakni perlindungan masyarakat dan pembinaan bagi pelaku,

pemidanaan mengakui asas-asas atau keadaan yang meringankan Pidana

mendasarkan pada keadaan obyektif dan mempertimbangkan kebutuhan adanya

pembinaan individual dari pelaku tindak pidana. Dengan kata lain tujuan

pemidanaan adalah untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan

menuju kesejahteraan masyarat.

Tujuan pemidanaan bukan merupakan pembalasan kepada pelaku di mana sanksi

ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan

kejahatan.

Resosialisasi pelaku tindak pidana kembali ke masyarakat menjadi baik sesuai

dengan prinsip pemasyarakatan, bahwa pelaku kejahatan adalah orang yang

jiwanya tersesat sehingga perlu diayomi. Tujuan pemidanaan itu baik, tetapi pada

1

(19)

3

pelaksanaannya di dalam lembaga pemasyarakatan tidak sesuai dengan yang

diharapkan, bahkan menimbulkan dampak negatif bagi pelaku tindak pidana,

antara lain tindakan kekerasan di dalam lembaga pemasyarakatan, alasan

hilangnya hak keperdataan seseorang (seperti hak waris), setelah keluar dari

lembaga pemasyarakatan susah mencari pekerjaan, karena timbulnya stigma atau

label negatif terhadap mantan narapidana.

Mengingat dampak negatif yang sedemikian luas maka dicarikan upaya-upaya

lain untuk menghindari pidana penjara, antara lain berupa mengefektifkan pidana

denda, pidana kerja sosial dan secara khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang kemudian dalam pelaksanaan

undang-undang tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011

tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Sesuai dengan uraian di atas bahwa pengguna narkotika secara ilegal merupakan

suatu tindak pidana terhadap pelaku pengedar atau pengguna harus dikenakan

pidana sebagai upaya mencegah meluasnya tindak pidana narkotika

(upaya represif) berupa penegakan hukum tetapi juga merupakan upaya preventif

dalam menanggulangi kejahatan narkotika.

Tujuan dari peraturan pemerintah itu sangat baik, sebagaimana yang telah

diuraikan di atas yaitu untuk mengurangi dampak negatif apalagi terhadap pelaku

tindak pidana narkotika, pelakunya masih remaja yang pada umumnya adalah

sebagai korban, tidak sepatutnya dipidana penjara tetapi direhabilitasi. Terhadap

pengguna narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan

(20)

4

Narkotika menyatakan Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang

dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya,

dan/atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur

kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau

perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi medis sebagai pembaharuan hukum pidana harus dilakukan dengan

pendekatan kebijakan, karena pada hakikatnya ia hanya merupakan bagian dari

suatu langkah kebijakan. Di dalam setiap kebijakan terkandung pula pertimbangan

nilai, oleh karena itu pembaharuan hukum pidana harus pula berorientasi pada

pendekatan nilai. Pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut pendekatan

kebijakan sebagai bagian dari kebijakan sosial, artinya bagian dari upaya untuk

mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk didalamnya masalah kemanusiaan)

dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional yaitu kesejahteraan

masyarakat, selain itu sebagai bagian dari kebijakan kriminal, artinya bagian dari

upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

Pada kenyataan terdapat pemidanaan yang berbeda pelaku tindak pidana

narkotika, yaitu antara pidana penjara dan pidana rehabilitasi medis, sehingga

terdapat disparitas atau perbedaan dalam pidana yang ditetapkan. Pidana penjara

dikenal sebagai reaksi masyarakat sebagai adanya tindakan pidana yang dilakukan

oleh seorang pelanggar hukum. Oleh karena itu pidana penjara juga disebut

sebagai pidana hilang kemerdekaan. Seseorang dibuat tidak berdaya dan

(21)

5

Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pengguna narkotika

seharusnya mengedepankan keadilan dan berpegang teguh pada prinsip kesamaan

warganegara di depan hukum, tetapi pada kenyataannya majelis hakim

menjatuhkan pidana yang berbeda terhadap dua pelaku tindak pidana

penyalagunaan narkotika, antara penjara dan pidana rehabilitasi. Hal ini nampak

pada Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan Perkara Nomor :

79/Pid/2012/PNTK.

Pelaku tindak pidana penyalagunaan narkotika dalam Perkara Nomor :

350/Pid.Sus/2014/PN.TK bernama Indra Samiaji Bin Jumaidi divonis pidana

penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan penjara kerena melanggar Pasal 127

Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu

penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri. Pada pihak lain

pelaku penyalahgunaan narkotika dalam Perkara Nomor : 79/Pid/2012/PNTK,

bernama Tesar Esandra, SH., M.Kn Bin Novandra divonis pidana rehabilitasi

medis, padahal pelaku juga melanggar Pasar 127 Ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Sesuai dengan kedua putusan hakim tesebut maka ditemukan adanya disparitas

pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalagunaan narkotika, yang

menimbulkan pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari

dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan

kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir,

tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang

(22)

6

referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika

sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah

Agung jika perkara sampai ke tingkat banding atau kasasi, yaitu mulai dari

perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik

bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam

membuatnya.2

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka penulis akan melakukan

penelitian dan menuangkannya ke dalam skripsi berjudul : Analisis Disparitas

Pemindanaan Terhadap pengguna Narkotika Antara Pidana Rehabilitasi dan

Pidana Penjara (Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan

79/Pid/2012/PNTK).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apa Dasar pertimbangan hakim terhadap putusan pidana antara pidana

rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika?

b. Apakah Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan

pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama

pengguna narkotika?

2

(23)

7

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah hukum pidana dan dibatasi pada kajian

mengenai disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana

rehabilitasi dan pidana penjara dan keadilan substatif dalam disparitas pemidanaan

terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara. Ruang

lingkup Lokasi Penelitian adalah pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung

Karang dan Penelitian dilaksanakan pada Tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan

pidana penjara.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis apa faktor yang mempengaruhi putusan

hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara

terhadap sesama pengguna narkotika.

c. Untuk mengetahui dan menganalisis terjadi disparitas pemidanaanan antara

(24)

8

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun

secara praktis, yaitu sebagai berikut :

a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah

kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan disparitas

pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan

pidana penjara.

b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan

dan kontibusi positif bagi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak

pidana penyalagunaan narkotika di masa-masa yang akan datang.

D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka

acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya

dalam penelitian ilmu hukum. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Teori Disparitas

Disparitasi adalah penerapan pidana (disparity of sentencing) yang tidak sama

(same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat

diperbandingkan tanpa dasar pemberian yang jelas. Disparitasi pidana dipersepsi

(25)

9

Secara yuridis formal, kondisi ini tidak dapat dianggap telah melanggar hukum,

meskipun demikian, seringkali orang melupakan bahwa elemen “Keadilan” pada

dasarnya harus melekat pada putusan yang diberikan oleh hakim.3

Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya disparitas pidana adalah tidak adanya

pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Pedoman

pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan pemidanaannya,

setelah terbukti bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya.4

Pedoman pemberian pidana itu memuat hal-hal yang bersifat objektif mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan di pelaku tindak pidana sehingga dengan

memperhatikan hal-hal tersebut penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih

dipahami mengapa pidananya seperti hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim.

Pendapat sudarto ini dibenarkan pula oleh Muladi, karena masalahnya bukan

menghilangkan disparitas secara mutlak, tetapi disparitas tersebut harus rasional.5

Untuk menghilangkan adanya perasaan-perasaan tidak puas terhadap putusan

hakim pidana yang pidananya berbeda sangat menyolok untuk pelanggaran

hukum yang sama, maka dirasa perlu untuk mengadakan usaha-usaha agar

terdapat penghukuman yang tepat dan serasi.

3

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.1993.hlm.46.

4

Sudarto.Kapita Selekta Hukum Pidana.Alimni. Bandung. 1986.hlm.34

5

(26)

10

Untuk keserasian hukum diperlukan pedoman/indikator dalam bentuk yang

dinamakan checking points yang disusun setelah mengadakan simposium atau

seminar, baik yang bersifat regional maupun nasional dengan mengikutsertakan

ahli-ahli yang disebut behavior scientist.” (Istilah uniformitas pemidanaan ini

dirasa dapat menimbulkan pengertian yang kurang sesuai dan oleh karenanya kata

ketetapan dan keserasian pemidanaan lebih dipergunakan).6

Hal lain yang dapat menimbulkan disparitas pidana adalah ketidakadaan pedoman

pemidanaan dalam perundang-undangan atau dalam praktek pengadilan. Tanpa

pedoman yang memadai dalam undang-undang hukum pidana dikhawatirkan

masalah disparitas pidana dikemudian hari akan menjadi lebih parah dibandingkan

dengan saat ini. Dengan tidak adanya pedoman dalam hukum pidana,

keanekaragaman pidana akan terjadi walaupun hakim-hakim akan melaksanakan

tugas pemidanaan dengan penuh tanggung jawab dan secermat mungkin.

Maksud patokan pemidanaan adalah pidana rata-rata yang dijatuhkan hakim

dalam wilayah pengadilan tertentu, misalnya Wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta

Pusat. Dengan demikian pidana yang terlalu ekstrim, terlalu berat, atau terlalu

ringan dapat dibatasi. Patokan ini tidak bersifat mutlak. Setiap majelis hakim

bebas untuk menyimpang dari patokan tersebut, asalkan memberikan

pertimbangan yang cukup dalam putusannya.7

6

Ibid.hlm.34

7

(27)

11

Hal tersebut dapat dilihat Pasal 12 ayat (2) KUHP, yang menyebutkan bahwa

pidana penjara waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 (lima

belas) tahun berturut-turut. Sedangkan dalam ayat (4) nya diatur bahwa pidana

penjara selama waktu tertentu sekali kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

Demikian pula dengan pidana kurungan dalam Pasal 18 ayat (1) KUHP,

dinyatakan bahwa pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu

tahun. Pasal 18 ayat (3) KUHP diatur bahwa pidana kurungan sekali kali tidak

boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

Pasal 30 KUHP, diatur bahwa pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh

sen. Apabila pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan dan

lamanya pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan dan

lamanya pidana kurungan pengganti denda paling sedikit satu hari dan paling

lama enam bulan.

Faktor eksternal yang membuat hakim bebas menjatuhkan pidana yang bersumber

pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 memberikan

landasan hukum bagi kekuasan hakim dimana kekuasaan kehakiman merupakan

kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan. Ketentuan ini memberikan jaminan terhadap kebebasan

lembaga peradilan sebagai lembaga yang merdeka, termasuk didalamnya,

kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim bebas memilih jenis

pidana, karena tersedia jenis pidana didalam pengancaman pidana dalam

perundang-undangan pidana.8

8

(28)

12

Ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam

mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai

berikut:

1. Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara

syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak

yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya

keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan

kepentingan korban.

2. Teori Pendekatan Seni Dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari

hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan

keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan

melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana.

Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih

ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana

harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam

kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin

(29)

13

Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus

suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink

semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga

wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus

diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya

dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan

pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana

dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan

dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5. TeoriRatio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan

dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan

putusan, serta pertimbangan hakim harus didasari pada motivasi yang jelas

untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang

berperkara. Pada titik keadilan atau titik kepastian hukum, sedangkan titik

kemanfaatan berada diantara kedua titik tersebut. Pada saat hakim menjatuhkan

putusan yang lebih dekat mengarah kepada asas kepastian hukum, maka secara

(30)

14

Sebaliknya kalau hakim menjatuhkan putusan lebih dekat mengarah kepada

keadilan, maka secara otomatis pula hakim akan menjauhi titik kepastian hukum.

Sehingga batas-batas kebebasan hakim hanya dapat bergerak di antara 2 (dua) titik

pembatas tersebut. Hakim dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan suatu

perkara bersifat bebas dan tanpa batas.

b. Asas-asas Pertimbangan Hukum dalam Putusan Perkara Pidana.

Menurut Gustav Radbruch, hukum mempunyai 3 (tiga) nilai dasar, yaitu

keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Selanjutnya gustav Radbruch

mengajarkan penggunaan asas priorotas dari ketiga asas tersebut, antara lain :

keadilan merupakan prioritas pertama, kemudian kemanfaatan dan terakhir

kepastian hukum. Hakim dalam memutuskan perkara secara kasuistis selalu di

hadapkan pada ketiga asas, antara lain :

1) Asas Kepastian Hukum.

2) Asas Keadilan

3) Asas Kemanfaatan.

Ketiga asas tersebut harus dilaksanakan secara kompromi, yaitu dengan cara

menerapkan ketiga-tiganya secara berimbang atau proporsional, sehingga tidak

perlu mengikuti asas prioritas sebagaimana yang dikemukakan oleh Gustav

(31)

15

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam melaksanakan penelitian9. Batasan pengertian dari istilah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Disparitas adalah penerapan pidana (disparity of sentencing)yang tidak sama

(same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat

dibandingkan tanpa dasar pemberian yang jelas.10

b. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain

berdasarkan undang-undang (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan).

c. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini

untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (Pasal 1

angka 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan).

d. Narkotika menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009

adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

9

Soerjono Soekarto.Pengantar Penelitian Hukum.Rineka Cipta. Jakarta. 1986.hlm.103

10

(32)

16

e. Penyalahguna narkotika adalah setiap orang yang menggunakan narkotika

tanpa hak atau melawan hukum [Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009].

f. Pecandu narkotika menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika adalah orang yang menggunakan atau

menyalagunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada

narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang,

Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka

Teori dan Konseptuan serta Sistematika Penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan

dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka

terdiri dari pengertian tindak pidana narkotika, pidana penjara dan pidana

rehabilitasi.

III.METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, tersiri dari Pendekatan Masalah,

(33)

17

Pengolahan Data Serta Analisis Data. Analisis dapat dirumuskan sebagai suatu

proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.

Penguraian sistematis terhadap gejala atau data yang telah diperoleh baik melalui

pendekatan kepustakaan maupun pendekatan sejarah, komparatif dan kasus

dipaparkan secara deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif dengan

penguraian secara deskriptif analisis dan preskriptif, kombinasikan dengan

analisis yuridis dan konseptual.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi dan pembahasan mengenai disparitas pemidanaan terhadap

pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara dan keadilan

substantif dalam disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara

pidana rehabilitasi dan pidana penjara.

V. PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan

penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditunjukan

(34)

18

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang

yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan

tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai

kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat

menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukannya1.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintetis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan

mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan

gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan,

ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)2.

1

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.2001.

2

(35)

19

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor pelayanan

kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut

kesehatan fisik, psikis, dan sosial. Napza sering disebut juga sebagai zat

psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan

perilaku, perasaan, dan pikiran3.

Beberapa jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah sebagai berikut:

a. Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan

tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi

menimbulkan ketergantungan, (contoh:heroin/putaw, kokain, ganja).

b. Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan

dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh,

morfin, petidin).

c. Narkotika Golongan III

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan (Contoh:Kodein)4

3

Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya.Buana Ilmu. Surabaya. 2002.hlm.2

4Ibid.

(36)

20

Berdasarkan pasal Undang-Undang Narkotika diketahui bahwa pelaku tindak

pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan

dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana

penjara dan pidana denda. Mengingat tindak pidana narkotika termasuk dalam

jenis tindak pidana khusus maka ancaman pidana terhadapnya dapat dijatuhkan

secara kumulatif dengan menjatuhkan 2 (dua) jenis pidana pokok sekaligus,

misalnya pidana penjara dan pidana denda atau pidana mati dan pidana denda.

Pengaturan mengenai tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika di antaranya sebagai berikut :

Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (Empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(37)

21

lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau

menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa :

(1) Setiap Penyalahguna :

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

(38)

22

c. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social.

B. Pidana Penjara

Pengaturan pidana penjara secara umum terlihat ketentuannya dalam KUHP Buku

I, diantaranya Pasal 10, 12 sampai pasal 17, Pasal 20, 24 sampai dengan Pasal 29

dan Pasal 32 sampai dengan Pasal 34, Pasal 10 KUHP mengelompokan jenis-jenis

pidana ke dalam pidana pokok dan pidana tambahan, kelompok pidana pokok

meliputi pidana mati, penjara atau kurungan dan pidana denda, sedangkan

perampasan barang-barang tertentu, pencabutan hak-hak tertentu dan

pengumuman putusan hakim termasuk pidana tambahan.

Pidana adalah penderitaan yang sengaja. Dibebankan kepada seseorang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidana sebagai reaksi

atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara

kepada si pembuat delik itu. Pidana pada hakekanya merupakan suatu pengenaan

penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. Pidana

itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan

(orang yang berwenang) dan pidana dikenakan kepada seseorang yang telah

melakukan tindak pidana menurut undang-undang.5

5

(39)

23

Pidana dapat pula diartikan rekasi sosial yang terjadi berhubungan adanya

pelanggaran terhadap aturan hukum, dijatuhkan dan dilaksanakan oleh

orang-orang yang berkuasa sehubungan dengan tertib hukum yang dilanggar,

mengandung penderitaan atau konsekuensi lain yang tidak menyenangkan dan

menyatakan pencelaan tehadap di pelanggar. Unsur-unsur dalam pidana adalah:

a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan.

b. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar disangka benar melakukan tindak pidana.

c. Dilakukan dengan sengaja oleh orang-orang yang berlainan dan dari pelaku tindak pidana.

d. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu item hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut6

Hubungan antara pembinaan dengan pemidanaan berkaitan erat karena obyek

kajian dari pembinaan adalah narapidana yang melakukan kejahatan dan dipidana.

Pemidaman itu sendiri berarti pengenaan pidana, sedangkan pidana adalah sanksi

atau nestapa yang menimbulkan derita bagi pelaku tindak pidana.

Tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara

diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk

menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum,

keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri

yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui

diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang

masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom7.

6

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-teori Kebijakan Hukum Pidana. Alumni,Bandung.1984.hlm.76-77

7

(40)

24

Perkembangan tersebut menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin

kompleks, karena dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya

adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya. Sebagai salah satu

sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan

yang terjadi di masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri

untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terkait pada

bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang

berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common low), perubahan di

dalam menafsirkan perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik

umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak

milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan

tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan

ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain8

Apabila hukum itu dipakai dalam arti suatu bentuk karya manusia tertentu dalam

rangka mengatur kehidupannya, maka dapat dijumpai dalam berbagai lambang.

Di antara lambang tersebut yang paling tegas dan terperinci mengutarakan isinya

adalah bentuk tertulis atau dalam lebih sering dikenal dengan bentuk sistem

hukum formal.

8

(41)

25

Kepastian hukum disebabkan oleh sifat kekakuan bentuk pengaturan ini dan

gilirannya menyebabkan timbulnya keadaan yang lain bagi seperti kesenjangan di

antara keadaan-keadaan, hubungan-hubungan serta peristiwa-peristiwa dalam

masyarakat yang diatur oleh hukum formal tersebut.

C. Rehabilitasi terhadap Pengguna Narkotika

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan

bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyatakan bahwa Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan

secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Pasal

1 ayat (17) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyatakan bahwa Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan

secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar berkas pecandu Narkotika

dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

mneyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Korban penyalahgunaan narkotika”

adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk,

diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika menyatakan :

(42)

26

pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(2) Pencandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyatakan bahwa: ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu

Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya penyalahgunaan narkotika,

khususnya untuk pecandu narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang

tua/wali, masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab pengawasan dan

bimbingan terhadap anak-anaknya. Yang dimaksud dengan “belum cukup umur”

adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

Pecandu narkotika mempunyai posisi sedikit berbeda dengan pelaku tindak pidana

lainnya, yakni masalah pecandu narkotika menurut ketentuan undang-undang. Di

satu sisi merupakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, namun di

sisi lain merupakan korban. Pecandu narkotika menurut undang-undang di satu

sisi merupakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah dengan

adanya ketentuan undang-undang narkotika yang mengatur mengenai pidana

penjara yang diberikan kepada para pelaku penyalahgunaan narkotika. Kemudian,

di sisi lainnya dapat dikatakan bahwa menurut undang-undang narkotika, pecandu

narkotika tersebut merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya

(43)

27

Hal ini berarti undang-undang di satu sisi masih menganggap pecandu narkotika

sebagai pelaku tindak pidana, dan di sisi lain merupakan korban dari

penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya.

Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang

Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika menyatakan wajib lapor adalah

kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah

cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua wali dari pecandu narkotika

yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk

mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menganut teori treatment sebab

rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan suatu proses kegiatan

pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan. Hal

tersebut sesuai dengan pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teoritreatment

yaitu untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan

(rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman.

Pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan perawatan

(treatment)dan perbaikan(rehabilitation).9

Treatment sebagai tujuan pemidanaan sangat pantas diarahkan pada pelaku

kejahatan, bukan pada perbuatannya. Pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran

ini adalah untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan

(rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman.

9

(44)

28

Pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan tindakan

perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation). Perbuatan seseorang tidak

bisa hanya dilihat dari aspek yuridis semata terlepas dari orang yang

melakukannya. Perbuatan seseorang itu harus dilihat secara konkrit bahwa dalam

kenyataannya perbuatan seseorang itu dipengaruhi oleh watak pribadinya,

faktor-faktor biologis, maupun faktor-faktor-faktor-faktor lingkungan. Bentuk pertanggungjawaban si

pembuat lebih bersifat tindakan (treatment) untuk melindungi kepentingan

masyarakat. Metode treatment sebagai pengganti pemidanaan, menjadikan

pendekatan medis menjadi model yang digemari dalam kriminologi.

Metode treatment sebagai pengganti pemidanaan sebagaimana yang dipelopori

oleh aliran positif, menjadikan pendekatan secara medis menjadi model yang

digemari dalam krimonologi. Pengamatan mengenai bahaya sosial yang potensial

dan perlindungan sosial menjadi standar dalam menjustifikasi suatu perbuatan,

daripada pertanggungjawaban moral dan keadilan.

Formulasi pemidanaan bagi pengedar narkotika harus sesuai dengan semangat

tujuan pemidanaan dalam KUHP salah satunya adalah perlindungan masyarakat

(social defence) dengan rumusan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan

menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat dan menyelesaikan

konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan

mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Penerapan tentang bagaimana

kebutuhan perlindungan masyarakat ini, RUU KUHP mengatur tentang adanya

(45)

29

Ketentuan mengenai perumusan pidana maksimum dan minimum dalam

penjelasan KUHP dikenal dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus

dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok

untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda kualitasnya, lebih

mengefektifkan pengaruh prevensi umum. Khususnya bagi tindak pidana yang

dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat. Ketentuan mengenai

pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum khusus.

Pidana minimum khusus pada prinsipnya merupakan suatu pengecualian, yaitu

hanya untuk tindak pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan,

membahayakan, atau meresahkan masyarakat dan untuk tindak pidana yang

dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana

minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap

kejahatan-kejahatan yang meresahkan masyarakat diberlakukan ancaman secara khsus. Hal

ini pun berlaku bagi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Psikotropika.

Ketentuan mengenai pemidanaan dalam KUHP memberikan kesempatan untuk

melakukan perubahan atau penyesuaian pidana kepada narapidana. Pelaku yang

jatuhi pidana atau tindakan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan

perubahan atau penyesuaian dengan mengingat perkembangan narapidana dan

tujuan pemidanaan.

Penjelasan ketentuan ini memberikan ketegasan bahwa tujuan pemidanaan adalah

berorientasi untuk pembinaan terpidana, yakni dengan menyatakan bahwa

terpidana yang memenuhi syarat-syarat selalu harus dimungkinkan dilakukan

(46)

30

yang diperoleh selama terpidana dalam pembinaan. Dalam pengertian seperti ini

maka yang diperhitungkan dalam perubahan atau pengurangan atas pidana

hanyalah untuk kemajuan positif yang dicapai oleh terpidana dan perubahan yang

(47)

31

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan

untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan

atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk

memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan

realitas yang ada atau studi kasus.1

B. Sumber dan Jenis Data

Data merupakan sekumpulan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Data terdiri dari data langsung yang

diperoleh dari lapangan dan data tidak langsung yang diperoleh dari studi pustaka.

Jenis data meliputi data primer dan data sekunder.2

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data yang

diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian ini,

yang terdiri dari:

1

Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian Hukum.Rineka Cipta.Jakarta.1983.hlm.14

2

(48)

32

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini bersumber dari :

a. undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum yang

mendukung bahan hukum primer, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu

Narkotika menyatakan wajib lapor.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum

yang dapat membantu menganalisa serta memahami permalahan, seperti

(49)

33

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber yang berfungsi sebagai pemberi

informasi dan data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang = 1 orang

2) Penyidik Reskrim Unit Narkoba Polda = 1 orang

3) Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung = 2 orang +

Jumlah = 4 orang

a. Seleksi Data

Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data

selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi Data

Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam

rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk

kepentingan penelitian.

c. Penyusunan Data

Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang

bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan

(50)

34

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka (library

research). Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian

kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta

melakukan pengkajian terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan

dengan pokok bahasan dan dilakukan pula studi dokumentasi untuk

mengumpulkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

2. Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data

lapangan atau data empirik, sehingga data yang diperoleh dapat mempermudah

permasalahan yang diteliti. Pengolahan data meliputi tahapan sebagai berikut:

E. Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Analisis data

dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara dideskripsikan dalam bentuk

penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk

(51)

56

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi

dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika hakim lebih melihat

bahwa Indra Samiaji Bin Jumaidi divonis pidana penjara selama 1 (satu) tahun

4 (empat) bulan penjara kerena dalam pembuktian dalam persidangan

tersangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a dan Pasal 114 ayat(1)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu

penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri dan sebagai

pengedar, dan Tesar Esandra Bin Novandra divonis pidana rehabilitasi medis,

karena pelaku terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkoba melanggar

Pasar 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana

antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna

narkotika adalah pertama dilihat dari faktor kemanfaatan bagi terdakwa

(52)

56

pemidanaan dikhawatirkan tujuan pemidanaan yang bertujuan untuk

memperbaiki kelakuan terdakwa, justru malah akan menyimpangi dari tujuan

awal pemidanaan tersebut, dan kedua adalah faktor tuntutan dari masyarakat

yang resah akan perbuatan pelaku yang bertentangan dengan program

pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba. Disparitas

pemidanaanan antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama

pengguna narkotika adalah terjadinya disparitas antara Indra Samiaji Bin

Jumaidi dengan Tesar Esandra Bin Novandra padahal mereka sama-sama

melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika yaitu penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya

sendiri.dikarenakan terdapat kasus yang berbeda dari cara keduanya

mewujudkan delik yakni Indra Samiaji Bin Jumaidi lebih tepat dikatakan

sebagai pengedar karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan yang

dihimpun oleh keterangan saksi bahwa Indra Samiaji Bin Jumaidi bukan saja

pemakai tetapi melakukan peredaran narkoba di lingkungan tempat tinggalnya

sedangkan Tesar Esandra, SH., M.Kn Bin Novandra lebih tepat dikatakan

sebagai pemakai karena terdakwa mendapatkan narkoba dari temannya yang

menawarkan narkoba itu kepadanya.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana narkotika di masa yang akan

datang diharapkan untuk lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan

(53)

56

langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana

tersebut sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan oleh

pelaku .

2. Pengawasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkotika hendaknya

dioptimalkan dengan cara mentaati semua prosedur dan ketentuan yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini penting dilakukan

dalam rangka meminimalisasi terjadinya tindak pidana penyalahgunaan dan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Atmasasmita, Romli. 1996.Sistem Peradilan Pidana.Binacipta. Bandung.

Dharana Lastarya. Narkoba, Perlukah Mengenalnya. Pakarnya. Jakarta. 2006.

Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh

Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya. Buana Ilmu. Surabaya.

2002.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia

Indonesia. Jakarta.

---, 2001.Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia.Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Hans Kelsen,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik,

Moeljatno. 1993.Asas-asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

---, 1993. Perbuatan pidana dan pertanggung jawaban dalam hukum pidana,

Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Muladi.Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit

UNDIP. Semarang.2001

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

---, 2001.Kebijakan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

---, 2003.Sistem Peradilan Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat

Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam batas-batas Toleransi) Pusat

Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta

---, 1994.Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana

(55)

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.

Jakarta. 1983.

---, 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja

Grafindo Persada. Jakarta. 1983.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991

Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010,

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun

1985 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor

Pecandu Narkotika

C. Sumber Lainnya

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah : (1) Untuk dimensi percaya diri berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

Berdasarkan latar belakang pemilihan judul, maka yang menjadi permasalahan adalah bahwa aplikasi permainan yang telah ada belum menerapkan generator untuk membangkitkan

a. Besarnya gaji yang dibayar kepada setiap pegawai harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tingkat pendidikan, jabatan pekerja,

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 menunjukan bahwa terdapat pengaruh investasi dalam negeri dan tingkat

Pernikahan bagi manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

Pengujian MIC menunjukkan konsentrasi terendah yang tidak mengalami kekeruhan yaitu pada konsentrasi 15,62 mg/mL, nilai MIC diperoleh dengan mengamati kadar terkecil

[r]