METIL ESTER GONDORUKEM
SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NABATI
MULYANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Metil Ester Gondorukem sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kep ada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2008
Mulyaningrum
ABSTRACT
MULYANINGRUM. Methyl Ester of Pine Rosin as a Biofuel Candidate.
Under direction of KURNIA SOFYAN, and SUMINAR S. ACHMADI.
The objective of this research is to produce ester of rosin distillate using methanol and H2SO4 (pa) as a catalyst. The result showed an optim um yield of
methyl ester was 88.5% at an operating condition of 1.2 mL catalyst in 1.5 hours. The infrared spectra showed that carboxyl groups was replaced by C=O ester group, proofing that the rosin distillate was esterified. Furthermore, the gas chromatography-mass spectrometer spectra showed that the resin acids consists of ester derivates of abietic acid, sandaracopimaric acid, dehidroabietic acid, isopimaric acid, palustric acid. Based on SNI 04 -7182-2006, the kinematic viscosity at 40ºC (4.2 mm2/s), cloud point (-18ºC), total sulfur (67 ppm), acid number (0.1 mg-KOH/g), iodine number (12.8%), and total alkyl ester (99.8%), the methyl ester of pine rosin would be feasible to be used as a biodiesel material. The flash point was considered too low for biodiesel, but would be suitable f or biogasoline.
ABSTRAK
MULYANINGRUM. Metil Ester Gondorukem s ebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, dan SUMINAR S. ACHMADI.
Dalam penelitian ini distilat gondorukem diesterifikasi dengan cara dilarutkan dalam metanol dengan menggunakan H2SO4 (pa) sebagai katalis.
Hasilnya menunjukkan bahwa rendemen metil ester gondorukem optimum adalah pada 1.5 jam dengan jumlah katalis sebesar 1.2 mL adalah s ebesar 88.5%. Spektrum inframerah menunjukkan bahwa gugus hidroksil telah berubah menjadi gugus karbonil dan ini menunjukkan bahwa distilat gondorukem telah teresterifikasi. Selanjutnya kromatogram kromatografi gas -spektrometer massa menunjukkan bahwa asam -asam resin yang terdapat dalam gondorukem telah berubah menjadi turunan ester dari asam abietat, asam sandarakopimarat, asam dehidroabietat, asam isopimarat, dan asam palustrat. Berdasarkan SNI 04 -7182-2006 sebagian besar metil ester gondorukem telah meme nuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel, seperti parameter viskositas kinematik pada suhu 40ºC (4.2 mm2/s), titik kabut (-18ºC), total sulfur (67 ppm), bilangan asam (0.1 mg-KOH/g), bilangan iodin (12. 8%), dan kadar metil ester (99.8%). Khusus untuk titik nyala yang lebih rendah dari standar biodiesel, metil ester dianggap lebih cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar biogasolin.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
METIL ESTER GONDORUKEM
SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NABATI
MULYANINGRUM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Proposal : Metil Ester Gondorukem sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati
Nama : Mulyaningrum NIM : E051050101
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Prof. Dr. Suminar S. Achmadi
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodisaputro, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia -Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan Maret 2008 yang bertempat di Laboratorium Kimia Organik IPB Bogor dan di Laboratorium Terakreditasi Pusat Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas (PPTMGB Lemigas) Jakarta. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah bahan bakar nabati, dengan judul Metil Ester Gondorukem sebaga i Kandidat Bahan Bakar Nabati.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Ibu Prof. Dr. Suminar S. Achmadi selaku pembimbing. Terima kasih disampaikan pula kepada seluruh keluarga besar Laboratorium Kimia Organik IPB Bogor, Laboratorium Terakreditasi PPTMGB Lemigas Jakarta, dan PT PGT Sindang Wangi Kabupaten Bandung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 14 Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 13 Oktob er 1974 sebagai putri kedua dari ayahanda H. Tatang Karyadhara BSc dan ibunda Hj. Etti Suhaeti. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung, lulus pada tahun 1998. Melalui Beasiswa pendidikan pascasarjana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , penulis berkesempatan melanjutkan studi ke program magister pada program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan tahun 2005.
METIL ESTER GONDORUKEM
SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NABATI
MULYANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Metil Ester Gondorukem sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kep ada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2008
Mulyaningrum
ABSTRACT
MULYANINGRUM. Methyl Ester of Pine Rosin as a Biofuel Candidate.
Under direction of KURNIA SOFYAN, and SUMINAR S. ACHMADI.
The objective of this research is to produce ester of rosin distillate using methanol and H2SO4 (pa) as a catalyst. The result showed an optim um yield of
methyl ester was 88.5% at an operating condition of 1.2 mL catalyst in 1.5 hours. The infrared spectra showed that carboxyl groups was replaced by C=O ester group, proofing that the rosin distillate was esterified. Furthermore, the gas chromatography-mass spectrometer spectra showed that the resin acids consists of ester derivates of abietic acid, sandaracopimaric acid, dehidroabietic acid, isopimaric acid, palustric acid. Based on SNI 04 -7182-2006, the kinematic viscosity at 40ºC (4.2 mm2/s), cloud point (-18ºC), total sulfur (67 ppm), acid number (0.1 mg-KOH/g), iodine number (12.8%), and total alkyl ester (99.8%), the methyl ester of pine rosin would be feasible to be used as a biodiesel material. The flash point was considered too low for biodiesel, but would be suitable f or biogasoline.
ABSTRAK
MULYANINGRUM. Metil Ester Gondorukem s ebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, dan SUMINAR S. ACHMADI.
Dalam penelitian ini distilat gondorukem diesterifikasi dengan cara dilarutkan dalam metanol dengan menggunakan H2SO4 (pa) sebagai katalis.
Hasilnya menunjukkan bahwa rendemen metil ester gondorukem optimum adalah pada 1.5 jam dengan jumlah katalis sebesar 1.2 mL adalah s ebesar 88.5%. Spektrum inframerah menunjukkan bahwa gugus hidroksil telah berubah menjadi gugus karbonil dan ini menunjukkan bahwa distilat gondorukem telah teresterifikasi. Selanjutnya kromatogram kromatografi gas -spektrometer massa menunjukkan bahwa asam -asam resin yang terdapat dalam gondorukem telah berubah menjadi turunan ester dari asam abietat, asam sandarakopimarat, asam dehidroabietat, asam isopimarat, dan asam palustrat. Berdasarkan SNI 04 -7182-2006 sebagian besar metil ester gondorukem telah meme nuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel, seperti parameter viskositas kinematik pada suhu 40ºC (4.2 mm2/s), titik kabut (-18ºC), total sulfur (67 ppm), bilangan asam (0.1 mg-KOH/g), bilangan iodin (12. 8%), dan kadar metil ester (99.8%). Khusus untuk titik nyala yang lebih rendah dari standar biodiesel, metil ester dianggap lebih cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar biogasolin.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
METIL ESTER GONDORUKEM
SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NABATI
MULYANINGRUM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Proposal : Metil Ester Gondorukem sebagai Kandidat Bahan Bakar Nabati
Nama : Mulyaningrum NIM : E051050101
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Prof. Dr. Suminar S. Achmadi
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodisaputro, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia -Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan Maret 2008 yang bertempat di Laboratorium Kimia Organik IPB Bogor dan di Laboratorium Terakreditasi Pusat Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas (PPTMGB Lemigas) Jakarta. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah bahan bakar nabati, dengan judul Metil Ester Gondorukem sebaga i Kandidat Bahan Bakar Nabati.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Ibu Prof. Dr. Suminar S. Achmadi selaku pembimbing. Terima kasih disampaikan pula kepada seluruh keluarga besar Laboratorium Kimia Organik IPB Bogor, Laboratorium Terakreditasi PPTMGB Lemigas Jakarta, dan PT PGT Sindang Wangi Kabupaten Bandung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 14 Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 13 Oktob er 1974 sebagai putri kedua dari ayahanda H. Tatang Karyadhara BSc dan ibunda Hj. Etti Suhaeti. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung, lulus pada tahun 1998. Melalui Beasiswa pendidikan pascasarjana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , penulis berkesempatan melanjutkan studi ke program magister pada program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan tahun 2005.
x
Tujuan Penelitian ... ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Getah Pinus ... ... 3
Esterifikasi... ... 5
Pemanfaatan Metil Ester sebagai Bahan Bakar Nabati ... 5
METODE Bahan dan Alat ... ... 8
Esterifikasi Gondorukem ... 8
Perhitungan Rendemen Metil Ester Gondorukem ... 10
Analisis FTIR ... 10
Analisis GC-MS ... 10
Pencirian Metil Ester Gondorukem ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Distilat ... 14
Rendemen Metil Ester Gondorukem ... 14
Tafsiran Spektrum FTIR ... ... 15
Tafsiran Kromatogram GC-MS... 16
Ciri Metil Ester Gondorukem ... 19
Potensi Metil Ester Gondorukem ... 22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 23
Saran ... 23
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi asam resin dari beberapa negara penghasil gondoru kem (%) 4
2 Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia (%) ... 5
3 Rendemen metil ester gondorukem (%) ... 14
4 Syarat mutu biodiesel alkil ester ... 19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rumus bangun asam-asam resin... 4
2 Reaksi esterifikasi Fischer ... .. 5
3 Reaksi esterifikasi diwakili oleh asam abietat ... 8
4 Diagram alir proses produksi metil ester gondorukem ... 9
5 Neraca massa pembuatan metil ester gondorukem ... 15
6 Perubahan spektrum inframerah: (a) sebelum proses esterifikasi dan
(b) sesudah proses esterifikasi ... 16
7 Perubahan kromatogram kromatografi gas: (a) sebelum proses
esterifikasi dan (b) sesudah proses esterifikasi ... 17
8 Bobot molekul dominan yang teridentifikasi GC-MS: (a) m/e 316 dan
m/e 314 (b) ... 18
xii
Halaman
1 Spektrum Inframerah Gondorukem ... ...
2 Spektrum Inframerah Metil Ester Gondorukem ...
3 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Gondorukem ..
4 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Metil Ester Gondorukem ... ...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Spektrum Inframerah Gondorukem ... ...
2 Spektrum Inframerah Metil Ester Gondorukem ...
3 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Gondorukem ..
4 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Metil Ester Gondorukem
Lampiran 1 Spektrum Inframerah Gondorukem
Lampiran 2 Spektrum Inframerah Metil Ester Gondorukem
Lampiran 3 Kromatogram Kromatografi Gas -Spektrometer Massa Gondorukem
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pinus merkusii (pinus) merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah
lama digunakan dalam kegiatan reboisasi di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri pulp kertas. Hutan pinus Indonesia luasnya sekitar 5 juta
hektar terdiri dari hutan alam yang tersebar mulai dari Aceh, Sumatera Utara, dan
Kerinci, sedangkan hutan tanaman tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, dan
Sumatera Barat. Jenis ini termasuk penghasil cairan oleoresin (getah pinus)
terbesar dibandingkan dengan j enis pohon lainnya. Apabila diperkirakan luas
areal siap sadap setengah dari potensi hutannya, potensi getah pinus di Indonesia
dapat diprediksi sekitar 500 ribu ton/tahun (Wiyono 2006 ).
Melalui proses penyulingan dari getah pinus diperoleh gondorukem.
Gondorukem bersifat resin padat, merupakan produk utama yang diperoleh dari
penyulingan getah pinus, berupa campuran yang kompleks terdiri atas 90% asam
resin dan 10% senyawa non -asam resin. Senyawa non-asam resin merupakan ester
asam lemak dan ester asam res in. Molekul asam resin memiliki ikatan rangkap
dan gugus karboksilat, sehingga dapat dimodifikasi strukturnya untuk dijadikan
turunan lain seperti gondorukem ester, gondorukem fortifikasi, gondorukem
terpolimerisasi, dan gondorukem terhidrogenasi (Kirk & O thmer 1968). Produk
tersebut telah dimanfaatkan secara komersi al sebagai pengemulsi, perekat,
pelembut, pelapis, pelengket (tackifier),dan bahan kimia lainnya.
Selain melalui penyulingan, gondorukem dapat diperoleh dari hasil
samping industri kertas berb ahan baku pinus yang disebut tall oil. Berdasarkan
total bahan organik, tall oil terdiri atas 5-15% bahan volatil, 25-35% asam lemak,
25-35% asam resin, 5-15% residu tall oil, 15-25% komponen mengandung bobot
molekul tinggi (Lee et al. 2006) sehingga cukup berpotensi sebagai bahan baku
pada bahan bakar nabati (Lee et al. 2006). Coll et al. (2001) telah mengonversi
asam resin dari tall oil dengan cara menghilangkan asam karboksilat dan ikatan
hidrogen melalui proses hydrotreatment menjadi minyak diesel. Asa m lemak
sangat mempengaruhi sifat -sifat bahan bakar nabati, seperti bilangan setana, titik
2
(2007), telah diesterifikasi asam lemak yang terkandung dalam tall oil
menghasilkan metil ester yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampur
minyak solar.
Gondorukem mengandung asam -asam resin dengan kandungan tertinggi
berupa tipe abietat sebesar 63.4 -70.3% (Moyers 1989; Wiyono et al. 2006).
Pembentukan metil ester pada gondorukem dapat terjadi melalui proses
esterifikasi.
Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini distilat gondorukem hasil penyulingan gondorukem
diesterifikasi untuk menghasilkan metil ester. M etil ester gondorukem tersebut
dihitung rendemennya, diidentifikasi gugus fu ngsi senyawanya dengan
spektrofotometer inframerah fourier transformasi (FTIR), dan kromatografi gas
-spektrometer massa (GC-MS), serta dilakukan pengujian sifatnya berdasarkan
3
TINJAUAN PUSTAKA
Getah Pinus
Getah pinus (collophony) merupakan substansi yang transparan, kental,
dan memiliki daya rekat. Getah yang dihasilkan Pinus merkusii digolongkan
sebagai oleoresin. Oleoresin merupakan cairan asam -asam resin dalam terpentin
yang menetes ke luar apabila saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis daun
jarum tersayat atau pecah. Penamaan oleoresin ini dipakai untuk membedakan
dari getah (natural resin) yang muncul pada kulit atau dalam rongga -rongga
jaringan kayu dari berbagai genus anggota Dipterocarpaceae atau Leguminosae
dan Caesalpiniaceae.
Getah pinus bersifat hidrofobik, larut dalam pelarut netral atau pelarut
organik nonpolar seperti etil eter, heksana, dan pelarut minyak lainnya (Kirk &
Othmer 1968). Jenis getah ini terutama mengandung senyawa -senyawa terpenoid,
hidrokarbon, dan senyawa netral.
Melalui proses penyulingan dari getah pinus akan diperoleh gondorukem
yang dapat dimanfaatkan sebagai pengemulsi, industri tinta cetak, pelapis, industri
perekat, dan farmasi. Gondorukem merupakan produk utama yang diperoleh dari
penyulingan getah pinus berupa campuran yang kompleks terdiri atas 90% asam
resin dengan kerangka diterpena dan 10% senyawa non -asam. Senyawa non-asam
resin merupakan ester asam lemak dan est er asam resin.
Senyawa asam resin secara garis besar dikelompokkan ke dala m dua tipe,
yaitu tipe abietat terdiri atas asam abietat, asam levopimarat, asam palustrat, asam
neoabietat, asam dehidro abietat, asam tetrahidroabietat , dan tipe pimarat terdiri
atas asam pimarat, asam isopimarat (Kirk & Othmer 1968). Pada P. merkusii
adanya kekhasan yang tidak dimiliki jenis pinus lain , yaitu terdapat senyawa asam
resin berbasa dua yang dikenal dengan asam merkusat (Wenxiu 1988). Berikut ini
merupakan rumus bangun asam-asam resin padaP. merkusii yang disajikan pada
4
COOH COOH COOH
Asam Abietat Asam Levopimarat Asam Neoabietat
Asam Dehidroabietat
Asam Dekstropimarat Asam Isodekstropimarat Asam Merkusat
COOH
Gambar 1 Rumus bangun asam-asam resin
Kandungan asam resin pada gondorukem berbed a berdasarkan letak
geografi maupun jenisnya (T abel 1).
Tabel 1 Komposisi asam resin dari beberapa negara penghasil gondorukem (%)
Jenis Asam Resin Indonesia Cina Meksiko Portugal Brazil As. Pimarat 0.2 8.3 5.4 8.6 4.0 As. Sandarakopimarat 7.8 2.3 1.3 1.9 2.0 As. Palustrat 18.5 13.1 23.4 21.5 12.3 As. Isopimarat 16.0 1.5 12.4 4.5 15.9 As. Abietat 28.9 48.4 12.8 26.3 36.1 As. Dehidroabietat 3.6 4.5 5.4 5.9 3.1 As. Neoabietat 6.0 12.4 10.3 18.1 12.8 As. Dihidroabietat 0.0 0.8 0.6 0.0 0.4 As. Merkusat 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0
5
Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia cukup beragam (Tabel 2).
Tabel 2 Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di I ndonesia (%)
Jenis Asam Resin Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Utara
As. Pimarat - -
-As. Sandarakopimarat 12.2 11.7 11.0 As. Isopimarat 17.9 17.6 18.8 As. Palustrat 9.7 17.2 12.7 As. Dehidroabietat 27.7 15.6 11.6 As. Abietat 17.0 24.0 33.8 As. Neoabietat 1.3 1.5 2.5 As. Merkusat 14.2 12.3 9.7
Sumber: Wiyonoet al. (2006)
Molekul asam resin memiliki ikata n rangkap dan gugus karboksilat
sehingga memungkinkan memodifikasi strukturnya untuk dijadikan turunan lain.
Esterifikasi
Esterifikasi merupakan suatu reaksi pembentukan ester dengan cara
memanaskan sebuah asam karbo ksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis
asam. Reaksi esterifikasi disajikan pada Gambar 2.
R C O O
H + R' OH R C O
O
R' + H2O
Gambar 2 Reaksi esterifikasi Fischer
Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol,
seperti pada esterifikasi Fischer, lebih disukai daripada asilasi dengan asam
anhidrida atau asil klorida. Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstanta
keseimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan menambahkan
banyak asam karboksilat atau pemisahan air yang menjadi hasil reaksi. Pemisahan
air dilakukan melalui distilasi Dean-Stark atau penggunaan penyaring molekul.
Pemanfaatan Metil Ester sebagai Bahan Bakar Nabati
Sejak tahun 1998 Amerika Serikat telah menggunakan minyak nabati
sebagai bahan bakar penggerak mesin diesel (biodiesel). Produksi biodiesel di
Amerika mulai sebesar 1 juta galon biodiesel pada tahun 1999 hingga lebih dari
6
nasional penggunaan biodiesel di Amerika masih jauh lebih kecil dari dari
konsumsi minyak diesel berbahan fosil.
Di Indonesia pemanfaatan nabati sebagai energi alternatif dimulai sejak
2005. Pola konsumsi biosolar di Indonesia belum terlihat jelas, hanya ada catatan
konsumsi biodiesel B5 (campur an 95% minyak solar dengan 5% metil ester)
pernah mencapai sekitar 600 kiloliter per hari di Jakarta dan sampai tahun 2010
diperkirakan kebutuhan biosolar di Jawa-Bali sekitar 15.6 juta kiloliter.
Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai alkil ester yang umumnya
diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati ataupun lemak hewan.
Alkil ester memiliki sifat fisiko kimia yang mirip dengan minyak solar. Perbedaan
alkil ester dengan bahan bakar fosil adalah alkil ester merupakan bahan bakar
yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen a
karsinogenik, dapat didaur ulan g dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah
kaca, tidak toksik dan dapat didegradasi , sedangkan bahan bakar fosil sebaliknya .
Sehingga alkil ester dapat digunakan langsung maupun dicampur dengan minyak
solar untuk bahan bakar transportasi (Peeples 1998).
Pembentukan alkil ester dapat diperoleh melalui reaksi alkoholisis dan
esterifikasi. Reaksi alkoholisis atau lebih dikenal dengan reaksi transesterifikasi
umumnya dilakukan pada bahan yang mengandung trigliserida (minyak nabati),
sedangkan reaksi esterifikasi umumnya dilakukan pada bahan yang mengandung
asam lemak bebas atau asam resin (senyawa karboksilat).
Dalam suatu reaksi transesterifikasi, satu mol trigliserida bereaksi dengan
tiga mol alkohol untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester.
Proses tersebut merupakan rangkaian dari reaksi bolak balik yang di dalamnya
molekul trigliserida diubah tahap demi tahap menjadi digliserida, monogliserida
dan gliserol. Dalam tiap tahap satu mol alkohol dikonsumsi dan satu mol ester
7
Adapun reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan alkil ester disajikan
8
METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah gondorukem produksi PT
PGT Sindang Wangi Jawa Barat. Metanol, dan H2SO4 digunakan sebagai bahan
-bahan pada proses esterifikasi, NaHCO3 sebagai bahan pada proses netralisasi,
dan bahan-bahan kimia untuk pengujian sifat metil ester gondorukem.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah radas refluks
Dean Stark, FTIR, GC-MS, dan alat pengujian sifat metil ester gondorukem.
Esterifikasi Gondorukem
Metode esterifikasi gondorukem mengacu pada penelitian Altiparmak et
al.(2007) yang dimodifikasi. Gondorukem mengandung asam -asam resin dengan
kandungan tertinggi berupa tipe abietat sebesar 63.4 -70.3% (Moyers 1989;
Wiyono et al. 2006). Pembentukan metil ester pada gondorukem dapat terjadi
melalui proses esterifikasi yang diilustrasikan dengan asam abietat yang
ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Reaksi esterifikasi diwakili oleh asam abietat
Persiapan bahan baku diawali dengan melakukan distilasi pada gondorukem
sebanyak 200 g sampai suhu mencapai 32 0ºC. Cairan berwarna kuning hasil
distilasi gondorukem merupakan bahan yang akan digun akan dalam proses
9
Dalam penelitian ini distilat gondorukem tersebut sebanyak 20 g direaksikan
dalam metanol sebanyak 60 g dan H2SO4 sebagai katalis (1.2, 1.8, 2. 4 mL).
Dengan radas refluks Dean Stark proses esterifikasi dilakukan pada suhu didih
refluks yang diaduk denga n pengaduk magnetik dalam tiga waktu reaksi (1, 1.5, 2
jam).
Proses esterifikasi menghasilkan campuran metil ester. Campuran metil ester
tersebut dinetralkan dengan larutan NaHCO3 20%. Selanjutnya produk dicuci
dengan air berulang kali sampai air cucian te rlihat bening. Melalui separator air
cucian dipisahkan dan metil ester ditampung dalam gelas piala. Na2SO4 anhidrat
dimasukkan untuk mengikat air yang tersisa pada campuran metil ester. Setelah
Na2SO4 anhidrat tampak jenuh, larutan tersebut didekantasi unt uk mendapatkan
metil ester kasar. Berikut ini adalah diagram proses produksi metil ester
gondorukem yang disajikan pada Gambar 4.
Distilat Gondorukem
Rendemen Analisis FTIR Analisis GC-MS Pengujian sifat metil ester Metanol 60 g
H2SO4 (1.2, 1.8, 2.4 mL)
Waktu reaksi (1, 1.5, 2 jam)
Larutan NaHCO3 20%
Air
Na2SO4 anhidrat Air dalam Na2SO4
Metanol, pengotor, katalis Metil ester kasar
Metil ester gondorukem
10
Perhitungan Rendemen Metil Ester Gondorukem
Rendemen metil ester merupakan nisbah produk metil ester (g) terhadap
metil ester teoretis (g), dinyatakan dalam persen.
Analisis FTIR
Menurut Oliveira et al. (2006), metil ester hasil esterifikasi dapat
diidentifikasi menggunakan FTIR. Analisis gugus fungsi pada spektrum FTIR
didasarkan pada kecocokan d engan peta korelasi, khususn ya hilangnya pita
serapan gugus OH dan semakin kuatnya pita serapan gugus C=O.
Pengukuran spektrum dilakukan terhadap sampel yang dicampur d engan
KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat dengan menggunakan hand press
Shimadzu dengan tekanan kerja sebesar 8 ton selama 10 menit. Pengukuran
spektrum FTIR dilakukan dengan menggunakan spektro fotometer FTIR Tensor
37 (Bruker Spectrospin) yang dilengkapi dengan detektor DTGS. Personal
komputer yang dilengkapi dengan software OPUS versi 4,2 digunakan untuk
mengontrol kerja spektro fotometer dalam menghasilkan spektrum pada range
400-4000 cm-1. Spektrum dihasilkan dengan kecepatan 30 detik dengan resolusi 4 cm-1.
Analisis GC-MS
Analisis komponen kimia distilat gondorukem dan yang telah
teresterifikasi dilakukan dengan Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph
dan 5973 Mass Selective Detector dengan sistem pengolahan data Chemstation,
yang dilengkapi dengan kolom kapiler HP Ultra 2 (17 m x 0.25 mm i.d. dan
ketebalan film 0.25 µm). Kondisi suhu kolom mula -mula 65ºC, dinaikkan
sampai mencapai suhu 150ºC dengan laju 3ºC/menit, dinaikkan kembali sampai
mencapai suhu 250ºC dengan laju 15ºC/menit. Gas pembawa yang digunakan
adalah helium dengan laju alir 0.6 µL/menit dan nisbah pemisahan 10:1. Injektor
11
Pencirian Metil Ester Gondorukem
Pencirian metil ester gondorukem berdasarkan SNI 04-7182-2006 dengan
pengujian pada parameter densitas, viskositas, titik nyala, titik kabut, kadar
belerang, bilangan asam, ka dar metil ester, dan bilangan iodin.
Densitas
Pengukuran densitas menggunakan alat silinder hidrometer. Hidrometer
dimasukkan ke dalam silinder hidrometer yang telah diisi metil ester gondorukem.
Silinder hidrometer dimasukkan ke dalam penangas air yang telah dikondisikan
pada suhu 40ºC, dan dibiarkan beberapa saat sampai terjadi perpindahan panas
dalam metil ester gondorukem hingga mencapai kesetimbangan dan stabil.
Kemudian densitas pada hidrometer dibaca pada suhu 40ºC (g/cm3).
Viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat viskometer O stwald. Viskometer
yang telah dibersihkan dengan aseton dimasukkan ke dalam penangas air yang
telah dikondisikan pada suhu 40ºC hingga mencapai kesetimbangan dan stabil.
Metil ester gondorukem yang suhunya telah disetim bangkan dimasukkan ke
dalam viskometer. Pengukuran waktu menggunakan stopwacth dimulai dari garis
merah batas atas dan dihentikan pada garis merah batas bawah (mm2/s).
Titik nyala
Titik nyala dilakukan dengan metode mangku k tertutup Pensky-Martens.
Metil ester gondorukem dimasukkan ke dalam mangkuk uji sesuai dengan
kapasitas volume. Suhu mangkuk uji dan sampel sekurang-kurangnya 18ºC atau
32ºC di bawah titik nyala yang diharapkan. Test flame dinyalakan dan diatur
diameternya dari 3.2 mm sampai 4.8 mm (0 .126 inch sampai 0.109 inch) atau
elektrik igniternya diputar atau diatur intensitasnya sesuai dengan prosedur.
Pemanas ditempatkan pada suhu rata-rata seperti yang ditunjukkan oleh alat
12
Titik kabut
Pada pengujian titik kabut sampel dipastikan tidak mengandung air. Air
dikeluarkan dari sampel dengan filtrasi kertas saring sampai minyak benar -benar
bersih. Suhu sampel dinaikkan setidaknya 14ºC di atas titik kabut sampel yang
diperkirakan. Sampel diding inkan pada kecepatan tertentu dan secara berkala
diuji. Titik kabut diukur pada saat kabut pertama kali muncul pada dasar cawan
uji (ºC).
Bilangan Asam
Bilangan asam ditetapkan dengan menimbang ±2.5 g sampel ke dalam
erlenmeyer 250 mL. Pada erlenmeyer ya ng terpisah 25 mL etanol dinetralkan
dengan cara mendididhkan selama 15 menit, lalu ditambahkan 2 mL indikator pp,
dan dalam keadaan pana s dititar dengan larutan NaOH 0. 01 N sampai warna
kemerah-merahan. Etanol netral tersebut dicampurkan pada sampel samb il
dikocok dan dididihkan. Dalam keadaan panas, campura n dititar dengan larutan
NaOH 0.01 N sampai warna kemerah -merahan tetap sekurang-kurangnya 10
menit. Berikut ini adalah rumus penetapan bilangan asam:
(g)
Penetapan bilangan penyabunan dilakukan dengan cara menimbang ±2 g
sampel ke dalam erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan 25 mL larutan KOH
dalam alkohol 0.5 N dan batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin
tegak dan didihkan selama 1 jam sambil sesekali digoyang. Setelah itu erlenmeyer
diangkat, dtambahkan 1 mL indika tor fenolftalein dan dititar dengan HCl 0. 5 N.
Berikut ini adalah rumus penetapan bilangan asam:
13
Kadar Alkil Ester
Kadar alkil ester merupakan selisih antara bil angan penyabunan terhadap
bilangan asam yang dinyatakan dalam persen dengan rumus berikut.
penyabunan
Penetapan bilangan iodin dilakukan dengan menimbang ±0.5 g sampel ke
dalam erlenmeyer 250 mL. Sebanyak 10 mL kloroform dan 2 5 mL larutan Hanus
(IBr) ditambahkan ke dalamnya dan dibiarkan selama 60 menit dalam ruang
gelap. Setelah itu, ditambahkan 20 mL larutan KI 10%, dan erlenmeyer segera
ditutup. Larutan dikocok sebentar lalu dititar dengan larutan Na2S2O3 0.1 N.
Setelah titrat berwarna kuning muda, tambahkan 5 tetes indikator amilum 1% dan
dititrasi kembali sampai warna biru tepat hilang. Berikut ini adalah rumus
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Distilat
Distilat gondorukem dari distilasi gondorukem sebesar 200 g diperoleh
rata-rata sebesar 20 g sehingga rendemen yang dihasilkan sebesar ± 10%. Tahap
ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh rendemen yang lebih
tinggi.
Rendemen Metil Ester Go ndorukem
Tabel 3 menyajikan rerata rendemen metil ester gondorukem yang
diperoleh dari waktu reaksi 1, 1.5, dan 2 jam dengan jumlah katalis sebesar 1.2,
1.8, dan 2.4 mL adalah sekitar 77.6 -88.6%.
Tabel 3 Rerata rendemen metil ester gondorukem (%)
Waktu reaksi (Jam) Jumlah Katalis (mL) Rerata Rendemen (%)*
1.2 83.6
menghasilkan rendemen sebesar 88.4%. Berdasarkan stoikiometri 20 g
gondorukem akan bereaksi dengan 1.12 g metanol untuk menghasilkan metil ester
gondorukem. Metanol ditambahkan berlebih , yaitu sebesar 60 g dengan tujuan
agar reaksi berjalan semakin ke kanan sehin gga reaksi esterifikasi berjalan
sempurna. Sebanyak 5.88 g metanol sisa esterifikasi berpeluang untuk
15
Berikut ini adalah neraca massa pembuatan metil metil ester gondorukem
disajikan pada Gambar 5.
Tafsiran Spektrum FTIR
Metil ester gondorukem dian alisis dengan inframerah bertujuan untuk
melihat perubahan spektrum sebelum dan sesudah proses esterifikasi. Pencirian
dilakukan pada pengukuran rentang bilangan gelombang 400 -4000 cm-1.
Spektrum inframerah yang ditampilkan pada Gambar 6a menunjukkan
gugus hidroksil dari asam karboksilat menyerap kuat pada bilangan gelombang
±3500 cm-1. Dalam hal ini terlihat bahwa pita uluran OH berasal dari struktur asam karboksilat berada dalam asosiasi yang stabil dikarena kan adanya ikatan
hidrogen yang sangat kuat. Wade (2003) mengemukakan, bahwa serapan OH
menunjukkan pita melebar dari struktur asam karboksilat sekitar 3500 dan 2500
cm-1, dikarenakan adanya ikatan hidrogen yang kuat. Sementara itu hasil
esterifikasi pada Gambar 6b serapan gugus hidroksil tersebut melemah dan
serapan gugus karbonil menguat pada bilangan gelombang ±1700 cm-1. Gejala ini menunjukkan bahwa distilat gondorukem telah teresterifikasi.
Gambar 5 Neraca massa pembuatan metil ester gondorukem
16
(a) Sebelum proses esterifikasi
(b) Sesudah proses esterifikasi Gambar 6 Perubahan spektrum inframerah
Tafsiran Kromatogram GC -MS
Tafsiran spektrum inframerah diperkuat dengan kromatogram GC -MS yang
ditampilkan Gambar 7. Ditunjukkan bahwa asam-asam resin pada gondoru kem
(asam abietat, asam sandarak opimarat, asam dehidroabietat, asam isopimarat )
telah teresterifikasi menjadi metil ester (metil abietat, metil sandarakopimarat,
17
(a) Sebelum proses esterifikasi
(b) Sesudah proses esterifikasi
Gambar 7 Perubahan kromatogram kromatografi gas
Pada Gambar 8 bobot molekul yang dominan teridentifikasi berturut -turut
pada m/e 316 pada waktu retensi 39.66, 38.56, 38 menit, yang masing-masing
adalah untuk senyawa metil abietat, metil isopimarat, metil sandarakopimarat, dan
314 pada waktu retensi 39.18 menit untuk senyawa metil dehidroabietat .
Sementara itu, waktu retensi untuk asam resin sebelum proses esterifikasi
18
(a) m/e 316
(b) m/e 314
19
Ciri Metil Ester Gondorukem
Ciri metil ester gondorukem berdasarkan SNI 04 -7182-2006 disajikan
pada Tabel 4 yang secara keseluruhan telah memenuhi syarat sebagai bahan baku
biodiesel.
Tabel 4 Syarat mutu biodiesel alkil ester
Parameter Satuan SNI 04-7182-2006
Hasil Pengamatan Densitas pada 40ºC g/cm3 0.850-0.890 0.900 Viskositas kinematik pada 40ºC mm2/s 2.3-6.0 4.2 Titik nyala ºC min. 100 32-49 Titik kabut ºC maks. 18 -18 Kadar belerang ppm maks 100 67 Bilangan asam mg-KOH/g maks 0.8 0.1 Bilangan iodin %-massa maks. 115 12.8 Kadar alkil ester %-massa min. 96.5 99.8
Densitas
Densitas merupakan ukuran derajat kerapatan massa suatu material. Metil
ester gondorukem memiliki densitas sebesar 0.900 g/cm3, tampak nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan densitas metil ester dari minyak sawit sebesar 0.87 0
g/cm3, minyak jarak pagar 0.879 g/cm3, minyak kelapa 0.872 g/cm3, minyak kedelai 0.885 g/cm3, dan minyak kanola 0.882 g/cm3 (Knothe et al. 2005). Apabila densitas metil ester gondorukem dibandingkan terhadap SNI 04
-7182-2006 (0.850-0.890 g/cm3) dianggap tidak memenuhi standar, tetapi jika dibandingkan dengan EN 14214 (0.860 -0.900 g/cm3) yang merupakan acuan untuk negara-negara Eropa telah memenuhi standar .
Viskositas
Viskositas biodiesel sebagai salah satu permasalahan utama karena minyak
nabati biasanya viskosita snya lebih tinggi dari pada solar (1.6-5.8 mm2/s). Viskositas metil ester gondorukem telah memenuhi standar, yaitu sebesar 4.2
20
Viskositas merupakan ukuran ketahanan dari suatu cairan untuk mengalir
yang terkait dengan gesekan internal bagian satu dengan lainnya. Apabila
kemampuan mengalir cairan tersebut rendah, hal ini akan mempengaruhi
kemampuan mesin untuk memercik kan api.
Titik Nyala
Titik nyala berdasarkan SNI maksimum 100ºC, sedangkan metil ester
gondorukem termasuk sangat rendah , yaitu 32-49ºC dibandingkan dengan metil
ester minyak jarak pagar (191ºC), minyak sawit (186ºC), minyak kedelai (254ºC),
begitu pula terhadap minyak diesel no. 2 (5 2ºC). Rendahnya titik nyala ini
mengindikasikan bahwa metil ester gondorukem lebih sesuai untuk biogasolin
yang memiliki titik nyala < 40ºC (Knothe et al. 2005). Tinggi rendahnya titik
nyala bergantung pada struktur penyusun metil ester tersebut. Struktur metil ester
gondorukem merupakan senyawa asam karboksilat fenant rena yang berbentuk
siklik (Coll et al. 2001) sehingga interaksi antarmolekulnya lemah yang
mengakibatkan cairan mudah menguap. Berbeda dengan struktur metil ester pada
minyak sawit, minyak jarak pagar, maupun minyak kedelai umumnya merupakan
asam oleat, asam palmitat, asam stearat yang berbentuk alifatik sehingga interaksi
antarmolekulnya kuat yang mengakibatkan titik nyalanya lebih besar dari 100ºC.
Titik Kabut
Titik kabut pada metil ester gondorukem sebesar -18ºC, telah memenuhi
standar yang ditetapkan (maksimum 18ºC). Metil ester gondorukem memiliki titik
kabut cukup rendah j ika dibandingkan dengan metil ester dari minyak biji kapuk
(-15ºC), minyak biji rami (-15ºC), minyak biji bunga matahari (-15ºC), (Knotheet
al.2005).
Bahan bakar berbasis metil e ster cukup menguntungkan jika dilihat dari
segi lingkungan, akan tetapi memiliki kendala jika dipakai secara komersial di
negara-negara beriklim dingin. Kehadiran kristal malam (wax) pada metil ester
minyak kedelai saat suhu mendekat i 0-2ºC apabila terakumulasi akan
mengakibatkan pengerasan pada caira n metil ester. Jika hal ini berlangsung akan
menimbulkan permasalahan pada laju alir cairan menuju mesin dan akan terjadi
21
dengan titik kabut yang lebih rendah dibandingkan metil ester lainnya, cukup
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bakar nabati di berbagai belahan bumi.
Kadar Belerang
Kadar belerang metil ester go ndorukem sebesar 67 ppm telah memenuhi
standar, yaitu maksimum 100 ppm. Berbeda dengan kadar belerang pada metil
ester jarak pagar yang cenderung tidak terdeteksi (Widyawati 2006).
Kadar belerang sebelum dan sesudah proses esterifikasi pada gondorukem
cenderung sama, yaitu antara 67-70 ppm. Kesamaan kadar belerang menunjuk kan
bahwa asam sulfat yang dipergunakan sebagai katalis tidak mempengaruhi jumlah
belerang yang terkandung sesudah diesterifikasi. Kandungan belerang pada
tanaman secara kuantitatif sangat tergantung pada beberapa faktor, di antaranya
jenis tanaman, kualitas tempat tumbuh maupun genetik.
Penetapan kadar belerang bertujuan mengendalikan emisi yang
dikeluarkan oleh mesin (Knothe et al. 2005). Pada kondisi ideal, semua karbon di
dalam minyak diesel akan terbakar menjadi gas, dan semua hidrogen akan
terbakar menjadi uap air. Hampir semua bahan bakar mengikuti alur ini, termasuk
biodiesel. Jika belerang terkandung dalam bahan bakar, akan terjadi proses
oksidasi menjadi sulfur dioksida dan sulfur trioksida. Jika senyawa tersebut
bereaksi dengan uap air akan membentuk asam sulfat dan garam sulfat yang dapat
terbawa sebagai partikulat pada buangan mesin sehingga akan melumpuhkan
kinerja konverter katalitik yang berfungsi sebagai penyerap racun (Knothe et al.
2005)
Bilangan Asam
Bilangan asam metil ester gondorukem ( 0.1 mg-KOH/g) lebih rendah
daripada bilangan asam metil ester jarak pagar (4. 37 mg-KOH/g) (Widyawati
2006). Waktu reaksi pada proses esterifikasi minyak jarak pagar lebih lama yaitu
2 jam (Widyawati 2006) dari distilat gondorukem yaitu 1.5 jam. Ini menunjukkan
bahwa pada distilat gondorukem hampir keseluruhan gugus asam teresterifikasi
dengan sempurna, sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya kadar alkil ester
22
Bilangan Iodin
Bilangan iodin pada metil ester gondorukem sebesar 12.8% telah sesuai
dengan standar, yaitu <115%. Metil ester dari beberapa bahan baku cenderung
melebihi 115%, seperti minyak kedelai sebesar 122 -128% dan minyak bunga
matahari sebesar 127-134% (Knotheet al. 2005).
Bilangan iodin merupakan ukuran ketidakjenuhan asam lemak pada metil
ester, semakin tidak jenuh suatu asam maka semakin banyak ikatan rangkap yang
terkandung di dalamnya. Kossmehl & Heinrich (1997) menyebutkan bahwa ketika
mesin diesel dioperasikan pada m etil ester dengan bilangan iodin tinggi , mulai
terbentuk deposit pada lubang saluran injeksi, cincin piston, dan cincin kanal
piston. Hal ini akibat adanya ikatan rangkap yang mengalami keti dakstabilan
akibat suhu memanas sehingga terjadi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan
terakumulasi dalam bentuk karbonisasi atau pembentukan deposit.
Pengembangan riset peningkatan stabilitas oksidasi telah dilakukan pada
beberapa bahan baku yang memiliki stabilitas oksidasinya rendah (minyak biji
matahari, minyak rapeseed, minyak tallow).γ-Tokoferol yang ditambahkan pada
metil ester minyak biji matahari, minyak rapeseed, dan minyak tallow telah
meningkatkan antioksidan pada minyak ter sebut (Mittelbach & Shober 2003).
Potensi Metil Ester Gondorukem
Rendemen distilat gondorukem relatif masih rendah (10%), akan tetapi
rendemen alkil ester hasil distilasi sangat memuaskan (99.8%). Jika proses
distilasi dapat dioptimumkan sebelum proses esterifikasi, maka metilasi
23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rendemen metil ester gondorukem pada ko ndisi optimum adalah sebesar
88.5% dinilai cukup memuaskan. Apabila dilihat dari parameter viskositas (4.2
mm2/s), titik kabut (-18ºC), kadar belerang (67 ppm), bilangan asam (0.1 mg-KOH/g), kadar alkil ester (99.8%), dan bilangan iodin (12.8%), secara teknis
metil ester gondorukem layak dimanfaatkan sebagai biodiesel. Khusus parameter
titik nyala yang lebih rendah dari standar biodiesel, metil ester gondorukem
dianggap lebih cocok digunakan sebagai biogasolin.
Saran
Rendemen disilat gondorukem hasilnya tergolong rendah sehingga p roses
distilasi perlu dikembangkan kembali untuk meningkatkan rendemen distilat
gondorukem. Perlu dicari nilai bilangan setana ataupun i ndeks setana dalam
penelitian ini yang belum bisa ditetapkan. Metanol yang tersisa pada proses
esterifikasi cukup banyak dan agar dapat dimanfaatkan kembali perlu dipisahkan
dengan cara yang tepat. Perlu dikembangkan lagi pengester lainnya yang bersifat
24
DAFTAR PUSTAKA
Altiparmak D, Keskin A, Koca A, Guru M. 2007. Alternative Fuel Properties of Tall Oil Fatty Acid Methyl Ester -Diesel Fuel Blends. Bioresources Technology98:241-246.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. St andar Nasional Indonesia (SNI) 04 -7182-2006 (Biodiesel). Jakarta.
Coll R, Udas S, Jacoby WA. 2001. Conversion of The Rosin Acid Fraction of Crude Tall Oil into Fuels and Chemicals. Energy & Fuels 15:1166-1172.
EN 142114. 2002. Automotive fuels -Fatty acid methyl ester (FAME) for diesel engines requirements and test methods.
Kirk RE, Othmer DF. 1968. Encyclopedia of Chemical Technology 11. New York: The Interscience Encyclopedia .
Knothe G. 2005. Dependence of Biodiesel Fuel Properties on the Struc ture of Fatty Acid Alkyl ester. Fuel Processing Technology 86:1059-1070.
Knothe Get al. 2005.The Biodiesel Handbook. Champaign Illionis: AOCS.
Kossmehl S, Heinrich H. 1997. The Automotive Industry’s Views of the
Standards for Plant Oil-Based FuelsdalamSymposium ”Plant Oils as Fuels:
Present State of Science ad Future Developments”. Postdam, 16-18
Februari.
Lee SY, Hubbe MA, Saka S. 2006. Prospects for Biodiesel as a Byproduct of Wood Pulping. BioResources 1:150-171.
Mittelbach M. 1996. Diesel fuel derived from vegetable oils, VI: Spesifications and quality control of biodiesel. Bioresource Technology 56:7-11.
Mittelbach M, Schober S. 2003. The influence of antioxidants on the oxidation stability of biodiesel. J Am Oil Chem80:817-823.
Moyers B. 1989. Compositional Differences and Variation in Gum Gondorukem. Wilmington: Hercules Incorporated Research Center.
25
Peeples JE. 1998. Biodiesel developments in the United States: Meeting economic, policy & technical challenes. Proceedings of the 1998 PORIM International Biofuel and Lubricant Conference. Malaysia , 4-5 Mei.
Suhardono E. 2006. Etil Ester Sebagai Biodiesel Masa Datang. Lembaran Publikasi Lemigas40 (3):3-13.
Wade LG. 2003. Organic Chemistry Infrared Spectroscopy and Mass Spectrometry. Chapter 12 Ed. Ke -15. Dallas: Richland College.
Widyawati Y. 2006. Disain proses dua tahap esterifikasi -transesterifikasi (estrans) pada pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wiyono B, Tachibana S, Tinamb unan J. 2006. Chemical Composition of Indonesian Pinus merkusii Turpentine Oils, Gum Oleoresins and Gondorukems from Sumatra and Java. Pakistan Journal of Biological Sciences9 (1):7-14.
Wiyono B. 2006. Status Riset Pengolahan Getah Pinus dan Gondoruk em. Seminar Prospek Pengolaha n Getah Pinus dan Gondorukem. Hotel Comfort, 7-8 Agustus. Makasar: BSPHH Wilayah XV. 1-18
26