• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Pemberdayaan Kelembagaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Medan(Studi Dekriptif tentang Pengembangan Jaringan Pemasaran UKM di Dinas Koperasi Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Program Pemberdayaan Kelembagaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Medan(Studi Dekriptif tentang Pengembangan Jaringan Pemasaran UKM di Dinas Koperasi Kota Medan)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

“Evaluasi Program Pemberdayaan Kelembagaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Medan”

(Studi Dekriptif tentang Pengembangan Jaringan Pemasaran UKM di Dinas Koperasi Kota Medan)

Oleh :

Nama : Abraham Nasution Nim : 030903064

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Abstrak

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 mengakibatkan hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK masal terhadap karyawannya. Pada saat ini, usaha besar sangat sulit menyelamatkan diri mereka dari kehancuran.

Disaat banyak usaha besar mengalami pailit didera pahitnya krisis, Usaha Kecil dan Menengah (yang selanjutnya disebut UKM) tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pemerintah menyadari bahwa UKM-lah yang menjadi penopang perekonomian bangsa selama krisis terjadi.

(4)

Pemerintah kemudian menyadari akan pentingnya pengembangan kegiatan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi dibelakang ini yakni karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan modal yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif “survive".

Kemudian, pemerintah mulai membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan kegiatan UKM. Kebijakan ini juga menuntut pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan terhadap UKM dimana pengembangan UKM diarahkan pada :

(1) Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM;

(2) Pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih murah;

(3) Memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif dan

(4) Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.

Hal ini dilakukan agar UKM mampu bersaing dalam era perdagangan bebas. (Tambunan 2002:101)

(5)

masyarakat ini harus menitikberatkan pada masyarakat itu sendiri, utamanya sektor UKM sebagai aktor utamanya. UKM dengan berbagai keterbatasannya, perlu dilakukan fasilitasi, mobilisasi dan dimotivasi secara bersama agar semakin berkembang naluri kewirausahaannya dengan upaya-upaya terpadu dan terencana. Upaya meningkatkan dan mengembangkan naluri kewirausahaan ini yang pada dasarnya sangat penting dan perlu untuk dibangun sehingga UKM bisa merespon dan mengembangkan ruang geraknya dalam berbagai bidang kegiatan usahanya. Konsep pengembangan usaha melalui penguatan UKM baik disektor manajemen dan permodalan, diharapkan mampu menjawab dan merespon kebutuhan masyarakat. Melalui upaya ini, UKM sedikit banyak akan terbantu dalam menyelesaikan permasalahan usahanya

(6)

Pemerintah Kota Medan kemudian berusaha untuk meningkatkan kesejahtreraan masyarakatnya melalui penyediaan berbagai kesempatan berusaha di bidang UKM. Namun, usaha tersebut mendapatkan kendala dari pihak UKM itu sendiri. Salah satunya adalah kendala oleh terbatasnya jaringan pemasaran UKM. Hal ini menyebabkan tehambatnya perkembangan dan pertumbuhan UKM yang telah ada di Kota Medan dan keraguan bagi masyarakat yang lain untuk mau membuka berbagai jenis kegiatan usaha yang lain.

Melihat kendala-kendala di atas, Dinas Koperasi Kota Medan merasa perlu memberdayakan UKM dengan mengembangkan dan memperkuat kelembagaan UKM yang dapat mendukung pengembangan jaringan pemasaran UKM. Adapun tindak lanjut dari kebijakan ini adalah lahirnya sebuah program pemberdayaan kelembagaan UKM di Kota Medan. Hal ini dinilai penting untuk memberikan gambaran kepada pelaku-pelaku UKM di Kota Medan tentang (1) keterkaitan antar komponen penelitian, penyuluhan, pelaku UKM, dan lembaga jasa pendukung dan (2) keterkaitan antar elemen (pelaku) pada setiap sub sistem UKM. Keterkaitan tersebut berupa keterkaitan fungsional dan institusional yang dilengkapi dengan aturan main.

(7)

Dinas Koperasi Kota Medan berharap bahwa dengan teratasinya kendala dalam pengembangan jaringan pemasaran UKM di Kota Medan, UKM yang ada mampu semakin berkembang dan bertumbuh dan masyarakat tidak lagi khawatir untuk membuka usaha-usaha kecil menengah karena kendala tersebut sehingga harapan bahwa UKM nantinya dapat berperan sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat kota Medan dapat terwujud.

Berangkat dari uraian di atas, adanya potensi UKM di Kota Medan yang dapat dikembangkan menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat kota Medan nantinya menjadikan permasalahan pemberdayaan UKM sangat menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian bagaimana pemberdayaan kelembagaan UKM dengan melakukan studi evaluasi pada pengembangan jaringan distribusi dan pemasaran UKM di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan supaya penulis dapat terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah adalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian (Arikunto, 1993:47).

(8)

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran UKM yang telah dilakukan selama ini dalam program pemberdayaan kelembagaan UKM di kota Medan?

2. Bagaimana kondisi objektif pengembangan jaringan pemasaran UKM yang mengikuti program pemberdayaan kelembagaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai suatu sasaran yang hendak dicapai, atau apa yang menjadi tujuan dari penelitian tentunya harus jelas diketahui sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan yang empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi, 2001:13). Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah ;

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana keberhasilan dari pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran UKM dan permasalahan yang timbul di dalamnya.

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Secara subjektif adalah sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif dan kritis melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun informasi tentang program pemberdayaan kelembagaan UKM, khususnya pengembangan jaringan pemasaran UKM.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi empirik terhadap studi kebijakan (konsentrasi kebijakan) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai studi evaluasi.

(10)

1.5 Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti.

Menurut Masri Singarimbun (1989:37), teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena sosial.

Berdasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori, pendapat, ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai titik tolak/landasan berfikir dalam penelitian ini.

1.5.1 Usaha Kecil dan Menengah

1.5.1.1 Pengertian Usaha Kecil Menegah (UKM)

Usaha kecil menengah (UKM) merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan struktur perekonomian nasional. Oleh karena itu berbagai upaya pemberdayaan perlu terus dilakukan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

(11)

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan UKM yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria:

1. Aset Rp Rp 50 milyar,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

2. Omzet Rp 250 milyar.

Adapun yang menjadi karakteristik UKM menurut Mintzberg, Musselman dan Hughes adalah (Situmorang dkk., 2003: 15):

1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis

2. Struktur organisasinya bersifat sederhana

3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar

4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan

5. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki 6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya

7. Kemampuan dasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas 8. Margin keuntungan sangat tipis

(12)

Sedangkan ciri-ciri usaha kecil di Indonesia menurut Sutojo (Bararualo, 2001:7):

1. Lebih dari setengah usaha kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan

2. Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha

3. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank

4. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional 5. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas

terpasang kurang dari 60%

6. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerian 7. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada

konsumen

8. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar

1.5.1.2 Jenis-Jenis UKM

(13)

1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.

2. Industri penyempurnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan.

3. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb.

4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan:

a.Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut.

b.Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir. 5. Industri perkakas tangan yang diperoses secara manual atau semi

mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.

6. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.

7. Industri barang dari tanah liat, baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.

(14)

9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi. 10.Perdagangan dengan skala kecil dan informasi.

1.5.1.3 Landasan Hukum UKM

Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh

UU No. 1 Tahun 1985.

2. Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

3. Bentuk badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas.

4. Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

5. Tata cara perijinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP).

1.5.2 Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah 1.5.2.1 Pengertian Pemberdayaan

(15)

mendelegasikan otoritas kepihak lain, (b) to give ability to or to enable adalah memberikan kemampuan untuk memberikan keberdayaan.

Pandangan ini menyatakan bahwa memberdayakan berarti membagi kekuasaan dari orang atau kelompok yang berkuasa (powerfull) kepada mereka yang tidak memilikinya (powerless) agar terjadi keseimbangan antara penguasa dan yang dikuasasi, sehingga kondisi-kondisi memperdayai tidak terjadi.

Gagasan pemberdayaan, tidak akan terlepas dari konsep “power” itu sendiri. Hanya saja, konsep power disini tidak semata-mata mengarah kepada kekuasaan, tetapi juga pada kekuatan, kemampuan atau potensi yang lebih berasal dari dalam diri orang atau kelompok yang diberdayakan.

1.5.2.3 Prinsip Pemberdayaan

Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996:249).

(16)

mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).

1.5.2.4 Proses Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran

Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya, Adi (2001:32-33) mengatakan perlu adanya intervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi yakni internesi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan organisasi sedangkan intervensi mikro adalah suatu intervensi yang dilakukan pada level individu, keluarga dan kelompok.

Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001:160) menyatakan ada 2 (dua) pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktif dilakukan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi mereka.

(17)

secara individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.

1.5.2.5 Pemberdayaan UKM

Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh kelompok masyarakat tersebut. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat bertitik berat pada pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunanan ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum.

Dalam kaitannya dengan UKM sebagai objek yang akan diberdayakan, pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi / dorongan kepada UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

Dalam hal ini, UKM berada dalam posisi yang tidak berdaya (powerless). Posisi yang demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi keterpurukan UKM. Dengan demikian, UKM harus diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of the powerless).

(18)

Pemberdayaan masyarakat demikian juga terhadap UKM, bertitik tolak untuk memandirikan UKM agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan.

Untuk memudahkan penulis memahami konsep pemberdayaan UKM penulis menyimpulkan bahwa: dari segi defenisi, penulis mengartikan pemberdayaan UKM sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh UKM. Jadi, pendekatan pemberdayaan UKM bertitik berat pada pentingnya UKM yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar pihak, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum. Dalam kaitannya dengan pelaku di bidang UKM sebagai objek yang akan diberdayakan, pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi / dorongan kepada pelaku di bidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi

(19)

meningkatkan keberdayaan (empowering) UKM dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi.

Dari segi proses, pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas UKM agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran.

Penulis juga menambahkan tujuan dari pemberdayaan UKM dimana Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil secara tegas menyatakan tujuan pemberdayaan usaha kecil adalah: (1) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah, dan (2) meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.

1.5.3 Evaluasi Kebijakan

1.5.3.1 Beberapa Definisi Mengenai Evaluasi Kebijakan

Charles O. Jones (1996:25) mengemukakan bahwa : “evaluation is an activity which can contribute greatly to the understanding and improvement of

policy development and impelementation” (evaluasi adalah kegiatan yang dapat

(20)

James E. Anderson (1984:7) mengatakan bahwa : “policy evaluation, as a functional activity, is as old as policy itself. Policy – makers and administrator

have always made judgments concerning the worth or effects of particular

policies, programs, and projects” (evaluasi kebijakan, sebagai suatu kegiatan

fungsional, adalah suatu kebijakan itu sendiri. Pengambil-pengambil kebijakan dan administrator-administrator senantiasa membuat penilaian terhadap keberhasilan atau terhadap dampak dari kebijakan-kebijakan khusus, program-program dan proyek-proyek yang dilakukan itu).

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi.

(21)

1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya.

2. Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.

3. Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah.

4. Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program.

5. Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya, evaluasi kebijakan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan kebijakan yang lebih baik.

Jones (1977) dalam Tangkilisan (2003; 25) mengemukakan bahwa evaluasi suatu kebijakan publik berarti dilakukan peninjauan ulang untuk mendapatkan perbaikan dari dampak yang tidak diinginkan.

(22)

kepatuhan dari kelompok-kelompok ketika proses implementasi berlangsung; dan terakhir bagaimana prospek ke depan dari dampak kebijakan tersebut.

Melihat pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah tahapan yang dilakukan setelah kebijakan publik tersebut diimplementasikan dimana hal ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya.

1.5.3.2 Model/Tipe Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dalam proses suatu kebijakan. Menurut Abidin (2004; 215), evaluasi secara lengkap mengandung tiga pengertian :

1. Evaluasi awal, sejak dari proses perumusan kebijakan sampai saat sebelum dilaksanakan (ex-ante evaluation);

2. Evaluasi dalam proses pelaksanaan atau monitoring;

3. Evaluasi akhir, yang dilakukan setelah selesai proses pelaksanaan kebijakan (ex-post evaluation).

Pentingnya evaluasi awal dalam proses kebijakan pada umumnya dirasakan karena setelah rumusan draft kebijakan dibuat atau disetujui masih dirasakan ada keperluan untuk melakukan sosialisasi guna memperoleh tanggapan awal dari masyarakat. Contoh yang paling jelas dapat dilihat dalam proses pembuatan sebuah undang-undang (UU).

Bersamaan dengan proses pelaksanaan ada kegiatan penilaian yang disebut monitoring. Sekalipun kedua proses itu berjalan bersamaan, monitoring tidak

(23)

untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan. Dengan monitoring diharapkan, setiap kekeliruan atau ketidakcocokan yang terjadi sebagai akibat dari kekurangan informasi pada saat formulasi kebijakan atau karena ada perubahan-perubahan yang tak terduga di lapangan, segera dapat diperbaiki dan disesuaikan. Dengan demikian kekeliruan tidak berlarut-larut sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya kegagalan. Dengan menggunakan istilah engineering, kelemahan yang diidentifikasi melalui monitoring adalah kesalahan pelaksanaan dari manusia atau human error, karena asumsi yang dipakai disini adalah, rencana atau kebijakan

yang telah dirumuskan sempurna atau perfect sifatnya. Dengan kata lain, monitoring tidak bertujuan untuk mengubah kebijakan, tetapi hanya mengadakan

penyesuaian.

Monitoring ditujukan untuk keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan

sesuai dengan target yang direncanakan. Informasi yang dihasilkan berkenaan dengan kelemahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan sehingga tidak dapat mencapai target output dari suatu kebijakan. Apakah tujuan yang dirumuskan memberi hasil akhir atau outcomes yang terbaik, tidak menjadi fokus monitoring. Monitoring berakhir pada saat target outputs tercapai. Penilaian didasarkan pada

efisiensi dan ketepatan (appropriate) dalam pemanfaatan keseluruhan faktor pendukung (supporting factors) yang ada dalam proses pelaksanaan.

(24)

itu fokusnya tidak hanya pada suatu tahap dalam proses kebijakan, tetapi pada keseluruhan proses. Karena itu, obyek yang diidentifikasi bukan sekedar kegagalan, melainkan juga keberhasilan. Kegagalan menjadi sasaran untuk diperbaiki, sementara keberhasilan menjadi contoh untuk dikembangkan. Menurut Abidin (2004; 217), informasi yang dihasilkan dari evaluasi merupakan nilai (values) yang antara lain berkenaan dengan:

1. Efisiensi (efficiency), yakni perbandingan antara hasil dengan biaya, atau (hasil/biaya).

2. Keuntungan (profitability), yaitu selisih antara hasil dengan biaya atau (hasil-biaya).

3. Efektif (effectiveness), yakni penilaian pada hasil, tanpa memperhitungkan biaya.

4. Keadilan (equity), yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian hasil (manfaat) dan/atau biaya (pengorbanan).

5. Detriments, yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal dan sebagainya.

(25)

perubahan-perubahan apa yang telah terjadi, “what differences does it make ?”. Jelasnya, di sini terdapat perbedaan fungsi di antara kedua jenis evaluasi tersebut. Sebagai konsekuensi dari perbedaan fungsi ini terdapat perbedaan pada informasi yang dihasilkan. Monitoring, menurut Dunn, menghasilkan informasi yang sifatnya empiris, berdasarkan fakta-fakta yang ada (designative claims), sementara evaluasi akhir menghasilkan informasi yang bersifat penilaian (values) dalam memenuhi kebutuhan, peluang dan/atau memecahkan permasalahan.

Lebih lanjut Tangkilisan (2003; 26) menjelaskan bahwa dalam melakukan evaluasi kebijakan publik, secara umum ada tiga aspek yang diharapkan dari seorang analis atau evaluator kebijakan, yaitu :

1. Aspek perumusan kebijakan, dimana analis atau evaluator berupaya untuk menemukan jawaban bagaimana kebijakan tersebut dibuat dan dirumuskan.

2. Aspek implementasi kebijakan, dimana analis atau evaluator berupaya mencari jawaban bagaimana kebijakan itu dilakukan.

3. Aspek evaluasi dimana analis atau evaluator berusaha untuk mengetahui apa dampak yang ditimbulkan oleh suatu tindakan kebijakan, baik dampak yang diinginkan maupun dampak yang tidak diinginkan.

(26)

dengan memenuhi syarat obyektifitas dalam pengukuran terutama terhadap tujuan dari tindakan kebijakannya.

Berbicara mengenai jenis atau tipe kebijakan, Heath (1997) dalam Tangkilisan (2003; 27) membedakan evaluasi kebijakan publik atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut :

1. Tipe evaluasi proses (process evaluation), dimana evaluasi dilakukan dengan memusatkan perhatian pada pertanyaan bagaimana program dilaksanakan ? (how did the program operate ?).

2. Tipe evaluasi dampak (impact evaluation), dimana evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah dicapai dari program ? (What did the program do ?).

3. Tipe evaluasi strategi (strategic evaluation), dimana evaluasi ini bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding dengan program-program lain yang ditujukan pada masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.

(27)

1.5.3.3 Indikator Pengukuran Evaluasi Kebijakan

Menurut Tangkilisan (2003; 28), walaupun pengukuran evaluasi tersebut bervariasi, secara umum evaluasi kinerja kebijakan tersebut mengacu empat indikator pokok yaitu indikator input, process, outputs dan outcomes.

Indikator input memfokuskan pada penilaian apakah sumberdaya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan. Indikator input ini dapat meliputi sumberdaya manusia, uang atau infrastruktur pendukung lainnya. Menurut George Edwards (Tangkilisan 2003 ; 55), sumberdaya ini terdiri dari Staf yang cukup dan memiliki keterampilan yang baik untuk melaksanakan berbagai tugas dan tanggungjawabnya dalam pekerjaan (berhubungan dengan sumber daya manusia), informasi yang menjelaskan bagaimana para implementor melakukan kebijakan (implementor perlu tahu apa yang harus dikerjakan ketika diberikan petunjuk untuk bertindak) dan bentuknya seperti data berupa peraturan pemerintah serta fasilitas yang cukup.

(28)

bernalar yang meliputi pembandingan berbagai alternatif atas dasar kemampuan masing-masing memecahkan masalah-masalah publik secara efektif. Contohnya, kebijakan kesehatan yang efektif adalah kebijakan penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dengan asumsi bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah hasil yang bernilai (tujuan). Sedangkan efisiensi adalah berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Dalam pengevaluasiannya, menurut Dunn, efisiensi hendaknya bisa menjawab pertanyaan seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam hal ini efektivitas dan efisiensi saling berkaitan erat satu dengan yang lain. Efektivitas lebih melihat kepada hasil/tujuan yang hendak dicapai sedangkan efisiensi melihat kepada berbagai usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Sementara indikator outputs (hasil), memfokuskan penilaian pada hasil atau produk yang dapat dihasilkan dari sistem atau proses kebijakan publik. Indikator hasil ini misalnya berapa orang yang berhasil mengikuti program tertentu, berapa penduduk miskin yang sudah terkover dalam kebijakan tertentu, demikian seterusnya. Dan terakhir indikator outcomes (dampak), memfokuskan diri pada pertanyaan dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan.

Perlu diketahui apakah tujuan yang dirumuskan memberi hasil akhir atau outcomes yang terbaik, tidak menjadi fokus dari evaluasi dalam proses

(29)

pemanfaatan keseluruhan faktor pendukung (supporting factors) yang ada dalam proses pelaksanaan.

1.5.4 Pemberdayaan Kelembagaan Usaha Kecil dan Menengah

Untuk memahami pemberdayaan kelembagaan usaha kecil dan menengah, maka penulis merasa perlu memahami konsep kelembagaan yang dimaksudkan.

Gunadi, di dalam Muslimin (2002:85) mengartikan kelembagaan sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma, perilaku individual dan sangat penting artinya bagi pengembangan organisasi.

Selanjutnya, Muslimin sepakat dengan para ahli bahwa kelembagaan disamakan dengan organisasi. Dimana organisasi dikaitkan dihubungkan dengan strategi, struktur dan lingkungan. Bahwa organisasi harus reaktif dan proaktif terhadap lingkungan dengan terus membuat strategi baru agar dapat terus bertahan terhadap perubahan.

Sama halnya dengan Bambang Dradjat (2006:3) menyamakan kelembagaan sebagai organisasi dan aturan main. Dimana, kelembagaan tersebut dibangun dengan mempertimbangkan tujuh prinsip dasar, sebagai berikut:

1.Prinsip kebutuhan, kelembagaan yang dibangun dibutuhkan secara fungsional. Keberadaannya tidak dipaksakan, jika fungsi-fungsi dalam setiap subsistem komponen telah memenuhi kebutuhan.

(30)

3. Prisip efisiensi, penumbuhan elemen kelembagaan harus dipilih opsi yang paling efisien, yaitu yang relatif paling murah, mudah, dan sederhana namun tetap mampu mendukung pencapaian tujuan.

4. Prinsip fleksibilitas, kelembagaan yang dikembangkan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia dan budaya setempat. Soal nama lembagapun tidak boleh dipaksakan jika sudah ada nama yang melembaga di masyarakat.

5.Prinsip manfaat, kelembagaan yang dikembangkan adalah yang mampu memberikan manfaat paling besar bagi masyarakat.

6.Prinsip pemerataan. Kelembagaan yang dikembangkan memberikan pembagian benefit (sharing system) secara proporsional kepada setiap petani dan pelaku agribisnis lainnya di pedesaan.

7.Prinsip keberlanjutan, kelembagaan yang dikembangkan diharapkan akan terus berjalan meskipun keterlibatan lembaga jasa penunjang (lembaga pemerintah daerah dan lembaga keuangan) secara langsung telah berkurang.

Ditambahkan Soekartawi didalam Muslimin (2002:85) bahwa aspek kelembagaan sangat penting terhadap pengembangan ekonomi. Dimana, kelembagaan diperlukan untuk mengkoordinasikan semua sumberdaya yang tersedia dan tersebar di dalam komunitas masyarakat menjadi satu kekuatan yang utuh yang mempunyai bargaining untuk menghadapi sistem perekonomian yang tidak kondusif bagi sebagian besar masyarakat yang tergolong miskin.

(31)

usaha manusia untuk menciptakan dan menggunakan lembaga-lembaga tertentu untuk memecahkan berbagai konflik ekonomi didalam masyarakat.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat dimengerti bahwa kelembagaan merupakan hal yang penting untuk diberdayakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Roland Bunch, dalam Cornelis Rintuh dan Miar (2005 : 3) yang menguraikan pentingnya kelembagaan untuk diberdayakan khususnya bagi UKM, karena :

1. Banyaknya masalah di UKM yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga seperti pelayanan perkreditan, pemasaran, penyebaran inovasi produk, dan lain-lain.

2. Dapat memberi kelanggengan pada UKM untuk terus dapat mengembangkan usahanya.

3. Dapat mengorganisasi UKM-UKM untuk dapat bersaing dengan pihak luar.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dan dikaitkan dengan permasalahan UKM yang akan diteliti, maka penulis menyimpulkan bahwa kelembagaan memegang peranan penting khususnya dalam pengembangan UKM, sehingga perlu diberi perhatian yang proporsional. Pemahaman prinsip dasar dinilai penting untuk membangun model kelembagaan yang menggambarkan (1) keterkaitan antar komponen termasuk penyuluhan, pelaku UKM, dan lembaga jasa pendukung dan (2) keterkaitan antar elemen (pelaku) pada setiap sub sistem UKM. Keterkaitan tersebut berupa keterkaitan fungsional dan institusional yang dilengkapi dengan aturan main.

(32)

bidang UKM agar mereka menyadari pentingnya keterkaitan antar seluruh komponen yang ada disekeliling UKM termasuk penyuluhan, pelaku UKM itu sendiri, lembaga jasa pendukung dan sub-sub sistem yang ada di UKM sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

1.5.5 Program Pemberdayaan Kelembagaan Usaha Kecil dan Menengah Dalan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Periode Tahun 2004 – 2009, UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, UKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.

Dengan perspektif peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan UKM dalam lima tahun mendatang adalah:

1. Meningkatnya produktivitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional;

2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;

3. Meningkatnya nilai ekspor produk UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;

4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

(33)

Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan UKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:

1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pemberdayaan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk:

a.memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan;

b.memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan;

c.memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi.

3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan :

(34)

b.mengembangkan UKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan UKM sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;

c.meningkatkan peran UKM dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM;

d.mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.

4. Meningkankan peran UKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

5. Membangun UKM yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk:

a.membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan UKM serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya UKM dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

b.meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada UKM; dan

(35)

Program pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam RPJM Periode Tahun 2004-2009 diarahkan pada 5 program pokok, yaitu:

1. Program penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi UKM; Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-diskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UKM.

2. Program pengembangan sistem pendukung usaha bagi UKM; Tujuan program ini adalah mempermudah, memperlancar dan memperluas akses UKM kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.

(36)

jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UKM sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang, produktivitas meningkat, wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UKM semakin berkembang.

4. Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro; Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan dan pembinaan usaha.

(37)

efektif dan mandiri; serta praktek ber-UKM yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas.

Bersamaan dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Periode Tahun 2004 – 2009 yang dikeluarkan olen Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan melihat kondisi UKM di kota Medan yang terkendala kemampuan manajerial, permodalan, pemasaran dan kewirausahaan kelompok UKM, Pemerintah Kota Medan melalui instansinya Dinas Koperasi Kota Medan melahirkan sebuah kebijakan di bidang kelembagaan yaitu dengan :

1. Meningkatkan monitoring dan evaluasi Dinas Koperasi Kota Medan terhadap UKM,

2. Meningkatkan pembinaan kelembagaan UKM.

(38)

berkualitas, lembaga gerakan UKM semakin berfungsi efektif dan mandiri, serta praktek UKM yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas.

1.5.5.1 Pengembangan Jaringan Pemasaran UKM

Didalam penelitian ini, yang dijadikan fokus penelitian oleh penulis berkaitan dengan program pemberdayaan kelembagaan UKM di kota Medan adalah pengembangan jaringan pemasaran UKM, dimana pengembangan jaringan pemasaran UKM merupakan salah satu kegiatan dalam program pemberdayaan kelembagaan UKM.

Dalam Pasal 14 UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil dirumuskan bahwa “Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran dan distribusi, sumber daya manusia, dan teknologi.

Di bidang pemasaran, dirumuskan langkah pembinaan dan pengembangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Langkah tersebut dicapai lewat pelaksanaan penelitian dan pengkajian pemasaran, menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji pasar bagi UKM. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi, serta memasarkan produk usaha kecil.

(39)

pemasaran pada UKM sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya.

Permasalahan UKM pada bidang pemasaran terfokus pada tiga hal, yaitu (1) permasalahan persaingan pasar dan produk, (2) permasalahan akses terhadap informasi pasar dan (3) permasalahan kelembagaan pendukung UKM. Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kekurangmampuan pengusaha kecil untuk membaca dan mengakses peluang-peluang pasar yang potensial dan yang memiliki prospek cerah, yang akibatnya adalah pemasaran produk cenderung statis dan monoton, baik dilihat dari segi diversifikasi produk, kualitas, maupun pasar. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan pengusaha masih lemah ditambah lagi akses terhadap informasi pasar yang kurang serta kelembagaan pendukung yang belum berperan khususnya dalam hal membantu pemasaran. Lembaga pendukung tersebut misalnya asosiasi atau instansi yang seharusnya mampu menjembatani dalam pemasaran produk UKM.

1.6. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial.(Singarimbun, 1989).

(40)

1. Evaluasi Kebijakan adalah kegiatan untuk menilai kinerja suatu kebijakan dalam proses pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran UKM didalam program pemberdayaan kelembagaan UKM. 2. Pemberdayaan UKM adalah upaya memberikan motivasi / dorongan

kepada pelaku di bidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat dan swasta sebagai pilar utama pembangunan untuk memperoleh suatu perubahan kualitas hidup yang lebih baik yang bersifat kontinue/berkelanjutan.

3. Pemberdayaan kelembagaan UKM adalah upaya untuk memberikan motivasi / dorongan kepada pelaku di bidang UKM agar mereka menyadari pentingnya keterkaitan antar seluruh komponen yang ada disekeliling UKM termasuk penyuluhan, pelaku UKM itu sendiri, lembaga jasa pendukung dan sub-sub sistem yang ada di UKM sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi

(41)

1.7 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja pendukung yang dianalisa dari variabel tersebut (Singarimbun 1995: 46). Suatu definisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel.

Evaluasi pengembangan jaringan pemasaran UKM dalam program pemberdayaan kelembagaan UKM dapat diukur dari::

1. Sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, meliputi :

a. Sumber daya manusia

b. Penyampaian/sosialisasi informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan

2. Pelaksanaan program dan strategi yang dilakukan dalam pengembangan jaringan pemasaran, yang dapat dilihat dari :

a. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pasar dan pemasaran bagi UKM.

b. Tersedianya akses terhadap informasi pasar untuk memasarkan produk, misalnya tentang produk yang diinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.

c. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran produk d. Kemitraan antara UKM dan usaha besar dalam pemasaran e. Terciptanya sarana promosi dan uji pasar bagi produk-produk

(42)

f. Mengorganisir seluruh UKM di kota Medan 3. Hasil, yang dapat dilihat dari :

a. Respon dan keterlibatan UKM terhadap program

(43)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Menurut Nawawi (1994: 73), bentuk penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang terjadi pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual.

2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang sedang diselidiki sebagaimana adanya dengan interpretasi yang rasional.

(44)

2.2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan, tepatnya pada Dinas Koperasi Kota Medan.

2.3 Tehnik Pemilihan Informan

Menurut Moleong (2000 : 90), “informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian secara faktual”.

Dalam menentukan informan, yang pertama dilakukan adalah menjabarkan ciri-ciri atau karakteristik dari populasi objek, yang dipilih adalah informan yang mengetahui dengan jelas dan sesuai dengan tujuan dari permasalahan. Oleh sebab itu, informan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran pelaksanaan dan keberhasilan proram pemberdayaan kelembagaan UKM.

Adapun yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah :

a. Pegawai Dinas Koperasi Kota Medan, sebagai informan kunci (key informan) sebanyak 3 orang yang terdiri dari:

1.Kepala Sub Dinas Koperasi dan UKM 2.Kepala Seksi Penyusunan Program 3.Kepala Seksi Bina UKM

(45)

Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan data yang di gunakan adalah: Penelitian lapangan (Field Research), yakni dengan kegiatan-kegiatan:

a. Observasi, dengan melakukan pengamatan langsung mengenai gejala-gejala yang terjadi di lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

b. Wawancara mendalam (depth-interview), dengan mengadakan

tanya jawab secara terbuka dengan key informan tentang objek permasalahan yang diteliti. Di sini, materi wawancara dipandu oleh instrumen penelitian (interview guide)

(46)

2.5. Analisa Data

Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan metode Analisis Kualitatif. Analisis Kualitatif bermakna sebagai suatu pengertian analisis yang didasarkan pada argumentasi logika. Namun materi argumentasi didasarkan pada data yang diperoleh melalui kegiatan teknik pengumpulan data. Baik studi lapangan maupun studi pustaka, didalam penganalisisannya tidak mendasarkan pada perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi pada kemampuan nalar peneliti dalam menghubung-hubungkan fakta, data dan informasi.

(47)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran umum Kota Medan

Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik Kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar (METRO), serta sebagai salah satu dari 3 (tiga) kota metropolitan terbesar di Indonesia. Realitasnya, Kota Medan kini berfungsi:

1. Sebagai pusat Pemerintahan daerah, baik pemerintah Propinsi Sumatera Utara, maupun Kota Medan, sebagai tempat kedudukan perwakilan/konsulat Negara-negara sahabat, serta wilayah kedudukan berbagai perwakilan Perusahaan, Bisnis, Keuangan di Sumatera Utara. 2. Sebagai Pusat pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat

Sumatera Utara seperti: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun TVRI, RRI, dll, termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan Swasta, khususnya pusat-pusat Perdagangan.

3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa secara regional maupun internasional.

(48)

3.1.1 Sejarah Kota Medan

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota Medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu.

Sedang dijadikanya Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota, juga sekaligus ibukota Propinsi Sumatera Utara.

3.1.2 Letak Geografis Kota Medan

(49)

terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara-nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Selain itu, secara geografis kota Medan juga didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang terletak pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Kota Medan juga memiliki posisi strategis yaitu sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun keluar negeri (ekspor-impor).

3.1.3 Jumlah Penduduk

(50)

commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan

jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian Kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

(51)

Tabel 3.1

Distribusi Penyebaran Penduduk di Kota Medan Tahun 2005

No Kecamatan Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk

Jumlah Total 151 960.477 966.043 1.926.520 Sumber : BPS, 2005

3.1.4 Perekonomian Kota Medan

(52)

daerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan dicapai oleh Provinsi Sumatera Utara maupun Nasional.

Walaupun Kota Medan sempat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun 1998 (- 20%), namun selama tahun 2001 – 2005, ekonomi Kota Medan dapat tumbuh kembali rata – rata sebesar 5,19%. Ini merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya (dalamnya), krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan Kota Medan khususnya, namun secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan Kota Medan memiliki kemampuan untuk sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut.

(53)

Tabel 3.2: Indikator Perekonomian Kota Medan

INDIKATOR UTAMA EKONOMI KOTA MEDAN

KETERANGAN TAHUN

Penduduk 2.006.142 jiwa

PDRB 24,5 trilyun

Pertumbuhan ekonomi 5,49 %

Income perkapita Rp. 12.500.000

Tingkat inflasi 6,64 %

Jumlah tenaga kerja produktif 682.826 jiwa Tingkat pengangguran 13,01 % Total of export (FOB, 000 US$) 2.229.125 Total of import (CIF, 000 US$) 679.000,00

Major export : Lemak dan minyak nabati/ hewani, udang, kerang, kayu lapis, aluminium, barang kesenian, ciklat, kopi, mineral mentah, dll.

Major import : Impor barang modal (suku cadang/ asesoris kendaraan bermotor, mesin/ peralatan industri khusus, alat elektronik, dll) impor barang konsumsi, (makanan ternak, beras, aluminium, sayur segar, tembakau, dll)

Partner : Malaysia, Jerman, Inggris, Singapura, RRC, Belanda, Taiwan, Hongkong, dll.

Sumber: Dinas perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, 2003

3.2 Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan

3.2.1 Sejarah Singkat Dinas Koperasi Kota Medan.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas di lingkungan Kota Medan, maka Dinas Koperasi adalah salah satu dari unit kerja pemerintahan Kota Medan yang awalnya merupakan gabungan dari eks Dinas Perindustrian Kota Medan dengan eks Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

(54)

3.2.2 Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan.

Dalam menjalankan suatu perusahaan baik instansi pemerintah maupun swasta membutuhkan adanya suatu struktur organisasi untuk uraian tugas yang jelas. Demikian pula dengan Dinas Koperasi Kota Medan, sejalan dengan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan, Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan memiliki susunan Organisasi sebagai berikut:

1. Kepala Dinas

2. Bagian Tata Usaha terdiri dari: a. Sub Bagian Umum. b. Sub Bagian Kepegawaian. c. Sub Bagian Keuangan. 3. Sub Dinas Program terdiri dari:

a. Seksi Penyusunan Program

b. Seksi Informasi, Monitoring, dan Evaluasi c. Seksi Pelaporan.

4. Sub Dinas Koperasi dan UKM terdiri dari: a. Seksi Bina Kelembagaan

b. Seksi Bina Koperasi c. Seksi Bina UKM.

5. Sub Dinas Permodalan dan Simpan Pinjam terdiri dari: a. Seksi Permodalan.

b. Seksi Simpan Pinjam.

(55)

Gambar 3.1

(56)

Dengan adanya struktur organisasi ini, setiap pegawai akan dapat memahami secara jelas apa tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya dan tanggung jawabnya, sejauh mana wewenang yang ada padanya sehingga dalam melaksanakan tugasnya dapat lebih efisien dan akan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap tujuan perusahaan dan kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh kantor tersebut.

Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Kota Medan adalah sebagai berikut:

a. Tugas Pokok Dinas Koperasi Kota Medan

Tugas pokok Dinas Koperasi Kota Medan adalah membantu Walikota Medan dalam melaksanakan tugas otonomi, tugas dekonstrasi dan tugas pembantuan di bidang koperasi.

b. Fungsi Dinas Koperasi Kota Medan

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Menyiapkan konsep kebijakan daerah, ketentuan dan standar

pelaksanaan tugas-tugas dinas dalam pemberdayaan kelembagaan dan usaha koperasi, kerjasama dan fasilitas koperasi dan usaha kecil menengah.

(57)

3. Penyelenggaraan koordinasi dan kerja sama kemitraan dengan pihak terkait dalam pembangunan dan peningkatan usaha koperasi/usaha kecil menengah sesuai dengan ketentuan standar yang ditetapkan. 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dan

fungsinya.

5. Pemberian masukan yang perlu kepada Walikota sesuai dengan bidang dan fungsinya.

6. Pelaporan dan pertanggunganjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.2.4 Personil Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan

Sebelum dirubah menjadi Dinas Koperasi Kota Medan yang berada dalam lingkungan Pemerintah Kota Medan, Dinas Koperasi Kota Medan merupakan Kantor Koperasi yang berada di bawah Departemen Koperasi. Oleh karena itu sebagian besar personil Dinas Koperasi adalah Pegawai Kantor Koperasi sebelumnya.

(58)

a. Pegawai Dinas Koperasi Kota Medan menurut Tingkat Pendidikan/Golongan.

Jumlah Pegawai Dinas Koperasi Kota Medan menurut tingkat pendidikan/golongan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Pegawai Dinas Koperasi Berdasarkan Pendidikan/Golongan.

No. Pendidikan G o l o n g a n Jumlah

I II III IV

1. SLTP - 6 - - 6

2. SLTA - - 10 - 10

3. D3 - - 4 - 4

4. S-1 - - 10 - 10

5. S-2 - - 2 - 2

J U M L A H - 6 26 - 32

Sumber : Dinas Koperasi Kota Medan

b. Pegawai Dinas Koperasi Berdasarkan Pendidikan Kedinasan/ Penjenjangan Karir.

(59)

Tabel 3.4

Jumlah Pegawai Dinas Koperasi Kota Medan Berdasarkan Pendidikan Kedinasan/Penjenjangan Karir

No. Pendidikan Kedinasan/ Penjenjangan Karir

Jumlah

1. LAN -

2. ADUM / SEPADA 9

3. ADUMLA / SEPALA 1

4. SEPAMA / SEPADAYA 2

J U M L A H 12

Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan

3.2.5 Visi dan Misi Dinas Koperasi Kota Medan A. Visi Dinas Koperasi Kota Medan

Merupakan gambaran, sikap mental dan cara pandang jauh kedepan mengenai Dinas Koperasi Kota Medan untuk Dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Berdasarkan gagasan ini maka visi Dinas Koperasi Kota Medan adalah:

“Terwujudnya koperasi dan usaha kecil menengah yang unggul,

mandiri dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian

Kota Medan.”

B. Misi Dinas Koperasi Kota Medan

(60)

termasuk peran yang harus diambil, apa program yang harus dilaksanakan dan apa hasil yang ingin diwujudkan oleh Dinas Koperasi Kota Medan

Berdasarkan pemahaman tersebut dan berdasarkan visi yang telah dirumuskan di atas, maka misi Dinas Koperasi Kota Medan adalah:

1. Memberdayakan Koperasi dan usaha kecil menengah di Kota Medan 2. Mengembangkan pola kemotraan bagi koperasi dan usaha kecil menengah

di Kota Medan.

3.2.6 Kebijakan Dinas Koperasi Kota Medan

Kebijakan Dinas Koperasi Kota Medan merupakan pedoman berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan Dinas Koperasi. Dengan kata lain, kebijakan Dinas Koperasi merupakan himpunan keputusan mengenai cara pelaksanaan strategi, mekanisme tindakan lanjutan untuk pencapaian tujuan dan sasaran, serta kondisi-kondisi yang dapat mendukung implementasi keputusan yang ditetapkan Dinas Koperasi. Bertolak dari hal ini, maka kebijakan-kebijakan Dinas Koperasi adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan di bidang kelembagaan

a. Meningkatkan monitoring dan evaluasi Dinas Koperasi Kota Medan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah.

b. Meningkatkan pembinaan kelembagaan koperasi dan usaha kecil dan menengah.

2. Kebijakan di bidang peningkatan modal usaha

(61)

3. Kebijakan di bidang pengadaan data base koperasi dan usaha kecil menengah

a. Meningkatkan pengumpulan dan pengolahan data koperasi dan usaha kecil menengah yang ada di Kota Medan.

3.2.7 Program Prioritas dan Program Tahunan Dinas Koperasi Kota Medan

Program merupakan kumpulan kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh bidang-bidang dan bagian organisasi guna mencapai tujuan dan sasaran. Hal-hal yang menjadi landasan penetapan program kerja Dinas Koperasi Kota Medan adalah:

1. Memperhatikan kepentingan masing-masing sub Dinas dan bagian

2. Memperhatikan Propenas, Propeda, dan Renstra Pemerintah Kota Medan. 3. Mempertimbangkan keadaan masa kini dan masa mendatang.

4. Memperhatikan skala prioritas yang menunjang visi dan misi.

Adapun yang menjadi program prioritas dari Dinas Koperasi Kota Medan antara lain:

1. Mewujudkan koperasi dan usaha kecil menengah yang unggul dan sejahtera.

2. UKM yang mampu mengembangkan dirinya sehingga dapat menjadi dasar dan cikal bakal usaha besar.

3. Menciptakan Koperasi dan UKM yang dapat mandiri secara ekonomi. 4. Meningkatkan monitoring dan evaluasi Dinas Koperasi Kota Medan

(62)

5. Meningkatkan pembinaan kelembagaan koperasi dan usaha kecil dan menengah.

6. Penguatan modal koperasi dan usaha kecil menengah.

(63)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Pada bab ini penulis akan menyajikan deskripsi dari data yang diperoleh melalui penelitian dilapangan melalui metode-metode pengumpulan data yang disebutkan pada bab terdahulu. Demikian juga halnya, permasalahan utama yang hendak dijawab dalam bab ini adalah bagaimana pengembangan jaringan pemasaran UKM yang telah dilakukan selama ini didalam program pemberdayaan kelembagaan UKM di kota Medan?

(64)

1. Kepala Sub Dinas Koperasi dan UKM : Bapak Andi Rachmat 2. Kepala Seksi Penyusunan Program : Bapak Hormat Karo-Karo 3. Kepala Seksi Bina UKM : Bapak Warista Kaban

Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan pengusaha UKM, dimana didalam penelitian ini mereka adalah pihak yang akan diberi daya melalui program pemberdayaan kelembagaan UKM ini. Oleh karena keterbatasan waktu dan dana, penulis hanya mewawancarai 5 orang pengusaha UKM yang dipilih secara acak. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengetahui secara realistis/kondisi yang sebenarnya yang terjadi di lapangan sehubungan dengan pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran yang telah dilakukan oleh Dinas Koperasi menurut pendapat/opini pengusaha UKM yang merasakan langsung manfaat dari pelaksanaan program dan kegiatan tersebut. Bisa saja dalam hal ini diperoleh pendapat/tanggapan yang berbeda dari pihak Dinas Koperasi sebagai pihak yang memberdayakan dengan pihak UKM sebagai pihak yang diberi daya.

5.1. Identitas Informan

(65)

lengkap dan berkualitas, lembaga gerakan UKM semakin berfungsi efektif dan mandiri, serta praktek UKM yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas.

Pada prinsipnya di dalam melakukan pemberdayaan kelembagaan UKM ada dua unsur utama yang terlibat yaitu pihak yang memberdayakan (Dinas Koperasi) dan unsur yang diberdayakan (UKM). Keterlibatan kedua pihak ini sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal.

Atas realitas tersebut selanjutnya kedua unsur itu dijadikan sebagai informan (pemberi informasi) dalam penelitian yang selanjutnya diuraikan sebagai berikut :

Merupakan unsur pemerintah kota Medan yang memiliki tugas membantu walikota Medan dalam melaksanakan tugas otonomi, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang koperasi dan UKM. (unsur yang memberdayakan)

Merupakan unsur pelaku bisnis yang memiliki modal kecil sesuai dengan kriteria UU No. 9 tahun 1995. (unsur yang diberdayakan)

(66)

Dinas Koperasi adalah merupakan salah satu dari unit kerja pemerintahan Kota Medan yang diorientasikan untuk tugas pembantuan di bidang koperasi dan UKM khususnya dalam usaha memberdayakan koperasi dan UKM melalui program-program dan kegiatan pemberdayaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

UKM adalah merupakan unsur yang bergerak di bidang bisnis yang memiliki posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia khususnya di Kota Medan yang memiliki berbagai keterbatasan dalam mengembangkan usahanya, baik itu keterbatasan modal, manajemen, pemasaran, SDM, maupun kelembagaan yang perlu diberdayakan agar mampu menjadi tulang punggung perekonomian.

5.2.1 Komposisi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2

Komposisi Informasi Berdasarkan Jenis Kelamin

No UNSUR JUMLAH Jumlah

Sumber: Data Primer, 2007

(67)

disimpulkan bahwa masih sangat sedikit perempuan jika dibanding dengan laki-laki yang menduduki jabatan-jabatan dan posisi strategi dan manajerial.

5.2.2 Komposisi Informan Berdasarkan Strata Pendidikan Tabel 5.3

Komposisi Informan berdasarkan Strata Pendidikan

No UNSUR PENDIDIKAN Jumlah

Sumber: Data Primer, 2007

(68)

5.2.5 Komposisi Informan Berdasarkan Lama Bekerja Pada Profesi Masing-Masing

Tabel 5.4

Komposisi Informan Berdasarkan Lama Bekerja Pada Profesi Masing-Masing

No Unsur Lama Bekerja Jumlah

(69)

Dinas Koperasi memadai untuk melakukan pemberdayaan. Komposisi-komposisi informan senior-junior ini cukup untuk memberikan informasi yang memadai bagi penelitian ini.

4.2.1. Hakekat Program Pemberdayaan Kelembagaan UKM

Menurut Hubeis (1997), pengembangan bisnis oleh perusahaan (termasuk industri kecil) pada awalnya ditentukan oleh kemampuan untuk mengidentifikasi (diagnosis) pengelolaan produksi (metode dan kerjasama tim) atas faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) melalui analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats). Dengan analisis ini didapatkan tahapan seperti menilai keadaan,

menentukan tujuan dan memutuskan (pemilihan dan evaluasi kegiatan).

(70)

praktek UKM yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas.

4.2.3 Variabel Penelitian Evaluasi Program Pemberdayaan Kelembagaan

4.2.3.1 Sumber Daya Pendukung dan Bahan-Bahan Dasar yang diperlukan Untuk Melaksanakan Kebijakan

4.2.3.1.1 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia ini mencoba melihat kepada kemampuan dan keterampilan aparatur pemerintah dalam melaksanakan pekerjaannya. Berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran UKM didalam program pemberdayaan kelembagaan UKM, maka penelitian lebih dikhususkan kepada pemahaman aparatur pemerintah daerah terhadap isi program, ketersediaan unit-unit/bagian-bagian yang mampu mengkoordinir pelaksanaan kegiatan pengembangan jaringan pemasaran UKM dan melihat kepada usaha-usaha Pemerintah Daerah dalam memboboti aparatur/pegawai tentang kemampuan dan pengetahuan di bidang perpajakan daerah.

(71)

Koperasi dengan menanyakan, apakah bapak memahami program pemberdayaan kelembagaan UKM.

Dari hasil wawancara dapat diperoleh gambaran bahwa sebenarnya Dinas Koperasi sudah memahami betul permasalahan UKM sehingga melahirkan program pemberdayaan kelembagaan UKM. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan-pernyataan dari semua informan yang diwawancarai sebagai berikut Pertama, Bapak Hormat Karo-Karo (Kepala Seksi Penyusunan Program), yang mana bagian ini lah yang merancang program pemberdayaan kelembagaan UKM di Kota Medan, mengemukakan pendapatnya tentang program pemberdayaan kelembagaan UKM:

“Pertumbuhan UKM di Kota medan saat ini telah berkembang pesat, namun tetap saja permasalahan mereka adalah persoalan manajerial, permodalan, dan kewirausahaan kelompok UKM yang kami lihat muncul sebagai akibat dari lemahnya kelembagaan UKM itu sendiri. Dimana kelembagaan UKM tersebut mencakup faktor internal dan eksternal UKM yang saling berkaitan sehingga akhirnya mencakup seluruh persoalan UKM”.

Selanjutnya, hal senada disampaikan oleh Bapak W. Kaban (Kepala Seksi Bina UKM), yang mana bagian inilah yang bersentuhan langsung dengan UKM, terkait program pemberdayaan kelembagaan UKM di kota Medan:

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2: Indikator Perekonomian Kota Medan
Gambar 3.1
Tabel 3.3
+6

Referensi

Dokumen terkait

 Bagian yang membahas biaya pokok dari suatu pusat administrative atau pendukung tersebut termaksud biaya untuk “tetap berada dalam bisnis (being in business)” ditambah

Pendapatan industri rumah tangga olahan cokelat Choco Craft setiap bulannya dapat diperoleh dengan mencari selisih antara total penerimaan usaha dengan total biaya

Pegumuman ini mendahului persetujuan APBN DIPA Tahun Anggaran 2015 5 5 5 sehingga apabila sehingga apabila sehingga apabila sehingga apabila dana dalam dokumen anggaran

Abstract: This research aims to know students’ ability in getting their feeling involved and to knowthe effect of the conformity of their verbal and nonverbal

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : (1) Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberikan pembelajaran

sebelum kegiatan remediasi pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol; 2) Melaksanakan kegiatan remediasi dengan menerapkan CCT berbantuan PhET simulation dan

menunjukkan perbedaan rerata panjang trikoma ( abaksial ) daun jati ( Tectona grandis L.) pada umur 12 MST yang ditanam pada tanah pascatambang emas Bombana dengan