• Tidak ada hasil yang ditemukan

Askep Transkultural Nursing Kebudayaan Keluarga Batak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Askep Transkultural Nursing Kebudayaan Keluarga Batak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

askep transkultural nursing kebudayaan keluarga batak

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUDAYAAN BATAK

A. Pengertian

Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti alur perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui.

Cultur berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :  Kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan.

 Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan

diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.

 Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.

Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.

Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ).

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba,Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada

pula yang menganut agama Malim dan juga menganut

kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang. Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan.

Aspek Demografi

Orang-orang Batak atau orang-orang Sumatera Utara merupakan kelompok etnis yang terdiri dari pribumi asal Sumatera Utara,pribumi pendatang ke daerah Sumatera Utara,dan warga Negara keturunan asing.Menurut catatan kantor sensus dan statistika Provinsi Sumatera Utara,dalam tahun 2000 tercatat jumlah penduduk Sumatera Utara 7.632.955 jiwa,dengan perincian 7.252.820 warga Negara Indonesia dan 380.135 orang Negara asing.ibu kota Sumatera Utara adalah Medan.

(2)

Dilihat dari struktur usia penduduk,Kota Medan dihuni lebih kurang 1.266.696 jiwa yang berusia produktif (15-59 tahun).Selanjutnya,berdasarkan tingkat pendidikan,91,88% penduduk telah mengenyam pendidikan dasar dan menenah,mulai dari tingkat SLTA,SMP dan SD serta 8,12% jenjang perguruan tinggi.Dengan demikian,Kota Medan cukup memiliki tenaga kerja yang dapat bekerja di berbagai jenis perusahaan,seperti jasa,perdagangan,dan manufaktur.

Umumnya di Sumatera Utara,gerakan perpindahan penduduk terjadi di daerah pedalaman ke daerah pantai,terutama ke daerah pantai timur provinsi ini.Pada masa sebelumnya perang kemerdekaan,perpindahan tersebut tidak terlalu cepat,hanya sedikit urbanisasi ke kota-kota di tepi pantai,terutama karena dorongan ingin mencari mata pencaharian.Tanah Deli merupakan tumpuan utama sehingga pernah mendapat julukan sebagai “Tanah Dolar”.

Setelah berakhirnya perang kemerdekaan,gerakan perpindahan penduduk terjadi dari daerah pedalaman ke daerah pantai,terutama karena didorong ingin mencari mata pencaharian dan hasrat menuntut ilmu yang tinggi.Mobilitas perpindahan itu makin dipercepat dengan semakin baiknya sarana transportasi dan komunikasi.

Pada beberapa tahun terakhir ini,penduduk Sumatera Utara cenderung mengelami pertambahan tetap.Artinya,pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun naik antara 100.000 dan 200.000 orang pertahun.

Selanjutnya, kepadatan penduduk di kota-kota besar cenderung lebih padat dari kabupaten-kabupaten. Umumnya, kepadatan di kabupaten-kabupaten kurang dari 1000/km2 dengan luas wilayah maksimum 16.102 km2 (Tapanuli Selatan) dan minimum 2.349 km2 (Kabupaten Karo). Di kota-kota kepadatan maksimum 20.628 jiwa/km2 dengan minimum 1,7 km2 (Kodya Tanjung Balai) atau kepadatan minimum 3.689 jiwa/km2 dengan luas 17,1 km2 (Kodya Binjai).

ASPEK PSIKOSOSIAL

Perbedaan kelas social

Stratifikasi social orang Batak di dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak terlihat jelas. Strafikasi social orang Batak dibedakan berdasarkan tiga prinsip berikut.

1. Perbedaan usia

2. Perbedaan pangkat dan jabatan

3. Perbedaan sifat keaslian

Pelapisan social berdasarkan perbedaan usia terlihat dalam hubungan adat yang ada dalam masyarakat. Dalam hubungan masalah-masalah adat, hanya orang-orang tua yang ikut serta, sedangkan orang-orang muda tidak ikut campur. Bahkan, dalam masalah warisan, anak-anak akan diwakilkan oleh orangtuanya. Setelah anak-anak tersebut dewasa, hak tersebut baru dikembalikan kepadanya. Dalam persoalan pekerjaan adat, tetapi anak-anak tidak mempunyai pekerjaan apa pun.

System pelapisan social berdasarkan pangkat dan jabatan terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Dahulu keturunan bangsawan selalu diutamakan kedudukan dan peranannya dalam masyarakat. Mereka diutamkan dalam adat, pembagian daging atau “jambar”, dan tempat duduknya di tengah-tengah pertemuan apa pun. Pada dasarnya, orang-orang bangsawanlah yang menentukan segala persoalan kemasyarakatan dalam adat. Tingkatan kedudukan yang teratas ini pada masyarakat Simalungun disebut “partongah” atau “puang”. Pada masyarakat Mandailing, juga terdapat lapisan masyarakat, seperi “namora” dan bangsawan. Namora-namora dan orang-orang bangsawanlah yang memegang peranan dalam soal-soal adat dan hokum.

(3)

Pada masyarakat Nias juga terdapat lapisan masyarakat yang terdiri atas beberapa lapisan yang disebut kasta. Kaum bangsawan merupakan lapisan masyarakat yang paling atas dan budak adalah lapisan paling bawah. Pergaulan dibatasi hanya dalam satu golongan. Pergaulan dengan golongan lain seperti golongan atas ke golongan bawah dianggap hina. Sebaliknya, bila seseoaranf dari tingkatan yang lebih rendah menaikkan tingkatnya, ia harus mengadakan upacara adat. Pada masyarakat Melayu, juga ada pembagian lapisan masyarakat. Lapisan bangsawan adalah kelas paling atas, termasuk didalamnya Sultan dan Tengku. Kaum bangsawan ini menguasai seluruh daerah Sumatera Timur pada masa penjajahan Belanda.

Sesudah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, perbedaan-perbedaan golongan di daerah Sumatera Utara sudah dihapuskan. Perbedaan tersebut sebenarnya adalah ciptaan penjajah Belanda untuk menjalankan polotik devide et impera di Indonesia. Akan tetapi, dengan jiwa dan semangat juanga angkatan 45, perbedaan golongan dalan masyarakat dihapus karena tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berjiwa kekeluargaan.

Pembagian lapisan lain yang membatasi golongan-golongan dalammasyarakat, antara lain petani, pedagang, pegawai, dan buruh. Dalam ruang social modern sekarang ini, mobilitas social merupakan arus yang bebas.

Pada masyarakat Batak, orang yang mula-mula mendirikan sebuah kampong dinamakan “marga tanah” dan orang yang dating kemudian dinamakan “marga parripe”. Umumnya, “marga parripe” adalah marga-marga lain dari “marga tanah” sering marga parripe ini adalah kemenakan darai “marga tanah” itu sendiri.

Dahulu , “marga tanah” lebih tinggi kedudukannya ditengah-tengah masyarakat. Tidak hanya memegang pimpinan dalam bidang pemerintahan, tetepi juga adat dan kepercayaan. Marga pendatang harus tunduk marga tanah.

Walaupun menurut peraturantidak ada lagi perbedaan kedudukan setiap warga Negara, dalam praktek sehari-hari masih sering terlihat adanya sisa-sisa pengaruh lama. “marga tanah” selalu di utamakan dalam masyarakat. Umumnya, marga tanah masih mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi menduduki posisi dalam masyarakat. Terlebih lagi dalam masyarakat dalam pedesaan, masih terasa pengaruh tersebut. Kuat lemahnya pengaruh lama tersebut tergantung pada dinamika dan cara berfikir masyarakat setempat. Makin cepat dinamika suatu masyarakat semakin cepat penghapusan perbedaan tersebut

Bentuk-bentuk keluarga batak dan system ikatan kekerabatan

Pengertian “keluarga” yang lebih luas adalah kerabat yang terdiri dari beberapa gezin. Keluarga Batak terdiri dari Karo, Simalungun, Fakfak (Dairi), Tapanuli Selatan (Natal) Tapanuli Tengah (Sibolga). Pada umumnya, dalam keluarga Batak tersebut sekurang-kurangnya ada tiga unsure yang terjalin dalam “Dalihan Na Tolu” atau Tri Tengku. Dalam sikap sehari-hari Dalihan Na Tolu diatur sedemikian rupa sebagai berikut.

 Manat Mardongan Tubu. Artinya, kita harus bersikap hati-hati kepada dongan tubu agar

tidak menyinggung perasaannya. Kita minta penjelasan dan pendapat dalam segala sesuatu. Jangan pernah kita memperlakukan seolah-olah dongan tubu itu tidak penting karena semua suka duka menjadi tanggung jawab dari dongan sabutuha (saudara satu ayah satu ibu )

 Somba Maehula-hula. Artinya, kita harus merendah diri pada hula-hula dan selalu

menghormati dengan setinggi-tingginya karena semua rejeki, hamoroan dan hangabeon ada karena restu dari hula-hula. Siapa pun yang tidak hormat kepada hula-hula akan mendapat celaka. Kita harus mem berikan segala permintaan hula-hula agar tidak terkutuk.

 Elek Marboru. Artinya, kita harus bersikap membujuk, membimbing, dan memaafkan

(4)

tenaga atau materi. Jadi, kalau boru bersalah, kita tidak boleh terlalu marah agar ia tidak menjauh. Bila perlu, boru di bujuk dengan membawa makanan (dengke=ikan) agar jangan marah lagi.

Pada masyarakat batak masih terdapat beberapa rumah tangga dalam satu rumah besar \, misalnya “rumah bolon” (Simalungun, Toba) seperti di Tanah Karo. Di kampong Lingga masih masih terdapat rumah tangga tinggal dalam satu rumah besar yang merupakan keluarga luas virilokal.

Rumah tangga virilokal di masyarakat Batak bermakna ganda, yaitu pertama virilokal di masyarakat batak arti tinggal dalam “rumah bolon” bersama orangtuanya setelah menikah dan kedua adalah virilokal tertentu untuk anak yang bungsu. Menurut hokum kebapaan pada adat Simalungun, anak laki-laki yang bungsu telah ditentukan mewarisi rumah orangtua.oleh karena itu, setelah menikah, ia tinggal bersama orangtuanya. Bila orang tuanya meninggal dunia, dengan sendirinya rumah yang ditempatinya itu diwariskan kepadanya.

Selama hidup bersama ibu dan bapak atau mertua, pasangan suami istri di berikan berbagai bimbingan, nasihat, contoh-contoh baik dan lain-lain. Setelah sekian lama hidup dengan orangtua dan merasa rumah tangga baru tersebut sudah mampu berdiri sendiri, barulah mereka dimerdekakan (ipajae). Dalam rangka “pajaehon” atau memerdekakan rumah tangga baru tersebut, mereka dibekali dengan berbagai alat-alat rumah tangga, antara lain satu periuk, satu kuali, dua piring, dua mangkok,satu pisau, satu cangkul, satu tumba beras, dan satu kaleng padi. Pemberian alat-alat ini hanya berupa simbolik menurut adat.

Hubungan dengan orangtua atau mertua sudah berbeda dengan sebelumnya. Bila sebelumnya mereka bebas mengambil apa saja yang mereka sukai di rumah orangtuanya, setelah dimerdekakan mereka dapat memperolehnya dengan cara meminta, meminjam, dan membelinya bila perlu.

Kedudukan rumah tangga baru ini sepenuhnya memiliki peran sendiri dalam hubungan adat ditengah-tengah kerabatnya. Kedudukan dalam adat ditentukan oleh kelompok kerabat yang di sebut “Dalihan Na Tolu”.

Kedudukan suami sebagai kepala rumah tanggal adalah yang tertinggi, tetapi dalam mengambil keputusan harus dimusyawarahkan bersama istri yang disebut “Riah Tongah Jabu”

Nilai-nilai dan Startegi Koping

System kepercayaan kuno di daerah Batak Toba dan Karo yang masih dianut oleh sebagian penduduk sampai sekarang berpangkal darikepercayaan tentang adanya pencipta dan ciptaannya. Pembagian alam atas tiga bagian dunia tentang roh, dan makhluk-makhluk halus lainnya, ramalan, korban, dan kepercayaan tersebut dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Dunia dewa-dewa pencipta ((kosmologi dan kosmogoni),

2. Konsepsi tentang roh, dan

3. Kepercayaan tentang hantu, begu, atau jin.

Menurut kepercayaan animisme Batak, dunia terbagi atas tiga bagian yakni dunia atau ‘benua” (benua toru, benua tonga, dan benua ginjang) atau ‘benua bawah, benua tengah, benua atas’. Benua atas memiliki tujuh lapisan dan disinilah rumah dewa-dewa serta keluarga bengu dan jin. Ketiga pembagian ini sebenarnya tidak mutlak karena di benua tengah juga begu. Tuhan yang tertinggi bagi suku Batak adalah “Mula Jadi Na Balon”, yakni pemula dari segalanya atau diolah menjadi pemula sendiri. Akan tetapi, setelah Belanda dating di daerah Toba, mayoritas masyarakat Batak beragama Kristen dan sebagian beragama islam meskipun sampai sekarang masih ada yang menganut kepercayaan nenek moyangnya.

Pada masyarakat Batak yang patrilineal, anak perempuan tidak berhak menjadi ahli waris. Sebagai imbalan, anak perempuan wajib disekolahkan, diberi uang belanja, dan dikawinkan

(5)

oleh orangtuanya apabila telah ditemu jodohnya. Perempuan tidak berhak mewarisi, tetapi sebaliknya, mempunyai hak untuk dirawat, disekolahkan, dan dikawinkan. Hal ini merupakan system yang bersesuaian. Bila yang satu diubah, yang lainnya harus diubah pula. Sebagai contoh, bila si perempuan berhak mewarisi, kewajiban membelanjai harus ditiadakan.

Kebelakangan ini ada kecenderungan untuk memberi sesuatu kepada anak perempuan seperti dalam istilah Batak “Pauseang”. Hal tersebut tidak ditafsirkan sebagai warisan. Pemberian ini dianggap sebagai tanda kasih sayang, bukan warisan. Nilai-nilai dan strategi koping yang digunakan oleh masyarakat Batak adalah sebagai berikut.

1. Menghormati yang lebih tua

2. Memecahkan masalah dengan musyawarah

3. Suami sebagai kepala rumah tangga, tetapi dalam mengambil keputusan harus

mendiskusikan terlebih dahulu dengan istri dan anaknya.

ASPEK BUDAYA

Nilai Budaya

1. Kekerabatan

Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.

2. Hagabeon

Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.

3. Hamoraan

Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial. 4. Uhum dan ugari

Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.

5. Pengayoman

Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.

6. Marsisarian

Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

Aspek kehidupan orang batak dikelompokkan dalam Sembilan nilai budaya sebagai berikut. 1. Kekerabatan mencakup hubungan suku dan kasih sayang berdasarkan hubungan darang dan

kerukunan.

2. Religi mencakup kehidupan keagamaan, baik agama warisan nenek moyang maupun agama

yang dating dari luar, yang mengatur hubungan dengan Maha Pencipta serta hubungan antara manusia dan lingkingan.

3. Hagabean mencakup lengkapnya putra-putri, banyaknya jumlah keturunan, dan panjangnya

umur.

4. Kehormatan mencakup kemuliaan, wibawa, dan karisma.

5. Kemajuan diraih dengan jalan merantau dan menuntut ilmu.

6. Norma dan hokum.

7. Kekayaan lahir batin.

8. Pengayoman.

9. Konflik menyangkut perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan keseimbangan

aspek di atas.

Unsur Budaya

(6)

Rumpun bahasa Batak adalah sekelompok bahasa yang dituturkan di Sumatera Utara. Kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok yang dijuluki Northwest Sumatra-Barrier Islands dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia.

Bahasa Batak mempunyai aksara bernama Surat Batak  Pengetahuan

Arti “ sakit “ bagi orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya berbaring , dan penyembuhannya melalui cara – cara tradisional , atau ada juga yang membawa orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “ orang pintar “. Dalam kehidupan sehari – hari orang batak , segala sesuatunya termasukmengenai pengobatan jaman dahulu , untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh dari mara bahaya.

Bagi orang batak , di samping penyakit alamiah , ada juga beberapa tipe spesifik penyakit supernatural , yaitu :

- Jika mata seseorang bengkak ,orang tersebut diyakini telah melakukan perbuatan yang tidak baik ( mis : mengintip ) . Cara mengatasinya agar matanya tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih.

- Nama tidak cocok dengan dirinya ( keberatan nama ) sehingga membuat orang tersebut sakit.

Cara mengobatinya dengan mengganti nama tersebut dengan nama yang lain , yang lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga.

- Ada juga orang batak sakit karena tarhirim

Mis : seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya , tetapi janji tersebut tidak ditepati . Karena janji tersebut tidak ditepati , si anak bisa menjadi sakit. - Jika ada orang batak menderita penyakit kusta , maka orang tersebut dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan masyarakat. Di samping itu , dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan” yang isinya diantaranya adalah , Mulajadi Namolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda :

“ Segala sesuatu yang tumbuh di atas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya masing – masing di dalam kehidupan sehari – hari , sebab tidak semua manusia yang dapat

menyatukan darahku dengan darahnya , maka gunakan tumbuhan ini untuk kehidupan”  Teknologi

Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada , mulai sejak dalam kandungan sampai melahirkan.

1. Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan

- Perawatan dalam kandungan : menggunakan salusu yaitu satu butir telur ayam kampung yang terlebih dahulu di doakan

- Perawatan setelah melahirkan : menggunakan kemiri , jeruk purut dan daun sirih - Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri , biji lada putih dan iris jorango

- Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat melahirkan yang diresap dari bangun – bangun , daging ayam , kemiri dan kelapa.

2. Dappol Siburuk ( obat urut dan tulang )

Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung. Obat dappol si buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung di praktikkan dengan penelitian alami dan hamper seluruh keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari – hari.

3. Untuk mengobati sakit mata.

Menurut orang batak , mata adalah satu panca indra sekaligus penentu dalam kehidupan manusia , dan menurut legenda pada mata manusia berdiam Roh Raja Simosimin ,

(7)

biji sirintak ke dalam mata yang sakit . Setelah itu tutuplah mata dan tunggulah beberapa saat , karena biji sirintak akan menarik seluruh penyakit yang ada di dalam mata . Gunakan waktu 1x 19 hari , supaya mata tetap sehat. Sirintak adalah tumbuhan Batak yang dalam bahasa Indonesia berarti mencabut ( mengeluarkan ) , nama ramuannya dengan sdama tujuannnya.

4. Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk

Berdasarkan pesan siraja batak untuk mengobati orang yang berpenyakit kulit supaya

menggunakan tawar mulajadi ( sesuatu yang berasal dari asap dapur ). Rumpak 7 macam dan diseduh dengan air hangat.

Disamping itu , siraja batak berpesan kepada keturunannya , supaya manusia dapat hidup sehat , maka makanlah atau minumlah : apapaga , airman , anggir , adolorab , alinggo , abajora , ambaluang , assigning , dan arip – arip. Dalam budaya batak juga dikenal dengan adanya charisma , wibawa dan kesehatan menurut orang batak dahulu , supaya manusia dapat sukses dalam segala hal biasanya diwajibkan membuat sesajen berupa : ayam merah , ayam putih , ayam hitam , ketan beras ( nitak ) , jeruk purut , sirih beserta perlengkapannya.

Beberapa contoh pengobatan tradisional lainnya yang dilakukan oleh orang batak adalah : - Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara pengobatannya dengan

menggunakan belau.

- Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam ) biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut / kain yang tebal

.

 Oganisasi Sosial

a. Perkawinan

Perkawinan orang batak adalah eksogami marga, yaitu mengambil si gadis dari luar marga. Menikah dengan orang semarga dilarang, tetapi menikah denga anak perempuan saudara laki-laki ibu, marboru tondong/tulang(Simalungun), marboru tulang(batak Toba), anak beru(Karo) justru dianjurkan, atau dianggap perkawinan yang ideal.

Perkawinan menurut patrilineal-eksogen menimbulkan beberapa ketentuan dan akibat sebagai berikut.

 Harus ada sedikitnya tiga marga/klan

 Timbul perbedaan status atau kedudukan pihak pemberi gadis, tondong(Simalungun),

hula-hula(Toba), Kalibubu(Karo), Mora(Tapanuli Selatan), dengan penerima gadis, anak boru(simalungun), anak boru(Toba), anak beru(Karo),dan anak Boru(Tapanuli Selatan)

b. Kekerabatan

Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yangdisebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu :

 perbedaan tigkat umur,

 perbedaan pangkat dan jabatan,

 perbedaan sifat keaslian dan,

(8)

 Mata Pencarian

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanahulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

 Religi

Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan. Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun demikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mempertahankan konsep asli religi penduduk batak.

Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus.

 Kesenian

Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang.

 Hukum

Patik dohot uhum, aturan dan hukum. Nilai patik dohot dan uhum merupakan nilai yang kuat di sosialisasikan oleh orang Batak. Budaya menegakkan kebenaran, berkecimpung dalam dunia hukum merupakan dunia orang Batak.

Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam permukaan kehidupan hukum di Indonesia yang mencatat nama orang Batak dalam daftar pendekar-pendekar hukum, baik sebagai Jaksa, Pembela maupun Hakim.

 Konflik

Dalam kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada pada Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami dari perbedaan mentalitas kedua sub suku Batak ini. Sumber konflik terutama ialah kehidupan kekerabatan dalam kehidupan Angkola-Mandailing. Sedang pada orang Toba lebih luas lagi karena menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain Hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber konflik yang abadi bagi orang Toba.

 Makanan

Keluarga Batak memiliki beragam jenis makanan khas yang dihidangkan pada waktu-waktu tertentu. Masyarakat Batak selalu berusaha untuk makan bersama. Apabila masih ada anggota keluarga yang belum dating, mereka bersama. Apabila masih ada anggota keluarga yang belum dating, mereka akan menunggu untuk makan bersama. Sebelum mengadakan suatu perkumpulan, mereka harus menyiapkan sesaji berupa indahan(nasi), pirai ni minuk(telur ayam kampong), sitompion(sagu), lampet(tepung beras, kelapa,dan gula dibungkus daun pisang lalu direbus), gambiri(kemiri), ansimun(mentimun), itak gur-gur(tepung beras,kelapa,gula dikepel tanpa direbus), parbue(beras),pisang dan aek

(9)

sitio-tio(air putih). Sesaji ini diletakkan dalam mombang(sejenis tampah yang terbuat dari pelepah dan daun enau atau kelapa), kemudian diberi asap bakaran kemenyan untuk mengiringi tonggo.

Ada salah satu budaya yang tidak bisa lepas dari suku batak yaitu mengkonsumsi ikan asin. Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan asin. Terutama yang tinggal di Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin sudah berjasa besar mengentaskan jutaan orang Batak dari kemiskinan; mencetak sejumlah jenderal, menteri, pejabat tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan budaya pop, ikon masyarakat Batak modern adalah gulamo ataugambas (ikan asin); terutama jenis kapala batu atau hase-hase.

Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan asin. Terutama yang tinggal di Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin sudah berjasa besar mengentaskan jutaan orang Batak dari kemiskinan; mencetak sejumlah jenderal, menteri, pejabat tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan budaya pop, ikon masyarakat Batak modern adalah gulamo ataugambas (ikan asin); terutama jenis kapala batu atau hase-hase. Namun di balik jasa besarnya itu, ternyata ikan asin merupakan faktor kedua yang membuat orang Batak rentan terhadap kanker hidung.

Penyakit yang dapat ditimbulkan dari budaya suku batak yang mengkonsumsi ikan asin adalah Kanker nasofaring ( KNF ). Hal ini disebabkan karena, secara genetis orang Batak punya keunikan atau kelebihan dibanding etnis lain. Orang Batak memiliki gen HLADRB 108, yang tidak dipunyai oleh orang Jawa, Melayu, Minang dan suku-suku lain. Hanya orang-orang di Cina Selatan yang punya kesamaan dengan orang Batak dalam perkara genetis ini. Dan lantaran memiliki gen yang namanya sulit diucapkan itu, orang Batak sangat disukai oleh Karsinoma Nasofaring. Nama yang terdengar eksotis dan biasa disingkat KNF ini adalah, ternyata, “nama panggung” si kanker hidung”.

Selain karena gen HLADRB 108, hal yang menyebabkan ikan asin menjadi penyebab KNF adalah di dalam ikan asin terdapat kandungan yang dapat memicu virus dalam tubuh sehingga kekebalan tubuh akan menurun. Berdasarkan penelitian, kemungkinan adanya nitrosamin pada ikan asin karena dalam proses pengeringan dijemur di bawah terik matahari. Diduga, sinar ultraviolet dari matahari yang membentuk nitrosamin pada ikan asin.

Praktik kesehatan keluarga

Kepercyaan kuno batak adalah syamaisme, yaitu suatu kepercayaan dengan melakukan pemasukan roh kedalam tubuh seseorang sehingga roh itu dapat berkata-kata. Orang yang menjadi perantara disebut “shaman”. Shaman bagi orang batak disebut si “baso” yang berarti “kata”. Pada umumnya, si “baso” ini adalah dukun wanita. Ketika baso ini berkatat-kata, bahasanya harus ditafsirkan secara khas. Pembicaraan inilah yang dipercayai akan menjadi petunjuk bagi orang untuk pengobatan dan ramalan. Selain Baso, ada juga yang memegang peranan penting yaitu Datu,biasanya seorang pria. Berlainan dengan baso,datu didalam kegiatanya tidak menjadi medium, melainkan langsung berbicara dengan roh. Datu bertugas mengobati orang sakit sehingga dalam tugas ini datu tidak saja mengetahui white magic, tetapi juga mengetahui black magic atau magis jahat. Tugas lain dari datu adalah memimpin upacara pesta sajian besar dan menjadi pawing hujan.

Menurut kepercayaan orang batak, apabila seseorang sakit, “tondi” atau “tendi” si sakit pergi kesuatu tempat meninggalkan tubuhnya. Karena tondi itu pergi, orang tersebut jatuh sakit. Agar orang yang sakit dapat sembuh, tendinya harus dipanggil agar masuk kembali ketubuh orang yang sakit itu (tondi mulak tu badan). Mediator untuk memanggil tondi tersebut adalah baso atau datu. Kalau tondi itu setelah beruang-ulang dipanggil tidak mau pulang juga, berarti orang sakit tersebut tidak ada harapan lagi untuk hidup.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

ANTROPOLOGI – Universitas Airlangga, Surabaya. 1992

Hidayah, Zuliyani.1997. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat.1971. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus.1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan kebudayaan

Sudiharto.2007.Asuhan Keparawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural.Jakarta:EGC

Diposkan oleh intan purnama di 05.30

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Posting Lama

Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

 ▼ 2013 (2)

o ▼ Januari (2)

 askep transkultural nursing kebudayaan keluarga ba...

 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUMOR HIDUNG DAN SINUS PA...

 ► 2012 (3) Mengenai Saya intan purnama Lihat profil lengkapku

Referensi

Dokumen terkait

Seni tradisional etnis Batak yang tersebar di berbagai wilayah Sumatera Utara merupakan sumber daya budaya lokal yang layak untuk dijadikan acuan di dalam proses

Pembentukan status ethnic identity pada anggota kelompok suku Batak gabungan mahasiswa Sumatera Utara di Universitas “X” Bandung ditentukan oleh dimensi eksplorasi

Bagaimana hambatan komunikasi yang dihadapi oleh Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia dalam Berinteraksi

Seni tradisional etnis Batak yang tersebar di berbagai wilayah Sumatera Utara merupakan sumber daya budaya lokal yang layak untuk dijadikan acuan di dalam proses

Meskipun populasi ikan batak asal Sumatera Utara dengan Sumedang (Jawa Barat) memiliki garis keturunan yang sama, namun terdapat perbedaan jarak genetik yang cukup jauh

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan lokal dan keanekaragaman tumbuhan obat pada sub-etnis Batak Karo di desa Kaban Tua Kabupaten Karo Sumatera

Jumlah spesies dan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh sub-etnis Batak di Desa Peadundung, Sumatera Utara.. Pemanfaatan tumbuhan yang tidak dibudidayakan

Dalam penelitian ini proses komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa asal Sumatera Utara Suku Batak Karo tidak selalu menjadikan dirinya sebagai komunikator, karena pada