• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Sejarah Datangnya Orang Jawa di Sumatera 2.1. Sejarah datangnya Orang Jawa ke Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II Sejarah Datangnya Orang Jawa di Sumatera 2.1. Sejarah datangnya Orang Jawa ke Sumatera"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Sejarah Datangnya Orang Jawa di Sumatera

2.1.

Sejarah datangnya Orang Jawa ke Sumatera

Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk

menjadi kuli kontrak di Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi

ekonomi dunia. Para penduduk miskin di Jawa yang terutama berada di desa-desa

terpencil, dibawa ke Sumatera Timur untuk di jadikan pekerja di sejumlah

perkebunan di wilayah tersebut. Selain itu pemerintah kolonial Belanda mengubah

kebijakan kolonisasi, dengan menciptakan koloni penduduk asal Jawa di

perkebunan-perkabunan yang telah mereka buat.

Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa

dilatarbelakangi oleh:(1) Melaksanakan salah satu program politik etis, yaitu

emigrasi untukmengurangi jumlah penduduk pulau Jawa dan memperbaiki

tarafkehidupan yang masih rendah. (2) Pemilikan tanah yang makin sempit

dipulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat telah menyebabkantaraf

hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun. (3) Adanya kebutuhan

pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di

daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa. Politik etis yang mulai

diterapkan pada tahun 1900 bertujuan mensejahterakan masyarakat petani yang

telah dieksploitasi selama dilaksanakannya culture stelsel (sistem tanam paksa).

Pembukaan Onderneming (perkebunan besar) yang dilaksanakan oleh

(2)

perusahaan asing lainnya yang dilindungi oleh Pemenritah Hindia Belanda8

Bersamaan dengan pesatnya pembukaan lahan baru untuk perkebunan

tembakau, tahun 1890-1920 adalah era dimana masuknya gelombang kuli untuk

bekerja di perkebunan tembakau swasta milik Belanda datang secara

besar-besaran. Para kuli yang disebut kuli kontrak adalah kebanyakan dari Jawa.

Kebanyakan dari mereka tertipu oleh bujukan para agen pencari kerja yang

mengatakan kepada mereka bahwa Deli adalah tempat dimana pohon yang

berdaun uang (metafor dari tembakau). Dijanjikan akan kaya raya namun

kenyataannya mereka dijadikan budak. Selama puluhan tahun mereka menjalani

kehidupan yang sangat tidak manusiawi, upah yang sangat rendah, perlakuan

kasar majikan

.

Perkembangan yang pesat dalam pembangunan perkebunan ini, karena pada masa

itu Belanda sudah mulai memasuki era imperialism modern dengan

memberlakukan Undang-Undang Agraria tahun 1870 bagi seluruh wilayah HIndia

Belanda, yang menciptakan iklim kemantapan berusaha bagi para pengusaha

Belanda atau orang lainnya.

9

Orang-orang asing berlomba menanamkan modal ke Sumatera Timur.

Oleh karena sulit mendatangkan buruh Cina dan India ke Sumatera Timur, maka

kuli kontrak didatangkan dari Jawa. Masuknya kuli kontrak asal Jawa dan China

ke Medan tentu mengubah warna daerah ini .

10

8

Wong Jowo Di Sumatera, 2008:72

9

Wong Jowo Di Sumatera, 2008:74

. Mereka datang karena tertipu bujuk

rayu makelar pencari tenaga kerja. Pada masa Hindi Belanda orang Jawa

didatangkan dari kampung miskin di Jawa. Awalnya “Werk” atau agen pencari

10

(3)

“kuli” datang kepelbagai kampung/desa di Jawa yang dilanda paceklik, menggoda

mereka untuk bekerja ke sumatera.

Kedatangan kuli asal Jawa di mulai pada tahun 1880, pemerintah

Tiongkok makin mempersulit buruhnya ke deli. Sementara itu, pemerintah Inggris

di India juga mengajukan berbagai persyaratan bagi pekerja Tamil yang hendak ke

Deli. Namun, calo buruh kebun di penang dan singapura tetap memasok tenaga ke

Deli, dengan tipuan hendek memperkrjakan meraka ke Johor. Oleh karena itu,

tahun 1880 awal kedatangan buruh Jawa ke Deli, yaitu masukya 150 orang dari

bagelen. Jumlah ini mengalir terus, sampai akhirnya mengalahkan jumlah buruh

kebun asal Cina dan Tamil

Selain itu, upah para buruh Jawa lebih rendah dari pada buruh Cina yang

pada waktu itu juga merupakan kuli kontrak. Mereka (orang Cina) datang lebih

dulu ke Sumatera Timur untuk sebagai kuli kontrak ketimbang kuli kontrak asal

Jawa. Sehingga Pemerintah colonial mendorong kedatangan perempuan dari Jawa

dan mengizinkan majikan mengerahkan mereka sebagai tenaga kerja penuh. Pada

tahun 1905, diantara 33.961 orang kuli kontrak Jawa terdapat 6.290 orang

perempuan11

Istilah “koeli” diperkirakan berasal dari bahasa Inggris cooli yang

mengadopsi kata kuli dari bahsa Tamil yang artinya upahan untuk pekerjaan

kasar. Perkelahian pemberontakan sampai dengan pembunuhan, merupakan cerita

sehari-hari di perkebunan. Jadi kuli kontrak adalah sebutan bagi mereka yang

hidup sengsara di Jawa, kemudian mengikatkan diri pada perjanjian kerja yang

akhirnya tetap membuat mereka sengsara di negeri seberang, yakni Sumatera. .

11

(4)

Pada tahun 1900-an, liberalisasi ekonomi dipandang sebagai kunci menuju

“kamakmuran” di negeri jajahan Belanda ini. Dimana konsentrasi terbesar terlatak

di Sumatera Timur, saat terjadi ledakan ekspansi capital swasta di berbagai jenis

perkebunan seperti tembakau dan karet. Saat itulah, pertumbuhan kuli kontrak

dari Jawa mengalami ledakan. Ribuan kuli kontrak didatangkan guna menyulap

hutan belantara menjadi perkebunan. Tinggal di barak-barak perkebunan dengan

kondisi mengenaskan, nyaris tanpa kemajuan selain sekedar bisa makan. Malah

berbagai kesenian yang mereka bawa dari tanah leluhur porak-poranda.

Di Sumatera Utara, Kuli Kontrak akhirnya menjadi suatu istilah yang

menunjukkan betapa parahnya kehidupan manusia. Hubungan seks sangat

longgar, kawin cerai merupakan hal yang biasa. Setiap kali para kuli menerima

gaji, pengusaha kolonian menggelar perhelatan besar, berbagai tarian-tarian

digelar, alcohol, seks, dan judi dihalalkan. Para Bandar datang dari kota untuk

menguras isi kantong Kuli Kontrak. Hal ini memang dirancang untuk terus

memiskinkan mereka, sehingga terus memperpanjang kontrak, karena gaji yang

mereka terima tidak pernah tersimpan.

Semakin padatnya penduduk Jawa dan dugaan itulah penyebab semakin

miskinnya sebagian penduduk pedalaman, itu juga mendorong pemerintah

kolonial bersikap toleran terhadap pengiriman tenaga kerja ke Sumatera Timur.

Keengganan masa lalu karena rasa tak puas dengan tingkat upah yang terlalu

rendah telah lenyap dan kini kian kuat anjuran pemerintah kepada mereka yag tak

mempunyai mata pencaharian di daerah kelahirannya untuk nerangkat ke

(5)

pergantian abad ini jumlah kuli yang diangkut berkisar sekitar 7.000 orang

setahun12

Pada tahun 1926, kuli kontrak laki-laki Jawa berjumlah 142.000 orang,

sedangkan buruh wanita Jawa 52.400 orang. Namun, catatan Belanda lainnya

menunjukkan tahun 1920 saja, jumlah orang Jawa di Sumatera Timur ada 353.551

orang, melebihi jumlah orang Melayu yang tercatat 285.553 orang. “sampai

menjelang Perang Dunia II, 3/5 penduduk Sumatera Timur adalah orang

Jawa” .

13

Perkembangan tersebut menghasilkan banyak perubahan. Dalam tempo

dua puluh tahun. Bedeng-bedeng (batas tanah) warisan generasi silam nyaris tak

kelihatan lagi. Kebanyakan telah berubah menjadi rumah permanen atau semi . pada masa Orde Lam, kondisi para kuli ini tidak banyak berubah.

Gawatnya urusan pangan, telah menghasilkan migrasi besar-besaran kembali ke

buruh tani dari Jawa ke Sumatera. Namun, di perantuan pun situasi mereka tidak

lebih baik. Politik Berdikari penguasa Orde Lama telah menimbulkan kesulitan

pangan dimana-mana .

Baru pada tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era

Industri dan jasa keadaan mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera

Utara mencapai delapan persen per tahun, telah mendorong peningkatan belanja

masyarakat. Sector jasa, perdagangan, dan industry melaju sesuai laju permintaan.

Karenanya, para kuli kontrak dan keluarganya sebagaian mulai bergerak ke kota,

untuk bekerja sebagai buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, sampai penjual

pecel dan juga pembantu rumah tangga.

12

Breman, Menjinakan Sang Kuli, 1997:68

13

(6)

permanen, berbarengan dengan itu, secara cultural mereka telah menjadi bagian

dari Kota

2.2. Sejarah Terbentuknya Pujakesuma

Paguyuban Pujakesuma adalah paguyuban yang berdiri pada tanggal 10

Juli 1980. Sebelum berdirinya paguyuban ini, paguyuban ini adalah sebuah

sanggar dan perkumpulan seni dan budaya jawa yang berdanama IKJ (Ikatan

Kesenian Jawa) yang didirikan oleh Letkol Sukardi. Dengan seiring

perkambangan waktu maka pada Tahun 1979-an IKJ diubah namanya menjadi

Paguyuban Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera/Keberadaan Sumatera),

paguyuban ini pada awalnya didirikan oleh Bapak Danu. Ia merupakan tokoh

kesenian Jawa pada masa itu, kemudian Paguyuban diresmikan pada Tahun 1980.

Berdasarkan keputusan yang ditetapkan pada masa itu, paguyuban ini berdiri

sebagai wadah berkumpulnya orang-orang yang berketurunan Jawa, keturunan

jawa meliputi seluruh Pulau Jawa baik apakah seorang tersebut berasa dari Jawa

Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan juga DKI Jakarta. Dalam musyawarah

mereka, mereka menjelaskan bahwa yang terpenting adalah orang Jawa yang lahir

di Sumatera atau berada di sumatera maupun diluar pulau jawa.

Selain itu, Paguyuban ini juga bertujuan untuk meningkatkan taraf

ekonomi dan social masyarakat Jawa di Sumatera Utara. Paguyuban Pujaksuma

merupakan sebuah organisai yang murni tanpa mengharapkan pamrih, paguyuban

ini bertujuan mengembangkan nilai-nilai budaya dan leluhur yang baik. Seperti

(7)

Gawe14

Karena bagitu terus tanpa perkembangan, dapat disimpulkan bahwa untuk

memperbaiki tingkat kehidupan mereka harus dimulai dengan memperbaiki

kesejahteraan, dan tidak mungkin meningkatkan taraf hidup tanpa perbaikan

ekonomi. Untuk itu menurut Danu (Wakil Sekretaris Generasi Muda Pujakesuma

Sumatera Utara), berbagai kegiatan ekonomi juga telah dirintis dalam

Pujakesma, salah satunya Koperasi Kesuma Bangsa yang memiliki berbgaia

kegiatan usaha”

, motto ini sudah tertanam dalam Paguyuban Pujakesuam sebagai

lendasan bertindak mereka.

Sesuai dengan latar belakang ekonomi yang mendasari kedatagan sebagian

besar etbis Jawa di Sumatera, disamping Budaya, kemiskinan merupakan satu

keprihatinan utama. Seperti diketahui bahwa orang Jawa yang berada di Sumatera

pada umunya berada di perkebunan, sehingga banyak ditemui dalam masyarakat

kalau orang tuanya buruh perkebunan, anak, cucu, hingga cicitnya pun menjadi

buruh.

15

Sejak Kasim Siyo mulai memimpin Pujakesuma pada tahun 1997, kegiatan

Pujakesuma waktu itu sebenarnya sedang lesu, banyak anggota yang merasa

enggan. Pada masa orde baru Pujakesuma telah disalahgunakan untuk

kepentingan salah satu partai poitik. Karenanya dalam kepenguruasannya,

diputuskan bahwa Pujakesuma tidak akan berpolitik, tetapi kembali pada asalnya

sebagai paguyuban, untuk mengembangkan kebudayaan Jawa serta kegiatan

ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.

14

moto ini memiliki arti bahwa tidak mengharapkan pamrih atau imbalan tetapi banyak berbuat untuk kepentingan umum dengan tidak mementingkan kepentingan pribadi dan lebih

mengutamakan sifat gotong royong.

15

(8)

Setelah keluar dari politik praktis, kegiatan ini mulai kembali bergairah.

Seperti memperoleh gairah hidupnya kembali, kerinduan masyarakat Jawa

perantuan mendapat tempatnya di Pujakesuma. “sekalipun demikian, masih

banyak juga yang traum, takut dibawa-bawa ke politik lagi, sehingga masih

banyak yang belum terlibat”16

a. Rukun : 'rukun' itu damai, tak banyak berselisih/bertengkar

2.3 Visi dan Misi Paguyuban Pujakesuma

Sebagai salah Paguyuban etnis Jawa tertua di Sumatera, Paguyuban

Pujakesuma memiliki tujuan selain untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya

Manusia juga meningkatkan kehidupan kehidupan social ekonomi warga

Pujakesuma di lingkungannya.. Selain itu Paguyuban ini juga merupakan sebagai

Wadah Partisipasi Pujakesuma dalam membangun kesenian, kebudayaan, olah

raga, SDM dan perekonomian yang ada di Wilayah Sumatera dan wilayah yang

lainnya.

2.4. Motto Pujakesuma

Paguyuban Pujakesuma memiliki motto yang tercantum dalam AD/ART,

motto Paguyuban Pujakesuma ini menjadi ikatan konstektual dalam kehidupan

sehari-hari anggota Pujakesuma dan juga dalam pelaksanaan organisasi

Paguyuban ini. Motto Paguyuban Pujakesuma berupa:

sesama anggota pujakesuma dan juga sesama orang Jawa di lingkungan mereka tinggal

16

(9)

b. Raket : 'raket'17

baik sesama orang Jawa maupun etnis lain.

artinya dekat-akrab serta menjaga kerukunan

c. Rageng : 'regeng', artinya bernuansa hangat, rame;

d. Rumekso : 'rumekso' maksudnya menjaga, saling melindungi satu dengan yang lainnya.

2.5. DPD,DPC, dan DPRa

Sekarang, sesuai dengan perkembangan zaman dan berjalannya waktu. Maka

paguyuban ini memiliki 19 DPD, termesuk 2 DPD di Riau yaitu di Kabupaten

Kampar, serta DPD jabodetabek. Dari seluruh DPD tersebut, terdapat 228 DPC,

dan 5.600 Ranting. Selain itu Paguyuban ini juga memiliki perwakilan di

Amsterdam Belanda, di Milan Italia, serta di Fankurt Jerman. “untuk perwakilan

di luar negeri kegiatannya masih sekedar silaturahmi dan arisan saja”18

17

Untuk ‘e’ dalam kata-kata raket, rageng, rumeko, dibaca dengan e lemah

18

Sihaloho, 2006:439

2.6. Keanggotaan Paguyuban Pujakesuma.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa anggota Paguyuban Pujakesuma

adalah orang-orang Keturunan Jawa/ Suku Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa

Barat, maupun DKI Jakarta) selain itu Paguyuban ini juga banyak diikuti oleh

orang yang bukan orang Jawa, mereka merupakan orang-orang yang mau

bersama-sama membangun nilai-nilai Budaya dan juga mempertahankan nilai

budaya yang bersifat fisik maupun non fisik.

Keanggotaan Paguyuban Pujakesuma dapat dibagi kedalam dua bagian

(10)

• Anggota Aktif : merupakan orang-orang yang tergabung dan menjadi

Anggota Paguyuban Pujakesuma baik orang-orang keturunan Jawa

ataupun bukan. Pada umumnya mereka adalah orang-orang yang aktif

menjadi pengurus di dalam Paguyuban ini.

• Anggota Pasif : adalah merupakan seluruh orang Jawa yang ada di

Sumatera yang menjadi anggota tetap ataupun simpatisan dari

Paguyuban ini. Anggota Pasif juga merupakan orang yang masih

memiliki darah katurunan Jawa.

Ketentuan tentang keanggotaan ini dapat dilihat pada Anggaran Rumah

Tangga pada BAB I pasal I yaitu :

Keanggotaan Pujakesuma adalah setiap Warga Negara Indonesia

keturunan suku Jawa, hasil pembaharuan atau simpatisan / suku lain

yang dapat diterima menjadi anggota “PUJAKESUMA” serta

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Telah berusia 15 Tahun keatas lanjut usia

2. Mau mengikuti kegiatan yang ditentukan PUJAKESUMA

3. Menerima / menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga serta program umum organisasi dan peraturan organisasi

4. Ditetapkan dan disyahkan pengurus PUJAKESUMA sebagai

anggota khusus bagi simpatisan lain.

2.7. Hubungan Sosial Paguyuban Pujakesuma

(11)

Paguyuban Pujakesuma sebagai salah satu paguyuban etnis Jawa juga

menjalin hubungan baik dengan perkumpulan etnis lainnya, paguyuban ini

sering melakukan kegiatan bersama dalam hal menjaga kelestarian

budayanya. Seperti pada tahun 2007, Paguyuban Pujakesuma bersama dengan

MABMI bersama-sama menggelar pertunjukan seni budaya masing-masing

yang dilakukan di Istana Maimun.

Selain itu Pujakesuma yang merupakan orgnisasi orang Jawa,

meggunakan falsafah orang Jawa yaitu memayu hayuning bawana. Pada

masyarakat Jawa Tradisional (umunya kelas bawah) falsafah ini memberikan

kewajiban pada manusia untuk memlihara dan melestarikan alam, karena

alam telah memberikan kehidupan bagi manusia. Pada masyarakat modern

(umumnya kelas menengah dan kelas atas), falsafah tersebut dikembangkan

dengan pemahaman bahwa manusia harus dapat memelihara perdamaian

dunia, agar bebas dari rasa ketakutan, kemiskinan, kelaparan, kekurangan,

dan peperangan. Falsafah tersebut juga mengajarkan manusia agar memiliki

budi pekerti yang luhur, sehingga dunia menjadi aman dan tenteram19

Falsafah hidup orang Jawa yang digunakan oleh Paguyuban

Pujakesuma, merupakan sebagai penanaman dan pelestarian budaya Jawa

serta etika dan nilai-nilai yang tekandung didalamnya. Selain itu etika adalah

nilai-nilai dan norma-norma yang dipergunakan masyarakat untuk

mengetahui bagaimana harus bersikap dalam menjalankan kehidupan

sehari-hari. Kerukunan yang dijaga oleh Paguyuban Pujakesuma adalah salah satu

keadaan ideal yang diharapkan dapat mempertahankan dalam semua .

19

(12)

hubungan social, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, dan

juga dalam pengelompokkan masyarakat.

2.7.2. Interaksi Sosial Paguyuban Pujakesuma dengan Orang Jawa

Orang Jawa baik yang lahir ataupun tidak lahir dijawa adalah

merupakan bagian anggota dari Paguyuban Pujakesuma, sehingga paguyuban

pujakesuma sendiri menjadi wadah berkumpulnya orang Jawa. Di Paguyban

ini, orang-orang Jawa yang masih memiliki dan mencintai budaya Jawa

berkumpul dalam satu ikatan. Paguyuban Pujakesuma sendiri juga member

pelayanan bagi orang-orang Jawa dan juga menjadi jembatan untuk

mempertahankan tradisi Jawa di tanah perantauan. Hubungan baik tetap

dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan social sepert; gotong royong,

sunat masal. Selain itu paguyuban ini juga melakukan kegiatan ritual

keagamaan seperti; sukuran/selamatan, punggahan, dan suroan.

Kegiatan-kegiatan sosial kemasayarakatan yang dilakukan oleh

Paguyuban tersebut, dimaksudkan agar Paguyuba yang merupakan sebagai

wadah orang Jawa untuk berkumpul dan melestarikan budaya mereka

menjadi lebih dapat dimanfaatkan dan lebih menyatu dengan hati orang-orang

Jawa. Paguyuban Pujakesuma adalah cerminan orang Jawa, karena segala

falsafah hidup orang Jawa juga ditanamkan didalam Paguyuban Pujakesuma.

(13)

2.8.1. Kegiatan Sosial Masyarakat

Paguyuban Pujakesuma yang merupakan perkumpulan etnis Jawa,

menjaga hubungan baik dengan masyarakat baik yang merupakan orang Jawa

maupun bukan Jawa. salah satu aktivitas rutinitas kegiatan yang dilakukan

adalah dengan melakukan gotong royong membersihkan lingkungan

perumahan. Biasanya kegiatan gotong royong dilakukan RT atau kelurahan,

kegiatan ini dilakukan oleh Dewan Pembina Ranting dari tiap Paguyuban

Pujakesuma. Kegiatan rutin ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk

menjaga hubungan baik dengan penduduk di sekitar paguyuban ini berada.

Selaian itu kegitan lainnya seperti sunat masal dan kawin masal di

selenggarakan olah Paguyuban ini. Menurut keterangan Bapak Supeno:

Kegiatan seperti ini merupakan bukti bahwa paguyuban pujakesuma kita ini pedulai sama orang lain. Kalau sunat masal dan kawin masal kita buat berarti kita sudah membantu orang lain yang tidak mampu, sedikit mengurangi beban orang lain, kan gak masalah selain itu kita juga dapat ridho dari

Allah sang pencipta.orang Jawa yang memiliki sifat santun

dan suka menjaga kebersihan, haruslah tetap menjaga ligkungan dimana ia tinggal. Hal seperti itu dapat terlihat dari seseringmungkin kita buat acara gotong royong bersama dalam rangka menjaga lingkungan agar tetap bersih dan nyaman.

Kegiatan-kegiatan yang bersifat kegotong royongan seperti tersebut

diatas, tidak hanya dilakukan oleh orang Jawa yang tergabung dalam

Paguyuban Pujakesuma. Melainkan juga diikuti oleh semua orang-orang yang

ada disekitar wilayah Pujakesuma, dengna kata lain kegiatan ini juga diikuti

oleh orang lain.

\

(14)

Orang Jawa yang pada ummnya berada di kelas menengah bawah,

masih menjaga dan memliki rasa kerinduan yang tinggi terhadap Kesenian

Jawa. salah satu upaya orang Jawa adalah melaksanakan tata krama atau

unggah-ungguh menurut adat Jawa, menggunakan bahasa Jawa, serta

melaksanakan upacara-upacara adat. Dalam Pujakesuma, hal itu bisa dilihat

dari maraknya berbagai kegiatan kesenian seperti festival kuda lumping,

panembrama (semacam koor menyanyikan macapat, satu jenis lagu Jawa),

wayang, ludruk, ronggeng, tayub, hingga pemilihan Jaka dan Putri Ayu.

F Magnis Suseno dalam bukunya Etika Jawa (1985), sekalipun orang

Jawa mau menyesuaikan diri dengan daerah baru, tetapi sesungguhnya

cenderung resisten dengan nilai-nilai Jawanya. Berbeda dengan orang Batak,

orang Jawa tetap memandang kultur lain sebagai kultur yang berbeda, bukan

sebagai bagian dari dirinya. Dalam adaptasinya dengan lingkungan di tanah

rantau, nilai-nilai Jawa tersebut menjadikannya rukun dan tenggang rasa

dengan lingkungan sosial lain yang berbeda budaya,

2.8.3. Kegiatan Ritual Keagamaan

Paguyuban Pujakesuma juga melakukan kegiatan ritual keagamaan

yang masih ada dan tetap dilestarikan, kegiatan ini juga pada umumnya

dilakukan oleh orang-orang Jawa pada umumnya. Kegiatan-kegiatan ini

seperti :

Slametan/Sukuran

Selametan adalah sebuah acara perjamuan makan seremonila

(15)

seremonial seerhana dengan bentuk penyajian makanan dengan

mengundang seluruh tetangga, dengan tujuan keselarasan diantara

tetangga dengan alam raya dipulihkan kembali. Dalam selametan

terungkap nilai-nilai dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa,

yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Sekaigus

selametan menimbulkan suatu perasaan kuat bahwa semua warga desa

adalah sama derajatnyasatu sama lain, kecuali ada yang memiliki

kedudukan yang lebih tinggi20

Selametan dibagi kedalam empat jenis yaitu : 1) yang berkisar

sekitar krisis-krisis kehidupan kelahiran; 2) yang ada hubungannya

dengan hari-hari raya Islam, Maulid Nabi, Idul Fitri, Idul Adha, 3)

yang ada sangkutannya dengan integrasi social desa, bersih desa

(yakni roh-roh jahat); 4) selametan selayang diselenggarakan dalam

waktu yang tidak tetap, tergantung kepada kejadian luar biasa yang

dialami seseorang, kebangkitannya untuk suatu perjalanan jauh,

pindah rumah, ganti nama, sakit, terkena tenung, dan sebagainya .

21 .

Slametan dapat dilihat sebagai aspek keagamaan, yaitu sebagai arena

dimana rumus-rumus yang berupa doktrin-doktrin agama berubah

bentuk menjadi serangkaian metaphor dam symbol22

Selametan yang dilakukan oleh Paguyuban Pujakesuma adalah

hanya sebatas jamuan seremonila sederhana dengan mengundang

seluruh anggota dan juga sesepuh dari paguyuban ini. Biasanya acara

ini dilakukan denga bertepatan dengan hari jadi Paguyuban

20

Suseno SJ, Franz Magniz, (Etika Jawa, hal 15-16)

21

Geertz : 1981

22

(16)

Pujakesuma atau pada acara-acara lain seperti merayakan kemenangan

akan sebuah hal, baru selesai melakukan pertemuan akbar. Acara ini

dilakukan sebagai upaya memelihara keakraban, menjaga tali

silaturahmi sesama anggota paguyuban dan juga bukan anggota

paguyuban.

Punggahan

Punggahan atau Munggahan adalah salah satu acara penting yang

dilakukan satu hari menjelang Ramadhan. Orang-orang datang

berkumpul di masjid, biasanya, atau berkumpul di salah satu rumah

tokoh setempat dan melakuan doa bersama serta dilanjutnya dengan

menyantap makanan. Prosesi punggahan ini dilakukan sebagai bentuk

‘sosialisasi’ Ramadhan kepada masyarakat. Dengan adanya

punggahan, masyarakat diharapkan lebih siap menghadapi bulan

Ramadhan. Punggahan konon merupa-kan budaya dari suku Jawa dan

Sunda. Punggahan adalah momen memotong daging sapi dan dimasak

jadi rendang untuk santapan selama berpuasa. Rendang daging jadi

santapan pilihan karena praktis diolah pada saat sahur. Masyarakat

akan saling bertukar masakan, yang sistem-nya dikelola oleh masjid.

Pembagian itu menunjuk-kan komitmen untuk berbagi sebagai wujud

kekeluargaan di masyarakat.

Paguyuban ini sendiri melakukan Punggahan dua malam sebelum

hari pertama Ramadahan atau bulan puasa. Kegiatan ini biasanya

dilakukan di depan kantor DPP, atau juga di depan kantor DPW dan

(17)

yang memiliki status atau menduduki jabatan tertentu di dalam

Paguyuban Pujakesuma

Suroan

Masyarakat Jawa yang masih memegang kuat tradisinya memaknai

Suroan dengan membersihkan diri dengan mandi di rumah, sungai,

laut, diteruskan dengan begadang hingga pagi. Suroan juga dipercaya

sebagai saat yang tepat untuk mencuci pusaka seperti keris dan

tombak. Pada dasarnya bahwa ritual tersebut mengandung makna

menyambut tahun baru, masyarakat Jawa menghadapinya dengan

tubuh, raga dan pusaka yang bersih.. tentang malam satu Suro yang

dianggap mengerikan karena para mahluk halus bakal berkeliaran

sangat bertolak belakang dengan makna malam tahun baru Jawa itu

sendiri.

Paguyuban Pujakesuma sendiri memulai semua dari

filosofi-filosofi, paguyuban ini merestorasi kebudayaan jawa yang bai menjadi

sebuah pendirian kembali peninggalan leluhur positif dan bermanfaat.

Pemahaman mengenai suroan atau Muharam dalam Islam ini sangat

kental dan ada disetiap kehidupan orang Jawa, karena inilah awalnya

manusia untuk berbuat kebaikan baik ke sesama manusia ataupun

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu interaksi antara etnis Gayo dan Aceh sebagai penduduk setempat dengan etnis Jawa sebagai pendatang dalam bidang ibadah juga terlihat struktur pengurus meunasah dan

Ini dikarenakan Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang memiliki cukup banyak suku bangsa, serta kondisi ekonomi, pendidikan dan budaya yang lebih baik.. Itu

Berdasarkan pernyataan di atas, penting ertinya diketahui lebih dalam kepelbagaian unsur-unsur nama orang Jawa sebagai salah satu cara mengungkap dan memahami makna daripada nama

Revitalisasi nilai-nilai lokal masing-masing etnis (Solor, Rote, Sulawesi Jawa, dan lainnya) sebagai kesepakatan kearifan lokal di Kelurahan Namosain. Keterlibatan seluruh

Pandangan Spolsky (1998:57) yang menyatakan bahwa kelompok etnis menggunakan bahasa sebagai salah satu ciri yang paling maknawi, memperlihatkan pentingnya bahasa (bahasa etnis)

mengedepankan kepentingan negara pinggiran melalui media seni-budaya. Salah satu peranan YBY tersebut adalah dengan menjalin hubungan dengan aktor-aktor lintas batas

komunikasi dan menjalin relasi yang dapat mendorong terjadinya hubungan yang sehat. Gaya komunikasi orangtua dengan anak perlu di bina dengan baik karena merupakan salah satu hal

Selain itu, identitas sebagai etnis Tionghoa yang dimiliki PITI tidak digunakan sebaik mungkin dalam menjalin hubungan politik dengan salah satu pasangan calon walikota pada pemilihan