AKSES PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH
(Studi Kasus : Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi)
SKRIPSI
OLEH :
MENIKA ASTRI MELIALA 070304046
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
MENIKA ASTRI MELIALA (070304047) dengan judul penelitian “AKSES PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH STUDI KASUS DI DESA SEMPUNG POLDING KECAMATAN LAE PARIRA KABUPATEN DAIRI”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember 2012 dan dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah,M.S. dan Ir. Luhut Sihombing, M.P. Penelitian dilakukan dengan tujuan menganalisis tentang : 1. Besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian. 2. Pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian. 3.Akses pangan rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian.
. Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Lae Parira adalah karena kecamatan tersebut memiliki luas lahan dan produksi padi sawah tertinggi kedua setelah Kecamatan Sumbul dan pemilihan Desa Sempung Polding karena desa tersebut memiliki luas lahan dan produksi padi sawah tertinggi di Kecamatan Lae Parira serta dapt dijangkau oleh penulis.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakanm Simple Random Sampling, dimana petani padi sawah di daerah penelitian sebanyak 514 Kepala Keluarga (KK), maka besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 KK yang diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisis kuantitatif, dan analisis deskriptif.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancaralangsung dengan petani dan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait, yaitu: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Dairi, Dinas Pendapatan Kabupaten Dairi, Kantor Kepala Desa Sempung Polding, literatur, buku, dan media lain yang sesuai dengan penelitian ini.
1. Pendapatan rumah tangga petani padi sawah di Desa Sempung Polding
adalah sebesar Rp 2.016.782,8 per bulan. Pendapatan rumah tangga petani
padi sawah dikatakan tinggi karena pendapatan rumah tangga petani padi
sawah lebih besar dari Upah Minimum Regional Kabupaten Dairi.
2. Pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di Desa Sempung
Polding adalah sebesar 52,82 %, dimana pangsa pengeluaran rumah tangga
petani padi sawah di desa tersebut dikatakan memiliki pangsa pengeluaran
rendah ( < 60% ).
3. Akses fisik rumah tangga petani padi sawah di Desa Sempung Polding
termasuk kategori akses sedang, akses ekonomi termasuk kategori akses
RIWAYAT HIDUP
MENIKA ASTRI MELIALA dilahirkan di Kota Medan, sebagai anak
pertama dari 4 (empat) bersaudara dalam keluarga Bapak Arihta Harmonis
Meliala dan Ibu Nurlina Kaban.
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis:
1. Tahun 2001, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Swasta Assisi
Medan.
2. Tahun 2004, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SLTP
Swasta Putri Cahaya Medan.
3. Tahun 2007, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Santo
Thomas 1 Medan.
4. Tahun 2007, melalui SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri) diterima di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Program
Studi Agribisnis.
5. Tahun 2011, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) Di Desa Gambus Laut,
Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara.
6. Tahun 2012, mengadakan penelitian Skripsi di Desa Sempung Polding,
Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi.
7. Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan
masa perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“AKSES PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH STUDI
KASUS DI DESA SEMPUNG POLDING KECAMATAN LAE PARIRA
KABUPATEN DAIRI”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana
pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Pada kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan selaku Ketua
Program Studi Agribisnis FP-USU, yang telah banyak memberi motivasi,
arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak memberi motivasi, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEC, selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis FP-USU.
4. Seluruh Staf Pengajar dan pegawai Program Studi Agribisnis FP-USU.
5. Seluruh instansi, Kepala Desa, Sekretaris Desa dan keluarga, serta responden
Desa Sempung Polding atas bantuannya selama penulis mengambil data
Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih dan hormat yang
sedalam-dalamnya kepada orangtuaku tercinta, Bapakku Arihta Harmonis Meliala
dan Ibuku Nurlina Kaban, serta adik-adik saya yang tersayang yang telah banyak
memberi perhatian, motivasi, dan bantuan kepada penulis dan kepada
teman-teman terkasihku sekalian.
Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
berguna bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Februari 2013
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2.Identifikasi Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Kegunaan Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKAPEMIKIRAN ... 6
2.1. Tinjauan Pustaka ... 6
2.1.1. Konsep Pangan dan Ketahanan Pangan ... 6
2.1.2.Akses Pangan RT Petani Padi Sawah ... 10
2.1.3. Pengeluaran Rumah Tangga ... 13
2.1.4. Pangsa Pengeluaran Pangan ... 14
2.2. Landasan Teori ... 15
2.2.1. Pola Konsumsi Rumah Tangga ... 15
2.2.2. Indikator Analisis Akses Pangan ... 16
2.2.3. Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 18
2.3. Kerangka Pemikiran ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25
3.2. Metode Penentuan Sampel ... 26
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 27
3.4. Metode Analisis Data ... 28
3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 31
3.5.1. Defenisi ... 31
3.5.2.Batasan Operasional ... 33
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 34
4.1. Luas dan Letak Geografis ... 3
4.2. Keadaan Penduduk ... 35
4.3. Sarana dan Prasarana... 37
4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
5.1. Produksi dan Produktivitas Lahan Padi Sawah ... 43
5.2. Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 44
5.3. Pangsa Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 51
5.4. Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 55
5.4.1. Akses Fisik ... 55
5.4.2. Akses Ekonomi ... 58
5.4.3. Akses Sosial ... 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
6.1. Kesimpulan... 65
6.2. Saran ... 65
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah Menurut KecamatanTahun
2010 ... 25
2. Luas Lahan dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa Tahun 2011 ... 26
3. Indikator Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Sempung Polding ... 30
4. Komposisi Penduduk Menurut Umur tahun 2010 ... 35
5. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian tahun 2010 ... 36
6. Komposisi Penduduk MenurutTingkatan Pendidikan tahun 2010... 37
7. Sarana dan Prasarana di Desa Sempung Polding 2010 ... 38
8. Penggolongan Umur Petani Padi Sawah ... 39
9. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Ibu Rumah Tangga ... 40
10. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 41
11. Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 42
12. Biaya Rata-rata UsahataniPadi Sawah Di Desa Sempung PoldingPer Tahun Per Petani ... 44
13. Biaya Tetap Rata-Rata UsahataniPadi Sawah Di Desa Sempung Polding Per Tahun Per Petani ... 45
14. Biaya Tidak Tetap Rata-rata UsahataniPadi Sawah Di Desa Sempung Polding Per Tahun Per Petani ... 46
16. Pendapatan Rata-Rata Petani Padi SawahDi Desa Sempung PoldingPer Tahun
Per Petani ... 49 17. Sumber Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Sempung
Polding Per Petani Per Tahun ... 50 18. Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di
Desa Sempung Polding ... 52 19. Rincian Distribusi Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan Di Desa Sempung
Polding ... 53 20. Rincian Distribusi Rata-rata Pangsa Pengeluaran Nonpangan Di Desa
Sempung Polding ... 54 21. Distribusi Rumah Tangga Petani Padi Sawah Berdasarkan Jarak Rumah
Tangga ke Pasar ... 56 22.Distribusi Rumah Tangga Petani Padi Sawah Berdasarkan Jarak Rumah
Tangga ke Pasar ... 58 23. Kriteria Akses Pangan Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga
Petani Padi Sawah Per Kapita Per Bulan di Desa Sempung Polding ... 60 24. Kriteria Akses Pangan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan
Istri di Desa Sempung Polding ... 61 25. Kriteria Akses Pangan Berdasarkan Jumlah Tanggungan Rumah Tangga
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
1. Karakteristik Petani Sampel di Desa Suka Maju ... 68
2. Luas Lahan, Status, dan Nilai Sewa Lahan Petani Padi Sawah ... 70
3. Jumlah Bibit, Harga Bibit, dan Total Harga Bibit Padi Sawah ... 72
4. Penggunaan Pupuk dn Biaya Pupuk Usahatani Padi Sawah ... 74
5. Penggunaan Obat-obatan dan Biaya Obat-obatan Usahatani Padi Sawah ... 76
6. Distribusi Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah ... 78
7. Biaya Penyusutan Alat-alat Pertanian Padi Sawah ... 82
8. Total Biaya Produksi Usahatani Padi Sawah ... 87
9. Produksi dan Produktivitas Lahan Padi Sawah ... 89
10. Penerimaan dan Pendapatan Petani Padi Sawah ... 91
11. Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 93
12. Rincian Pengeluarn Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 95
13. Rincian Pengeluaran Nonpangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 101
14. Besar Pangsa Pengeluaran Pangan dan Nonpangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 105
15. Rincian Distribusi Rata-rata Pangsa Pengeluaran Pangan ... 107
16. Rincian Distribusi Rata-rata Pangsa Pengeluaran Nonpangan ... 109
ABSTRAK
MENIKA ASTRI MELIALA (070304047) dengan judul penelitian “AKSES PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH STUDI KASUS DI DESA SEMPUNG POLDING KECAMATAN LAE PARIRA KABUPATEN DAIRI”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember 2012 dan dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah,M.S. dan Ir. Luhut Sihombing, M.P. Penelitian dilakukan dengan tujuan menganalisis tentang : 1. Besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian. 2. Pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian. 3.Akses pangan rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian.
. Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Lae Parira adalah karena kecamatan tersebut memiliki luas lahan dan produksi padi sawah tertinggi kedua setelah Kecamatan Sumbul dan pemilihan Desa Sempung Polding karena desa tersebut memiliki luas lahan dan produksi padi sawah tertinggi di Kecamatan Lae Parira serta dapt dijangkau oleh penulis.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakanm Simple Random Sampling, dimana petani padi sawah di daerah penelitian sebanyak 514 Kepala Keluarga (KK), maka besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 KK yang diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisis kuantitatif, dan analisis deskriptif.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancaralangsung dengan petani dan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait, yaitu: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Dairi, Dinas Pendapatan Kabupaten Dairi, Kantor Kepala Desa Sempung Polding, literatur, buku, dan media lain yang sesuai dengan penelitian ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara kita, kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami
sebelum awal krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997. Bahkan,
pemenuhan kebutuhan beras yang pernah diatasi secara swasembada pada tahun
1986, sampai saat sekarang ini ternyata tidak dapat dipertahankan. Menurut data
dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita telah mengimpor beras sebanyak 1.8
juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun
1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada tahun 1999. Di awal tahun
2000 kita bahkan dibanjiri dengan beras impor yang diberitakan ilegal, sedangkan
di awal tahun 2006 kita diramaikan dengan keputusan pemerintah untuk
mengimpor beras, yang dianggap tidak berpihak kepada petani meskipun hal itu
bukan merupakan issue baru dan disadari pula bahwa petani kita pun merupakan
konsumen beras.Bahkan, pada tahun ini kita dirisaukan dengan impor benih padi
yang konon tidak berjalan mulus pula sampai ke tangan petani, padahal hasil yang
diharapkan dapat mendongkrak produksi beras (Anonimusb, 2011).
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang
cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan
petani padi memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan.Petani padi
merupakan produsen pangan sekaligus juga kelompok konsumen terbesar yang
sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli
pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus
juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan
mereka sendiri (Anonimusa, 2011).
Rumah tangga petani membutuhkan akses untuk mencapai fasilitas dan pelayanan
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar sosial ekonomi sehingga mampu hidup
sejahtera dan lebih produktif.Oleh karena itu, akses merupakan hal yang penting
dalam mencapai kesejahteraan hidup seseorang termasuk akses terhadap pangan
(Parikesit, 2003).
Akses pangan merupakan suatu kemampuan rumah tangga untuk secara periodik
memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi cadangan pangan
mereka sendiri dan hasil dari rumah, pekarangan sendiri, pembelian, barter,
pemberian, pinjaman, dan bantuan pangan. Untuk mewujudkan hal tersebut di
wilayah pedesaan dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain aspek fisik, akses
ekonomi, dan akses sosial. Akses pangan merupakan aspek kritis dalam
perwujudan ketahan pangan karena merupakan salah satu pilar ketahanan pangan
selain ketersedian dan pemanfaatan pangan. Dengan kata lain, meski secara fisik
pangan tersedia namun jika masyarakat tidak mampu mengaksesnya maka
ketahanan pangan tidak akan terwujud. Kemampuan akses pangan rumah tangga
dengan baik secara fisik, ekonomi, dan sosial untuk memenuhi kebutuhan gizi
anggotanya setiap saat (BPS Sumut, 2010).
Akses rumah tangga terhadap pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah
tangga.Bahkan menurut (Suhardjo, 1996) pendapatan rumah tangga dapat
dijadikan indikator bagi ketahanan pangan rumah tangga karena pendapatan
merupakan salah satu kunci utama bagi rumah tangga untuk mengakses pangan.
Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi
rumah tangga untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Rumah
tangga atau masyarakat yang berpenghasilan rendah mempergunakan sebagian
besar dari penghasilannya untuk membeli makanan, dan semakin tinggi
penghasilan semakin menurun proporsi yang digunakan untuk membeli makanan.
Rumah tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan
akan berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan
mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi
pangan dimana perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi
perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti
memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang
lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan
dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Hardiansyah, 1987).
Dilakukannya penelitian ini karena penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai pangsa pengeluaran pangan, akses pangan, dan pendapatan petani padi
bahwa di Desa Sempung Polding ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Lae
Parira yang memiliki lahan sawah yang banyak.
1.1Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka telah diidentikasi masalah-masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut :
1) Berapa besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di daerah
penelitian?
2) Bagaimana pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah
penelitian ?
3) Bagaimana akses pangan rumah tangga petani padi sawah di daerah
penelitian?
1.2Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui besar pendapatan rumah tangga petani padi sawah di
daerah penelitian
2) Untuk mengetahui pangsa pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di
daerah penelitian
3) Untuk mengetahui bagaimana akses pangan rumah tangga petani padi sawah
1.3Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
2) Sebagai syarat bagi peneliti untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pusataka
2.1.1 Konsep Pangan dan Ketahanan Pangan
Pangan merupakan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan
merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi
setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No.7 Tahun 1996
tentang pangan yakni kecukupan pangan menenetukan kualitas sumber daya
manusia dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu untuk membentuk manusia
Indonesia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang
cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam, dan dengan harga yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat (Sutawi, 2007).
Penggolongan pangan yang digunakan oleh FAO dikenal sebagai Desirable
Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH). Pola Pangan Harapan/PPH sebagai
salah satu pendekatan penentuan tingkat pencapaian mutu konsumsi pangan telah
mencakup aspek keseimbangan zat gizi dari pola konsumsi pangan rumah tangga.
Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu :
1)Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serelia yang biasa
dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, gandum, sorgum, dan
2)Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akar/umbi yang biasa
dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu, talas,
serta produk turunannya.
3)Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri daging, telur, susu, dan
ikan serta hasil olahannya.
4)Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati seperti
minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedelai, minyak
jagung, minyak kapas serta yang berasal dari hewani yaitu minyak ikan.
5)Buah/biji berminyak adalah pangan yang relatif mengandung minyak baik dari
buah atau bijinya seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.
6)Kacang-kacangan adalah biji-bijian yang mengandung lemak tinggi seperti
kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai serta
juga olahannya.
7)Gula terdiri dari gula pasir dan gula merah (gula mangkok, gula aren, gula
semut, dan lain-lain) serta produk olahannya.
8)Sayuran dan buah adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal dari bagian
tanaman yaitu daun, bunga, batang, umbi atau buah.
9)Lain-lain adalah bumbu-bumbuan yang berfungsi sebagai penyedap dan
penambah cita rasa pangan olahan (Karsin, 2004).
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI menyarankan bahwa angka kecukupan
konsumsi energi adalah 2.200 kkal/kapita/hari. Komposisi konsumsi pangan yang
disarankan adalah energi utama yang berasal dari kelompok padi-padian (50,0%),
minyak dan lemak (10,0%), dan pangan hewani (12,0%). Kontribusi kelompok
kacang-kacangan dan gula (5,0%), dan biji berminyak (3,0%)
(Rachman dan Ariani, 2002).
Ketahanan pangan merupakan suatu wujud dimana masyarakat mempunyai
pangan yang cukup di tingkat wilayah dan juga di masing-masing rumah tangga,
serta mampu mengakses pangan dengan cukup untuk semua anggota keluarganya,
sehingga mereka dapat hidup sehat dan bekerja secara produktif. Ada dua prinsip
yang terkandung dalam ketahanan pangan, yaitu tersedianya pangan yang cukup
dan kemampuan rumah tangga untuk mengakses pangan (Anonimusa, 2011).
Menurut Dewan Badan Ketahanan Pangan (Dewan BKP 2001),ketahanan pangan
mengandung perspektif makro, yaitu penyediaan panganyang cukup bagi seluruh
penduduk di tingkat daerah maupun nasional, sertaperspektif mikro, yaitu
kemampuan setiap rumahtangga mengakses pangan yangcukup, aman, dan
bergizi, sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Ketahananpangan dapat
terwujud apabila seluruh penduduk mempunyai akses fisik, sosial danekonomi
terhadap pangan untuk pemenuhan kecukupan gizi yang dibutuhkanguna
menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya.
Banyak indikator yang digunakan untuk melihat ketahanan pangan, namun
beberapa diantaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri cukup
sederhana untuk pengumpulan dan penafsiran, objektif, dapat diukur dengan
angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya program.
Seharusnya indikator ketahanan pangan dapat merepresentasikan jumlah dan mutu
Salah satu indikator untuk melihat ketahanan pangan suatu pangan suatu wilayah
adalah ketersediaan pangan yaitu tersedianya pangan dari hasil produksi dalam
negeri dan/atau sumber lain. Namun, indikator ini masih bersifat makro, karena
bisa saja pangan tersedia, tapi tidak dapat diakses oleh masyarakat.Ketersediaan
pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun dinilai
belum cukup.Untuk itu diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan.Indikator
yang dapat digunakan adalah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan,
keduanya menunjukkan tingkat aksesibilitas fisik dan ekonomi tehadap pangan
(DKP, 2003).Walaupun pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat
diakses masyarakat maka kinerjanya rendah.Aksesibilitas tersebut
menggambarkan aspek pemerataan dan keterjangkauan.Karena menurut PP
No.68/2002, pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan keseluruh
wilayah sampai tingkat rumah tangga, sedangkan keterjangkauan adalah keadaan
dimana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai
dengan kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif. Karena itu ukuran
ketahanan pangan yang akan dikemukakan di sini meliputi pangsa pengeluaran
pangan dan konsumsi energi dan protein.
Secara umum, ketahanan pangan mencukup empat aspek yakni kecukupan
(suffiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time). Berdasarkan
empat aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang sebagai suatu sistem
yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu :
a.Ketersediaan dan stabilitas pangan (food avaibility and stability)
Komponen ini dipengaruhi oleh sumber daya (alam, manusia, dan sosial) dan
b.Kemudahan memperoleh pangan (food accessibility)
Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu
mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai
dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumah tangga
untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan produksi pangan.Hal ini
tergantung pada harga pangan maupun tingkat sumberdaya yang terdapat dalam
keluarga yaitu meliputi tenaga kerja dan modal.
c. Pemanfaatan pangan (food utilization).
Komponen ini mencerminkan kemampuan tubuh untuk mengolah pangan dan
mengubahnya ke dalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk menjalankan
aktivitas sehari-hari atau disimpan.Dimensi pemanfaatan pangan meliputi
konsumsi pangan dan status gizi (Setiawan, 2004).
Secara hakiki ketahanan pangan (food security) dapat diartikan sebagai
terjaminnya akses pangan untuk segenap rumah tangga dan individu setiap waktu
sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat. Ketahanan pangan ditentukan
secara bersama antara ketersediaan pangan dan akses individu atau rumah tangga
untuk mendapatkannya, dimana akses yang dimiliki meliputi akses fisik, sosial,
dan akses ekonomi dalam memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan
yang sehatdan produktif dari hari ke hari (Nurmala, 2012).
2.1.2 Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah
Rumah tangga petani padi merupakan satu unit kelembagaan yang setiap saat
mengambil keputusan produksi, konsumsi, curahan tenaga kerja dan reproduksi.
yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi,
konsumsi, maupun tenaga kerja dan mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari
sejumlah sumberdaya yang dimiliki (Purwita dkk, 2009).
Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga petani padi dapat
dipandang sekaligus sebagai perusahaan pertanian (produsen), tenaga kerja, dan
konsumen. Dengan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan baik
keputusan produksi, konsumsi, dan tenaga kerja maka tujuan yang ingin dicapai
rumah tangga petani dari pengambilan keputusan tersebut masing-masing adalah
untuk memaksimumkan profit dan utilitas (Purwita dkk,2009).
Akses pangan tingkat rumah tangga merupakan kemampuan suatu rumah tangga
untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara
seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga, jual-beli,
tukar-menukar/ barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan pangan.
Rumah tangga petani padi dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti
produksi rumah tangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya
perikanan), berburu, mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup di alam
liar, mendapatkan bantuan/pemberian pangan melalui bantuan sosial, bantuan dari
pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work project (pangan hasil
imbalan pekerjaan), serta barter/tukar-menukar atau membeli dari pasar
(World Food Programme, 2005).
World Food Programme (2005) menjelaskan mengenai pengkajian akandampak
krisis/tekanan terhadap keluarga dalam berbagai kelompok populasiterhadap akses
pangan maupun nonpangan. Pengkajian inimembutuhkan data-data sebagai
berikut:
- Matapencaharian. Aset-aset matapencaharian (sumberdaya alam,sumberdaya
manusia, secara fisik, sosial, politik dan keuangan) dan sistemyang ada (politik,
ekonomi, sosial, struktur kekuasaan/hukum) dapatmempengaruhi aktivitas
matapencaharian.
- Konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan yang ditandai olehkeanekaragaman
pangan dan frekuensi konsumsi pangan.
- Sumber pangan. Sumber pangan yang berbeda relatif penting, biasanyaberasal
pembelian di pasar, produksi sendiri (hasil panen, ternak, budidayaperikanan),
memanen/mengumpulkan pangan dari alam/lingkungan(pertemuan/hajatan,
pemburuan, mencari ikan), dan pemberian (termasuk hadiah-hadiah,
pinjaman-pinjaman, program-program bantuan pangan)
- Sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang berbeda relatif penting, biasanya
berasal dari penjualan hasil panen (pangan atau hasil panen yangdiperdagangkan),
penjualan ternak atau produk-produk ternak,ketenagakerjaan, penjualan dari
produk-produk/sumberdaya alam (sepertiikan, pangan yang hidup liar di alam,
kayu bakar), penjualan lainnya sepertiproduk-produk nonagrikultur hasil kerajinan
rumahtangga, perdagangan, uangpemberian (hadiah, kiriman, pinjaman.
- Pengeluaran. Pola dan tingkat pangeluaran pangan maupun nonpangan rumah
tangga. Pengeluaran nonpangan yang penting termasuk sewa rumah, air,
pelayanankesehatan, pendidikan anak, bahan bakar untuk memasak, dan
pembayaran hutang.
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.Tingkat pengeluaran
rumah tangga terdiri atas dua kelompok yaitu pengeluaran untuk makanan
(pangan) dan bukan makanan (nonpangan).Tingkat kebutuhan/permintaan
terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda-beda. Dalam kondisi
pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok
masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat sebagian besar pendapatannya
digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan,
maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran yaitu penurunan porsi
pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan
yang dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP Kota Medan, 2010).
Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas
permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas
terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi.Keadaaan ini jelas terlihat pada
kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik
jenuh sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai
tabungan (saving) atau diinvestasikan (BKP Kota Medan, 2010).
Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat
untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan
komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat kesejahteraan
penduduk (BKP Kota Medan,2010).
Kemampuan sebuah rumah tangga memiliki akses terhadap pangan tercermin pula
dalam pangsa pengeluaran rumah tangga untuk membeli makanan atau disebut
Pangsa Pengeluaran Pangan ( Rachman, dkk, 1996).
Yang dimaksud dengan pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga
adalah rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga.
Perhitungan pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan
rumus sebagai berikut :
��=��
�� ����%
Dimana :
PF = Pangsa Pengeluaran Pangan (%)
PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/bulan)
TP = Total pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan)
(Sinaga dan Nyak Ilham, 2002).
Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator pangan, makin besar
pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pangan semakin
berkurang.Makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara pangsa
pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya (Deaton
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pola Konsumsi Rumah Tangga
Teori Engel’s menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah
tangga maka semakin rendah persentase pengeluaran konsumsi
makanan.Berdasarkan teori klasik ini, maka suatu rumha tangga bisa
dikategorikan sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih
kecil daripada persentase pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi
alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya
pendapatan rumah tangga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut
dialokasikan pada kebutuhan nonpangan. Jadi jelas bahwa pendapatan seseorang
sangat menentukan ketahanan pangan (Sjirat, 2004).
Dalam teori kesejahteraan, kurva indeferen individu dapat diangkat menjadi kurva
indeferen masyarakat, sehingga jika kesejahteraan individu meningkat maka
kesejahteraan masyarakat (lokal, regional, dan nasional) juga meningkat. Dengan
demikian ada hubungan antara pangsa pengeluaran dengan ketahanan pangan.
Perhitungan pangsa pengeluaran pangan rumah tangga adalah sebagai berikut :
��=��
�� ����%
Dimana :
PF = Pangsa pengeluaran pangan (%)
PP = Pengeluaran untuk belanja pangan rumah tangga (Rp/bulan)
Apabila hanya menggunakan indikator ekonomi dengan kriteria apabila pangsa
pengeluaran pangan tinggi (≥ 60% pengeluaran total), maka kelompok/rumah
tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera atau keluarga
yang rawan pangan. Sementara itu, apabila pangsa pengeluaran pangan rendah
(< 60% pengeluaran total), maka kelompok/rumah tangga tersebut golongan yang
sejahtera atau keluarga yang tahan pangan (Rachman, 2005).
2.2.2 Indikator Analisis Akses Pangan Pedesaan
a. Akses Fisik
Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai
sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangansesuai norma gizi.
Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisikmelalui produksi
sendiri atau pun dengan membeli.Persediaan pangan wilayah yang mencukupi
kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut
sangat dibutuhkan untuk menjamin akses panganwilayah tersebut.Pangan harus
dapat tersedia secara fisik untuk seluruh anggotakeluarga.Pangan juga harus
tersedia secara terus-menerus dalam suatupasar/warung dimana rumahtangga
tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang dibutuhkannya (Sharma 1992).
Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsiakan dapat
ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang
oleh tersedianya sarana fisik yang cukup dalam memperoleh pangan.Kemudahan
dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sarana fisik seperti tersedianya sarana
Suatu wilayah/daerah dikatakan akses pangannya tinggi apabila diwilayah/daerah
tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok.Wilayah/daerah
tersebut dikatakan memiliki akses pangan yang sedang apabilatidak memiliki
pasar dalam wilayah/daerah tersebut, namun jarak terdekatwilayah/daerah tersebut
dengan pasar pasar yang menjual bahan pangan pokokkurang dari dan atau sama
dengan 3 km. Dikatakan akses pangannya rendahapabila jarak terdekat dengan
pasar lebih dari 3 km (Deptan, 2007).
2.Akses Ekonomi
Akses ekonomi terkait dengan daya beli masyarakat terhadap pangan.Meskipun
secara fisik pangan tersedia namun jika daya beli masyarakatnya rendah maka
kemampuan masyarakat tersebut untuk memperoleh pangan juga rendah (akses
masyarakat terhadap pangan rendah) (BKP Kota Medan, 2010).
Akses pangan bergantung pada daya beli rumah tangga yang merupakan fungsi
dari akses terhadap mata pencaharian. Ini berarti akses pangan terjamin seiring
terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, keterjangkauan
pangan bergantung pada kesinambungan mata pencaharian. Mereka yang tidak
menikmati kesinambungan dan kecukupan pendapatan akan tetap miskin. Jumlah
orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak mempunyai akses yang cukup
terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin,
semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat
kerawanan pangan di wilayah tersebut. Indikator ini menunjukkan kemampuan
untuk mendapatkan cukup pangan karena rendahnya kemampuan daya beli atau
hal ini menunjukkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
Rumahtangga dapat dikatakan tahan pangan apabila tercukupinyapermintaan akan
pangan. Pengukuran operasional atas permintaan akan pangann tersebut dalam
jangka waktu pendek dapat dipakai untuk memonitor aksesekonomi rumahtangga
akan pangan, yaitu pendapatan/pengeluaran dan harga(Sharma 1992).
3. Akses Sosial
Akses sosial rumahtangga terhadap pangan merupakan suatu akses/cara untuk
mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangannya
melalui berbagai dukungan sosial, seperti bantuan/dukungan sosial dari
keluarga/kerabat, tetangga, serta teman. Bantuan/dukungan dari saudara/kerabat,
tetangga, atau teman dapat berupa bantuan pinjaman uang/pangan, pemberian
bantuan pangan, pertukaran pangan, dan lain sebagainya. Selain dari dukungan
sosial, kerawanan pangan berdasarkan akses sosial dapat dilihat dari tingkat
pendidikannya.
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi akses pangan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kesempatannya
untuk memperoleh pekerjaan/pendapatan yang lebih baik sehingga semakin tinggi
pula kemampuan daya belinya (semakin tinggi aksesnya terhadap pangan)
(BKP Sumut, 2010).
2.2.3 Pendapatan Rumah Tangga Petani
Pendapatan petani diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya
dana yang cukup dalam usahatani. Rendahnya pendapatan menyebabkan
menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal (Soekartawi, 1995).
Penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari
usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau jumlah
produksi dikalikan dengan harga jual (rupiah). Pernyataan ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
TR = Yx Py
Dimana : TR = Total Penerimaan (Rp)
Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani
Py = Harga Y (Rp)
(Rahim dn Hastuti, 2008)
Dalam menjalankan suatu usahatani dibutuhkan biaya. Biaya adalah
pengorbanan-pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau dikeluarkan agar dapat diperoleh
suatu hasil. Untuk menghasilkan suatu baranag dan jasa tentu ada bahan baku,
tenaga kerja dan jenis pengorbanan lain yang tidak dapat dihindarkan. Tanpa
adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak akan dapat diperoleh hasil
(Wasis, 1992).
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usahatani. Biaya usahatani biasanya dibedakan menjadi dua yakni biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya
didefinisikan sebagai baiaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
tidak bergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain, biaya
tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
Cara menghitung biaya tetap adalah :
FC =�Xi. PXi
�
�=1
Dimana : FC = Biaya tetap (Rp)
Xi = Jumlah fisik input yang membentuk biaya tetap
PXi = Harga input (Rp)
n = jenis input
Rumus diatas juga dapat dipakai untuk menghitung biaya variabel. Karena total
biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka :
TC = FC + VC
(Soekartawi, 1995).
Dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) dapat diperoleh
penerimaan dan pendapatan suatu usaha. Penerimaan adalah total produksi yang
dihasilkan dikali dengan harga jual. Sedangkan pendapatan adalah penerimaan
dikurangi dengan biaya produksi satu kali periode produksi.
Pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per
usahatani dengn satuan (Rp). Rumus menghitung pendapatan petani adalah
sebagai berikut :
Pendapatan (I) = Peneriman (R) – Biaya Total (TC)
Py = Harga Produksi (Rp/Kg)
Y = Jumlah Produksi (Kg)
Biaya Total (TC) = Biaya Tetap (FC) + Biaya Tidak Tetap (VC)
(Suratiyah, 2006).
Khusus rumah tangga petani yang biasanya terdapat di pedesaan untuk
pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai
petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja
(Rahim dan Diah, 2008)
Pendapatan rumah tangga petani dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
Y = ∑ni=1(P)i +∑mj=1(NP)j
Dimana :
Y = total pendapatan rumah tangga
P = pendapatan rumah tangga dari kegiatan usahatani
NP = pendapatan rumah tangga dari kegiatan non usahatani
i = 1 ... n = usahatani di beberapa sub sektor dari anggota rumah tangga
j = 1 ...n = non usahatani dari berbagai kegiatan anggota rumah tangga
(Rahim dan Diah, 2008).
Dengan ketentuan :
Pendapatan rumah tanggapetani dikatakan tinggi apabila pendapatan rumah
tangga petani per bulan lebih tinggi dari Upah Minimum Regional (UMR) dan
sebaliknya dikatakan rendah apabila pendapatan rumah tangga petani per bulan
2.3 Kerangka Pemikiran
Akses pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari akses fisik, akses sosial, dan
akses ekonomi.Akses fisik dari rumah tangga petani dilihat dari adanya jarak ke
pasar dan ketersediaan pangan di pasar tempat tinggal petani.Akses sosial dari
rumah tangga petani dapat dilihat dari tingkat pendidikan petani, dan akses
ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan petani padi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar pula
kesempatannya untuk memperoleh pekerjaan/pendapatan yang lebih baik
sehingga semakin tinggi pula daya belinya (semakin tinggi aksesnya terhadap
pangan).Secara tidak langsung, bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan
mempengaruhi pendapatannya.
Dari pendapatan petani dapat dilihat besar total pengeluaran rumah tangga yang
dipakai untuk membeli kebutuhan akan pangan maupun nonpangan. Tingkat
pendapatan petani yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah
tangga petani untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Seiring
makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan akan terpenuhi.
Pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi dua yakni pengeluaran untuk pangan
dan pengeluaran untuk nonpangan. Besar pangsa pengeluaran untuk pangan
Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan gambar :
: Menyatakan hubungan
: Menyatakan pengaruh Akses Pangan
Akses Fisik Akses
Ekonomi Akses Sosial
Pendapatan Rumah Tangga - Jarak Pasar
- Ketersediaan Pangan di Pasar
Tingkat Pendidikan
Total Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran Nonpangan
Pengeluaran Pangan
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah di daerah penelitian lebih
tinggi dari Upah Minimum Kabupaten Dairi.
2. Pangsa pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah petani di daerah
penelitian dikatakan rendah karena pangsa pengeluaran < 60% dari
pengeluaran total.
3. Akses pangan rumah tangga petani padi sawah secara fisik di daerah
penelitian dikategorikan sedang, akses ekonomi dikategorikan tinggi dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira
Kabupaten Dairi. Penentuan daerah penelitian ini dilakukan dengan metode
purposiveyaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan
dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989). Adapun yang menjadi
faktor pertimbangan dalam pemilihan Kecamatan Lae Parira adalah karena
kecamatan tersebut memiliki luas lahan dan produksi padi sawah tertinggi kedua
setelah Kecamatan Sumbul serta merupakan daerah yang dapat dijangkau oleh
peneliti (dilihat dari Tabel 1).
Tabel 1. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kecamatan Tahun 2010
No. Kecamatan Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)
Produkstivitas (Ton/ha)
1 Sidikalang 720 3.204,70 42,40
2 Sitinjo 700 3.115,70 41,35
3 Berampu 1.900 8.456,90 43,80
4 Parbuluan 1.297 5.772,90 39,50
5 Sumbul 3.200 14.243,20 41,19
6 Silahisabungan 180 801,20 42,40
7 Silima Pungga-pungga 1.920 8.545,90 55,34
8 Lae Parira 2.500 11.127,50 55,32
9 Siempat Nempu 1.900 8.456,90 49,45
10 Siempat Nempu Hulu 1.154 5.136,50 46,10
11 Siempat Nempu Hilir 625 2.781,90 43,70
12 Tigalingga 184 8.190 43,50
13 Gunung Sitember - - -
14 Pegagan Hilir 1.089 4.847,10 40,10
15 Tanah Pinem 68 302,10 41,04
Jumlah 17.437 77.612,10 44,66
Penelitian ini dilakukan di Desa Sempung Polding, Kecamatan Lae Parira,
Kabupaten Dairi. Adapun yang menjadi pertimbangan dalam memilih Desa
Sempung Polding karena desa tersebut memiliki luas lahan dan produksi padi
sawah tertinggi di Kecamatan Lae Parira serta daerah tersebut dapat dijangkau
oleh peneliti (dilihat dari Tabel 2).
Tabel 2. Luas Panen dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa Tahun 2011
No Desa Luas Lahan
(Ha)
Produksi (ton) Rata-rata Produksi
(ton/ha)
1 Sumbul 236 1.487 6,30
2 Kentara 410 2.583 6,30
3 Lae Parira 350 2.065 5,90
4 Buluduri 260 1.508 5,80
5 Sempung Polding 570 3.249 5,70
6 Lumban Sihite 214 1.177 5,50
7 Lumban Toruan 210 1.281 6,10
8 Pandiangan 160 905,6 5,66
9 Kabanjulu 156 882,96 5,66
Jumlah 2.580 15.070,56 5,88
Sumber : PPL Kecamatan Lae Parira tahun 2012
Dari tabel 2 di atas dapat dilihat Desa Sempung Polding mempunyai produksi
tertinggi sebesar 3.249 ton sehingga dapat dikatakan bahwa desa ini sebagai salah
satu sentra produksi padi sawah di Kecamatan Lae Parira.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Populasi responden dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang bertempat
tinggal di Desa Sempung Polling Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi.Jumlah
populasi petani padi sawah di daerah penelitian sebanyak 514 kepala keluarga
Untuk menentukan besar sampel dari populasi digunakan rumus Slovin sebagai
berikut :
Keterangan :
n = Jumlah sampel (41 KK)
N = Jumlah populasi petani padi sawah (514 KK)
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir/diinginkan (%).
(Sevilla, 1993).
Dengan taraf keyakinan 85% atau tingkat ketidaktelitian sebesar 15%, maka
dengan menggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar :
Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan Metode Simple Random
Sampling, dimana dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel sebanyak
41 KK yang diambil secara acak.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran (pangan dan nonpangan) keluarga, serta
konsumsi pangan. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi data-data
produksi dan rata-rata produksi, data mengenai karakteristik desa yang diperoleh
dari lembaga/ instansi atau dinas dan hasil studi pustaka baik berupa buku ataupun
data statistik juga terkait dengan penelitian yang dilakukan.
3.4 Metode Analisis Data
Analisa dapat dilakukan setelah data-data dikumpulkan dengan lengkap.
Untuk tujuan penelitian 1, dianalisis dengan rumus :
Pendapatan (I) = Peneriman (R) – Biaya Total (TC)
Penerimaan (R) = Py.Y
TC = FC + VC
I = R – TC
= (Py.Y) – (FC + VC)
Dimana : I = Pendapatan Petani (Rp)
R = Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Py = Harga Produksi (Rp/Kg)
Y = Jumlah Produksi (Kg)
FC = Biaya Tetap (Fixed Cost) (Rp)
VC = Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) (Rp)
(Suratiyah, 2006).
Kemudian setelah diketahui pendapatan petani, dicari pendapatan rumah tangga
petani dengan rumus :
Dimana :
Y = total pendapatan rumah tangga
P = pendapatan rumah tangga dari kegiatan usahatani
NP = pendapatan rumah tangga dari kegiatan non usahatani
i = 1 ... n = usahatani di beberapa sub sektor dari anggota rumah tangga
j = 1 ...n = non usahatani dari berbagai kegiatan anggota rumah tangga.
Dengan ketentuan :
Pendapatan rumah tangga petani dikatakan tinggi apabila pendapatan rumah
tangga petani per bulan lebih tinggi dari Upah Minimum Regional (UMR) dan
sebaliknya dikatakan rendah apabila pendapatan rumah tangga petani per bulan
lebih rendah dari Upah Minimum Regional (UMR).
Untuk tujuan penelitian 2, dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif
yaitu dengan melihat besar pangsa atau persentase pengeluaran pangan terhadap
total pengeluaran rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian dan
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PF = PP
TPX100%
(Sinaga dan Nyak Ilham, 2002).
Dimana :
PF = Pangsa pengeluaran pangan (%)
PP = Pengeluaran untuk belanja pangan rumah tangga/ pengeluaran pangan
(Rp/bulan)
TP = Total pengeluaran rumah tangga/ pengeluaran pangan dan pengeluaran non
Apabila hanya menggunakan indikator ekonomi dengan kriteria apabila pangsa
pengeluaran pangan tinggi (≥ 60% pengeluaran total), maka kelompok/r umah
tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera atau rumah
tangga yang rawan pangan. Sementara itu, apabila pangsa pengeluaran pangan
rendah (< 60% pengeluaran total), maka kelompok/rumah tangga tersebut
golongan yang sejahtera atau rumah tangga yang tahan pangan (Rachman, 2005).
Untuk tujuan penelitian 3, dianalisis dengan mengumpulkan informasi mengenai
akses pangan di daerah penelitian.Data disajikan secara tabulasi untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan
mudahdiinterpretasikan sehingga mampu menjawab tujuan penelitian ini sebagai
berikut:
Tabel 3. Indikator Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi
Akses Indikator Akses Rendah
Akses Sedang Akses Tinggi
Fisik
Lokasi Pasar Luar Kecamatan
Sepeda motor Angkot
Waktu Perjalanan ke Pasar
>1 jam 30 menit – 1 jam
< 30 menit
Biaya Perjalanan ke Pasar Pendidikan KK dan
Ibu
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini, maka
dibuat definisi dan batasan operasionalsebagai berikut :
3.5.1 Definisi
1. Petani Padi Sawah adalah individu atau sekelompok orang yang
mengusahakan tanaman padi sawah.
2. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan baku pangan, bahan
tambahan pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.
3. Rumah Tangga adalah seorang/sekelompok orang yang mendiami sebagian
atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan biasa makan bersama dari satu
dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah mengurus
kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu.
4. Rumah Tangga Petani Padi Sawah adalah rumah tangga yang mengusahakan
tanaman padi sawah.
5. Pengeluaran pangan rumah tangga adalah jumlah uang yang dibelanjakan
untuk memperoleh pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga
yang dinyatakan dalam rupaih per kapita per bulan..
6. Pengeluaran nonpangan adalah jumlah uang yang dibelanjakan untuk selain
pangan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga yang dinyatakan dalam
7. Pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah rasio
pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga.
8. Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk secara periodik
memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi cadangan pangan
mereka sendiri dan hasil dari rumah, pekarangan sendiri, pembelian, barter,
pemberian, pinjaman, dan bantuan pangan.
9. Akses Fisik adalah akses yang dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan/produksi
pangan dan sarana/prasarana infrastruktur dasar.
10.Akses Sosial adalah akses yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
penduduk, bantuan sosial, budaya/kebiasaan makan, konflik sosial/keamanan
dan lainnya.
11.Akses Ekonomi adalah akses yang dipengaruhi oleh daya beli masyarakat
terhadap pangan
12.Ketahanan Pangan adalah terjaminnya akses pangan untuk segenap rumah
tangga dan individu setiap waktu sehingga mereka dapat bekerja dan hidup
sehat
13.Penerimaan usahatani adalah perhitungan hasil penjualan atau jumlah
produksi dikalikan dengan harga jual (rupiah).
14.Pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dan total biaya (rupiah).
15.Pendapatan Petani adalah pendapatan bersih ditambah dengan upah tenaga
kerja keluarga sendiri/ nilai TKDK.
16.Pendapatan Rumah Tangga Petani adalah pendapatan yang diperoleh dari
pekerjaan pokok sebagai petani ditambah dengan pekerjaan lain di luar
3.5.2 Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira
Kabupaten Dairi.
2. Sampel dalam penelitian adalah petani padi sawah.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Luas dan Letak Geografis
Desa Sempung Polding merupakan salah satu desa dari 9 (sembilan) desa di
Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi. Semula Desa Sempung Polding
merupakan bagian dari Kecamatan Silima Pungga-pungga, tetapi dengan
terbentuknya Kecamatan Lae Parira yang berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Dairi Nomor 33 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kecamatan Lae
Parira dan Kecamatan Sitelu Tali Urang Jehe yang peresmiannya dilaksanakan
pada tanggal 13 Februari 2001, maka Desa Sempung Polding merupakan bagian
dari Kecamatan Lae Parira.
Desa Sempung Polding terdiri dari 7 (tujuh) dusun dengan luas wilayah ± 608 ha
dengan kemiringan lahan berkisar antara 0 – 25 M dan ketinggian berkisar antara
700 – 1100 mdpl (meter di atas permukaan laut). Desa ini memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Lae Simbelling
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Binanga Neur
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lumban Sihite
- Sebelah Timur berbatsan dengan Desa Buluduri.
Jangkauan jarak tempuh dari Desa Sempung Polding ke Ibukota Kecamatan
terdekat adalah 0 Km dan dusun terjauh adalah 9 Km. Lama waktu yang ditempuh
ke Ibukota Kecamatan adalah sekitar 15 menit dan lama waktu tempuh ke Ibukota
Kabupaten adalah sekitar 1 jam.
4.2 Keadaan Penduduk
Desa Sempung Polding memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.209 jiwa (511 KK)
yang terdiri dari laki-laki 1.069 jiwa dan perempuan 1.140 jiwa yang terdiri dari
berbagai suku diantaranya, suku Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, dan suku
lainnya yang senantiasa hidup rukun dan damai. Sehingga kegiatan-kegiatan yang
ada di Desa Sempung Polding masih dipengaruhi oleh adat yang berlaku.
Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Umur di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi tahun 2010
No Kelompok Umur ( Tahun)
Laki-laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1 0-9 194 211 405 18,33
2 10-19 193 209 402 18,20
3 20-29 244 262 506 22,91
4 30-39 191 207 398 18,02
5 40-49 132 141 273 12,36
6 50-59 62 60 122 5,52
7 60-75+ 53 50 103 4,66
Jumlah 1069 1140 2209 100,00
Sumber : Data Profil Desa Sempung Polding, 2011
Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di Desa Sempung
Polding berada pada kelompok umur 20-29, yakni sebanyak 506 jiwa dengan
persentase 22,91%. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada pada kelompok
umur 60-75+, yakni sebanyak 103 jiwa dengan persentase 4,66%. Dari tabel 4,
dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di Desa Sempung Polding tergolong
Mata Pencaharian ataupun jenis pekerjaan penduduk di Desa Sempung Polding
mayoritas adalah petani dan buruh tani. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi tahun 2010
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
1 Petani 841 59,99
2 Buruh Tani 341 24,33
3 PNS, TNI, POLRI 35 2,5
4 Pedagang 140 9,99
5 Supir 28 1,99
6 Montir 3 0,21
7 Wiraswasta 14 0,99
Jumlah 1402 100,00
Sumber : Data Profil Desa Sempung Polding, 2011
Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa penduduk Desa Sempung Polding Kecamatan
Lae Parira memiliki jenis pekerjaan yang beragam. Penduduk Desa Sempung
Polding memiliki mata pencaharian dominan yakni sebagai petani sebanyak 841
jiwa dengan persentase 59,99% sedangkan mata pencaharian terkecil yakni
sebagai montir sebanyak 3 jiwa dengan persentase 0,21%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa sektor usaha utama Desa Sempung Polding adalah sektor pertanian sebagai
petani, selebihnya sebagai buruh tani, dan sebagaian kecil sebagai pegawai negeri
Tabel 6.Komposisi Penduduk Menurut Tingkatan Pendidikan di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi tahun 2010
No Tingkatan Pendidikan Jumlah
(Jiw a)
Persen tase (%) 1 Usia 7 – 18 tahun yang tidak pernah sekolah 14 1,69
2 Usia 7 – 18 tahun yang sedang sekolah 57 6,9
3 Usia 18 – 56 tahun yang tidak pernah sekolah 4 0,48 4 Usia 18 – 56 tahun yang pernah SD tapi tidak tamat 25 3,03
5 Tamat SD/ Sederajat 98 11,86
6 Usia 12 – 56 tahun yang tidak tamat SLTP 49 5,93
7 Tamat SLTP/ Sederajat 189 22,88
8 Usia 18-56 tahun yang tidak tamat SLTA 98 11,86
9 Tamat SLTA/ Sederajat 250 30,27
10 Tamat D-1 dan D-2/ Sederajat 14 1,69
11 Tamat D-3/ Sederajat 11 1,33
12 Tamat S-1/ Sederajat 17 2,06
13 Tamat S-2/ Sederajat - -
14 Tamat S-3/ Sederajat - -
Jumlah 826 100,00
Sumber : Data Profil Desa Sempung Polding, 2011
Dari Tabel 6 diatas dapt diketahui bahwa penduduk Desa Sempung Polding yang
paling dominan adalah penduduk yang tamat SLTA/ Sederajat yakni sebanyak
250 jiw (30,27 %). Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah penduduk dengan
usia 18 – 56 tahun yang tidak pernah sekolah yakni sebanyak 4 jiwa (0,48 %). Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Sempung Polding
cukup baik.
4.3 Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat karena mempengaruhi perkembangan dan kemajuan
masyarakat.Perkembangan suatu daerah sangat membutuhkan suatu alat yang
tersebut. Semakin baik sarana dan prasarana, maka akan mempercepat laju
pembangunan suatu daerah. Sarana dan Prasarana di Desa Sempung Polding
Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi Tahun 2010
No Fasilitas Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Peribadatan Mesjid 3
Gereja 6
2 Pendidikan SD 3
3 Kesehatan Pustu 1
Polindes 1
Posyandu 5
4 Angkutan Mobil Penumpang 4
Mobil Pribadi 1
Dum Truk 6
Sepeda Motor 64
5 Transportasi Jalan Aspal 14,6
Jalan Diperkeras 7,95
Jalan Tanah 3,5
6 Sosial Ekonomi Pertanian
Kilang Padi 3
Kelompok Tani 15
Warung Kelontong 29
Pasar 1
7 Lembaga Desa Organisasi Pemuda 1
PKK 1
LPM 1
LKD 23
Kelompok Tani 15
Sumber : Data Profil Desa Sempung Polding, 2011
Tabel 7 di atas menunjukkan ketersediaan sarana dasn prasarana di Desa Sempung
Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi kurang baik karena sarana
pendidikan yang ada hanya SD (Sekolah Dasar) sedangkan sarana pendidikan
SLTP dan SMA berada di luar Desa Sempung Polding, begitu juga dengan pasar
yang dimiliki Desa Sempung Polding hanya 1 (satu) sehingga apabila bahan
pangan tidak tersedia di pasar, penduduk seringkali pergi ke kota Sidikalang untuk
4.4 Karakteristik Petani Sampel
Ada beberapa karakteristik rumah tangga petani sampel yang perlu diperhatikan
dalam penelitian ini.Karakteristik rumah tangga petani dapat dilihat dari umur,
pendidikan, jumlah tanggungan, dan pendapatan rumah tangga.
1) Umur
Umur adalah usia petani yang dihitung dari tanggal lahirnya sampai saat
dilakukan penelitian yang dinyatakan dalam tahun. Biasanya semakin tuan petani,
maka kemampuannya cenderung semakin menurun sehingga petani biasanya akan
menggunakan tenaga kerja luar untuk bekerja atau mengusahakan usahatani
padinya. Berdasarkan kriteria umur petani padi sawah dibagi menjadi tiga
kelompok angkatan kerja yaitu kelompok umur 0 sampai 30 tahun, kemudian dari
umur 31 sampai 60 tahun, dan dari 61 tahun sampai 90 tahun. Penggolongan umur
petani padi sawah dari masing-masing kelompok umur dapat dilihat dari Tabel 8
berikut.
Tabel 8. Penggolongan Umur Petani Padi Sawah di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi
No. Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 0 – 30 1 2,44
2 31 – 60 38 92,68
3 61 – 90 2 4,88
Jumlah 41 100
Pada Tabel 8 dapat diketahui umur petani padi sawah yang paling dominan
berusahatani adalah umur 31 – 60 tahun sebanyak 38 orang (92,68 %) berada pada
kegiatan usahatani. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8 dimana terdapat 2 orang
petani sampel atau sebesar 4,88 % yang tergolong bukan usia produktif tetapi
masih mampu melakukan kegiatan usahatani.
2) Pendidikan
Kebanyakan orang berpendapat bahwa tingkat pendidikan biasanya akan
mempengaruhi sistem pengelolaan dan cara berpikir seseorang, akan tetapi
pendidikan rendah belum tentu mempengaruhi kinerja petani dalam berusaha
bahkan kebanyakan diketahui petani rata-rata memiliki pendidikan yang tidak
tinggi mampu berusahatani dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Ibu Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi
No. Tingkat
Pendidikan (Tahun)
Kepala Keluarga
Persentase
(%)
Ibu Rumah Tangga
Persentase
(%)
1 1 – 6 13 31,7 18 43,91
2 7 – 9 13 31,7 14 34,14
3 10 – 12 15 36,6 9 21,95
Jumlah 41 100 41 100
Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1
Dari Tabel 9 di atas dapat diketahui tingkat pendidikan kepala keluarga yang
terbanyak di Desa Sempung Polding adalah berpendidikan 10-12 tahun (SMA)
yakni sebanyak 15 kepala keluarga dengan persentase 36,6 % sedangkan yang
terkecil adalah berpendidikan 1-6 tahun (SD) dan 6-9 tahun (SLTP) dengan
persentase masing-masing 31,7%. Untuk tingkat pendidikan ibu rumah tangga
dengan persentase 43,91%, sedangkan yang terkecil adalah berpendidikan 10-12
tahun (SMA) dengan persentase 21,95%. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan
kepala keluarga tinggi dan tingkat pendidikan ibu tergolong rendah.
3) Jumlah Tanggungan
Anak dari petani sampel merupakan jumlah tanggungan yang harus dibiayai oleh
petani sebagai kepala keluarga apabila anak tersebut tinggal bersama keluarganya.
Dimana jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi kehidupan ekonomi
rumah tangga petani padi sawah dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Tabel 10.Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Petani Padi Sampel di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi
No. Jumlah Tanggungan (Jiwa)
Jumlah Rumah Tangga
Persentase (%)
1 0-2 5 12,20
2 3-5 32 78,04
3 >5 4 9,76
Jumlah 41 100
Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1
Dari tabel 10 di atas diketahui bahwa jumlah tanggungan rumah tangga petani
padi sampel dengan jumlah terbanyak (3-5 jiwa) di Desa Sempung Polding adalah
32 rumah tangga (78,04%). Sedangkan yang terkecil (>5 jiwa) berjumlah 4 rumah
tangga (9,76%). Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga di Desa Sempung
Polding termasuk rumah tangga yang sedang karena rata-rata jumlah tanggungan
rumah tangga yakni 3-5 jiwa.
Pendapatan rumah tangga diperoleh dari total pendapatan mulai dari pendapatan
usahatani, pendapatan petani dan juga pendapatan anggota keluarga.
Tabel 11. Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi
No
Pendapatan Rumah Tangga ( Rp/bulan)
Jumlah Rumah Tangga (Jiwa)
Persentase (%)
1 5.000.000 – 20.000.000 12 29,27
2 20.000.001 – 35.000.000 22 53,66
3 35.000.001 –50.000.000 7 17,07
Jumlah 41 100
Sumber : Data Diolah dari Lampiran 11
Dari Tabel 11 diatas dapat diketahui bahwa pendapatan rumah tangga yang
terbanyak di Desa Sempung Polding adalah pendapatan berkisar antara
Rp 20.0000.001 – Rp 35.000.000 per musimnya (per enam bulan), yakni sebanyak
22 rumah tangga (53,66%). Sedangkan pendapatan yang terkecil berkisar antara
Rp 35.000.001 – Rp 50.000.000 dengan persentase 17,07% sebanyak 11 rumah
tangga. Dengan demikian, pendapatan rumah tangga petani padi sawah di Desa
Sempung Polding tergolong rumah tangga yang memiliki pendapatan sedang.