• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN HAKIM AD HOC PADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN HAKIM AD HOC PADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

M. Ersyad Bafadhal

ABSTRAK

PERAN HAKIMAD HOCPADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

(Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

Oleh:

M. Ersyad Bafadhal

Sejalan dengan tuntutan kemajuan zaman untuk mengantisipasi penyelesaian dan penyaluran sengketa buruh dan tenaga kerja, maka dibuat dan diundangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sebagai dasar peradilan Hubungan Industrial di samping peradilan umum. Dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 terdapat peran dari hakim Ad Hoc selain dari hakim karier. Hakim Ad Hoc merupakan hakim yang diangkat dari luar hakim karier yang memenuhi persyaratan profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, memahami dan menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tugasnya, hakim Ad Hoc belum sepenuhnya sesuai yang diharapkan. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan permasalahan sebagai berikut: a) Bagaimanakah kedudukan hakim Ad Hocpada Peradilan Hubungan Industrial? b) Bagaimanakah peran hakim Ad Hoc pada Peradilan Hubungan Industrial?

(2)

M. Ersyad Bafadhal Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: a) Kedudukan Hakim Ad Hoc adalah sebagai Hakim Anggota dalam suatu Majelis Hakim yang memiliki tugas untuk memeriksa dan memutuskan perkara perburuhan atau perkara hubungan industrial yang pengangkatannya atas usul serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha. Hakim Ad Hocmempunyai tugas dan wewenang yang sama dengan Anggota Majelis lainnya. Hakim Ad Hoc hanya dapat menjadi Hakim Anggota dan tidak dapat menjadi Hakim Ketua Majelis. b) Keterlibatan Hakim Ad Hoc dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, memegang peranan penting mengingat Perselisihan Hubungan Industrial bukan perkara yang bersifat umum tapi merupakan perkara yang bersifat khusus, sehingga dibutuhkan aparat penegak hukum yang benar-benar berpengalaman di bidang hubungan industrial. Hakim Ad Hoc untuk perkara-perkara di pengadilan dibutuhkan untuk mendapatkan keseimbangan dalam memeriksa dan memutus perkara terutama jika ada masalah-masalah yang kompleks yang menyangkut hukum ketenagakerjaan atau hukum perburuhan.

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah perekrutan hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial sebaiknya dilakukan dengan lebih transparan dan efisien, sehingga hakimAd Hocyang diterima merupakan orang yang benar-benar ahli di bidang perburuhan atau ketenagakerjaan.

(3)

M. Ersyad Bafadhal

ABSTRACT

THE ROLE OF AD HOC JUDGE ON THE INDUSTRIAL RELATIONS COURT

(Study on Industrial Relations Court in the Tanjung Karang District Court)

By:

M. Ersyad Bafadhal

In line with the demands of the ages to anticipate the completion and distribution of labor and employment disputes, therefore, Act No. 2 of 2004 was created and enacted as a basis for the Industrial Relations Court besides General Court. In the settlement of industrial disputes in the court, according to Act No. 2 of 2004 which suggests the role of a ad hoc judge other than the career judge. Ad hoc judge is the judge appointed from outside the career judge which has already fulfilled professional requirements, dedicated and high integrity, appreciate the aims of state law and the welfare state appreciate the ideals of state law and the welfare state were cored to justice, understanding and respect for human rights and basic human duty. However, in implementation of tasks, ad hoc judge not completely as expected. Based on this, researchers interested in conducting research with the following problems: a) What is the position of a ad hoc judge in the Industrial Relations Court? b) What is the role of ad hoc judge of Industrial Relations Court?

This research was conducted using the normative juridical approach and empirical juridical approach. Sources of data in this study consisted of primary data and secondary data. Primary data is data which sourced from the results of a field study by conducting interviews with related parties to the research. Secondary data is data which obtained from the literature study on legal materials such as primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Researchers conducted a literature study and field study to collect data. Data processing method that are used in this study consists of a process editing, systematization and classification of data. Method of data analysis was conducted by qualitative analysis.

(4)

M. Ersyad Bafadhal the recommendation of trade unions/labor unions and employers' organizations. Ad Hoc Judges have the duty and authority same as the other Council Members. Ad Hoc Judges can only be a Judge Member and can not be Chairman of the Panel of Judges. b) The involvement of Ad Hoc Judge in the Settlement Of Industrial Disputes, plays an important role considering the Industrial Dispute is not a matter of a general nature but a matter of a special nature, therefore needed law enforcement officers who actually experienced in the field of industrial relations. The role of the Ad Hoc Judge in the settlement of matters in court is needed to get the balance in the examining and deciding cases, especially when there are complex issues relating to employment law or labor law.

The proposed suggestions in this study is the recruitment of ad hoc judges in the Industrial Relations Court should be more transparent and efficient, so the ad hoc judge was accepted is truly experts in the field of labor and employment.

(5)

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan dan masalah-masalah ketenagakerjaan yang timbul harus diselesaikan terlebih dahulu secara kekeluargaan atau musyawarah, namun demikian disadari bahwa tidak semua perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha atau gabungan pengusaha atau antar serikat pekerja/buruh dalam suatu perusahaan, dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaaan persepsi mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan hubungan kerja atau syarat-syarat kerja lain, sehingga timbulnya Perselisihan Hubungan Industrial tidak dapat dihindarkan (2007: 39-40).

Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak menghendaki terjadinya perselisihan Hubungan Industrial antara kedua belah pihak yang terkait dalam perusahaan, karena dengan adanya perselisihan tersebut yang menderita kerugian bukan hanya kedua belah pihak, melainkan juga masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, untuk mengatasi perselisihan tersebut, sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai sekarang, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan.

(6)

perusahaan kereta api dan term untuk Jawa dan Madura. Pada tahun 1937 peraturan di atas dicabut dan diganti dengan Regerings Besluit tanggal 24 November 1937 Stb. 1937 No. 31, ini berlaku untuk seluruh Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1939, dibuat peraturan tentang cara penyelesaian perselisihan industrial pada perusahaan lain di luar kereta api dan term, dengan Regerings Besluit tanggal 20 Juli 1939 No. 407 yang kemudian diubah dengan Stb. 1948 No. 238.

(7)

Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional. Semua ini mencerminkan perhatian pemerintah terhadap masalah ketenagakerjaan. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 mengenal ada 2 (dua) jalur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yaitu:

1. Penyelesaian secara wajib; yaitu (a) Penyelesaian secara Bipartit; (b) Penyelesaian melalui pegawai perantara; dan (c) Penyelesaian melalui panitia penyelesaian perselisihan perburuhan; dan

2. Penyelesaian secara sukarela.

(8)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, penyelesaian perkara perburuhan atau perkara perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan melalui proses di Pengadilan Hubungan Industrial, apabila penyelesaian melalui jalur musyawarah seperti bipartit, tripartit, mediasi dan abritrasi gagal mencapai kesepakatan. Penyelesian perkara perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial melibatkan peran dari HakimAd Hoc.

Keberadaan Hakim Ad Hoc di Indonesia pada saat ini tidak dapat terpisahkan dalam sistem peradilan di Indonesia. Hakim Ad Hoc digunakan dalam peradilan khusus, misalnya peradilan tindak pidana korupsi, peradilan niaga dan peradilan hubungan industrial. Hakim Ad Hoc merupakan hakim yang diangkat dari luar hakim karier yang memenuhi persyaratan profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, memahami dan menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. Penggunaan Hakim Ad Hoc dari kalangan di luar hakim karier untuk memeriksa perkara hubungan industrial diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Keberadaan Hakim Ad Hoc sudah diperkenalkan sekitar 26 (dua puluh enam) tahun lalu yaitu melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasal 135 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa:

(1) Dalam hal Pengadilan memeriksa dan memutus perkara PTUN tertentu yang memerlukan keahlian khusus, maka Ketua Pengadilan dapat menunjuk seorang Hakim Ad Hocsebagai anggota majelis.

(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai HakimAd Hocseseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kecuali huruf (e) dan (f).

(3) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (c) tidak berlaku bagi HakimAd Hoc.

(9)

Hakim Ad Hoc adalah hakim, pihak yang akan membantu majelis menangani perkara-perkara yang memang punya kekhasan tertentu dalam bidang akademis, biasanya dalam bidang perpajakan, dalam bidang kedokteran dan lain-lain. Disadari atau tidak memang pengetahuan hakim sangatlah terbatas. Dalam praktek, untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka biasanya dilakukan pemanggilan saksi ahli yang dapat dilakukan secara cepat dalam waktu kurang lebih satu atau dua minggu, yang akhirnya secara substansial, kegunaannya sama seperti Hakim Ad Hoc.

Hakim Ad Hoc merupakan orang yang ahli di bidang tertentu. Mengenai pengertian ahli ini memang tidak ada definisi khusus dalam peraturan perundangan. Pasal 1 ayat (2) Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2000 tentang Penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1999 tentang Hakim Ad Hoc hanya menyatakan bahwa, ahli adalah seorang yang memiliki disiplin ilmu yang cukup dan berpengalaman di bidangnya sekurang-kurangnya 10 tahun. Definisi Pasal 1 ayat (2) Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2000 tidak menjelaskan mengenai bidang keilmuan apa yang disandang, siapa yang menilai cukup bagi disiplin ilmu tersebut dan siapa yang mengawasi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut.

Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, penyelesaian sengketa perburuhan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 melalui peradilan P4D dan P4P. Hubungan Industrial, yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua belah pihak.

(10)

2004 sebagai wadah peradilan Hubungan Industrial di samping peradilan umum. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mengatakan Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan:

a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;

b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;

d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, disebutkan bahwa hakim yang bersidang terdiri dari 3 hakim, satu hakim karier dan dua Hakim Ad Hoc. Hakim Ad Hoc adalah anggota majelis hakim yang ditunjuk dari organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Seorang Hakim Ad Hoctidak diperbolehkan untuk merangkap jabatan sebagaimana juga yang telah ditentukan oleh undang-undang. Masa tugas HakimAd Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung adalah lima tahun dan kemudian dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan, namun demikian dalam masa tugasnya HakimAd Hocpada Pengadilan Hubungan Industrial dan pada Mahkamah Agung dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya (Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004).

(11)

umum yang merupakan murni hukum. Keberadaan Hakim Ad Hoc pada peradilan hubungan industrial perlu diperhatikan dan dikaji mengenai kedudukan dan perannya sebagai hakim dalam memberikan putusan mengenai sengketa hubungan industrial, agar putusan yang dikeluarkan sejalan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Peran Hakim Ad Hoc Pada Peradilan Hubungan Industrial (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)”.

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. 2. 1 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah kedudukan HakimAd Hocpada Peradilan Hubungan Industrial? b. Bagaimanakah peran HakimAd Hocpada Peradilan Hubungan Industrial?

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi lingkup bidang ilmu dan lingkup pembahasan. Lingkup bidang ilmu berkenaan dengan Hukum Administrasi Negara. Lingkup pembahasan yaitu mengenai Hukum Penyelesian Hubungan Industrial berkaitan dengan kedudukan dan peran HakimAd Hocpada peradilan hubungan industrial.

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

(12)

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui kedudukan HakimAd Hocpada Peradilan Hubungan Industrial. b. Mengetahui peran HakimAd Hocpada Peradilan Hubungan Industrial.

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka kegunaan penelitian ini, yaitu:

a. Kegunaan teoritis, yaitu berguna sebagai upaya pengembangan wawasan pemahaman di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai mengenai Hukum Penyelesian Hubungan Industrial berkaitan dengan kedudukan dan peran Hakim Ad Hoc pada peradilan hubungan industrial.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian Peran

Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki pribadi atau kelompok-kelompok (Soerjono Soekanto, 1982: 60). Istilah peran sering diucapkan banyak orang. Kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang atau peran dikaitkan dengan apa yang dimainkan oleh seorang aktor dalam suatu drama. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 854).

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Peran adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi ini merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan aktualisasi diri. Peran juga diartikan sebagai serangkaian prilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam berbagai kelompok sosial. Peran merupakan salah satu komponen dari konsep diri.

(14)

diharapkan oleh pekerjaan tersebut, karena itu ada yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut.

Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (Kamus Bahasa Indonesia, 1985: 735). Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto menyatakan peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan (Soejono Soekamto, 1982: 238). Pribadi yang mempunyai peran dinamakan pemegang peranan (role occupant) dan perilakunya adalah berperannya pemegang peranan, dapat sesuai atau mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah. Pemegang peranan adalah subyek hukum.

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan yang dimiliki seseorang. Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Soerjono Soekanto juga mengatakan bahwa syarat-syarat peranan mencakup tiga hal, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang 2. dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat;

3. Peranan adalah suatu konsep prilaku yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam masyarakat dalam suatu organisasi;

4. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Soerjono Soekanto, 1982: 65).

(15)

Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mengenal 4 (empat) jenis perselisihan yaitu: a. perselisihan hak;

b. perselisihan kepentingan; c. perselisihan PHK; dan

d. perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.

Mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap perselisihan adalah sebagai berikut:

a. Bipartit, yaitu Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

b. Mediasi, yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

(16)

perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

d. Arbitrasi, yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

e. Pengadilan Hubungan Industrial, yaitu pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara bipartit, apabila perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, maka persetujuan bersama (PB) tersebut dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), namun apabila perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mencatatkan perselisihannya ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada kabupaten/kota.

2. 3 Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

(17)

a. Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini tercermin dari tindakan pekerja/buruh atau pengusaha yang melanggar suatu ketentuan hukum, misalnya pengusaha tidak mempertanggungkan buruh/pekerjanya pada program Jamsostek, membayar upah di bawah ketentuan standar minimum yang berlaku, tidak memberikan cuti dan sebagainya. Perselisihan perburuhan yang terjadi tanpa didahului oleh suatu pelanggaran, umumnya disebabkan oleh:

1) Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhan, misalnya menyangkut cuti melahirkan dan gugur kandungan, menurut pengusaha buruh/pekerja wanita tidak berhak atas cuti penuh karena mengalami gugur kandungan, tetapi menurut buruh/serikat buruh hak cuti harus tetap diberikan dengan upah penuh meskipun buruh hanya mengalami gugur kandungan atau tidak melahirkan.

2) Terjadi karena ketidaksepahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja, misalnya buruh/serikat buruh menuntut kenaikan upah, uang makan, transport, tetapi pihak pengusaha tidak menyetujuinya (Lalu Husni, 2004: 42).

b. Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan, pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin dan diperlakukan berbeda (Lalu Husni, 2004: 42).

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, bahwa jenis-jenis perselisihan hubungan industrial meliputi:

a. Perselisihan hak;

b. Perselisihan kepentingan; dan

(18)

Ad. 1 Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Asri Wijayanti, 2009: 180)

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa perselisihan hak (rechtsgeschil) merupakan perselisihan hukum karena perselisihan ini terjadi akibat pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak termasuk di dalamnya hal-hal yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, menurut Imam Soepomo, perselisihan hak terjadi karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan hubungan kerja.

(19)

dalam perselisihan kepentingan menyangkut pembuatan hukum dan/atau perubahan terhadap substansi hukum yang sudah ada.

Ad. 3 Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (Asri Wijayanti, 2009: 180).

Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja yang paling banyak terjadi selama ini. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun buruh/ pekerja, di mana dari pihak pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dikarenakan buruh/pekerja melakukan berbagai tindakan pelanggaran. Demikian sebaliknya, para buruh/pekerja juga dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan pemutusan hubungan pemutusan kerja karena pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban yang teelah disepakati atau bertindak sewenang-wenang kepada buruh/pekerja. Pemutusan Hubungan Kerja seringkali tidak dapat dihindari. Hal ini dapat dipahani karena hubungan antara buruh/pekerja dengan pengusaha didasarkan atas kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Jika salah satu pihak sudah tidak menghendaki lagi untuk terikat atau diteruskan dalam hubungan kerja, sulit untuk mempertahankan hubungan kerja yang harmonis diantara kedua belah pihak. (Lalu Husni, 2004: 47).

(20)

keterwakilan dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) di suatu perusahaan (Maimun, 2007: 153).

2.4 Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial dalam sistem peradilan Indonesia termasuk pengadilan khusus dalam lapangan peradilan umum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial masih memberlakukan hukum acara perdata yang termasuk pada ruang lingkup peradilan umum, kecuali diatur dengan ketentuan yang berbeda dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyatakan bahwa hakim yang bersidang terdiri dari 3 (tiga) hakim, satu hakim karier dan dua Hakim Ad Hoc. Hakim Ad Hoc adalah anggota majelis hakim yang ditunjuk dari organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. HakimAd Hocmerupakan orang yang dianggap mengerti dan memahami hukum perburuhan saat ini dengan baik. Tujuannya, karena hukum perburuhan ini mempunyai sifat yang spesifik, maka, dibutuhkan orang-orang khusus yang mengerti permasalahan perburuhan. Masalah perburuhan tidak hukumansis, ada faktor sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Berbeda dengan hakim peradilan umum yang merupakan murni hukum.

(21)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan:

a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;

b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;

d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Para pihak yang beracara dipengadilan hubungan industrial tidak dikenakan biaya perkara termasuk biaya pelaksanaan putusan yang nilai gugatannya kurang dari 150.000.000 Rupiah, artinya untuk nilai gugatan di bawah jumlah nominal tersebut para pihak beracara dengan cuma-cuma. Hal tersebut sangat berbeda dengan acara peradilan perdata atau agama yang walaupun juga berawal dari gugatan, namun tetap membayar biaya perkara tanpa memperhatikan berapa nilai gugatannya, kecuali jika Penggugat mengajukan prodeo kepada hakim. Prodeo pun membutuhkan proses yang tidak sederhana, karena hakim akan mengadakan pra peradilan untuk memutuskan apakah Penggugat layak untuk mendapat prodeo atau tidak. Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Pengadilan Hubungan Industrial juga dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota tertentu.

Susunan Pengadilan Hubungan Industrial terdiri dari: 1) Hakim;

2) HakimAd Hoc(mewakili organisasi pekerja dan organisasi pengusaha 3) Panitera Muda; dan

4) Panitera Pengganti.

(22)

2) HakimAd Hocpada Mahkamah Agung; dan 3) Panitera.

Hakim Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;

b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan

d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

(23)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum, yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus:

a. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja;

b. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Zaeni Asyhadie II, 2007: 158).

Pengadilan Hubungan Industrial untuk pertama kalinya dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota di setiap ibukota provinsi yang mempunyai daerah hukum meliputi seluruh wilayah provinsi bersangkutan dan pada Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Untuk kabupaten/kota yang padat industri juga dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Susunan hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari Hakim, Hakim Ad Hoc, Panitera Muda dan Panitera Pengganti (Maimun, 2007: 169).

Ketua Pengadilan Hubungan Industrial adalah Ketua Pengadilan Negeri setempat, dengan Majelis Hakim terdiri dari 1 (satu) Ketua Majelis dari Hakim Karier, 2 (dua) anggota Hakim Ad Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung (Agusmidah, 2010: 163). Susunan hakim pada Mahkamah Agung terdiri dari Hakim Agung, Hakim AgungAd Hocdan Panitera (Maimun, 2007: 91).

(24)

di Pengadilan Hubungan Industrial tidak dikenakan biaya apapun juga termasuk biaya eksekusi apabila nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dalam proses beracara (Maimun, 2007: 173). Beracara di Pengadilan Hubungan Industrial dilakukan dengan pemeriksaan acara biasa dan pemeriksaan dengan acara cepat. Pemeriksaan melalui acara biasa meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Gugatan;

b. Jawaban Tergugat;

c. Replik (tanggapan Penggugat atas jawaban Tergugat); d. Duplik (tanggapan Tergugat atas replik Penggugat); e. Pembuktian (surat dan saksi-saksi);

f. Kesimpulan para pihak, dan

g. Putusan hakim (Adrian Sutedi, 2009: 132).

2. 5 HakimAd HocPada Pengadilan Hubungan Industrial

Kata hakim secara etimologi berarti orang yang memutuskan hukum. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi hakim, yaitu orang yang mengadili perkara (dalam pengadilan atau mahkamah). Hakim Ad Hoc merupakan hakim yang diangkat dari luar hakim karier yang memenuhi persyaratan profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, memahami dan menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.

Pasal 60 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, menyatakan bahwa susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari:

a. Hakim;

(25)

d. Panitera Pengganti.

Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung terdiri dari: a. Hakim Agung;

b. HakimAd Hocpada Mahkamah Agung; dan c. Panitera.

Pasal 61 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, menyatakan bahwa Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diangkat dan diberhentikan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Pengangkatan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 63 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menyatakan Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial diangkat dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Calon Hakim Ad Hoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dari nama yang disetujui oleh Menteri atas usul serikat pekerja/serikat buruh atau organisasi pengusaha. Ketua Mahkamah Agung mengusulkan pemberhentian HakimAd HocHubungan Industrial kepada presiden.

Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, seseorang untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. warga negara Indonesia;

b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(26)

e. berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter; f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

g. berpendidikan serendah-rendahnya Strata Satu (S-1) kecuali bagi Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung syarat pendidikan Sarjana Hukum; dan

h. berpengalaman di bidang hubungan industrial minimal 5 (lima) tahun.

Sebelum memangku jabatannya, Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya, bunyi sumpah atau janji itu adalah sebagai berikut:

“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membedakan orang dan akan melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, HakimAd Hoctidak boleh merangkap jabatan sebagai:

a. anggota Lembaga Tinggi Negara; b. kepala daerah/kepala wilayah; c. lembaga legislatif tingkat daerah; d. pegawai negeri sipil;

(27)

f. pengurus partai politik; g. pengacara;

h. mediator; i. konsiliator; j. arbiter; atau

k. pengurus serikat pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha.

Dalam hal seorang Hakim Ad Hoc yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jabatannya sebagai Hakim Ad Hoc dapat dibatalkan. Pasal 67 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:

a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri;

c. sakit jasmani atau rohani terus menerus selama 12 (dua belas) bulan;

d. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan telah berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung;

e. tidak cakap dalam menjalankan tugas;

f. atas permintaan organisasi pengusaha atau organisasi pekerja/organisasi buruh yang mengusulkan; atau

g. telah selesai masa tugasnya.

h. Masa tugas Hakim Ad Hoc untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 68 menyatakan bahwa Hakim Ad HocPengadilan Hubungan Industrial diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:

a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;

b. selama 3 (tiga) kali berturut-turut dalam kurun waktu 1 (satu) bulan melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya tanpa alasan yang sah; atau

c. melanggar sumpah atau janji jabatan.

(28)

Mahkamah Agung. Hakim Ad HocPengadilan Hubungan Industrial sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya. Hakim Ad Hoc yang diberhentikan sementara sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1), berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2).

(29)

III. METODE PENELITIAN

3. 1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai usaha mengadakan pembahasan dengan bertitik tolak kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap kenyataan yang ada di lapangan dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya mengenai peran HakimAd Hocpada Pengadilan Hubungan Industrial.

3. 2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil studi lapangan yaitu wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dengan penelitian. Wawancara tersebut dilakukan dengan informan, yaitu Janter, S.H. selaku HakimAd Hocpada Pengadilan Hubungan Industrial Bandar Lampung.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan hukum yang terdiri dari:

(30)

1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; dan

2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc Pada Mahkamah Agung.

b) bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari buku-buku ilmu hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya.

c) bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia majalah, surat kabar dan jurnal penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.

3. 3 Metode Pengumpulan Data

Peneliti dalam pengumpulan data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksud adalah usaha untuk memperoleh data sekunder. Peneliti dalam memperoleh data sekunder melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, membaca atau mempelajari, membuat catatan-catatan dan kutipan-kutipan serta menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis dari para ahli yang tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini.

b. Studi Lapangan (Field Research)

(31)

meminta penjelasan kepada beberapa pihak yang dianggap mengetahui masalah yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. 4 Metode Pengolahan Data

Data sekunder dan data primer terkumpul dan diolah, maka untuk menentukan hal yang baik dalam melakukan pengolahan data, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa dan mengoreksi data yang masuk, apakah berguna atau tidak, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

b. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data menurut sistem yang telah ditetapkan. c. Klasifikasi data, yaitu menyusun dan mengelompokkan data berdasarkan jenis data.

3. 5 Analisis Data

(32)
(33)

1

V. PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Kedudukan Hakim Ad Hoc adalah sebagai Hakim Anggota dalam suatu Majelis Hakim yang memiliki tugas untuk memeriksa dan memutuskan perkara perburuhan atau perkara hubungan industrial yang pengangkatannya atas usul serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha. Hakim Ad Hoc mempunyai tugas dan wewenang yang sama dengan Anggota Majelis lainnya. HakimAd Hochanya dapat menjadi Hakim Anggota dan tidak dapat menjadi Hakim Ketua Majelis.

b. Keterlibatan Hakim Ad Hoc dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, memegang peranan penting mengingat Perselisihan Hubungan Industrial bukan perkara yang bersifat umum tapi merupakan perkara yang bersifat khusus, sehingga dibutuhkan aparat penegak hukum yang benar-benar berpengalaman di bidang hubungan industrial. Hakim Ad Hoc untuk perkara-perkara di pengadilan dibutuhkan untuk mendapatkan keseimbangan dalam memeriksa dan memutus perkara terutama jika ada masalah-masalah yang kompleks yang menyangkut hukum ketenagakerjaan atau hukum perburuhan.

(34)

2

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:

a. Sebaiknya dalam perekrutan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial lebih dengan transparan dan efisien, sehingga Hakim Ad Hoc yang diterima merupakan orang-orang benar-benar ahli di bidang perburuhan atau ketenagakerjaan.

(35)

PERAN HAKIMAD HOCPADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

(Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

(Skripsi)

Oleh

Mohammad Ersyad Bafadhal

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(36)

PERAN HAKIMAD HOCPADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

(Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

Oleh

Mohammad Ersyad Bafadhal

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(37)

Judul Skripsi : PERAN HAKIM AD HOC PADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

Nama Mahasiswa : Mohammad Ersyad Bafadhal

NPM : 0852 011 151

Program Studi : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Elman Eddy Patra, S.H., M.H. Satria Prayoga, S.H., M. H. NIP 19600714 198603 1 002 NIP 19820623 200812 1 003

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

(38)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Elman Eddy Patra, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota: Satria Prayoga, S.H., M. H. ...

Penguji Utama : Sri Sulastuti, S. H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S. H., M. S. NIP 19621109 198703 1 003

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 16 Juni 1990, yang merupakan putra kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Dr. (Cand.) Riduan M.O Bafadhal, SE, MM dan Ibu Endang Setyaningsih SH.

Penulis menyelesaikan studi di SD Negeri 2 Sukaraja lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 3 Bandar Lampung lulus pada tahun 2004, kemudian SMA Negeri 3 Bandar Lampung lulus pada tahun 2007.

(40)

MOTTO

“For every crime that comes before him, a judge is required to complete a perfect

syllogism in which the major premise must be the general law; the minor, the action that conforms or does not conform to the law; and the conclusion, acquittal

or punishment. If the judge were constrained, or if he desired to frame even a single additional syllogism, the door would thereby be opened to uncertainty.”

― Cesare Beccaria, Beccaria: 'on Crimes and Punishments' and Other Writings

“Knock, And He'll open the door

Vanish, And He'll make you shine like the sun Fall, And He'll raise you to the heavens

Become nothing, And He'll turn you into everything.”

― Rumi

“HAPPINESS [is] ONLY REAL WHEN SHARED”

(41)

PERSEMBAHAN

Puji syukur ku ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam tak hentinya kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Penulis persembahkan karya skripsi ini untuk:

Ayah tercinta Dr. (Cand.) Riduan M.O Bafadhal, SE, MM. dan Mamaku tercinta Endang Setyaningsih, SH.

Kakakku tersayang Aniesa Samira Bafadhal S.A.B, M.A.B dan Adikku tersayang Oemar Madri Bafadhal

(42)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul ”PERAN HAKIM AD HOC PADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara;

3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah memberi saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini dan penyelesaian studi;

(43)

5. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat di dalam perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

6. Ibu Atik Yuniati, S.H, M.H. selaku Pembahas II yang yang telah memberi masukan, bantuan dan motivasi guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini; 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas lampung yang telah memberikan wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi pengembangan wawasan penulis;

8. Ayahku Dr. (Cand.) Riduan M.O Bafadhal, SE, MM dan ibuku Endang Setyaningsih, SH yang senantiasa mendoakanku, memberikan dukungan, motivasi dan pengorbanan baik moril maupun materil.;

9. Kakakku Aniesa Samira Bafadhal S.A.B, M.A.B dan adikku Oemar Madri Bafadhal atas semua dukungan dan bantuannya di segala kondisi baik suka maupun duka;

10. Saudara serta Keluarga besar Bafadhal, terima kasih atas semua bantuan, saran, dukungan dan motifasinya;

11. Untuk teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum Universitas Lampung: Fery Poernomo, M. Ferdian, Rio Nico FA, Nikki Fitrio, Jelly Rosado, Harbilli Ardhi, Roy Tanaka dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas pertemanan kita selama ini;

12. Yusi Takasikam Cindo yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan serta motivasi selama ini.

(44)

14. Keluarga Besar Mohicans Softball Baseball yang selama ini selalu ada dikala suka maupun duka serta memberikan pengalaman hidup yang tak pernah terlupakan.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 5 Februari 2013 Penulis

(45)
(46)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 8

1. 2. 1 Permasalahan... 8

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian... 8

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. 3. 1 Tujuan Penelitian ... 8

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2. 1 Pengertian Peran... 10

2. 2 Perselisihan Hubungan Industrial ... 12

2. 3 Jenis Perselisihan Hubungan Industrial ... 14

2. 4 Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan Industrial... 17

2. 5 HakimAd HocPada Pengadilan Hubungan Industrial ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 27

3. 1 Pendekatan Masalah... 27

3. 2 Sumber Data... 27

3. 3 Metode Pengumpulan Data ... 28

3. 4 Metode Pengolahan Data ... 29

(47)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 31

4. 1 Kedudukan HakimAd HocPada Peradilan Hubungan Industrial... 31

4. 2 Peran HakimAd HocPada Peradilan Hubungan Industrial ... 43

V. PENUTUP ... 52

5. 1 Kesimpulan ... 52

5. 2 Saran... 53

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Agusmidah, 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan USU Press, Medan.

Asikin, Zainal. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Asyhadie II, Zaeni. 2007. Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan KerjaPT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Djumadi, 2004.Hukum Perburuhan dan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadjon, Philipus M. 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2008.Metode Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Ridwan, H. R. 2002.Hukum Administrasi Negara. UII Press, Yogyakarta.

Hakim, Abdul. 2003.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Husni, Lalu.2004. Penyelesaian Perselisian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Parsada, Jakarta.

---, 2009. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(49)

Maimun, 2007. Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Prinst, Darwan. 1994.Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sutedi, Adrian. 2009,Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta.

Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Referensi

Dokumen terkait

Applications are processed instantly, no credit check required, and approved borrowers (almost anyone with proof of a stable income) receive a requested amount of money ˘ probably

Tidak adanya hubungan dari peningkatan kadar HbA1c dapat disebabkan karena pengukuran kadar HbA1c hanya menggambarkan kadar glukosa dalam darah dengan rentan waktu

Scrooge falls to his knees and begs for the chance to change He expresses the hope that these scenes of the future can be changed, and vows to incorporate the lessons of the

Rapat ) and copies of KTP or other identification. a) Shareholders who can not attend, can be represented by a proxy with valid Powers of Attorney as determined by

[r]

1. Terkait dengan kewenangan, Pemerintah Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut berdampak lebih luas dari yang

1) Pendaftaran dilakukan oleh calon peserta didik/orang tua/wali calon peserta didik langsung ke satuan pendidikan yang dituju dengan menyerahkan SHUN atau ijazah asli

Model learning cycle 5E adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengetahuan deklaratif dimana guru berperan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa,