• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga Di Sumatera Utara (Studi Pada PT. Neo National)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga Di Sumatera Utara (Studi Pada PT. Neo National)"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)

TERHADAP INDUSTRI ELEKTRONIK RUMAH

TANGGA DI SUMATERA UTARA (STUDI

PADA PT. NEO NATIONAL)

TESIS

OLEH

ROLI HARNI YANCE S. GARINGGING 107005144/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)

TERHADAP INDUSTRI ELEKTRONIK RUMAH

TANGGA DI SUMATERA UTARA

(STUDI

PADA PT. NEO NATIONAL)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

ROLI HARNI YANCE S. GARINGGING 107005144/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

JUDUL : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP INDUSTRI ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI

SUMATERA UTARA (STUDI PADA PT. NEO NATIONAL)

NAMA MAHASISWA : ROLI HARNI YANCE S. GARINGGING

NOMOR POKOK : 107005144/HK

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

Menyetujui : Komisi Pembimbing

DTO

K e t u a

Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.

DTO

A n g g o t a

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum.

DTO

A n g g o t a

Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum.

Ketua Program Studi Ilmu Hukum D e k a n

DTO

Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH

DTO

Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 02 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.

Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum. 2. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum.

(5)

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)

TERHADAP INDUSTRI ELEKTRONIK RUMAH

TANGGA DI SUMATERA UTARA

(STUDI

PADA PT. NEO NATIONAL)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 22 Februari 2013

Penulis,

DTO

(6)

ABSTRAK

Standard Nasional Indonesia (SNI) diadopsi dari International Standard Organization (ISO), mengenai SNI Kipas Angin khususnya diadopsi dari

International Electronic Commission (IEC). Apabila pelaku usaha tidak menerapkan SNI maka akan dikenakan sanksi pidana melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan timbul ketika pelaku usaha sedang mengimplementasikan SNI yang harus memproduksi dalam hal uji coba untuk mendapatkan SPPT-SNI. Sebagai contoh dapat diangkat PT. Neo National yang sedang melakukan pengujian terhadap kelayakan mutu produknya berupa Kipas Angin merk “SiJempol”. Produk PT. Neo National memang belum memperoleh SNI, tetapi Tim TPPBJ (Tim Pengawas Peredaran Barang dan Jasa) mendapati kipas angin yang berada di Pabrik PT. Neo National belum bersertifikat SNI. Oleh karena itu, PT. Neo National diduga telah melakukan pelanggaran di bidang perlindungan konsumen yaitu memproduksi barang yang tidak SNI.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah preskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis. Sumber bahan hukum yang digunakan menitikberatkan pada data sekunder berdasarkan bahan hukum primer dan didukung dengan bahan hukum tertier berupa wawancara. Data-data yang didapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif – induktif.

Ketentuan yang dikenakan kepada PT. Neo National adalah Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan e. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sementara itu, untuk mendapatkan SPPT-SNI, setiap pelaku usaha wajib untuk melakukan uji kelayakan mutu di Balai Riset Industri Standardisasi. Untuk pengujian kelayakan mutu, pelaku usaha tersebut juga harus memproduksi sampel barang untuk dilakukan pengujian. Penelitian ini dilakukan adalah untuk mendapatkan kepastian hukum di bidang SNI bagi pelaku usaha yang sedang melakukan implementasi SNI. Hambatan yang dialami oleh produsen adalah pengaturan SNI yang saling tumpang tindih dengan pengaturan perlindungan konsumen; Sikap PPNS-PK yang tidak profesional dan proporsional; dan Ketidak-pedulian Kementerian Perindustrian RI dalam membimbing pelaku usaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pengaturan SNI yang diterapkan Pemerintah sebaiknya perlu ditinjau kembali penerapannya dan kewenangan-kewenangan setiap kementerian terkait; Pelaku Usaha bersatu di dalam suatu asosiasi untuk melakukan pengujian terhadap Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Bagi PPNS-PK dan pelaku usaha yang mengimplementasikan SNI agar dapat diberikan pelatihan-pelatihan hukum dan bimbingan SNI.

(7)

A B S T R A C T

Indonesian National Standard (SNI) was adopted by the International Standard Organization (ISO), the ISO adopted in particular fan of the International Electronic Commission (IEC). If businesses do not implement the SNI shall be sanctioned by Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection. Problems arise when businesses are implementing SNI should produce in terms of trials to get SPPT-SNI. For example, be appointed PT. Neo National was to test the feasibility of the product quality brands such as Fan “SiJempol”. Products PT. Neo National was not obtained SNI, but TPPBJ Team (Team Supervisor Circulation of Goods and Services) found that the fan was in factory PT. Neo National has not been certified SNI. Therefore, PT. Neo National alleged to have committed violations of consumer protection in the field of producing goods that are not SNI.

The methodology used in this research is the type of prescriptive-research, normative and descriptive analysis. Sources of legal materials that are used to focus on secondary data based on primary legal material and powered by a tertiary legal materials in the form of an interview. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive analysis method. Inferences made using deductive thinking logic – inductive.

Provisions charged to PT. Neo National was Article 62 Paragraph (1) Jo. Article 8 Paragraph (1) Letter a and e. Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection. In the meantime, to get SPPT-SNI, all businesses required to conduct due diligence on the quality Industrial Research Institute of Standardization. To test the feasibility of quality, these businesses also have to produce the goods samples for testing. This research was conducted to obtain legal certainty in the field of SNI for businesses who are implementing SNI. Barriers experienced by manufactures are SNI setting that overlap with consumer protection. Arrangements; Attitutde of PPNS-PK were unprofessional and proportionate; and Lact-disregard the Ministry of Industry in guiding businesses.

The result from these research showed that : The Government adopted ISO setting should be reviewed and its implementation powers any relevant ministries; Business communities are united in an association to conduct testing of Article 8 Paragraph (1) of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection; For PPNS-PK and businesses that implement the SNI in order to be given legal training and guidance standards.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis masih diberikan

kesehatan, hikmat, kebijaksanaan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan

penelitian ini.

Pada penelitian ini, penulis dengan ketulusan hati, mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

penelitian ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.),

sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang

memberikan banyak perombakan terhadap penelitian ini pada saat menghadapi

seminar hasil;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing II

yang mengajarkan penulis untuk membuat pedoman wawancara;

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2)

dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Magister

(S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai

(9)

terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul dalam menghadapi penelitian

ini;

6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum. dan Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.,

M.Hum., sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan begitu banyak masukan

dan saran yang membangun pada saat seminar hasil sehingga dapat diperoleh

penelitian yang baik;

7. Bapak Sjarifuddin dan Bapak Way Tjong dari PT. Neo National yang telah

membantu memberikan data-data dan meluangkan waktunya untuk wawancara

dalam penyelesaian penelitian ini;

8. Para Guru Besar dan Staff Pengajar yang telah memberikan tambahan ilmu

pengetahuan selama penulis menjalani studi di Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua saya Ayahanda (Leiden

Saragih Garingging) dan Ibunda (Bertina Manjorang), yang selalu mendoakan,

mencurahkan segenap kasih sayangnya dan segala pengorbanannya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

10.Terima kasih kepada suamiku tercinta Junvenri Parhusip dan anak-anakku

Jesslyn Regina Parhusip dan Jefe Leander Ramiro Parhusip yang telah sabar

akan kurangnya perhatian penulis karena menyelesaikan study;

11.Terima kasih penulis kepada sahabat dan teman-temanku yang sangat

memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Program

(10)

12.Tidak ketinggalan terima kasih kepada Staf dan Pegawai (Kak Niar, Kak Fitri,

Kak Fika, Bu Ganti, Bang Udin), dan lainnya, yang tidak dapat penulis sebutkan

namanya satu-persatu.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di

Indonesia.

Medan, 22 Februari 2013

Penulis,

DTO

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Roli Harni Yance S. Garingging Tempat Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 20 Mei 1980

Alamat : Komplek PDK No. 99 Medan Marelan

Agama : Katolik

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Nama Ayah : Leiden Saragih Garingging Nama Ibu : Bertina Manjorang

Nama Suami : Junvenri Parhusip

Anak : 1. Jesslyn Regina Parhusip 2. Jefe Leander Ramiro Parhusip Suku / Bangsa : Simalungun / Indonesia

Email : roli_sagar@yahoo.com

II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

SD : SD RK IV Pematangsiantar, Lulus Tahun 1992 SMP : SMP Negeri I Pematangsiantar, Lulus Tahun 1995 SMA : SMP Negeri II Pematangsiantar, Lulus Tahun 1998 D3 : Politeknik Negeri Medan, Lulus Tahun 2001 S1 : Universitas Sumatera Utara, Lulus Tahun 2004

III. PEKERJAAN

1. PT. TECHNOCRANES INDONESIA Juni 2002 – 30 Desember 2003

Staff Administrasi Umum

2. PT. Monrad Group2 Februari 2004 – 25 Januari 2005 Executive Secretary to Board of Director

3. International USA NGO (Catholic Relief Services)23 Maret 2005 – 30 September 2009

Administrative Officer (Leader of Asset Management)

4. PT. Austindo Nusantara Jaya Agri15 Maret 2010 – Sekarang

(12)

IV. PENDIDIKAN TAMBAHAN

SEMINAR

Community Development Facilitator held by The Indonesian Tropocal Institute (LATIN), Bandung 14 – 18 November 2011

Step by Step Social Mapping Practices for Program Planning, organized by Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD), Bandung 29 Februari – 2 Maret 2012

V. KARYA ILMIAH

JUDUL SKRIPSI

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP xi

DAFTAR ISI xiii

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 21

C. Tujuan Penelitian 22

D. Manfaat Penelitian 23

E. Keaslian Penelitian 24

F. Kerangka Teori dan Konsep 25

1. Kerangka Teori 25

2. Kerangka Konsep 36

G. Metode Penelitian 40

1. Jenis dan Sifat Penelitian 40

2. Sumber Bahan Hukum 41

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 44

(14)

BAB II : KETERKAITAN PENGATURAN STANDAR NASIONAL

INDONESIA (SNI) DENGAN PERATURAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN 49

A. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen 49 B. Pengaturan Standardisasi Nasional di Indonesia Sebagai

Salah Satu Upaya Perlindungan Konsumen 53 1. Ruang Lingkup Standardisasi Nasional 53

2. Tujuan Standardisasi Nasional 55

3. Kelembagaan Standardisasi Nasional 56

4. Perumusan dan Penetapan SNI 57

5. Penerapan SNI 58

6. Pembinaan dan Pengawasan 60

7. Hubungan Hukum Konsumen dan Produsen 61 C. Keterkaitan Pengaturan Standar Nasional Indonesia

dengan Pengaturan Perlindungan Konsumen 71 1. Pemisahan Departemen Perindustrian dan

Perdagangan RI Menjadi Kementerian Perindustrian

RI dan Kementerian Perdagangan RI 72 2. Hubungan Kementerian Perindustrian RI dan

Kementerian Perdagangan RI Dalam Pengaturan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Pengaturan

Perlindungan Konsumen 74

3. Pengaturan SNI dan Pengaturan Perlindungan Konsumen Terkait Sepanjang Barang Sudah

(15)

BAB III : KUALIFIKASI DAN UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN PENEGAKAN

HUKUM STANDARDISASI NASIONAL INDONESIA 78

A. Kualifikasi Perbuatan Melawan Hukum Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Dikaitkan Dengan Penegakan Hukum

Standardisasi Nasional Indonesia 78

1. Larangan Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan

Produksi 83

2. Larangan Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan

Pemasaran 84

3. Larangan Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan

Periklanan 87

B. Asas Pembuktian Terbalik Dalam Pengaturan

Perlindungan Konsumen 87

1. Pembuktian Terbalik Dalam Perlindungan Konsumen 87

2. Pengujian Kelayakan Mutu 93

3. Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengaturan Perlindungan Konsumen

93

C. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Standar

Nasional Indonesia 95

1. Pembinaan Pengawasan Dalam Implementasi Standar

Nasional Indonesia (SNI) 95

2. Penegakan Hukum Administrasi 99

3. Penegakan Hukum Perdata 100

(16)

D. Analisis Kasus Produksi Kipas Angin “SiJempol” oleh

PT. Neo National 113

1. Kronologis 113

2. Analisa Hukum 117

BAB IV : HAMBATAN YANG DIALAMI PT. NEO NATIONAL DALAM RANGKA MENGIMPLEMENTASIKAN SNI TERHADAP PRODUK KIPAS ANGIN MERK “SIJEMPOL” DIKAITKAN DENGAN PENEGAKAN

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 123

A. Hambatan dari Aspek Substansi Hukum 123 B. Hambatan dari Aspek Aparatur Hukum 128

C. Hambatan dari Aspek Budaya Hukum 132

1. Budaya Hukum Aparat Pemerintah 132

2. Budaya Hukum Pelaku Usaha 135

3. Budaya Hukum Masyarakat 135

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 137

A. Kesimpulan 137

B. Saran 140

DAFTAR PUSTAKA

141

LAMPIRAN I : PEDOMAN WAWANCARA 148

LAMPIRAN II : SURAT MOHON IZIN PENELITIAN 150

(17)

ABSTRAK

Standard Nasional Indonesia (SNI) diadopsi dari International Standard Organization (ISO), mengenai SNI Kipas Angin khususnya diadopsi dari

International Electronic Commission (IEC). Apabila pelaku usaha tidak menerapkan SNI maka akan dikenakan sanksi pidana melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan timbul ketika pelaku usaha sedang mengimplementasikan SNI yang harus memproduksi dalam hal uji coba untuk mendapatkan SPPT-SNI. Sebagai contoh dapat diangkat PT. Neo National yang sedang melakukan pengujian terhadap kelayakan mutu produknya berupa Kipas Angin merk “SiJempol”. Produk PT. Neo National memang belum memperoleh SNI, tetapi Tim TPPBJ (Tim Pengawas Peredaran Barang dan Jasa) mendapati kipas angin yang berada di Pabrik PT. Neo National belum bersertifikat SNI. Oleh karena itu, PT. Neo National diduga telah melakukan pelanggaran di bidang perlindungan konsumen yaitu memproduksi barang yang tidak SNI.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah preskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis. Sumber bahan hukum yang digunakan menitikberatkan pada data sekunder berdasarkan bahan hukum primer dan didukung dengan bahan hukum tertier berupa wawancara. Data-data yang didapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif – induktif.

Ketentuan yang dikenakan kepada PT. Neo National adalah Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan e. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sementara itu, untuk mendapatkan SPPT-SNI, setiap pelaku usaha wajib untuk melakukan uji kelayakan mutu di Balai Riset Industri Standardisasi. Untuk pengujian kelayakan mutu, pelaku usaha tersebut juga harus memproduksi sampel barang untuk dilakukan pengujian. Penelitian ini dilakukan adalah untuk mendapatkan kepastian hukum di bidang SNI bagi pelaku usaha yang sedang melakukan implementasi SNI. Hambatan yang dialami oleh produsen adalah pengaturan SNI yang saling tumpang tindih dengan pengaturan perlindungan konsumen; Sikap PPNS-PK yang tidak profesional dan proporsional; dan Ketidak-pedulian Kementerian Perindustrian RI dalam membimbing pelaku usaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pengaturan SNI yang diterapkan Pemerintah sebaiknya perlu ditinjau kembali penerapannya dan kewenangan-kewenangan setiap kementerian terkait; Pelaku Usaha bersatu di dalam suatu asosiasi untuk melakukan pengujian terhadap Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Bagi PPNS-PK dan pelaku usaha yang mengimplementasikan SNI agar dapat diberikan pelatihan-pelatihan hukum dan bimbingan SNI.

(18)

A B S T R A C T

Indonesian National Standard (SNI) was adopted by the International Standard Organization (ISO), the ISO adopted in particular fan of the International Electronic Commission (IEC). If businesses do not implement the SNI shall be sanctioned by Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection. Problems arise when businesses are implementing SNI should produce in terms of trials to get SPPT-SNI. For example, be appointed PT. Neo National was to test the feasibility of the product quality brands such as Fan “SiJempol”. Products PT. Neo National was not obtained SNI, but TPPBJ Team (Team Supervisor Circulation of Goods and Services) found that the fan was in factory PT. Neo National has not been certified SNI. Therefore, PT. Neo National alleged to have committed violations of consumer protection in the field of producing goods that are not SNI.

The methodology used in this research is the type of prescriptive-research, normative and descriptive analysis. Sources of legal materials that are used to focus on secondary data based on primary legal material and powered by a tertiary legal materials in the form of an interview. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive analysis method. Inferences made using deductive thinking logic – inductive.

Provisions charged to PT. Neo National was Article 62 Paragraph (1) Jo. Article 8 Paragraph (1) Letter a and e. Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection. In the meantime, to get SPPT-SNI, all businesses required to conduct due diligence on the quality Industrial Research Institute of Standardization. To test the feasibility of quality, these businesses also have to produce the goods samples for testing. This research was conducted to obtain legal certainty in the field of SNI for businesses who are implementing SNI. Barriers experienced by manufactures are SNI setting that overlap with consumer protection. Arrangements; Attitutde of PPNS-PK were unprofessional and proportionate; and Lact-disregard the Ministry of Industry in guiding businesses.

The result from these research showed that : The Government adopted ISO setting should be reviewed and its implementation powers any relevant ministries; Business communities are united in an association to conduct testing of Article 8 Paragraph (1) of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection; For PPNS-PK and businesses that implement the SNI in order to be given legal training and guidance standards.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia dipengaruhi oleh masuknya produk-produk dari luar negeri akibat dari perdagangan bebas yang berlaku saat ini. Perdagangan bebas dilakukan karena Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Oleh karena itu, produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Begitu banyaknya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia menyebabkan tidak diperhatikannya kualitas mutu barang. Konsumen menjadi asal-asalan dalam memilih barang.

Akibat banyaknya produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak terbendung lagi maka pemerintah membuat pengaturan untuk menstandardisasikan produk-produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat.1

1

Kementerian Perindustrian RI, “Paparan Menteri Perindustrian Pada Acara Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2012”, Jakarta, 07 Maret 2012, hal. 14.

(20)

hal perizinan sedangkan konsumen membutuhkan kepastian hukum dalam hal jaminan mutu, jumlah, keamanan barang, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pelaku usaha dan konsumen harus memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Selanjutnya, kedudukan Pemerintah adalah hanya sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen.2

Standardisasi yang dibuat Pemerintah dalam hal ini adalah Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SNI). SNI disusun untuk sedapat mungkin harus selaras dengan standar internasional yang dapat dilakukan dengan cara adopsi identik atau modifikasi. Apabila standar internasional yang relevan tidak tersedia, maka dapat mengacu pada standar regional atau standar lain yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Penulisan SNI adopsi harus dibuat untuk memudahkan kemampuan telusur dengan standar yang diadopsi. Tata cara adopsi ISO (International Standard Organization – ISO) / IEC (International Electronic Commission – IEC) sesuai dengan Pedoman Standar Nasional (selanjutnya disebut

Pemerintah sebagai pengawas hubungan antar pelaku usaha dan konsumen membuat suatu pengaturan untuk menstandardisasikan produk-produk impor maupun lokal.

2

(21)

PSN) 03.1:2007. Sedangkan untuk standar lainnya sesuai dengan ketentuan lain yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (selanjutnya disebut BSN).3

Di pasar luar negeri, untuk mengamankan produk-produk diatur oleh organisasi internasional untuk standardisasi atau dalam bahasa Inggris disebut

International Organization for Standardization (ISO). ISO adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. ISO didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk semua produk. Standar yang sudah dikenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu Automatic Teller Machine (ATM) Bank, ukuran dan ketebalan kertas, dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130 (seratus tiga puluh) negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (Work Group – WC).4

Meskipun ISO adalah organisasi non-pemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu

3

Badan Standardisasi Nasional, Pedoman Standardisasi Nasional : Penulisan Standar Nasional Indonesia, (Jakarta : BSN, 2007), hal. 5.

4

(22)

badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar. ISO bekerja sama dengan Komisi Elektronik Internasional (International Electronic Commission – IEC). Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk5

1. “Meningkatkan citra perusahaan;

:

2. Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan; 3. Meningkatkan efisiensi kegiatan;

4. Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act);

5. Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan;

6. Mengurangi risiko usaha; 7. Meningkatkan daya saing;

8. Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan;

9. Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal”.

Berangkat dari tujuan dan penerapannya, SNI merupakan pengejawantahan dari ISO/IEC yang dapat dilihat pada Pedoman Standardisasi Nasional 08:2007 yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). BSN merupakan Badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa pengaturan ISO di luar negeri adalah sama dengan yang diatur di Indonesia. Begitu juga dengan pengaturan perlindungan konsumen di luar negeri, yaitu : Resolusi PBB No. 39/428 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen tanggal 16 April 1985 (No. A/RES/39/248) – The

5

Website Resmi International Standardization Organization, “Benefits of International

Standards”,

2012. 6

(23)

UN Guidelines for Consumer Protection. Adapun hak-hak konsumen yang diatur dalam Resolusi PBB dimaksud adalah sebagai berikut7

1. “Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanan;

:

2. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial, ekonomi konsumen; 3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen;

4. Pendidikan konsumen;

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka”.

Sedangkan hak-hak konsumen berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah :

a. “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa, perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.

7

(24)

Hak-hak konsumen yang menyangkut dengan kewajiban pelaku usaha untuk melakukan implementasi SNI adalah Pasal 4 huruf a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa : “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Artinya konsumen berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan/mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang telah dibelinya. Salah satu contohnya adalah pelaku usaha yang menyediakan layanan purna servis atau disebut dengan layanan garansi. Konsumen membutuhkan kepastian terhadap barang yang sudah dibelinya apabila mengalami kerusakan, kapan diperbaiki, kapan diganti sparepart-nya yang rusak, dan lain sebagainya, dan kapan selesainya. Seluruh kepastian tersebut termasuk ke dalam hak konsumen atas kenyamanan.

Dalam hal Standard Nasional Indonesia (SNI) konsumen berhak untuk mendapatkan barang-barang yang aman dikonsumsinya agar keselamatan dirinya terjamin. Oleh karena itu, sertifikasi SNI perlu diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu tujuan keselamatan dan keamanan dalam penggunaan suatu produk.

(25)

terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari “benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan di antara keduanya”.8

Pasar dalam negeri harus dilindungi dari produk-produk luar negeri. Hal ini dikarenakan penggerak utama industri manufaktur adalah pasar dalam negeri itu sendiri. Selain itu kebijakan peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (selanjutnya disebut SDM), harus senantiasa mengandalkan pada kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta proses pendidikan keahlian yang disesuaikan dengan kebutuhan industri manufaktur yang perlu terus ditingkatkan. Salah satunya dengan cara meningkatkan peran Dewan Riset Nasional, Dewan Standardisasi Nasional (DSN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) dan Lembaga Swasta dan Pemerintah sejenis lainnya yang diperlukan untuk mengembangkan produk dalam negeri.9

Maka, SNI bukanlah suatu kebijakan pemerintah yang menahan produk-produk luar negeri untuk masuk dan bersaing di dalam negeri melainkan adalah untuk melindungi kepentingan hukum konsumen yang tidak lain adalah masyarakat dalam negeri sendiri. Kepentingan hukum tersebut adalah jaminan terhadap konsumen untuk mendapatkan barang/jasa yang berkualitas baik.

8

AZ. Nasution, “Perlindungan Konsumen : Tinjauan Singkat Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 – LN. 1999 No. 42”, Makalah disampaikan sebagai ceramah pada Puslitbang/Diklat MA, Bandung, Ungaran dan Batu Malang, 16 April, 30 April, dan 14 Mei 2001, hal. 3.

9

(26)

Pengawas sebagai penegak hukum dibutuhkan untuk menjamin kepentingan hukum konsumen yang tidak lain adalah masyarakat itu sendiri, dalam hal terjadi pelanggaran hukum oleh konsumen maupun pelaku usaha, Pemerintah-lah yang menjadi penengah dalam sengketa yang terjadi. Dalam hal perlindungan konsumen, pengaturan yang berlaku adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Badan pengawasnya adalah Badan Pengawas Konsumen Nasional (BPKN). 10 Sebagai contoh pemerintah yang menjadi pengawas kepentingan hukum pelaku usaha maupun kepentingan hukum konsumen dapat dilihat sebagai berikut11

“Pada bulan Desember 2011 lalu, melalui Siaran Pers Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kementerian Perdagangan telah melimpahkan berkas enam produk yang diketahui melanggar ketentuan ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung. Keenam produk itu meliputi mesin printer multifungsi, alat listrik rumah tangga impor, lampu swaballast, baja lembaran lapis seng, serta kipas angin.

:

Sementara tiga produk lainnya, lampu swaballast, tepung terigu, dan baja tulangan beton sedang dalam tahap akhir penyidikan. Dari sembilan produk hasil sidak itu, tujuh diantaranya, yaitu : Kipas Angin merk “SiJempol”, Tepung Terigu merk “Terompet Mas”, Selang Karet Kompor Gas merk “Cosco”, Lampu Swaballast merk “Integra”, Baja Lembaran Lapis Seng

10

Badan pengawas Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) karena BPKN bertugas untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen sedangkan BPSK dapat dilihat pada Pasal 52, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa : “Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen meliputi : a) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; b) Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d) Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; e) Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; dst…”.

11

(27)

merk “Gajah & Gading”, King Elephant, dan produk elektronik impor merk “Heles” sudah ditarik dari peredaran.

Sementara terhadap 21 produk lainnya yang ditemukan dalam pengawasan tahap pertama, pemerintah telah melayangkan teguran kepada produsennya. Produk-produk tersebut tidak sesuai dengan ketentuan label, dan satu produk di antaranya tidak memenuhi SNI. Dari hasil pengawasan tahap pertama, terhadap 71 produk, pemerintah tengah mengidentifikasi produsen/importir/pelaku usaha yang memperdagangkan barang dimaksud, serta menunggu hasil uji kesesuaian produk terhadap persyaratan SNI”.

Berdasarkan kutipan berita di atas, salah satu produk yang ditarik dari peredaran adalah Kipas Angin merk “SiJempol”. Kipas Angin merk “Sijempol” tersebut diproduksi oleh PT. Neo National di Medan. PT. Neo National adalah perusahaan dalam negeri yang bergerak dalam bidang industri produksi peralatan elektronik keperluan rumah tangga.12

12

Anggaran Dasar PT. Neo National No. 39 tanggal 31 Oktober 2005 yang dibuat dihadapan Binsar Simanjuntak, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. C-31652 HT.01.01.TH.2005 tertanggal 29 November 2005 tentang Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, sebagaimana telah diubah dengan Anggaran Dasar Perubahan PT. Neo National No. 68 tanggal 16 September 2008 yang dibuat dihadapan Lie Na Rimbawan, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. AHU-10092.AH.01.02.Tahun 2009 tertanggal 31 Maret 2009 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan.

(28)

03/KEP/BSN/2/2009 tentang Piranti Listrik Rumah Tangga dan Sejenis – Keselamatan – Bagian 2-80 : Persyaratan Khusus untuk Kipas Angin dengan No. SNI IEC 60335-2-80-2009, maka suatu produk kipas angin sebagai piranti listrik rumah tangga harus memenuhi sistem jaminan mutu sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 dan No. SNI IEC 60335-2-80-2009.

Untuk memenuhi ketentuan tersebut di atas yang begitu banyaknya, maka PT. Neo National selaku produsen yang memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut telah mencoba memproduksi kipas angin tersebut yang bertujuan sebagai implementasi/uji coba untuk memenuhi sistem jaminan mutu sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Implementasi/uji coba yang dilakukan PT. Neo National untuk memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut agar sesuai dengan sistem jaminan mutu adalah diawasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Konsultan dan LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI untuk mengeluarkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia.

(29)

Kementerian Perdagangan RI bersama-sama dengan Tim Pengawasan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara telah melakukan pemeriksaan di Pabrik PT. Neo National yang terletak di Jalan MG. Manurung No. 98 Medan. Selanjutnya Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa bersama-sama dengan Tim Pengawasan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara melakukan pengamanan barang terhadap produksi kipas angin hasil dari implementasi/uji coba untuk mendapatkan SNI sebagaimana yang diwajibkan untuk sebuah kipas angin sebagai piranti elektronik peralatan rumah tangga dan selanjutnya dijadikan barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(30)

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara telah menyampaikan hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut kepada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI dan sekaligus memohon rekomendasi agar melepaskan segel terhadap hasil implementasi/uji coba tersebut.13

Selanjutnya pada tanggal 20 September 2011, LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI mengeluarkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia yang menetapkan bahwa produk Kipas Angin merk “SiJempol” telah memenuhi persyaratan dalam penerapan sistem jaminan mutu kipas angin sesuai dengan SNI No. 04-6292.2.80-2006 dan No. SNI IEC

Sambil menunggu rekomendasi tersebut, PT. Neo National tetap melakukan implementasi/uji coba terhadap produksi Kipas Angin merk “SiJempol” untuk mendapatkan SPPT-SNI dan NRP sebagaimana yang dipersyaratkan dengan bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Konsultan dan LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI untuk mengeluarkan Sertifikat Standar Nasional Indonesia sehingga tercapai hasil implementasi/uji coba terhadap Kipas Angin merk “SiJempol” telah terpenuhinya persyaratan jaminan mutu sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13

(31)

2009. Berdasarkan surat dari LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI tersebut maka PT. Neo National telah memperoleh SPPT-SNI No. 64/26.01.02/11/LS-Pro Surabaya/IX/2011 tanggal 23 September 2011 dan selanjutnya PT. Neo National mendapatkan NRP No. 106-007-111868 tanggal 10 Oktober 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang pada Kementerian Perdagangan RI, dan sebelumnya juga PT. Neo National telah memiliki Surat Tanda Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronik Produksi Dalam Negeri No. P.12.NEO11.01701.0611 tanggal 07 Juni 2011 yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Usaha Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri pada Kementerian Perdagangan RI, dan Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut SKPLBI) dengan No. 1-812/PDN.6/SKPLBI/09/2010 tanggal 15 September 2010 yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI.

(32)

Cq. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI sebagai pemberitahuan bahwa PT. Neo National telah memenuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan untuk memproduksi dan mengedarkan Kipas Angin merk “SiJempol”.

(33)

Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.

Sementara itu, Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

(34)

Mengenai frase “dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan” inilah yang menjadi permasalahan bertentangan dengan prinsip dan tata cara pemberian sertifikasi SNI. Pada saat Pelaku Usaha mengimplementasikan SNI maka sudah dapat dipastikan Pelaku Usaha melakukan produksi barang untuk dilakukan pengujian di Lembaga Sertifikasi Produk (LS-Pro). Apabila tidak dilakukan produksi maka tidak akan mungkin Pelaku Usaha dapat menerapkan SNI. Jadi, bilamana dianalisa lebih lanjut tereksplisit bahwa Pemerintah RI menghendaki adanya impor barang karena impor barang tidak memproduksi barang. Inilah yang disebut tidak adanya kepastian hukum terwujud. Tetapi apabila frasenya diubah menjadi “memproduksi dan memperdagangkan” maka klausula memperdagangkan juga harus terpenuhi barulah dapat dikatakan tindak pidana dalam bidang perlindungan konsumen.

(35)

dunia usaha. Minimnya informasi juga dirasakan Pelaku Usaha. Ketika sedang mengajukan SNI untuk produk kipas angin, Pelaku Usaha harus mendatangi Kantor LS-Pro di Kementerian Perindustrian RI. Ternyata hal tersebut salah alamat, karena produk kipas angin berada di bawah pengawasan LS-Pro Kementerian Perdagangan RI. Lokasinya yang berada di Pasar Rebo Ciracas, sementara Pelaku Usaha terkadang harus menunggu waktu lama untuk mempelajari prosedur pengajuannya.14

Berdasarkan fakta-fakta yang telah disampaikan di atas, maka secara hukum : “Apakah PT. Neo National dapat dipersangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana yang telah dipersangkakan PPNS-PK kepada PT. Neo National?”. Permasalahan dimaksud yang menjadi pokok utama dalam masalah ini adalah : “Apakah dapat dikatakan Pelaku Usaha yang melakukan implementasi/uji coba suatu produk di Lokasi Pabrik dalam rangka memenuhi standardisasi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terhadap hasil implementasi/uji coba tersebut tidak pernah diedarkan/diperdagangkan dapat dihukum dan/atau merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana dalam bidang Perlindungan Konsumen?”.

Bertitik tolak dari hal di atas, maka PT. Neo National dalam melakukan implementasi/uji coba produk Kipas Angin merk “SiJempol” yang tujuannya adalah untuk memenuhi standardisasi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

14

(36)

serta produk tersebut sama sekali tidak pernah diedarkan dan tetap ditempatkan di Pabrik milik PT. Neo National “tidaklah” dapat dipersangkakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana yang dipersangkakan PPNS-PK kepada PT. Neo National, karena PT. Neo National dalam memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut adalah bertujuan untuk implementasi/uji coba dalam rangka memperoleh standardisasi yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, serta dalam melakukan implementasi/uji coba tersebut PT. Neo National selalu dibimbing dan diawasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Konsultan, dan LS-Pro dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya sebagai Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian RI untuk mengeluarkan SPPT-SNI.

(37)

1-812/PDN.6/SKPLBI/09/2010 tanggal 15 September 2010 yang dikeluarkan oleh Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Kementerian Perdagangan RI, sehingga dengan dimilikinya SPPT-SNI, NRP, Buku Petunjuk dan Garansi Berbahasa Indonesia, serta SKPLBI maka PT. Neo National telah berhak untuk memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” untuk selanjutnya diedarkan di pasaran.

Hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Neo National dalam mengimplementasikan SNI adalah dengan banyaknya transaction cost (pungutan liar) yang harus “diselesaikan”. Walaupun PT. Neo National menghadapi tingginya

transaction cost dalam mengimplementasikan SNI ini, tetapi PT. Neo National masih tetap berprinsip patuh terhadap hukum yang berlaku. Hambatan lain adalah dengan tidak dibimbingnya PT. Neo National oleh Kementerian Perindustrian RI yang terkait langsung dengan pengaturan SNI tersebut. PT. Neo National hanya berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara.

(38)

ke-2 pada Januari sampai dengan Februari ke-201ke-2. Dalam pengawasan tersebut, secara kasat mata dan hasil uji laboratorium ditemukan 100 (seratus) produk tidak memenuhi ketentuan : 29 (dua puluh sembilan) produk melanggar ketentuan SNI antara lain Baja Tulangan Beton (BJTB), lampu swaballast, helm, kipas angin, dan lain-lain. Untuk 13 (tiga belas) produk melanggar ketentuan Manual dan Kartu Garansi (MKG) antara lain berupa juicer, penghisap debu, dan pengering rambut. 59 (lima puluh sembilan) produk melanggar ketentuan label dalam bahasa Indonesia antara lain berupa alas kaki, thinner, mainan anak, dan pakaian jadi.15

Adapun nama-nama perusahaan yang melanggar ketentuan SNI tersebut di atas, antara lain16

1. PT. Tjipto Langgeng Abadi, produsen lampu swaballast; :

2. PT. Panca Aditya Sejahtera, produsen lampu swaballast;

3. CV. Panca Surabaya Steel, produsen Baja Tulangan Beton (BJTB);

Selain dari ketiga perusahaan di atas, masih banyak lagi produsen-produsen sebagai pelaku usaha yang diganjar tindak pidana perlindungan konsumen Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Permasalahan yang dihadapi para produsen sebagai pelaku usaha ini sebenarnya adalah berasal dari ketentuan pengaturan mengenai SNI yang diatur oleh Kementerian Perindustrian RI sementara untuk pengaturan perlindungan konsumen

15

Kementerian Perdagangan RI, “Siaran Pers : Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Pemerintah Tindak Pelaku Usaha Yang Tidak Penuhi Ketentuan”, Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan RI, disiarkan di Jakarta, Selasa, 28 Februari 2012.

16

(39)

diatur oleh Kementerian Perdagangan RI. Pada tahun 2008 kedua lembaga negara ini belum dipisahkan, bernama Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. Hal ini terlihat dengan masih adanya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi maupun Kota.17

Selain tidak adanya kepastian hukum akibat pemisahan dan penggabungan kedua instansi pemerintah tersebut di atas berakibatkan ketidakjelasan aturan perindustrian dan perdagangan yang menjadi latar belakang penelitian dilakukan. Oleh karena itu, penelitian dengan judul : “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga di Sumatera Utara (Studi pada PT. Neo National – Medan)” adalah layak dilakukan.

Mengenai pemisahan kedua kementerian ini berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Jo. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.Pembenahan instansi negara ini tentu saja dapat merugikan pelaku usaha dan konsumen sebagai pelaku pasar dikarenakan tidak adanya kepastian hukum di dalam pengaturan ketentuan di dua instansi negara ini. Pemisahan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menjadi instansi pemerintahan yang mengatur hulu dan hilir suatu produk. Kementerian Perindustrian mengatur hulunya sedangkan Kementerian Perdagangan mengatur hilirnya.

17

(40)

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat ditarik permasalahan, sebagai berikut :

1. Bagaimana keterkaitan pengaturan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan pengaturan perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

2. Apakah tindakan PT. Neo National yang memproduksi secara terbatas peralatan elektronik rumah tangga berupa Kipas Angin merk “SiJempol” untuk tujuan pengujian kelayakan mutu atau dengan kata lain untuk mengimplementasikan SNI dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

3. Bagaimana hambatan yang dialami oleh PT. Neo National dalam rangka mengimplementasikan ketentuan SNI pada produk Kipas Angin merk “SiJempol” dikaitkan dengan penegakan hukum perlindungan konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dapat dilihat dari permasalahan di atas, yaitu : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan pengaturan Standar Nasional

(41)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tindakan PT. Neo National yang memproduksi secara terbatas peralatan elektronik rumah tangga berupa Kipas Angin merk “SiJempol” untuk tujuan pengujian kelayakan mutu atau dengan kata lain untuk mengimplementasikan SNI apakah dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau tidak;

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan yang dialami oleh PT. Neo National dalam rangka mengimplementasikan ketentuan SNI pada produk Kipas Angin merk “SiJempol” dikaitkan dengan penegakan hukum perlindungan konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini nantinya akan dapat memberikan manfaat kepada pelaku usaha, konsumen, akademisi, dan instansi pemerintah terkait serta dapat memperkaya literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Ada dua manfaat yang tersirat, yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

(42)

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pelaku usaha di Indonesia dalam melakukan implementasi SNI terhadap produknya.

b. Sebagai bahan masukan bagi konsumen sebagai pelaku pasar dalam mengetahui produk bersertifikat SNI.

c. Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintahan khususnya Kementerian Perindustrian RI dan Kementerian Perdagangan RI terkait dalam hal pengaturan yang saling bertabrakan antara satu sama lain.

E. Keaslian Penelitian

(43)

Namun untuk kajian mengenai perlindungan konsumen pernah dilakukan, yaitu :

1. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan di Indonesia, oleh Abdillah Sinaga pada tahun 2009, Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pembahasan penelitian ini lebih terkonsentrasi kepada ketentuan dan standar mutu suatu produk makanan, perlindungan hukum bagi konsumen, dan pertanggung jawaban produsen sebagai pelaku usaha;

2. Analisis Terhadap Perlindungan Konsumen Listrik : Studi pada PT. PLN Ranting Dewantara di Kabupaten Aceh Utara, oleh Syukri pada tahun 2010, Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pembahasan penelitian ini hanya membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap kelistrikan yang dikuasai oleh Negara;

3. Analisis Terhadap Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Indonesia : Studi Mengenai Putusan Mahkamah Agung RI No. 1/K/PK/PDT/2003 tanggal 24 Februari 2004, oleh Hendrik P. Pardede, Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pardede pada tahun 2005. Pembahasan penelitian ini lebih kepada sifat hukum acara dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

(44)

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara adalah penelitian mengenai pembahasan dalam bidang teknik. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan apabila dikemudian hari ternyata terdapat bukti bahwa penelitian ini merupakan plagiat atau duplikasi dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori akan berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.18 Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat luas. Kadang-kadang dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan “an elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan diterima oleh ilmuwan, sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.19Seperti yang dikemukakan oleh James E. Mauch dan Jack W. Birch, sebagai berikut20

18

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994),hal. 27. : “Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn, they guide research procedures, objectives and data collection.

In (this) general sense, every thesis or disertation proposal should be based on

19

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press., 1996), hal. 126-127.

20

(45)

theory”.Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk tercapainya tujuan penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun beberapa konsep yang bersumber dari berbagai peraturan dan perundang-undangan yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini.

Welfare State Theory mengatakan : “Negara wajib memberikan perlindungan bagi warga negaranya”.21 Dalam hal perlindungan kepada warga negaranya adalah dalam bentuk pemberlakuan SNI. Pemberlakuan SNI diterapkan agar pelaku usaha yang ada di Indonesia menstandardisasikan produk-produknya sesuai dengan pengaturan Standardisasi Nasional yang diterapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Selanjutnya, menurut John Keynes : “Negara bertanggung jawab kepada kesejahteraan rakyatnya”. Oleh karena itu, gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi (staatsonthouding dan laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.22

21

Robert E. Goodin, Reason For Welfare : The Political Theory of the Welfare State, Studies in Moral, Political, and Legal Philosophy, (New Jersey : Princeton University Press, 1988), hal. 3.

Artinya pemberlakuan SNI wajib terhadap produk-produk yang berkaitan dengan keselamatan, kesehatan dan keamanan masyarakat mempunyai tujuan demi melindungi masyarakat agar

22

(46)

terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Masyarakat dalam hal ini disebut konsumen.

Teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, teori perlindungan hukum, dan teori manfaat hukum. Mengenai teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu23

1. “Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan;

:

2. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu”.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan”.

Pandangan lain disampaikan oleh Todung Mulya Lubis yang menyatakan bahwa selain kurang memadainya infrastruktur investasi, maka hambatan utama investasi di Indonesia adalah masalah kepastian hukum.24

23

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008), hal. 158.

Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kepatuhan terhadap ketertiban adalah syarat pokok untuk masyarakat yang teratur. Tujuan hukum lainnya adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban, pergaulan antar manusia dalam masyarakat harus mencerminkan kepastian hukum. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum jika terjadi suatu peristiwa. Itulah arti kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan justiciable dari

24

(47)

tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat mendapatkan sesuatu yang diharapkan dalam kedaan tertentu.25

Masyarakat mengharapkan kepastian. Dengan kepastian hukum, masyarakat akan menjadi lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum. Kepastian hukum akan memungkinkan tercapainya tujuan hukum lain, yaitu ketertiban masyarakat. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, selain menciptakan keadilan. Tujuan hukum menjadi tujuan dan isi dari suatu negara hukum modern. Indonesia, sebagai suatu Negara Hukum Modern, memiliki tujuan hukum untuk menciptakan keadilan, kepastian hukum, dan kesejahteraan bagi rakyat.26

Penerapan Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan benturan kepentingan Pemerintah RI yang mengakibatkan terdapat hambatan PT. Neo National dalam mengimplementasikan produk Kipas Angin merk “SiJempol” tersebut. Hal ini menandakan tidak terciptanya kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam melakukan investasi di dalam negeri.

Berbeda lagi bila ditinjau dengan kemanfaatan hukum dari aliran utilitarian theory yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, menyebutkan bahwa : “the greatest happines for the greatest number of people”. Teori utilitarianisme mengemukakan bahwa kebenaran dan kesalahan dari setiap tindakan seluruhnya tergantung pada hasil yang diperoleh dari suatu perbuatan. Dengan kata lain, baik niat di balik

25

Mochtar Kusumaatmadja, dalam Marwan Effendy, Kejaksaan RI : Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum”, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 33.

26

(48)

tindakan ataupun kebenaran yang fundamental dari tindakan yang dilakukan, hanya sebagai konsekuensi. Pendekatan ini sangat pragmatis terhadap pembuatan keputusan etis. Semacam estimasi rasional dari hasil dibuat dan tindakan untuk memaksimalkan manfaat terbesar bagi mayoritas orang. Tentu saja, dalam pemikiran sebagian orang, pendekatan ini sering berujung pada “tujuan membenarkan cara”.27

Tetapi lain halnya bila PT. Neo National memproduksi Kipas Angin merk “SiJempol” yang tidak ber-SNI maka yang dirugikan adalah konsumen itu sendiri. Disinilah dibutuhkan pengaturan yang bermanfaat bagi masyarakat banyak, oleh karena itu, masyarakat akan merasa terlindungi oleh ulah dari pelaku usaha nakal yang mencari keuntungan semata. Pengaturan SNI dan Perlindungan Konsumen tidak boleh saling bertentangan satu sama lain. Apabila terjadi pertentangan atau bertolak belakang maka akan menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha maupun masyarakat banyak selaku konsumen.

PT. Neo National yang sudah mendapatkan Izin Usaha Industri (selanjutnya disebut IUI) No. 532/253/IUI/TDU/VII/2010 tertanggal 27 Juli 2010 jelas sudah memiliki izin untuk memproduksi suatu barang. Hal ini dikarenakan suatu IUI diperoleh berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Ijin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruang, dan Tanda Daftar Perusahaan. Peraturan daerah tersebut merupakan turunan dari Pasal 13 Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang menyatakan bahwa :

27

(49)

“(1). Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.

(2). Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.

(3). Kewajiban memperoleh Izin Usaha Industri dapat dikecualikn bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.

(4). Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”.

Untuk ketentuan yang berada di bawahnya ditentukan oleh Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri, menyatakan bahwa : “Tata cara pelaksanaan pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan diatur lebih lanjut oleh Menteri”. Peraturan menteri yang mengatur tentang IUI adalah Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri. Untuk pelimpahan kewenangan kepada Kepala Daerah adalah terdapat pada Pasal 16 ayat (1) huruf a, yang menyatakan bahwa :

“Kewenangan pemberian : IUI, Izin Perluasan dan TDI berada pada Bupati/Walikota setempat sesuai dengan lokasi pabrik bagi jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) degan skala investasi sampai dengan Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kecuali jenis industri yang menjadi kewenangan Menteri”.

(50)

Industri, Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri. Seluruh ketentuan-ketentuan tersebut adalah peraturan yang berlaku pada PT. Neo National. Oleh karena itu, setiap peraturan tersebut sudah pasti memiliki tujuan diterapkannya. Tetapi kenyataannya kepastian hukum tidak tercapai dikarenakan kepemilikan IUI sudah ada tetapi tetap saja masih ditindak dan dipidanakan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jelas kemanfaatan hukum juga tidak terwujud karena pekerja di PT. Neo National yang begitu banyaknya membutuhkan lapangan kerja.

Uraian-uraian teoritis tersebut dipandang relevan untuk menjelaskan fenomena industri elektronik rumah tangga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Banyak pihak yang beranggapan bahwakebijakan SNI tidak konsisten dan saling bertabrakan dengan pengaturan lainnya. Lalu untuk mengkaji pandangan mana yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Teori Utility oleh Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa kegunaan hukum itu adalah demi kemaslahatan masyarakat banyak.

(51)

pihak”.28 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.29

Untuk mengetahui pelaku usaha yang tidak memenuhi SNI dalam menentukan perbuatan melawan hukumnya maka diperlukan teori hukum perlindungan konsumen, antara lain

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat yang memerlukan perlindungan hukum adalah masyarakat yang menggunakan suatu produk disebut konsumen.

30

1. “Let the buyer beware / caveat emptor; Asas ini berasumsi bahwa : :

“Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu bisa karena keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli. Sekarang mulai diarahkan menuju kepada caveat venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati)”.

2. The due care theory; Doktrin ini menyatakan bahwa :

28

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53. 29

Ibid., hal. 69. 30

(52)

“Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produknya, baik barang ataupun jasa. Selama berhati-hati, pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara a-contrario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian”.

3. The privity of contract; Prinsip ini menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan. Fenomena kontrak-kontrak standar yang banyak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha”.

4. Kontrak bukan syarat; Prinsip ini tidak mungkin dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum”.

Dalam hal adanya konsumen yang dirugikan maka beban pembuktiannya adalah berada pada konsumen itu sendiri. Hal ini disebut dengan beban pembuktian terbalik. Biasanya apabila menggugat, konsumen harus membuktikan bahwa produsen melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian di pihak konsumen. Dari perspektif konsumen akan lebih adil apabila pembuktian ada pada produsen, produsen harus membuktikan bahwa produsen telah melakukan proses produksi sesuai dengan prosedur yang ada.31

Namun, apabila dalam contoh kasus dalam penelitian ini, yaitu pelaku usaha yang memproduksi barang tidak sesuai SNI, di dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan j

31

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) cara perhitungan unit cost pada SMK Muhammadiyah 2 Surakarta dengan menggunakan metode variable costing ; (2) break even

pe) dengan material asbes mereduksi suhu di luar ruangan dengan persentase terendah 83% sedangkan atap metal mampu mereduksi suhu di luar ruangan dengan persentase

In terms of vertical displacement distribution, the distributions were similar in both static and dynamic-state conditions (Figure 5). It seems that the whole

Hasil ini menunjukan hubungan yang signifikan dengan arah korelasi negatif dan interpretasi kuat yang berarti individu yang memiliki kontrol nyeri yang baik akan

Kajian ini mencakup tentang teknik budidaya bunga gerbera dan bauran pemasaran yang meliputi empat aspek yaitu produk, harga, tempat dan promosi dalam pemasaran bunga gerbera

Komponen penting pada sepeda seperti kerangka sepeda perlu dilakukan pengujian (Chee,Liu, 2009), karena komponen ini merupakan bagian yang menahan dan menumpu

platensis terjadi pada perlakuan B yaitu dengan penambahan konsentrasi nitrat 9 ppm, hal ini terlihat dari jumlah biomassa yang tertinggi terjadi perlakuan B yaitu

Dengan demikian, pemilihan subjek foto para fotografer sebagai pelaku bisnis studio foto dengan menyertakan alat ataupun benda yang paling berpengaruh