• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KINERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KINERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN BOYOLALI

DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN

Oleh :

NUNING HERVINA D1109019

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

(4)

commit to user

iv

MOTTO

Pelajarilah Ilmu karena Allah, Menuntutnya adalah ibadah,

Mempelajarinya adalah Tasbih, Mencarinya adalah Jihad,

Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah

Shadaqah, Menyerahkan kepada ahlinya adalah Taqarrub.

Ilmu adalah teman dekat dalam kesendirian dan sahabat dalam

kesunyian.

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta

Mas Nugroho Edy Susanto, SE

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur selalu tercurah kepada Allah SWT dan Rosul-Nya Nabi

Muhammad SAW yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya

kepada setiap umat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang

berjudul “Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam

Pemberdayaan UKM Produk Unggulan”, ini dengan baik dan lancar.

Skripsi ini disusun sebagai syarat guna mendapatkan gelar Sarjana pada

Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sebelas Maret. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan

serta bimbingan dari berbagai pihak. Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan

kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Ali, M.Si., selaku pembimbing, yang dengan penuh kesabaran

telah memberikan bimbingan, dorongan, dan pengarahan sehingga

penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Akademis.

3. Bapak Drs. Pawito, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi, yang telah memberi bekal

ilmu pengetahuan selama penulis menempuh kuliah.

5. Ir. Budiwiryawan, MT selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten

Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Dinas

Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali.

6. Bapak Laksono Pujianto, B.Sc selaku Kepala Seksi Bina Kelembagan UKM

Kabupaten Boyolali yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan

penulis.

7. Bapak Haryadi Bambang Mantri, SH selaku Kepala Seksi FasilitasiUsaha dan

(7)

commit to user

vii

banyak membantu dan berbagi informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh

penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Bapak Ir. Agus Joko Mulyanto, MM, selaku Kepala Seksi Bidang Permodalan

yang telah memberikan ijin dan memberikan informasi yang dibutuhkan

penulis.

9. Ibu Tri Budi Hastuti, S.sos yang telah memberikan informasi dan data-data

yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini

10.Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih sangat

banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap

semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2011

(8)

commit to user

d. Indikator Pengukuran Kinerja ... 27

2. Tinjauan Tentang Tinjauan Tentang Pemberdayaan ... 42

a. Pengertian Pemberdayaan ... 42

b. Indikator Pemberdayaan ... 45

(9)

commit to user

ix

d. Tahapan dalam Pemberdayaan ... 47

3. Tinjauan Tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 48

4. Tinjauan Tentang Produk Unggulan ... 51

5. Tinjauan tentang pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah .... 52

B. Kerangka Pemikiran ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 61

1. Gambaran UmumWilayah Kabupaten Boyolali ... 69

2. Profil Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali ... 71

a. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali 71 b. Susunan Organisasi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali ... 72

c. Tugas Pokok, Fungsi, Tujuan, dn sasaran Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali ... 73

(10)

commit to user

x

e. Formasi Kepegawaian Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten

Boyolali ... 90

f. Struktur organisasi ... 94

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 95

1. Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali Dalam

pemberdayaan UKM Produk Unggulan ... 95

a. Indikator Produktivitas ... 96

1. Kegiatan atau program yang dilakukan Dinas Koperasi dan

UMKM Kabupaten Boyolali Dalam pemberdayaan UKM

Produk Unggulan ... 96

2. Kesesuaian hasil yang diperoleh dengan target yang telah

ditetapkan sebelumnya ... 110

b. Indikator Responsivitas ... 114

c. Indikator Akuntabilitas ... 119

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Koperasi dan

UMKM Kabupaten Boyolali Dalam pemberdayaan UKM Produk

Unggulan ... 122

a. Faktor yang Mendukung ... 122

b. Faktor yang Menghambat ... 125

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 130

B. Saran ... 133

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Data Perkembangan Usaha Kecil Tahun 2009 dan Tahun 2010 ... 5

Tabel I.2 Data Perkembangan Usaha Menengah Tahun 2009 dan Tahun 2010 5

Tabel I.3 Data Pembinaan dan Pengembangan Bidang Produksi dan

Pengolahan Tahun 2010 ... 6

Tabel I.4. Data Jumlah UMKM dan Koperasi Produk Unggulan Kabupaten

Boyolali di masing-masing wilayah kecamatan Tahun 2010 ... 7

Tabel II.1 Pengelompokan Kegiatan Usaha Ditinjau dari Jumlah Pekerja... 50

Tabel IV.1 Formasi Pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 91

Tabel IV.2 Formasi Pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Berdasarkan Tingkat Golongan……….. ... 92

Tabel IV.3 Formasi Pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93

Tabel IV.4 Data Jumlah UMKM dan Koperasi Produk Unggulan Kabupaten

Boyolali di masing-masing wilayah kecamatan Tahun 2010 ... 98

Tabel IV.5 Data Peserta Pelatihan Manajemen Pemasaran Tahun 2009 dan

Tahun 2010……… 104

Tabel IV.6 Data Omset Bidang Produksi dan Pengolahan Produk Unggulan

Tahun 2010 Kabupaten Boyolali ………105

Tabel IV.7 Data target pelatihan dan realisasi Dinas Koperasi dan UMKM

Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk Unggulan

dari tahun 2008-2010………..111

Tabel IV.8 Target Keikutsertaan Pameran dan Realisasi Dinas Koperasi dan

UMKM Kabupaten Boyolali dalam Pemberdayaan UMKM Produk

(12)

commit to user

xii

Tabel IV.9 Target pemberian bantuan peralatan dan Realisasi Dinas Koperasi dan

UMKM Kabupaten Boyolali dalam Pemberdayaan UMKM Produk

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM

Kabupaten Boyolali Dalam Pemberdayaan UKM Produk Unggulan 60

Gambar III.1 Model Analisis Interaktif ... 68

Gambar IV.1 Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten

Boyolali ... 94

(14)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Nuning Hervina, D1109019, KINERJA DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, karena dinilai tahan banting dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda bangsa ini. Kabupaten Boyolali mempunyai potensi untuk berkembangnya keberadaan UKM Produk Unggulan mengingat melimpahnya sumber daya alam yang tersedia. Dari tahun ke tahun jumlah UKM Produk Unggulan terus meningkat. Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab atas pemberdayaan UKM Produk Unggulan di Kabupaten Boyolali, yang diharapkan mampu mengupayakan pemberdayaan UKM Produk Unggulan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk Unggulan dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk Unggulan dalam penelitian ini dilihat dari indikator pengukuran kinerja yaitu Produktivitas, Responsivitas, dan Akuntabilitas.

Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif yang menggambarkan keadaaan senyatanya. Sumber datanya meliputi data lansung dari narasumber atau informan serta dari dokumen atau arsip mengenai pemberdayaan UKM Produk Unggulan yang Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Teknik pengumpulan data adalah dengan cara wawancara dan dokumentasi. Uji validitas data adalah dengan teknik trianggulasi data yaitu dengan menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan Teknik Analisis Interaktif.

(15)

commit to user

xv

ABSTRACT

NUNING HERVINA, D1109019, THE PERFORMANCE SERVICE DISTRICT

COOPERATIVE AND SMEs IN EMPOWERMENT BOYOLALI

OUTSTANDING SME. Thesis. Department of Administrative Science Program Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta, 2011.

SMEs have contributed substantial employment opportunity, as it is considered resilient in the face of economic crisis in this nation. Boyolali District has the potential for development of SME Products Top considering the existence of abundant natural resources that are available. From year to year the number of SMEs Competitive Products continues to increase. Department of Cooperatives and SMEs Boyolali District is a public organization responsible for the empowerment of SMEs in the District Boyolali Featured Products, which is expected to seek the empowerment of SMEs Competitive Products.

The purpose of this study was to determine the performance of Cooperatives and SMEs Boyolali district in the empowerment of SMEs and Competitive Products to determine the factors that affect performance. Performance of Cooperatives and SMEs Boyolali Competitive Products in the empowerment of SMEs in this study seen from the indicators of performance measurement namely productivity, responsiveness, and accountability.

This was a descriptive qualitative depicting actual circumstances. Of Data sources include data directly from the source or informant as well as from documents or records regarding the empowerment of SMEs Products Top the sampling method used is purposive sampling is to select informants who know and can be trusted to be a source of data. Data collection techniques is by way of interviews and documentation. Test the validity of data is the data triangulation technique is to examine similar data from various sources. Data analysis techniques used were the Interactive Analysis Techniques.

(16)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 mengakibatkan

hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal

terhadap karyawannya. Pada saat ini, usaha besar sangat sulit menyelamatkan diri

mereka dari kehancuran. Disaat banyak usaha besar mengalami pailit didera

pahitnya krisis, Usaha Kecil dan Menengah (yang selanjutnya disebut UKM) tetap

bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. Dalam situasi dan kondisi

ekonomi yang belum kondusif ini, pemerintah menyadari bahwa UKM-lah yang

menjadi penopang perekonomian bangsa selama krisis terjadi. UKM memegang

peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha

(establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Adapun tiga alasan

yang mendasari Negara berkembang, belakangan ini memandang pentingnya

keberadaan UKM, antara lain :

1. Karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga

kerja yang produktif.

2. Sebagai bagian dari dinamikanya, UMKM sering mencapai peningkatan

produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi.

3. Karena sering diyakini bahwa UMKM memiliki keunggulan dalam hal

fleksibilitas ketimbang usaha besar. Ini dibuktikan dari banyaknya usaha kecil

(17)

commit to user

menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung

pendapatan rumah tangga. (www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen.pdf)

Mengingat UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam penyerapan

tenaga kerja, maka pemberdayaan UKM harus dilakukan diseluruh wilayah di

Indonesia. Desentralisasi menuntut pemerintah di setiap daerah dapat

mengembangkan potensi wilayahnya sebagai penunjang PAD (Pendapatan Asli

Derah). upaya memajukan suatu daerah bukan hanya tanggung jawab pemerintah,

tetapi juga memerlukan partisipasi berbagai pihak seperti stake holder,

masyarakat, termasuk pelaku usaha itu sendiri.

Berdasarkan UU N0. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU

No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah

yang tujuan pokoknya adalah memberikan keleluasaan pada daerah untuk

mengurus rumah tangganya sendiri serta memberikan perimbangan yang baik

antara keuangan pusat dan daerah dengan meningkatkan dan memberdayakan

kemampuan perekonomian daerah masing-masing, maka UKM dituntut untuk

mampu melaksanakan kewenangan tersebut. Dengan demikian, setiap daerah

dapat mengupayakan tindakan-tindakan produktif yang dapat memacu

peningkatan pendapatan asli daerah, salah satunya dengan pemberdayaan UKM di

masing- masing daerah. Dengan adanya pemberdayaan tersebut dapat membuat

UKM untuk lebih baik dan memacu tumbuhnya usaha – usaha lainnya.

Pemerintah kemudian menyadari akan pentingnya pengembangan kegiatan

UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif penting yang mampu

(18)

commit to user

Argumentasi ekonomi belakangan ini yakni karena UKM merupakan kegiatan

usaha dominant yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM

merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu

pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan modal besar dan dalam

periode krisis selama ini UKM relatif “survive”. Kemudian, pemerintah mulai

membuat kebijakan- kebijakan yang bisa mendukung pengembangan kegiatan

UKM. Kebijakan ini juga menuntut pemerintah daerah untuk melakukan

pengembangan terhadap UKM dimana pengembangan itu diarahkan pada : (1).

Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2). Pengembangan

lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal

yang transparan dan lebih murah; (3). Memberikan jasa layanan pengembangan

bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif dan (4). Pembentukan aliansi

strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia

maupun di luar negeri. Hal ini dilakukan agar UKM mampu bersaing dalam era

perdagangan bebas. (repository.usu.ac.id/bitstream.pdf)

Sebagai langkah yang paling tepat untuk upaya perbaikan ekonomi adalah

upaya pengembangan masyarakat guna menumbuhkembangkan usaha ekonomi

masyarakat yang berupa UKM dalam rangka pemenuhan kebutahan pokok dan

peningkatan pendapatan (income generating). Pengembangan usaha ekonomi

masyarakat ini harus menitikberatkan pada masyarakat itu sendiri, utamanya

sektor UKM sebagai aktor utamanya. UKM dengan berbagai keterbatasannya,

perlu dilakukan fasilitasi, mobilisasi dan dimotivasi secara bersama agar semakin

(19)

commit to user

Upaya meningkatkan dan mengembangkan naluri kewirausahaan ini yang pada

dasarnya sangat penting dan perlu untuk dibangun sehingga UKM bisa merespon

dan mengembangkan ruang geraknya dalam berbagai bidang kegiatan usahanya.

Konsep pengembangan usaha melalui penguatan UKM baik disektor manajemen

dan permodalan, diharapkan mampu menjawab dan merespon kebutuhan

masyarakat. Melalui upaya ini, UKM sedikit banyak akan terbantu dalam

menyelesaikan permasalahan usahanya Di tingkat daerah, khususnya Kabupaten

Boyolali, kita dapat melihat bahwa secara umum pertumbuhan perekonomian

Kabupaten Boyolali tidak terlepas dari kontribusi UKM.

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu Kabupaten Boyolali di Propinsi

Jawa Tengah dengan luas wilayah 1.015.101 km2 terdiri dari 19 kecamatan dan

267 desa, sebagian besar merupakan daerah pertanian juga masing-masing

wilayah mempunyai potensi yang dapat dijadikan sebagai produk unggulan.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang diusahakan oleh masyarakat meliputi

berbagai jenis usaha dan tersebar di 19 wilayah kecamatan. Berdasarkan data

Dinas Koperasi dan UMKM tingkat perkembangan usaha kecil maupun usaha

menengah menunjukkan peningkatan tiap tahun, seperti terlihat dalam tabel 1.1

(20)

commit to user

Tabel I.1

Perkembangan Usaha Kecil Tahun 2009 dan 2010 Kabupaten Boyolali

No Uraian 2009 2010 Perkembangan

(%)

1 Jumlah Pengusaha Kecil 20.922 21.131 0,9 % 2 Jumlah Tenaga Kerja 146.454 147.917 0,9 %

Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Sedangkan perkembangan Usaha Menengah terlihat dalam Tabel 1.2

sebagai berikut :

Tabel I.2

Perkembangan Usaha Menengah Tahun 2009 dan 2010 Kabupaten Boyolali

No Uraian 2009 2010 Perkembangan

(%)

1 Jumlah Pengusaha

Menengah 5230 5283 0.53 %

2 Jumlah Tenaga Kerja 104.600 105.660 10.6 %

Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Dari dua tabel diatas dapat dilihat bahwa UKM di Kabupaten Boyolali

selalu mengalami peningkatan baik dari jumlah pengusaha maupun jumlah tenaga

kerjanya. Jenis usaha yang ada pun bermacam-macam yang kesemuannya selalu

mengalami perkembangan. Macam-macam usaha yang ada tersebut ada dalam

daftar pembinaan dan pengembangan bidang produksi dan pengolahan dapat

(21)

commit to user

Tabel I.3

Data Pembinaan dan Pengembangan Bidang Produksi dan Pengolahan Produk Unggulan

Tahun 2010 Kabupaten Boyolali No Jenis Industri Unggulan

Jumlah

4 Meubel dan Pengolahan

Kayu 4396

145.833

(Buah) 2.111

5 Tembakau Rajangan Dan

Asap 554

Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Perkembangan UKM di kabupaten Boyolai secara signifikan terus eksis

dan berkembang. Dari berbagai jenis sektor UKM Unggulan di Kabupaten

Boyolali, peneliti tertarik untuk meneliti sektor UKM Produk Unggulan (

Kerajinan Tembaga, Minyak Atsiri,dan Susu Sapi) dengan pertimbangan karena

UKM ini merupakan unggulan di Kabupaten Boyolali, yang banyak memberikan

andil besar untuk penerimaan devisa dan pemasukan pajak daerah. Berikut ini

adalah data mengenai jumlah UKM Produk Unggulan di Kabupaten Boyolali

(22)

commit to user

Tabel I.4

Data jumlah UMKM dan Koperasi Produk Unggulan Kabupaten Boyolali di masing-masing Wilayah Kecamatan

No Kecamatan Jenis Unggulan UMKM Koperasi

1. Boyolali Marning, Abon, Susu 2.073 191

2. Mojosongo Sapu ijuk, Susu, Tembakau 1.076 50

3. Ampel Abon, Dendeng, Susu, Tembakau 2.166 57

4. Cepogo Kerajinan Tembaga, Susu, Tembakau 1.450 48

5. Selo Sayuran, Tembakau 496 28

6. Teras Tembakau Rajang dan Asapan 1.402 51

7. Sawit Perikanan darat (lele), Tembakau 1.074 32

8. Musuk Minyak Atsiri, Tembakau 1.388 67

9. Banyudono Tembakau, Beras Organik, Tahu 1.793 61

10. Ngemplak Keramba Ikan Nila 1.765 45

11. Nogosari Mebel, Mainan Anak dan Batik GEN 2.025 54

12. Sambi Kerajinan Bambu 1.856 39

13. Simo Rengginang 1.409 42

14. Karanggede Tape Singkong, Pande Besi 1.753 44

15. Wonosegoro Mebel, Gula Jawa 1.079 40

16. Andong Konveksi 237 60

17. Klego Mebel 1.411 33

18. Juwangi Pisang, Mebel 1.178 33

19. Kemusu Perikanan Perairan Darat 2.062 30

Jumlah 27.693 1.006

Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali

Dilihat dari tabel I.3 diatas, jumlah UKM Produk Unggulan merupakan

UKM yang dominan. Adapun yang termasuk UKM Produk Unggulan adalah

sebagai berikut :

1. Kerajinan tembaga yang merupakan salah satu hasil karya

masyarakat Tumang adalah karya seni yang sudah berkembang menjadi Home

industri sebagai penopang perekonomian masyarakat. Di desa Tumang ada 9

pemilik usaha kerajinan tembaga yang tergabung dalam Kelompok Pengrajin

(23)

commit to user

rumah tangga ada 7 pengrajin. Hasil dari industri ini baru dipasarkan di tingkat Jawa Tengah. Total omset perbulan dari Kelompok Pengrajin

Tembaga rata-rata sebesar Rp. 36.000.000,-. Pada awalnya semua perajin di

desa Tumang memproduksi jenis peralatan tumah tangga dari tembaga

(misalnya : dandang, ceret, kwali dll), namun pada perkembangannya mulai

tahun 1980 muncul inovasi baru, sebagian perajin mencoba merintis kerajinan

seni ukir tembaga yang jenis produksinya tidak lagi berupa peralatan rumah

tangga namun berupa perlengkapan dan assesoris perumahan seperti pot

bunga, guci, lampu duduk, lampu gantung, kaligrafi, hiasan dinding dan masih

banyak jenis lain yang biasanya menyesuaikan permintaan konsumen.

Kerajinan ukir tembaga ini justru merupakan Kelompok Industri yang banyak

ditekuni masyarakat Tumang, ada 44 perajin yang menekuni industri ini

dengan omset total rata-rata perbulan sebesar Rp.1.988.000.000,00. Hasil dari

industri ini sudah merabah sampai manca negara diantaranya Amerika

serikat,Australia, Jepang Philipina, Inggris. Produksi 400.000 buah/tahun

berupa- asbak, paidon, vas bunga, lampu gantung, kendi, bokor, kap lampu,

ornament arsitektur, perlengkapan rumah tangga, jumha pengusaha 360 unit

usaha. Manfaat: sebagai alat perlengkapan rumah tangga, cinderamata,

ornament seni arsitektur dll.

2. Minyak atsiri adalah salah satu produk unggulan Kabupaten

Boyolali disamping hasil sapi (susu) serta kerajinan tembaga. Berdasarkan

data yang didapatkan, di Kabupaten Boyolali sendiri terdapat 1.528,4 Ha lahan

(24)

commit to user

dimana sekitar 41,9% berada di kecamatan musuk yang menghasilkan 46,3%

(4267 kwintal) dari total produksi yang dihasilkan Kabupaten Boyolali. Sentra

minyak atsiri juga berada di kecamatan Teras dengan jumlah unit usaha

potensial sebanyak 4 buah dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 52 orang,

kapasitas nyata dari sentra tersebut adalah sebesar 32.164 kg minyak cengkeh

per tahun dengan membutuhkan bahan baku berupa daun cengkeh kering

sebanyak 1.133 ton. Daun kering sisa proses destilasi merupakan sisa dari

proses penyulingan daun cengkeh untuk bahan baku minyak atsiri. Daun yang

digunakan untuk membuat minyak atsiri tidak hanya cengkeh saja tetapi juga

Kenanga, Nilam, Sirih dan Sere. Bahkan sudah diekspor hingga ke Amerika

serikat, Australia, Jepang, dan Belanda. dengan memberikan kontribusi APBD

Pemkab sebesar 9% per tahun.

3. Susu merupakan salah satu produk unggulan yang tidak bisa terlepas

dari nama Boyolali sendiri yang dikenal sebagai kota susu, karena merupakan

salah satu sentra terbesar penghasil susu sapi segar di Jawa Tengah.

Peternakan sapi perah umumnya berada di daerah selatan dan dataran tinggi

yang berudara dingin, karena sapi perah yang dikembangkan saat ini berasal

dari wilayah sub-stropis Australia dan Selandia Baru.

Di Boyolali sendiri terdapat GKSI (Gabungan Koperasi Susu

Indonesia). Dalam GKSI tergabung 6 KUD, yang ada di setiap kecamatannya

antara lain:

a. KUD Selo yang bisa menghasilkan susu 40.000/ hari, dengan jumlah

(25)

commit to user

b. KUD Ampel yang bisa menghasilkan susu 6000/hari, dengan jumlah

tenaga kerja 9 orang

c. KUD Kota Boyolali yang bisa menghasilkan susu 5500/hari, dengan

jumlah tenaga kerja 8 orang

d. KUD Kemusuk yang bisa menghasilkan susu 17.500/hari, dengan jumlah

tenaga kerja 30 orang

e. KUD Mojosongo yang bisa menghasilkan susu 35.000/hari, dengan

jumlah tenaga kerja 85 orang

f. KUD Cepogo yang bisa menghasilkan susu 6000/hari, dengan jumlah

tenaga kerja 12 orang

Hasil dari susu yang telah dikelola oleh KUD-KUD tersebut

dipasarkan melalui GKSI , dan IPS (Industri Pengolahan Susu) yang ada di

Yogyakarta dan Surabaya.

Meskipun terkadang masih banyak kendala yang melekat dalam sektor

ini, serta berbagai peluang yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh

para pelaku UKM, sehingga perlu adanya peningkatan kualitas kinerja pemerintah

daerah, terutama dinas terkait, yaitu Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten

Boyolali.

Usaha yang dilakukan Dinas Koperasi Dan UMKM Boyolali untuk

menyukseskan Usaha Produk Unggulan adalah sebagai berikut :

Dengan penyelenggaraan kewirausahaan di bidang :

1. Manajemen usaha, yaitu dengan cara memberikan informasi kepada Para

(26)

commit to user

baik dengan berbagai macam usaha seperti: peningkatan produktivitas usaha,

peningkatan kualitas produk, serta dibuatnya data akses pemasaran sehingga

akan memudahkan Para pelaku UKM untuk bisa mengembangkan usahanya

secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Manajemen Keuangan, yaitu: mengadakan pelatihan atau memberikan

kepada UKM supaya bisa tertib administrasi, khususnya di bidang keuangan

perusahaan UKM, ini dimaksudkan untuk bisa mengelola usahanya dengan

baik.

3. Manajemen Pembukuan, yaitu: memberikan pengetahuan bagaimana caranya

Para pelaku UKM bisa memilahkan antara modal sendiri dengan modal usaha

yang telah dikeluarkan. Ini bertujuan untuk mengetahui Sisa hasil usaha

(SHU) yang telah diperoleh disetiap bulannya, sehingga mereka bisa

mengetahui berapa besar pendapatan netto yang telah diperolehnya.

4. Memberikan Fasilitas, Promosi, dan Pengadaan Pengikutsertaan Pameran

untuk dapat berkembang lebih baik serta mapan perlu adanya

sentuhan-sentuhan serta fasilitasi dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,

dari tingkat produksi, maupun pemasarannya. Selain itu perlunya

diikutsertakan dalam kegiatan pameran, baik pameran yang bersifat

international Seperti : (Inacraft atau furniture craft) yang diadakan di JCC

baru-baru ini dilaksanakan, maupun pameran yang bersifat lokal seperti

(Jateng Fair, Jogja Expo, maupun Surabaya Expo). Pameran ini sangat

penting untuk dilaksanakan karena memiliki tujuan yang sangat baik untuk

(27)

commit to user

pasar barang. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah promosi, ini bertujuan

untuk mengenalkan hasil produk sebagai upaya untuk memperluas jangkauan

pemasaran produk tersebut.

5. Kontak Dagang, yaitu : Mengadakan penjualan secara retail ( dalam jumlah

besar) yang pada akhirnya akan menangkap order dari buyer dalam skala

besar dan berkesinambungan. Ini terbukti cukup efektif, ternyata terbukti

dengan banyaknya transaksi pesanan / order yang dilakukan oleh UKM

dengan Buyer baik melalui Internet maupun Handphone. ( Dinas Koperasi

dan UMKM Kabupaten Boyolali )

Dalam menyukseskan UKM produk unggulan Selama ini, kegiatan yang

dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan

UKM, terutama UKM produk unggulan adalah melalui pelatihan AMT (

Achivement Motivation Training) yang bertujuan membangkitkan jiwa

kewirausahaan, pelatihan Kewirausahaan berbasis Sumber daya lokal, pelatihan

manajeman pemasaran, pelatihan ketampilan usaha produktif, pelatihan

manajemen bisnis bagi UKM dalam rangka peningkatan dan penegembangan

usaha. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan ini diadakan selama enam kali dalam

kurun waktu satu tahun. Sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap

pemberdayaan UKM, terutama UKM Produk Unggulan, Dinas Koperasi dan

UMKM Kab. Boyolali telah menjalankan tugasnya dengan baik walaupun

hasilnya belum memenuhi target dari pemerintah. Keadaan ini dipicu oleh

kurangnya antusiasme para pelaku UKM produk unggulan untuk berperan serta

(28)

commit to user

Koperasi dan UMKM masih menemui berbagai faktor penghambat seperti:

Keterbatasan jumlah aparat, anggaran, serta luasnya wilayah binaan. Selain ada

faktor penghambat, tentu ada pula faktor pendukung, antara lain: letak geografis

Kabupaten Boyolali yang dekat dengan kota-kota besar seperti Semarang dan

Yogyakarta yang memudahkan UKM untuk memasarkan hasil produknya dan

potensi wilayah yang dimiliki bertumpu pada sub sektor pertanian ( tanaman

pangan dan tanaman perkebunan yang sangat melimpah), sektor peternakan dan

perikanan yang berkembang dengan baik, serta sektor industri, perdagangan, dan

jasa. Serta adanya kepedulian dan dukungan dari instansi lain terkait seperti

Bappemaskin, BPP, Dinas Koperasi, Disperindagsar serta Bappeda yang

mendukung kegiatan pemberdayaan UKM Produk Unggulan ini sehingga dapat

berjalan dengan baik walaupun hasilnya belum optimal. Adanya berbagai kendala

ini menuntut pemberdayaan di kalangan para pelaku UKM Produk Unggulan itu

sendiri.

Sehubungan dengan penilaian kinerja Dinas Koperasi dan UMKM

Kabupaten Boyolali, ada berbagai indikator yang dapat digunakan, antara lain

produktivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Beberapa indikator ini dapat

memberikan gambaran penilaian mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu

program atau kegiatan yang dilaksanakan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten

Boyolali bagi para pelaku UKM Produk Unggulan dalam kurun waktu tertentu

dimana pada akhirnya dapat dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan

kinerja selanjutnya. Secara spesifik indikator – indikator tersebut juga mampu

(29)

commit to user

Kabupaten Boyolali dalam mengemban misi pemenuhan kepentingan publik,

yaitu untuk memberdayakan UKM Produk Unggulan dan pada akhirnya juga akan

memberikan gambaran tingkat pencapaian tujuan organisasi.

B. Rumusan Masalah

Pada dasarnya perumusan masalah digunakan untuk membatasi masalah

yang akan dibahas dalam penelitian, rumusan masalah harus dapat menunjukkan

inti masalah yang hendak diteliti. Dengan melihat latar belakang diatas, maka

pokok permasalahan yang akan dikaji adalah :

1. Bagaimana kinerja Dinas Koperasi dan UMKM dalam memberdayakan UKM

Produk Unggulan di Kabupaten Boyolali?

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat kinerja Dinas

Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk

Unggulan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Operasional

a. Tujuan operasional ini dibuat berdasarkan fokus dari penelitian ini. Tujuan

operasioanal dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan pengetahuan

deskriptif tentang Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM dalam

memberdayakan UKM khususnya Produk Unggulan.

b. Mengetahui factor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan

(30)

commit to user

2. Tujuan Fungsional

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca

dalam memahami kinerja Dinas Koperasi dan UMKM di Kabupaten

Boyolali.

b. Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan atau bahan

pertimbangan yang bersifat konstruktif bagi Pemerintah Kabupaten

Boyolali dalam upaya memberdayakan UKM (usaha kecil dan menengah).

3. Tujuan Individual

Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas Maret Surakarta

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai umpan balik yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam

rangka peningkatan kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang.

2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai bagaimana Kinerja

Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam memberdayakan UKM Produk

Unggulan.

3. Sebagai bahan informasi bagi pembaca maupun pihak-pihak terkait yang

mungkin ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam di masa yang akan

datang.

4. Dapat memberikan masukan bagi institusi lokal khususnya, Dinas Koperasi

(31)

commit to user

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering

diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”,

atau “prestasi” (Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 191).

Secara etimologi, kinerja adalah sebuah kata dalam Bahasa

Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari

bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian

kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (www.wikipedia.com).

Definisi mengenai kinerja juga dikemukakan oleh Keban dalam

Hessel Nogi (2003:1). Kinerja (performance) dapat didefinisikan sebagai

tingkat pencapaian hasil atau “the degree of accomplishment” atau dengan

kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Jadi

sutu organisasi dikatakan memilki kinerja yang optimal, jika menghasilkan

sesuatu yang menguntungkan bagi para pemegang sahamnya.

Berbeda dengan (Mohammad Mahsun, 2006:25). Kinerja

(performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

(32)

commit to user

organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau

tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa

diketahui jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai

kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini

berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai.

Tanpa ada tujuan dan target, kinerja seseorang atau organisasi tidak

mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.

Pengertian Kinerja menurut Joko Widodo (2008:78-79). Kinerja

berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam

menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang

diberikan. Kinerja adalah melakukan sutu kegiatan dan

menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil

seperti yang diharapkan.

Dari beberapa definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa kinerja organisasi adalah tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah

direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi

yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi yang dilaksanakan dalam

kurun waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa

kinerja organisasi publik adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan atau aktivitas atau proggam yang telah direncanakan untuk

(33)

commit to user

oleh suatu organisasi publik yang dilaksanakan dalam kurun waktu

tertentu untuk memenuhi kebutuhan publik.

b. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja terhadap kinerja merupakan suatu hal yang

penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu

organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik,

informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa

jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut memenuhi

harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian

terhadap kinerja organisasi maka upaya untuk memperbaiki kinerja dapat

dilakukan secara lebih terarah dn sistematis. Informasi mengenai kinerja

penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara

pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.

Dengan adanya informasi mengenai kinerja maka benchmaking dengan

mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa

diciptakan. Selain itu menurut Sedarmayanti (2009:195) arti penting

penilaian kinerja organisasi antara lain dapat digunakan untuk :

1) Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk

mencapai kinerja

2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati

3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan

membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan

(34)

commit to user

4) Memberi penghargaan dan hukuman yang objektif atas pelaksanaa yang

telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati

5) Menjadi alat komunikasi antara karyawan dan pimpinan dalam upaya

memperbaiki kinerja organisasi

6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah tercapai

7) Menunjukakan peningkatan yang perlu dilakukan

8) Mengungkap permasalahan yang terjadi.

Penilaian kinerja menurut Joko Widodo (2008:93) menjadi suatu

hal yang sangat penting bagi setiap unit organisasi instansi pemerintah

karena:

1) Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara

keberhasilan dengan kegagalan

2) Jika suatu keberhasilan tidak didefinisikan, maka kita tidak

menghargainya

3) Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malah menghargai

kegagalan

4) Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti keberhasilan, berarti juga tidak

akan bisa belajar dari kegagalan

Selain itu, Bastian dalam Hessel Nogi (2005:173) berpendapat

bahwa penilaian kinerja dalam organisasi akan mendorong pencapaian

tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya

perbaikan secara terus menerus (berkelanjutan). Secara terperinci peran

penilaian kinerja organisasi adalah sebagai berikut :

1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan alat ukuran yang digunakan

(35)

commit to user

2) Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati

3) Memonitor dan mengevakuasi kinerja dengan perbandingan skema kerja

dan pelaksanaannya

4) Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya

memperbaiki kinerja organisasi

5) Membantu proses kegiatan organisasi

6) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara

objektif

7) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi

Sedangkan menurut Mahmudi (2005:14) menyebutkan bahwa

tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah :

1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam keputusan pemberian

reward and punishment

5) Memotivasi pegawai

6) Menciptakan akuntabilitas publik

Ukuran kinerja merupakan tanda vital dari sebuah organisasi yang

mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam sebuah organisasi dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Hronec dalam

R.M. Chandima Ratnayake (2009) berikut ini:

(36)

commit to user

(Ukuran-ukuran kinerja didefinisikan sebagai karakteristik dari output-output yang didentifikasikan untuk tujuan evaluasi. Gagasan ukuran kinerja selanjutnya diperluas sebagai tanda-tanda vital dari sebuah organisasi, yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam suatu prosess atau output-output dari suatu proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan.)

Menurut Mc Donald dan Lawton dalam Yeremias T. Keban

(2004:01) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu

kegiatan yang sangat penting bagi setiap organisasi karena dapat dipakai

sebagai ukuran penilaian keberhasilan suatu organisasi dalam jangka

waktu tertentu bahkan penilaian tersebut juga dapat dijadikan input bagi

perbaikan/peningkatan kinerja organisasi selanjutnya.

Whittaker dan Simons dalam Hessel Nogi (2005:171)

menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang

digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan

akuntabilitas. Penilaian kerja juga digunakan untuk menilai pencapaian

tujuan dan sasaran (goals and objektives). Hal ini selaras dengan definisi

penilaian kerja yang tertuang dalam Reference Guide, Profince of

Albert, Canada dalam Hessel Nogi (2005:171) yang menyebutkan bahwa

penilaian kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang

telah dicapai dibandingkan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran

kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme dalam

memberikan penghargaan atau hukuman (reword/punishment), akan

tetapi penilaian kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat

(37)

commit to user

Penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat amat jarang

dilakukan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang kinerja mudah dilihat

dari probabilitas, yang diantaranya tercermin dari indeks harga saham,

sedangkan pada birokrasi publik tidak memiliki tolak ukur yang jelas

dan tidak mudah diperoleh informasinya oleh publik. Terbatasnya

informasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik terjadi karena

kinerja belum dianggap sebagai sesuatau hal yang penting bagi

pemerintah. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang

sebenarnya digunakan untuk menilai kinerja pejabat birokrasi sangat

jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang sebenarnya.

Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja

organisasi publik adalah kompleksitas indikator kinerjanya. Berbeda

dengan organisasi swasta yang indikatornya relatif sederhana dan

tersedia di pasar, indikator birokrasi sering sangat kompleks. Penilaian

birokrasi publik tidak hanya cukup hanya dilakukan dengan

menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan

efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat

pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan

reponsivitas.

Kesulitan lain dalam menilai kinerja birokrasi publik juga muncul

karena tujuan dan misi dari organisasi publik yang bukan hanya sangat

kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Pada kenyataannya bahwa

(38)

commit to user

yang sering berbenturan satu dengan yang lainnya sehingga membuat

birokrasi publik merumuskan misinya dengan jelas. Hal ini berakibat

pada ukuran kinerja organisasi publik di mata stakeholders juga berbeda.

(Agus Dwiyanto, 2006:46)

c. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan

pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan,

termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam

menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan

hasil kerja dan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan

(Robertson dalam Mahmudi, 2008:6). Sedangkan menurut Lohman dalam

Muhamad Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu

aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari

tujuan strategis organisasi. Whittaker menjelaskan bahwa pengukuran

kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Simon

menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam

memonitor implementasi stategi bisnis dengan cara membandingkan

antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Jadi pengukuran

kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan

menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan

strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan

(39)

commit to user

Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian

pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis

organisasi. Jadi pengukuran kinerja harus berbasis pada strategi organisasi.

Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap

ukuran ini merupakan upaya konkrit dalam memformulasikan tujuan

strategis organisasi sehingga lebih berwujud dan terukur. Pengukuran

kinerja juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi.

Hal ini terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran

kinerja yang digunakan. Organisasi dengan karakteristik operasional yang

berbeda membutuhkan ukuran kinerja yang berbeda pula (Mohammad

Mahsun, 2006 : 29-30).

Elemen pokok pengukuran kinerja menurut Mohammad Mahsun

(2006 : 26-28) adalah sebagai berikut :

1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi

Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa

yang ingin dicapai organisasi, sasaran merupakan tujuan organisasi yang

sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas,

strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai

tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan

berpedoman pada visi dan misi organisasi.

2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak

langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan

(40)

commit to user

secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat

dibutuhkan untuk menilai ketercapaian tujuan, sasaran, strategi.

Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama

dan indikator kinerja kunci, faktor keberhasilan utama adalah suatu

area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi.

Area ini menggambarkan preferensi manajerial dengan

memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan non finansial

pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus

segera konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi.

Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator

yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat

finansial maupun non finansial untuk melaksanakan operasi dan

kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk

mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.

3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi

Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi

adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran

kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan

indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif,

penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif

berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampau

indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif

(41)

commit to user

kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan

kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan

ukuran kinerja yang ditetapkan.

4) Evaluasi kinerja

Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima

informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi.

Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran

tertentu. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan

reward-punishment, penilaian kemajuan organisasi dan dasar

peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Menurut Joko Widodo (2008:94-95) pengukuran kinerja

merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam

melaksanakan kegiatan berdasarkan indikator kinerja yang telah

ditetapkan. Pengukuran kinerja organisasi digunakan untuk penilaian atas

keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai

dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka

mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Inti aktivitas pengukuran

kinerja yakni melakukan penilaian. Hakikat penilaian yakni

membandingkan antara realita dengan standar yang ada.

Sedangkan tujuan pengukuran kinerja sektor publik menurut

Mahmudi (2008:14) antara lain:

1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

(42)

commit to user 3) Memperbaiki kinerja berikutnya

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan

pemberian

5) Reward dan punishment

6) Memotivasi pegawai

7) Menciptakan akuntabilitas publik.

d. Indikator Kinerja

Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen,

manajemen menetapkan target kemudian menggunakan pengukuran

kinerja untuk mengetahui apakah target tersebut telah tercapai. Hal ini

diungkapkan oleh Juhani Ukko (2008) berikut ini:

“Performance measurement is quite often viewed from the perspective of the management. The management sets the targets and applies performance measurement to monitor whether these targets are met.”

(Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen. Menejemen menetapkan target-target kemudian menerapkan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target-target tersebut telah tercapai.)

Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja maka

diperlukan indikator kinerja. Definisi indikator kinerja menurut

Muhammad Mahsun (2006:71) merupakan kriteria yang digunakan untuk

menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam

ukuran-ukuran tertentu. Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran

kinerja. Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria

pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu

(43)

commit to user

merupakan indikasi kinerja, sehingga bentunya cenderung kualitatif.

Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja mengacu pada penilaian

kinerja secara langsung, sehingga bentunya lebih bersifat kuantitatif.

Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai

tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.

Ada berbagai macam indikator yang dapat digunakan untuk

menilai kinerja organisasi publik. Menurut Mohammad Mahsun (2006 :

77-78) jenis indikator kinerja pemerintah daerah meliputi :

1) Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator

ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana), sumber daya

manusia, peralatan, material, dan masukan lain, yang dipergunakan untuk

melaksanakan kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya manusia,

suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki

telah sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan. Tolok ukur ini dapat

pula digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan

lembaga-lembaga relevan.

2) Indikator proses (process), dalam indikator proses, organisasi merumuskan

ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi

pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses

adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan tersebut.

Efisiensi berarti besarnya hasil yang diperoleh dengan pemanfaatan

sejumlah input. Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa

suatu kegiatan dilaksanakan lebih murah dibandingkan dengan standar biaya

(44)

commit to user

3) Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat

dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik. Indikator

atau tolok ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang

dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluaran, instansi

dapat menganalisis apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan

rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan

suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang

terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu, indikator keluaran

harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Misalnya untuk

kegiatan yang bersifat penelitian, indikator kinerja berkaitan dengan

keluaran paten dan publikasi ilmiah.

4) Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan

berfungsinya keluaran pada jangka menengah (efek langsung). Pengukuran

indikator hasil seringkali rancu dengan indikator keluaran. Indikator

outcome lebih utama dari sekedar output. Walaupun produk telah berhasil

dicapai dengan baik, belum tentu outcome kegiatan tersebut telah tercapai.

Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang

mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome,

organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam

bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan

memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.

5) Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir

dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang

diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut baru tampak setelah

(45)

commit to user

Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan dapat diselesaikan dan

berfungsi secara optimal (tepat lokasi dan waktu).

6) Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif

maupun negatif.

Indikator kinerja menurut Mahmudi (2008:147) merupakan sarana

atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau

proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator

kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau

rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja

organisasi.

Lebih lanjut Mahmudi (2008:148) mengemukakan peran indikator

kinerja antara lain:

1) Membantu memperbaiki praktik manajemen

2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung

jawab secara eksplisit dan memberi bukti atas suatu keberhasilan atau

kegagalan

3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan

pengendalian

4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga

memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja

bagi semua level organisasi

(46)

commit to user

Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry dalam Ratminto dan

Atik Septi Winarsih (2005:175-176) mengemukakan indikator kinerja:

tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.

1) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya ketampakan fisik dari gedung

peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.

2) Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan

pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

3) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong

Customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

4) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja

dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.

5) Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh

provider kepada customers.

Menurut Mc. Donald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi

Winarsih (2005 : 174) mengemukakan indikator kinerja : output oriented

measure thgroughput, efficiency, effectiveness.

1) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan

tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu

penyelenggaraan pelayanan publik.

2) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun

misi organisasi.

Menurut Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih

(2005:175) mengemukakan indikator kinerja : responsiveness,

(47)

commit to user

1) Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap

providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan

customers

2) Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan public itu

dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan tang telah

ditetapkan

3) Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara

penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada

di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma

yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut Salim dan Woodward dalam Ratminto dan Atik Septi

Winarsih (2005 : 174-175) mengemukakan indikator kinerja : economy,

efficiency, effectiveness, equity.

1) Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang

sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.

2) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan

tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam

suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

3) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang

(48)

commit to user

4) Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan

dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

Terdapat beberapa indikator kinerja yang biasa digunakan untuk

mengukur kinerja organisasi publik. Menurut Agus Dwiyanto

(2006:50-51) indikator dalam menilai kinerja birokrasi publik yaitu:

1) Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi

juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami

sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa

terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO)

mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas

dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki

hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang

penting. (Agus Dwiyanto 2006:50)

2) Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi sangat penting

dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak

pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul

karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang

diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan

masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja

organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan

(49)

commit to user

kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah.

Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali

dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses

terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas

layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja

organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan

masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi

publik. (Agus Dwiyanto 2006:50)

3) Responsivitas

Responsivitas menurut Agus Dwiyanto (2006:51-52) adalah

kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,

menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan

aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk

pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai

salah satu indikator kinerja responsivitas secara langsung

menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan

misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara

pelayan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas

menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan

(50)

commit to user

dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. (Agus Dwiyanto

2006:51)

4) Responsibilitas

Lenvine dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menyatakan bahwa

responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi

publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang

benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit

maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu

ketika berbenturan dengan responsivitas.

5) Akuntabilitas

Akuntabilitas publik dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menunjuk pada

seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat

politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat

politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan

selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini,

konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa

besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan

kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya

bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi

publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya

harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik

(51)

commit to user

dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam

masyarakat.

Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:49) mengemukakan

indikator-indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja birokrasi publik

seperti di bawah ini:

“Penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu sendiri seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber pelayanan, pengguna layanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.”

Dari Penjelasan di atas untuk mengetahui bagaimana kinerja Dinas

Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM

Produk Unggulan maka digunakan indikator produktivitas, responsibilitas,

dan akuntabilitas sehingga akan diketahui gambaran kinerja Dinas

Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM

Produk Unggulan

1) Produktivitas

Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input

dan output, artinya perbandingan sejauh mana upaya yang dilakukan

dengan hasil yang diperolehnya dalam periode tertentu. Hasil yang

Gambar

Tabel IV.9  Target pemberian bantuan peralatan dan Realisasi Dinas Koperasi dan
Gambar IV.1 Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Tabel I.1
Tabel I.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Warung Internet yang selanjutnya disebut warnet adalah tempat usaha yang menyediakan dan menyelenggarakan jasa, sarana dan prasarana teknologi informasi dan

Bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi profitabilitas Bank syariah yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Ukuran NPF , BOPO , Bank

Untuk memudahkan didalam pengelolaan dokumen penting ditentukan sistem pengendalian dokumen agar memudahkan didalam pengelolaan, penyimpanan dan pencarian untuk diberlakukan

Dengan seluruh kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur alhamdulillah kepada Allah swt atas segala berkat dan izin-Nya penulis diberikan kesempatan untuk

Navedli so razloge, zakaj je po njihovem mnenju mediacija učinkovita metoda: ker naj bi bil mediator nepristranski; ker stranki z medsebojnim popuščanjem najdeta rešitev, ki

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis eksploratif yaitu suatu teknik analisa data yang menggali informasi secara jelas dan terperinci berdasarkan

Bakteri yang paling banyak ditemukan pada feses tikus yang ter- tangkap di pasar induk adalah Salmonella paratyphi B sejumlah 4 ekor (20%) dan Salmonella Paratyphi C sejumlah

Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pencari keadilan terhadap putusan Pengadilan Agama, maksudnya adalah upaya yang dapat dilakukan oleh tergugat dan penggugat terhadap