• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN D H F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN D H F"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) GRADE II

I. Konsep Dasar Penyakit A. Anatomi Fisiologi Darah

1. Anatomi Darah

Gambar 1. Darah

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn, 2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :

a. Eritrosit (sel darah merah)

(2)

Gambar 2. Sel Darah Merah

Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95% Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.Disamping Oksigen, hemoglobin juga membawa Karbondioksida dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan ph darah.

(3)

b. Leukosit (sel darah putih)

Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.

Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.

Gambar 3. Jenis Jenis Leukosit c. Plasma darah

Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari :

1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.

(4)

3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin). 5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)

2. Fisiologi Darah

Menurut Syaifuddin (2007) fungsi darah terdiri atas : 1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :

a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh.

b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan

dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.

d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti racun.

3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

B. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

(5)

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat, 2006).

Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes aegypti) (Ngastiah 2007).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

2. Epidemiologi

Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue melalui transportasi laut.

(6)

dengan Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu penduduk). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di perkampungan maupun di perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam Berdarah.

Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2015 sebesar 0,7 dan erotype rate sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai eroty bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan eroty, tingkat penyebaran virus, prevalensi erotype virus Dengue, dan kondisi metereologis. DBD secara keseluruhan tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.Distribusi umur pada mulanya memperlihatkan proporsi kasus terbanyak adalah anak berumur <15 tahun (86-95%), namun pada wabah selanjutnya jumlah kasus dewasa muda meningkat.

3. Etiologi

1) Virus dengue

Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).

(7)

mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :

a. Menginfeksi lebih banyak sel, b. Membentuk virus progenik,

c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,

d. Menghindari respon imun mekanisme efektor 2) Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2006; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 2006 ; 37). 3) Host

(8)

terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2006; 38).

4. Patofisiologi

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2006).

Penyakit DBD ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue.Jika orang digigit nyamuk Aedes Aegypti maka virus dengue masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk.Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk dituarkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah itu dihisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Irawan, 2007).

(9)

Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.

(10)

melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.

Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

5. Klasifikasi

Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai berikut:

1. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.

2. Derajat II

(11)

3. Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda-tanda dini renjatan).

4. Derajat IV

Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO sebagai berikut

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari

2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis, Hematemesis,Hematuri, dan melena)

3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)

4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.

Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:

1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. 2. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi 3. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang

dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran tubuh dll.

(12)

7. Pemeriksaan Fisik

 Muka tampak merah; Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva hiperemis, lakrimasi dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering, kemungkinan sianosis; Perdarahan pada gusi.

 Pembesaran kelenjer limfe

 Nafas cepat, dispnea, takipnea

 Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.

 Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria

 Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan dan ulserasi gusi, hematemesis, dan malena

 Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,

tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.

 Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).

8. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik

Ada beberapa pemeriksaan pada pasien DBD, diantaranya : a. Tes Tourniquet yang positif

b. Pemeriksaan Hematologi, beberapa diantaranya : a Hematokrit

Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD.

b Hemoglobin

(13)

peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada DBD.

c Jumlah leukosit dan hitung jenis

Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang.Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal.Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai kedelapan.

d Trombosit

Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis peyakit DBD.Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama.Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.

c. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue, uji laboratorium meliputi: 1) Isolasi Virus Dengue

Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dala arti sangat menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang canggih, sehingga tidak dipakai secara rutin.

2) Pemeriksaan Serologi

Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih sederhana dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue dan virus dari kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.

Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.

(14)

Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh paru, efusi pleura, kardiomegali, efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum.

9. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis a DHF tanpa Renjatan

- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )

- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres

- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th diberikan 5 mg/ kg BB.

- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat b DHF dengan Renjatan

- Pasang infus RL

Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 -30 ml/ kg BB )

- Tranfusi jika Hb dan Ht turun 2. Penatalaksanaan Keperawatan

a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam - Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam

- Observasi intik output

(15)

- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.

- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2 pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.

b Resiko Perdarahan

- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena - Catat banyak, warna dari perdarahan

- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal c Peningkatan suhu tubuh

- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik - Beri minum banyak

- Berikan kompres 3. Pencegahan

Prinsip tepat dalam pencegahan DHF:

a Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS b Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada

tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia. c Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu

sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.

d Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi

Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu:

(16)

b) Menutup rapat – rapat tempat penampung air .

c) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat menampung air hujan.

10. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : 1. Perdarahan yang luas.

2. Mengalami shock atau renjatan. 3. Mengalami effuse pleura

4. Mengalami penurunan tingkat kesadaran. 11. Prognosis

Secara umum demam dengue dan demam berdarah dengue memiliki prognosis baik bila ditangani dengan baik. Permasalahan terjadi ketika terjadi kelalaian dalam mengontrol terjadinya syok yang dapat segera menyebabkan kematian

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian

1. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

(17)

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.

c. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

3. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

4. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

5. Kondisi Lingkungan

(18)

6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.

DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada pasien DHF mengalami perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi. c. Pola aktifitas dan latihan

Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

d. Pola tidur dan istirahat

Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur. Anak dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.

e. Pola eliminasi

Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. kadang-kadang anak dengan DHF mengalami diare atau konstipasi, sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.

f. Pola reproduksi dan sexual

(19)

g. Pola kognitif dan perseptual

Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan penghidu tidak mengalami gangguan.Nyeri dapat menjadi keluhan pada pola sensori.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.

i. Pola koping dan toleransi

Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.Anak dengan DHF biasanya merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak cenderung ingin ditemani orang tua dan orang terdekat

j. Pola Hubungan dan Peran

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit,karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga, lingkungan bermain dan sekolah.

k. Pola nilai dan kepercayaan

Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu. 7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu tubuh. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :

(20)

b) Grade II : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur

c) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun. d) Grade IV : Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,

tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru. meliputi inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut sampai ujung kaki.

b. Pemeriksaan fisik head to toe

a) Integument : Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis atau tidak.

b) Kepala : Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih c) Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak

ikterik, reflek pupil isokor.

d) Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran

e) Hidung : Simetris, ada perdarahan hidung / epsitaksis.

f) Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.

g) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan leher, nyeri telan.

h) Dada

Inspeksi : Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan.

(21)

i) Abdomen :

Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali). Auskultasi : Bising usus 8x/menit

Perkusi : Tympani

Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

j) Ekstrimitas : Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi dan tulang.

k) Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

5. Resiko tinggi terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan

(22)

– 37 c).

7. Monitor intake dan output 8. Berikan antipiretik

9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

10. Selimuti pasien 11. Lakukan tapid sponge 12. Kolaborasi pemberian

cairan intravena

13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

14. Tingkatkan sirkulasi udara 15. Berikan pengobatan untuk

mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation: 1. Monitor suhu minimal tiap

2 jam

(23)

mencegah hilangnya kehangatan tubuh

8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek egatif dari kedinginan 10. Beritahukan tentang

indikasi terjadinya keletihan dan penanganan

emergency yang

diperlukan

11. Ajarkan indikasi dari hipertermi dan penanganan yang diperlukan

12. Berikan antipiretik jika perlu

Vital sign monitoring:

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

(24)

sebelum, selama, dan setelah aktifitas

6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan

irama pernapasan 8. Monitor suara paru

9. Monitor pola pernapasan abnormal

10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 13. Identifikasi penyebab dari

(25)

pasien ideal 3. Monitor type dan jumlah

aktifitas yang biasa dilakukan

(26)

5. Monitor lingkungan selama makan

6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 8. Monitor turgor kulit 9. Monitor kekeringan

rambut kusam dan mudah patah

10. Monitor mual dan muntah

11. Monitor kadan albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan 13. Monitor pucat,

kemerahan dan

kekeringan jaringan konjungtiva

14. Monitor kalori dan intake nutrisi

15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral

(27)
(28)

nyeri berkurang 8. Kontrol Lingkungan Yang Dapat Mempengaruhi Nyeri Seperti Suhu Ruangan, Pencahayaan Dan Kebisingan

9. Kurangi Faktor Presipitasi Nyeri

10. Pilih Dan Lakukan

Penanganan Nyeri

(Farmakilogi, Non

Farmakologi Dan

Interpersonal)

11. Kaji Type Dan Sumber Nyeri Untuk Menentukan Intervensi

12. Ajarkan Tentang Teknik Non Farmakologi

13. Berikan Analgetik Untuk Mengurangi Nyeri

14. Evaluasi Keefektifan Kontrol Nyeri

15. Tingkatkan Istirahat

16. Kolaborasikan Dengan Dokter Jika Ada Keluhan Dan Tindakan Nyeri Tidak Berhasil

17. Monitor Penerimaan

Pasien Tentang

(29)

Analgesic Administration: 1. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi

4. Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari satu 5. Tentukan pilihan analgesic

tergantung type dan beratnya nyeri

6. Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali 9. Berikan analgesic tepat

(30)

10. Evaluasi efektivitas

3) Tanda-tanda vital normal

4) Energy psikomotor 5) Mampu berpindah:

dengan atau tanpa

1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik

aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikolog dan social

4. Bantu untuk

mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

(31)

7) Sirkulasi status baik

8) Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat

8. Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi perdarahan lebih lanjut berhubungan lagi dengan kriteria hasil:

1. Pendarahan berhenti atau tidak ada

2. Hasil trombosit normal

2. Jelaskan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.

3. Monitor jumlah trombosit 4. Berikan penjelasan pada

keluarga klien untuk melaporkan jika ada perdarahan lebih lanjut seperti hematemesis, epistaksis.

(32)

D. Implementasi

Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.

Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut : 1) Suhu tubuh dalam batas normal.

- Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 ◦C).

- Mukosa bibir lembab

- Klien merasa nyaman tanpa rasa panas. 2) Asupan nutrisi adekuat.

- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.

- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.

- Tidak ada tanda tanda malnutrisi.

- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. 3) Nyeri pasien terkontrol.

- Klien melaporkan nyeri berkurang.

- Ekspresi wajah rileks.

(33)

4) Melakukan aktivitas dengan baik.

- Tidak mudah lelah.

- Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energy.

- Menunjukkan kemampuan untuk beraktifitas sesuai dengan keinginan pasien.

5) Tidak terjadi kekurangan volume cairan.

- Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan.

- Membran mukosa lembab.

- Turgor kulit elastis. 6) Tidak terjadi perdarahan.

- Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).

- Membrane mukosa lembab.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on

Immunopathogenesis.Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Disease.2007; Vol 30:329-40.

WHO.Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: WHO& Departemen Kesehatan RI; 2008. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di

Indonesia.Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No.3: hal .12-29.

Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and Management of Dengue Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ramathibodi Hospital, Mahidol University;2006.

Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, SoerosoT, Waryadi S. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:Ditjen PPM&PL Depkes&Kesos R.I; 2009. Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W, Soegijanto S. Demam Berdarah

Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika; 2011.

Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. www.pediatrikcom/buletin/20100220-8ma2gi-buletindoc; 20010 [cited 2010]; Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.

(35)

Gambar

Gambar 1. Darah
Gambar 2. Sel Darah Merah
Gambar 3. Jenis Jenis Leukosit

Referensi

Dokumen terkait

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ hepar,

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dan penularannya 1 melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Hingga kini belum

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD sebelumnya, dengan gejala klinis demam6. tinggi,

Demam berdarah : Penyakit demam yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti.. Flu burung : Penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan ditularkan

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dan penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Hingga kini belum ditemukan

Penyakit demam denggi berpunca dari 4 jenis virus denggi yang dipindahkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes yang telah dijangkiti.. Semua nyamuk Aedes

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam

Dari kesimpulan diatas demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (