ANALISIS PREFE
IKAN PELAGIS
A
MAYOR TEKNOLOGI D DEPARTEMEN PEMA FAKULTAS PER
INSTIT
FERENSI KONSUMEN TERHADAP
IS DI MUARA ANGKE JAKARTA
AFDILLA TRI YANA
I DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP ANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN ERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN TITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
1
2
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP
IKAN PELAGIS DI MUARA ANGKE JAKARTA
AFDILLA TRI YANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Pelagis di Muara Angke Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
4
ABSTRAK
AFDILLA TRI YANA, C44052043. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Pelagis di Muara Angke Jakarta. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan WAWAN OKTARIZA.
PPI Muara Angke merupakan pangkalan pendaratan ikan yang berperan penting dalam pemasaran hasil tangkapan baik ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke maupun ikan kiriman dari beberapa daerah. Ikan pelagis merupakan ikan yang paling banyak dipasarkan di pasar Muara Angke. Kapal pukat cincin merupakan salah satu kapal yang mendaratkan berbagai jenis ikan pelagis yang dipasarkan di pasar setempat. Konsumen memiliki peran penting dalam usaha perikanan tangkap, seperti menentukan jenis, kualitas (kesegaran) dan ukuran ikan yang diinginkan. Saat ini belum diketahui bagaimana preferensi konsumen terhadap atribut ikan yang dipasarkan di PPI Muara Angke. Selain itu, belum diketahui juga apakah nelayan memperhatikan keinginan konsumen. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi preferensi konsumen dan persepsi pedagang ikan serta nelayan terhadap preferensi konsumen tersebut. Analisis konjoin diterapkan untuk menganalisis preferensi konsumen terhadap tiga atribut ikan, yaitu kesegaran, ukuran dan harga ikan. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa konsumen lebih mengutamakan kesegaran ikan daripada ukuran (pertimbangan kedua) dan harga (pertimbangan ketiga). Informasi ini sebaiknya diperhatikan oleh pelaku dan regulator kegiatan penangkapan ikan untuk mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan.
5
Judul Skripsi : Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Pelagis di Muara Angke Jakarta
Nama : Afdilla Tri Yana
NIM : C44052043
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
(Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M. Sc.) (Ir. Wawan Oktariza, M. Si.) NIP. 19630315 198703 1 003 NIP. 19661016 199103 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
(Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.) NIP. 19621223 198703 1 001
6
KATA PENGANTAR
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada buan Mei 2009 ini adalah Pengelolaan Perikanan, dengan judul Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Pelagis di Muara Angke Jakarta.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M. Sc. dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si. selaku dosen pembimbing
2. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M. Sc. dan Ir. Dinarwan, MS. selaku dosen penguji tamu atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis.
3. Vita Rumanti Kurniawati S.Pi, MT. selaku komisi pendidikan atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis
4. Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi Jakarta, UPT PKPP Muara Angke, dan UPT BTPI Muara Angke
5. Ayah dan mama serta bang Eja, kak Indah, kak Ika, kak Dewan dan Lili atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.
6. Kak Heras, kak Ara, Nano, Dika, Budi dan Novia yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data.
7. Kak Andan yang telah membantu penulis dalam mengolah data. 8. Sahabat-sahabat tercinta PSP’42.
9. Teman-teman BDP ‘43 (Agung, Tyas, Hasan, Riza, Tya, Khae, Dini, Citra, Tyo), MSP (Mair dan acank ‘42), THP (Dika ’41, Idris ’43), PSP (kak Edwin & kak Muklis ’36, kak Surya ’39, bang Petrus & kak Herno ‘ 40, Deni & Dimaz ‘ 41, Qbee ’43, Wawan & Wulan ’44), ITK (Edy ’41) untuk semangat yang diberikan kepada penulis.
10. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 21 Desember 1985 dari bapak Alfian Kaan dan Ibu Nurlina Nasution. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bekasi pada tahun 2004 dan diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2005. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
8
2.9 Hasil Tangkapan Pukat Cincin ... 11
2.10 Daerah Penangkapan Ikan... 12
3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 13
3.2 Bahan dan Alat ... 13
3.3 Metode Penelitian ... 13
3.4 Metode Pengambilan Sampel ... 16
3.5 Jenis dan Sumber Data ... 17
3.6 Analisis Data ... 18
3.6.1 Analisis deskriptif ... 19
3.6.2 Analisis konjoin ... 19
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara ... 23
4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara... 23
4.1.2 Penduduk kota Jakarta Utara ... 23
4.1.3 Kondisi perikanan tangkap kota Jakarta Utara ... 24
9
4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke ... 28
4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke ... 29
4.2.3 Pasar Muara Angke ... 30
4.2.4 Kondisi perikanan tangkap PPI Muara Angke... 32
4.3 Kondisi Umum Perikanan Pukat Cincin di PPI Muara Angke ... 40
4.3.1 Alat tangkap ... 40
4.3.2 Kapal pukat cincin... 41
4.3.3 Nelayan... 42
4.3.4 Metode pengoperasian pukat cincin... 43
4.3.5 Penanganan, pengelolaan dan pemasaran...… 45
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 47
5.1.1 Karakteristik konsumen di Muara Angke... 47
5.1.2 Persepsi pedagang dan nelayan... 50
5.1.3 Preferensi konsumen terhadap ikan tongkol... 50
5.1.4 Preferensi konsumen terhadap ikan kembung ... 51
5.1.5 Preferensi konsumen terhadap ikan selar bentong ... 52
5.2 Pembahasan ... 54
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 59
6.2 Saran... 60
Daftar Pustaka... 61
10
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tanda-tanda ikan segar dan bermutu tinggi ... 8
2 Standardabilitykapal pukat cincin ...…. 11
3 Jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian analisis preferensi konsumen terhadap ikan pelagis di Muara Angke Jakarta ………... 18
4 Atribut dan taraf penilaian konsumen terhadap ikan yang dibeli... 20
5 Stimuli atau kombinasi dari tiga atribut ikan yang dibeli oleh konsumen ... 21
6 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara 2003-2007 ... 24
7 Jumlah nelayan Jakarta Utara 2003-2007 ... 26
8 Jumlah produksi perikanan Jakarta Utara 2003-2007 ... 27
9 Rekap kapal tambat labuh baik kapal pengangkut maupun kapal penangkap ikan di PPI Muara Angke 2003-2008 ... 32
10 Jumlah nelayan yang melakukan aktifitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke 2001-2003... 34
11 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke ... 36
12 Spesifikasi armada pukat cincin di Muara Angke ... 41
13 Jumlah nelayan dan pembagian tugas pada 4 kapal pukat cincin di PPI Muara Angke... 43
14. Jumlah hasil tangkapan pukat cincin Bulan April-Juli dan November 2008 ... 46
15 Karakteristik konsumen di RW 11 yang membeli ikan di pasar Muara Angke... 49
16 Persepsi pedagang terhadap preferensi konsumen ... 50
17 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan tongkol ... 51
18 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan kembung... 52
19 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atibut ikan selar bentong ... 53
11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Lokasi penelitian ... 14
2 Pengukuranfork lengthikan ... 15
3 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara, 2003-2007 ... 25
4 Lay outPPI Muara Angke...… 29
5 Pasar grosir ikan ...… 31
6 Pasar Muara Angke...… 31
7 Pertumbuhan jumlah kapal yang tambat labuh di PPI Muara Angke 2003-2008 ...… 33
8 Pertumbuhan jumlah produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke 2004-2008 ...… 36
9 Pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke 2004-2008 ...… 37
10 Pertumbuhan rata-rata harga hasil tangkapan di PPI Muara Angke....… 37
11 Daerah pemasok ikan ke Muara Angke ... 39
12 Tumpukan jaring pukat cincin... 41
13 Kapal Putri 2...… 42
14 Ilustrasi pengoperasian pukat cincin...… 44
12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik responden (konsumen) Muara Angke... 65
2 Foto jenis-jenis ikan yang diteliti ... 67
3 Foto saat pengambilan sampel konsumen di Muara Angke ... 68
4 Foto saat pengambilan sampel pedagang ikan ... 69
5 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan sarana operasional...… 70
6 Foto beberapa fasilitas di PPI Muara Angke...… 71
7 Foto alat bantú penangkapan pukat cincin Muara Angke...… 72
8 Desain pukat cincin Muara Angke ...… 73
13
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan (Mufida, 2008). Konsumen dalam industri perikanan tangkap memiliki peran penting karena konsumen dapat menentukan jenis, kualitas (kesegaran), dan ukuran ikan yang ada di pasar. Oleh karena itu, konsumen dapat mempengaruhi pelaku usaha perikanan tangkap. Nelayan sebagai orang yang terlibat dalam produksi sebaiknya memberikan tanggapan yang tepat terhadap keinginan konsumen.
Peran dan keinginan konsumen tersebut dapat mempengaruhi perilaku nelayan ketika nelayan melakukan operasi penangkapan ikan, misalnya pengontrolan ukuran ikan yang akan ditangkap, penentuan jumlah es yang dibawa, penyortiran jenis ikan dan ukuran ikan yang tertangkap serta penanganan khusus lain terhadap hasil tangkapan agar kesegaran tetap terjaga. Sementara itu, pemerintah seyogianya memastikan bahwa kegiatan perikanan tangkap dapat berjalan secara berkelanjutan. Pemerintah dapat mengeluarkan sejumlah peraturan untuk mewujudkan keberlanjutan perikanan tangkap tersebut.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke adalah salah satu pusat pendaratan ikan di Jakarta Utara. Selain di PPI Muara Angke, ikan juga didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta (PPSJ) Muara Baru, PPI Kamal Muara, dan PPI Pasar Ikan, Cilincing dan Kali Baru. Berdasarkan statistik produksi perikanan Jakarta Utara berasal dari produk yang didaratkan oleh kapal-kapal ikan dan produk yang dibongkar dari alat transportasi darat. Pada tahun 2007 produksi perikanan Jakarta Utara mencapai hampir 32.000 ton (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, 2008).
14
maupun ikan kiriman dari beberapa daerah. Umumnya ikan yang banyak dipasarkan di Muara Angke yaitu ikan pelagis diantaranya tongkol, kembung, layang, selar kuning, selar bentong, lemuru dan tembang. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke berasal dari enam jenis alat tangkap yang banyak dioperasikan oleh nelayan yaitu jaring cumi, pukat cincin, jaring rampus,gillnet, bubu, dan pancing. Ikan pelagis merupakan hasil tangkapan utama dari pukat cincin,gill net, dan hasil tangkapan sampingan dari jaring cumi.
Pukat cincin adalah salah satu alat tangkap yang memiliki jumlah armada penangkapan cukup banyak dibandingkan gill net yaitu 18% dari 3.182 armada penangkapan di PPI Muara Angke, sedangkangill net hanya 8%. Namun pukat cincin hanya memberikan kontribusi produksi ikan 500 ton pada tahun 2006-2008 dari total ikan yang didaratkan pada tahun 2006-2008 sebesar 23.559,34 ton di PPI Muara Angke (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Hal ini memberikan indikasi bahwa armada pukat cincin menjual hasil tangkapan di tengah laut (Ekaputra, 2009) atau mendaratkan hasil tangkapan selain di PPI Muara Angke. Hasil tangkapan pukat cincin yang dominan didaratkan di PPI Muara Angke yaitu kembung (Rastrelliger sp.), selar bentong (Caranx crumenophthalmus), tongkol (Auxissp.), layang (Decapterussp.), dan bawal hitam (Formio niger).
Saat ini belum diketahui dengan jelas bagaimana preferensi konsumen terakhir yang membeli hasil tangkapan di PPI Muara Angke terhadap atribut-atribut dari setiap ikan yang dipasarkan. Selain itu, belum diketahui juga apakah nelayan pukat cincin memikirkan keinginan konsumen. Apabila konsumen memiliki preferensi terhadap beberapa atribut dari hasil tangkapan seperti ukuran, kesegaran, dan harga dapat dikatakan bahwa konsumen peduli terhadap keadaan perikanan tangkap. Dengan adanya kepedulian konsumen diharapkan agar pengelolaan sumberdaya ikan dapat diperbaiki sehingga tercipta pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan (sustainable).
15
1.2 Perumusan Masalah
PPI Muara Angke merupakan pusat pemasaran hasil tangkapan berupa ikan pelagis di Jakarta. Sebagian ikan pelagis tersebut diproduksi oleh kapal-kapal pukat cincin di PPI Muara Angke. Konsumen yang membeli ikan pelagis di pasar Muara Angke umumnya bertempat tinggal di Muara Angke dan sekitarnya. Keinginan konsumen terhadap ikan pelagis antara lain dapat dilihat dari atribut kesegaran, ukuran, dan harga. Nelayan pada umumnya diduga lebih memperhatikan masalah bagaimana mendapatkan hasil tangkapan yang banyak tanpa memperhatikan kriteria ikan yang disukai konsumen. Permasalahan tersebut berawal dari belum adanya perhatian khusus nelayan terhadap kriteria ikan yang diinginkan konsumen.
Sementara itu, masalah-masalah yang dihadapi nelayan pukat cincin antara lain hasil tangkapan yang multi spesies, ukuran seragam, cuaca dan kondisi laut, serta lama perjalanan. Jenis ikan yang tertangkap dalam satu kali setting umumnya lebih dari satu jenis. Ikan-ikan tersebut bergerombol bersama secara alamiah karena tingkah laku ikan yang bergerombol tersebut biasanya adalah satu kohort, yaitu generasi yang dihasilkan dari pemijahan pada periode yang sama sehingga ukuran dari ikan dari spesies yang sama cenderung sama. Jika ikan tertangkap terlalu awal maka ikan-ikan kecil dan muda yang tertangkap. Cuaca dan kondisi laut tidak selalu cocok untuk operasi pukat cincin. Masalah tersebut menyebabkan nelayan tidak dapat memilih ikan yang akan ditangkap tetapi lebih cenderung pasrah.
Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana karakteristik konsumen yang melakukan pembelian hasil tangkapan di pasar Muara Angke?;
2) Bagaimana preferensi konsumen terhadap ikan yang dibeli konsumen di pasar Muara Angke?; dan
16
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1) Mengidentifikasi karakteristik konsumen di perumahan Muara Angke; 2) Menganalisis preferensi konsumen mengenai ikan pelagis; dan 3) Mengidentifikasi persepsi pedagang ikan dan nelayan terhadap ikan
pelagis hasil tangkapan pukat cincin yang diinginkan konsumen. Hasil penelitian dari ketiga tujuan di atas akan dibahas secara fokus pada pengaruh preferensi konsumen terhadap pengelolaan perikanan tangkap.
1.4 Manfaat
17
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konsumen
Menurut Undang-undang Nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan (Mufida, 2008). Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu ialah orang yang membeli barang atau jasa untuk digunakan sendiri; konsumen individu ini disebut juga sebagai konsumen akhir. Jenis kedua adalah konsumen organisasi, yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan, dan lembaga lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya (Sumarwan, 2004).
2.2 Atribut Produk
Keunikan atau keistimewaan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen. Keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Atribut produk adalah ciri-ciri yang melekat dalam suatu produk baik barang maupun jasa. Suatu produk dapat dideskripsikan dengan menyebut atribut-atributnya (Engelet al., 1994).
18
2.3 Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen dapat didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap suatu produk atau penilaian positif maupun negatif terhadap atribut-atribut yang ditampilkan dan dipengaruhi oleh faktor psikologi, perasaan dan sikap seseorang (Suharjo, 1989 yang dikutip oleh Risnawanti, 2004). Preferensi yang terbentuk dari suatu produk dapat diartikan sebagai tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu hal. Preferensi seorang konsumen merupakan utilitas, yakni kesenangan, kepuasan atau pemenuhan kebutuhan yang diperoleh orang dari kegunaan ekonomi konsumen (Kotler, 1997 yang dikutip oleh Risnawanti, 2004). Penilaian tersebut dapat disebut sebagai persepsi konsumen. Persepsi adalah suatu proses individu memilih, merumuskan dan menafsirkan informasi dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran tersendiri dalam benak pikirannya.
2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis
Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu ikan pelagis besar seperti kelompok tuna (Thunidae) dan cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok marlin (Makaira sp.), kelompok tongkol (Auxis sp.) dan tenggiri (Scomberomorus sp.). Ikan pelagis seperti selar (Selaroides leptolepis) dan sunglir (Elagastis bipinnulatus), kelompok kluped seperti (Stolephorus indicus), japuh (Dussumieria spp.), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps), dan siro (Amblygaster sirm), dan kelompok skromboid seperti kembung (Rastrelligersp.) (Aziset al., 1998 yang dikutip oleh Suyedi, 2001).
19
ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan seperti pukat cincin, gill net (jaring insang), payang, bagan dan sero (Suyedi, 2001).
2.5 Kualitas
Gaspersz (1992) mendefinisikan kualitas sebagai totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk/jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan/kepuasan tertentu. Konsep kualitas lebih berkaitan dengan evaluasi subyektif dari konsumen, yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh mana tingkat kualitas suatu produk yang dikonsumsi. Berdasarkan titik pandang industri tidak ada definisi umum dari kualitas produk yang dioperasionalkan tetapi menggunakan konsep lain seperti karakteristik kualitas, parameter-parameter kualitas dan spesifikasi kualitas.
Harga dan rasa ikan ditentukan oleh mutu dari ikan hasil tangkapan. Pada dasarnya mutu dapat dilihat dari dua sudut pandang berbeda, yaitu dari sudut pandang kesegaran dan kebusukannya. Tingkat kesegaran berkaitan dengan proses enzimatis yang terjadi dalam tubuh ikan, sedangkan pembusukan berkaitan dengan proses bakterial (Singgihet al., 1998).
Menurut Singgih et al., (1998), proses penurunan mutu ikan segar diawali dengan proses perombakan oleh aktivitas enzim yang secara alami terdapat pada ikan. Proses ini disebut proses kemunduran kesegaran ikan hingga tahap tertentu, disusul dengan makin meningkatnya aktivitas mikroba pembusuk yang dikenal sebagai proses pembusukan.
20
Tabel 1 Tanda-tanda ikan segar dan bermutu tinggi Parameter Tanda-tanda
1. Kenampakan Ikan cemerlang, mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan padat serta lubang anus tertutup.
2. Mata Mata cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol.
3. Insang Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada lendir atau sedikit.
4. Bau Bau segar spesifik jenis atau sedikit berbau amis yang lembut.
5. Lendir Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak berbau busuk.
6. Tekstur dan daging Ikan kaku atau masih lemas dengan daging pejal, jika ditekan dengan jari biasanya cepat pulih kembali. Sisik tidak mudah lepas jika daging disayat, tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan penampilan warna daging ikan asli.
Sumber: Singgihet al. 1998
2.6 Harga
Harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik baik bagi penjual maupun para pembeli di pasar. Bagi pihak pedagang, perbedaan antara harga penjualan dan biaya akan menentukan besarnya laba, dan laba ini merupakan dasar setiap transaksi di pasar yaitu, menjual dan membeli. Melalui harga para konsumen menunjukkan jenis dan mutu barang dan jumlah yang mereka kehendaki dan bersedia membayarnya dengan memperhatikan (mempertimbangkan) jasa (service) yang diterimanya (Hanafiah & Saefuddin, 2006).
21
ditahan lebih lama sehingga harus dijual segera. Sifat ini mengakibatkan harga-harga hasil perikanan sering merosot pada saat produk melimpah, terutama pada musim panen atau musim penangkapan. Ciri-ciri lain dari produk perikanan yang dapat berpengaruh pada harganya adalah mutu, ukuran, dan warna dari produk tersebut (Hanafiah & Saefuddin, 2006).
2.7 Ukuran Ikan
Ukuran ikan adalah salah satu ciri fisik yang paling mudah dikenali konsumen. Bagi konsumen ikan, ukuran dapat menjadi isu penting, misalnya jika ukuran ikan dikaitkan dengan penanganan ikan dalam proses pemasakan dan penyajiannya. Ikan yang terlalu besar akan membutuhkan penanganan khusus, seperti memotong bagian-bagian tubuh ikan. Bagi pedagang ikan, ukuran ikan yang dijual akan menentukan harga jual ikan. Ukuran ikan menjadi persoalan penting bagi pengelola perikanan jika kelestarian sumberdaya ikan menjadi perhatian khusus. Length at first maturity(Lm) adalah ukuran panjang ikan pada pertama kali ikan matang gonad. Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Effendie, 2002). Length at first maturity pada ikan Kembung (Rastrelligersp.) yaitu 19 cm,length at first maturityikan tongkol (Auxissp.) yaitu 30 cm, danlength at first maturity ikan selar bentong (Caranx crumenophthalmus) yaitu 16,5 cm (www.fishbase.com).
2.8 Unit Penangkapan Ikan 2.8.1 Pukat cincin
22
Secara garis besar, menurut (Nomura & Yamazaki, 1977) pukat cincin terdiri atas:
1) Kantong (bag, bunt) : bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil tangkapan pada proses pengambilan ikan (brailing);
2) Tali pelampung (cork line, float line) : tali tempat menempelnya pelampung;
3) Badan jaring (wing) : bagian keseluruhan jaring pukat cincin; 4) Tali pemberat (sinker line) : tali tempat menempelnya pemberat; 5) Tali penarik (purse line) : tali yang bergerak bebas melaluiring; 6) Cincin (ring) : cincin tempat bergeraknyapurse line; dan 7) Bridle ring: tali pengikat cincin.
Fungsi mata jaring (mesh size) dan jaring pada pukat cincin adalah sebagai dinding penghadang, bukan penjerat ikan (Ayodhyoa, 1981). Oleh karena itu, ukuran mata jaring (mesh size) dan ukuran benang jaring (twine) harus sesuai dengan jenis dan ukuran ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Pukat cincin dengan ukuran mata jaring kurang dari 25 mm (1 inci) dan pukat cincin cakalang (tuna) dengan ukuran mata jaring kurang dari 75 mm (3 inci) dilarang untuk dioperasikan di semua jalur penangkapan ikan (Kepmen No. 392 Tahun 1999).
2.8.2 Kapal dan nelayan
Kapal pukat cincin adalah kapal ikan yang mempergunakan alat tangkap pukat cincin. Kapal pukat cincin memiliki perhitungan tenaga yang ditujukan untuk mencapai kecepatan melingkar serta memiliki bentuk lambung yang dirancang khusus agar memiliki kemampuan olah gerak dan berputar yang baik (Fyson, 1985 yang dikutip oleh Roni, 2002).
23
Tabel 2 Standardabilitykapal pukat cincin menurut Ayodhyoa (1972) L
Nelayan merupakan orang yang mata pencahariaannya melakukan penangkapan ikan. Jumlah nelayan tiap kapal pukat cincin tidaklah sama tergantung besar kecilnya skala usaha tersebut (Ayodhyoa, 1972).
2.9 Hasil Tangkapan Pukat Cincin
Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan yang dekat dengan permukaan air (ikan pelagis) dan memiliki densitas gerombolan yang tinggi (Ayodhyoa, 1981). Ikan-ikan pelagis yang selalu bergerombol (pelagic shoaling species) adalah tongkol (Auxis thazard), cakalang (Katsuwonus pelamis), layang (Decapterus sp.), kembung perempuan (Rastrelliger neglectus), kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta), tenggiri (Scomberomerus sp.), selar (Caranx sp.), lemuru (Sardinellasp.) dan lain sebagainya (Raharjo, 1978 yang dikutip oleh Fauzi, 2004).
24
2.10 Daerah Penangkapan Ikan
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan (fishing ground) sangat diperlukan dalam setiap operasi penangkapan ikan komersial. Dalam hal ini daerah penangkapan ikan erat kaitannya dengan alat tangkap yang mampu menentukan tingkat keberhasilan dari kegiatan penangkapan di perairan oleh nelayan setempat.
Menurut Ayodhyoa (1981) menerangkan secara spesifik bahwa fishing groundyang baik untuk alat tangkap pukat cincin harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Terdapat berbagai jenis ikan yang hidup bergerombol di perairan tersebut;
2) Jenis ikan tersebut bersifat atraktif terhadap alat pengumpul seperti lampu atau rumpon; dan
25
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di PPI Muara Angke Jakarta karena PPI Muara angke berperan penting dalam pemasaran hasil tangkapan di Jakarta (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian pendahuluan yang berupa survei terhadap atribut hasil tangkapan yang diperhatikan konsumen dalam membeli ikan dan pengambilan sampel ikan untuk pengukuran panjang cagak. Penelitian pendahuluan ini dilakukan pada bulan Mei 2009 di pasar Muara Angke. Tahap kedua adalah penelitian utama untuk pengumpulan data melalui sampel konsumen di perumahan penduduk di RW 11 Muara Angke, pedagang ikan segar di pasar Muara Angke dan armada pukat cincin yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Muara Angke pada bulan Juni-Juli 2009.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat tulis, meteran kain, papan jalan dan kamera digital. Kuesioner tersebut merupakan alat untuk mengumpulkan data tentang karakteristik konsumen, karakteristik pedagang ikan, karakteristik armada penangkapan, preferensi konsumen, persepsi pedagang ikan, dan persepsi nelayan.
3.3 Metode Penelitian
26
Gambar 1 Lokasi penelitian.
1
4
Lokasi Penelitian
Jakarta
Teluk Jakarta
28
Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP) Muara Angke.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Sampel konsumen dan nelayan diambil secara purposive sampling, yaitu responden diambil secara sengaja berdasarkan tujuan tertentu dari penelitian. Metode ini diterapkan karena beberapa pertimbangan yaitu keterbatasan waktu, tenaga dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2006). Pedagang pengecer ikan segar diambil secara sensus yaitu seluruh pedagang ikan diwawancarai. Peneliti dalam mengumpulkan data membutuhkan waktu selama 45 hari. Saat mengumpulkan data peneliti ditemani oleh seorang teman dan menggunakan dana sendiri. Penelitian ini melibatkan 30 konsumen, jumlah ini sudah cukup dari syarat minimum statistika yang diutarakan Walpole (1992), yaitu ukuran minimum sampel yang dapat digunakan sebagai desain penelitian minimum 30 responden. Selain itu Roscoe dalam buku Research Methods For Business(1982 : 253 ) yang dikutip oleh Sugiyono (2008) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini.
1) Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500;
2) Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 orang; dan
3) Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitian ada 5 maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50.
29
Angke berjumlah 12 orang, dan sampel terhadap armada pukat cincin yang dianggap mewakili keseluruhan armada pukat cincin di PPI Muara Angke. Sampel armada ini adalah kapal pukat cincin yang berlabuh dan mendaratkan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Jumlah sampel armada yang diambil dalam penelitian ini adalah empat kapal dan responden adalah kapten kapal atau nakhoda. Jumlah sampel yang diambil hanya empat armada pukat cincin karena pada saat pengambilan data banyak kapal pukat cincin yang lebih memilih mendaratkan hasil tangkapannya bukan di PPI Muara Angke karena hasil tangkapan berukuran kecil sehingga nilai jual hasil tangkapan di PPI Muara Angke rendah.
3.5 Jenis dan Sumber Data
30
Tabel 3 Jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian analisis preferensi konsumen terhadap ikan pelagis di Muara Angke Jakarta
Data Jenis Data
- Kualitas (kesegaran) Kuantitatif dan kualitatif - Ukuran ikan Kuantitatif dan kualitatif
- Harga Kuantitatif dan kualitatif
c. Data persepsi pedagang Kualitatif d. Data persepsi nelayan Kualitatif 2. Data Sekunder
a. Data umum PPI Muara Angke Kuantitatif dan kualitatif b. Data produksi hasil tangkapan Kuantitatif dan kualitatif c. Data tambat labuh kapal Kuantitatif dan kualitatif
3.6 Analisis Data
Analisis kualitatif adalah analisis yang tidak menggunakan model matematika, model statistik dan ekonometrika atau model-model tertentu lainnya. Analisis data yang dilakukan terbatas pada teknik pengolahan datanya seperti pada pengecekan data dan tabulasi, dalam hal ini hanya membaca tabel-tabel, grafik atau angka-angka yang tersedia kemudian melakukan uraian dan penafsiran (Hasan, 2008). Analisis kualitatif dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
31
3.6.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk data kualitatif yang disajikan dalam bentuk uraian sederhana. Berdasarkan hasil analisis ini diperoleh informasi mengenai proporsi karakteristik konsumen yang membeli ikan di pasar Muara Angke, karakteristik pedagang ikan di pasar Muara Angke, karakteristik armada pukat cincin serta persepsi dari pedagang ikan perantara dan nelayan mengenai keinginan (preferensi) konsumen terhadap ikan pelagis.
3.6.2 Analisis konjoin
Analisis konjoin merupakan teknik yang digunakan untuk menjawab pertanyaan yaitu bagaimana tingkat kepentingan sejumlah atribut suatu produk. Analisis konjoin tergolong metode tidak langsung (indirect method). Kesimpulan diambil berdasarkan respons subjek (responden) terhadap perubahan sejumlah atribut dari produk. Respons ini muncul karena adanya stimuli oleh karena itu perlu dipastikan terlebih dahulu apa saja atribut suatu produk. Produk yang akan diukur dalam preferensi konsumen adalah tiga jenis ikan pelagis yang dominan dibeli oleh konsumen di pasar Muara Angke yaitu ikan kembung, selar bentong, dan tongkol. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk menduga tingkat kepentingan atribut. Nilai kepentingan atribut yang tertinggi menunjukkan atribut tersebut relatif lebih diperhatikan konsumen daripada atribut-atribut lain yang mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk (Supranto, 2004 dan Simamora 2005). Langkah-langkah/proses dasar analisis konjoin antara lain:
32
dibedakan menjadi dua kategori yaitu murah dan mahal. Penetapan batasan harga berdasarkan harga jual ikan yang berlaku saat penelitian. Penentuan harga murah berdasarkan harga jual terendah yang pernah terjadi begitu juga sebaliknya. Penentuan kategori segar yaitu ikan yang masih utuh, bagus dan diberi es sedangkan kategori ikan tidak segar yaitu ikan yang sudah diolah, karena di pasar Muara Angke juga terdapat pedagang ikan hasil olahan;
Tabel 4 Atribut penilaian konsumen terhadap ikan pelagis yang dibeli
Ikan Atribut Taraf Level
Tongkol
Ukuran 1 Kecil (panjang cagak (FL)) < 30 cm) 2 Besar (panjang cagak (FL)≥ 30 cm)
Kesegaran 1 Segar (diberi es dan masih bagus) 2 Tidak segar (sudah diolah)
Harga 1 Murah ( < Rp. 15.000,00) 2 Mahal ( >Rp. 15.000,00)
Kembung
Ukuran 1 Kecil (panjang cagak (FL)) < 19 cm) 2 Besar (panjang cagak (FL))≥ 19 cm)
Kesegaran 1 Segar (diberi es dan masih bagus) 2 Tidak segar (sudah diolah)
Harga 1 Murah ( < Rp. 17.000,00) 2 Mahal ( > Rp. 17.000,00)
Selar bentong
Ukuran 1 Kecil (panjang cagak (FL)) < 16.5 cm) 2 Besar (panjang cagak (FL))≥ 16.5 cm)
Kesegaran 1 Segar (diberi es dan masih bagus) 2 Tidak segar (sudah diolah)
Harga 1 Murah ( < Rp. 17.000,00) 2 Mahal ( > Rp. 17.000,00)
2) Mendesain stimuli. Kombinasi antara atribut dengan taraf disebut sebagai satu stimuli. Pada kasus ini, atribut ukuran terdiri dari 2 taraf, kesegaran terdiri dari 2 taraf, dan harga terdiri dari 2 taraf. Dengan demikian jumlah kombinasi stimuli sebanyak 8 stimuli. Ini berarti bahwa setiap responden harus memberi pendapat terhadap 8 stimuli tersebut;
33
(1) Pendekatanfull profile
Dalam pendekatan ini, responden diminta untuk membuat urutan (rangking) atau memberikan nilai sebagian atau seluruh kombinasi taraf-taraf dari atribut (stimuli) yang menggambarkan profil secara lengkap.
(2) Pendekatanpair wise
Pendekatan ini membandingkan pasangan profil dari dua atribut. Pendekatan ini meminta responden untuk menilai (rating) profil mana yang lebih disukai dari setiap pasangan profil yang dibuat. Pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan pendekatan full profile. Pendekatan tersebut digunakan karena dapat menampilkan profil produk secara lengkap dan selain itu disebabkan pula atribut yang diteliti banyak. Stimuli dirancang menggunakan perangkat lunak SPSS 17 for Windows dan diperoleh sebanyak 8 stimuli dengan menggunakan fractional factorial design dengan konsep orthogonal. Delapan stimuli tersebut merupakan jumlah minimum yang terbentuk (Tabel 5).
Tabel 5 Stimuli atau kombinasi dari tiga atribut ikan yang dinilai oleh konsumen No Ukuran ikan Kesegaran ikan Harga ikan Ranking*
1 Besar Segar Mahal
* Diisi peringkat preferensi berdasarkan pendapat konsumen
34
merupakan kombinasi taraf-taraf dari suatu atribut. Profil produk tersebut pemilihannya dirancang menurut suatu tipe rancangan faktorial. Menurut Supranto (2004) dan Simamora (2005) model dasar dari analisis konjoin adalah sebagai berikut:
βij = Nilai kegunaan dari atribut ke-i taraf ke-j k = Taraf ke-j dari atribut ke-i
m = Jumlah atribut
Xij = Variabel dummy atribut ke-i taraf ke-j
Variabel dummy merupakan bilangan yang dibangkitkan dari taraf-taraf atribut, bernilai 1 bila ada taraf yang bersangkutan ada dan bernilai 0 bila taraf yang bersangkutan tidak ada. Jumlah variabel dummy dari suatu atribut sebanyak n-1, dimana n adalah banyaknya taraf dalam suatu atrribut. Untuk menduga nilai kegunaan dari taraf tiap atribut dan tingkat kepentingan relatif atribut yang mempengaruhi responden maka menggunakan rumus:
NPRi = Nilai penting relatif atribut ke-i
UTi = Nilai kegunaan tertinggi taraf atribut ke-i
URi = Nilai kegunaan terendah taraf atribut ke-i
k = Banyaknya atribut
5) Menentukan predictive accuracy (ketepatan prediksi) dari hasil konjoin untuk mengetahui apakah prediksi yang telah dilakukan mempunyai ketepatan yang tinggi.
35
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara
4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara
Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi lima kotamadya, yaitu Jakarta utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Posisi Jakarta Utara terletak pada 6º 25’ LS dan 106º 5’ BT (Malik, 2006). Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 km menjorok ke darat antara 4 sampai 10 km (Gambar 1). Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 2 meter, dari tempat tertentu ada yang di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa atau empang air payau. Wilayah Jakarta Utara beriklim panas dengan suhu rata-rata 27º C, curah hujan setiap tahunnya rata-rata-rata-rata 142,54 mm dengan maksimal hujan pada bulan September. Jakarta Utara berbatasan wilayah dengan:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kab. Dati II Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur Sebelah Barat : Kab. Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat
Sebelah Timur : Kab. Dati II Bekasi dan Jakarta Timur
Luas tanah daratan di kota Jakarta Utara 139,56 km², dirinci berdasarkan penggunaannya 52,7% untuk perumahan, 15,3% untuk areal industri, 10,4% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan lahan lainnya (BPS, 2008).
4.1.2 Penduduk kota Jakarta Utara
36
sektor perikanan banyak terdapat di Jakarta Utara (BPS, 2008). Jumlah penduduk di Muara Angke sebesar 139 orang pada tahun 2007 (Laporan Kependudukan RW 11, 2008).
4.1.3 Kondisi perikanan tangkap kota Jakarta Utara 1) Unit penangkapan ikan
(1) Armada penangkapan dan alat
Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Jakarta Utara menggunakan jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, gillnet, bagan, bubu, dan pancing. Alat tangkap jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, bubu dan pancing banyak dioperasikan oleh nelayan Muara Angke, sedangkan alat tangkap gillnetdan pancing tunalonglinebanyak dioperasikan oleh nelayan Muara Baru.
Armada penangkapan ikan yang digunakan nelayan Jakarta Utara yaitu perahu tanpa motor, perahu dengan motor dan kapal motor. Armada penangkapan ikan yang banyak digunakan nelayan Jakarta Utara, yaitu kapal motor yang berukuran 10-20 GT dan yang paling sedikit digunakan yaitu kapal motor berukuran 30-50 GT. Pada tahun 2004 jumlah armada mengalami kenaikan sebesar 2,21 %, kemudian menurun pada tahun 2005 sebesar 9,9%. Pada tahun 2007 jumlah armada kembali meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1,9% (Tabel 6).
Tabel 6 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara 2003-2007
Jenis Armada Tahun
2003 2004 2005 2006 2007
Motor Tempel 958 909 810 729 765
(Unit)
Perahu Tanpa Motor 562 685 617 554 431
(Unit)
0-5 GT 439 502 451 406 430
5-10 GT 1.481 1.492 1.343 1.209 1.276
Kapal Motor 10-20 GT 679 683 615 554 659
(Unit) 20-30 GT 462 467 421 379 354
30-50 GT 57 49 45 39 34
> 50 GT 823 795 726 653 760
Jumlah 3.941 3.988 3.601 3.240 3.413
Jumlah Armada 5.461 5.582 5.028 4.523 4.609
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
2003 2004 2005 2006 2007
J
u
m
la
h
A
r
m
a
d
a
Tahun
38
kependudukannya nelayan terbagi atas 12.027 jiwa nelayan setempat dan 7.207 nelayan pendatang. Apabila ditinjau dari status kepemilikan usaha maka nelayan terbagi atas 4.103 orang nelayan pemilik dan 15.131 orang nelayan pekerja (Tabel 7).
Tabel 7 Jumlah nelayan Jakarta Utara 2003-2007
Status Nelayan Tahun
2003 2004 2005 2006 2007
Nelayan penetap Pemilik 3.335 3.473 3.140 2.826 2.441
(Orang) Pekerja 12.389 12.953 11.877 10.690 9.586
Jumlah 15.724 16.426 15.017 13.516 12.027 Nelayan pendatang Pemilik 2.335 2.241 2.028 1.827 1.662
(Orang) Pekerja 8.542 7.632 6.875 6.191 5.545
Jumlah 10.877 9.873 8.903 8.018 7.207 Jumlah nelayan Pemilik 5.670 5.714 5.168 4.653 4.103
(Orang) Pekerja 20.931 20.585 18.752 16.881 15.131
Jumlah 26.601 26.299 23.920 21.534 19.234 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)
Sejak tahun 2003 hingga 2007 jumlah nelayan di Jakarta Utara mengalami penurunan (Tabel 7). Hal ini terlihat dari jumlah nelayan yang terus menurun setiap tahunnya. Perkembangan jumlah armada dan nelayan yang cenderung menurun dikarenakan beberapa hal :
1) Makin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground) menyebabkan biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan tidak sanggup membiayainya;
2) Naiknya harga bahan bakar minyak menyebabkan biaya operasional menjadi lebih mahal sehingga sebagian nelayan beralih profesi seperti menjadi pedagang, supir, buruh pabrik dan tukang ojek;
3) Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat beroperasi;
4) Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang ditertibkan maka sebagian nelayan kembali ke daerah masing-masing; dan 5) Beralihnya fungsi kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti
39
2) Produksi Hasil Tangkapan
Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 31.763.259 kg. Ikan yang didaratkan di Jakarta Utara berasal dari enam pelabuhan yaitu Muara Baru, Muara Angke, Pasar Ikan, Muara Kamal, Cilincing dan Kali Baru. Muara Angke merupakan penyumbang terbesar produksi perikanan Jakarta Utara sebesar 17.111.109 kg; disusul dengan Muara Baru sebesar 12.617.266 kg (Tabel 8). Data produksi tersebut mencakup ikan yang didaratkan di dermaga pendaratan ikan dan ikan kiriman dari luar daerah.
Tabel 8 Jumlah produksi perikanan Jakarta Utara
Lokasi Tahun
2003 2004 2005 2006 2007
PPI Muara Angke (kg) 12.209.027 11.779.785 9.728.239 17.582.561 17.111.109 Pasar Ikan (kg) 763.685 743.190 638.050 688.221 722.305
TPI
Muara Baru (kg) 10.810.332 10.037.361 5.695.237 6.296.445 12.617.266 Kamal Muara (kg) 529.550 577.370 589.370 529.920 521.280 Cilincing (kg) - 422.765 318.296 341.386 263.959 Kali Baru (kg) 240.575 326.715 326.801 424.144 527.240 Jumlah 24.553.169 23.887.186 17.295.993 25.862.677 31.763.259 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, (2008)
Produksi perikanan Jakarta Utara tahun 2003 hingga 2007 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlah produksi perikanan menurun sebesar 2,7% dan meningkat kembali pada tahun 2006 sebesar 49,5% dari tahun 2005 (Tabel 8).
3) Daerah Penangkapan Ikan
40
tangkapan. Daerah penangkapan ikan bisa dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan.
4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke 4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke mempunyai luas ± 65 ha yang terletak di daerah Muara Angke. Secara administratif terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Kawasan Muara Angke berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kali Angke Sebelah Timur : Jalan Pluit Sebelah Barat : Kali Angke
Lahan seluas 65 ha dimanfaatkan untuk perumahan nelayan; tambak uji coba budidaya air payau (Gambar 4); bangunan pangkalan pendaratan ikan serta fasilitas penunjangnya; hutan bakau; tempat pengolahan ikan tradisional;docking kapal; lahan kosong; terminal; dan lapangan sepak bola (UPT PKPP Muara Angke, 2006).
Sumber: www.maps.google.com, dio
Gambar 4 Lay o
4.2.2 Pengelolaan PPI Muara 1) Tugas UPT, PKPP dan PP Unit Pengelola Kawasa Ikan merupakan Unit Pelaksan Provinsi DKI Jakarta di bidan pangkalan pendaratan ikan. S DKI Jakarta Nomor 105 Ta Perikanan dan Pangkalan Pend berikut:
y outPangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.
ra Angke
PPI Muara Angke
asan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendarata sana teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelauta dang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan da Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Propin Tahun 2002 UPT. Pengelola Kawasan Pelabuha endaratan Ikan mempunyai Tugas dan fungsi sebaga
elola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan beserta saran ampiran 5).
42
Fungsi: - Menyusun program dan rencana kegiatan operasional.
- Perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan pelabuhan.
- Penertiban rekomendasi izin kapal perikanan yang masuk dan keluar Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan dari aspek kegiatan
perikanan.
- Pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal ikan (Lampiran 6). - Penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan penyewaan
fasilitas penunjang lainnya.
- Pengelolaan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan usaha yang menunjang usaha perikanan.
- Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang dan atau pihak ketiga.
- Pelayanan fasilitas sandar kapal, pasar grosir ikan, pasar pengecer, pengolahan ikan, pengepakan ikan gudang hasil perikanan dan usaha olahan ikan.
- Pengkoordinasian kegiatan operasional instansi terkait yang melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. - Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan kebersihan di Kawasan
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan.
- Pengelolaan pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya - Pengelolaan urusan ketatausahaan.
4.2.3 Pasar Muara Angke
44
4.2.4 Kondisi Perikanan Tangkap PPI Muara Angke 1) Armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke
Armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke mencakup tiga jenis, yaitu perahu layar, motor tempel dan kapal motor. Perahu layar yang digunakan sebagai armada perikanan memiliki ukuran sedang sampai berukuran besar. Jumlah armada yang menggunakan perahu layar sangat sedikit karena perahu layar merupakan armada perikanan tradisional. Perahu motor tempel banyak digunakan oleh nelayan kelas menengah. Jumlah yang paling banyak digunakan adalah kapal motor. Armada kapal perikanan yang terdapat di PPI Muara Angke didominasi oleh jenis kapal motor yang berukuran antara 30 GT sampai di atas 50 GT.
Kapal perikanan yang melakukan aktivitas tambat labuh kapal maupun bongkar muat di PPI Muara Angke terdiri atas kapal dengan ukuran≤ 30 GT dan ≥ 30 GT. Ada dua jenis kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke yaitu kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut. Jumlah kapal paling rendah terjadi pada tahun 2008 sebesar 3.849 kapal (Tabel 9).
Tabel 9 Rekap kapal tambat labuh baik kapal pengangkut maupun kapal penangkap ikan di PPI Muara Angke tahun 2003-2008
Tahun Jumlah Kapal
GT Jenis Kapal
≤ 30 > 30 Pengangkut Penangkap Ikan
2003 4.884 4.111 773 1.761 3.123
2004 4.930 3.884 1.046 1.407 3.523
2005 5.210 3.873 1.337 1.468 3.742
2006 4.892 3.701 1.191 1.006 3.886
2007 4.303 3.662 641 1.008 3.295
2008 3.849 3.235 614 1.021 2.828
Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2009)
4884
4930
5210
4892
4303 3849
R² = 0.9
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
2003 2004 2005 2006 2007 2008
J
u
m
la
h
K
a
p
a
l
(Un
it
)
46
pendatang. Klasifikasi tersebut dapat terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan nelayan pemilik.
Tabel 10 Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke (2001-2003)
Status Nelayan Tahun
2001 2002 2003
Nelayan penetap Pemilik 2.277 2.979 1.873
(orang) Pekerja 8.862 11.703 790
Jumlah 11.139 14.682 2.663 Nelayan pendatang Pemilik 1.324 1.813 1.690
(orang) Pekerja 11.478 9.858 9.140
Jumlah 12.802 11.671 10.837 Jumlah nelayan Pemilik 3.601 4.792 9.147
(orang) Pekerja 20.340 21.561 4.353
Jumlah 23.941 26.353 13.500 Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2006)
Jumlah nelayan PPI Muara Angke pada tahun 2001 sampai tahun 2003 mengalami fluktuasi (Tabel 10). Pada tahun 2002 terjadi kenaikan tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan yang sangat drastis. Penurunan ini disebabkan karena daerah penangkapan ikan yang semakin jauh, naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan mahalnya biaya perawatan kapal.
Selain itu dapat dikatakan bahwa selama periode 2001-2003 jumlah nelayan terbanyak adalah nelayan penetap pekerja pada tahun 2002, yaitu sebanyak 11.703 orang. Sedangkan jumlah nelayan paling sedikit adalah nelayan penetap pekerja dimana pada tahun 2003 berjumlah 790 orang. Jika dibandingkan antara jumlah nelayan penetap dan pendatang, ternyata nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke selama periode 2001-2003, yaitu lebih banyak nelayan pendatang karena pendapatan di daerahnya tidak mencukupi untuk menghidupi keluarganya sehari-hari. Hal tersebut disebabkan karena harga ikan yang dilelang di daerah tidak setinggi harga ikan yang dilelang di Jakarta, sehingga dapat mempengaruhi pendapatan nelayan yang bekerja di suatu daerah.
47
Perairan Bangka Belitung dengan hasil tangkapan 8,6%; Perairan Timur Sumetera dengan hasil tangkapan 10,3%; Selat Karimata 13,4%; Laut Jawa 11,6%; Perairan Kalimantan Barat 5,6%; Kepulauan Natuna 2,8%; Teluk Jakarta dan Karawang 0,7% dan di Karimun Jawa dengan hasil tangkapan 1,4% (UPT PKPP Muara Angke, 2006).
2) Musim penangkapan
Musim penangkapan ikan di Muara Angke terjadi sepanjang tahun. Hanya pada saat terang bulan tidak dilakukan penangkapan ikan. Menurut wawancara dengan beberapa nakhoda (kapten kapal) musim penangkapan ikan dibagi menjadi dua, yaitu musim barat terjadi pada bulan November – April, dan musim timur pada bulan April – November. Pada musim barat angin bertiup sangat kuat dan bergelombang besar. Keadaan demikian mengakibatkan banyak nelayan yang tidak mau turun ke laut karena risiko yang terlalu besar. Nelayan banyak menangkap ikan saat musim barat di daerah penangkapan di sekitar Teluk Jakarta dan perairan Karawang. Pada musim timur angin bertiup tidak kuat dan bergelombang tidak sekuat pada musim barat sehingga memungkinkan nelayan untuk meningkatkan operasi penangkapannya. Daerah penangkapan yang menjadi tujuan nelayan saat musim timur yaitu perairan Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, perairan Indramayu, Cirebon, dan Semarang.
3) Produksi ikan
Tahun Jumlah produksi (Ton) Nilai (RP)
2004 8.189,19 33.311.092.549
2005 9.392,51 34.539.811.192
2006 10.675,82 35.539.811.192
2007 8.647,29 31.274.813.740
2008 6.464,71 28.972.929.810
6464,7 8647,3
10675,8
8189,2
9392,5
R2 = 0,9
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Ju
ml
ah
P
rod
u
k
si
(T
on
50
5
1
.
52
4.3 Kondisi Umum Perikanan Pukat Cincin di PPI Muara Angke 4.3.1 Alat tangkap
Bentuk umum jaring yang digunakan oleh nelayan pukat cincin di Muara Angke berdasarkan sampel penelitian mempunyai dimensi ukuran sebagai berikut: 1) Bahan Jaring: nilon
2) Dimensi utama jaring
- Panjang : 300-400 meter
- Tinggi : 90-140 meter
-Mesh size : 1 inci
3) Ukuranmesh sizebagian bunt : 0,5 inci
4) Bahan dan jumlah pelampung : karet 1500 buah dengan jarak antar pelampung 15-20 cm
5) Bahan dan jumlah pemberat : timah 1500 buah
6) Alat bantu penangkapan : 30 lampu dengan kekuatan 1000 watt; 1 ancak @ 12 lampu dengan kekuatan 12 volt (Lampiran 7); dan rumpon daun kelapa.
Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari sayap dan kantong (Lampiran 8). Tali temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali kolor (purse line). Seluruh tali yang ada menggunakan bahan PE (Poly Ethylene), kecuali tali kolor yang menggunakan bahan manila (Gambar 12).
Nama Kapal
Ukuran (GT)
Badan Kapal Mesin Jumlah
Palka (unit) Panjang
(m)
Lebar (m)
Dalam
(m) Merk
Kekuatan (PK)
Alam Jaya 27 18 5 6 Mitsubishi 88 8
Sinar
Harapan 28 17,02 4,52 1,94 Hino 90 7
Citra
Wijaya 29 18,31 4,8 3,02 Mitsubishi 90 12
55
Tabel 13 Jumlah nelayan dan pembagian tugas pada 4 kapal pukat cincin di PPI Muara Angke
Berdasarkan wawancara dengan nakhoda, trip dilakukan pada saat gelap bulan dimana operasi penangkapan umumnya satu kali dalam sebulan. Proses penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin menggunakan sebuah kapal saat melepas dan menarik jaring (one boat system), yang dibagi dalam beberapa tahapan: persiapan (perbekalan), setting (melepas jaring) dan hauling (menarik jaring) (Gambar 14). Dalam satu hari nelayan melakukan dua kali setting, yaitu pukul 22.00-24.00 dan 04.00-06.00
56
Sumber: Setiawan, (2006)
Gambar 14 Ilustrasi pengoperasian pukat cincin.
Setting dilakukan dengan penurunan jaring yang diawali dengan pelemparan pelampung tanda. Sebelum melakukansetting, posisi jaring dirapikan terlebih dahulu di atas kapal agar dapat diturunkan dengan baik. Kegiatansetting dilakukan di lambung kapal bagian kiri dengan arah putaran kapal berlawanan jarum jam sehingga kapal berada di luar area pelingkaran jaring pukat cincin. Penurunan jaring ditentukan oleh juru arus dengan mengamati keberadaan arus perairan. Hal ini mempengaruhi keberhasilan pelingkaran jaring, selain itu untuk membantu pelingkaran jaring dengan sempurna, kapal selalu memulai setting dengan menghadang arus (berlawanan). Selama proses pelingkaran jaring menggunakan sebuah kapal dengan kecepatan penuh, maka bagian jaring lainnya dilepas pula ke laut agar jaring membentuk lingkaran penuh dengan cepat sehingga diharapkan ikan tidak dapat meloloskan diri.
58
hari. Jenis ikan yang dijual yaitu tongkol, kembung, selar bentong, lele, salem, bandeng, dan udang. Pedagang ikan di pasar Muara Angke membeli ikan yang untuk dijual di pasar grosir ikan Muara Angke. Penghasilan pedagang rata-rata berkisar Rp 500.000,00 – Rp 700.000,00 per hari. Pedagang ikan berjualan di pasar Muara Angke selama 2-5 tahun.
Hasil tangkapan yang sering tertangkap oleh nelayan pukat cincin adalah ikan tongkol, cakalang, lemuru, kembung, tembang, layang, selar bentong, dan bawal hitam (Tabel 14). Umumnya ikan-ikan tersebut dipasarkan pada pasar lokal untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
Tabel 14 Jumlah hasil tangkapan pukat cincin Bulan April-Juli dan November 2008 (kg)
Hasil Tangkapan
pukat cincin April Mei Juni Juli November Jumlah
Bawal hitam 2.447 5.868 364 1.258 - 9.937
Selar bentong 5.012 9.010 2.853 1.440 417 18.732
Kembung 1.740 12.584 1.489 2.177 574 18.564
Tembang 12.913 25.108 20.829 - 2.544 61.394
Tongkol 1.255 2.178 587 1.478 442 5.940
Lemuru - - 3.800 - - 3.800
59
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Karakteristik konsumen di RW 11 Muara Angke
Penjelasan tentang karakteristik individu konsumen yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, jumlah anggota keluarga, status menikah, pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, frekuensi membeli ikan dan tingkat konsumsi ikan (Tabel 15). Konsumen yang menjadi responden penelitian bertempat tinggal di perumahan Muara Angke. Konsumen yang sering melakukan pembelian ikan adalah perempuan sebanyak 70% (21 orang). Sebagian besar konsumen tersebut berusia antara 30 tahun sampai 41 tahun sebanyak 18 orang.
Konsumen tersebut hampir seluruhnya sudah menikah maka diperoleh data bahwa konsumen yang banyak melakukan pembelian ikan adalah konsumen yang sudah menikah (28orang). Hal ini memberikan indikasi bahwa konsumen membeli ikan di pasar Muara Angke untuk konsumsi keluarga. Jika ditinjau dari jumlah anggota keluarga yang dimiliki konsumen maka konsumen terbanyak adalah konsumen yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-4 orang (21orang).
Selain jenis kelamin, usia, status pernikahan, karakteristik tingkat pendidikan juga ditanyakan kepada responden. Responden yang melakukan pembelian ikan umumnya berpendidikan terakhir SMP sebesar 43,33%. Responden yang bertempat tinggal di Muara Angke pada umumnya sudah berkeluarga dan bermatapencaharian sebagai penjual makanan atau yang lebih dikenal dengan istilah pedagang warteg. Selanjutnya ada yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau hanya sebagai ibu rumah tangga (IRT).
60
konsumen di Muara Angke adalah Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 sebesar 53,3%.
Jumlah konsumen yang membuka usaha rumah makan lebih banyak, sehingga ikan yang dibutuhkan oleh pemilik rumah makan lebih banyak daripada kebutuhan ibu rumah tangga. Ikan yang sering dibeli oleh konsumen ini adalah ikan kembung, selar bentong dan tongkol. Ikan yang dibeli dalam bentuk segar. Pemilik rumah makan membeli ikan tersebut setiap hari di Pasar Muara Angke. Konsumen yang membeli ikan setiap hari di pasar Muara Angke juga konsumen ibu rumah tangga. Frekuensi konsumen membeli ikan di pasar Muara Angke yang paling besar, yaitu setiap hari sebesar 53%. Hal ini juga memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi konsumen terhadap ikan tersebut cukup besar, yaitu sebesar 53% tingkat konsumsi konsumen tinggi dan sisanya tingkat konsumsi konsumen sedang.
Secara umum, konsumen yang diteliti dapat dikategorikan sebagai kelompok masyarakat bergender wanita dengan usia lebih dari 30 tahun dan telah berkeluarga dengan jumlah keluarga 3-4 orang/keluarga. Pekerjaan konsumen yaitu pemilik usaha rumah makan kecil (warteg) dan ibu rumah tangga yang berpendapatan kurang dari Rp 2.000.000,00.
61
Tabel 15 Karakteristik konsumen di RW 11 yang membeli ikan di pasar Muara Angke
Keterangan Jumlah Proporsi Total
(orang) (%) (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 9 30 100
62
5.1.2 Persepsi pedagang dan nelayan
Hasil analisis deskriptif tidak hanya mengetahui karakteristik konsumen melainkan juga untuk menganalisis persepsi pedagang dan nelayan mengenai kepedulian terhadap preferensi konsumen. Pedagang yang tidak peduli terhadap preferensi konsumen terhadap hasil tangkapan sebanyak 7 responden (58,3%) dan yang peduli sebanyak 5 responden (41,7%) (Tabel 16).
Tabel 16 Persepsi pedagang terhadap preferensi konsumen
Persepsi Terhadap Preferensi Konsumen Jumlah Responden (orang)
Persentase (%)
Peduli 5 41,7
Tidak Peduli 7 58,3
Jumlah 12 100
Berdasarkan wawancara, kepedulian pedagang biasanya dalam hal harga. Apabila hasil tangkapan yang didaratkan sedikit maka harga jual hasil tangkapan lebih mahal. Dalam hal kesegaran, menurut pengamatan ikan-ikan yang dijual di pasar Muara Angke tidak diberi es dan penempatannya digabung antara ikan yang masih segar dengan yang kurang segar. Sedangkan untuk ukuran ikan, pedagang menjual ikan yang ukurannya tidak ada ketentuannya.
Sampel nelayan yang diambil yaitu kapten kapal sebanyak 4 orang dari 4 armada pukat cincin. Nelayan ternyata tidak peduli terhadap preferensi konsumen terhadap hasil tangkapan. Alasan nelayan tidak peduli adalah nelayan ingin memperoleh ikan agar dapat menutupi biaya operasi penangkapan dan memperoleh keuntungan.
5.1.3 Preferensi konsumen terhadap ikan tongkol
63
Tabel 17 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan tongkol Utilities (Kegunaan)
Atribut Level Utility Estimate Std. Error
Ukuran Besar (ikanmature) 0,233 0,113
Kecil (ikanimmature) -0,233 0,113
Kesegaran Segar 0,675 0,113
Tidak segar -0,675 0,113
Harga Mahal -0,708 0,113
Murah 0,708 0,113
(Constant) 4,5 0,113
Importance Correlationsa
Ukuran 33,863 Value Sig.
Kesegaran 42,387 Pearson's R 0,976 0
Harga 23,750 Kendall's tau 0,929 0,001
Averaged Importance Score a. Correlations between observed and estimated preferences
Konsumen lebih menyukai ikan tongkol dari atribut kesegaran, kemudian ukuran dan harga (Tabel 17). Menurut nilai kegunaannya (utilities) konsumen menyukai ikan tongkol yang berukuran besar, segar dan murah. Hal ini diperlihatkan dari nilai kegunaan yang bernilai positif. Nilai korelasi Pearson’s dan Kendall’s tau yang dihasilkan sebesar 0,976 dan 0,929. Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengamatan preferensi dengan dugaan preferensi adalah sangat erat.
5.1.4 Preferensi konsumen terhadap ikan kembung
64
Tabel 18 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan kembung Utilities (Kegunaan)
Atribut Level Utility Estimate Std. Error
Ukuran Besar(ikanmature) -0,733 0,067
Kecil(ikanimmature) 0,733 0,067
Kesegaran Segar 1,392 0,067
Tidak segar -1,392 0,067
Harga Mahal -0,592 0,067
Murah 0,592 0,067
(Constant) 4,5 0,067
Importance Values Correlationsª
Ukuran 40,128 Value Sig.
Kesegaran 41,746 Pearson's R 0,997 0
Harga 18,126 Kendall's tau 1 0
Averaged Importance Score a. Correlations between observed and estimated preferences
Konsumen lebih menyukai ikan kembung dari atribut kesegaran, kemudian ukuran dan harga (Tabel 18). Menurut nilai kegunaannya (utilities) konsumen menyukai ikan kembung yang berukuran kecil, segar dan murah. Hal ini diperlihatkan dari nilai kegunaan yang bernilai positif. Nilai korelasi Pearson’s dan Kendall’s tau yang dihasilkan sebesar 0,997 dan 1. Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengamatan preferensi dengan dugaan preferensi adalah sangat erat.
5.1.5 Preferensi konsumen terhadap ikan selar bentong
65
Tabel 19 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan selar bentong
Utilities (Kegunaan)
Atribut Level Utility Estimate Std. Error
Ukuran Besar (ikanmature) -0,733 0,073
Kecil (ikanimmature) 0,733 0,073
Kesegaran Segar 1,392 0,073
Tidak segar -1,392 0,073
Harga Mahal -0,617 0,073
Murah 0,617 0,073
(Constant) 4,5 0,073
Importance Values Correlationsa
Ukuran 39,615 Value Sig.
Kesegaran 41,618 Pearson's R 0,996 0
Harga 18,767 Kendall's tau 1 0
Averaged Importance Score a. Correlations between observed and estimated preferences
66
5.2 Pembahasan
Konsumen merupakan pihak pengguna produk sektor perikanan. Hasil tangkapan yang didaratkan tujuan utamanya yaitu untuk dipasarkan ke konsumen baik dalam bentuk segar maupun olahan. Ikan pelagis merupakan ikan yang banyak didaratkan di PPI Muara Angke maupun kiriman dari luar daerah. Konsumen di Muara Angke memiliki preferensi terhadap tiga jenis ikan pelagis yang dominan dipasarkan di Muara Angke yaitu ikan tongkol (Auxis sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan selar bentong (Caranx crumenophthalmus) dengan urutan kesegaran, ukuran, dan harga (Tabel 20).
Tabel 20 Rangkuman nilai kepentingan ikan yang dibeli
Ikan Nilai Kepentingan
Tongkol
1. Kesegaran (42,39%)
2. Ukuran Besar (ikanmature) (33,86%) 3. Harga (23,75%)
Kembung
1. Kesegaran (41,75%)
2. Ukuran Kecil (ikanimmature) (40,13%) 3. Harga (18,13%)
Selar bentong
1. Kesegaran (41,62%)
2. Ukuran Kecil (ikanimmature) (39,62%) 3. Harga (18,77%)
Kesegaran adalah atribut yang paling diperhatikan oleh konsumen di Muara Angke dalam membeli ikan. Preferensi atribut kesegaran ikan dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku nelayan. Preferensi konsumen terhadap kesegaran ikan dapat mendorong perbaikan penanganan hasil tangkapan di atas kapal. Kemunduran kualitas (kesegaran) ikan dapat dicegah misalnya dengan menyediakan refrigerator pada palka dan rak-rak untuk menyimpan ikan (Ross, 2008), seperti yang ada di kapal jaring cumi.