• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi rebusan daun sirih merah, Piper crocatum sebagai senyawa anthiperglikemia pada tikus putih galur Sprague-Dwaley

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi rebusan daun sirih merah, Piper crocatum sebagai senyawa anthiperglikemia pada tikus putih galur Sprague-Dwaley"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (

Piper

crocatum

) SEBAGAI SENYAWA ANTIHIPERGLIKEMIA

PADA TIKUS PUTIH GALUR

Sprague-Dawley

AGUS SALIM

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

AGUS SALIM. Potensi Rebusan Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Senyawa

Antihiperglikemia pada Tikus Putih Galur Sprague-Dawley. Dibimbing oleh

MEGA SAFITHRI dan NORMAN R. AZWAR.

Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu jenis tanaman hias,yang

kini berubah menjadi tanaman obat alternatif sejak diperkenalkan oleh Bambang

Sudewo

produsen tanaman obat di Blunyahrejo, Yogyakarta. Rebusan sirih

merah (Piper crocatum) telah digunakan secara tradisional untuk mengobati

diabetes melitus. Namun demikian, sampai sekarang belum ada penelitian

mengenai kandungan fitokimia dan menguji khasiat tanaman tersebut dalam

menurunkan kadar glukosa darah hewan uji. Oleh karena itu, penelitian ini

bertujuan untuk mempelajari toksisitas akut rebusan sirih merah dan mengetahui

kandungan fitokimia sirih merah, serta hubungannya dalam menurunkan kadar

glukosa darah pada tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley

yang dibuat

hiperglikemia.

Hasil analisis fitokimia diperoleh bahwa rebusan sirih merah mengandung

alkaloid, flavonoid, dan tanin. Uji toksisitas akut menunjukkan bahwa tidak

adanya tikus yang mati selama 7 hari pengamatan untuk semua kelompok dosis.

Ini berarti rebusan sirih merah praktis tidak toksik menurut klasifikasi Lu (1995).

(3)

ABSTRACT

AGUS SALIM. Potency of celebes pepper decoction (Piper crocatum) as an

antihiperglycemia compound in rat strain

Sprague-Dawley. Under the direction of

MEGA SAFITHRI and NORMAN R. AZWAR.

Celebes pepper (

P. crocatum) is one of the ornamental plant, that changed

into the herbs since introduced by Bambang Sudewo

herbs producer in

Blunyahrejo, Yogyakarta. Celebes pepper decoction (P. crocatum) had been used

to cure diabetes mellitus traditionally. Yet, there was no research concerning

phytochemical properties and herbs characteristic in decreasing blood glucose

level in animal test. Therefore, research aims to learn the acute decoction toxicity

of celebes pepper and observe the phytochemical properties of celebes pepper and

also its relation in decreasing blood glucose level in hyperglycemia rat male strain

Sprague-Dawley.

Results showed that celebes pepper decoction contains alkaloid, flavonoid,

and tannin. Acute toxicity test indicated all rats live during 7 treatment day for all

dose group. Its means celebes pepper decoction was not toxic practically

according to Lu clasification ( 1995).

(4)

POTENSI REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (

Piper

crocatum

) SEBAGAI SENYAWA ANTIHIPERGLIKEMIA

PADA TIKUS PUTIH GALUR

Sprague-Dawley

AGUS SALIM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian

dilakukan dari bulan Juli sampai Desember 2005 di Laboratorium Biokimia

Program Studi Biokimia dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Departemen

Kimia, FMIPA, IPB bogor. Tema yang dipilih adalah potensi antihiperglikemia

rebusan sirih merah, dengan judul kajian Potensi Rebusan Sirih Merah (Piper

crocatum) Sebagai Senyawa Antihiperglikemia pada Tikus Putih Galur

Sprague-Dawley. Penelitian ini dibimbing langsung oleh Mega Safithri S.Si., M.Si dan

Prof.Dr. H. Norman R. Azwar.

Ungkapan terimakasih penulis berikan kepada berbagai pihak yang telah

membantu dalam pengerjaan karya ilmiah ini, terutama kepada Bapak Prof.Dr. H.

Norman R. Azwar dan Ibu Mega Safithri S.Si., M.Si selaku pembimbing yang

telah memberikan banyak saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

seluruh staf di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka,

Martini, Dini, Wida, Thomas, Kharisma Adi dan Karim yang telah membantu

penulis selama penelitian ini.

Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Bapak Edi Mulyadi,

Ibu Lulu, serta semua teman Biokimia 38 atas perhatian dan dukungannya. Tak

lupa penulis menyampaikan ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada

keluarga penulis yang senantiasa mendukung, dan mendoakan penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam bidang ilmu pengetahuan.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 27 Agustus 1981 sebagai anak ketujuh dari

tujuh bersaudara, anak pasangan Muksin (almarhum) dan Rohani (almarhum).

Tahun 2001 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 28 Jakarta

dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB. Penulis memilih program studi Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Sirih Merah ... 1

Insulin ... 2

Diabetes Melitus ... 3

Pengobatan Diabetes Melitus ... 4

Uji Fitokimia ... 5

Uji Toksisitas Akut ... 6

Aloksan ... 6

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 7

Metode ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Fitokimia ... 8

Uji Toksisitas Akut ... 8

Aktivitas Antihiperglikemia Rebusan Daun SM ... 9

Efek Rebusan SM terhadap Bobot Badan ... 10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 11

Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Klasifikasi toksisitas akut dan nilai LD

50

... 6

2 Hasil uji fitokimia rebusan daun sirih merah ... 8

3 Tingkat kematian hewan pada masa percobaaan selama seminggu ... 9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tanaman sirih merah ... 2

2 Sintesis insulin ... 2

3 Sekresi insulin dalam sel

kepulauan Langerhans ... 3

4 Senyawa aloksan... 6

5 Tikus percobaan galur

Spraque-Dawley

... 7

6 Penyuntikan tikus melalui daerah intraperitonial ... 8

7 Rata-rata bobot badan tikus pada uji toksisitas selama 2 minggu ... 9

8 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama 2 minggu ... 10

9 Rata-rata penurunan kadar glukosa darah tikus selama 2 minggu ... 10

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 14

2 Perhitungan obat daonil dan dosis rebusan sirih merah yang dicekok ... 15

3 Bobot badan tikus pada uji toksisitas ... 16

4 Hasil uji statistika terhadap bobot badan tikus uji toksisitas akut ... 17

5 Bobot badan tikus aktivitas antihiperglikemia ... 18

6 Hasil uji statistika terhadap bobot badan tikus aktivitas

antihiperglikemia ... 19

7 Kadar glukosa darah tikus aktivitas antihiperglikemia ... 21

8 Rata-rata persen penurunan glukosa darah tikus aktivitas

antihiperglikemia ... 21

(11)

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus atau biasanya disingkat DM atau diabet, merupakan penyakit yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia kronik, di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal. Karena dalam urin penderita kadar gulanya juga lebih tinggi dari normal, maka istilah populer dalam masyarakat adalah

penyakit “kencing manis”. Keadaan ini berhubungan dengan terjadinya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang tidak normal dalam tubuh, serta adanya gangguan hormonal seperti insulin, glukagon, kortisol dan hormon pertumbuhan (Badan POM 2005).

Menurut survey yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, sedangkan urutan diatasnya India, Cina dan Amerika Serikat. Temuan ter-sebut semakin membuktikan bahwa Penyakit Diabetes Melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius (Depkes RI 2005).

Jumlah penderita DM terus meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup, jenis makanan yang dikonsumsi, kekurangan kegiatan jasmani, dan masih banyak lagi. Organisasi yang peduli terhadap permasalahan Diabetes, Diabetic Federation mengestimasi-kan bahwa jumlah penderita DM di Indonesia tahun 2001 terdapat 5,6 juta penderita diabetes untuk usia diatas 20 tahun, akan meningkat menjadi 8,2 juta pada tahun 2020, bila tidak dilakukan upaya perubahan pola hidup sehat para penderita (Depkes RI 2005).

Timbulnya berbagai penyakit komplikasi dan peningkatan jumlah penderita dapat dicegah dengan melakukan usaha preventif. Usaha tersebut dapat berupa perubahan gaya hidup, pemberian insulin maupun obat oral hipoglikemia. Saat ini harga insulin dan obat oral hipoglikemia semakin mahal. Selain mahal, penggunaan insulin dan obat oral hipoglikemia juga dapat menimbulkan efek samping. Oleh karena itu, saat ini masyarakat mulai berpaling pada penggunaan obat tradisional (Maryuni 2002).

Dalam penggunaan obat tradisional, Indonesia termasuk salah satu negara di Asia yang sudah lama mempunyai tradisi tersebut. Menurut Heyne (1987) dan Sostroamidjojo (1962) (didalamMaryuni 2002), ramuan obat tradisional Indonesia menggunakan tidak kurang dari 1200 jenis tanaman yang berasal dari 160 suku tanaman. Khusus untuk

penyakit diabetes, Widowati et al.(1997) menyatakan bahwa terdapat 46 jenis tanaman yang telah mendapat perhatian karena aktivitas antidiabetesnya.

Sirih merah (Piper crocatum) merupakan tanaman merambat yang banyak tumbuh di daerah tropis khususnya Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman hias, yang kemudian berubah menjadi tanaman obat sejak diperkenalkan oleh Bambang Sudewo – produsen tanaman obat di Blunyahrejo (Duryatmo 2005). Daun sirih merah digunakan secara tradisional untuk mengobati DM. Namun demikian, sampai sekarang belum ada penelitian mengenai kandungan fitokimia dan menguji khasiat tanaman tersebut dalam menurunkan kadar glukosa darah hewan uji.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari toksisitas akut rebusan sirih merah dan mengetahui kandungan fitokimia sirih merah, serta hubungannya dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih galur Spraque-Dawley yang dibuat hiperglikemia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah informasi ilmiah mengenai dosis aman dari sirih merah serta pemanfaatannya dalam mengobati penyakit diabetes.

Hipotesis penelitian ini adalah sirih merah (P. crocatum) memiliki senyawa tertentu yang berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih hiperglikemia.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2005 di Laboratorium Biokimia Program Studi Biokimia dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Sirih Merah

(12)

Gambar 1 Tanaman sirih merah (P. crocatum) (Calisi 2005)

Tanaman sirih merah (SM) ini merupakan tanaman merambat, yang tumbuh hingga mencapai ketinggian 10 kaki atau lebih, mudah tumbuh didaerah tropis (khususnya daerah lembab), dan perkembangbiakannya dengan stek. Permukaan atas daun ini berwarna hijau gelap berpadu dengan tulang daun merah kepekatan, sedangkan permukaan bawah daun berwarna merah keunguan (Duryatmo 2005).

Tanaman SM ini secara empiris telah terbukti menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selain diabetes melitus, penyakit yang disembuhkan dengan sirih merah antara

lain hipertensi, leukemia, dan kanker payudara (Duryatmo 2005).

Insulin

Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di Pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan faktor utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga berperan dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein (Anonim, 2004).

Insulin disintesis pertama kali sebagai preproinsulin pada sel  kepulauan Langerhans. Preproinsulin mengandung ujung

–amino sekuensi sinyal (amino-terminal signal sequence) yang diperlukan sebagai prekursor hormon untuk melewati membran retikulum endoplasma (RE) selama proses translasi. Setelah sampai di RE, bagian sinyal sekuensinya secara proteolitik dipotong dari proinsulin, kemudian terbentuknya tiga ikatan disulfida pada prepoinsulin. Selama di RE, untai C peptida pada proinsulin diputus oleh protease spesifik menjadi insulin. Insulin ini kemudian dipaketkan dan disimpan dalam bentuk granula yang nantinya terakumulasi dalam sitoplasma (Gambar 2) (Caltailler 2004).

(13)

Proses pelepasan insulin dari sel beta merupakan salah satu respon dari perubahan kadar glukosa dalam darah. Ketika kadar glukosa dalam darah meningkat seiring dengan peningkatan metabolisme karbohidrat, menyebabkan glukosa dalam darah masuk ke dalam sel beta lewat glukosa transporter tipe 2 (GLUT 2, spesifik pada sel  kepulauan Langerhans dan sel hati). Hal ini menyebabkan meningkatnya aktivitas enzim glukokinase diikuti glikolisis, dan respirasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan rasio ATP/ADP. Peningkatan ini menyebabkan kanal KATP (ATP-sensitive

potassium channel) tertutup, sehinggga terjadinya depolarisasi dalam sel yang menyebabkan terbukanya kanal kalsium (voltage-gated calcium channel). Meningkat-nya kalsium dalam sel menyebabkan terjadi-nya pelepasan granula-granula insulin dalam sel (Gambar 3) (Caltailler 2004).

Molekul insulin yang dikeluarkan dalam sel beta kemudian diedarkan melalui aliran darah sampai ke reseptor insulin yang terikat dalam membran luar sel target. Reseptor insulin ini nantinya akan menggerakkan pengambilan glukosa dalam darah ke berbagai jaringan yang mengandung glukosa transporter tipe 4 (GLUT 4, spesifik pada otot rangka, otot jantung dan jaringan adiposa). GLUT 4 merupakan transport glukosa yang kerjanya dipengaruhi oleh keberadaan hormon insulin. Ketika insulin sampai ke reseptor insulin, maka reseptor ini akan mengaktifkan kerja GLUT 4 dalam transport glukosa ke

dalam sel. Selain itu, insulin juga berperan dalam metabolisme lemak (trigliserida), protein, ekspresi gen dan regulasi pertumbuhan sel (Caltailler 2004).

Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes melitus. Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan dibawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut; pasien dengan diabetes melitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah atau kebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah (Anonim 2004).

Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah suatu gejala kelainan dalam tubuh yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan adanya gula dalam air seni. DM termasuk kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Gejala yang ditimbulkan penyakit antara lain sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan kabur, banyak makan tetapi berat badan menurun, gatal-gatal, gairah seks menurun, serta cepat merasa lelah, dan mengantuk (Purwakusumah 2003).

(14)

Seseorang dapat menderita penyakit DM karena berbagai faktor, antara lain keturunan, obesitas, pola makan yang tidak sehat, malnutrisi, kehamilan, dan lingkungan (Tjokroprawiro 1989).

Untuk mendeteksi adanya penyakit DM, seseorang dapat melakukan pemeriksaan glukosa darah atau urin. Pemeriksaan glukosa darah spesifik dilakukan dalam keadaan puasa (8-10 jam setelah makan). Kadar glukosa darah puasa pada orang normal berkisar antara 70-120 mg/dl (Badan POM 2005, Mathur et al.2003). Konsentrasi tersebut bisa bertambah tinggi pada keadaan setelah makan, yaitu 180 mg/dl dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam. Bila hasil dua kali pemeriksaan pada waktu yang berbeda menunjukkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl, maka seseorang dapat didiagnosis menderita penyakit diabetes (Mathuret al.2003).

Penyakit diabetes jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat atau mengkonsumsi obat diabetes oral berlebihan. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, syaraf dan penyakit berat lainnya (Afifah 2003). Komplikasi kronis tersebut dapat berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf mata) dan retinopati (gangguan retina mata) (Mathuret al.2003).

Diabetes melitus terbagi menjadi dua, yaitu diabetes melitus tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan diabetes melitus tipe II (Insulin Independent Diabetes Mellitus).

Diabetes melitus tipe I disebut juga

Insulin Dependent Diabetes Mellitus(IDDM), atau diabetes melitus tergantung insulin. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang berusia dibawah 30 tahun, orang yang kurus. Sebagian besar kasus terjadi sebelum atau sekitar masa pubertas (Mathur et al. 2003). Penderita penyakit diabetes tipe ini tergantung pada insulin seumur hidupnya. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas untuk memproduksi insulin. Insulin sama sekali tidak diproduksi atau diproduksi dalam jumlah yang kecil sekali (Widowati et al.1997). Menurut Ranakusumaet al.(1999), tubuh tidak mampu memproduksi insulin karena sel  kepulauan Langerhans

mengalami peradangan yang diakibatkan oleh adanya virus seperti viruscochsakie, rubella,

cito megalo virus (CMV), herpes, dan lain-lain.

Penderita diabetes tipe I yang tidak dapat disembuhkan mengalami perubahan metabolisme lemak. Tubuh tidak dapat mengkonversi glukosa menjadi energi sehingga tubuh akan menggunakan cadangan lemak sebagai bahan bakar. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah komponen asam yang disebut badan keton dalam darah yang mempengaruhi pernafasan.

Pada diabetes tipe II, jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang sehingga masuknya glukosa kedalam sel terhambat. Penyebab diabetes tipe ini sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi banyak faktor yang berperan. Faktor tersebut antara lain obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan, dan faktor herediter (Ranakusumaet al.1999).

Pengobatan Diabetes Melitus

Pengobatan penyakit diabetes melitus terbagi dalam empat bentuk utama, yaitu diet, olahraga, terapi insulin, dan pemberian obat hipoglikemia oral (Mathuret al.2003).

Terapi diet bertujuan untuk memperoleh berat badan ideal dan untuk menghindari peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan olahraga meningkatkan sensitivitas insulin sehingga dapat meningkatkan kerja insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah (Mathuret al.2003).

Insulin diperlukan oleh penderita DM tipe I maupun tipe II. Pada penderita diabetes melitus tipe I, insulin diberikan tanpa pemberian obat hipoglikemia oral, sedangkan pada penderita DM tipe II, kombinasi insulin dengan obat hipoglikemia oral memberikan hasil yang lebih baik (Ranakusuma et al.1999).

Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, dan mudah (Ganiswara 1980 didalam Maryuni 2002), selain itu pemberian obat hipoglikemia oral digunakan hanya untuk penderita DM tipe II (Mathur et al.2003). Obat hipoglikemia oral bagi penderita diabetes dibagi dua, yaitu obat modern dan obat tradisional.

(15)

terutama pada peningkatan sekresi insulin, sedangkan peningkatan sensitivitas insulin merupakan efek kedua untuk mengurangi konsentrasi glukosa darah. Kedua, golongan biguanida, tidak mempunyai efek langsung pada sekresi insulin. Mekanisme kerja golongan ini belum dimengerti secara sempurna tetapi diduga melalui pengurangan produksi glukosa hati, meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah akarbose. Obat ini meng-hambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan karbohidrat. Keempat, adalah insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi glukosa hati (Rahminiwati,et al.2003).

Daonil merupakan salah satu contoh obat yang merupakan turunan sulfonilurea, termasuk dalam golongan glibenklamid. Obat ini mengandung 5 mg glibenklamid dan memiliki waktu paruh 5-7 jam. Cara kerjanya sama dengan turunan sulfonilurea lainnya yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin. Menurut Bowman & Rand (1968)(didalam

Maryuni 2002), obat yang termasuk dalam golongan glibenklamid akan mengalami meta-bolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekresikan melalui urin, sedangkan sisanya dibuang melalui empedu dan tinja. Pemberian glibenklamid secara terus menerus akan menyebabkan tumbuhnya sel-sel  pankreas baru.

Pengobatan secara tradisional didasarkan faktor-faktor empiris, kebiasaan, pengalaman, dan terkadang unsur-unsur yang bersifat mistik. Pada umumnya mekanisme proses penyembuhan yang terjadi dalam pengobatan jenis ini tidak dapat dijelaskan secara tuntas seperti pengobatan modern. Banyak jenis obat tradisional yang sudah digunakan sebagai obat oral antidiabetik. Dalam Widowati et al.

(1997), disebutkan bahwa terdapat 46 jenis tanaman yang digunakan sebagai obat diabetes. Dari keseluruhan tanaman, baru 16 jenis tanaman yang telah diteliti secara ilmiah yaitu bawang (Allium cepa L), babakan pule (Alstonia scholaris), sambiloto (Andrographis paniculata), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), sembung (Blumea balsamifera), tapak dara (Catharathus roseus G. Don), ubi jalar (Ipomoea batatas Poir), bungur putih (Lagerstroemia speciosa (L) Pers), petai cina (Leucaena leucephala de Win), bidara upas (Merremia mammosa Hall), mengkudu

(Morinda citrifolia L), lampes (Ocimum sanctum L), petai (Parkia speciosa Hassk), keji beling (Sericocalyx crispus L. Bremek), duwet (Syzgium cumini (L) Skeels), dan bratawali (Tinospora crispa (L.) Miers).

Uji Fitokimia

Kimia tumbuhan atau fitokimia adalah cabang kimia organik yang berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian dari fitokimia adalah keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah, dan fungsi biologis (Rafi 2003). Analisis fitokimia atau uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan terpenoid tanpa menghasilkan penapisan biologis. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi jenis senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Analisis ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam sehingga menjadi panduan bersama-sama dengan uji aktivitas biologis senyawa tersebut. Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif ini adalah untuk untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan. Informasi ini sangat berguna oleh ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi/mengubah subsitituen senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya adalah dapat berupa tanaman segar, kering yang berupa rajangan, serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan (Rafi 2003).

(16)

Uji Toksisitas Akut

Toksisitas akut didefinisikan sebagai efek yang ditimbulkan oleh senyawa kimia atau obat terhadap organisme target. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan obat atau zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam atau 7-24 hari. Kebanyakan pemeriksaan toksisitas akut diarahkan pada penentuan dosis letal median (LD50) suatu bahan kimia tertentu

(Lu 1995).

LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal

suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba (Lu 1995). Pengujian ini dapat memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama. Dalam beberapa hal, khususnya bila toksisitas akut suatu zat kimia rendah, nilai LD50 tidak perlu

ditentukan secara tepat (Lu 1995). Informasi bahwa dosis yang cukup besar menyebabkan hanya sedikit kematian atau bahkan tidak menyebabkan kematian sama sekali dianggap cukup. Tingkat keracunan senyawa kimia atau obat berdasarkan nilai LD50 dan klasifikasi

toksisitas akut pada hewan coba dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi toksisitas akut dan nilai LD50(Lu 1995)

kategori LD50

Supertoksik 5 mg/kg atau kurang Amat sangat toksik 5-50 mg/kg

Sangat toksik 50-500 mg/kg Toksik sedang 0,5-5 g/kg Toksik ringan 5-15 g/kg Praktis tidak toksik > 15 g/kg

Aloksan

Aloksan (2,4,tetraoksipirimidina; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa kimia yang biasa digunakan untuk menginduksi penyakit diabetes melitus (Gambar 4). Aloksan pertama kali di diperkenalkan oleh Brugnatelli tahun 1818. Wöhler dan Liebig pada tahun

1928 menggunakan nama ”aloksan” dan

memaparkan sintesis pembuatannya melalui oksidasi asam urat. Pada tahun 1943, Shaw Dunn, Sheehan dan McLetchie menemukan bahwa pemberian aloksan pada kelinci mengakibatkan hiperglikemia temporer, yang diikuti hipoglikemia hebat, dan diakhiri dengan kematian hewan. Peristiwa ini berhubungan dengan nekrosis selektif sel-sel

β-kepulauan Langerhans. (McLetchie 2002 dan Szkudelski 2001).

Gambar 4 Senyawa aloksan (Szkudelski 2001)

Telah diteliti juga bahwa pemberian aloksan secara intervena maupun intraperitoneal mengakibatkan diabetes permanen, tidak hanya pada kelinci ataupun tikus, tetapi juga anjing, kucing, hamster, kambing, dan monyet. Dosis pemberian yang berbeda untuk setiap jenis spesies. Untuk tikus, dosis yang dapat membuat tikus hiperglikemia adalah 120 mg/kg berat badan (Purwanto 1995 dalam Maryuni 2002 dan Hermawan H 2002).

Aloksan bersifat hidrofilik dan merupakan senyawa yang tidak stabil. Memiliki waktu paruh pada pH netral dan suhu 37ºC sekitar 1,5 menit dan semakin meningkat pada suhu rendah (Lenzen & Munday 1991didalamSzkudelski 2001).

Perubahan histologi pulau Langerhans pankreas merupakan konsekuensi dari injeksi aloksan. Zat ini menyebabkan kerusakan selektif sel-sel β-pulau Langerhans; piknosis nukleus dan degranulasi terjadi pada sel-sel tersebut setelah 30 menit injeksi. Dua belas jam setelah injeksi, sel-sel β mengalami disintegrasi dan membentuk massa nekrotik yang luas dalam pulau Langerhans. Pada waktu berikutnya, massa nekrotik diabsorpsi dan habis pada akhir 48 jam. Pulau Langerhans hanya tinggal terdiri dari sel-selα. Hiperglikemia dihasilkan karena adanya

output glukosa dari hati yang dimungkinkan oleh stimulasi epinefrin medulla adrenal. Fase hipoglikemia disebabkan oleh adanya insulin yang dibebaskan dari nekrotik atau selβyang rusak. Tidak adanya insulin lagi yang diproduksi oleh sel-sel β mengakibatkan hiperglikemia permanen (Maryuni 2002).

(17)

berperan dalam transport ion Ca2+dalam sel. Kalsium diperlukan dalam memulai sejumlah proses seluler yang meliputi kontraksi sel, sekresi neurotransmiter dan hormon, ritmic firingdari jantung, dan sel syaraf. Calmodulin merupakan protein pengikat ion Ca2+ yang

berperan sebagai aktivator agar sejumlah tertentu ion Ca2+ berada didalam sel. Akibat hambatan aktivitas calmodulin ini sekresi insulin juga terhambat.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan yaitu daun sirih merah segar, aloksan tetrahidrat, NaCl 0,9% (b/v), betadin, tissue, kapas, strip test ACCU-CHEK Active, eter, alkohol 70%, kloroform, amoniak, H2SO42N, H2SO4pekat,

pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, metanol 30%, NaOH 10% (b/v) , eter, pereaksi Lieberman Buchard, FeCl3 1% (b/v), asam asetat 50%, dan

akuades.

Alat yang akan digunakan yaitu alat-alat gelas, kertas saring, glukometer ACCU-CHEK® Active, penangas air, Jarum suntik, sonde, gunting bedah, sarung tangan,masker, Neraca analitik Ohaus, timbangan Nationaal Voorburg,spot plate(papan uji).

Metode Penelitian

Pembuatan Rebusan Daun Sirih Merah (SM)

Daun SM segar ditimbang sebanyak 200 g, ditambahkan akuades sebanyak 1L, lalu direbus dengan air mendidih sampai volumenya menjadi 100 mL. Setelah itu disaring untuk mendapatkan ekstrak air daun sirih merah.

Analisis Fitokimia Daun Sirih Merah (Harbone 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 2 g contoh digerus dengan pasir halus, ditambahkan 10 mL kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam

diambil kemudian ditambahkan pereaksi Dagendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat oleh pereaksi Wegner.

Uji Saponin. Sebanyak 1 g contoh ditambah air secukupnya dan dipanaskan pada air mendidih selama 5 menit. Larutan tersebut

didinginkan kemudian dikocok. Timbulnya busa yang bertahan lebih dari 10 menit menunjukkan adanya saponin.

Uji Flavonoid dan Fenolik Hidrokuinon. Sebanyak 1 g contoh ditambah metanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditaruh kedalam spot plate (papan uji) dan kemudian ditambahkan NaOH 10% (b/v) atau H2SO4 pekat.

Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan

adanya flavonoid.

Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g contoh ditambah 25 ml etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter. Lapisan eter dipipet dan diujikan pada spot plate dengan menambahkan pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.

Uji Tanin. Sebanyak 10 g contoh ditambahkan air kemudian dididihkan selama beberapa menit, kemudian disaring. Filtratnya ditambah FeCl31% (b/v). Warna biru tua atau

hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

Hewan Coba dan Rancangan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague-Dawley dengan jenis kelamin jantan, sehat, dan mempunyai aktivitas normal, berusia 3-4 bulan dengan berat badan 200-350 gram (Gambar 5).

Untuk uji toksisitas akut rebusan SM digunakan 12 ekor tikus. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dosis, yaitu 0, 5, 10, dan 20 g/kg BB dan masing-masing kelompok terdiri atas 4 ekor. Rebusan sirih merah diberikan secara oral ke tikus sesuai dosisnya, kemudian diukur bobot badannya dan mortalitas (tingkat kematian) selama 1 minggu.

(18)

Untuk uji aktivitas antihiperglikemia digunakan tikus sebanyak 24 ekor, dibagi menjadi 6 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Keenam kelompok tersebut itu adalah kelompok kontrol normal, kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, dan kelompok contoh dengan tiga macam dosis rebusan SM, yaitu 0,322 g/kg BB (100xdosis daonil), 3,22 g/kg BB (1000xdosis daonil) dan 20 mg/kg BB. Kelompok kontrol normal adalah kelompok tikus yang mendapat induksi NaCl 0,9% (b/v) dan cekok akuades. Kelompok kontrol negatif, disebut juga kelompok diabetes, merupakan kelompok yang disuntik aloksan dan dicekok akuades. Kelompok kontrol positif merupakan kelompok pembanding, dengan tikus mendapat induksi aloksan dan cekok obat antidiabetes komersial, yaitu Daonil, yang termasuk turunan sulfonilurea golongan glibenklamida dengan dosis 3,22 mg/kg BB. Kelompok contoh adalah kelompok tikus yang dibuat diabetes dengan induksi aloksan dan mendapat cekok rebusan daun SM.

Sebelum mendapatkan perlakuan, tikus diadaptasikan selama dua minggu untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Induksi aloksan dilakukan dengan cara menyuntikkan aloksan tetrahidrat pada bagian intraperitonial rongga bawah perut tikus (Gambar 6) dengan dosis 150 mg/ kg BB (konsentrasi 5% b/v dalam pelarut akuades steril). Selama perlakuan, darah tikus diambil dan diukur kadar glukosanya. Pengambilan darah dilakukan 16-17 jam setelah dipuasakan pada hari ke-0, 3, 5, 8, dan 13 setelah disuntik aloksan ataupun NaCl 0,9%.

Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Glukosa darah diukur menggunakan Glukometer. Metode ini berdasarkan reaksi antara glukosa dan NAD+ menjadi glukonolakton oleh enzim glukosa dehidrogenase (β-D-glukosa:NAD-Oksido reduktase). Glukosa darah diukur 5 kali yaitu pada hari ke-0, 3, 5, 8, dan 13 setelah disuntik aloksan ataupun NaCl 0,9%.

Gambar 6 Penyuntikan tikus melalui daerah intraperitonial

Analisis Statistik

Analisis data menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) pada tingkat kepercayaan 95% dan tarafα0,05 dan kemudian dilanjutkan dengan uji duncan.

Semua data dianalisis dengan mengguna-kan program SPSS 11.5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Fitokimia

Sampel yang digunakan adalah rebusan SM segar. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit sekunder yang diharapkan dapat berperan sebagai antihiperglikemia atau antidiabetes. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rebusan sirih merah segar mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin (Tabel 2). Pada uji alkaloid sampel menunjukkan hasil positif terhadap ketiga pereaksi (Wagner, Mayer, dan Dragendorf). Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah jingga. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuk warna hitam kehijauan.

Hasil uji fitokimia ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Andayani (didalam

Cahyani et al. 2006) yang menyimpulkan bahwa SM kaya flavonoid, alkaloid, senyawa folifenat, tanin dan minyak atsiri.

Dari ketiga senyawa tersebut (alkaloid, flavonoid, dan tanin), alkaloid, dan flavonoid merupakan senyawa aktif bahan alam yang telah diteliti memiliki aktivitas hipoglikemia (Ivorra et al. 1989 dalam Maryuni 2002). Sedangkan tanin berfungsi sebagai antioksidan dan penghambat pertumbuhan tumor.

Tabel 2 Hasil uji fitokimia rebusan daun sirih merah Uji Hasil Alkaloid + Flavonoid + Saponin -Triterpenoid -Steroid -Tanin + Keterangan :

(+) = mengandung senyawa uji, (-) = tidak mengandung senyawa uji

Uji Toksisitas Akut

(19)

Tabel 3 Tingkat kematian hewan pada masa percobaaan selama seminggu

Jumlah kematian Dosis (g/kg BB)

24 jam 7 hari 0 (kontrol) -

-5 -

-10 -

-20 -

-Keterangan :

Tanda (-) menyatakan tidak ada kematian

Tidak adanya kematian pada semua dosis yang diujikan dapat dikatakan bahwa rebusan sirih merah tidak toksik. Dengan demikian dianggap semua toksisitas akut dapat diabaikan dan nilai LD50 tidak perlu

ditentukan. Hal ini sesuai dengan klasifikasi toksisitas akut menurut Lu (1995) yang menyatakan bahwa zat kimia dengan nilai LD50 15 g/kg BB atau lebih bersifat praktis

tidak toksik.

Pengukuran bobot badan baik sebelum maupun sesudah perlakuan menunjukkan peningkatan bobot badan (Gambar 7). Peningkatannya ini tidaklah berbeda nyata untuk semua dosis (p>0,05)(Lampiran 4). Ini berarti perlakuan yang diberikan, yaitu pemberian rebusan sirih merah, tidak mempengaruhi pertumbuhan bobot badan tikus. Hal ini disebabkan karena dosis yang diberikan tidak membuat mati tikus, atau dikatakan tidak toksik, sampai dosis 20 g/kg BB sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tubuh tikus.

130 140 150 160 170 180 190

-7 6 -5 -4 3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7

hari ke

-B o b o t b a d a n (g )

kontrol Dosis 5 g/kg BB Dosis 10 g/kg BB Dosis 20 g/kg BB Gambar 7 Rata-rata bobot badan tikus pada

uji toksisitas selama 2 minggu.

Aktivitas Antihiperglikemia Rebusan Daun SM

Grafik rata-rata hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus pada uji aktivitas antihiperglikemia rebusan daun SM tertera pada Gambar 8. Pada hari ke-0 sebelum perlakuan (S+0), kadar glukosa darah tikus pada semua kelompok dalam keadaan normal berkisar antara 60-110 mg/dL. Selain itu uji statistika terhadap bobot badan semua kelompok pada hari ke-0 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 5). Setelah hari ke-3, tikus yang diinduksi dengan aloksan mengalami peningkatan kadar glukosa darah berkisar 141-487 mg/dL, sedangkan kelompok tikus yang diinduksi NaCl 0,9% kadar glukosa darahnya tetap normal.

Mulai hari 3 (S+3C+0) sampai hari ke-13 (S+ke-13C+10), pemberian obat pembanding maupun rebusan SM dengan berbagai dosis cenderung memberikan pengaruh penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terhadap tikus hiperglikemia. Adapun persen penurunan kadar glukosa darah pada kelompok negatif, positif, maupun kelompok SM dengan berbagai macam dosis dapat terlihat pada Gambar 9.

Hari ke-2 setelah pencekokan (S+5C+2), obat pembanding maupun rebusan SM dosis 0,322 g/kg BB dan 20 g/kg BB telah menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah, sedangkan SM dosis 3,22 g/kg BB menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan kondisi fisik dan fisiologi hewan coba. Keadaan ini dimungkinkan tikus dalam kelompok SM dosis 3,22 g/kg BB tersebut sangat sensitif terhadap induksi aloksan sehingga pada hari ke-2 pencekokan darahnya masih tetap meningkat. Akan tetapi, ketika hari ke-5 setelah pencekokan kelompok dengan 3,22 g/kg BB telah menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah. Bahkan persentase penurunannya lebih besar dibandingkan kelompok dosis SM 0,322 g/kg BB pada hari yang sama. Tingkat kenaikan glukosa darah hari ke-2 pada kelompok dosis ini tidak berbeda nyata dengan kelompok obat pembanding maupun dosis rebusan sirih merah yang lainnya (p>0,05) (Lampiran 9).

(20)

nyata dibandingkan dengan kontrol negatif (aloksan) dengan p>0,05, sedangkan kelompok yang lainnya (kontrol positif, SM dosis 0,322 g/kg BB, tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (Lampiran 9). Ini berarti rebusan SM dengan dosis 20 g/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Hari ke-10 setelah pencekokan (S+13 C+10) kesemua kelompok perlakuan mengalami penurunan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol negatif mungkin disebabkan karena efek diabetogenik aloksan biasanya bekerja ± 2 minggu, setelah itu kadar glukosa darahnya kembali normal (Purwanto 1995didalamHermawan H 2002). Penurunan kadar glukosa kontrol negatif ini tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif, kelompok SM dosis 0,322 g/kg BB, 3,22 g/kg BB, dan 20 g/kg BB. Akan tetapi berbeda nyata dengan kelompok kontrol normal. Begitu pula kelompok SM dosis 0,322 g/kg BB berbeda nyata dengan kelompok kontrol normal (p>0,05) (Lampiran 9). Kelompok kontrol positif, kelompok SM dosis 3,22 g/kg BB, dan 20 g/kg BB tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol normal (p>0,05) (Lampiran 9). Ini menunjukkan bahwa kadar glukosa darah kelompok kontrol positif, kelompok SM dosis1000 x daonil, dan 20 g/kg BB telah kembali normal, sedangkan kadar glukosa darah kelompok kontrol negatif dan kelompok SM dosis 100 x daonil belum kembali normal.

0 100 200 300 400 S+ 0 S+3C +0 S+5C +2 S+8C +5 S+13 C+1 0 Hari ke-K a d a r g lu k o s a d a ra h (m g /d L )

kontrol normal kontrol negatif (aloksan)

kontrol positif (daonil) SM dosis 0,322 g/kg BB

SM dosis 3,22 g/kg BB SM dosis 20 g/kg BB

Gambar 8 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama 2 minggu. S+0 = hari ke-0 sebelum penyuntikan; S+3C+0 = hari ke-3 penyuntikan, hari ke-0 pencekokan; S+5C+2 = hari ke-5 penyuntikan, hari ke-2 pencekok-an; S+8C+5 = hari ke-8 penyuntik-an, hari ke-5 pencekokan; S+13 C+10 = hari ke-13 penyuntikan, hari ke-10 pencekokan.

Gambar 9 Rata-rata penurunan kadar glukosa darah tikus selama 2 minggu. S+5C+2 = hari ke-5 penyuntikan, hari ke-2 pencekokan; S+8C+5 = hari ke-8 penyuntikan, hari ke-5 pencekokan; S+13C+10 = hari ke-13 penyuntikan, hari ke-10 pencekokan. * beda nyata dengan kontrol negatif pada p>0,05.

Efek Rebusan SM terhadap Bobot Badan

Grafik rata-rata hasil pengukuran bobot badan tikus pada uji aktivitas antihiperglikemia rebusan daun SM tertera pada gambar 10. Bobot badan tikus sebelum mengalami perlakuan (S-1) menunjukkan nilai normal yaitu rata-rata 316.25 ±27,82 g (Lampiran 5). Pemberian rebusan SM dengan berbagai dosis tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (Lampiran 6).

Penurunan bobot badan hanya disebabkan akibat induksi (penyuntikan) baik itu dengan aloksan maupun NaCl 0,9 %. Hal tersebut terlihat jelas pada gambar 10, bobot badan menurun sampai hari ke-3 setelah induksi (S+3C+0). Penurunan bobot badan ini semakin bertambah sampai hari ke-13 (S+13C+10), untuk kelompok tikus yang diberi induksi aloksan, sedangkan kelompok tikus yang diberikan induksi NaCl 0,9 % (kontrol normal) menunjukkan peningkatan bobot badan.

(21)

200 230 260 290 320 350

S-2 S-1 S+1 S+3C +0 S+5C +2 S+8C +5 S+13 C+1 0 hari ke-b o b o t b a d a n (g )

kontrol normal kontrol negatif (aloksan)

kontrol positif (daonil) SM dosis 0,322 g/kg BB

SM dosis 3,22 g/kg BB SM dosis 20 g/kg BB

Gambar 10 Rata-rata bobot badan tikus pada uji aktivitas antihiperglikemia selama 2 minggu. S-2 = hari ke-2 sebelum penyuntikan; S-2 = hari ke-1 sebelum penyuntikan; S+3 C+0 = hari ke-3 penyuntikan, hari ke-0 pencekokan; S+5C+2 = hari ke-5 penyuntikan, hari ke-2 pencekokan; S+8C+5 = hari ke-8 penyuntikan, hari ke-5 pencekokan; S+13C+10 = hari ke-13 penyuntikan, hari ke-10 pencekokan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari uji fitokimia, rebusan daun sirih merah mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin.

Rebusan daun sirih merah tidak memiliki toksisitas hingga dosis 20 g/kg BB.

Rebusan daun SM dosis 20 g/kg BB memiliki efek antihiperglikemia dengan menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes galur Sprague-Dawley yang diinduksi aloksan tetrahedrat hingga 17,76%, 40,17%, 38,44% pada hari 5, 8 dan ke-13 setelah induksi aloksan.

Saran

Penelitian lanjutan pada rebusan sirih merah perlu dilakukan untuk menentukan senyawa aktif yang bersifat antihiperglikemia. Untuk mengamati aktivitas antihiper-glikemia yang terbaik dalam sirih merah diperlukan dosis yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama agar kadar glukosa darah tikus hiperglikemia mencapai kadar normal. Selain itu perlu diteliti efek samping pemberian rebusan terhadap hati maupun pankreas secara histologi.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah E. Diabetes melitus. Di dalam

Pelatihan Tanaman Obat Tradisional (Swamedikasi) : Pengobatan Penya-kit Diabetes Melitus, 3-4 Mei 2003. Bogor : Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian IPB.

Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis (Phaseolus vulgarisLinn) pada tikus diabetes dan identifikasi komponen aktif [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[Anonim]. 2004. Insulin. http://id.wikipedia. org/wiki/Insulin [ 20 januari 2006]. Badan POM. 2005. Berita aktual : mengenal

beberapa tanaman yang digunakan sebagai antidiabetika. http://www. pom.go.id/public/berita_aktual/detail. asp? id=74&qs_menuid=2 [28 Juli 2005].

Caltailler JP. 2004. Insulin- from secretion to action. Dalam The Beta CellBiology Consortium.www.betacell.org/conten t/articles/print.php?aid=1[20 Januari 2006].

Colca JR, Kotagal N, Brooks CL, Lacy PE, Landt M, McDaniel ML. 1983. Aloxan inhibition of Ca2+-and calmodulin-dependent protein kinase activity in pancreatic islet. The J. Bio. Chem.258 : 7260-7263. Cahyani D et al. 2006. Sirih merah : musuh

baru beragam penyakit.Trubus.434 : 84-86.

Calisi AJ. 2005.Paper crocatum. http://home. att.net/~a.j.calisi/plants.html [13 okt 2005]

Depkes RI. 2005. Diabetes melitus masalah kesehatan masyarakat yang serius. http://www.depkes.go.id/index.php?o ption=news&task=viewarticle&sid=9 42 [28 Juli 2005].

Duryatmo S. 2005. Dulu hiasan kini obat.

Trubus.427 : 37.

Duryatmo S. 2005. Wajah ganda sirih merah.

(22)

Drews G, Krämer C, Düfer M, Drew PK. 2000. Contrasting effects of aloxan on islets and single mouse pancreatic

β-cells.Biochem J.352 : 389-397. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia :

Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. K Padmawinata, I Sudiro, penerjemah ; Bandung : ITB. Terjemahan dari :

Phytochemical Method.

Hermawan H. 2002. Isolasi dan pencirian senyawa aktif dari tumbuhan anting-anting (Acalypha indica L) yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edi Nugroho, penerjemah ; Jakarta : UI Pr.

Maryuni AE. 2002. Pengaruh pemberian dekokta daun jati pada tikus putih hiperglikemik [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mathur R & Shiel WC. 2003. Diabetes mellitus. http://www.medicinenet. com/diabetes mellitus/article.htm [28 Juli 2005].

McLetchie NGB. 2002. Aloxan diabetes : a discovery, albeit a minor one. J R Cool Physicians Edibn. 32 : 134-142. Onko TCT, Wibisono S. Olahraga dan diabetes melitus. Dexa Media. 17 : 65-69.

Purwakusuma ED. 2003. Tumbuhan sebagai sumber biofarmaka. Di dalam

Pelatihan Tanaman Obat Tradisional (Swamedikasi) : Pengobatan Penya-kit Diabetes Melitus, 3-4 Mei 2003. Bogor : Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian IPB.

Ranakusuma ABSet al.. 1999.Penatalaksana Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Aksara Buana.

Rafi M. 2003. Identifikasi fisik dan senyawa kimia pada tumbuhan obat : fokus pada tanaman obat untuk diabetes melitus. Di dalamPelatihan Tanam-an Obat Tradisional (Swamedikasi) :

Pengobatan Penyakit Diabetes Melitus, 3-4 Mei 2003. Bogor : Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian IPB.

Rahminiwati M, Iskandar & Andayani Y. Tanaman obat yang mempunyai peranan dalam mengatasi diabetes melitus. Di dalamPelatihan Tanam-an Obat Tradisional (Swamedikasi) : Pengobatan Penyakit Diabetes Melitus, 3-4 Mei 2003. Bogor : Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian IPB.

Robinson T. 1995. Kandungan Tumbuhan Tingkat Tinggi. Ed ke-6. K Padmawinata, penerjemah ; Bandung : ITB.

Szkudelski T. 2001. The Mechanism of

aloxan and streptozotocin action in β

cells of the rat pancreas.J. Physiol. Res.50 : 536-546.

Tjokroprawiro A. 1989. Diabetes Melitus : Klasifikasi, Diagnosis, dan Dasar-dasar Terapi.Jakarta : Gramedia.

Widowati L, Dzulkarnain, Sa’roni. 1997.

Tanaman obat untuk diabetes melitus. Cermin Dunia Kedokteran.

116 :53-60.

(23)
(24)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Daun sirih merah segar

Ekstraksi dengan air hepanas

Ekstrak (rebusan)

Uji fitokimia Uji toksisitas

Uji alkaloid

Uji saponin

Uji flavonoid

Uji triterpenoid & steroid

Uji tanin

(25)

Lampiran 2 Perhitungan obat daonil dan dosis rebusan sirih merah yang dicekok

Perhitungan dosis obat pembanding (daonil) yang dicekok

Bobot 1 tablet daonil = 0,1610 g

konsumsi daonil perhari adalah 1 tablet, sehingga dosis daonil perharinya

dengan asumsi bobot badan orang dewasa 50 kg yaitu 0,1610 g/ 50 kg BB =

3,22 g/kg BB

Perhitungan dosis rebusan sirih merah

Konsentrasi larutan rebusan sirih merah

200 g/100 mL = 2 g/mL (lihat

pembuatan rebusan sirih merah hal.5)

(26)

Lampiran 3 Bobot badan tikus pada uji toksisitas

bobot badan tikus (g) hari ke-perlakuan

-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7

kontrol 160 150 154 168 165 169 173 174 178 158 180 176 175 186 187 155 166 165 154 162 177 171 166 182 180 183 196 193 199 201 155 164 161 171 170 181 175 173 172 183 186 189 185 183 195 149 142 144 150 154 161 159 164 166 173 181 175 176 180 180 112 115 122 128 130 127 124 128 144 133 150 147 159 152 158 151 144 151 150 151 153 165 161 166 173 167 152 161 171 176 rata-rata 147 146,83 149,5 153,5 155,33 161,3 161,17 161 168 166,67 174,5 172,5 174,83 178,5 182,83 149 136 148 151 157 150 153 160 161 167 158 161 170 161 175 147 138 140 138 147 145 156 163 149 152 160 169 167 171 175 148 145 149 151 152 154 148 135 156 157 157 156 160 156 172 148 150 150 162 158 172 166 166 170 171 176 183 183 194 201 154 159 161 175 178 173 184 180 183 183 180 199 192 195 194 Dosis 5

g/kg BB

145 135 154 150 157 157 161 161 173 164 174 181 176 176 180 148,5 143,83 150,33 154,5 158,17 158,5 161,33 160,83 165,33 165,67 167,5 174,83 174,67 175,5 182,83 150 144 141 150 156 159 159 159 167 170 175 172 178 186 188 119 117 124 120 126 124 132 125 129 127 131 125 136 135 143 144 142 144 153 149 160 154 161 152 159 165 166 167 166 177 172 161 175 186 182 180 182 184 195 196 208 206 205 216 213 138 141 147 150 147 155 156 155 178 159 169 173 178 182 186 Dosis 10

g/kg BB

155 157 152 158 161 165 166 169 170 170 176 180 170 180 184 146,33 143,67 147,17 152,83 153,5 157,17 158,17 158,83 165,17 163,5 170,67 170,33 172,33 177,5 181,83 151 150 152 161 167 162 168 164 164 157 170 178 168 179 182 143 136 132 146 151 154 159 161 161 163 170 162 178 177 182 167 169 171 171 171 178 180 180 174 178 182 187 188 200 198 133 145 146 152 151 143 154 156 154 161 157 164 163 170 177 139 143 146 147 146 154 164 145 157 160 163 151 170 170 175 Dosis 20

g/kg BB

125 132 137 133 139 132 132 137 136 145 135 145 142 153 151 143 145,83 147,33 151,67 154,17 153,83 159,5 157,17 157,67 160,67 162,83 164,5 168,17 174,83 177,5

1

(27)

Lampiran 4 Hasil uji statistika terhadap bobot badan tikus uji toksisitas akut

ANOVA

hari

ke-Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 97,125 3 32,375 0,153 0,927 Within Groups 4236,833 20 211,842

-7

Total 4333,958 23

Between Groups 43,125 3 14,375 0,068 0,976 Within Groups 4209,833 20 210,492

-6

Total 4252,958 23

Between Groups 44,833 3 14,944 0,080 0,970 Within Groups 3733,000 20 186,650

-5

Total 3777,833 23

Between Groups 25,458 3 8,486 0,033 0,992 Within Groups 5069,167 20 253,458

-4

Total 5094,625 23

Between Groups 76,458 3 25,486 0,126 0,943 Within Groups 4032,500 20 201,625

-3

Total 4108,958 23

Between Groups 174,458 3 58,153 0,209 0,889 Within Groups 5552,500 20 277,625

-2

Total 5726,958 23

Between Groups 40,458 3 13,486 0,051 0,984 Within Groups 5276,500 20 263,825

-1

Total 5316,958 23

Between Groups 59,458 3 19,819 0,072 0,975 Within Groups 5542,500 20 277,125

0

Total 5601,958 23

Between Groups 355,458 3 118,486 0,472 0,706 Within Groups 5025,500 20 251,275

1

Total 5380,958 23

Between Groups 127,125 3 42,375 0,157 0,924 Within Groups 5407,500 20 270,375

2

Total 5534,625 23

Between Groups 439,458 3 146,486 0,506 0,683 Within Groups 5789,167 20 289,458

3

Total 6228,625 23

Between Groups 352,792 3 117,597 0,298 0,826 Within Groups 7889,167 20 394,458

4

Total 8241,958 23

Between Groups 173,667 3 57,889 0,221 0,881 Within Groups 5234,333 20 261,717

5

Total 5408,000 23

Between Groups 52,500 3 17,500 0,048 0,986 Within Groups 7289,333 20 364,467

6

Total 7341,833 23

Between Groups 116,500 3 38,833 0,139 0,936 Within Groups 5602,000 20 280,100

7

Total 5718,500 23

(28)

Lampiran 5 Bobot badan tikus aktivitas antihiperglikemia

Bobot badan (g) perlakuan

S-2 S-1 S+1 S+3C+0 S+4C+1 S+5C+2 S+6C+3 S+7C+4 S+8C+5 S+9C+6 S+10C+7 S+11C+8 S+12C+9 S+13C+10 326 325 324 288 310 296 298 303 290 206 304 300 306 291 318 319 303 283 296 287 301 293 290 287 298 300 299 290 318 320 314 282 303 284 291 307 289 298 300 306 306 284 kontrol normal

316 322 318 285 302 286 302 309 289 299 308 311 308 301 Rata-rata 319,5 321,5 314,75 284,5 302,75 288,25 298 303 289,5 272,5 302,5 304,25 304,75 291,5 250 249 233 221 215 210 217 209 208 210 219 220 217 201 270 276 250 228 233 225 228 226 212 209 224 217 213 210 330 322 305 283 284 271 281 287 264 260 270 263 266 225 kontrol negatif

347 356 325 283 275 275 279 276 262 259 276 276 273 250 Rata-rata 299,25 300,75 278,25 253,75 251,75 245,25 251,25 249,5 236,5 234,5 247,25 244 242,25 221,5 273 278 259 245 241 243 227 245 226 232 243 245 235 227 265 274 250 232 228 231 229 230 230 233 236 242 232 226 323 331 305 272 271 264 248 241 228 239 247 245 242 212 kontrol positif

359 370 330 310 310 300 286 293 294 304 310 300 306 279 Rata-rata 305 313,25 286 264,75 262,5 259,5 247,5 252,25 244,5 252 259 258 253,75 236 351 350 320 295 295 271 281 290 270 278 289 287 283 266 324 325 301 275 286 267 282 284 275 274 279 275 276 269 322 329 306 260 262 259 259 251 250 250 255 250 245 246 sirih merah

dosis 0,322 g/kg BB

322 327 298 271 279 264 271 274 256 250 272 270 270 258 Rata-rata 329,75 332,75 306,25 275,25 280,5 265,25 273,25 274,75 262,75 263 273,75 270,5 268,5 259,75 333 332 322 287 298 277 280 287 275 272 280 274 284 270 307 314 294 269 260 247 256 257 247 240 249 248 249 223 291 288 260 250 254 250 252 254 249 243 252 246 255 234 sirih merah

dosis 3,22 g/kg BB

332 338 309 309 307 302 310 312 299 302 304 293 295 281 Rat-rata 315,75 318 296,25 278,75 279,75 269 274,5 277,5 267,5 264,25 271,25 265,25 270,75 252 272 284 264 243 239 230 223 229 222 226 226 220 225 220 324 318 306 291 293 285 290 282 280 286 283 280 281 268 330 332 310 283 280 261 260 277 260 225 251 254 248 231 sirih merah

dosis 20 mg/kg BB

308 311 301 264 243 235 239 241 238 248 242 238 256 240 Rat-rata 308,5 311,25 295,25 270,25 263,75 252,75 253 257,25 250 246,25 250,5 248 252,5 239,75

Keterangan : S = Suntik aloksan ; C = Pencekokan (akuades, daonil ataupun Rebusan sirih merah) S-2 = hari ke-2 sebelum penyuntikan aloksan ; S-1 = hari ke-1 sebelum penyuntikan aloksan ; S+1 = hari ke-1 setelah penyuntikan aloksaS+3C+0C+0 = hari ke-3 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-0 pencekokan ; S+4C+1 = hari ke-3 stlh penyuntikan aloksan,

hari ke-1 stlh pencekokan

1

(29)

Lampiran 6 Hasil uji statistika terhadap bobot badan tikus aktivitas

antihiper-glikemia

Anova

Hari ke- Sum of Squares df Mean Square F Sig. S-2 Between Groups 2414,708 5 482,942 0,533 0,749

Within Groups 16320,250 18 906,681 Total 18734,958 23

S-1 Between Groups 2308,500 5 461,700 0,511 0,765 Within Groups 16270,000 18 903,889

Total 18578,500 23

S+1 Between Groups 3488,875 5 697,775 0,892 0,507 Within Groups 14075,750 18 781,986

Total 17564,625 23

S+3C+0 Between Groups 2389,208 5 477,842 0,785 0,573 Within Groups 10950,750 18 608,375

Total 13339,958 23

S+4C+1 Between Groups 6531,000 5 1306,200 1,921 0,141 Within Groups 12239,000 18 679,944

Total 18770,000 23

S+5C+2 Between Groups 4441,333 5 888,267 1,592 0,213 Within Groups 10046,000 18 558,111

Total 14487,333 23

S+6C+3 Between Groups 7509,000 5 1501,800 2,530 0,067 Within Groups 10685,500 18 593,639

Total 18194,500 23

S+7C+4 Between Groups 8240,708 5 1648,142 2,475 0,071 Within Groups 11988,250 18 666,014

Total 20228,958 23

S+8C+5 Between Groups 7249,208 5 1449,842 2,547 0,065 Within Groups 10244,750 18 569,153

Total 17493,958 23

S+9C+6 Between Groups 3842,333 5 768,467 0,778 0,578 Within Groups 17773,500 18 987,417

Total 21615,833 23

S+10C+7 Between Groups 8197,375 5 1639,475 2,776 0,050 Within Groups 10630,250 18 590,569

Total 18827,625 23

S+11C+8 Between Groups 9399,500 5 1879,900 3,637 0,019* Within Groups 9304,500 18 516,917

Total 18704,000 23

S+12C+9 Between Groups 9698,833 5 1939,767 3,279 0,028* Within Groups 10649,000 18 591,611

Total 20347,833 23

S+13C+10 Between Groups 11738,333 5 2347,667 5,254 0,004* Within Groups 8043,500 18 446,861

Total 19781,833 23

Keterangan; S+0 = hari ke-0 sebelum penyuntikan aloksan; S+3C+0 = hari ke-3 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-0 pencekokan ; S+5C+2 = hari ke-5 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-2 stlh pencekokan; S+8C+5 = hari ke-8 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-5 stlh pencekokan ; S+13C+10 = hari ke-13 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-10 stlh pencekokan

Jika sig.<0,05 maka hasilnya berbeda nyata (satu dengan kelompok lain tidak homogen), sementara sig.>0,05 maka hasilnya tidak berbeda nyata (satu dengan kelompok lain homogen)

(30)

Lanjutan Lampiran 6

Uji lanjutan (Duncan) S+11C+8

Subset for alpha = 0.05 KELOMPOK N 1 2

2,00a 4 244,0000 6,00a 4 248,0000 3,00a 4 258,0000 5,00a 4 265,2500

4,00 4 270,5000 270,5000 1,00 4 304,2500 Sig. 0,154 0,050

abeda nyata dengan kelompok 1 (P< 0,05)

S+12C+9

Subset for alpha = 0.05 KELOMPOK N 1 2

2,00a 4 242,2500 6,00a 4 252,5000 3,00a 4 253,7500

4,00 4 268,5000 268,5000 5,00 4 270,7500 270,7500 1,00 4 304,7500 Sig. 0,152 0,060

abeda nyata dengan kelompok 1 (P< 0,05)

S+13C+10

Subset for alpha = 0.05

KELOMPOK N 1 2 3

2,00a,b 4 221,5000

3,00a 4 236,0000 236,0000 6,00a 4 239,7500 239,7500 5,00a 4 252,0000 252,0000 4,00a 4 259,7500

1,00 4 291,5000

Sig. 0,076 0,161 1,000

abeda nyata dengan kelompok 1 (P< 0,05) bbeda nyata dengan kelompok 4 (P< 0,05)

Keterangan

Kelompok 1 : kontrol normal Kelompok 2 : kontrol negatif (aloksan) Kelompok 3 : kontrol positif (daonil)

Kelompok 4 : Sirih merah (SM) dosis 0,322 g/kg BB Kelompok 5 : SM dosis 3,22 g/kg BB

(31)

Lampiran 7 Kadar glukosa darah tikus aktivitas antihiperglikemia

Kadar glukosa darah (mg/dL) perlakuan

S+0 S+3 C+0 S+5 C+2 S+8 C+5 S+13 C+10

74 86 88 82 87

73 109 81 86 80

77 78 78 79 83

kontrol normal

71 91 81 77 75

rata-rata 73,75±2,50 91±13,14 82±4,24 81±3,92 81,25±5,06

78 310 346 271 127

76 320 393 447 378

60 320 321 359 381

kontrol negatif

66 412 423 371 360

rata-rata 70±8,48 340,5±47,90 370,75±45,87 362±72,10 311,5±123,35

67 291 207 199 232

64 177 93 105 90

72 390 385 373 337

kontrol positif

67 323 272 334 289

rata-rata 67,5±3,32 295,25±88,97 239,25±122,13 252,75±123,53 237±106,99

72 353 343 406 382

82 262 176 122 92

63 487 457 423 425

sirih merah dosis 0,322 g/kg BB

62 341 365 369 393

rata-rata 69,75±9,32 360,75±93,35 335,25±117,09 330±140,49 323±155,08

78 337 287 149 108

85 307 302 288 321

89 141 188 130 132

sirih merah dosis 3,22 g/kg BB

77 333 358 371 293

rata-rata 82,25±5,74 279,5±93,29 283,75±70,77 234,5±115,07 213,5±109,01

83 346 341 152 183

72 254 74 85 79

70 306 352 365 361

sirih merah dosis 20 mg/kg BB

75 305 263 132 135

rata-rata 75±5,72 302,75±37,70 257,5±128,59 183,5±124,22 189,5±121,98

Keterangan; S+0 = hari ke-0 sebelum penyuntikan aloksan; S+3C+0 = hari ke-3 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-0 pencekokan ; S+5C+2 = hari ke-5 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-2 stlh pencekokan; S+8C+5 = hari ke-8 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-5 stlh pencekokan ; S+13C+10 = hari ke-13 stlh penyuntikan aloksan, hari ke-10 stlh pencekokan

Lampiran

8

Rata-rata

persen

penurunan

glukosa

darah

tikus

aktivitas

antihiperglikemia

Persen rata-rata kadar glukosa darah (%)

perlakuan

S+5C+2 S+8C+5 S+13C+10 kontrol negatif 9,35 7,3375 -8,6175 kontrol positif -23,3475 -18,315 -23,385 SM dosis0,322 g/kg BB -8,6925 -10,84 -7,17 SM dosis3,22 g/kg BB 6,0925 -14,5925 -20,445 SM dosis 20 mg/kg BB -17,7625 -40,17 -38,445

(32)

Lampiran 9 Hasil uji statistika terhadap kadar glukosa darah tikus aktivitas

antihiperglikemia

Anova

Hari ke- Sum of Squares df Mean Square F Sig. S0 Between Groups 559,708 5 111,942 2,778 0,050

Within Groups 725,250 18 40,292 Total 1284,958 23

S3C0 Between Groups 186538,708 5 37307,742 7,661 0,001* Within Groups 87660,250 18 4870,014

Total 274198,958 23

S5C2 Between Groups 202403,833 5 40480,767 4,645 0,007* Within Groups 156870,000 18 8715,000

Total 359273,833 23

S8C5 Between Groups 206590,875 5 41318,175 3,599 0,020* Within Groups 206646,750 18 11480,375

Total 413237,625 23

S13C10 Between Groups 157125,208 5 31425,042 2,433 0,075 Within Groups 232489,750 18 12916,097

Total 389614,958 23

Jika sig.<0,05 maka hasilnya berbeda nyata (satu dengan kelompok lain tidak homogen), sementara sig.>0,05 maka hasilnya tidak berbeda nyata (satu dengan kelompok lain homogen)

* beda nyata pada α = 0,05

uji lanjutan (Duncan)

S+3C+0

Subset for alpha = 0.05 KELOMPOK N

1 2

1,00 4 91,0000

5,00a 4 279,5000 3,00a 4 295,2500 6,00a 4 302,7500 2,00a 4 340,5000 4,00a 4 360,7500 Sig. 1,000 0,154

abeda nyata dengan kelompok 1 (P< 0,05)

S+5C+2

Subset for alpha = 0.05 KELOMPOK N

1 2

1,00 4 82,0000

3,00a 4 239,2500 6,00a 4 257,5000 5,00a 4 283,7500 4,00a 4 335,2500 2,00a 4 370,7500 Sig. 1,000 0,088

(33)

Lanjutan Lampiran 9

S+8C+5

Subset for alpha = 0.05 KELOMPOK N

1 2 3

1,00 4 81,0000

6,00 4 183,5000 183,5000

5,00 4 234,5000 234,5000 234,5000 3,00 4 252,7500 252,7500 252,7500 4,00a 4 330,0000 330,0000 2,00a,b 4 362,0000 Sig. 0,050 0,091 0,139

abeda nyata dengan kelompok 1 (P< 0,05) bbeda nyata dengan kelompok 6 (P< 0,05)

S+13C+10

Subset for alpha = 0.05 KELOMPOK N

1 2

1,00 4 81,2500

6,00 4 189,5000 189,5000 5,00 4 213,5000 213,5000 3,00 4 237,0000 237,0000 2,00a 4 311,5000 4,00a 4 323,0000 Sig. 0,091 0,151

abeda nyata dengan kelompok 1 (P< 0,05)

Keterangan

Kelompok 1 : kontrol normal Kelompok 2 : kontrol negatif (aloksan) Kelompok 3 : kontrol positif (daonil)

Kelompok 4 : Sirih merah (SM) dosis 0,322 g/kg BB Kelompok 5 : SM dosis 3,22 g/kg BB

Gambar

Gambar 1 Tanaman sirih merah (P. crocatum)(Calisi 2005)
Gambar 3 Sekresi insulin dalam sel  kepulauan Langerhans (Caltailler 2004).
Gambar 4 Senyawa aloksan (Szkudelski 2001)
Gambar 5 Tikus percobaan galur Sprague-Dawley
+5

Referensi

Dokumen terkait

Örgütlerin yaşayabilmesi etkili ve yeterli olmalarına bağlıdır (Chester I Barnard, 1938, akt. Bir örgütün amacını gerçekleştirebilmesi için etkililik ve yeterlilik

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Ellingga Widyantoro menyatakan bahwa skripsi dengan Judul “Analisa Pengaruh Kualitas Pelayanan, Nilai Pelanggan, Experiental

Dari hasil kegiatan lapangan dan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa mahasiswa Undip Tembalang lebih memilih menggunakan sepeda motor dibandingkan angkutan umum sebagai

The retail industry in ASEAN market is sluggish, marking the negative sales growth figures in Singapore and Thailand, for instance.. This backdrop causes the retailers in ASEAN to

Untuk dari itu akan menjadi hal yang luar biasa jika penelitian ini dapat menjadikan alternatif tersendiri bagi para orang asing dan orang indonesia itu sendiri.. Dan akan menjadi

Dikarenakan penerimaan pesan dan penyerapannnya tergantung pada kunci persuasi, maka sumber informasi yang berkualitas dapat membantu memberikan dukungan agar materi dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa, apakah terdapat perbedaan nilai sebelum dan sesudah penggunaan model pembelajaran, dan respon

Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar curah hujan yang terjadi pada lokasi studi dan berapa besar kapasitas saluran drainase