commit to user
i
KINERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN BOYOLALI
DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN
Oleh :
NUNING HERVINA D1109019
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
iii
commit to user
iv
MOTTO
Pelajarilah Ilmu karena Allah, Menuntutnya adalah ibadah,
Mempelajarinya adalah Tasbih, Mencarinya adalah Jihad,
Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah
Shadaqah, Menyerahkan kepada ahlinya adalah Taqarrub.
Ilmu adalah teman dekat dalam kesendirian dan sahabat dalam
kesunyian.
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
Bapak dan Ibu tercinta
Mas Nugroho Edy Susanto, SE
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur selalu tercurah kepada Allah SWT dan Rosul-Nya Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada setiap umat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam
Pemberdayaan UKM Produk Unggulan”, ini dengan baik dan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai syarat guna mendapatkan gelar Sarjana pada
Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sebelas Maret. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan
kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Ali, M.Si., selaku pembimbing, yang dengan penuh kesabaran
telah memberikan bimbingan, dorongan, dan pengarahan sehingga
penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Akademis.
3. Bapak Drs. Pawito, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi, yang telah memberi bekal
ilmu pengetahuan selama penulis menempuh kuliah.
5. Ir. Budiwiryawan, MT selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Dinas
Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali.
6. Bapak Laksono Pujianto, B.Sc selaku Kepala Seksi Bina Kelembagan UKM
Kabupaten Boyolali yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan
penulis.
7. Bapak Haryadi Bambang Mantri, SH selaku Kepala Seksi FasilitasiUsaha dan
commit to user
vii
banyak membantu dan berbagi informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh
penulis dalam menyusun skripsi ini.
8. Bapak Ir. Agus Joko Mulyanto, MM, selaku Kepala Seksi Bidang Permodalan
yang telah memberikan ijin dan memberikan informasi yang dibutuhkan
penulis.
9. Ibu Tri Budi Hastuti, S.sos yang telah memberikan informasi dan data-data
yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini
10.Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih sangat
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap
semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Oktober 2011
commit to user
d. Indikator Pengukuran Kinerja ... 27
2. Tinjauan Tentang Tinjauan Tentang Pemberdayaan ... 42
a. Pengertian Pemberdayaan ... 42
b. Indikator Pemberdayaan ... 45
commit to user
ix
d. Tahapan dalam Pemberdayaan ... 47
3. Tinjauan Tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 48
4. Tinjauan Tentang Produk Unggulan ... 51
5. Tinjauan tentang pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah .... 52
B. Kerangka Pemikiran ... 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 61
1. Gambaran UmumWilayah Kabupaten Boyolali ... 69
2. Profil Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali ... 71
a. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali 71 b. Susunan Organisasi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali ... 72
c. Tugas Pokok, Fungsi, Tujuan, dn sasaran Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali ... 73
commit to user
x
e. Formasi Kepegawaian Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Boyolali ... 90
f. Struktur organisasi ... 94
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 95
1. Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali Dalam
pemberdayaan UKM Produk Unggulan ... 95
a. Indikator Produktivitas ... 96
1. Kegiatan atau program yang dilakukan Dinas Koperasi dan
UMKM Kabupaten Boyolali Dalam pemberdayaan UKM
Produk Unggulan ... 96
2. Kesesuaian hasil yang diperoleh dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya ... 110
b. Indikator Responsivitas ... 114
c. Indikator Akuntabilitas ... 119
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Koperasi dan
UMKM Kabupaten Boyolali Dalam pemberdayaan UKM Produk
Unggulan ... 122
a. Faktor yang Mendukung ... 122
b. Faktor yang Menghambat ... 125
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 130
B. Saran ... 133
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Data Perkembangan Usaha Kecil Tahun 2009 dan Tahun 2010 ... 5
Tabel I.2 Data Perkembangan Usaha Menengah Tahun 2009 dan Tahun 2010 5
Tabel I.3 Data Pembinaan dan Pengembangan Bidang Produksi dan
Pengolahan Tahun 2010 ... 6
Tabel I.4. Data Jumlah UMKM dan Koperasi Produk Unggulan Kabupaten
Boyolali di masing-masing wilayah kecamatan Tahun 2010 ... 7
Tabel II.1 Pengelompokan Kegiatan Usaha Ditinjau dari Jumlah Pekerja... 50
Tabel IV.1 Formasi Pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 91
Tabel IV.2 Formasi Pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Berdasarkan Tingkat Golongan……….. ... 92
Tabel IV.3 Formasi Pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93
Tabel IV.4 Data Jumlah UMKM dan Koperasi Produk Unggulan Kabupaten
Boyolali di masing-masing wilayah kecamatan Tahun 2010 ... 98
Tabel IV.5 Data Peserta Pelatihan Manajemen Pemasaran Tahun 2009 dan
Tahun 2010……… 104
Tabel IV.6 Data Omset Bidang Produksi dan Pengolahan Produk Unggulan
Tahun 2010 Kabupaten Boyolali ………105
Tabel IV.7 Data target pelatihan dan realisasi Dinas Koperasi dan UMKM
Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk Unggulan
dari tahun 2008-2010………..111
Tabel IV.8 Target Keikutsertaan Pameran dan Realisasi Dinas Koperasi dan
UMKM Kabupaten Boyolali dalam Pemberdayaan UMKM Produk
commit to user
xii
Tabel IV.9 Target pemberian bantuan peralatan dan Realisasi Dinas Koperasi dan
UMKM Kabupaten Boyolali dalam Pemberdayaan UMKM Produk
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM
Kabupaten Boyolali Dalam Pemberdayaan UKM Produk Unggulan 60
Gambar III.1 Model Analisis Interaktif ... 68
Gambar IV.1 Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Boyolali ... 94
commit to user
xiv
ABSTRAK
Nuning Hervina, D1109019, KINERJA DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.
UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, karena dinilai tahan banting dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda bangsa ini. Kabupaten Boyolali mempunyai potensi untuk berkembangnya keberadaan UKM Produk Unggulan mengingat melimpahnya sumber daya alam yang tersedia. Dari tahun ke tahun jumlah UKM Produk Unggulan terus meningkat. Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab atas pemberdayaan UKM Produk Unggulan di Kabupaten Boyolali, yang diharapkan mampu mengupayakan pemberdayaan UKM Produk Unggulan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk Unggulan dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk Unggulan dalam penelitian ini dilihat dari indikator pengukuran kinerja yaitu Produktivitas, Responsivitas, dan Akuntabilitas.
Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif yang menggambarkan keadaaan senyatanya. Sumber datanya meliputi data lansung dari narasumber atau informan serta dari dokumen atau arsip mengenai pemberdayaan UKM Produk Unggulan yang Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Teknik pengumpulan data adalah dengan cara wawancara dan dokumentasi. Uji validitas data adalah dengan teknik trianggulasi data yaitu dengan menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan Teknik Analisis Interaktif.
commit to user
xv
ABSTRACT
NUNING HERVINA, D1109019, THE PERFORMANCE SERVICE DISTRICT
COOPERATIVE AND SMEs IN EMPOWERMENT BOYOLALI
OUTSTANDING SME. Thesis. Department of Administrative Science Program Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta, 2011.
SMEs have contributed substantial employment opportunity, as it is considered resilient in the face of economic crisis in this nation. Boyolali District has the potential for development of SME Products Top considering the existence of abundant natural resources that are available. From year to year the number of SMEs Competitive Products continues to increase. Department of Cooperatives and SMEs Boyolali District is a public organization responsible for the empowerment of SMEs in the District Boyolali Featured Products, which is expected to seek the empowerment of SMEs Competitive Products.
The purpose of this study was to determine the performance of Cooperatives and SMEs Boyolali district in the empowerment of SMEs and Competitive Products to determine the factors that affect performance. Performance of Cooperatives and SMEs Boyolali Competitive Products in the empowerment of SMEs in this study seen from the indicators of performance measurement namely productivity, responsiveness, and accountability.
This was a descriptive qualitative depicting actual circumstances. Of Data sources include data directly from the source or informant as well as from documents or records regarding the empowerment of SMEs Products Top the sampling method used is purposive sampling is to select informants who know and can be trusted to be a source of data. Data collection techniques is by way of interviews and documentation. Test the validity of data is the data triangulation technique is to examine similar data from various sources. Data analysis techniques used were the Interactive Analysis Techniques.
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 mengakibatkan
hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal
terhadap karyawannya. Pada saat ini, usaha besar sangat sulit menyelamatkan diri
mereka dari kehancuran. Disaat banyak usaha besar mengalami pailit didera
pahitnya krisis, Usaha Kecil dan Menengah (yang selanjutnya disebut UKM) tetap
bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. Dalam situasi dan kondisi
ekonomi yang belum kondusif ini, pemerintah menyadari bahwa UKM-lah yang
menjadi penopang perekonomian bangsa selama krisis terjadi. UKM memegang
peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha
(establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Adapun tiga alasan
yang mendasari Negara berkembang, belakangan ini memandang pentingnya
keberadaan UKM, antara lain :
1. Karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga
kerja yang produktif.
2. Sebagai bagian dari dinamikanya, UMKM sering mencapai peningkatan
produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi.
3. Karena sering diyakini bahwa UMKM memiliki keunggulan dalam hal
fleksibilitas ketimbang usaha besar. Ini dibuktikan dari banyaknya usaha kecil
commit to user
menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung
pendapatan rumah tangga. (www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen.pdf)
Mengingat UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam penyerapan
tenaga kerja, maka pemberdayaan UKM harus dilakukan diseluruh wilayah di
Indonesia. Desentralisasi menuntut pemerintah di setiap daerah dapat
mengembangkan potensi wilayahnya sebagai penunjang PAD (Pendapatan Asli
Derah). upaya memajukan suatu daerah bukan hanya tanggung jawab pemerintah,
tetapi juga memerlukan partisipasi berbagai pihak seperti stake holder,
masyarakat, termasuk pelaku usaha itu sendiri.
Berdasarkan UU N0. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
yang tujuan pokoknya adalah memberikan keleluasaan pada daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri serta memberikan perimbangan yang baik
antara keuangan pusat dan daerah dengan meningkatkan dan memberdayakan
kemampuan perekonomian daerah masing-masing, maka UKM dituntut untuk
mampu melaksanakan kewenangan tersebut. Dengan demikian, setiap daerah
dapat mengupayakan tindakan-tindakan produktif yang dapat memacu
peningkatan pendapatan asli daerah, salah satunya dengan pemberdayaan UKM di
masing- masing daerah. Dengan adanya pemberdayaan tersebut dapat membuat
UKM untuk lebih baik dan memacu tumbuhnya usaha – usaha lainnya.
Pemerintah kemudian menyadari akan pentingnya pengembangan kegiatan
UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif penting yang mampu
commit to user
Argumentasi ekonomi belakangan ini yakni karena UKM merupakan kegiatan
usaha dominant yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM
merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu
pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan modal besar dan dalam
periode krisis selama ini UKM relatif “survive”. Kemudian, pemerintah mulai
membuat kebijakan- kebijakan yang bisa mendukung pengembangan kegiatan
UKM. Kebijakan ini juga menuntut pemerintah daerah untuk melakukan
pengembangan terhadap UKM dimana pengembangan itu diarahkan pada : (1).
Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2). Pengembangan
lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal
yang transparan dan lebih murah; (3). Memberikan jasa layanan pengembangan
bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif dan (4). Pembentukan aliansi
strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia
maupun di luar negeri. Hal ini dilakukan agar UKM mampu bersaing dalam era
perdagangan bebas. (repository.usu.ac.id/bitstream.pdf)
Sebagai langkah yang paling tepat untuk upaya perbaikan ekonomi adalah
upaya pengembangan masyarakat guna menumbuhkembangkan usaha ekonomi
masyarakat yang berupa UKM dalam rangka pemenuhan kebutahan pokok dan
peningkatan pendapatan (income generating). Pengembangan usaha ekonomi
masyarakat ini harus menitikberatkan pada masyarakat itu sendiri, utamanya
sektor UKM sebagai aktor utamanya. UKM dengan berbagai keterbatasannya,
perlu dilakukan fasilitasi, mobilisasi dan dimotivasi secara bersama agar semakin
commit to user
Upaya meningkatkan dan mengembangkan naluri kewirausahaan ini yang pada
dasarnya sangat penting dan perlu untuk dibangun sehingga UKM bisa merespon
dan mengembangkan ruang geraknya dalam berbagai bidang kegiatan usahanya.
Konsep pengembangan usaha melalui penguatan UKM baik disektor manajemen
dan permodalan, diharapkan mampu menjawab dan merespon kebutuhan
masyarakat. Melalui upaya ini, UKM sedikit banyak akan terbantu dalam
menyelesaikan permasalahan usahanya Di tingkat daerah, khususnya Kabupaten
Boyolali, kita dapat melihat bahwa secara umum pertumbuhan perekonomian
Kabupaten Boyolali tidak terlepas dari kontribusi UKM.
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu Kabupaten Boyolali di Propinsi
Jawa Tengah dengan luas wilayah 1.015.101 km2 terdiri dari 19 kecamatan dan
267 desa, sebagian besar merupakan daerah pertanian juga masing-masing
wilayah mempunyai potensi yang dapat dijadikan sebagai produk unggulan.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang diusahakan oleh masyarakat meliputi
berbagai jenis usaha dan tersebar di 19 wilayah kecamatan. Berdasarkan data
Dinas Koperasi dan UMKM tingkat perkembangan usaha kecil maupun usaha
menengah menunjukkan peningkatan tiap tahun, seperti terlihat dalam tabel 1.1
commit to user
Tabel I.1
Perkembangan Usaha Kecil Tahun 2009 dan 2010 Kabupaten Boyolali
No Uraian 2009 2010 Perkembangan
(%)
1 Jumlah Pengusaha Kecil 20.922 21.131 0,9 % 2 Jumlah Tenaga Kerja 146.454 147.917 0,9 %
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Sedangkan perkembangan Usaha Menengah terlihat dalam Tabel 1.2
sebagai berikut :
Tabel I.2
Perkembangan Usaha Menengah Tahun 2009 dan 2010 Kabupaten Boyolali
No Uraian 2009 2010 Perkembangan
(%)
1 Jumlah Pengusaha
Menengah 5230 5283 0.53 %
2 Jumlah Tenaga Kerja 104.600 105.660 10.6 %
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Dari dua tabel diatas dapat dilihat bahwa UKM di Kabupaten Boyolali
selalu mengalami peningkatan baik dari jumlah pengusaha maupun jumlah tenaga
kerjanya. Jenis usaha yang ada pun bermacam-macam yang kesemuannya selalu
mengalami perkembangan. Macam-macam usaha yang ada tersebut ada dalam
daftar pembinaan dan pengembangan bidang produksi dan pengolahan dapat
commit to user
Tabel I.3
Data Pembinaan dan Pengembangan Bidang Produksi dan Pengolahan Produk Unggulan
Tahun 2010 Kabupaten Boyolali No Jenis Industri Unggulan
Jumlah
4 Meubel dan Pengolahan
Kayu 4396
145.833
(Buah) 2.111
5 Tembakau Rajangan Dan
Asap 554
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Perkembangan UKM di kabupaten Boyolai secara signifikan terus eksis
dan berkembang. Dari berbagai jenis sektor UKM Unggulan di Kabupaten
Boyolali, peneliti tertarik untuk meneliti sektor UKM Produk Unggulan (
Kerajinan Tembaga, Minyak Atsiri,dan Susu Sapi) dengan pertimbangan karena
UKM ini merupakan unggulan di Kabupaten Boyolali, yang banyak memberikan
andil besar untuk penerimaan devisa dan pemasukan pajak daerah. Berikut ini
adalah data mengenai jumlah UKM Produk Unggulan di Kabupaten Boyolali
commit to user
Tabel I.4
Data jumlah UMKM dan Koperasi Produk Unggulan Kabupaten Boyolali di masing-masing Wilayah Kecamatan
No Kecamatan Jenis Unggulan UMKM Koperasi
1. Boyolali Marning, Abon, Susu 2.073 191
2. Mojosongo Sapu ijuk, Susu, Tembakau 1.076 50
3. Ampel Abon, Dendeng, Susu, Tembakau 2.166 57
4. Cepogo Kerajinan Tembaga, Susu, Tembakau 1.450 48
5. Selo Sayuran, Tembakau 496 28
6. Teras Tembakau Rajang dan Asapan 1.402 51
7. Sawit Perikanan darat (lele), Tembakau 1.074 32
8. Musuk Minyak Atsiri, Tembakau 1.388 67
9. Banyudono Tembakau, Beras Organik, Tahu 1.793 61
10. Ngemplak Keramba Ikan Nila 1.765 45
11. Nogosari Mebel, Mainan Anak dan Batik GEN 2.025 54
12. Sambi Kerajinan Bambu 1.856 39
13. Simo Rengginang 1.409 42
14. Karanggede Tape Singkong, Pande Besi 1.753 44
15. Wonosegoro Mebel, Gula Jawa 1.079 40
16. Andong Konveksi 237 60
17. Klego Mebel 1.411 33
18. Juwangi Pisang, Mebel 1.178 33
19. Kemusu Perikanan Perairan Darat 2.062 30
Jumlah 27.693 1.006
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Boyolali
Dilihat dari tabel I.3 diatas, jumlah UKM Produk Unggulan merupakan
UKM yang dominan. Adapun yang termasuk UKM Produk Unggulan adalah
sebagai berikut :
1. Kerajinan tembaga yang merupakan salah satu hasil karya
masyarakat Tumang adalah karya seni yang sudah berkembang menjadi Home
industri sebagai penopang perekonomian masyarakat. Di desa Tumang ada 9
pemilik usaha kerajinan tembaga yang tergabung dalam Kelompok Pengrajin
commit to user
rumah tangga ada 7 pengrajin. Hasil dari industri ini baru dipasarkan di tingkat Jawa Tengah. Total omset perbulan dari Kelompok Pengrajin
Tembaga rata-rata sebesar Rp. 36.000.000,-. Pada awalnya semua perajin di
desa Tumang memproduksi jenis peralatan tumah tangga dari tembaga
(misalnya : dandang, ceret, kwali dll), namun pada perkembangannya mulai
tahun 1980 muncul inovasi baru, sebagian perajin mencoba merintis kerajinan
seni ukir tembaga yang jenis produksinya tidak lagi berupa peralatan rumah
tangga namun berupa perlengkapan dan assesoris perumahan seperti pot
bunga, guci, lampu duduk, lampu gantung, kaligrafi, hiasan dinding dan masih
banyak jenis lain yang biasanya menyesuaikan permintaan konsumen.
Kerajinan ukir tembaga ini justru merupakan Kelompok Industri yang banyak
ditekuni masyarakat Tumang, ada 44 perajin yang menekuni industri ini
dengan omset total rata-rata perbulan sebesar Rp.1.988.000.000,00. Hasil dari
industri ini sudah merabah sampai manca negara diantaranya Amerika
serikat,Australia, Jepang Philipina, Inggris. Produksi 400.000 buah/tahun
berupa- asbak, paidon, vas bunga, lampu gantung, kendi, bokor, kap lampu,
ornament arsitektur, perlengkapan rumah tangga, jumha pengusaha 360 unit
usaha. Manfaat: sebagai alat perlengkapan rumah tangga, cinderamata,
ornament seni arsitektur dll.
2. Minyak atsiri adalah salah satu produk unggulan Kabupaten
Boyolali disamping hasil sapi (susu) serta kerajinan tembaga. Berdasarkan
data yang didapatkan, di Kabupaten Boyolali sendiri terdapat 1.528,4 Ha lahan
commit to user
dimana sekitar 41,9% berada di kecamatan musuk yang menghasilkan 46,3%
(4267 kwintal) dari total produksi yang dihasilkan Kabupaten Boyolali. Sentra
minyak atsiri juga berada di kecamatan Teras dengan jumlah unit usaha
potensial sebanyak 4 buah dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 52 orang,
kapasitas nyata dari sentra tersebut adalah sebesar 32.164 kg minyak cengkeh
per tahun dengan membutuhkan bahan baku berupa daun cengkeh kering
sebanyak 1.133 ton. Daun kering sisa proses destilasi merupakan sisa dari
proses penyulingan daun cengkeh untuk bahan baku minyak atsiri. Daun yang
digunakan untuk membuat minyak atsiri tidak hanya cengkeh saja tetapi juga
Kenanga, Nilam, Sirih dan Sere. Bahkan sudah diekspor hingga ke Amerika
serikat, Australia, Jepang, dan Belanda. dengan memberikan kontribusi APBD
Pemkab sebesar 9% per tahun.
3. Susu merupakan salah satu produk unggulan yang tidak bisa terlepas
dari nama Boyolali sendiri yang dikenal sebagai kota susu, karena merupakan
salah satu sentra terbesar penghasil susu sapi segar di Jawa Tengah.
Peternakan sapi perah umumnya berada di daerah selatan dan dataran tinggi
yang berudara dingin, karena sapi perah yang dikembangkan saat ini berasal
dari wilayah sub-stropis Australia dan Selandia Baru.
Di Boyolali sendiri terdapat GKSI (Gabungan Koperasi Susu
Indonesia). Dalam GKSI tergabung 6 KUD, yang ada di setiap kecamatannya
antara lain:
a. KUD Selo yang bisa menghasilkan susu 40.000/ hari, dengan jumlah
commit to user
b. KUD Ampel yang bisa menghasilkan susu 6000/hari, dengan jumlah
tenaga kerja 9 orang
c. KUD Kota Boyolali yang bisa menghasilkan susu 5500/hari, dengan
jumlah tenaga kerja 8 orang
d. KUD Kemusuk yang bisa menghasilkan susu 17.500/hari, dengan jumlah
tenaga kerja 30 orang
e. KUD Mojosongo yang bisa menghasilkan susu 35.000/hari, dengan
jumlah tenaga kerja 85 orang
f. KUD Cepogo yang bisa menghasilkan susu 6000/hari, dengan jumlah
tenaga kerja 12 orang
Hasil dari susu yang telah dikelola oleh KUD-KUD tersebut
dipasarkan melalui GKSI , dan IPS (Industri Pengolahan Susu) yang ada di
Yogyakarta dan Surabaya.
Meskipun terkadang masih banyak kendala yang melekat dalam sektor
ini, serta berbagai peluang yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
para pelaku UKM, sehingga perlu adanya peningkatan kualitas kinerja pemerintah
daerah, terutama dinas terkait, yaitu Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Boyolali.
Usaha yang dilakukan Dinas Koperasi Dan UMKM Boyolali untuk
menyukseskan Usaha Produk Unggulan adalah sebagai berikut :
Dengan penyelenggaraan kewirausahaan di bidang :
1. Manajemen usaha, yaitu dengan cara memberikan informasi kepada Para
commit to user
baik dengan berbagai macam usaha seperti: peningkatan produktivitas usaha,
peningkatan kualitas produk, serta dibuatnya data akses pemasaran sehingga
akan memudahkan Para pelaku UKM untuk bisa mengembangkan usahanya
secara mandiri dan berkelanjutan.
2. Manajemen Keuangan, yaitu: mengadakan pelatihan atau memberikan
kepada UKM supaya bisa tertib administrasi, khususnya di bidang keuangan
perusahaan UKM, ini dimaksudkan untuk bisa mengelola usahanya dengan
baik.
3. Manajemen Pembukuan, yaitu: memberikan pengetahuan bagaimana caranya
Para pelaku UKM bisa memilahkan antara modal sendiri dengan modal usaha
yang telah dikeluarkan. Ini bertujuan untuk mengetahui Sisa hasil usaha
(SHU) yang telah diperoleh disetiap bulannya, sehingga mereka bisa
mengetahui berapa besar pendapatan netto yang telah diperolehnya.
4. Memberikan Fasilitas, Promosi, dan Pengadaan Pengikutsertaan Pameran
untuk dapat berkembang lebih baik serta mapan perlu adanya
sentuhan-sentuhan serta fasilitasi dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,
dari tingkat produksi, maupun pemasarannya. Selain itu perlunya
diikutsertakan dalam kegiatan pameran, baik pameran yang bersifat
international Seperti : (Inacraft atau furniture craft) yang diadakan di JCC
baru-baru ini dilaksanakan, maupun pameran yang bersifat lokal seperti
(Jateng Fair, Jogja Expo, maupun Surabaya Expo). Pameran ini sangat
penting untuk dilaksanakan karena memiliki tujuan yang sangat baik untuk
commit to user
pasar barang. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah promosi, ini bertujuan
untuk mengenalkan hasil produk sebagai upaya untuk memperluas jangkauan
pemasaran produk tersebut.
5. Kontak Dagang, yaitu : Mengadakan penjualan secara retail ( dalam jumlah
besar) yang pada akhirnya akan menangkap order dari buyer dalam skala
besar dan berkesinambungan. Ini terbukti cukup efektif, ternyata terbukti
dengan banyaknya transaksi pesanan / order yang dilakukan oleh UKM
dengan Buyer baik melalui Internet maupun Handphone. ( Dinas Koperasi
dan UMKM Kabupaten Boyolali )
Dalam menyukseskan UKM produk unggulan Selama ini, kegiatan yang
dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan
UKM, terutama UKM produk unggulan adalah melalui pelatihan AMT (
Achivement Motivation Training) yang bertujuan membangkitkan jiwa
kewirausahaan, pelatihan Kewirausahaan berbasis Sumber daya lokal, pelatihan
manajeman pemasaran, pelatihan ketampilan usaha produktif, pelatihan
manajemen bisnis bagi UKM dalam rangka peningkatan dan penegembangan
usaha. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan ini diadakan selama enam kali dalam
kurun waktu satu tahun. Sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap
pemberdayaan UKM, terutama UKM Produk Unggulan, Dinas Koperasi dan
UMKM Kab. Boyolali telah menjalankan tugasnya dengan baik walaupun
hasilnya belum memenuhi target dari pemerintah. Keadaan ini dipicu oleh
kurangnya antusiasme para pelaku UKM produk unggulan untuk berperan serta
commit to user
Koperasi dan UMKM masih menemui berbagai faktor penghambat seperti:
Keterbatasan jumlah aparat, anggaran, serta luasnya wilayah binaan. Selain ada
faktor penghambat, tentu ada pula faktor pendukung, antara lain: letak geografis
Kabupaten Boyolali yang dekat dengan kota-kota besar seperti Semarang dan
Yogyakarta yang memudahkan UKM untuk memasarkan hasil produknya dan
potensi wilayah yang dimiliki bertumpu pada sub sektor pertanian ( tanaman
pangan dan tanaman perkebunan yang sangat melimpah), sektor peternakan dan
perikanan yang berkembang dengan baik, serta sektor industri, perdagangan, dan
jasa. Serta adanya kepedulian dan dukungan dari instansi lain terkait seperti
Bappemaskin, BPP, Dinas Koperasi, Disperindagsar serta Bappeda yang
mendukung kegiatan pemberdayaan UKM Produk Unggulan ini sehingga dapat
berjalan dengan baik walaupun hasilnya belum optimal. Adanya berbagai kendala
ini menuntut pemberdayaan di kalangan para pelaku UKM Produk Unggulan itu
sendiri.
Sehubungan dengan penilaian kinerja Dinas Koperasi dan UMKM
Kabupaten Boyolali, ada berbagai indikator yang dapat digunakan, antara lain
produktivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Beberapa indikator ini dapat
memberikan gambaran penilaian mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu
program atau kegiatan yang dilaksanakan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten
Boyolali bagi para pelaku UKM Produk Unggulan dalam kurun waktu tertentu
dimana pada akhirnya dapat dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan
kinerja selanjutnya. Secara spesifik indikator – indikator tersebut juga mampu
commit to user
Kabupaten Boyolali dalam mengemban misi pemenuhan kepentingan publik,
yaitu untuk memberdayakan UKM Produk Unggulan dan pada akhirnya juga akan
memberikan gambaran tingkat pencapaian tujuan organisasi.
B. Rumusan Masalah
Pada dasarnya perumusan masalah digunakan untuk membatasi masalah
yang akan dibahas dalam penelitian, rumusan masalah harus dapat menunjukkan
inti masalah yang hendak diteliti. Dengan melihat latar belakang diatas, maka
pokok permasalahan yang akan dikaji adalah :
1. Bagaimana kinerja Dinas Koperasi dan UMKM dalam memberdayakan UKM
Produk Unggulan di Kabupaten Boyolali?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat kinerja Dinas
Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM Produk
Unggulan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Operasional
a. Tujuan operasional ini dibuat berdasarkan fokus dari penelitian ini. Tujuan
operasioanal dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan pengetahuan
deskriptif tentang Kinerja Dinas Koperasi dan UMKM dalam
memberdayakan UKM khususnya Produk Unggulan.
b. Mengetahui factor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan
commit to user
2. Tujuan Fungsional
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca
dalam memahami kinerja Dinas Koperasi dan UMKM di Kabupaten
Boyolali.
b. Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan atau bahan
pertimbangan yang bersifat konstruktif bagi Pemerintah Kabupaten
Boyolali dalam upaya memberdayakan UKM (usaha kecil dan menengah).
3. Tujuan Individual
Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas Maret Surakarta
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai umpan balik yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam
rangka peningkatan kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang.
2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai bagaimana Kinerja
Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam memberdayakan UKM Produk
Unggulan.
3. Sebagai bahan informasi bagi pembaca maupun pihak-pihak terkait yang
mungkin ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam di masa yang akan
datang.
4. Dapat memberikan masukan bagi institusi lokal khususnya, Dinas Koperasi
commit to user
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering
diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”,
atau “prestasi” (Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 191).
Secara etimologi, kinerja adalah sebuah kata dalam Bahasa
Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari
bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian
kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (www.wikipedia.com).
Definisi mengenai kinerja juga dikemukakan oleh Keban dalam
Hessel Nogi (2003:1). Kinerja (performance) dapat didefinisikan sebagai
tingkat pencapaian hasil atau “the degree of accomplishment” atau dengan
kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Jadi
sutu organisasi dikatakan memilki kinerja yang optimal, jika menghasilkan
sesuatu yang menguntungkan bagi para pemegang sahamnya.
Berbeda dengan (Mohammad Mahsun, 2006:25). Kinerja
(performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
commit to user
organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau
tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa
diketahui jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini
berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai.
Tanpa ada tujuan dan target, kinerja seseorang atau organisasi tidak
mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.
Pengertian Kinerja menurut Joko Widodo (2008:78-79). Kinerja
berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam
menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang
diberikan. Kinerja adalah melakukan sutu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil
seperti yang diharapkan.
Dari beberapa definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kinerja organisasi adalah tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah
direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi
yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi yang dilaksanakan dalam
kurun waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa
kinerja organisasi publik adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau aktivitas atau proggam yang telah direncanakan untuk
commit to user
oleh suatu organisasi publik yang dilaksanakan dalam kurun waktu
tertentu untuk memenuhi kebutuhan publik.
b. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja terhadap kinerja merupakan suatu hal yang
penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik,
informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa
jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut memenuhi
harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian
terhadap kinerja organisasi maka upaya untuk memperbaiki kinerja dapat
dilakukan secara lebih terarah dn sistematis. Informasi mengenai kinerja
penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara
pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.
Dengan adanya informasi mengenai kinerja maka benchmaking dengan
mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa
diciptakan. Selain itu menurut Sedarmayanti (2009:195) arti penting
penilaian kinerja organisasi antara lain dapat digunakan untuk :
1) Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk
mencapai kinerja
2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati
3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan
membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan
commit to user
4) Memberi penghargaan dan hukuman yang objektif atas pelaksanaa yang
telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati
5) Menjadi alat komunikasi antara karyawan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi
6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah tercapai
7) Menunjukakan peningkatan yang perlu dilakukan
8) Mengungkap permasalahan yang terjadi.
Penilaian kinerja menurut Joko Widodo (2008:93) menjadi suatu
hal yang sangat penting bagi setiap unit organisasi instansi pemerintah
karena:
1) Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara
keberhasilan dengan kegagalan
2) Jika suatu keberhasilan tidak didefinisikan, maka kita tidak
menghargainya
3) Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malah menghargai
kegagalan
4) Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti keberhasilan, berarti juga tidak
akan bisa belajar dari kegagalan
Selain itu, Bastian dalam Hessel Nogi (2005:173) berpendapat
bahwa penilaian kinerja dalam organisasi akan mendorong pencapaian
tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya
perbaikan secara terus menerus (berkelanjutan). Secara terperinci peran
penilaian kinerja organisasi adalah sebagai berikut :
1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan alat ukuran yang digunakan
commit to user
2) Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati
3) Memonitor dan mengevakuasi kinerja dengan perbandingan skema kerja
dan pelaksanaannya
4) Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi
5) Membantu proses kegiatan organisasi
6) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara
objektif
7) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:14) menyebutkan bahwa
tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah :
1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam keputusan pemberian
reward and punishment
5) Memotivasi pegawai
6) Menciptakan akuntabilitas publik
Ukuran kinerja merupakan tanda vital dari sebuah organisasi yang
mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam sebuah organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Hronec dalam
R.M. Chandima Ratnayake (2009) berikut ini:
commit to user
(Ukuran-ukuran kinerja didefinisikan sebagai karakteristik dari output-output yang didentifikasikan untuk tujuan evaluasi. Gagasan ukuran kinerja selanjutnya diperluas sebagai tanda-tanda vital dari sebuah organisasi, yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam suatu prosess atau output-output dari suatu proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan.)
Menurut Mc Donald dan Lawton dalam Yeremias T. Keban
(2004:01) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu
kegiatan yang sangat penting bagi setiap organisasi karena dapat dipakai
sebagai ukuran penilaian keberhasilan suatu organisasi dalam jangka
waktu tertentu bahkan penilaian tersebut juga dapat dijadikan input bagi
perbaikan/peningkatan kinerja organisasi selanjutnya.
Whittaker dan Simons dalam Hessel Nogi (2005:171)
menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas. Penilaian kerja juga digunakan untuk menilai pencapaian
tujuan dan sasaran (goals and objektives). Hal ini selaras dengan definisi
penilaian kerja yang tertuang dalam Reference Guide, Profince of
Albert, Canada dalam Hessel Nogi (2005:171) yang menyebutkan bahwa
penilaian kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang
telah dicapai dibandingkan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran
kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme dalam
memberikan penghargaan atau hukuman (reword/punishment), akan
tetapi penilaian kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat
commit to user
Penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat amat jarang
dilakukan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang kinerja mudah dilihat
dari probabilitas, yang diantaranya tercermin dari indeks harga saham,
sedangkan pada birokrasi publik tidak memiliki tolak ukur yang jelas
dan tidak mudah diperoleh informasinya oleh publik. Terbatasnya
informasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik terjadi karena
kinerja belum dianggap sebagai sesuatau hal yang penting bagi
pemerintah. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang
sebenarnya digunakan untuk menilai kinerja pejabat birokrasi sangat
jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang sebenarnya.
Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja
organisasi publik adalah kompleksitas indikator kinerjanya. Berbeda
dengan organisasi swasta yang indikatornya relatif sederhana dan
tersedia di pasar, indikator birokrasi sering sangat kompleks. Penilaian
birokrasi publik tidak hanya cukup hanya dilakukan dengan
menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan
efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat
pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan
reponsivitas.
Kesulitan lain dalam menilai kinerja birokrasi publik juga muncul
karena tujuan dan misi dari organisasi publik yang bukan hanya sangat
kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Pada kenyataannya bahwa
commit to user
yang sering berbenturan satu dengan yang lainnya sehingga membuat
birokrasi publik merumuskan misinya dengan jelas. Hal ini berakibat
pada ukuran kinerja organisasi publik di mata stakeholders juga berbeda.
(Agus Dwiyanto, 2006:46)
c. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan
hasil kerja dan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan
(Robertson dalam Mahmudi, 2008:6). Sedangkan menurut Lohman dalam
Muhamad Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu
aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari
tujuan strategis organisasi. Whittaker menjelaskan bahwa pengukuran
kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Simon
menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam
memonitor implementasi stategi bisnis dengan cara membandingkan
antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Jadi pengukuran
kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan
menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan
strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan
commit to user
Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis
organisasi. Jadi pengukuran kinerja harus berbasis pada strategi organisasi.
Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap
ukuran ini merupakan upaya konkrit dalam memformulasikan tujuan
strategis organisasi sehingga lebih berwujud dan terukur. Pengukuran
kinerja juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi.
Hal ini terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran
kinerja yang digunakan. Organisasi dengan karakteristik operasional yang
berbeda membutuhkan ukuran kinerja yang berbeda pula (Mohammad
Mahsun, 2006 : 29-30).
Elemen pokok pengukuran kinerja menurut Mohammad Mahsun
(2006 : 26-28) adalah sebagai berikut :
1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi
Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa
yang ingin dicapai organisasi, sasaran merupakan tujuan organisasi yang
sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas,
strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai
tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan
berpedoman pada visi dan misi organisasi.
2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja
Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak
langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan
commit to user
secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat
dibutuhkan untuk menilai ketercapaian tujuan, sasaran, strategi.
Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama
dan indikator kinerja kunci, faktor keberhasilan utama adalah suatu
area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi.
Area ini menggambarkan preferensi manajerial dengan
memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan non finansial
pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus
segera konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi.
Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator
yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat
finansial maupun non finansial untuk melaksanakan operasi dan
kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk
mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi
adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran
kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan
indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif,
penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif
berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampau
indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif
commit to user
kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan
kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan
ukuran kinerja yang ditetapkan.
4) Evaluasi kinerja
Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima
informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi.
Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran
tertentu. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan
reward-punishment, penilaian kemajuan organisasi dan dasar
peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Menurut Joko Widodo (2008:94-95) pengukuran kinerja
merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam
melaksanakan kegiatan berdasarkan indikator kinerja yang telah
ditetapkan. Pengukuran kinerja organisasi digunakan untuk penilaian atas
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai
dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Inti aktivitas pengukuran
kinerja yakni melakukan penilaian. Hakikat penilaian yakni
membandingkan antara realita dengan standar yang ada.
Sedangkan tujuan pengukuran kinerja sektor publik menurut
Mahmudi (2008:14) antara lain:
1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
commit to user 3) Memperbaiki kinerja berikutnya
4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian
5) Reward dan punishment
6) Memotivasi pegawai
7) Menciptakan akuntabilitas publik.
d. Indikator Kinerja
Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen,
manajemen menetapkan target kemudian menggunakan pengukuran
kinerja untuk mengetahui apakah target tersebut telah tercapai. Hal ini
diungkapkan oleh Juhani Ukko (2008) berikut ini:
“Performance measurement is quite often viewed from the perspective of the management. The management sets the targets and applies performance measurement to monitor whether these targets are met.”
(Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen. Menejemen menetapkan target-target kemudian menerapkan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target-target tersebut telah tercapai.)
Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja maka
diperlukan indikator kinerja. Definisi indikator kinerja menurut
Muhammad Mahsun (2006:71) merupakan kriteria yang digunakan untuk
menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam
ukuran-ukuran tertentu. Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran
kinerja. Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria
pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu
commit to user
merupakan indikasi kinerja, sehingga bentunya cenderung kualitatif.
Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja mengacu pada penilaian
kinerja secara langsung, sehingga bentunya lebih bersifat kuantitatif.
Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai
tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.
Ada berbagai macam indikator yang dapat digunakan untuk
menilai kinerja organisasi publik. Menurut Mohammad Mahsun (2006 :
77-78) jenis indikator kinerja pemerintah daerah meliputi :
1) Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator
ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana), sumber daya
manusia, peralatan, material, dan masukan lain, yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya manusia,
suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki
telah sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan. Tolok ukur ini dapat
pula digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan
lembaga-lembaga relevan.
2) Indikator proses (process), dalam indikator proses, organisasi merumuskan
ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi
pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses
adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan tersebut.
Efisiensi berarti besarnya hasil yang diperoleh dengan pemanfaatan
sejumlah input. Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa
suatu kegiatan dilaksanakan lebih murah dibandingkan dengan standar biaya
commit to user
3) Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat
dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik. Indikator
atau tolok ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang
dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluaran, instansi
dapat menganalisis apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan
suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang
terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu, indikator keluaran
harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Misalnya untuk
kegiatan yang bersifat penelitian, indikator kinerja berkaitan dengan
keluaran paten dan publikasi ilmiah.
4) Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran pada jangka menengah (efek langsung). Pengukuran
indikator hasil seringkali rancu dengan indikator keluaran. Indikator
outcome lebih utama dari sekedar output. Walaupun produk telah berhasil
dicapai dengan baik, belum tentu outcome kegiatan tersebut telah tercapai.
Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang
mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome,
organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam
bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan
memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.
5) Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang
diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut baru tampak setelah
commit to user
Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan dapat diselesaikan dan
berfungsi secara optimal (tepat lokasi dan waktu).
6) Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif
maupun negatif.
Indikator kinerja menurut Mahmudi (2008:147) merupakan sarana
atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau
proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator
kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau
rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja
organisasi.
Lebih lanjut Mahmudi (2008:148) mengemukakan peran indikator
kinerja antara lain:
1) Membantu memperbaiki praktik manajemen
2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung
jawab secara eksplisit dan memberi bukti atas suatu keberhasilan atau
kegagalan
3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan
pengendalian
4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga
memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja
bagi semua level organisasi
commit to user
Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry dalam Ratminto dan
Atik Septi Winarsih (2005:175-176) mengemukakan indikator kinerja:
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.
1) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya ketampakan fisik dari gedung
peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.
2) Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan
pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
3) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong
Customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
4) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja
dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.
5) Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh
provider kepada customers.
Menurut Mc. Donald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi
Winarsih (2005 : 174) mengemukakan indikator kinerja : output oriented
measure thgroughput, efficiency, effectiveness.
1) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu
penyelenggaraan pelayanan publik.
2) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun
misi organisasi.
Menurut Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih
(2005:175) mengemukakan indikator kinerja : responsiveness,
commit to user
1) Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap
providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan
customers
2) Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan public itu
dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan tang telah
ditetapkan
3) Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada
di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma
yang berkembang dalam masyarakat.
Menurut Salim dan Woodward dalam Ratminto dan Atik Septi
Winarsih (2005 : 174-175) mengemukakan indikator kinerja : economy,
efficiency, effectiveness, equity.
1) Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang
sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
2) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam
suatu penyelenggaraan pelayanan publik.
3) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang
commit to user
4) Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan
dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.
Terdapat beberapa indikator kinerja yang biasa digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi publik. Menurut Agus Dwiyanto
(2006:50-51) indikator dalam menilai kinerja birokrasi publik yaitu:
1) Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi
juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami
sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa
terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO)
mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas
dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki
hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang
penting. (Agus Dwiyanto 2006:50)
2) Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi sangat penting
dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak
pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul
karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang
diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan
masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja
organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan
commit to user
kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah.
Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali
dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses
terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas
layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja
organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan
masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi
publik. (Agus Dwiyanto 2006:50)
3) Responsivitas
Responsivitas menurut Agus Dwiyanto (2006:51-52) adalah
kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk
pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai
salah satu indikator kinerja responsivitas secara langsung
menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan
misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara
pelayan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas
menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan
commit to user
dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. (Agus Dwiyanto
2006:51)
4) Responsibilitas
Lenvine dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menyatakan bahwa
responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit
maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu
ketika berbenturan dengan responsivitas.
5) Akuntabilitas
Akuntabilitas publik dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menunjuk pada
seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat
politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat
politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan
selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini,
konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa
besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan
kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya
bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi
publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya
harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik
commit to user
dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat.
Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:49) mengemukakan
indikator-indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja birokrasi publik
seperti di bawah ini:
“Penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu sendiri seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber pelayanan, pengguna layanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.”
Dari Penjelasan di atas untuk mengetahui bagaimana kinerja Dinas
Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM
Produk Unggulan maka digunakan indikator produktivitas, responsibilitas,
dan akuntabilitas sehingga akan diketahui gambaran kinerja Dinas
Koperasi dan UMKM Kabupaten Boyolali dalam pemberdayaan UKM
Produk Unggulan
1) Produktivitas
Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input
dan output, artinya perbandingan sejauh mana upaya yang dilakukan
dengan hasil yang diperolehnya dalam periode tertentu. Hasil yang