• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MASUKNYA PENDATANG ISLAM DI TARUTUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MASUKNYA PENDATANG ISLAM DI TARUTUNG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Masyarakat Batak yang ada di kota Tarutung merupakan masyarakat yang heterogen. Ada dua bentuk heterogenitas yang dimaksudkan. Pertama, Tarutung sebagai kota yang didatangi berbagai etnis Batak lokal yang masing-masing mempunyai kampung-kampung halaman sendiri dan marga seperti Hutabarat, Panggabean, Hutapea, Sitompul, dan beberapa perkampungan marga lainnya di mana mereka kemudian menjadi penduduk kota Tarutung. Di antara etnis Batak yang mayoritas itu ada juga etnis-etnis pendatang, seperti orang-orang Minangkabau dan orang-orang Jawa baik yang berasal dari pulau Jawa ataupun orang-orang Jawa kelahiran Sumatera.

Keberagaman masyarakat yang ada di Tarutung diakibatkan oleh adanya kaum pendatang tersebut yang masuk ke Tarutung. Etnis pendatang ini sebagian besar tujuan mereka datang ke Tarutung adalah untuk merantau atau mencari nafkah.

Dari perpaduan berbagai etnis inilah masyarakat Islam Tarutung terbentuk. Masyarakat menjalankan syariat dan hukum Islam, yaitu mereka yang memeluk satu keyakinan yang sama ialah Islam. Walaupun mereka berbeda dari segi adat dan budaya, tetapi dapat hidup rukun dalam satu kawasan tanah perantauan di Tarutung. Selain dari etnis pribumi, ada juga yang merupakan warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Tarutung. Mereka juga menambah keberagaman penduduk di Tarutung. Namun dalam tulisan ini, penulis lebih menekankan pembahasan pada etnis lokal pribumi yang beragama Islam dalam pembahasannya. Sesuai dengan judul di mana

(2)

yang menjadi objek kajian penulis adalah Islam yang memang dikembangkan dan disebarkan oleh kaum pribumi. Islam di Tarutung yang berkembang dan menunjukkan keberadaannya setelah banyaknya kaum pendatang warga pribumi yang masuk ke Tarutung. Meskipun ada juga seorang warga keturunan Tionghoa yang kemudian tinggal di Tarutung yang juga ikut dalam kegiatan Islam di Tarutung. Beliau juga merupakan seorang ulama Tionghoa.

2.1 Pendatang dari luar Tarutung

Orang-orang dari wilayah lain di luar dari kota Tarutung banyak yang datang dan menetap di Tarutung. Kaum pendatang ini datang dengan berbagai alasan. Ketika tinggal menetap di Tarutung mereka pun tetap menjalankan tradisi dan adat kebiasaan serta juga agama yang mereka bawa dari daerah asal. Di antara kaum pendatang ini adalah orang-orang yang berasal dari daerah Sumatera Barat atau etnis Minangkabau, orang-orang Jawa dan juga orang-orang yang datang dari daerah Tapanuli Selatan. Mereka ini adalah orang-orang yang masih dekat letak geografisnya dengan daerah Silindung.

2.1.1 Etnis Minangkabau

Orang Minangkabau terkenal dengan budaya merantaunya, di mana kaum prianya merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah atau untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Alasan mencari penghidupan inilah yang mendorong orang-orang Minangkabau sampai ke Tarutung.

(3)

Penyebaran orang-orang Minangkabau jauh dari daerah asalnya salah satunya disebabkan oleh keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah warisan bagi kepentingan dirinya sendiri. Ia mungkin dapat menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan keluarga matriliniernya.19

Sistem matrilinial yang dipakai oleh orang Minangkabau merupakan sistem garis keturunan yang didasarkan pada garis keturunan ibu. Pihak perempuan atau isteri adalah orang yang berhak atas harta keluarga berupa warisan, sehingga bagi laki-laki yang ingin menafkahi keluarganya, tidak boleh bergantung pada harta warisan untuk dikelola, melainkan harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan sendiri. Kebanyakan orang Minangkabau memang bekerja sebagai petani di daerah asalnya, namun tidak semua. Keadaan alam Minangkabau yang berbukit-bukit sering menjadi kendala untuk dijadikan lahan pertanian, sehingga mereka harus mencari alternatif lain untuk mendapatkan penghasilan. Salah satunya adalah dengan cara merantau ke daerah lain. Hal ini dimaksudkan agar dapat mencari nafkah di daerah lain, bekerja sesui dengan keterampilan atau keahlian yang dimilikinya.

Berdasarkan sejarahnya, sebenarnya orang Minangkabau sudah datang ke Tarutung sejak masa ekspansi tentara Paderi ke Tanah Batak (1818 – 1820) . Untuk ekspansi ke wilayah Tapanuli, tentara Paderi dipimpin oleh Tuanku Rao yang disebut-sebut masih keturunan dari Sisingamangaraja, yaitu kemenakan Sisingamangaraja. Tuanku Rao kemudian menunjuk beberapa orang pemimpin

(4)

pasukannya untuk memasuki beberapa wilayah di Tapanuli bagian utara. Pada saat itu tentara Paderi yang masuk ke wilayah Silindung tempat kota Tarutung sekarang dipimpin oleh Djagorga Harahap. Ia masuk ke Silindung dan mendirikan bangunan tempat berkumpul tentara Paderi di Sigompulon. Di sinilah tentara Paderi yang terdiri dari orang-orang Minangkabau bertahan.20

Pada saat itu kedatangan orang-orang Minangkabau ke Tarutung adalah dalam misi penyebaran agama Islam dalam tentara Paderi, akan tetapi dari situ sudah dapat dilihat bahwa Tarutung sudah disentuh oleh orang-orang Minangkabau sejak abad ke-19. Selanjutnya orang-orang Minangkabau yang datang ke Tarutung untuk mengadu nasib pertama kali sejak tahun 1950-an. Mereka memilih menetap di kawasan Komplek Mesjid, sekarang termasuk dalam Kelurahan Hutatoruan X. Mereka bekerja sebagai pedagang penjaja makanan seperti pedagang sate keliling, tukang tilam, bahkan ada yang mengusahakan rumah makan. Lokasi Komplek Mesjid ini dipilih untuk pemukiman karena letaknya di pinggir Aek Sigeaon, sehingga memudahkan mereka yang beragama Islam untuk mandi dan bersuci guna melaksanakan sholat pada masa itu ketika sarana air bersih belum sebaik sekarang penyalurannya. Selain itu lokasi Komplek Mesjid juga berada di pusat kota Tarutung.

Dalam pasukan tentara Paderi memang terdapat beberapa orang Batak, bahkan salah seorang pasukan tentara Paderi nantinya akan menjadi orang yang dianggap sebagai salah satu penyebar Islam yang pertama di Tarutung.

Berdagang adalah salah satu bidang usaha yang banyak digeluti oleh orang Minangkabau. Keterlibatan orang Minangkabau dalam kegiatan perdagangan akan

(5)

semakin nampak di daerah rantau.21

Dari orang Minangkabau ini sedikit banyaknya Islam mulai tampak di Tarutung. Orang Minangkabau yang ada di Tarutung keseluruhannya adalah pemeluk agama Islam. Mereka juga sering melakukan kegiatan agama di Tarutung. PPM pada dasarnya adalah sebuah perkumpulan tolong menolong, yang juga sebagai tempat silaturahmi sesama perantau Minangkabau. Salah satu cara mempererat silaturahmi adalah dengan melakukan pengajian ataupun perwiridan rutin yang dilakukan tiap minggu. Kegiatan keagamaan ini sangat efektif untuk memperkenalkan ataupun untuk menunjukkan keberadaan orang Minangkabau di Tarutung.

Hal ini yang menyebabkan kebanyakan orang Minangkabau yang ada di Tarutung lebih memilih berdagang sebagai mata pencahariannya. Pada awalnya memang belum begitu banyak orang Minangkabau yang datang ke Tarutung, kemudian pada tahun 1960-an mulai banyak orang Minangkabau yang ada di Tarutung. Bahkan orang Minangkabau ini sudah membentuk perkumpulan mereka di Tarutung yaitu Persaudaraan Perantau Minang (PPM) yang dibentuk pada tahun 1962. Perkumpulan ini dibentuk dengan tujuan untuk menghimpun orang Minangkabau yang ada di Tarutung.

Orang-orang Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang tidak begitu besar perannya dalam mengembangkan Islam di Tarutung. Memang pada awalnya kebanyakan para pedagang yang menyebarkan agama Islam di Indonesia termasuk orang-orang Minangkabau, tetapi tidak demikian dengan yang terjadi di Tarutung. Sebelum para perantau Minangkabau datang ke Tarutung, orang-orang Batak di Tarutung sudah banyak yang memeluk agama Kristen yang dibawakan oleh I. L.

(6)

Nommensen pada tahun 1863. Kristen berkembang pesat di Tarutung sehingga ketika Islam mulai menunjukkan keberadaannya, lebih banyak kaum pendatangnya daripada orang-orang lokal. Salah satu kaum pendatang yang dominan ini adalah orang-orang Minangkabau, walau bukan berarti bahwa orang lokal tidak ada yang beragama Islam. Orang lokal sendiri ada yang beragama Islam, di antaranya ada yang bermarga Panggabean, Hutagalung, Hutabarat, dan masih banyak lagi orang Batak Toba yang beragama Islam di Tarutung. Bahkan mesjid yang pertama berdiri di daerah Tapanuli Utara adalah mesjid Al-Jihad yang ada di Tarutung, yang dibangun oleh Oppung Bindu Hutagalung, seorang muslim yang juga adalah bekas tentara Paderi.

2.1.2 Pendatang Etnis Jawa

Pendatang lain yang masuk ke Tarutung adalah orang-orang Jawa, di antaranya ada yang datang dari pulau Jawa. Ada banyak etnis Jawa di Tarutung terutama datang dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Mereka datang ke Tarutung untuk berdagang ataupun mencari penghidupan yang lebih baik.

Pada tahun 1970-an memang sedang marak penyebaran penduduk oleh program pemerintah pada saat itu. Transmigrasi, sebuah program pemerintah untuk mengatasi kepadatan penduduk terutama di pulau Jawa, dan banyak orang-orang Jawa yang mengikuti program ini. Kepada mereka disediakan tempat di daerah tujuan transmigrasi. Mereka juga dikenal dengan sebutan orang-orang trans.

Tetapi orang-orang Jawa yang datang ke Tarutung, mereka bukanlah yang mengikuti program transmigrasi. Mereka hanyalah mengikuti persebaran penduduk melalui mobilitas sosial, di mana mereka sendiri yang mencari daerah tujuan. Setelah

(7)

sampai di daerah tujuan, mereka berusaha sendiri dan membaur dengan masyarakat setempat.

Migrasi spontan yang dilakukan penduduk dari pulau Jawa memang lebih banyak dibanding dengan program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Jumlah imigran spontan dari Jawa ke luar Jawa selama periode 1966 – 1970 diperkirakan sebanyak 371.000 orang, sebagian besar menetap di Sumatera (80%).22

Salah satu daerah tujuan yang mereka pilih adalah Tarutung, ibu kota kabupaten Tapanuli Utara. Orang Jawa yang pertama kali datang dan menetap di Tarutung diketahui pada tahun 1975, yakni orang Jawa yang berasal dari Jawa Tengah. Mereka juga bermukim di Komplek Mesjid, karena letak daerahnya yang strategis di tengah kota. Selanjutnya pada tahun 1980-an semakin banyak orang-orang dari Jawa yang datang ke Tarutung. Mereka mayoritas bekerja sebagai pedagang, Begitu banyaknya orang-orang dari pulau Jawa yang tersebar di Sumatera, khususnya Sumatera Utara, mereka kemudian menambah jumlah orang Jawa yang ada di Sumatera Utara sebab sebelumnya memang sudah banyak orang Jawa yang menetap. Mereka ini adalah orang-orang keturunan dari orang Jawa yang dibawa untuk menjadi buruh di perkebunan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Di Sumatera Utara, mereka kemudian tersebar hampir ke setiap kabupaten. Orang-orang Jawa mencari daerah-daerah di Sumatera Utara yang dianggap bisa dijadikan tempat untuk menetap dan bekerja untuk mencari nafkah. Banyak daerah tujuan yang dijadikan tempat untuk mereka bekerja.

22 Sri Edi Swasono, Masri Singarimbun, Sepuluh Windu Transmigrasi di Indonesia 1905 – 1985,

(8)

seperti berdagang bakal pakaian, membuka warung jamu, jamu gendong, tukang bakso keliling, dan lain-lain.

Dalam tahun 1980-an, semakin banyak orang-orang Jawa berada di Tarutung. Bahkan ada juga orang Jawa yang berasal dari Sumatera sendiri. Mereka adalah keturunan dari orang Jawa yang dibawa ke Sumatera Timur pada masa pembukaan perkebunan di Sumatera Timur. Setelah kontraknya di perkebunan selesai, tidak semua mereka kembali ke tanah asalnya, melainkan tinggal menetap di berbagai tempat di Sumatera Timur. Demikian juga dengan keturunan mereka. Orang Jawa ini disebut juga Jawa Deli, yaitu orang Jawa yang tinggal di wilayah Deli (Sumatera Timur) ataupun orang Jawa keturunan kuli kontrak pada masa perkebunan zaman Belanda. Memang pada saat itu bukan hanya di wilayah Kesultanan Deli saja adanya perkebunan tetapi di beberapa tempat di Sumatera Timur, namun orang-orang Jawa keturunan buruh perkebunan ini di Tarutung lebih terkenal dengan sebutan Jawa Deli, ada juga yang menyebutnya Jawa Medan. Dalam tulisan ini penulis lebih memilih menggunakan istilah Jawa Medan untuk menyebut orang-orang Jawa keturunan buruh perkebunan zaman Belanda yang sekarang tinggal di Tarutung.

Oran Jawa yang berasal dari wilayah Sumatera Timur datang dari tanah Deli yang sesungguhnya adalah keturunan orang-orang yang berasal dari pulau Jawa. Tetapi karena adanya pembukaan perkebunan di tanah Deli oleh Nienhuys, maka orang-orang ini dibawa ke Sumatera Timur untuk dijadikan sebagai kuli perkebunan.

Banyak orang Jawa yang merupakan keturunan dari kuli perkebunan zaman Belanda di Sumatera Timur, khususnya di Sumatera Utara sekarang. Mereka tersebar

(9)

di berbagai wilayah seperti di Medan, Pematan Siantar, Kisaran, Rantau Prapat, dan wilayah-wilayah lain, termasuk di Tarutung.

Antara orang Jawa yang berasal dari pulau Jawa langsung dengan orang Jawa Medan tidak ada perbedaan ataupun perbenturan budaya. Walaupun orang Jawa Medan sudah lama tinggal di Sumatera, tetapi mereka tidak melupakan kebudayaan dan adat istiadat Jawa. Oleh karena itu ketika orang Jawa Medan ini bertemu dengan orang Jawa yang datang langsung dari pulau Jawa langsung, mereka tetap satu yaitu orang Jawa, orang-orang yang memiliki adat istiadat Jawa.

Dengan adanya pertemuan orang Jawa yang dari pulau Jawa dan orang Jawa yang berasal dari wilayah Sumatera Timur, maka semakin banyaklah orang Jawa di Tarutung. Pada tahun 1986 dibentuklah sebuah perkumpulan orang Jawa di Tarutung. Perkumpulan ini pada awalnya adalah untuk menghimpun orang-orang Jawa yang ada di Tarutung. Di perkumpulan ini orang Jawa yang ada di Tarutung dapat berinteraksi dengan sesama orang Jawa lainnya. Perkumpulan ini dinamakan Perkumpulan Tunggal Wargo.

Lambat laun perkumpulan ini berubah menjadi sebuah perwiritan untuk orang Jawa. Hal ini dikarenakan sudah semua orang yang ada di perkumpulan ini adalah orang Jawa yang beragama Islam. Ada juga orang Batak yang ikut dalam perkumpulan ini, karena dia memiliki isteri orang Jawa. Jadi perkumpulan ini adalah untuk mengumpulkan semua orang Jawa yang ada di Tarutung. Sekalipun ia adalah isteri orang Batak, maka si suami orang Batak tersebut akan ikut perkumpulan ini. Pada saat perkumpulan ini menjadi sebuah perkumpulan pengajian ataupun perwiridan, perkumpulan ini bernama Al-Muhajirin Tunggal Wargo. Muhajirin dapat

(10)

diartikan sebagai berpindah. Hal ini seperti apa yang terjadi pada masa Rasulullah, di mana pada saat mereka hijrah ke Madinah mereka disebut sebagai kaum Muhajirin. Jadi Al-Muhajirin Tunggal Wargo adalah kaum pendatang yang berpindah atau hijrah yang terdiri dari orang-orang atau warga Jawa yang dihimpun menjadi tunggal wargo atau satu warga, satu perkumpulan di Tarutung.

Perkumpulan Tunggal Wargo juga pernah membuat sebuah koperasi simpan pinjam bagi anggotanya. Hal ini dimaksudkan untuk membantu perekonomian setiap anggotanya. Salah satu kegitannya adalah dalam bentuk peminjaman modal usaha, sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan dari orang-orang Jawa ini adalah berprofesi sebagai pedagang, yang membutuhkan modal usaha. Di samping itu koperasi juga sebagai bentuk pengelolaan keuangan oleh Tunggal Wargo, yang berazaskan dari anggota untuk anggota. Sedemikian terorganisirnya perkumpulan ini, bukan hanya sekedar tempat berkumpul dan bersilaturahmi saja, tetapi lebih dari itu.

Di Tarutung orang-orang Jawa ini juga tetap menjalankan adat istiadat ataupun kebiasaan-kebiasaan yang berasal dari tanah asalnya. Contohnya adalah setiap malam 1 Suro, mereka akan melakukan pengajian ataupun syukuran. Bahkan pada tahun 1990-an pernah diadakan pertunjukan Jaran Kepang di Tarutung, salah satu bentuk untuk menunjukkan tentang keberadaan orang Jawa di Tarutung.

Tidak semua orang Jawa yang ada di Tarutung adalah bertujuan datang untuk berdagang. Tetapi ada juga yang memang ditugaskan di Tarutung. Mereka adalah orang-orang yang bekerja di pemerintahan ataupun orang-orang militer yang memang ditugaskan di Tarutung. Namun demikian mereka tetap disebut sebagai orang pendatang yang beretnis Jawa.

(11)

2.1.3 Orang Batak dari Wilayah Tapanuli bagian Selatan

Orang-orang yang datang ke Tarutung bukan hanya orang-orang Minangkabau dan orang-orang Jawa saja, tetapi juga sub etnis Batak lain yang datang ke Tarutung. Sub etnis orang Batak lain yang dimaksudkan adalah orang-orang Batak Mandailing.

Kebanyakan orang-orang Batak yang berasal dari Tapanuli bagian selatan ini datang ke Tarutung dikarenakan pindah tugas, tetapi ada juga di antaranya yang memang sengaja untuk mengadu nasib di Tarutung. Sama seperti perlakuan terhadap orang-orang Minangkabau, kedatangan mereka juga diterima baik oleh orang-orang Batak yang ada di Tarutung, dikarenakan mereka masih satu etnis yaitu Batak. Selain itu juga ada satu nilai budaya dasar yang dipegang teguh oleh orang Batak yaitu Dalihan Na Tolu. Setiap sub etnis Batak memegang teguh Dalihan Na Tolu. Dalam Dalihan Na Tolu tidak ada memandang perbedaan agama, semua satu yaitu etnis Batak.

Berdasarkan sejarahnya, orang Batak tersebar ke berbagai wilayah yang pada asalnya berasal dari Samosir. Perpindahan dari negeri Toba tua ke sekitarnya pada umumnya dikarenakan adanya perselisihan di antara keluarga/marga yang bersangkutan, misalnya karena masalah pembagian harta warisan.23

23 Batara Sangti, Sejarah Batak, Medan: Karl Sianipar Company, 1977, hal. 41.

Sehingga ada beberapa dari keluarga tersebut yang kemudian pergi keluar tanah asalnya yang kemudian mendirikan kampung-kampung baru atau huta di daerah lain. Persebaran inilah yang kemudian menyebabkan banyaknya orang-orang Batak yang tinggal di luar Samosir, tempat orang Batak berasal. Persebaran ini sering juga disebut sebagai

(12)

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa orang Batak yang di Tarutung pada awalnya memiliki garis keturunan sejarah yang sama dengan orang-orang Batak yang berasal dari Tapanuli bagian selatan. Ditambah lagi dengan konsep Dalihan Na Tolu yang dipegang teguh oleh kedua belah pihak. Hal itu yang menyebabkan orang-orang muslim dari Tapanuli bagian selatan diterima dengan baik di Tarutung. Memang Dalihan Na Tolu bagi orang Batak berbeda-beda dalam penyebutannya. Tetapi pada dasarnya, intinya adalah mengenai sistem kekerabatan yang diatur sedemikian rupa. Sistem kekerabatan yang sangat erat, yang kemudian mempengaruhi hubungan antara satu orang dengan orang yang lain dalam kehidupan kesehariannya. Sikap saling menghormati, antara yang tua dan yang muda, antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain yang kemudian terhubung karena adanya perkawinan. Hal inilah yang terjadi pada orang Batak yang di Tarutung dengan orang Batak yang datang dari Tapanuli Selatan.

Orang-orang yang datang dari Tapanuli bagian selatan sudah memeluk Islam sejak adanya penyebaran Islam oleh tentara Paderi. Ketika mereka di Tarutung mereka juga tetap menjalankan ajaran Islam bersama kaum pendatang lainnya dan juga masyarakat lokal yang menganut agama Islam.

Pada tahun 1970-an sudah banyak orang-orang Islam dari wilayah Tapanuli bagian selatan yang datang ke Tarutung. Setelah mereka semakin banyak jumlahnya, maka dibentuklah sebuah perkumpulan untuk orang-orang yang berasal dari Tapanuli bagian selatan. Perkumpulan ini dibuat dalam bentuk perwiridan atau pengajian, yang juga sekaligus sebagai sarekat tolong menolong sesama orang-orang Tapanuli bagian selatan. Mereka ini ada yang datang dari wilayah Padangsidimpuan, Mandailing dan

(13)

Angkola. Selain karena pindah tugas ataupun ditugaskan ke Tarutung, orang-orang ini juga datang ke Tarutung untuk berdagang. Di Tarutung sendiri orang-orang Tapanuli bagian selatan ini banyak berkecimpung dalam bidang perdagangan emas. Banyak toko-toko emas yang ada di Tarutung adalah milik orang Tapanuli bagian selatan. Kemudian ada juga beberapa orang Batak Toba yang juga ikut membuka toko emas seperti yang dilakukan oleh orang-orang Batak dari Tapanuli bagian selatan.

Perkumpulan orang-orang yang berasal dari Tapanuli Selatan dan sekitarnya ini tergabung dalam pengajian Tapanuli Selatan. Kegiatan yang dilakukan sama seperti perkumpulan lain yaitu mengadakan pengajian rutin setiap minggunya.

2.2 Faktor-faktor Pendorong Masuknya Pendatang ke Tarutung

Ada berbagai macam faktor yang menjadi penyebab mengapa banyak para pendatang yang masuk ke Tarutung. Faktor pendorong yang berasal dari daerah asal para pendatang dan juga faktor penarik yang ada di daerah tujuan adalah hal yang sangat erat kaitannya. Pada tahun 1960-an dianggap sebagai saat-saat di mana banyaknya kaum pendatang yang masuk ke Tarutung. Mereka datang dengan berbagai alasan. Ada yang datang memang karena keinginan untuk mencari daerah baru di luar daerah asalnya untuk dijadikan sebagai tanah perantauan, dan ada juga yang datang memang karena penugasan atau karena urusan pekerjaan yang mengharuskan dirinya tinggal di Tarutung, seperti yang terjadi pada para pendidik atau guru yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Begitu juga yang terjadi pada mereka yang bekerja dalam pemerintahan dan polisi ataupun militer.

(14)

2.2.1 Faktor Penarik Kota Tarutung

Tarutung adalah sebuah kota kabupaten yang berada di sebuah lembah. Masyarakat Tarutung sendiri biasa menyebut kota Tarutung sebagai Rura Silindung (Lembah Silindung). Hal ini karena Kota Tarutung dikelilingi oleh jajaran perbukitan yang di antaranya adalah bukit Siatasbarita, tempat berdirinya monumen Salib Kasih sekarang, yaitu tempat di mana dahulunya Nommensen berdoa pada saat pertama kali melihat wilayah Tarutung.

Orang Batak Toba adalah etnis lokal yang mendiami kota Tarutung, yang belakangan menerima pengaruh Barat melalui misi penyebaran agama Kristen Protestan yang masuk ke daerah ini.

Mayoritas mata pencaharian kaum pendatang di Tarutung adalah berdagang. Hal ini juga bisa dikelompokkan berdasarkan etnisnya. Contohnya etnis Jawa yang banyak berdagang makanan seperti bakso dan berdagang jamu. Sedangkan etnis Minangkabau banyak yang berdagang sate dan juga sebagai tukang tilam atau kasur, baik yang membuka toko maupun berkeliling dengan menggunakan sepeda. Bagi pendatang yang berasal dari Tapanuli bagian selatan mereka banyak yang membuka toko mas. Hal ini dikarenakan di daerah asal mereka merupakan tempat pendulangan emas di mana mereka sudah punya kebiasaan mengolah bahan emas.

Para pedagang makanan yang ada di Tarutung mayoritas adalah kaum pendatang, ada yang menjajakan makanan dengan berkeliling baik dengan gerobak ataupun kendaraan seperti sepeda dan sepeda motor, ada juga yang membuka rumah makan. Terdapat beberapa rumah makan muslim yang dikelola oleh kaum pendatang seperti pendatang dari Minangkabau dan juga etnis Jawa. Dalam hal makanan,

(15)

orang-orang Batak di Tarutung memang merasa suka terhadap cita rasa khas masakan Minangkabau maupun Jawa, sebab sangat berbeda dengan cita rasa makanan Batak. Hal ini yang membuat pedagang makanan yang berasal dari kaum pendatang menjadi sangat digemari. Bahkan ada beberapa orang dari kaum pendatang yang sudah berhasil dengan kata lain memiliki penghidupa n yang lebih baik dari usaha berdagang makanan. Ada juga dari pendatang yang sudah mampu membeli sebidang tanah dan rumah di daerah Tarutung.

Mengenai makanan yang dijual, memang sudah sejak lama orang Minangkabau yang membuka rumah makan. Bahan makanan yang dijual juga merupakan makanan yang halal, seperti masakan daging kerbau yang juga halal sebab disembelih oleh orang Islam. Di Tarutung memang ada terdapat rumah potong hewan sehingga orang Islam yang ingin membeli daging kerbau tidak perlu khawatir sebab yang menyembelih hewan adalah orang Islam, sehingga dagingnya halal untuk dikonsumsi.

Kaum pendatang yang mendapat cerita dari orang-orang yang sudah merantau ke Tarutung, kemudian mereka datang ke Tarutung. Setibanya di Tarutung, mereka memulai usaha kecil-kecilan hingga kemudian berkembang menjadi penghasilan yang cukup lumayan. Mereka pulang kampung ke daerah asalnya, biasanya ketika lebaran tiba. Banyak dari kaum pendatang ini yang mudik ke kampung halaman terlebih mereka dari etnis Jawa, di mana mereka membawa saudara ataupun teman-temannya dari kampung saat kembali ke Tarutung. Dengan demikian semakin banyaklah orang yang datang ke Tarutung. Mereka tertarik setelah melihat

(16)

teman-teman ataupun kerabat yang merantau ke Tarutung dan memiliki kehidupan yang lebih baik sesudah mengadu nasib di Tarutung.

Tarutung bisa dikatakan sebagai daerah yang dapat untuk dijadikan tempat mengadu nasib atau memperoleh penghidupan yang lebih layak. Walaupun Tarutung bukanlah sebuah kota besar, sebagaimana anggapan selama ini bahwa kota besar tempat untuk mengadu nasib, tetapi di Tarutung orang punya kesempatan mencari nafkah dengan segala keahlian yang ada.

2.2.2 Faktor Pendorong Kedatangan Perantau

Selain faktor penarik daerah tujuan, dalam hal ini kota Tarutung, terdapat juga beberapa faktor pendorong yang berasal dari daerah asal para perantau bahkan faktor pendorong dari dalam diri mereka sendiri.

Kebanyakan kedatangan dari para pendatang ini dikarenakan faktor ekonomi ataupun tidak adanya kepuasan dalam kehidupan di daerah asal. Atau justru karena memang di daerah asal tidak ada pekerjaan yang bisa memperbaiki perekonomian keluarga. Oleh sebab itu mereka memilih merantau atau melakukan migrasi ke tempat lain.

Faktor adat juga menjadi faktor pendorong mengapa mereka merantau ke daerah lain, seperti yang terjadi pada masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal, di mana garis keturunan dipegang oleh pihak perempuan. Bahkan dalam hal pembagian harta warisan pihak perempuan lebih punya peran dan pengaruh. Pihak laki-laki hanya sebagai wali dan juga kepala keluarga, tetapi bukan secara adat. Oleh karena itu pihak laki-laki dalam

(17)

urusan mencari nafkah tidak bisa mengandalkan harta warisan semata. Mereka harus bekerja, sementara di wilayah Minangkabau sangat terbatas lahan pertanian, sehingga mayoritas mata pencaharian masyarakat Minangkabau adalah berdagang.

Semakin bertambahnya penduduk orang-orang Minangkabau, maka semakin sedikit peluang untuk bekerja di daerah Minangkabau. Lahan yang terbatas yang disebabkan karena faktor geografis alam Minangkabau yang terdiri dari perbukitan berbatu sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian. Akibatnya masyarakat Minangkabau harus mencari pekerjaan di luar daerah Minangkabau khususnya bagi kaum laki-laki, sehingga merantau menjadi pilihan untuk memperbaiki perekonomian keluarga.

Bahkan setelah Belanda menaklukkan Paderi, menyusul keberhasilan sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat antara tahun 1850 dan 1870 adalah berkaitan erat dengan daya ekonomi ketika itu. Yaitu alam dagang telah lama mendarah daging dalam kehidupan Minangkabau, di mana jual-beli barter barang merupakan hal yang amat penting.24

Dalam menentukan daerah yang akan dijadikan tanah perantauan, mereka banyak mendengar cerita dari orang-orang yang sudah merantau. Demikian yang terjadi ketika banyak orang Minangkabau yang datang ke Tarutung. Mereka banyak mendengar cerita mengenai keadaan kota Tarutung dari orang-orang Minangkabau yang sudah datang ke Tarutung.

Setelah di Tarutung, mereka membuka usaha dengan kemampuan yang dimilikinya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, orang-orang Minangkabau

(18)

di Tarutung misalnya banyak yang bekerja sebagai pedagang, baik pedagang makanan ataupun pedagang barang-barang lain. Ada banyak orang Minangkabau yang berhasil di Tarutung, mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya, sehingga mereka juga memutuskan untuk tinggal menetap di Tarutung.

Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabu, demikian juga pada orang-orang Jawa yang datang ke Tarutung. Mereka merantau karena ingin meningkatkan taraf hidup,yaitu untuk meningkatkan perekonomian keluarga agar menjadi lebih baik. Jadi merantau karena kecilnya kesempatan bekerja di daerah asal.

Pulau Jawa merupakan pulau yang terpadat penduduknya, di mana banyak orang-orang Jawa yang pernah mengikuti program transmigrasi. Di antara mereka sudah ada yang mengetahui tentang kota Tarutung, dan kemudian ada yang pulang ke Jawa. Bagi mereka yang tidak mengikuti program transmigrasi, mereka datang ke berbagai tempat di Sumatera Utara, juga memilih daerah tujuan Tarutung, karena mendengar cerita dari orang-orang yang pernah merantau. Demikian juga halnya mengapa banyak orang Jawa yang datang ke Tarutung. Mereka banyak mendengar cerita dari orang-orang yang sudah pernah ke Tarutung.

Pada awalnya orang-orang Jawa yang pertama datang ke Tarutung adalah mereka yang pada awalnya datang ke wilayah Medan dan sekitarnya. Selanjutnya mereka mencoba memilih tempat lain di Sumatera Utara, salah satunya adalah Tarutung. Setelah mereka cukup berhasil di Tarutung, mereka pun pulang ke Jawa dan kembali dengan membawa kerabat ataupun teman mereka. Demikian seterusnya hingga semakin banyak orang Jawa yang datang ke Tarutung.

(19)

Sementara bagi orang-orang dari Tapanuli Selatan, hampir sama halnya dengan orang Jawa dan Minangkabau. Mereka berusaha mencari daerah untuk mencari penghidupa n yang lebih baik. Orang-orang dari Tapanuli Selatan datang ke Tarutung karena Tarutung juga tidak begitu jauh jaraknya dengan daerah asal mereka. Ditambah lagi mereka juga masih tergolong dalam satu etnis dengan masyarakat lokal yaitu etnis Batak.

Mayoritas alasan masuknya para pendatang ke Tarutung adalah karena faktor ekonomi, yaitu ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik dari segi ekonomi. Selain itu faktor sosial atau prestise juga termasuk sebagai faktor pendorong, yaitu menginginkan perubahan tingkat sosial dalam masyarakat setelah melakukan perantauan di daerah lain. Yaitu untuk menambah pengalaman dan kepuasan dalam diri sendiri karena dapat hidup di luar daerah asal, dapat hidup di daerah orang lain dan kembali pulang ke daerah asal dengan membawa hasil.

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan bahwa sebagaian besar responden mempunyai status pekerjaan sebagai wiraswasta. 2) Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa

Retur Pembelian dan Pengurangan Harga ( Purchases return and allowances), rekening ini digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan pengembalian barang yang telah

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

Dalam PTK, sesuai dengan ciri dan karakteristik serta bentuk hipotesis PTK, analisis data diarahkan untuk mencari dan menemukan upaya yang dilakukan peneliti yaitu penerapan

2. Menyiapkan kabel dengan kedua ujungnya yang telah dibuka sepanjang 2 cm. Membuat aksesoris gypsum block yaitu dengan cara kawat jaring yang terdiri dari 2

Aktivitas yang termasuk kedalam Micromotion Study adalah merekam video dan mencatat waktu (Barnes, 1980). Memperkenalkan kepada praktikan tentang metode Micromotion Study

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa; pertama, terdapat pengaruh dari variabel periklanan, penjualan pribadi,

Berhubungan dengan staf medis, perawat, pasien untuk menetapkan hasil yang diharapkan ntuk menetapkan hasil yang diharapkan Menetapkan dan melaksanakan semua tindakan yang