• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower Dan Justice Collaborator Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower Dan Justice Collaborator Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

WHISTLEBLOWER

DAN

JUSTICE COLLABORATOR

DALAM UPAYA PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

TESIS

OLEH :

NIXSON

107005155/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN

JUSTICE COLLABORATOR DALAM UPAYA PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NIXSON

107005155/ILMU HUKUM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Telah diuji pada

Tanggal, 9 Februari 2013

PANITIA PENGUJI

Ketua

: 1. Prof.Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum.

Aanggota : 2. Prof.Dr. Tan Kamello, SH, MS.

3. Dr. Mahmud Mulyadi, SH.M.Hum.

4. Dr. Madiasa Ablisar, SH.MS.

(4)

JUDUL TESIS : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

WHISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR

DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK

PIDANA KORUPSI

NAMA : NIXSON

N.I.M : 107005155

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

MENYETUJUI : KOMISI PEMBIMBING

Ketua

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum.

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, M.Hum

A n g g o t a A n g g o t a

Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof.Dr. Suhaidi, SH, MH. Prof.Dr. Runtung, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Perkembangan modus tindak pidana kejahatan korupsi di Indonesia saat ini menunjukkan skala yang meluas dan semakin canggih sehingga sangat sulit untuk membuktikannya. Adapun, salah satu cara untuk mengungkap terorganisirnya praktik korupsi tersebut diperlukan peran whistleblower yang dapat mendorong pengungkapan modus tindak pidana korupsi menjadi relatif lebih mudah untuk dibongkar. Whistleblower dan justice collaborator dalam kasus-kasus korupsi di Indonesia sayangnya belum mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal, sehingga mengakibatkan orang-orang yang mengungkap kejahatan, yang seharusnya mendapatkan penghargaan namun pada kenyataanya dijatuhi hukuman.

Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu; (1) bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap whistleblower dan justice collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, dan (2) bagaimana bentuk perlindungan hukum yang ideal bagi whistleblower dan justice collaborator di masa yang akan datang. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yaitu penelitian dengan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap whistleblower atau saksi pengukap fakta dan Justice Collaborator. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yang ditujukan untuk menggambarkan dan menguraikan secara sistematis perlindungan bagi whistleblower

dan Justice collaborator dihubungkan dengan teori-teori hukum dan peraturan

perundang-undangan yang ada.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) bentuk perlindungan hukum whistleblower di beberapa negara telah mendapat perlindungan hukum secara tegas bahkan whistleblower mendapat konvensasi dari hasil pengembalian uang negara. Di Indonesia secara yuridis normatif, berdasar UU No.13 Tahun 2006,

whistleblower dan justice collaborator belum mendapatkan perlindungan hukum

secara maksimal. Begitu juga SEMA No.4 tahun 2011 whistleblower dan justice collaborator hanya mendapat keringanan hukuman; (2) Bentuk perlindungan hukum yang ideal adalah memberikan perlindungan hukum kepada whistleblower dan justice collaborator secara maksimal yaitu diberikan reward, treatment dan protection dari segala tuntutan atas laporan yang telah diungkapkan baik bagian dari pelaku maupun bukan bagian dari pelaku.

(6)

ABSTRACT

The development of the modus of corruption criminal act in Indonesia today has indicated a wide scale and become more sophisticated so that it is very difficult to prove it. One of the methods to uncover this organized crime of corruption is by using the role of whistleblowers that can help uncover the modus of corruption criminal act more easily. Unfortunately, whistleblowers and justice collaborators in corruption case in Indonesia have not received maximal legal protection; in consequence, people who want to expose the crime and who have the right to gain reward will go to prison instead.

The problems formulated in the research were as follow: 1) how about the legal protection for whistleblowers and justice collaborators in eradicating corruption criminal act, and 2) how about the, form of ideal legal protection for whistleblowers and justice collaborators in the future, the type of the research was judicial normative, using statute approach in which the legal provisions, related to legal protection for whistleblowers and justice collaborators, were analyzed. The nature of the research was descriptive analytic which was aimed to describe and explain systematically legal protection for whistleblowers and justice collaborators and related to judicial theories and legal provisions.

The result of the research showed that 1) whistleblowers dan justice collaborators in some countries have received legal protection explicitly, and whistleblowers even get compensation from the return of the government money. In Indonesia, judicial normatively, based on Law No.13/2006, whistleblowers and justice collaborators have not yet received maximal legal protection. The same is true for SEMA No.4/2011; whistleblowers and justice collaborators only received leniency of a sentence. 2) The ideal legal protection is by giving reward, treatment, and protection from all charges as the compensation for what a whistleblower has exposed, whether he is one of the perpetrators or not.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohhim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur pada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Maha Adil dalam hukumnya, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena atas berkat dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”.

Topik tentang whistleblower dan justice collaborator dipilih karena memang saat ini kehadiran whistleblower dan justice collaborator merupakan hal baru dan masih belum banyak dipahami oleh aparat penegak hukum. Perlindungan hukum terhadap whistleblower dan justice collaborator diharapkan menjadi senjata ampuh untuk membasmi para koruptor yang sudah meluas dan dilakukan secara kolektif.

(8)

Selanjutnya Penulis juga menyampaikan terimaksih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syaril Pasaribu, DTM&H., M.Sc. (C.T.MS) SpA.(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH. selaku Ketua Program Magister Ilmu hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Para Pembantu Dekan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara 5. Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS, selaku Dosen Penguji

6. Syafruddin S.Hasibuan, SH., MH, DFM, selaku Dosen Penguji

7. Para Dosen Pengajar Ilmu Hukum Pascasarjana Univeristas Sumatera Utara yang telah ikhlas memberikan ilmu dan membuka cakrawala berfikir penulis.

8. Abdul Haris Semendawai, SH, LLM, Ketua LPSK yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara di LPSK

9. Para Staf Pengajar, Tata Usaha dan Security di lingkungan Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Teman-teman sekelas yang penuh rasa persaudaraan dan kebersamaan , belajar bersama kawan-kawan seangkatan merupakan kenangan yang terindah yang tidak akan pernah terlupakan.

11. Ucapan Terimakasih untuk semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(9)

doa yang tak henti-hentinya selalu dipanjatkan pada Allah SWT agar penulis dapat berhasil dengan baik.

Dalam kesempatan ini terakhir penulis sampaikan khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk Istriku tercinta Asih Wijiastuti, SE, serta kedua anakku Muhammad Zahirul Isyraffi dan Muhammad Dzakwan Diaulhaq, kalian selalu menemani dalam perjalanan yang penuh resiko menyusuri bukit dan jurang antara Aceh Tenggara – Medan, dan terkadang rela berpisah saat penulis dalam proses menyelesaikan studi di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran guna penyempurnaan tesis ini. Untuk semua kritik dan saran yang diberikan penulis ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Medan, Februari 2013. Penulis,

(10)

CURRICULUM VITAE

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

N a m a : NIXSON

Tempat/Tgl lahir : Palembang, 5 Maret 1974

Alamat Rumah : Jalan Kompos (Gatot Subroto KM.12) Perum Kompos Garden No. B2 Kecamatan Sunggal Medan. Sumatera Utara

Telepon : 081319308585 Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki Status Kawin : Menikah

Istri : Asih Wiji Astuti, SE

Anak-Anak : 1. Muhammad Zahirul Isyraffi 2. Muhammad Dzakwan Diaulhaq E-mail : raffi_ku@yahoo.com

Pendidikan : 1. SD Negeri 239 Palembang Lulus Tahun 1987 2. SMP Negeri 44 Palembang Lulus Tahun 1990 3. SMA Taman Siswa Palembang Lulus Tahun 1993

4. Fakultas Hukum Universitas Cokro Aminoto Yogyakarta Lulus Tahun 2002

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 1. Kerangka Teori ... 12

2. Landasan Konsepsional ... 19

G.Metode Penelitian ... 1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 21

2. Sumber Data ... 22

3. Teknik Pengumpulan Data ... 23

(12)

BAB II : BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

WISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR

DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA

KORUPSI ... 25

A.Sejarah Whistleblower ... 25

B. Kriteria Whistleblower dan Justice Collaborator... 34

1. Whistleblower ... 34

a. Internal Whistleblower ... 36

b. External Whistleblower ... 37

c. Whistleblower Terlibat Kasus ... 38

d. Whistleblower Tidak Terlibat Kasus ... 39

2. Justice Collaborator ... 44

3. Perbedaan Whistleblower dan Justice Collaborator ... 46

C. Kondisi Perlindungan Whistle Blower di Berbagai Negara .... 49

1. Amerika Serikat ... 50

2. Australia ... 54

3. Kanada ... 56

4. Inggris ... 58

5. Afrika Selatan ... 60

D.Bentuk Perlindungan Whistle Blower dan Justice Collaborator di Indonesia ... 62

1. Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2006 ... 62

(13)

BAB III : BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WISTLEBLOWER

DAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM UPAYA

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA KE DEPAN ... 70

A.Peranan Whistle Blower dan Justice Collaborator di Indonesia Dalam PemberantasanTindak Pidana Korupsi ... 70

1. Whistel Blower dan Justice collaborator adalah Agen Of Change 70

1) Resiko Internal 73 2) Resiko Eksternal 73

2. Whistleblower dan Justice Collaborator adalah Social of control. 75

B. Perlindungan Hukum Whistleblower dan Justice Collaborator Indonesia ke Depan ... 77

1. Belum Ada Peraturan Yang Mengatur Secara Tegas tentang 77

Whistleblower dan Justice Collaborator. 2. Konsep Membentuk UU Perlindungan Whistleblower dan Justice 86

collaborator C. Sistem dan Mekanisme Pelaporan Whistle Blower ... 90

1. Prosedur Pengungkapan 91 2. Informasi yang dapat di Ungkap 92 3. Lembaga Yang berwenang 93 4. Prektik whistleblowing System 96 5. Whistleblowing System Menurut KNKG 99 6. Penerapan System Whistleblowing di Pertamina 101

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A.Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

(14)

Lampiran – lampiran

1. Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban 2. SEMA RI No.4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana

(Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

3. Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Nomor 2 tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

(15)

ABSTRAK

Perkembangan modus tindak pidana kejahatan korupsi di Indonesia saat ini menunjukkan skala yang meluas dan semakin canggih sehingga sangat sulit untuk membuktikannya. Adapun, salah satu cara untuk mengungkap terorganisirnya praktik korupsi tersebut diperlukan peran whistleblower yang dapat mendorong pengungkapan modus tindak pidana korupsi menjadi relatif lebih mudah untuk dibongkar. Whistleblower dan justice collaborator dalam kasus-kasus korupsi di Indonesia sayangnya belum mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal, sehingga mengakibatkan orang-orang yang mengungkap kejahatan, yang seharusnya mendapatkan penghargaan namun pada kenyataanya dijatuhi hukuman.

Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu; (1) bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap whistleblower dan justice collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, dan (2) bagaimana bentuk perlindungan hukum yang ideal bagi whistleblower dan justice collaborator di masa yang akan datang. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yaitu penelitian dengan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap whistleblower atau saksi pengukap fakta dan Justice Collaborator. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yang ditujukan untuk menggambarkan dan menguraikan secara sistematis perlindungan bagi whistleblower

dan Justice collaborator dihubungkan dengan teori-teori hukum dan peraturan

perundang-undangan yang ada.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) bentuk perlindungan hukum whistleblower di beberapa negara telah mendapat perlindungan hukum secara tegas bahkan whistleblower mendapat konvensasi dari hasil pengembalian uang negara. Di Indonesia secara yuridis normatif, berdasar UU No.13 Tahun 2006,

whistleblower dan justice collaborator belum mendapatkan perlindungan hukum

secara maksimal. Begitu juga SEMA No.4 tahun 2011 whistleblower dan justice collaborator hanya mendapat keringanan hukuman; (2) Bentuk perlindungan hukum yang ideal adalah memberikan perlindungan hukum kepada whistleblower dan justice collaborator secara maksimal yaitu diberikan reward, treatment dan protection dari segala tuntutan atas laporan yang telah diungkapkan baik bagian dari pelaku maupun bukan bagian dari pelaku.

(16)

ABSTRACT

The development of the modus of corruption criminal act in Indonesia today has indicated a wide scale and become more sophisticated so that it is very difficult to prove it. One of the methods to uncover this organized crime of corruption is by using the role of whistleblowers that can help uncover the modus of corruption criminal act more easily. Unfortunately, whistleblowers and justice collaborators in corruption case in Indonesia have not received maximal legal protection; in consequence, people who want to expose the crime and who have the right to gain reward will go to prison instead.

The problems formulated in the research were as follow: 1) how about the legal protection for whistleblowers and justice collaborators in eradicating corruption criminal act, and 2) how about the, form of ideal legal protection for whistleblowers and justice collaborators in the future, the type of the research was judicial normative, using statute approach in which the legal provisions, related to legal protection for whistleblowers and justice collaborators, were analyzed. The nature of the research was descriptive analytic which was aimed to describe and explain systematically legal protection for whistleblowers and justice collaborators and related to judicial theories and legal provisions.

The result of the research showed that 1) whistleblowers dan justice collaborators in some countries have received legal protection explicitly, and whistleblowers even get compensation from the return of the government money. In Indonesia, judicial normatively, based on Law No.13/2006, whistleblowers and justice collaborators have not yet received maximal legal protection. The same is true for SEMA No.4/2011; whistleblowers and justice collaborators only received leniency of a sentence. 2) The ideal legal protection is by giving reward, treatment, and protection from all charges as the compensation for what a whistleblower has exposed, whether he is one of the perpetrators or not.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang sulit untuk di berantas

karena pelaku tindak pidana korupsi biasanya mempunyai kedudukan ekonomi dan

politik yang kuat, sehingga tindak pidana korupsi tergolong sebagai “white collar

crime, crimes as business, economic crimes, official crime dan abuse of power.

Masalah korupsi merupakan permasalahan yang kompleks dan

turun-temurun berjalan seiring, bahkan lebih cepat pertumbuhannya ketimbang urusan

pemberantasan. Upaya pemberantasan korupsi yang terjebak dalam perdebatan

selalu berjalan tertatih-tatih di belakang laju pertumbuhan taktik dan strategi para

pelaku korupsi.1

Korupsi di Indonesia sudah seperti wabah penyakit yang telah menjangkit

dan menyebar keseluruh lapisan masyarakat. Pada masa lalu korupsi sering

diartikan bagi pejabat Negara atau pegawai negeri yang menyalahgunakan

keuangan negara, namun saat ini masalah korupsi tidak hanya bagi pejabat negara

atau pegawai negeri tetapi telah melibatkan berbagai lembaga seperti anggota

legislative, yudikatif, para banker, konglomerat dan korporasi.

1

(18)

Untuk dapat mengungkap pelaku tindak pidana korupsi yang mempunyai kedudukan ekonomi dan politik yang kuat tersebut tentunya membutuhkan keberanian dan saksi yang secara langsung mengetahui perbuatan tindak pidana korupsi tersebut. Saksi yang mengetahui secara langsung baik terlibat secara langsung di dalamnya atau tidak dan berani melaporkan kejadian tersebut disebut “whistleblower” dan “Justice Collaborator”.

Belakangan ini, sepertinya aib birokrasi satu persatu mulai dibuka oleh orang-orang yang sebenarnya sangat dekat dengan masalah itu sendiri kemudian membukanya kedepan umum dengan alasan kejujuran yang mungkin sudah sangat langka di negeri ini. Kasus Cek Pelawat Agus Condro, Nazarudin dan Waode Nurhayati adalah contoh yang menjadi pembicaraan karena berhubungan dengan dua simbol negara ini. Agus Condro merupakan anggota DPR saat itu melaporkan telah terjadi suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, sedangkan Nazarudin adalah salah seorang petinggi “Partai Penguasa” dan Waode Nurhayati adalah salah satu anggota DPR RI dan terakhir kasus Angelina sondakh yang juga merupakan anggota DPR RI.2

Kasus-kasus di atas tersebut sangat erat kaitannya dengan apa yang dinamakan Whistleblower dan Justice Collaborator dimana para pelapor merupakan salah satu pelaku dari tindak pidana korupsi dan mau bekerjasama dalam menuntaskan dugaan telah terjadinya tindak pidana korupsi tersebut.

2

(19)

Pemberitaan tentang whistleblower menjadi suatu kegembiraan tersendiri bagi upaya penegakan hukum, secara khusus bagi pemberantasan korupsi. Tentu nilai kejujuran dari seseorang whistleblower perlu dicontoh dan tetap dijunjung tinggi, mengingat kemauan berkata jujur sangat susah didapat saat ini. Semangat seperti ini sebenarnnya harus dipacu pertumbuhannya sehingga dapat dijadikan awal untuk menghabisi para koruptor.

Whistleblower sebenarnya adalah tindakan yang mulia. Bagaimanapun

pemahaman kita tentang keberadaannya bisa saja berbeda-beda. Whistleblower bisa saja disebut seseorang yang hanya sok-sokan, mencari sensasi, maling teriak maling. Umumnya para pelaku koruptor tidak terlalu senang atas keberadaan seorang whistleblower, karena keberadaannya akan menjadi duri dalam daging, yang sewaktu-waktu dapat menusuk baik dari depan maupun dari belakang. Inilah fakta yang telah pernah terjadi.3

Publik mungkin masih ingat dengan kasus Susno Duadji yang mengungkap adanya mafia kasus dan mafia pajak di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sangat erat hubungannya dengan rekening-rekening gendut yang mengisi saldo para petinggi Polri. Tetapi apa yang terjadi? Susno Duadji justru diskemakan untuk mendapatkan hukuman dari kasus pilkada Jawa Barat. Terlepas dari benar atau tidaknya seorang Susno Duadji juga melakukan hal yang sama, tapi setidaknya hal ini perlu diapresiasi karena berdasarkan hal yang diungkapkannya secara luas, menjadikan mata khalayak umum atau

orang-3

(20)

orang awam yang selama ini buta dengan kondisi sebenarnya didalam tubuh lembaga negara menjadi sedikit paham dan mungkin sedikit sadar mengapa negara ini tidak maju-maju.4

Di Indonesia ada kecenderungan jika seseorang mencoba melawan kekuasaan, maka niscaya dalam waktu singkat dia akan disingkirkan, minimal akan dikucilkan. Pengalaman selama ini, justru memperlihatkan bahwa posisi saksi sangat rawan dan mudah berubah menjadi tersangka, apalagi saksi tersebut lemah dalam mengungkapkan fakta-fakta yuridis. Pelaku korupsi sering kali mempergunakan berbagai cara untuk menyerang saksi, salah satu cara tersebut adalah "upaya pencemaran nama baik" 5

Dengan kedudukan ekonomi dan posisi politik yang sangat kuat sangat mudah bagi pelaku tindak pidana koruspi untuk menyerang balik saksi pelapor atau pengungkap fakta bahkan dapat saja berbalik saksi pelapor menjadi tersangka baik dalam kasus tersebut maupun dalam kasus-kasus yang lain.

.

Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat sejumlah kasus saksi

pelapor yang dimejahijaukan sebagai tersangka pencemaran nama baik. Kasus utama yang dilaporkan itu sama sekali tidak diutak-atik. Catatan yang dibuat sejak 1996 tersebut menunjukkan bahwa 80% kasus yang dilaporkan terjadi di luar DKI

4

Muhammad Hazairin, Loc. Cit.

5

(21)

Jakarta. Dari data tersebut, 24 kasus pelaporan korupsi berbalik mengenai para saksi menjadi kasus pencemaran nama baik.6

Kehadiran Whistleblower perlu mendapatkan perlindungan agar kasus-kasus korupsi bisa diendus dan dibongkar. Tetapi dalam praktiknya, kondisi tersebut bukanlah persoalan yang mudah, dikarenakan oleh banyak hal yang perlu dikaji serta bagaimana sebenarnya mendudukan Whistleblower dalam upaya memberantas praktik korupsi. Secara yuridis normatif, berdasar UU No.13 Tahun 2006, Pasal 10 Ayat (2) keberadaan Whistleblower tidak ada tempat untuk mendapatkan perlindungan secara hukum. Bahkan, seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.

7

Kasus Whistleblower sebenarnya bukan hal baru di dunia ini, namun di Indonesia masalah Whistleblower belum mendapatkan tempat , karena peranan whistleblower sebagai pengungkap fakta malah disudutkan. Berbeda dengan

whistleblower di negara lain, Chintya Cooper, seorang internal audit yang

mengungkap kasus Worldcom disebut sebagai pahlawan. Chintya Cooper telah menjadi agent of change yang sukses. Keberhasilan Chintya dalam mengungkapkan kasus tersebut mengantarkannya termasuk salah seorang People

6

Ibid.,

7

(22)

of The Year versi Majalah Time. Chintya telah menyelamatkan perusahaan dari

kemungkinan lebih buruk bersama dengan whistleblower lainnya.8

Berbeda halnya dengan di Indonesia, seperti kisah tentang seorang auditor BPK bernama Khairiansyah Salman. Khairiansyah merupakan auditor BPK yang mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga akhirnya beberapa anggota KPU dipidana dengan kasus korupsi. Begitu juga halnya dengan kasus Susno Duadji yang akhirnya disingkirkan melalui kasus pilkada Jawa Barat semasa dirinya menjadi kapolda Jawa Barat.

Whistleblower atau peniup peluit kasus-kasus korupsi masih belum

mendapatkan perlindungan maksimal. Salah satu kendalanya yakni ada pada ranah penegak hukum. Faktor sumirnya ketentuan perlindungan participant whistleblower dan pemahaman yang terbatas dari penegak hukum telah

mengakibatkan orang-orang yang mengungkap kejahatan, yang seharusnya mendapatkan penghargaan namun pada kenyataanya dijatuhi hukuman.9

Menurut Komariah E. Sapardjaja, peran whistleblower sangat penting dan diperlukan dalam rangka proses pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun demikian, asal bukan semacam suatu gosip bagi pengungkapan kasus korupsi maupun mafia peradilan, yang dikatakan Whistleblower itu benar-benar didukung oleh fakta konkret, bukan semacam surat kaleng atau rumor saja. Penyidikan atau penuntut umum kalau ada laporan seorang Whistleblower harus hati-hati

8

Muhammmad Hazairin, Loc.Cit 9

(23)

menerimannya , tidak sembarangan apa yang dilaporkan itu langsung diterima dan harus diuji dahulu.10

Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap sang whistleblower memang beralasan karena dalam sistem hukum di Indonesia

belum mengenal apa yang dinamakan whistleblower. Dalam peraturan perundang-undangan juga belum ada yang dapat dijadikan pedoman untuk memberikan perlindungan terhadap whistleblower tersebut.

Sampai sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai whistleblower di Indonesia. Pengaturannya secara implisit termaktub dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Peraturan lainnya adalah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (justice collaborator).11

Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut merupakan penjabaran dari Pasal 10 UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Tujuan dari SEMA ini adalah agar semua kejahatan yang terorganisir yang selama ini sangat tertutup rapih dapat diungkap secara menyeluruh jika ada yang memberikan informasi dari dalam dan dapat dibongkar oleh para penegak hukum dan dibawa ke pengadilan untuk diadili.12

10

Anwar Usman, dan AM. Mujahidin, Loc. Cit. hal.3

11

Abdul Haris Semendawai , et al, Memahami Whistleblower. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hal.X Desember 2011.

12

(24)

UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal Pasal 10 menyebutkan 13

(1) Saksi, Korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

:

(2) Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringakan pidana yang akan dijatuhkan.

Undang-Undang No.13 tahun 2006 Pasal 10 ayat (1) dan (2) tersebut dinilai bertentangan dengan semangat whistleblower karena tidak memberikan perlindungan bagi whistleblower yang terlibat dalam kejahatan. Begitu juga SEMA No.4 Tahun 2011 belum dapat memberikan perlindungan hukum bagi saksi pengungkap fakta atau whistleblower dan justice collaborator. SEMA No.4 Tahun 2011 tersebut hanya untuk memberikan semangat perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator, namun tetap dihukum jika merupakan bagian dari pelaku.

Bagi aparat penegak hukum baik polisi maupun jaksa UU No. 13 tahun 2006 dan SEMA No.4 Tahun 2011 tersebut belum dapat memberikan perlindungan secara hukum bagi kebaradaan whitleblower. SEMA No.4 tahun 2011 juga hanya berlaku intern dikalangan hakim sebagai bahan pertimbangan yang meringankan untuk memutus perkara whistleblower dan justice collaborator yang terlibat dalam kasus.

13

(25)

Belum adanya perlindungan secara yuridis terhadap sang whistleblower

dan Justice collaborator memang dikhawatirkan akan memutus generasi

whistleblower yang baru. Padahal jika mau jujur, demi penegakan hukum dan

pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini, peranan sang whistleblower dan Justice Collaborator menjadi salah satu senjata yang ampuh untuk dijadikan alat membuka sindikat mafia koruptor. Peranan sang whistleblower dan Justice collaborator dalam membuka para sindikat koruptor besar selama ini tidak

terpikirkan dan tidak terduga. Gayus Tambunan pegawai biasa golongan III/A di Dirjen Pajak melakukan hal yang diluar kebiasaan atau luar biasa mempunyai uang miliaran rupiah hasil dari mafia perpajakan diungkap oleh whistleblower.

Berdasarkan persoalan di atas maka tesis ini mencoba mengurai bagaimana bentuk perlindungan terhadap Whistleblower dan justice collaborator serta bagaimana perlindungan hukumnya yang ideal di Indonesia. Diharapkan dengan adanya perlindungan hukum bagi kehadiran whistleblower dan justice collaborator dapat dijadikan salah satu upaya untuk memberantas pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang akan menjadi pokok permasalahan dalam kajian tesis ini adalah :

(26)

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di

Indonesia ke depan ?

C. Tujuan Penelitian

Memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi Whistleblower dan Justce Collaborator.

2. Untuk mencari bentuk perlindungan hukum yang ideal bagi whistleblower dan Justice Collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di

Indonesia ke depan.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

(27)

penelitian diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi untuk lembaga perlindungan saksi dan korban, bagi penyidik, penunutut umum maupun hakim dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dan dapat memberikan sumbang pemikiran terhadap perubahan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) ke depan sehinga kehadiran Sang Whitleblower dan Justce Collaborator dapat terlindungi sesuai dengan resiko

yang telah diambilnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang berguna bagi aparat penegak hukum terutama para penyidik , Jaksa Penuntut Umum , advokat maupun hakim dalam menangani perkara yang menyangkut tentang Whistleblower dan Justice Collaborator. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan hukum bagi peneliti lanjutan yang fokus terhadap perlindungan hukum terhadap whistleblower dan justice collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

(28)

Collaborator Dalam Upaya pemberatasan Tindak Pidana Korupsi” belum pernah ada yang melakukannya. Meskipun ada beberapa penelitiian tentang perlindungan hukum bagi saksi pelapor namun tidaklah sama pokok permasalahan yang menjadi objek kajian.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan ada beberapa penelitian yang memiliki topik yang sama namun fokus kajiannya berbeda yaitu Hoplen Sinaga, mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Judul tesis “Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta (Whistleblower) dalam Perkara Pidana (Analisis Yuridis Terhadap UU No.13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

Fokus Kajian Tesis Hoplen Sinaga khusus pada analisis terhadap UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK). Jika dilihat dari obyek kajian jelas ada perbedaan dengan fokus kajian penulis yaitu tidak hanya pada perlindungan hukum pada whistleblower tetapi juga terhadap justice collaborator. Begitu juga mengenai masalah aturan perundang-undangan yang

mengatur tentang perlindungan hukum bagi whistleblower dan justice

collaborator tidak hanya UU No.13 tahun 2006 tetapi berbagai peraturan dan

perundang-undangan yang terkait mengatur tentang perlindungan hukum bagi whistleblower dan justice collaborator.

(29)

Susno Duaji berdasarkan UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan Korban.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Berdasarkan hal tersebut maka teori yang akan di gunakan dalam penulisan tesis ini adalah :

A. Teori Tujuan Hukum

Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum di masyarakat dan mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Tiga unsur tujuan hukum tersebut yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

1. Keadilan

Definisi keadilan menurut para ahli adalah :

a. Keadilan menurut Aristoteles sebagai pendukung teori etis, bahwa tujuan hukum utama adalah keadilan yang meliputi14

1. Distributif, yaitu keadilan yang diberikan pada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya (prestasi) atau pembagian menurut haknya masing-masing.

:

2. Komutatif (justitia comuutativa) yaitu suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing-masing. Keadilan ini berdasrkan transaksi baik yang sukarela atau tidak.

14

(30)

b. Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua kelompok 15

1. Keadilan umum (justitia generalis), adalah keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.

:

2. Keadilan khusus, keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

a. Keadilan distributif, keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum public secara umum.

b. Keadilan komutatif, keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.

c. Keadilan Vindikatif, bahwa kejahatan harus setimpal dengan hukumannya. Seseorang dianggap adil apabila dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindakan pidana yang dilakukan.

c. Keadilan menurut Notohamidjojo dibagi dua yaitu16

1. Keadilan Kreatif, bahwa harus ada perlindungan kepada orang yang kreatif, yaitu setiap orang bebas bebas menciptkan sesuai dengan daya kreativitasnya.

:

2. Keadilan Protektif, keadilan yang memberikan pengayoman kepada setiap orang, yaitu perlindungan yang diperlukan dalam masyarakat.

15 Ibid.,

16

(31)

2. Kepastian.

Kepastian menurut Hans Kelsen dengan konsepnya (Rule of Law) atau Penegakan Hukum dalam hal ini mengandung arti:

a. Hukum itu ditegakan demi kepastian hukum.

b. Hukum itu dijadikan sumber utama bagi hakim dalam memutus perkara. c. Hukum itu tidak didasarkan pada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya. d. Hukum itu bersifat dogmatic.

3. Kegunaan.

Teori kemanfaatan atau kegunaan Menurut Jeremy Bentham, sebagai pendukung teori kegunaan, bahwa tujuan hukum harus berguna bagi masyarakat untuk mencapai kebahagiaan sebesar-besarnya. Senada dengan Jeremy Bentham, John Stuart berpendapat bahwa tujuan hukum hendaknya untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia.

B. Teori Sistem Hukum (Legal Theory)

Teori sistem hukum dari Lawrence M.Friedman menyatakan bahwa sebagai suatu sistem hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu17

1. Substansi hukum (legal substance ); merupakan aturan-aturan, norma- norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang

:

17

(32)

dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

2. Struktur hukum (legal structure ); merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Di Indonesia yang merupakan struktur dari sistem hukum antara lain; institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim.

3. Budaya hukum (legal culture ); merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan oleh masyarakat.

Ketiga komponen di atas sangat memegang peranan penting dalam pelaksanaan penegakan hukum termasuk dalam memberikan perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator. Perlindungan hukum yang diberikan harus memunyai dasar aturan yang harus dipahami oleh semua aparat penegak hukum sehingga kehadiran whistleblower dapat berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

(33)

Komponen pertama tersebut yaitu substansi hukum sangat diperlukan untuk menjamin adanya suatu kepastian. Aturan-aturan tentang whistleblower harus dapat menjamin perlindungan terhadap dirinya sehingga sangat diperlukan peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur tentang perlindungan whistleblower. Dengan adanya paraturan secara spesifik yang mengatur perlindungan terhadap whistleblower sebagai komponen kedua maka aparat penegak hukum secara praktis tidak akan ragu-ragu untuk memberikan perlindungan kepada whistleblower.

Selanjutnya komponen ketiga yang merupakan budaya hukum dapat mengikuti dengan sendirinya jika aturan perundang-undangan dan aparat penegak hukum dapat menjamin perlindungan hukum whistleblower. Dengan adanya perlindungan tersebut akan bermunculan para whistleblower yang akan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terutama kasus tindak pidana korupsi dan para pelaku korupsi merasa selalu diawasi oleh orang disekitarnya.

C. Teori Perlindungan Hukum

(34)

Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan dari undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa ke masa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang berisfat universal yang bisa disebut HAM.18

Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungn hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.19 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.20

18

Marwan Mas, “Pengantar Ilmu Hukum” (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 116

19

Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), 53.

20

(35)

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat. Kesepakatan tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.21

Menurut lili rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.22 Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.23

Menurut pendapat Pjillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.24

21 Ibid.,54

22

Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, “Hukum Sebagai Suatu Sistem”, (Bandung, Remaja Rusdakarya, 1993), 118.

23 Sunaryati Hartono, “Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional

”, (Bandung: Alumni, 1991), 55.

24

(36)

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan.25

2. Landasan Konsepsional

Agar alur penelitian terarah dan konsisten diperlukan suatu definisi operasional untuk mempertegas ruang lingkup penelitian ini, yaitu sebagai berikut: a. Dalam penelitian ini yang disebut Pengungkap Fakta (Whistleblower) adalah

istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang. Secara umum segala tindakan yang melanggar ketentuan berarti melanggar hukum, aturan dan persyaratan yang menjadi ancaman pihak publik atau kepentingan publik. Termasuk di dalamnya korupsi dan pelanggaran atas keselamatan kerja.

Whistleblower merupakan saksi pengungkap fakta yang terlibat langsung

sebagai pelaku kejahatan tindak pidana korupsi.26

25

Maria Alfons, “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual”, Ringkasan Disertasi Doktor, (Malang: Universitas Brawijaya, 2010), 18.

Umumnya dalam istilah bahasa Inggris, orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malapraktik atau korupsi disebut sebagai whistleblower. Orang yang bersiul, berceloteh, membocorkan atau

26

(37)

mengungkapkan fakta terjadinya kejahatan, kekerasan atau pelanggaran disebut sebagai whistleblower atau seorang pengungkap fakta.27

b. Saksi Pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) adalah pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan bersedia bekerjasama menjadi saksi dalam proses peradilan dan mau menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti kuat yang sangat signifikan untuk mengungkap tindak pidana korupsi yang terjadi.

28

c. Perlindungan hukum ( Besil Protection, Rechtsbercherming) adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh undang-undang kepada subyek hukum mengenai hak dan kewajiban (substantif) termasuk perlindungan phisik dan mental yang bersifat preventif maupun yang bersifat refresif.29

d. Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental kepada korban dan saksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan sidang di pengadilan.30

G. Metode Penelitian

27

Mengadili Whistleblower, Uli Parlian Sihombing, Fulthoni AM, et Al Catatan Hukum terhadap Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Terdakwa Vincentius Amin Sutanto, hal.,33.

28

Tempo.Com tentang Justice Colaborator. 30 April 2012 oleh Syailendra.

29 Tan Kamello, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Pendapat Tan Kamello

disampaikan saat bimbingan tesis ini tanggal 15 Desember 2012 di Pasca Ilmu Hukum USU Medan.

30

(38)

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.31

1. Jenis, Pendekatan dan Sifat Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach).

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan peraturan perundang-undangan yaitu penelitian dengan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap whistleblower atau saksi pengukap fakta dan Justice Collaborator.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif, yang ditujukan untuk menggambarkan dan menguraikan secara sistematis perlindungan bagi whistleblower dan Justice collaborator dihubungkan dengan teori-teori hukum dan peraturan

perundang-undangan yang ada. 2. Sumber Data

Sumber data terdiri dari dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yaitu seperti prilaku masyarakat melalui penelitian. Data sekunder antara lain mencakup

31

(39)

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, makalah, journal, catatan-catatan hukum dan lain sebagainya32

Penelitian ilmu hukum normatif adalah pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, yang bersumber dari data sekunder . Sumber data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

.

33

1) Bahan hukum primer bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari paraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim, antara lain :

a. Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

b. SEMA No.4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice collaborator).

c. Peraturan Perlindungan Hukum Whistleblower di berbagai negara.

2) Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber jurnal, buku-buku, makalah serta karya ilmiah mengenai perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator.

32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Hal.12., UI-Press 2006.

33

(40)

3) Bahan hukum tertier diperlukan untuk berbgai hal dalam hal menjelaskan makna-makna kata dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, khususnya kamus-kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik studi kepustakaan (library Research). Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data skunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan pakar hukum dan studi dokumen serta putusan-putusan pengadilan yang ada hubungan dengan kajian dalam penelitian ini. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dilakukan wawancara kepada pejabat atau pakar hukum yang berkompeten yang dapat dijadikan bahan hukum sekunder.34

4. Analisis Data

Analisis terhadap data-data tersebut di atas menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan argumentative. Deskripsi berupa gambaran bahan-bahan hukum sebagaimana adanya kemudian dilanjutkan dengan evaluasi berupa penilaian terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Bahan-bahan hukum tersebut diinterpretasikan dengan metode intepretasi hukum baik intepretasi gramatikal, intepretasi sistematik, intepretasi otentik, yang selanjutnya dianalisis berdasarkan teori-teori dan doktrin hukum yang relevan dikaitkan dengan permasalahan.35

34

Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit. hal.165

35

(41)

BAB II

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

WISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR

E. Sejarah Whistleblower

Menurut sejarahnya, whistleblower sangat erat kaitanya dengan organisasi kejahatan ala mafia sebagai organisasi kejahatan tertua dan terbesar di Italia yang berasal dari Palermo, Sicilia, sehingga sering disebut Sicilian Mafia atau Cosa

Nostra. Kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh para Mafioso (sebutan

terhadap anggota mafia) bergerak dibidang perdagangan heroin dan berkembang di berbagai belahan dunia, sehingga kita mengenal organisasi sejenis diberbagai negara seperti Mafia di Rusia, Cartel di Colombia, Triad di Cina, dan Yakuza di Jepang. Begitu kuatnya jaringan organisasi kejahatan tersebut sehingga orang-orang mereka bisa menguasai berbagai sektor kekuasaan, apakah itu eksekusf, legislatif maupun yudikatif termasuk aparat penegak hukum.36

Meskipun para mafia dianggap sebagai sindikat nasional di Amerika Serikat (AS), tidak ada seorangpun saat itu yang berani berbuat sesuatu terhadap mafia. Barulah pada tahun 1950, seorang senator AS bernama Estes Kefauver akhirnya berani melakukan penyelidikan selama dua tahun terhadap para mafia tersebut. Dibentuklah Komisis Senat Khusus untuk Penyelidikan Kejahatan Perdagangan antar-Negara Bagian, yang lebih dikenal sebagai Komisi Kefauver

36

(42)

yang kemudian mengadakan dengar pendapat disebelas kota. Di tiap kota tersebut Komisi Kefauver menemukan bukti-bukti korupsi yang dilakukan oleh mafia. Tetapi sampai akhir penyelidikan, Komisi ini tidak mendapat banyak hasil karena para mafia menolak untuk memberikan informasi di depan para komisi.37

Pada tahun 1957, perhatian polisi AS terpaku pada peristiwa konferensi para gembong mafia di Apalichin, sebuah kota terpencil di daerah pegunungan di tengah kota New York. Mobil Patroli polisi merasa curiga ketika melintasi rumah tersebut terdapat banyak mobil limousine hitam terpakir di situ, dan ketika polisi memeriksa keadaan rumah tersebut belasan orang dengan pakaian bisnis mewah panik berlarian ke luar. Sebagian lari kepadang rumput buatan sebagian lagi lari ke hutan. Menjelang tengah malam akhirnya sebanyak lima puluh delapan orang berhasil diamankan. Kebanyakan dari orang-rang tersebut berasal dari New York, New Jersey dan Pennsylvannia, sebahagian yang lain berasal dari Florida, Texas, California, Illinois dan Ohio. Di kemudian hari pemerintah AS mengetahui konferensi Apalichin diprakarsai oleh Vito Genovese, yang baru saja menduduki posisi pimpinan Klan Kriminal Gambino di kota New York, setelah mantan bosnya Albert Anastasia yang ditakuti terbunuh di Manhattan. Genovese dilaporkan telah mengundang pimpinan setiap klan criminal ternama untuk secara bersama-sama memilih bos dari para bos (copo di tutti copi ). Para agen FBI menyelidiki dan mengusut pertemuan tersebut, tetapi masalah mengganjal bahwa

37

Supriyadi Widodo Eddyono, Berawal dari Melawan La Cosa Nostra: Lahirnya Witnes Security

(43)

mereka (para mafia) tidak melanggar hukum hanya karena mengadakan pertemuan, oleh karena itu akhirnya pemerintah menuntut para mafia tersebut dengan tuduhan bersekongkol dalam “konspirasi untuk mengahalangi keadilan” karena mafia menolak untuk memberitahukan pada dewan juri mengapa mereka mengadakan pertemuan. Juri memutuskan mereka bersalah tetapi pengadilan banding membatalkan putusan tersebut38

Mafia yang merupakan kejahatan terorganisir memiliki sumber kekuatan yang lebih baik daripada agen pemerintah. Sumber-sumber pengaman mafia ini tidak hanya terdiri dari polisi kotor tetapi juga hakim-hakim yang korup. Para mafia bahkan memiliki akses dan membayar orang-orang di lembaga pemerintah lainnya. Bukan hanya suap yang membuat para anggota mafia aman, tetapi juga setiap anggota mafia yang tertangkap selalu bungkam, menolak memberikan informasi, dan menjaga semua informasi yang disebut hukum tutup mulut yang berlaku dikalangan mafia (omerta). Satu-satunya cara untuk menghancurkan omerta ini adalah dengan membawa orang dalam organisasi mafia untuk bersaksi

di pengadilan dengan menawarkan sebuah jalan keluar, menyediakan jaminan perlindungan hukum dan jaminan keamanan dari aksi pembalasan para gengster lainnya.

.

39

38

Ibid.,hal.x

39

(44)

Upaya pertama Pemerintah AS berhasil ketika seorang anggota Klan Kriminal Vito Genovese, yang bernama Joe Valachi40 bersedia berbicara secara rahasia kepada agen FBI mengenai kehidupannya di dalam kelompok mafia. Ringkasan hasil wawancara tersebut kemudian dilaporkan kepada presiden AS. Pokok-pokok ringkasan tersebut ialah 41

1. Pemerintah AS telah mencapai tahap yang diyakini sebagai terobosan besar untuk membuktikan adanya kejahatan terorganisir, oleh karena itu pemerintah dapat secara tegas menyatakan kepada publik bahwa sebuah organisasi kejahatan nasional memang benar-benar ada.

:

2. Nama yang sebenarnya dari kejahatan terorganisir tersebut bukanlah mafia, tetapi La Cosa Nostra (LCN) yang artinya “milik kami”.

3. Gambaran struktur organisasi LCN mengidentifikasikan bos-bos kejahatan dalam “ komisi nasional” mafia tersebut.

40

Joe Valachi yang berumur lima puluh empat tahuntelah menjadi penjahat selama tiga puluh tahun, masuk keanggotaan mafia tahun 1930. Ia berperan sebagai tukang pukul, perampok, operator nomor, pemaksa, dan pengedar obat bius. Meskipun ia adalah “prajurit” rendahan, atau dalam istilah mafia disebut sebagai “orang tombol”, Valachi banyak dibicarakan dalam gossip mafia. Seperti kebanyakan saksi mafia lainnya yang kemudian mengikuti jejaknya, Valachi mengaku bahwa ia tidak akan menghianati kelompok mafia sampai mereka yang mengkhianatinya terlbih dahulu. Putusnya Valachi dengan LCN dimulai pada tanggal 22 Juni 1962, ketika ia berada di penjara federal di Atalanta, Georgia, dan memukul seorang tahanan dengan alat sampai mati. Lima belas menit kemudian ia baru mengetahui bahwa ia telah membunuh orang yang salah. Ia sebenarnya mau membunuh Joseph DiPalermo, seorang tukang pukul mafia. Namun ternyata yang ia bunuh Joseph Saupp, seorang pemalsu yang tidak ada kaittannya dengan mafia, tetapi sangat mirip dengan DiPalermo. Valachi meyakini bahw DiPalermo mencoba membunuhnya atas perintah dari bos criminal New York, Vito Genovese, yang menuduh Valachi sebagai informan polisi.Ketika jaksa penuntut mengatakan akan menuntut hukuman mati atas pembunuhan Saupp, Valachi menawarkan diri untuk “berbicara”, dengan imbalan ia diberikan hukuman seumur hidup.

41

(45)

4. Hanya orang Italia saja yang bisa masuk dalam keanggotaan mafia.42

5. Ada tiga belas aturan LCN yang harus diikuti, termasuk enam aturan utama yang apabila dilanggar, maka hukuman mati adalah hukumannya, yang meliputi:

1) Membocorkan informasi mengenai organisasi ini kepada orang luar, terutama kepada polisi.

2) Membawa narkotika atau mendapatkan keuntungan dari penjualannya.(dalam praktek aturan ini yang paling sering dilanggar. Selama “bosnya’ mendapatkan bagian dari uang yang didapatkan, hukuman tidak akan dikenakan).

3) Terlibat affair dengan istri anggota yang lain.

4) Terlibat dalam affair dengan saudara perempuan atau anak perempuan dari anggota yang lain.

5) Mencuri dari anggota yang lain

6) Melakukan tindak kekerasan terhadap anggota yang lain, kecuali disetujui sang bos.

Pengakuan seorang tokoh mafia yakni Joe Valachi kepada agen FBI merupakan penghianatan terhadap omerta dan bos mafia. Penghianatan ini membuat Joe valachi menjadi sasaran tembak bagi seluruh jaringan mafia. Oleh karena itu Departemen Kehakiman kemudian memindahkan Valachi dari penjara

42

(46)

negara bagian Manhattan ke Washington untuk keamanan. Laporan kepada presiden tersebut membuat Komisi McClellan bereaksi untuk membujuk Valachi agar mau bersaksi di depan komisi. Valachi akhirnya menyetujui untuk bersaksi di depan komisi dengan syarat pemerintah menempatkan Valachi dan kekasih Valachi di kepulauan Pasifik. Pemerintah menyetujui dan bersedia menempatkan Valachi dan kekasihnya di pulau Pasifik Barat. Kesaksian Valachi pada September 1963 di depan komisi McClellan ternyata sangat menghebohkan publik. Apalagi ia menceritakan mengenai pembunuhan berdarah dingin dimana Valachi terlibat di dalamnya. Dalam ceritanya Valachi mengaku membunuh empat puluh gangster lain atas suruhan mafia.43

Dalam sejarah perang melawan mafia di AS, Valachi dianggap sebagai pemberi informasi pertama untuk melawan omerta oleh anggota mafia. Tindakan Valachi membocorkan kegiatan organisasi LCN merupakan tindakan yang disebut whistleblower yang merupakan bagian dari pelaku kejahatan tetapi bukan pelaku

utama.

Istilah whistleblower pada mulanya berasal dari kebiasaan polisi Inggris membunyikan peluit sebagai tanda terjadinya suatu kejahatan. Kemudian whistleblower dipakai untuk menyebut seseorang yang menginformasikan

43

(47)

terjadinya praktek suatu kejahatan, termasuk tindakan manipulasi dan praktek korupsi. 44

Keberadaan Whistleblower tidak hanya pada organisasi mafia, namun pada perusahaan-perusahaan baik swasta maupun lembaga-lembaga publik dapat memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang telah terjadi suatu praktek-praktek manipulasi atau terjadinya suatu kejahatan dilingkungannya baik dia terlibat maupun tidak terlibat.

Salah seorang whistleblower paling terkenal dalam sejarah adalah Jeffrey S. Wigand. Laporannya yang mengungkap skandal perusahaan rokok raksasa di Amerika bahkan diabadikan dalam film berjudul The Insider. Bekas vice president pada Divisi Riset dan Pengembangan Brown & Williamson (Kentucky) itu dipecat lantaran mengetahui informasi rahasia tentang kebusukan internal perusahaan.45

Wigand menyatakan Kepada stasiun televisi CBS bahwa Brown & Williamson telah memanipulasi campuran tembakau dalam rokok dengan menaikkan kadar nikotin. Ini dilakukan guna meningkatkan efek kecanduan. Gara-gara pengakuannya itu, ia menerima sejumlah ancaman pembunuhan.46

Whistleblower lainnya yaitu Chintya Cooper, seorang internal audit yang

mengungkap kasus Worldcom dielu-elukan sebagai pahlawan. Chintya Cooper

44

Metta Dharmasaputra, Direktur Eksekutif Katadata, Peniup Peluit dan Suap Pajak, Tempo.Com tanggal 12 juni 2012 diakses pada 20 September 2012.

45 Ibid.,

(48)

telah menjadi agent of change yang sukses. Keberhasilan Chintya mengantarkannya termasuk salah seorang People of The Year versi Majalah Time, Chintya bersama dengan whistleblower lainnya telah menyelamatkan perusahaan dari kemungkinan lebih buruk.47

Sejarah perkembangan para peniup peluit di Amerika pun menunjukkan, tidak sedikit di antara mereka harus rela menanggung risiko kehilangan pekerjaan hingga beberapa tahun. Beberapa peniup peluit kesulitan mendapat pekerjaan baru karena dipandang sebagai trouble maker atau biang kerok yang dikhawatirkan akan melakukan hal yang sama pada perusahaan atau institusi yang akan ditempatinya.

Perlindungan bagi peniup peluit sangat dibutuhkan, sehingga sejumlah undang-undang di Amerika telah mengaturnya. Salah satu yang tertua adalah undang-undang federal The False Claims Act atau Lincoln Law yang lahir pada 1863. Undang-undang ini awalnya diciptakan untuk memerangi manipulasi oleh para pemasok amunisi senjata dan obat-obatan selama perang saudara (1861-1865). Langkah terobosan ini juga diperlukan guna mendobrak keengganan para jaksa di Departemen Kehakiman mengusut kasus-kasus manipulasi. Berdasarkan konstitusi ini, seorang whistleblower tidak hanya dilindungi keselamatannya, tapi juga mendapat imbalan yang dikenal dengan sebutan qui tam, yaitu 15-30 persen dari uang yang terselamatkan.48

47

Muhammad Hazairin, Loc.Cit.

48

(49)

Undang-undang ini terbukti ampuh. Setelah diamendemen pada 1986, setahun kemudian pemerintah berhasil menyelamatkan uang negara hampir US$ 22 miliar. Dari uang yang diselamatkan itu, sekitar US$ 1 miliar dibagikan kepada ratusan whistleblower. Sistem inilah yang kemudian juga diadopsi oleh Internal Revenue Service, lembaga pajak pemerintah Amerika.49

Di Indonesia banyak tokoh yang tergolong dalam whistleblower sosok seperti Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI. Susno Duadji merupakan orang yang pertama kali membeberkan adanya praktik mafia hukum yang menyeret Gayus H.P. Tambunan dkk kepada publik. Gayus Tambunan adalah pegawai Direktorat Keberatan dan Banding pada Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat kasus pencucian uang dan korupsi puluhan miliaran rupiah.

50

Dalam testimoninya yang disiarkan media massa, Susno Duadji mengungkapkan telah terjadi skandal rekayasa perkara yang membebaskan Gayus dari dakwaan pencucian uang. Skandal Gayus itu sendiri melibatkan seorang hakim pada Pengadilan Negeri Tangerang, jaksa senior, seorang petinggi Polri yang menjadi bekas bawahannya, dan ‘asisten’ Wakil Kepala Polri saat itu.51

49 Ibid.,

50

Syahrin lumbantoruan, Loc. Cit., 51

(50)

Endin Wahyudin, pelapor kasus penyuapan tiga hakim agung, dipenjara karena dianggap mencemarkan nama baik52. Khairiansyah Salman, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, yang melaporkan kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum, dijadikan tersangka dengan tuduhan korupsi atas Dana Abadi Umat Rp 10 juta.53

Lebih ironis lagi nasib Vincentius Amin Sutanto. Pelapor dugaan megaskandal pajak Asian Agri Group milik taipan Sukanto Tanoto senilai Rp 1,3 triliun ini malah dijerat dengan dakwaan pencucian uang. Ia divonis 11 tahun penjara dan tak ada pengurangan keringanan hukuman, seperti yang dijanjikan dalam undang-undang. Begitu juga kisah Agus Condro yang mengungkap skandal Pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Gultom. Agus Condro sama sekali tidak mendapat perlindungan bahkan dirinya dipidana penjara 1 Tahun 3 Bulan dan hanya mendapat keringanan 3 bulan dibanding tersangka lainnya.54

Dengan kisah-kisah tragis tokoh yang tergolong whistleblower di Indonesia tersebut, banyak kalangan baik akademisi, politisi bahkan para pakar hukum membahas apa yang dinamakan whistleblower tersebut. Kajian tentang perlu adanya perlindungan terhadap saksi pelapor akhirnya melahirkan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang memberikan harapan baru bagi saksi pengungkap fakta atau whistleblower di Indonesia. Kemudian

52

http://vgsiahaya.wordpress.com/artikel/perlindungan-bagi-whistle-blower/diakses pada 25 Desember 2012

53

Metta Dharmasaputra.,Loc.Cit.,

54

(51)

secara tegas SEMA No.4 tahun 2011 mengatur tentang whistlblower dan justice collaborator. Namun baik UU No.13 Tahun 2006 maupun SEMA No.4 Tahun

2011 belum cukup memberikan perlindungan hukum terhadap whistle blower dan justice collaborator.

F. Kriteria Whistleblower dan Justice Collaborator.

1. Whistleblower

Secara umum pengertian orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik, maladministrasi atau korupsi disebut whistleblower(Inggris artinya : peniup peluit).55 Whistleblower didefinisikan sebagai seorang yang memberikan bantuan kepada penegak hukum dalam bentuk pemberian informasi penting, bukti-bukti yang kuat, atau keterangan di bawah sumpah yang dapat mengungkap suatu kejahatan dimana orang tersebut terlibat dalam kejahatan tersebut atau suatu kejahatan lainnya.56 Dalam istilah bahasa Inggris orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya mal praktek atau korupsi disebut sebagai

Whistleblower (Peniup Peluit : Disebut demikian karena seperti wasit dalam

pertandingan sepakbola atau olahraga lainnya yang meniupkan peluit sebagai pengungkapan fakta telah terjadinya pelanggaran, atau seperti polisi lalulintas yang hendak menilang seseorang di jalan raya karena orang itu melanggar aturan lalulintas,

55

Koalisi Perlindungan Saksi, Pengertian Saksi dan Perlindungan bagi Para Pelapor haruslah diperluas, www.antikorupsi.org1, diakses tanggal 28 Dsember 2012.

56

(52)

atau seperti pengintai dalam peperangan zaman dahulu yang memberitahukan kedatangan musuh dengan bersiul, dialah yang bersiul, berceloteh, membocorkan atau mengungkapkan fakta kejahatan, kekerasan, atau pelanggaran ).57 Sementara itu Mardjono Reksodiputro memberikan pengertian whistleblower adalah pembocor rahasia atau pengadu.58

Menurut Sudut pandang Hadistanto, Whistleblower merupakan istilah bagi karyawan, mantan karyawan, atau pekerja anggota suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melawan ketentuan kepada pihak yang berwenang. Ketentuan yang dilanggar merupakan ancaman bagi kepentingan publik.59

a. Internal Whistleblower

Internal whistleblower yaitu seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu

perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada didalam perusahaan tersebut.60

Pada umumnya, whistleblower akan melaporkan kejahatan di lingkungannya kepada otoritas internal terlebih dahulu. Namun seorang whistleblower tidak berhenti melaporkan kejahatan kepada otoritas internal ketika proses penyelidikan laporannya mandeg. Whistleblower dapat melaporkan kejahatan kepada otoritas

57

Quentin Dempster, Whistleblowers Para Pengungkap Fakta, Hal.1, ELSAM cetakan pertama Juli 2006.

58

Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Collaborator Dalam perspektif Hukum, Penaku Januari 2012 Hal.7. Mardjono mengaharapkan kejahatan dan pelanggaran hukum yang terjadi berhenti dengan cara mengundang perhatian public. Sementara informasi yang dibocorkan berupa informasi yang bersifat rahasia dikalangan lingkungan informasi itu berada.

59

Ibid.,hal.8

60

(53)

yang lebih tinggi, seperti langsung ke dewan direksi, komisaris, kepala kantor, atau kepada otoritas publik di luar organisasi yang berwenang serta media massa.61 Langkah ini dilakukan supaya ada tindakan internal organisasi atau tindakan hukum terhadap para pelaku yang terlibat. Hanya saja terdapat kecenderungan yang tak dapat ditutupi pula bahwa jika terjadi sebuah kejahatan dalam organisasi, maka otoritas tersebut bertindak kontraproduktif. Alih-alih membongkar, terkadang malah sebaliknya, menutup rapat-rapat kasus.62

b. External Whistle Blower

External whistleblower adalah pihak pekerja atau karyawan di dalam suatu

perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak di luar institusi, organisasi atau perusahaan tersebut.63

Pengungkapan kepada publik merupakan alat pendesak kepada pemerintah atau instansi yang berwenang agar bertindak demi kepentingan umum. Seorang pengungkap fakta Fanny K (nama disamarkan) dari Queensland, memberikan contoh bahwa sebagai pekerja di Basil Stafford Center, sebuah fasilitas milik pemerintah untuk orang-orang yang cacat kecerdasannya, ia menyatakan telah

Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi kepada pihak luar baik instansi berwenang maupun media massa.

61

Abdul Haris semendawai et al, Memahami Whistle Blower, LPSK 2011 Hal.2

62 Ibid.,

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa, anak yang menjadi korban perceraian memiliki rasa percaya diri yang rendah dan tidak menunjukkan performa kerja yang baik sehingga penulis dapat

Kesimpulannya adalah implementasi pemotongan dan penyetoran PPh Final atas lelang tanah/atau bangunan pada KPKNL Pangkalpinang sudah sesuai dengan peraturan pemerintah yang

Anda memperoleh nilai mati jika pada salah satu dari dua bagian soal jawaban benar yang Anda peroleh kurang dari 1/3 jumlah soal pada bagian tersebut.. BAGIAN PERTAMA TES

Marsda Adisucipto Yogyakarta

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Sistem Informasi

Keterlibatan anggota partai dalam proses pemilihan pengurus partai politik atau dalam proses seleksi calon atau pasangan calon untuk Pemilu, melaporkan setiap bentuk

Setelah membaca, meneliti dan merevisi seperlunya, kami berpendapat bahwa tesis saudara Ade Rukmini NIM: 505910003 berjudul: Perbandingan Manajemen Pembelajaran Konvensional

Hasil dari penelitian adalah model kualitas baru yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah perangkat lunak pada domain situs web perguruan tinggi dari perspektif