• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus dalam Ransum terhadap Performa Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus dalam Ransum terhadap Performa Broiler"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

RHIZOPUS

OLIGOSPORUS

DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA BROILER

SKRIPSI FARHANUDDIN

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

FARHANUDDIN. D24103079. 2009. Pengaruh Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus dalam Ransum terhadap Performa Broiler. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M.Si.

Permasalahan utama dalam dunia perunggasan di Indonesia adalah masalah penyediaan bahan baku pakan. Sebagian bahan baku pakan ternak yang penting masih diimpor, seperti jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan, sehingga meningkatkan biaya produksi peternak. Sementara bungkil biji jarak memiliki potensi yang baik mengingat kandungan protein kasar sebesar 58-60%. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan bungkil tersebut yaitu mengandung curcin dan phorbolester sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Teknik pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus, sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisinya dan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus

terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, bobot badan, konversi pakan dan mortalitas. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 96 ekor ayam broiler yang dipelihara mulai umur satu hari (Day Old Chick) sampai umur 5 minggu. Ransum perlakuan yaitu : R0 : Ransum dengan 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi, R1 : Ransum dengan 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi, R2 : Ransum dengan 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi, R3 : Ransum dengan 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan dan setiap ulangan (unit percobaan) terdiri dari 6 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA/Analysis of Variance) dan hasil berbeda nyata diuji lanjut dengan Uji Polinomial Ortogonal dan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang difermentasi dalam ransum periode starter dan grower-finisher sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) memiliki pengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi ransum periode starter

(3)

starter sangat nyata (p<0,01) meningkat sebesar 40,8% (R2) dan 52,4% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Mortalitas ayam pada periode starter

menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 9% (R3) memiliki pengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan mortalitas sebesar 33,33% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 6% meningkatkan mortalitas sebesar 4,16%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Pada periode grower-finisher menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 6% (R2) dan 9% (R3) memiliki pengaruhsangat nyata (p<0,01) meningkatkan mortalitas sebesar 29,16% (R2) dan 50% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1) menyebabkan mortalitas sebesar 4,16%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Fermentasi bungkil biji jarak pagar pada penelitian ini belum efektif memperbaiki performa broiler karena masih ada pengaruh racun curcin dan phorbolester.

(4)

ABSTRACT

The Effect of Feeding Fermented Jatropha curcas L Meal in The Diet on Broiler Performances

Farhanuddin, Sumiati, and W. Hermana

The major problem in broilers industry is feed availability and continuity.

Jatropha curcas L meal is one alternative feed of poultry because it contains high crude protein, but it can not be used properly because of curcin and phorbolester contained in the meal that interfence the protein synthesis in the body. The present study was conducted to study the effect of feeding fermented Jatropha curcas L

meal in the diet on feed consumption, body weight, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The research used 96 Day Old Chicks (DOC) Ross strain which were reared for five weeks. The treatment diets were: R0 (0% fermented

Jatropha curcas L meal), R1 (3% fermented Jatropha curcas L meal), R2 (6% fermented Jatropha curcas L meal) and R3 (9% fermented Jatropha curcas L meal). This research used Completely Randomize Design with 4 treatments and 4 replications, each replication contained 6 broilers The data were analysed using Analyses of Variance (ANOVA). The significant results were further tested using Duncan's Multiple Range Test. The research result indicated that feeding fermented

Jatropha curcas L in starter and grower-finisherperiod at the level of 3% (R1), 6% (R2) and 9% (R3) highly significantly reduced (p<0.01) feed consumption, body weight and body weight gain compared to that of control diet (R0). Feed conversion ratio in starter period at the level of 6% (R2) and 9% (R3) highly significantly increased (p<0.01) compared to that of control diet (R0). The mortality of broilers at starter period indicated that feeding Jatropha curcas L at the level 9% (R3) highly significantly increased (p<0.01) mortality compared to that of control (R0). At grower-finisher period indicated that feeding Jatropha curcas at the level 6% (R2) and 9% (R3) highly significantly increased (p<0.01) mortality compared to that of control (R0). Detoxification Jatropha curcas L with fermented using Rhizopus oligosporus has not effective yet to improve the broiler performances.

(5)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

RHIZOPUS

OLIGOSPORUS

DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA BROILER

FARHANUDDIN D24103079

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

RHIZOPUS

OLIGOSPORUS

DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA BROILER

Oleh: FARHANUDDIN

D24103079

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 2 Februari 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Sumiati, M.Sc Ir. Widya Hermana, M.Si

NIP. 131 624 182 NIP. 131 999 586

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1984 di DKI Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Mustari dan Ibu Sundari.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Jurumudi 2 Tangerang, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 7 Tangerang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 6 Tangerang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan hidayah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis selama ini. Atas petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul "Pengaruh Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus Dalam Ransum Terhadap Performa Broiler" ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis selama bulan November 2006 sampai Januari 2007 di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Adapun fermentasi pakan dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi (BFMN). Analisa pakan dilakukan di Laboratorium Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.

Tingginya harga pakan di Indonesia merupakan permasalahan yang mendasar terhadap perkembangan budidaya ayam boiler. Hal tersebut dikarenakan pakan merupakan komponen terbesar yang mempengaruhi produksi perunggasan nasional, disamping kualitas dan kuantitas DOC (Day Old Chick).

Bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) memiliki potensi protein kasar yang tinggi dan berlimpah ketersediaannya sebagai akibat proses pengolahan minyak jarak pagar yang dapat digunakan sebagai pakan. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan bungkil biji jarak pagar sebagai pakan adalah anti nutrisi, curcin, dan phorbolester. Bungkil biji jarak pagar yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.

Penulisan skripsi ini disadari memiliki masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak sehingga tercapai perbaikan pada skripsi ini.

(9)
(10)

Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum... 36

Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

UCAPAN TERIMA KASIH ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(11)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

RHIZOPUS

OLIGOSPORUS

DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA BROILER

SKRIPSI FARHANUDDIN

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

FARHANUDDIN. D24103079. 2009. Pengaruh Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus dalam Ransum terhadap Performa Broiler. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M.Si.

Permasalahan utama dalam dunia perunggasan di Indonesia adalah masalah penyediaan bahan baku pakan. Sebagian bahan baku pakan ternak yang penting masih diimpor, seperti jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan, sehingga meningkatkan biaya produksi peternak. Sementara bungkil biji jarak memiliki potensi yang baik mengingat kandungan protein kasar sebesar 58-60%. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan bungkil tersebut yaitu mengandung curcin dan phorbolester sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Teknik pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus, sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisinya dan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus

terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, bobot badan, konversi pakan dan mortalitas. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 96 ekor ayam broiler yang dipelihara mulai umur satu hari (Day Old Chick) sampai umur 5 minggu. Ransum perlakuan yaitu : R0 : Ransum dengan 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi, R1 : Ransum dengan 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi, R2 : Ransum dengan 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi, R3 : Ransum dengan 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan dan setiap ulangan (unit percobaan) terdiri dari 6 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA/Analysis of Variance) dan hasil berbeda nyata diuji lanjut dengan Uji Polinomial Ortogonal dan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang difermentasi dalam ransum periode starter dan grower-finisher sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) memiliki pengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan konsumsi ransum periode starter

(13)

starter sangat nyata (p<0,01) meningkat sebesar 40,8% (R2) dan 52,4% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Mortalitas ayam pada periode starter

menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 9% (R3) memiliki pengaruh sangat nyata (p<0,01) meningkatkan mortalitas sebesar 33,33% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 6% meningkatkan mortalitas sebesar 4,16%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Pada periode grower-finisher menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 6% (R2) dan 9% (R3) memiliki pengaruhsangat nyata (p<0,01) meningkatkan mortalitas sebesar 29,16% (R2) dan 50% (R3) dibandingkan dengan kontrol (R0). Pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1) menyebabkan mortalitas sebesar 4,16%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Fermentasi bungkil biji jarak pagar pada penelitian ini belum efektif memperbaiki performa broiler karena masih ada pengaruh racun curcin dan phorbolester.

(14)

ABSTRACT

The Effect of Feeding Fermented Jatropha curcas L Meal in The Diet on Broiler Performances

Farhanuddin, Sumiati, and W. Hermana

The major problem in broilers industry is feed availability and continuity.

Jatropha curcas L meal is one alternative feed of poultry because it contains high crude protein, but it can not be used properly because of curcin and phorbolester contained in the meal that interfence the protein synthesis in the body. The present study was conducted to study the effect of feeding fermented Jatropha curcas L

meal in the diet on feed consumption, body weight, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The research used 96 Day Old Chicks (DOC) Ross strain which were reared for five weeks. The treatment diets were: R0 (0% fermented

Jatropha curcas L meal), R1 (3% fermented Jatropha curcas L meal), R2 (6% fermented Jatropha curcas L meal) and R3 (9% fermented Jatropha curcas L meal). This research used Completely Randomize Design with 4 treatments and 4 replications, each replication contained 6 broilers The data were analysed using Analyses of Variance (ANOVA). The significant results were further tested using Duncan's Multiple Range Test. The research result indicated that feeding fermented

Jatropha curcas L in starter and grower-finisherperiod at the level of 3% (R1), 6% (R2) and 9% (R3) highly significantly reduced (p<0.01) feed consumption, body weight and body weight gain compared to that of control diet (R0). Feed conversion ratio in starter period at the level of 6% (R2) and 9% (R3) highly significantly increased (p<0.01) compared to that of control diet (R0). The mortality of broilers at starter period indicated that feeding Jatropha curcas L at the level 9% (R3) highly significantly increased (p<0.01) mortality compared to that of control (R0). At grower-finisher period indicated that feeding Jatropha curcas at the level 6% (R2) and 9% (R3) highly significantly increased (p<0.01) mortality compared to that of control (R0). Detoxification Jatropha curcas L with fermented using Rhizopus oligosporus has not effective yet to improve the broiler performances.

(15)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

RHIZOPUS

OLIGOSPORUS

DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA BROILER

FARHANUDDIN D24103079

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

RHIZOPUS

OLIGOSPORUS

DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA BROILER

Oleh: FARHANUDDIN

D24103079

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 2 Februari 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Sumiati, M.Sc Ir. Widya Hermana, M.Si

NIP. 131 624 182 NIP. 131 999 586

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1984 di DKI Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Mustari dan Ibu Sundari.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Jurumudi 2 Tangerang, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 7 Tangerang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 6 Tangerang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003.

(18)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan hidayah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis selama ini. Atas petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul "Pengaruh Pemberian Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus Dalam Ransum Terhadap Performa Broiler" ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis selama bulan November 2006 sampai Januari 2007 di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Adapun fermentasi pakan dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi (BFMN). Analisa pakan dilakukan di Laboratorium Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.

Tingginya harga pakan di Indonesia merupakan permasalahan yang mendasar terhadap perkembangan budidaya ayam boiler. Hal tersebut dikarenakan pakan merupakan komponen terbesar yang mempengaruhi produksi perunggasan nasional, disamping kualitas dan kuantitas DOC (Day Old Chick).

Bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) memiliki potensi protein kasar yang tinggi dan berlimpah ketersediaannya sebagai akibat proses pengolahan minyak jarak pagar yang dapat digunakan sebagai pakan. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan bungkil biji jarak pagar sebagai pakan adalah anti nutrisi, curcin, dan phorbolester. Bungkil biji jarak pagar yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.

Penulisan skripsi ini disadari memiliki masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak sehingga tercapai perbaikan pada skripsi ini.

(19)
(20)

Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum... 36

Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

UCAPAN TERIMA KASIH ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Performa Ayam Broiler dari Beberapa Strain Pada Tahun 2000-an ... 12

2. Konsumsi Energi dan Protein Strain Ross 308 pada Umur Berbeda... 13

3. Konsumsi Ransum Strain Ross 308 pada Umur dan Jenis Kelamin Berbeda... 14

4. Pertambahan Bobot Badan Strain Ross 308 pada Umur dan Jenis Kelamin Berbeda... 15

5. Bobot Badan Strain Ross 308 pada Umur dan Jenis Kelamin Berbeda.. 15

6. Konversi Ransum Strain Ross 308 pada Umur dan Jenis Kelamin Berbeda... 16

7. Susunan dan Kandungan Nutrien dalam Ransum Starter (Umur 0-2 Minggu)... 18

8. Susunan dan Kandungan Nutrien dalam Ransum Grower (Umur 2-5 Minggu)... 19

9. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar ... 23

10. Rataan Konsumsi Ransum pada Periode Starter dan Grower ... 25

11. Rataan Bobot Badan Periode Starter dan Grower ... 28

12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Periode Starter dan Grower ... 31

13. Rataan Konsumsi Energi Periode Starter dan Grower... 34

14. Rataan Konsumsi Protein Periode Starter dan Grower... 35

15. Rataan Konversi Ransum Periode Starter dan Grower... 36

16. Mortalitas Ayam Broiler per Minggu Selama Pemeliharaan... 39

17. Rataan Persentase Mortalitas Broiler Periode Starter dan Grower... 39

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)... 4 2. Pemanfaatan Bagian-Bagian Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L). 6 3. Struktur Kimia Curcin (C19H22O2)... 7

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komposisi VITA STRESS yang Digunakan dalam Penelitian... 52 2. Konsumsi Ransum Tiap Minggu Setiap Perlakuan (gram/ekor)... 52 3. Analisis Ragam Konsumsi Ransum 0-2 Minggu... 52 4. Analisis Ragam Konsumsi Ransum 0-5 Minggu... 53 5. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Selama Pemeliharaan (5 Minggu). 53 6. Rataan Pertambahan Bobot Badan Tiap Minggu Setiap Perlakuan

(gram/ekor)... 53 7. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan 0-2 Minggu... 54 8. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan 2-5 Minggu ... 54 9. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Selama Pemeliharaan

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan komponen terbesar yang mempengaruhi produksi perunggasan nasional, disamping kualitas dan kuantitas DOC (Day Old Chick) serta manajemen pemeliharaan. Pakan ternak menempati posisi strategis dalam dunia peternakan, tidak kurang dari 70% biaya produksi ternak adalah biaya pakan. Oleh karena itu, pakan menjadi sangat menentukan dalam hal efisiensi produksi dan mutu hasil ternak. Kebutuhan pakan alternatif akan sangat menentukan karena populasi ayam pedaging pada tahun 2008 meningkat sebesar 1,5 miliar ekor bila dibandingkan tahun 2007 (sebesar 1,2 miliar ekor), pakan ternak akan meningkat pada tahun 2008 (sebesar 8,23 juta ton) atau sekitar 7 persen bila dibandingkan tahun 2007 (sebesar 7,7 juta ton) (Departemen Komunikasi dan Informatika Pertanian, 2008).

Beberapa permasalahan utama dalam dunia perunggasan adalah masalah penyediaaan bahan baku pakan, sebagian bahan baku pakan ternak yang penting masih diimpor. Dalam budidaya unggas biaya untuk pakan menempati porsi terbesar dari total biaya, yaitu sekitar 70 hingga 80 persen, dimana bahan baku pakan ternak masih diimpor yaitu 51,4% jagung, 18% bungkil kedelai, 5,0% tepung ikan/MBM, 7,0% corn gluten meal, premiks 0,6%, CPO (Crude Palm Oil) 2% dan selebihnya dedak (Poultry Indonesia, 2003). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah mencari bahan baku pakan alternatif yang memiliki kandungan protein yang baik dan memiliki nilai ekonomis bagi peternak, tersedia secara kontinyu, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu bahan pakan tersebut adalah bungkil biji jarak pagar, yang merupakan hasil sampingan pengolahan biji jarak pagar menjadi minyak jarak.

(25)

karena itu perlu dilakukan upaya baik secara fisik, kimia maupun biologi untuk mengurangi/menghilangkan racun tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memfermentasi bungkil biji jarak pagar dengan Rhizopus oligosphorus yaitu kapang yang menghasilkan enzim protease yang dapat merombak senyawa protein menjadi asam amino, sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi bungkil biji jarak (Aisjah, 1998).

Perumusan masalah

Bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) berpotensi sebagai bahan baku pakan sumber protein, karena mengandung protein kasar yang tinggi, yaitu 58-60% (Becker dan Makkar, 2000). Ketersediaannya melimpah karena pengembangan minyak biofuel sebagai bahan bakar alternatif. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan bungkil biji jarak adalah kandungan racun yang terdapat di dalamnya yaitu curcin dan phorbolester, sehingga perlu dihilangkan agar dapat digunakan sebagai bahan baku pakan.

Teknik pengolahan bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) dilakukan secara biologis dengan menggunakan kapang Rhizopus oligosporus, diharapkan dapat menurunkan racun curcin dan phorbolester. Rhizopus oligosporus mampu menghasilkan enzim protease yaitu enzim yang mampu merombak protein menjadi asam amino, sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi bungkil biji jarak pagar dan menjadi bahan baku yang bernilai tinggi.

Tujuan

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar Jenis dan Morfologi

Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar/kastor (Ricinus communis L), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolis L), dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil minyak bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Jatropha curcas L). Beberapa nama daerah (nama lokal) yang diberikan pada tanaman jarak ini antara lain jarak kosta, jarak budeg (Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa), kalekhe paghar (Madura), jarak kosta, jarak wolanda, (Cape Verde Island) merupakan negara pengekspor produk tanaman jarak pagar. Tanaman ini dapat ditanam di daerah tropis, terutama di daerah lahan kritis. Tanaman ini membutuhkan curah hujan hingga 900-1.200 mm/tahun. Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 8 m, dengan biji sebagai produk utamanya mengandung 55-60% minyak (Becker dan Makkar, 2000).

(27)

rendemen sekitar 30-40% (Irfan, 2006). Tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) (www.jatropha-investment fund.eu/en/) Klasifikasi ilmiah jarak pagar adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae

Division : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Familia : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : curcas

(Wikipedia, 2006)

Potensi Pemanfaatan Jarak Pagar

Potensi tanaman jarak pagar yang dapat dimanfaatkan terdiri dari buah, daun, batang, dan seluruh tubuh tanaman jarak pagar (Gambar 2). Produk utama yang dihasilkan tanaman jarak pagar adalah minyak yang dihasilkan dari proses ekstraksi biji jarak dan produk limbahnya berupa bungkil biji jarak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Jatropha curcas L menghasilkan bungkil yang dapat digunakan sebagai sumber protein karena mengandung protein yang tinggi jika kandungan racun dihilangkan (Makkar et al., 1997).

(28)

Komposisi kimia dari biji, kulit dan sekam pada jarak pagar (Jatropha curcas L) berbeda. Biji Jatropha curcas terdiri dari lemak dan protein kasar dengan kadar air dan abu yang rendah. Kadar protein kasar pada biji Jatropha curcas berkisar antara 22,2-27,2%. Buah jarak pagar yang berumur 7 tahun atau sampel yang segar memiliki rasio biji dengan kulit 63:37, protein kasar 25,6%, lemak 57% dan abu 3,4%. Kulit tersusun atas serat (NDF 83% dan ADF 74%) dan lignin (45%) dengan kadar protein yang rendah yaitu 6%. Bungkil biji jarak pagar memiliki kandungan abu sekitar 10%, serat (NDF 10% dan ADF 7%) (Makkar et al.,1997).

Biji jarak pagar mengandung berbagai macam senyawa kimia seperti sukrosa, rafinosa, stakiosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, protein, minyak (50-60%), toxalbumin curcin yang berbahaya dan asam oleat dan linoleat dalam jumlah besar. Selain kandungan nutrisinya yang baik untuk ternak, juga terdapat beberapa anti nutrisi yang menghambat penggunaannya antara lain lectin/curcin,

phorbolester/diterpene esters, tanin, phytat, saponin dan anti trypsin (Makkar et al., 1997; Trabi et al., 1997).

Racun pada Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcas) berbahaya bagi manusia, hewan dan serangga karena mengandung beberapa racun, seperti curcin, sedangkan yang lainnya adalah phorbolesther (Becker dan Makkar, 2000). Tanaman jarak pagar mengandung senyawa yang daya racunnya cukup tinggi. Pada bagian biji, terkandung senyawa curcin dan toksalbumin, sedangkan di bagian daun ditemukan senyawa kaemfesterol, sitosterol, stigmasterol, amirin, dan tarakserol. Meskipun sudah diambil minyak, ampas biji jarak pagar tidak bisa dipakai langsung untuk pakan ternak karena masih mengandung racun (Purwantoro dan Purbani, 2007). Pemberian bungkil jarak segar pada ternak akan menyebabkan kematian yang cukup singkat (Aregheore et al., 2003). Gejala keracunan berupa rasa mual, muntah,sakit perut, sesak nafas, pusing, keringat dingin dan akhirnya meninggal (Sinaga, 2007).

(29)

BUAH DAUN BATANG SELURUH TANAMAN

1. Agen anti-inflamasi 1. Kontrol erosi 2. Silvikultur 2. Tanaman pembatas 1. Sumber tannin 3. Tanaman pelindung

2. Bahan pewarna 4. Pencegah hama tikus 5. Tanaman obat

BIJI KULIT BUAH

1. Bahan bakar 2. Mulsa 3. Biogas KULIT BIJI

DAGING BUNGKIL (KERNEL)

1. Pakan ternak 2. Pupuk organik 3. Pencegah hama tikus

(repellent) MINYAK

1. Biodiesel 2. Iluminasi 3. Minyak pangan 4. Produksi sabun 5. Bahan kosmetik 6. Bahan obat 7. Pelumas

8. Phorbolesters-biopeptida

Gambar 2. Pemanfaatan Bagian-Bagian Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) (Becker dan Makkar, 2000)

(30)

Curcin atau lectin adalah fitotoxin atau toxalbumin yang memiliki molekul protein besar, kompleks dan sangat beracun, menyerupai struktur dan fisiologi racun bakteri. Fitotoxin tidak tahan terhadap panas karenanya dapat diukur dengan metode penguapan. Lectin merupakan protein yang berikatan secara spesifik dengan karbohidrat (Pfander, 1984 dalam Marni, 1991), beberapa diantaranya sangat beracun bagi manusia dan ternak karena dapat menghambat sintesis protein di dalam ribosom. Susunan asam amino curcin, ricin rantai A dan trichosanthin adalah sama (Lin et al., 2003). Struktur kimia curcin (C19H22O2) dapat dilihat pada Gambar 3.

Lin et al. (2003) mengatakan bahwa curcin dapat berfungsi sebagai pengikat dari glycoprotein (biomolekul yang merupakan gabungan dari protein dan karbohidrat) pada permukaan sel. Mekanisme curcin berhubungan dengan aktivitas N-glycosidase yang kemudian dapat mempengaruhi metabolisme. N-glycosidase merupakan enzim glycosidase yang berfungsi sebagai pengatur kenormalan sel, antibakteri dan mendegradasi selulosa dan hemiselulosa. Selain itu, curcin bersifat aksi anti inhibitor yang kuat terhadap sintesa protein. Curcindapat menggumpalkan sel darah merah pada semua spesies hewan dan semua tipe darah (Cheeke, 1989). Curcin dari Jatropha curcas tidak terlihat sebagai penyebab pada toksisitas jangka pendek (Makkar dan Becker, 1997b; Becker dan Makkar, 1998), tetapi efek toksik akan meningkat jika bergabung dengan toksin lain seperti phorbolester(Makkar dan Becker, 1997b).

Gambar 3. Struktur Kimia Curcin (C19H22O2)

(31)

Phorbolester (phorbol-12-myristate 13-acetate) merupakan racun yang utama pada Jatropha curcas (Makkar dan Becker, 1997a; Becker dan Makkar, 1998). Phorbolester atau diterpene ester terutama terkandung pada biji dan akar jarak pagar (Heller, 1996). Diterpene ester tahan panas (heat stable), terdapat pada minyak yang masih tersisa pada bungkil, sebanyak ± 11% (Wink, 1993). Struktur kimia phorbolester dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Phorbolester (www.proteinkinase.de/assets/images/PMA.gif)

Aktivitas Biologis Phorbolester

Phorbolester dapat menyebabkan efek biologis yang luar biasa walaupun dalam konsentrasi rendah. Pengaruhnya menyebabkan iritasi kulit dan pemacu terjadinya tumor karena menstimulasi PKC (Protein Kinase C), yang mempengaruhi penyaluran sinyal dan perkembangan sel dan jaringan serta berbagai efek biologis yang kuat terhadap organisme (Goel et al., 2007). Protein kinase C (PKC) merupakan enzim kinase yang memodifikasi protein lain dengan menambahkan fosfat secara kimiawi dan memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap aktivitas sel. Phorbolester dapat meningkatkan afinitas PKC Ca2+ secara dramatis dan bersifat stabil serta tidak dapat terdegradasi secara cepat setelah menstimulasi PKC, sehingga menyebabkan aktivasi yang mengarah pada respon fisiologis seperti proliferasi dan diferensiasi sel yang tidak terkontrol (Asaoka et al., 1992).

(32)

membran phospholipid. Reseptor tersebut menjadi tujuan utama phorbolester. Pengaruh awal pada membran termasuk memodifikasi aktifitas reseptor sel, meningkatkan intake 2-deoxyglucose dan nutrisi lain, mengubah adesi (pelekatan) sel, induksi asam arachidonic dan sintesis prostaglandin, menghalangi pelekatan faktor pertumbuhan epidermal terhadap reseptor permukaan sel dan mengubah metabolisme lemak (Weinstein et al., 1979).

Aktivitas lain dari phorbolester adalah mengikat dan mengaktifkan PKC, yang berperan dalam penyaluran sinyal dan mengatur differensiasi serta pertumbuhan sel (Clemens et al., 1992). Kerja phorbolester yaitu mengubah PKC menjadi bentuk aktif yang tidak dapat keluar membran apabila telah masuk kedalam membran (Mosior dan Newton, 1995).

Pada kondisi penyaluran sinyal normal, enzim diaktifkan oleh DAG (Diacylgliserol) dan dengan cepat dihidrolisis. DAG merespon dengan mengaktifkan fungsi PKC dengan meningkatkan daya ikat phospatdyliserine (PS) dalam membran. Enzim PKC dipindahkan menuju plasma membran oleh RACK (Reseptor for Activated C Kinase) protein (membran dikelilingi reseptor protein untuk mengaktifasi PKC), untuk menyalurkan berbagai sinyal. Phorbol menirukan aktivitas DAG dan merupakan aktivator PKC yang kuat yaitu memetabolisme sel dengan cepat (Segal et al., 1975). Phorbol secara berlebihan dalam mengaktifkan PKC dan perkembangan sel, kemudian memperkuat terjadinya karsinogen. Phorbol dapat mengaktifkan PKC dan setelah lama kemudian mengatur enzim ( Silinsky dan Searl, 2003).

Phorbol tidak menyebabkan terjadinya tumor tetapi memacu pertumbuhan tumor (sebagai cocarcinogen). Pada Euphorbiaceae ditemukan bahwa minyak croton mempunyai kemampuan membentuk tumor ketika diujikan pada kulit tikus, phorbolester merubah phorphorilasi dari protein sel dan meningkatkan transkip dari gen sel (Berenblum, 1941). Mekanisme terjadinya tumor karena interaksi antara phorbol dengan PKC , yang lebih mengarah pada penyaluran sinyal dan proliferasi sel.

(33)

kenyataannya phorbol menirukan pengaruh transformasi, seperti merubah bentuk membran, meningkatkan kepadatan jenuh, merubah permukaan fukosa sel glycopeptida, meningkatkan level aktivator plasminogen dan ornithine decarboxylase. TPA menghasilkan perubahan menyeluruh terhadap bagian-bagian fisik lemak dalam membran, yang hasilnya meningkatkan laju alir dalam membran, perubahan bentuk permukaan sel, adhesi sel, melepaskan asam arachidonic dari membran phospolipid, dan juga merangsang sintesis prostaglandin.

PMA (phorbol 12-myristate 13-acetate) mempengaruhi aktivitas berbagai enzim yang berinteraksi dengan PKC. PMA memancing konsentrasi dan penurunan waktu pengkodean mRNA untuk enzim seperti phosphophenol pyruvate carboxykinase, enzim kunci dalam gluconeogenesis (Chu dan Granner, 1986). Kemudian merangsang secara berlebihan terhadap cAMP dan glucocorticoid dalam proses trankipsi. Phorbol ester juga mempengaruhi aktivitas tyrosine hydrolxylase phosphorylation (THP), yang berperan dalam biosintesis catecholamine. TPA phosphorylates phosphoprotein, meningkatkan hasil dari dihidroxyphenylalanine diikuti dengan peningkatan aktifitas THP (Pocotte dan Holz, 1986).

Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar

Pengolahan dengan pemanasan dilaporkan antara lain oleh Wink (1993); Makkar dan Becker (1997b); Aderibigbe et al. (1997); Aregheore et al. (2003). Pemanasan 1000 C selama 30 menit belum mampu menurunkan aktifitas lectin, namun pemasakan (disertai penguapan panas) selama 5 menit mampu mendeaktivasi lectin (Wink, 1993). Pemanasan 1210 C selama 30 menit (autoclave) dapat menghambat aktivitas trypsin dan lectin sehingga meningkatkan kecernaan protein (Aregheore et al., 2003).

(34)

30 menit) dan dicuci selama 4x dengan 92% methanol menurunkan phorbolester sampai 0,09 mg/g dan kadar ini dapat ditoleransi oleh ternak (Aregheore et al., 2003).

Fermentasi adalah proses yang menghasilkan komponen kimia yang kompleks sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba (Muchtadi et al., 1992). Pengolahan biologis (fermentasi) dengan Rhizopus oligosporus terhadap bungkil biji jarak pohon (Ricinus communis L) menghasilkan bungkil biji jarak yang dapat dijadikan bahan baku pakan alternatif. Penggunaaan sampai 12% dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap kecernaan protein ransum dan dapat mensubstitusi bungkil kedelai (Aisjah, 1998). Kapang yang memegang peranan terbesar pada peningkatan nilai gizi protein kedelai pada pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus. Hal ini karena selama proses fermentasi , Rhizopus oligosporus mensintesa enzim protease lebih banyak (Anshori, 1989). Enzim protease akan merombak senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar protein dan asam amino (Ganjar, 1977).

Perkembangan Penelitian Bungkil Biji Jarak Tanpa Pengolahan

Penelitian bungkil biji jarak pagar tanpa pengolahan terhadap performa broiler telah dilakukan oleh Nurhidayah (2007), dengan level pemberian bungkil biji jarak dalam ransum sebesar 5%, 10% dan 15%. Performa ayam broiler dengan pemberian bungkil biji jarak pagar sebesar 5% pada umur 7 hari dan 21 hari pemeliharaan menyebabkan penurunan konsumsi ransum sebesar 63,91% dan 68,86%, penurunan bobot badan sebesar 34,69% dan 78,03%, dan penurunan pertambahan bobot badan sebesar 56,29% dan 97,91% dibandingkan dengan kontrol, kemudian terjadi peningkatan konversi ransum pada umur 21 hari sebesar 81,46% dengan angka kematian sebesar 100% dibandingkan dengan kontrol.

Ayam broiler

Ayam broiler yang dikenal sekarang berasal dari berbagai galur (strain).

(35)

satu bangsa atau varietas yang mempunyai sifat-sifat khusus yang dipelihara khusus dan dipertahankan dari generasi ke generasi (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Karakteristik ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan jenis ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995).

Menurut Feltwel (1992) strain ayam broiler yang unggul antara lain Arbor Acres, Cobb, Hubbard, Indian River, Isa Vedette, Peterson, Pilch, Ross 1,208 PM 3 dan Shaver Strabo. Beberapa strain yang ada di Indonesia antara lain Ross (Fanbelle, 2006), Cobb (Cobb Vantress, 2003), Avian (Cobb Vantress, 2006) dan ISA-i757 (Jahan et al., 2006). Strain tersebut mempunyai sifat cepat dalam pertumbuhan dan memiliki pertumbuhan bulu lambat. Performa ayam broiler dari beberapa strain pada tahun 2000-an dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Performa Ayam Broiler dari Beberapa Strain pada Tahun 2000-an Strain Peubah

Strain Ross 308 memiliki periode pemeliharaan yang terbagi atas starter (0-10 hari), grower (11-24 hari) dan finisher (25-70 hari) dengan energi metabolis 3025 kkal/kg (starter), 3150 kkal/kg (grower) dan 3200 kkal/kg (finisher). Protein yang digunakan dalam periode starter adalah 22-25%, grower 21-23% dan finisher 19-23%. Imbangan energi dan protein periode starter adalah 121-137,5; grower 136,9-150 dan finisher 139,1-168,4 (Aviagen, 2007).

Konsumsi ransum

(36)

kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1998). Parakkasi (1999) menyatakan konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu dan tingkat konsumsi ini menggambarkan palatabilitas. Pada umumnya palatabilitas ditentukan oleh rasa, bau dan warna dari bahan pakan. Palatabilitas yaitu daya tarik suatu pakan atau bahan pakan yang dapat menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh ternak (Pond et al., 1995).

Menurut Widodo (2002), agar jaringan daging tumbuh lebih cepat maka protein dalam ransum harus diberikan secara maksimal. Energi dalam ransum juga harus diberikan secara maksimal karena energi digunakan untuk menggerakkan kegiatan dan menghasilkan daging. Konsumsi energi dan protein strain Ross 308 pada umur berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Energi dan Protein Strain Ross 308 pada Umur Berbeda Umur

Leesons dan Summers (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah bentuk ransum, kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat nutrisi, kecepatan pertumbuhan dan stress. Menurut NRC (1994) faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah besar tubuh ayam, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Selain itu konsumsi ransum dipengaruhi bobot badan, strain, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan (North dan Bell, 1990). Konsumsi pakan strain Ross 308 menurut Aviagen (2007) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsumsi Ransum Strain Ross 308 pada Umur dan Jenis Kelamin Berbeda

(37)

(Minggu) Jantan Betina Rataan Jantan dan Betina 1 162 160 161

2 542 504 523 3 1.203 1.095 1.149 4 2.170 1.960 2.065

5 3.415 3.081 3.248

Sumber : Aviagen, 2007

Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air, peningkatan ukuran kerangka, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam. Scott et al. (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan ayam broiler sangat cepat dimulai dari menetas sampai berumur 8 minggu, namun setelah itu kecepatan pertumbuhan akan menurun. Pertumbuhan ayam broiler sangat sensitif terhadap tingkat nutrisi yang diperoleh sehingga keseimbangan zat nutrisi sangat penting. Pemberian pakan dengan kualitas yang lebih rendah terutama saat pertumbuhan akan menurunkan laju pertumbuhan. Protein dan asam amino merupakan nutrisi yag dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan dan produktifitas yang maksimal. Pencapaian pertumbuhan dan produktifitas yang maksimal mungkin tidak selalu dapat menghasilkan ekonomi yang tinggi, khususnya jika harga rata-rata protein tinggi. Rendahnya kandungan protein ransum awal (starter) dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu pada awalnya dan akan mempengaruhi penurunan bobot tubuh serta akibat pada performa saat dewasa. Rendahnya konsumsi ransum akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan, tetapi hanya sedikit yang menyebutkan terjadi penurunan akibat tingginya protein dalam ransum (NRC, 1994).

(38)

penurunan. Pertambahan Bobot Badan strain Ross 308 menurut Aviagen (2007) akhir tidak hanya berdasarkan kriteria ketercukupan kebutuhan pertumbuhan fisiologis selama masa pembesaran dalam rangka menopang produksi, tetapi setiap organ tubuh dan otot mengikuti kurva pertumbuhannya masing-masing. Menurut Bell dan Weaver (2002) bobot badan akhir dipengaruhi oleh suhu lingkungan,

(39)

kurun waktu tertentu. Semakin tinggi konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, temperatur, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis ransum, penggunaan zat additif, kualitas air, pengafkiran, penyakit, dan pengobatan, serta manajemen pemeliharaaan. Selain itu, konversi ransum dipengaruhi faktor kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas (Amrullah, 2003). Konversi ransum strain Ross 308 menurut

North dan Bell (1990) menyatakan bahwa persentase kematian minggu pertama selama periode pertumbuhan tidak lebih dari 4 %. Kematian minggu selanjutnya harus relatif lebih rendah sampai hari terakhir minggu tersebut dan terus dalam keadaan konstan sampai berakhirnya periode pertumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kematian antara lain bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan dan penyakit. Menurut Lacy dan Vest (2000), angka mortalitas diperoleh dengan perbandingan antara jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam yang dipelihara. Angka mortalitas normal pada ayam pedaging sekitar 4%. Faktor seperti umur, temperatur, air minum, aliran udara, panas, cahaya, nutrisi, temperatur lingkungan dan kelembaban dapat menyebabkan kematian (Swich, 1998).

METODE

(40)

Penelitian dilakukan dari mulai bulan November 2006 sampai Januari 2007. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 96 ekor DOC (Day Old Chick) strain Ross, yang terbagi kedalam empat perlakuan dan empat ulangan. Tiap ulangan terdiri atas enam ekor ayam. Waktu pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 hari. Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem litter

dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m, yang terbagi menjadi 16 petak, masing-masing petak terdiri dari enam ekor ayam. Setiap petak dilengkapi dengan satu tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah lampu pijar 60 watt, tirai plastik, timbangan, plastik untuk ransum, spons, ember, sapu, dan tali tambang. Ransum

Ransum yang digunakan selama penelitian terbagi menjadi dua periode yaitu ransum starter (0-2 minggu) dan ransum grower (2-5 minggu) yang telah diberi bungkil biji jarak pagar terfermentasi sesuai perlakuan. Bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan ransum antara lain : jagung, dedak padi, tepung ikan, bungkil biji jarak, bungkil kedelai, minyak, CaCO3, DCP, DL-Methionin, dan premix. Susunan

dan kandungan nutrien dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Ransum yang digunakan terdiri dari empat perlakuan, yaitu

R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi.

(41)

Bahan Makanan R0 R1 R2 R3

--- (%) ---Jagung 52,2 54,4 52,7 50,5 Dedak padi 10,0 5,0 5,0 5,0 Bungkil kedelai 23,0 22,8 21,5 20,7 Bungkil biji jarak 0,0 3,0 6,0 9,0 Tepung ikan 10,0 10,0 10,0 10,0 Minyak 2,5 2,5 2,5 2,5 DCP 0,8 0,8 0,8 0,8 CaCO3 0,9 0,9 0,9 0,9

DL-Methionin 0,1 0,1 0,1 0,1 Premix 0,5 0,5 0,5 0,5 Jumlah (%) 100 100 100 100 Kandungan Nutrien Ransum Starter (Menurut Perhitungan):

Energi metabolis (kkal/kg) 3.056 3.066 3.069 3.068 Protein kasar (%) 21,3 21,4 21,4 21,5 Serat kasar (%) 4,0 4,7 5,9 7,1 Kalsium (%) 1,1 1,1 1,1 1,1 Fosfor tersedia (%) 0,6 0,6 0,6 0,6 Methionin (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 Lisin (%) 1,3 1,2 1,2 1,2

Keterangan : R0 = Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R1 = Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R2 = Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R3 = Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi.

(42)

Bahan Makanan R0 R1 R2 R3

Keterangan : R0 = Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. R1 = Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi. diberikan pada umur 3 hari melalui tetes mata, vaksin Gumboro diberikan pada umur 10 hari melalui air minum, dan vaksin ND II diberikan pada umur 21 hari melalui air minum.

(43)

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri atas empat perlakuan dan empat ulangan. Setiap ulangan (unit percobaan) terdiri dari 6 ekor ayam. Model matematika dari rancangan percobaaan ini adalah :

Yij = µ + τi + εij Keterangan :

Yij : respon percobaan dari perlakuan 1,2,3,4 dan ulangan 1,2,3,4 µ : nilai rataan umum dari pengamatan

τi : efek perlakuan 1,2,3,4

εij : pengaruh error perlakuan 1,2,3,4 dan ulangan

Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA/Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata diuji lanjut dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Fermentasi Bungkil Biji Jarak Pagar

Persiapan inokulan. Pembuatan media miring dari PDA (Potato Dextro Agar) sebanyak 4 gram ditambahkan dengan aquades steril 100 ml kemudian dilarutkan hingga menjadi homogen. Setelah itu dipanaskan hingga larutan berwarna bening dan kemerahan. Larutan tersebut selanjutnya dituang 3 ml pada tabung reaksi kemudian di autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam keadaan miring. Isolate Rhizopus oligosphorus ditumbuhkan pada PDA di atas pada tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 x 24 jam. Selama inkubasi akan terjadi pertumbuhan miselia.

(44)

Fermentasi bungkil biji jarak pagar. Bungkil biji jarak pagar dikukus selama 30 menit lalu didinginkan. Selanjutnya ditambahkan aquades steril sebanyak 60% dari banyaknya bungkil biji jarak dan diaduk hingga homogen. Inokulasi dilakukan dengan menambahkan substrat sebanyak 0,6%, lalu diinkubasi selama 3 x 24 jam pada suhu kamar. Fermentasi ini diberhentikan dengan cara dikeringkan pada oven 600 C, kemudian digiling dan siap sebagai bahan ransum.

Prosedur Pelaksanaan

Persiapan kandang, pembuatan ransum dan penyediaan DOC dilakukan selama 1 minggu sebelum penelitian dilaksanakan. Persiapan kandang dilakukan dengan pencucian kandang serta peralatan tempat makan dan minum, pemasangan petak kandang, pemasangan tempat makan dan minum, pemasangan lampu, pemasangan brooder, pengapuran kandang, penyemprotan disinfektan, serta peletakan sekam dalam petak kandang.

Sebelum DOC datang, lampu dinyalakan terlebih dahulu agar suhu di setiap petak kandang cukup hangat. Kemudian disiapkan air minum yang telah campur Vita Stress pada masing-masing tempat air minum. Pemberian ransum dan air minum dilakukan ad libitum.

Pada saat DOC datang, dilakukan penimbangan bobot awal yang dibagi menjadi 4 kelas bobot badan yaitu 35-40 gram, 41-45 gram, 46-50 gram, dan 50-55 gram. Setelah itu, dilakukan pengambilan DOC secara acak dari kelas bobot badan tersebut untuk menempati tiap-tiap petak. Penimbangan bobot sesungguhnya dilakukan setelah seluruh petak kandang telah terisi masing-masing 6 ekor ayam dan dicari bobot rata-rata dari setiap petak. Kontrol kebersihan kandang, air minum dan pakan serta manajemen pemeliharaan dilakukan setiap hari.

(45)

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumsi Ransum (gram/ekor)

Konsumsi ransum starter diperoleh dengan menghitung selisih jumlah pakan yang diberikan selama 2 minggu pemeliharaan dengan pakan yang tersisa, sedangkan konsumsi ransum grower-finisher diperoleh dengan menghitung selisih jumlah pakan yang diberikan selama 2-5 minggu pemeliharaan dengan pakan yang tersisa

2. Bobot Badan (gram/ekor)

Bobot badan periode starter adalah bobot yang diperoleh pada umur 2 minggu, sedangkan bobot badan periode grower-finisher diperoleh pada umur 5 minggu.

3. Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor)

Pertambahan bobot badan periode starter adalah pertambahan bobot badan yang diperoleh dengan menghitung selisih bobot badan pada umur 2 minggu dengan bobot awal, sedangkan pertambahan bobot badan periode grower-finisher diperoleh dengan menghitung selisih bobot badan pada umur 5 minggu dengan bobot badan umur 2 minggu.

4. Konversi Ransum

Konversi ransum periode starter diperoleh dengan menghitung rasio antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama 2 minggu, sedangkan periode grower-finisher diperoleh dengan menghitung rasio antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama 2-5 minggu. 5. Mortalitas

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi

Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (disertai kulit) sebelum dan sesudah mengalami pengolahan secara biologis (fermentasi) dengan kapang

Rhizopus oligosporus dapat dilihat pada Tabel 9.

Hasil analisa laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2006)

2) Hasil analisa laboratorium Pasca Panen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006)

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar bahan kering, abu, energi bruto, kadar curcin dan kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang diolah secara biologis (fermentasi dengan Rhizopus oligosporus) mengalami perubahan kandungan nutrien. Bahan kering dan abu setelah fermentasi mengalami penurunan. Beberapa kandungan nutrien mengalami peningkatan seperti protein kasar, serat kasar dan Beta-N. Kandungan nutrien yang mengalami penurunan adalah lemak kasar, dan mineral kalsium. Kandungan energi bungkil biji jarak juga mengalami peningkatan dan terjadi penurunan kadar curcin setelah proses fermentasi.

Penurunan bahan kering pada proses fermentasi dengan Rhizopus oligosporus

(47)

abu sebanding dengan terjadinya penurunan pada kadar bahan kering bungkil biji jarak dari 5,28% (tanpa pengolahan) menjadi 4,94% setelah difermentasi.

Peningkatan nilai protein kasar setelah proses fermentasi dengan menggunakan Rhizopus oligosporus sebesar 3,38% (dari 20,71% menjadi 21,41%), menunjukkan efektifitas enzim protease Rhizopus oligosporus dalam merombak senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Enzim protease berperan dalam memecah protein menjadi asam amino,sehingga meningkatkan daya cerna (Ganjar, 1977). Peningkatan kandungan serat kasar setelah difermentasi disebabkan oleh aktivitas Rhizopus oligosporus yaitu pembentukan dinding sel kapang yang termasuk polisakarida seperti selulosa (Eze dan Ibe, 2005). Penurunan lemak kasar disebabkan penggunaan lemak oleh kapang untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk aktivitas ketika kandungan gula rendah (Eka, 1980). Kandungan kalsium mengalami penurunan dan pospor relatif tetap. Penurunan kandungan kalsium kemungkinan disebabkan aktivitas Rhizopus oligosporus yang memerlukan Ca untuk pertumbuhan dan sintesis protein. Kadar phospor yang relatif tetap (0,78%) disebabkan adanya phitat dalam bungkil biji jarak yang bersifat mengikat phospor sehingga sulit didegradasi Rhizopus oligosporus.

(48)

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum

Konsumsi Ransum merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan yang berpengaruh terhadap bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Konsumsi ransum pada periode starter dan grower selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Konsumsi Ransum pada Periode Starter dan Grower

Periode R0 R1 R2 R3

R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi

Rataan konsumsi ransum pada periode starter berkisar antara 154,4- 451,1 gram/ekor (Tabel 10). Hasil sidik ragam pada periode starter menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak terfermentasi, baik sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum jika dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 26,78% (R1), 44,76% (R2) dan 65,77% (R3). Hal ini disebabkan ransum tidak palatabel karena mengandung serat kasar yang bersifat bulky (Amrullah, 2003), dan kemungkinan pengaruh bau dan rasa bungkil biji jarak (Aregheore et al., 2003) serta masih terdapat kandungan racun curcin dan (terutama) phorbolesther. Adanya senyawa yang berbahaya (racun) menyebabkan respon berupa mekanisme pertahanan diri dari tubuh sehingga terjadinya penurunan konsumsi ransum (Makkar dan Becker, 1997b). Efek racun pada periode starter

(49)

sebagai tempat penyerapan zat-zat nutrisi. Hal ini sesuai dengan Makkar dan Becker (1997a,b) yang menyatakan bahwa pada awalnya phorbolesther dan curcin menyebabkan gangguan pada proses fisiologis pencernaan dan penurunan kecernaan nutrisi.

Rataan konsumsi ransum periode grower berkisar antara 380,6- 2188,8 gram/ekor. Sidik ragam pada periode grower menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 40,04% (R1), 67,44% (R2) dan 82,61% (R3). Peningkatan persentase penurunan konsumsi ransum yang terjadi diantara perlakuan dibandingkan dengan kontrol (R0) disebabkan pengaruh racun curcin dan (terutama) phorbolesther yang terakumulasi didalam tubuh. Akumulasi tersebut menyebabkan kerusakan organ hati dan pendarahan pada pembuluh darah usus (Istichomah, 2007; Lusiana, 2008). Kerusakan organ hati sebagai tempat detoksifikasi racun menyebabkan pula kerusakan usus yang berfungsi sebagai tempat penyerapan zat-zat nutrisi karena racun tersebut ikut terserap. Racun tersebut kemudian memodifikasi sel-sel usus sehingga sel-sel usus tersebut menjadi rusak. Becker dan Makkar (1998) melaporkan bahwa peningkatan level penggunaan phorbolester dalam pakan ikan dapat menekan konsumsi ransum, hal ini diperkirakan karena usus mengalami iritasi.

Phorbolesther diketahui menyebabkan efek iritasi kulit dan pemacu tumor karena merangsang PKC (Protein Kinase C) yang berperan dalam sinyal transduksi dan proses perkembangan seluruh sel dan jaringan (Makkar dan Becker, 1997b; Goel et al., 2007). Efek akumulasi racun tersebut menyebabkan kerusakan dan kematian hepatosit (nekrosis) hati, ginjal, jantung, paru-paru, saluran gastrointestinal, pembuluh darah, sistem saraf dan sumsum tulang (Makkar dan Becker, 1997a, b). Mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi organ-organ tubuh sehingga berpengaruh terhadap terjadinya penurunan konsumsi ransum.

(50)

peningkatan persentase bungkil biji jarak dalam ransum karena meningkatkan pula kadar racun curcin dan phorbolesther. Histogram rataan konsumsi total selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi

Gambar 5. Konsumsi Ransum Selama Pemeliharaan

Hasil sidik ragam kumulatif menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut masing-masing sebesar 37,78% (R1), 63,57% (R2) dan 77,01% (R3). Hal ini disebabkan semakin meningkatnya persentase penggunaan bungkil biji jarak dalam ransum sehingga menyebabkan peningkatan kadar racun curcin dan phorbolesther. Penurunan konsumsi kemungkinan disebabkan pengaruh diare, penurunan konsumsi air dan dehidrasi selama pemberian bungkil biji jarak pagar. Hal ini sesuai dengan Ahmed dan Adam (1979a,b) yang melaporkan bahwa racun tersebut menyebabkan tanda-tanda klinis pada sapi dan domba, seperti diare, penurunan konsumsi air, dehidrasi dan penurunan kondisi tubuh.

Pemberian bungkil biji jarak pagar dengan fermentasi menggunakan

(51)

penggunaan sebesar 10% dalam ransum yaitu 132,59 gram/ekor, sedangkan konsumsi ransum dengan penggunaan bungkil biji jarak sebesar 5% dalam ransum umur 28 hari sebesar 363,06 gram/ekor.

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan

Bobot badan merupakan bobot badan ayam broiler yang dicapai selama masa pemeliharaan. Bobot badan yang diperoleh pada periode starter dan grower dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Bobot Badan Periode Starter dan Grower

Periode R0 R1 R2 R3

R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi

(52)

protein di dalam ribosom (Pfander, 1984 dalam Marni, 1991). Konsumsi energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14.

Rataan bobot badan pada periode grower (akhir) berkisar antara 297,3- 1426,1 gram/ekor. Sidik ragam periode grower menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) menurunkan bobot badan dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan tersebut sebesar 39,60% (R1), 68,77% (R2) dan 79,15% (R3). Meningkatnya penurunan persentase bobot badan dibandingkan periode starter disebabkan akumulasi racun curcin dan phorbolester yang berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan konsumsi nutrisi (terutama energi dan protein). Rendahnya energi dan protein dengan pemberian bungkil biji jarak menyebabkan rendahnya bobot badan yang diperoleh karena terjadi penekanan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan Makkar dan Becker (1997b) yang menyatakan phorbolesther dalam ransum berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Histogram rataan bobot badan akhir pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan kurva bobot badan tiap minggu dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan R0 : Ransum yang mengandung 0% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R1 : Ransum yang mengandung 3% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R2 : Ransum yang mengandung 6% bungkil biji jarak pagar terfermentasi R3 : Ransum yang mengandung 9% bungkil biji jarak pagar terfermentasi

(53)

Gambar 7. Bobot Badan Tiap Minggu Selama Pemeliharaan

Bobot badan setiap minggu mengalami peningkatan bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kadar racun curcin dan phorbolesther yang berpengaruh terhadap penurunan konsumsi ransum yang berbanding lurus dengan asupan energi dan protein sehingga bobot badan semakin rendah. Bobot badan yang diperoleh mengikuti kurva pertumbuhannya masing-masing (Gordon dan Charles, 2002).

Bobot badan yang dicapai selama pemeliharaan baik kontrol (R0) maupun perlakuan pemberian bungkil biji jarak sebesar 3% (R1), 6% (R2) dan 9% (R3) lebih rendah dibandingkan dengan bobot badan berdasarkan Aviagen (2007). Bobot standar berdasarkan Avigen (2007) pada periode starter sebesar 455 gram/ekor dan periode grower sebesar 2.021 gram/ekor. Bobot badan yang rendah pada perlakuan dibandingkan kontrol (R0) disebabkan broiler tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup untuk pembentukan daging karena menurunnya konsumsi akibat adanya racun curcin dan phorbolesther yang terdapat di dalam ransum

Penelitian Nurhidayah (2007) menunjukkan bahwa bobot badan periode

starter (0-2 Minggu) dengan pemberian bungkil biji jarak tanpa perlakuan sebesar 5% dalam ransum yaitu 164,23 gram/ekor, sedangkan bobot badan dengan penggunaan sebesar 10% dalam ransum yaitu 130,16 gram/ekor. Bobot badan dengan penggunaan bungkil biji jarak sebesar 5% dalam ransum umur 28 hari lebih rendah dibandingkan pemberian bungkil biji jarak yang difermentasi dengan

Gambar

Gambar 1.
Gambar 3. Struktur Kimia Curcin (C19(www. Giftpflanzen.com/H22O2) Jatropha curcas/html)
Gambar 4. Struktur Kimia Phorbolester  (www.proteinkinase.de/assets/images/PMA.gif)
Tabel 1. Performa Ayam Broiler dari Beberapa Strain pada Tahun 2000-an
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menjelaskan kembali definisi kedudukan titik, kedudukan titik terhadap garis, jarak titik terhadap titik dan jarak titik terhadap garis dengan menggunakan ilustrasi gambar atau

• Kesukaran dalam mem pertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.. • Sering tidak meningkuti petunjuk dan gagal

Dampak keseriusan dalam menangani limbah yang berasal dari 3 (tiga) unit pabrik tersebut diputuskan untuk melakukan investasi dalam proyek pembangunan bangunan Incinerator

Guru juga dapat bertanya secara langsung atau melakukan wawancara tentang sikap berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan

“Stabilisasi Tanah Dengan Semen Untuk Peningkatan Daya Dukung Tanah Terhadap Tebal Perkerasan Kaku Pada Ruas Jalan Bangkalan – Ketapang”. Tugas Akhir UPN Jawa

mengalami peningkatan maka akan terjadi kenaikan pendapatan bunga lebih besar.. dibanding dengan kenaikan biaya

Penerapan Cost Volume Profit analysis Sebagai Alat Bantu Dalam Perencanaan Penjualan Atas Target Laba Yang Ditetapkan, Jurnal Ilmiah Akuntansi No.3.. Penerapan Cost Volume

menggunakan uji statistik Annova dengan nilai p value sebesar 0,79 (0,79 &gt; 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh shift pagi, shift siang dan shift