• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

SARTINA LYLYS SUSIYANTI MALAU 101101140

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

Kabupaten Dairi.

Penulis : Sartina Lylys Susiyanti Malau

Prog. Study : S1 Keperawatan

Tahun Akademik : 2013/2014

ABSTRAK

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Besarnya masalah kekurangan gizi pada Balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) meliputi; defenisi,, waktu, cara, jenis, syarat, dan frekuensi pemberian makanan pendamping ASI. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menampilkan tabel distribusi frekuensi data demografi dan pengetahuan responden. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi yang telah diberikan makanan pendamping ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sejumlah 40 orang dan sampel berjumlah 36 orang, dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara terpimpin dengan kuesioner. Instrumen kuesioner digunakan untuk data demografi dan pengetahuan ibu. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu berpengetahuan baik (58,3%). Hal-hal yang mungkin mempengaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan terakhir masing-masing responden, usia, suku, serta pernah tidaknya responden mendapat informasi mengenai pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peran serta petugas kesehatan sangat mempengaruhi pengetahuan ibu. Semakin sering responden terpapar dengan informasi, semakin menigkat pula pengetahuan responden. Oleh karena itu, sangat diharapkan kerjasama lintas program ataupun dengan lembaga terkait (Puskesmas pembantu dan Posyandu) untuk meningkatkan pengetahuan ibu.

(4)

Dairi District

Writer : Sartina Lylys Susiyanti Malau

Study Program : S1 Nursing

Academic Year : 2013-2014

ABSTRACT

Food supplement besides ASI (breast milk) is food given to a baby when it is already six months old or more because ASI does not fulfill the need of nutrition for a baby any more. The serious problem of malnutrition in babies is still a public health problem in Indonesia. The objective of the research was to find out mothers’ knowledge in giving food supplement besides ASI which includes definition, time, method, type, requirements, and frequency in giving food supplement besides ASI. The research used descriptive method which presented frequency distribution tables of respondents’ demographic data and their knowledge. The population was 40 mothers whose babies were given food supplement besides ASI at Huta Rakyat village, Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and 36 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting guided interviews with questionnaires. The questionnaire instruments were mothers’ demographic data and their knowledge. The result of the research showed that the majority of the respondents (58.3%) had good knowledge. Some factors, which probably influenced respondents’ knowledge, were their last education, age, ethnicity, and whether they had gotten information about giving food supplement besides ASI to their babies. Based on the result of the analysis, it was found that participation of health care providers had dominant influence on mothers’ knowledge. The more the respondents were exposed to information, the more improving their knowledge. Therefore, it is recommended that collaboration among inter-programs or with the other institutions (auxiliary puskesmas and posyandu) in order to improve mothers’ knowledge should be conducted.

Keywords: Knowledge, MP-ASI (Food Supplement besides ASI)

(5)

berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di

Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan

dari semua pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang memberi izin penelitian sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

2. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns, M.Biomed selaku pembimbing skripsi yang

telah banyak memberikan arahan bantuan, kritikan, dan masukan-masukan

yang berguna untuk membangun skripsi ini, Ibu Rika Endah Nur Hidayah,

S.Kp, M.Pd selaku dosen penguji I dan Ibu Wadiyah Daulay, S.Kep,

M.Kep selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan

bimbingan untuk terbangunnya skripsi ini.

3. Ibu Rosina Tarigan, S.Kep, M.Kep, SpKMB selaku dosen pembimbing

akademik yang telah banyak memberi dukungan, bimbingan dan arahan

kepada penulis sejak semester awal.

4. Keluarga yang selalu mendukung, khususnya Ayahanda S.H. Malau dan

(6)

5. Sahabat-sahabat yang mendukung, Hesron Ginting, Ivan Simanjuntak,

Priskawaty Sitompul, Tari Listorini, dan semua teman satu angkatanku

2010 lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu

membantuku, mendoakan, dan memberi semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik itu dari segi penulisan dan bahasa.

Maka dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan masukan

dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Medan, Juli 2014

(7)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Pertanyaan Penelitian ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengetahuan ... 6

2.1.1. Definisi Pengetahuan ... 6

2.1.2. Tingkatan Pengetahuan ... 6

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 8

2.1.4. Cara memperoleh pengetahuan ... 9

2.2.1. Pengukuran pengetahuan ... 12

2.2.Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 13

2.3.1. Definisi MP-ASI ... 13

2.3.2. Waktu pemberian MP-ASI ... 13

2.3.3. Cara pemberian MP-ASI ... 15

2.3.4. Frekuensi pemberian MP-ASI ... 16

2.3.5. Syarat-syarat MP-ASI ... 18

2.3.6. Jenis MP-ASI ... 19

BAB 3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep penelitian ... 22

3.2. Variabel Penelitian ... 23

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 24

4.2. Populasi dan Sampel ... 24

4.2.1. Populasi dan Sampel ... 24

4.3. Lokasi dan waktu penelitian ... 25

4.3.1. Lokasi Penelitian ... 25

(8)

4.6.Pengumpulan data ... 29

4.7. Analisa Data ... 31

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.Hasil Penelitian ... 33

5.1.1. Karakteristik reponden ... 33

5.1.2. Distribusi frekuensi jawaban responden ... 35

5.1.3. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI ... 37

5.2. Pembahasan ... 38

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 42

6.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

Lampiran

1. Inform Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Lembar Etika Penelitian 4. Lembar Validitas Instrumen 5. Reliabilitas Instrumen 6. Tabulasi Data Penelitian 7. Lampiran Print Output SPSS 8. Lembar Izin Penelitian dari Fakultas

9. Lembar Izin Penelitian dari Kepala Desa Sabungan Nihuta 10. Jadwal Tentantif Penelitian

11. Taksasi Dana

(9)

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

(10)

Tabel 2.1. Frekuensi pemberian makanan pendamping ... 17

Tabel 2.2. Keterampilan mulut, tangan, tubuh, kemampuan makan bayi, dan jenis makanan pendamping bayi... 20

Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 22

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan persentasi karateristik ibu yang memberikan MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 34

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi jawaban ibu yang memberikan MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 36

(11)

Kabupaten Dairi.

Penulis : Sartina Lylys Susiyanti Malau

Prog. Study : S1 Keperawatan

Tahun Akademik : 2013/2014

ABSTRAK

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Besarnya masalah kekurangan gizi pada Balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) meliputi; defenisi,, waktu, cara, jenis, syarat, dan frekuensi pemberian makanan pendamping ASI. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menampilkan tabel distribusi frekuensi data demografi dan pengetahuan responden. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi yang telah diberikan makanan pendamping ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sejumlah 40 orang dan sampel berjumlah 36 orang, dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara terpimpin dengan kuesioner. Instrumen kuesioner digunakan untuk data demografi dan pengetahuan ibu. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu berpengetahuan baik (58,3%). Hal-hal yang mungkin mempengaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan terakhir masing-masing responden, usia, suku, serta pernah tidaknya responden mendapat informasi mengenai pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peran serta petugas kesehatan sangat mempengaruhi pengetahuan ibu. Semakin sering responden terpapar dengan informasi, semakin menigkat pula pengetahuan responden. Oleh karena itu, sangat diharapkan kerjasama lintas program ataupun dengan lembaga terkait (Puskesmas pembantu dan Posyandu) untuk meningkatkan pengetahuan ibu.

(12)

Dairi District

Writer : Sartina Lylys Susiyanti Malau

Study Program : S1 Nursing

Academic Year : 2013-2014

ABSTRACT

Food supplement besides ASI (breast milk) is food given to a baby when it is already six months old or more because ASI does not fulfill the need of nutrition for a baby any more. The serious problem of malnutrition in babies is still a public health problem in Indonesia. The objective of the research was to find out mothers’ knowledge in giving food supplement besides ASI which includes definition, time, method, type, requirements, and frequency in giving food supplement besides ASI. The research used descriptive method which presented frequency distribution tables of respondents’ demographic data and their knowledge. The population was 40 mothers whose babies were given food supplement besides ASI at Huta Rakyat village, Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and 36 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting guided interviews with questionnaires. The questionnaire instruments were mothers’ demographic data and their knowledge. The result of the research showed that the majority of the respondents (58.3%) had good knowledge. Some factors, which probably influenced respondents’ knowledge, were their last education, age, ethnicity, and whether they had gotten information about giving food supplement besides ASI to their babies. Based on the result of the analysis, it was found that participation of health care providers had dominant influence on mothers’ knowledge. The more the respondents were exposed to information, the more improving their knowledge. Therefore, it is recommended that collaboration among inter-programs or with the other institutions (auxiliary puskesmas and posyandu) in order to improve mothers’ knowledge should be conducted.

Keywords: Knowledge, MP-ASI (Food Supplement besides ASI)

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Menurut Badan Litbangkes 2010, dan data Riskesda 2007 masalah gizi

merupakan masalah yang sangat serius dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Hasil Riskesda 2007 dan 2010 menunjukkan prevalensi yang terjadi pada anak

balita berkisar 36 - 40 persen (Supraptini, 2007).

Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat

buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak

meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan.

Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen

kematian anak (WHO, 2011). Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang dan gizi

buruk pada balita di Indonesia karena terlambat memberikan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) sehingga bayi tidak akan suka makan selain ASI pada

umur lebih dari 6 bulan (Alfrida, 2003).

Salah satu penyebab terjadinya kekurangan energi protein (KEP) pada

balita adalah rendahnya pengetahuan dan kurangnya keterampilan keluarga

khususnya ibu tentang cara pengasuhan anak, meliputi praktik pemberian makan

anak, upaya pemeliharaan kesehatan dan praktik pengobatan anak, serta praktik

kebersihan diri anak. Oleh karena itu upaya perbaikan gizi masyarakat harus

(14)

meningkatkan kemandirian keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi serta

mengatasi masalah gizi dan kesehatan anggota keluarganya (Ayu, 2008).

Kekurangan gizi pada balita ini meliputi kurang energi dan protein serta

kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi, iodium dan zinc. Seperti halnya

angka kematian ibu (AKI), angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di

ASEAN (BAPPENAS, 2004). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi

kurang menjadi 17,9% dan gizi buruk menjadi 4,9%, artinya kemungkinan besar

sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi

buruk dapat tercapai. Perkembangan setiap anak pada awal kehidupannya sangat

tergantung pada orang tua terutama ibu, yang melahirkan dan yang pertama

membantu segala keperluannya. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya

perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI

Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vitamin A, tablet

besi bagi ibu hamil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana

kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan (DEPKES, 2010).

Pemberian makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI) dimulai sejak

bayi berusia 6 bulan, namun bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Menurut

Prasetyono (2009) bayi siap diberikan makanan padat pada usia 6-9 bulan, jika

makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk

menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik, serta

menyebabkan gangguan pencernaan dan sebagainya. Oleh karena itu, sangatlah

(15)

dan dilanjutkan sampai bayi berumur sekurang-kurangnya 2 tahun dengan

makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI).

Berdasarkan penelitian Hayati (2012) Pemberian MP-ASI pada Etnis

Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir menunjukkan adanya hubungan faktor suku

dalam pemberian MP-ASI. Kebanyakan pemberian makanan pendamping

dilakukan setelah 2-3 hari bayi lahir, jenis MP-ASI yang diberikan berbeda-beda.

Frekuensi dan cara pemberiannya juga bervariasi. Namun, sebagian kecil ibu di

daerah ini justru terlambat memberi MP-ASI kepada bayinya. Mereka mengaku

belum memberi MP-ASI sampai bayi mereka berusia 9 bulan bahkan 1 tahun,

dikarenakan bayi menolak makanan yang diberikan. Makanan pendamping AS1

seperti pisang lumat, bubur susu, pepaya lumat sebaiknya diberikan pada bayi

umur diatas 4 bulan. Tetapi secara tradisional di negara berkembang biasanya

ibu-ibu telah memberikan makanan tambahan sejak minggu-minggu pertama

kelahiran (Setywati, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Ibnu (2013)

pemahaman ibu baduta tentang Makanan Pendamping ASI tidak secara teoritis,

hanya berdasarkan pada konsep ibu sendiri yang merupakan gabungan antara

pengetahuan ibu dan Passang (pesan turun temurun yang menjadi pedoman hidup

masyarakat Ammatoa). Bayi mulai diberikan MP-ASI jika sudah ada tanda-tnda

seperti: menangis dan mengigit-gigit jarinya, tidak ada umur pasti pertama

diberikan hanya berdasarkan kebutuhan. Menurut Supraptini (2003) sebagian

daerah di Indonesia masih banyak yang memberikan makanan tambahan terlalu

(16)

Berdasarkan fenomena yang sering diamati peneliti di Desa Huta Rakyat,

hampir keseluruhan ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini kepada bayinya,

dan tidak ada spesifikasi umur pertama diberikan makanan pendamping.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan lima orang ibu yang berada di desa

tersebut, semuanya mengaku bahwa mereka memberi makanan pendamping

ketika bayinya masih berusia dibawah tiga bulan, dan dua orang ibu yang

memberikan makanan pendamping ketika bayinya belum mencapai usia satu

bulan. Jenis makan pendamping yang diberikan cukup beragam, ada yang

memberikan bubur susu, pisang yang dikerok, dan ada ibu yang memberikan

bubur saring.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti

pengetahuan ibu tentang pemberian ASI dan MP ASI pada bayi yang berusia

dibawah satu tahun di Desa Huta rakyat Kecamatan Sidikalang.

1.2. Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MP ASI pada anak

dibawah satu tahun.

1.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan ibu

tentang pemberian MP ASI pada anak dibawah satu tahun?

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan

Memberikan informasi, serta menjadi sumber referensi tambahan kepada

(17)

1.4.2. Bagi pelayanan dan praktik keperawatan.

Memacu tenaga kesehatan khususnya perawat komunitas di Desa Huta

Rakyat, Sidikalang untuk melakukan promosi kesehatan secara berkala kepada

mesyarakat terutama ibu-ibu yang memiliki bayi mulai usia 6-24 bulan terkait

pemberian MP-ASI.

1.4.2. Bagi penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran pada penelitian

selanjutnya, dan menjadi pembanding pada penelitian yang sudah ada.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, penciuman,

pendengaran, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

dari indera penglihatan dan indera pendengaran. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar

menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, dan sebagainya.

2.1.2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif empunyai enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengtahuan paling rendah. Pengetahuan

tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima

(19)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan utuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (sebenarnya). Aplikasi ini diartikan

sebagai penggunaan hukum, rumus-rumus , metode, prinsip, dan sebagainya

dalam situasi lain.

4. Analisa (Analysis)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek

yang telah dipelajari kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi dan masih saling berkaitan.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian informasi di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Misalnya, dapat merencanakan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah

ada.

6. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan penilaian atau

(20)

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan dibagi menjadi dua

faktor yaitu faktor internal dan eksternal (Notoatmodjo, 2003).

A. Faktor internal:

Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,

Pertama pendidikan, pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan

dimana seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki

pengetahuan yang lebih luas. Namun, bukan berarti setiap orang yang memiliki

pendidikan yang rendah mutlak memiliki pengetahuan yang rendah. Pengetahuan

tidak hanya didapat pada pendidikan fomal, akan tetapi pengetahuan juga dapat

diperoleh dari pendidikan non formal.

Kedua pengalaman juga sangat mempengaruhi pengetahuan. Pengalaman

sebagai sumber pengetahuan merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Ketiga usia mempengaruhi

terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan

semakin berekembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga

pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

B. Faktor eksternal:

Selain faktor internal, faktor eksternal juga mempengaruhi pengetahuan

(21)

yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun yang non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan

masyarakat tentang inovasi baru. Kedua Sosial Budaya dan Ekonomi, kebiasaan

dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakuakan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah

pengetahuannya walaupun tidak melakukan apapun. Status ekonomi seseorang

juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Faktor yang ketiga adalah lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang

ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

Lingkungan berpengaruh dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya

interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh

setiap individu.

2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,

yakni: pertama cara tradisional atau nonilmiah, dan kedua cara modern atau cara

(22)

a. Cara Memproleh Kebenaran Nonilmiah

1. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai sebelum adanya kebudayaan. Apabila seseorang

menghadapi persoalan atau masalah, maka upaya pemecahannya dilakukan

dengan coba-coba saja. Cara ini dilakukan dengan menggunakan beberapa

kemungkinan dalam memecahakan masalah, dan apabila tidak berhasil maka akan

dicoba kemungkinan yang lain. Itulah sebabnya cara ini disebut dengan metode

trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba salah (coba-coba).

2. Secara Kebetulan

Merupakan penemuan kebenaran yang terjadi secara kebetulan atau tidak

disengaja. Misalnya penemuan kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria

yang secara kebetulan ditemukan oleh seorang penderita malaria yang sedang

mengembara.

3. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Cara ini merupakan suatu kebiasaan-kebiasaan yang sering dijumpai di

masyarakat yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.

Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin agama,

pemegang pemerintahan, dan sebagainya. Kekuasaan raja zaman dahulu adalah

mutlak, sehingga apapun yang diucapkannya adalah kebenaran mutlak dan harus

diterima oleh masyarakat atau rakyatnya.

4. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

(23)

dilakukan dengan cara mengulangi kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5. Cara Akal Sehat

Akal sehat atau commom sense kadang-kadang menemukan teori atau

kebenaran. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan

cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam

konteks pendidikan.

6. Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan

melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh

pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut

rasional atau tidak.

7. Kebenaran secara Intuitif

Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena

kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.

Kebenaran diperoeh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau

bisikan hati saja.

8. Melalui Jalan Pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan

jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Dalam hal ini manusia

(24)

9. Induksi

Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang dimuai dari

pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus ke pernyataan yang bersifat umum.

10. Deduksi

Deduksi merupakan pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus. Disini terlihat proses

berfikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang

khusus.

b. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Metode ilmiah adalah upaya memecahkan

masalah melalui cara bepikir rasional dan berpikir empiris dan merupakan

prosedur untuk mendapatkan ilmu (Setiadi, 2007).

2.1.5. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan tekhnik wawancara, penyebaran

kuesioner dengan daftar pertanyaan yang relevan dengan aspek yang akan di ukur

(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan skala

pengukuran ordinal yang merupakan himpunan yang beranggotakan pangkat,

jabatan, tingkatan, atau order. Pengetahuan dikategorikan dalam bentuk lebih

besar atau lebih kecil dari, misalnya 0= jelek, 1= cukup, 2= baik, 3= sangat baik

(Nursalam, 2009). Skor yang sering digunakan untuk mempermudah dalam

(25)

persentase, misalnya pengetahuan Baik = 76-100%; Cukup = 56-75%; dan

Kurang ≤ 56% (Nursalam, 2003).

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.2.1. Definisi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang

telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi

bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk

mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima

bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Sulistijani, 2004).

MP-ASI meliputi cairan lain (misal air putih, air teh, air gula atau madu,

air buah, air tajin), susu pengganti ASI atau PASI (susu segar susu kental manis

dan susu formula, susu bubuk) dan makanan lumat, makanan lembek atau

makanan padat (Proverawati, 2009).

2.2.2. Waktu pemberian MP-ASI (Usia menyapih)

Waktu memulai pemberian MP-ASI sekurangnya berusia 6 bulan karena

pada usia 6 bulan tersebut bayi sudah mengeluarkan air liur lebih banyak dan

produksi enzim amilase lebih banyak pula sehingga bayi siap menerima makanan

selain ASI. Memasuki usia 6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair

karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setangah padat.

Di samping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang

usia 9 bulan, bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke

(26)

(setengah) padat (Lailiyana, 2008).

Menurut Proverawati (2009) jika kemudian bayi disapih pada usia 6 bulan,

tidak berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, melainkan juga

karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Pada saat

berusia 6-9 bulan alat pencernaan bayi sudah lebih berfungsi, dan bayi

membutuhkan penyerapan vitamin A dan zat gizi lainnya meskipun pemberian

ASI diteruskan, namun bayi seharusnya diberikan makanan pendamping yang

lumat dua kali sehari. Setelah bayi berusia 9-12 bulan bayi sudah mulai

diperkenalkan makanan keluarga secara bertahap, bayi juga diajarkan mengenl

berbagai jenis makanan dengan cara penyajian sayur dan lauk pauk berganti-ganti

setiap harinya. Pada usia ini bayi dapat diberi makanan selingan berupa bubur

kacang ijo ataupun buah-buahan satu sampai dua kali dalam sehari.

Bayi membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk tumbuh kembang

optimal. Bagi bayi berusia 0-6 bulan, pemberian ASI saja sudah cukup, namun

bagi bayi diatas 6 bulan diperlukan makanan selain ASI yaitu berupa makanan

pendamping (Depkes RI, 2006). Air susu adalah makanan yang baik, sedemikian

puasnya ia hanya makan air susu, sehingga beberapa bayi merasa puas

memakannya sampai 2 atau 3 tahun. Jika bayi dibiarkan begitu terus-menerus,

bayi akan menolak dan tidak akan menyukai jenis-jenis makanan yang

mengandung zat yang seimbang bagi anak-anak. Hal ini akan menyebabkan bayi

mengalami kekurangan gizi, terutama zat besi, vitamin C, dan D.

Menurut Arisman (2008) pada umumnya bayi yang menderita kekurangan

(27)

tahun, tanda-tandanya sebagai berikut: Pertumbuhan tubuhnya berjalan lambat,

dan otot dagingnya menyusut dan lembek, tetapi masih mempunyai sedikit lemak.

Selain itu, terjadi pembengkakan (edema) pada kaki bagian bawah. Wajah bayi

nampak bulat seperti bulan. Sedikit demi sedikit warna rambut hitamnya (normal)

berubah agak coklat kemerahan (pirang) atau abu-abu, dan rambutnya mudah

rontok atau tanggal. Bayi yang berambut keriting bila menderita kurang protein

(kwashioskor) ini rambutnya dapat menjadi lurus. Warna kulitnya menjadi pucat,

dan biasanya bayi tersebut disertai dengan menderita anemia. Bayi tampak

murung, kurang bergairah dan apatis. Bayi tidak mempunyai nafsu makan.

2.2.3. Cara memberikan MP-ASI.

Permulaan masa menyapih merupakan awal dari suatu perubahan besar

baik bagi bayi maupun ibunya. Proses ini diupayakan tidak terjadi secara

mendadak. Insidensi penyakit infeksi, terutama diare, lebih tinggi pada saat

periode ini. Hal ini terjadi dikarenakan makanan berubah dari ASI yang bersih

dan mengandung zat-zan anti infeksi (antara lain: IgA, laktoferin, WBC) menjadi

makanan yang disiapkan, dan dimakan dengan cara yang salah, serta tidak

mengindahkan syarat kebersihan (Arisman, 2008).

Pemberian makanan pendamping disarankan bervariasi setiap minggunya

agar bayi tidak merasa bosan. Namun, harus tetap memperhatikan komposisi

gizinya dan konsep empat sehat lima cukup. Saat memberikan makanan

pendamping ibu harus memperhatikan jadwal pemberian makanan yang tepat

untuk bayi. Jika ibu telah mengetahui pemberian jadwal makanan yang tepat,

(28)

Hal ini bertujuan untuk menghindari nafsu makanannya yang besar. Jika ibu tetap

ingin memberikan snack satu jam sebelum makan, berilah snack yang sehat

berupa buah segar atau sayuran.

Saat bayi berusia 6-8 bulan bayi diberi bubur susu atau makanan yang

dilumatkan. Selain itu, bayi juga dapat mengkonsumsi makanan camilan seperti

biskuit yang dilumatkan. Menjelang usia 9 bulan, bayi sudah dapat memakan

makanan lunak seperti nasi tim. Saat bayi berusia 9-12 bulan, makan setengah

padat dan makanan padat berupa makanan keluarga sudah boleh diperkenalkan.

Pada saat memperkenalkan makanan, sebaiknya cukup diperkenalkan satu

jenis makanan saja, dalam jumlah kecil. Seandainya bayi tidak dapat menoleransi

makanan ini, atau bahkan menimbulkan reaksi alergi, gejala yang timbul mudah

dikenali, dan makanan itu tidak diberikan lagi. Makanan sebaiknya tidak

dicampur karena bayi harus mempelajari perbedaan tekstur dan rasa makanan.

Cara pemberian makanan pendamping sebaiknya disuapkan dengan

menggunakan sendok dan tidak dimasukkan kedalam botol susu, atau membuat

lubang dot lebih besar, yang mengesankan seolah bayi meminum makanan padat.

Ketika memberikan makanan pendamping, volume dan frekuensi pemberian susu

sebaiknya tidak dikurangi secara drastis.

2.2.4. Frekuensi pemberian makanan

Bayi memerlukan waktu beberapa hari untuk menyukai cita rasa makanan

baru, jika bayi mau memakan makanan pendamping, pemberian pertama cukup

dua kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh. Kira-kira dua minggu kemudian

(29)

karena bayi tidak suka memakan makanan pendamping, tetapi karena belum

terbiasa menggunakan lidahnya mendorong makanan kebelakang mulut (Beck,

2011).

Kebutuhan bayi akan meningkat seiring tumbuh-kembangnya. Jika bayi

telah menggemari makanan baru tersebut, ia akan mengonsumsi 3-6 sendok besar

penuh setiap kali makan. Pada usia 6-9 bulan, bayi setidak-tidaknya

membutuhkan empat porsi, namun tetap membutuhkan ASI. Jika dengan takaran

tersebut bayi tersebut masih kelaparan, berilah ia makanan selingan, misalnya

pisang atau biskuit. Bayi memerlukan sesuatu untuk dimakan setiap 2 jam, begitu

ia terbangun. Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dilakukan

secara bertahap, baik porsi, jenis, maupun tekstur makanannya juga harus

disesuaikan (Proverawati, 2009).

Tabel 2.1. Frekuensi pemberian makanan pendamping (Proverawati, 2009).

Umur Frekuensi pemberian MP-ASI

0-6 bulan ASI sepuasnya

6-8 bulan ASI sepuasnya

Buah 1-2 kali sehari

Makanan lumat 1-2 kali sehari

8-10 bulan ASI diteruskan

Buah 1-2 kali sehari

Makanan lumat 2 kali sehari

(30)

10-12 bulan ASI dilanjutkan

Buah 1-2 kali sehari

Makanan lumat 1 kali sehari

Makanan lembek 2 kali sehari

Telur 1 kali sehari

2.2.5. Syarat-syarat Makanan Pendamping-ASI yang diberikan

Menurut Arisman (2008) bahan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang

ideal harus mengandung: (1) Makanan pokok (pangan yang paling banyak

dikonsumsi oleh keluarga), biasanya makanan yang mengandung tepung, seperti

beras, gandum, kentang, tepung maizena. (2) Kacang, sayuran berdaun hijau atau

kuning, (3) Buah, (4) Daging hewan, (5) Minyak atau lemak.

Makanan tambahan yang diberikan pada bayi hendaknya memenuhi

beberapa syarat seperti:

a. Makanan terbuat dari bahan makanan yang segar dan harus memiliki nilai

energi dan kandungan protein tinggi.

b. Susunan menu seimbang (berasal dari 10-15% protein, 25-35% dari lemak,

50-60% dari karbohidrat).

c. Mengandung banyak nilai gizi dan berserat lunak

d. Memiliki nilai suplementasi yang baik, memiliki komposisi vitamin dan

(31)

e. Makanan tambahan juga tidak boleh bersifat kamba, yang dapat

menimbulkan rasa kenyang pada bayi. Karena bukan kenyang yang

diberikan pada bayi tetapi energi , protein, dan zat-zat gizi yang

diperlukan.

f. Makanan dapat diterima bayi dengan baik atau tidak menimbulkan reaksi

alergi.

g. Harga bahan makanan relatif murah.

h. Bahan makanan hendaknya berasal dari bahan-bahan lokal.

Makanan tambahan bagi bayi sudah seharusnya menghasilkan energi yang

tinggi, sedikitnya mengandung 360 Kkal per 100 gram. Bagi bayi yang berusia 6

sampai 12 bulan kebutuhan energinya sekitar 870 Kkal dan protein sekitar 20 gr

per hari. Hindari makanan yang mengandung serat kasar serta bahan lain yang

sulit dicerna.

2.2.6. Jenis MP-ASI

Pada awal pemberian makanan pelengkap ibu dianjurkan memberikan

sereal yang dimasak terlebih dahulu, seperti berbagai tepung beras untuk bayi,

konsistensinya sama dengan larutan susu (Beck, 2011).

Menurut Proverawati (2009) jenis-jenis MP-ASI yang diberikan, antara

lain sebagai berikut:

1. Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak

(32)

bubur susu, bubur sumsum, pisang dikerok, pepaya saring, tomat saring, dan

sebagainya.

2. Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan

tampak berair, contoh: bubur nasi saring, bubur ayam, nasi tim saring, kentang

puri, dan lain-lain.

3. Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan

biasanya disebut makanan keluarga, contoh: lontong, nasi tim, kentang rebus,

biskuit, roti, dan lain-lain. Sangat tidak dianjurkan untuk memberikan makanan

padat ini terlalu cepat mengingat sistem pencernaan bayi masih sangat lemah.

Selain jenis-jenis makanan pelengkap tersebut, jenis makanan selingan lain

juga dapat diberikan pada bayi, seperti; bubur kacang ijo, sari buah jeruk, pepaya,

atau pisang, yang diberi sebelum bayi menyusu pada siang hari.

Jenis dan cara pemberian makanan pendamping seharusnya disesuaikan

dengan kemampuan bayi sesuai dengan usianya, berikut tabel yang menunjukkan

keterampilan bayi sesuai dengan usianya.

Tabel 2.2. Keterampilan mulut, tangan, tubuh, kemampuan makan bayi

dan jeni makanan pendamping ASI sesuai dengan usianya (Proverawati, 2008).

Usia (bulan)

Keterampilan mulut Keterampilan tangan dan tubuh

- Bisa melakukan gerakan mengunyah

- Dapat duduk sendiri tanpa ditopang

- Gerakan mata mengikuti makanan

(33)

bawah jempol dan jari telunjuk untuk mengangkat benda

- Mulai dapat

minum dengan gelas

- Mulai dapat makan dengan makanan (di dalam mulut) ke kiri dan ke kanan

- Dapat

menyesuaikan bibir dengan bentuk lengkung gelas

- Mulai mengunyah dengan lebih sempurna

- Duduk sendiri dengan mudah

- Dapat memindahkan objek dari tangan ke mulut

- Mulai bisa makan potongan kecil dari makanan yang lunak

- Mulai

bereksperimen makan sendiri dengan sendok

- Minum dari gelas

Makan lunak sampai dengan makanan lembek, seperti: bubur nasi, bubur tim

saring,kentang puri, bubur ayam.

10-12 bulan

- Mengunyah dengan sempurna

- Mulai bisa

mengarahkan sendok ke mulut

- Mulai memegang gelasnya sendiri

- Koordinasi mata-tangan-mulut sudah bagus

- Sudah dapat makan potongan kecil dengan konsistensi lunak dari makanan keluarga

- Mulai makan sendiri dengan sendok

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka konseptual

Faktor Internal:

- pendidikan Pengetahuan ibu tentang

- usia pemberian MP-ASI,

- pengalaman meliputi:

- Defenisi MP-ASI - Baik

- Waktu pemberian MP-ASI - Sedang

- Syarat MP-ASI - Buruk

Faktor Eksternal: - Cara Pemberian

- Informasi - Frekuensi pemberian

- Ekonomi - Jenis MP-ASI

- Sosial & budaya

- Lingkungan

Keterangan:

= hal-hal yang diteliti

(35)

3.2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi opersional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 1 Pengetahuan

ibu

Segala sesuatu yang diketahui para ibu di Desa Huta Rakyat, Kecamatan

Sidikalang yang memiliki bayi yang telah diberi makanan pendamping

(MP-ASI) meliputi: waktu, cara, jenis, frekuensi dan syarat pemberian MP-ASI.

Kuesioner dengan jumlah pertanyaan tertutup (multiple

choice) sebanyak

(36)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui/ mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada

bayi yang berusia dibawah satu tahun. Penelitian deskriptif digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisa hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk

membuat kesimpulan yang lebih luas (Setiadi, 2007).

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini yang adalah semua ibu yang bertempat tinggal

dan menetap di Desa Huta Rakyat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi,

memiliki bayi yang telah diberikan/diperkenalkan MP-ASI. Besar jumlah populasi

diambil berdasarkan jumlah ibu yang memiliki bayi yang telah diberikan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) yang berada di Desa Huta Rakyat, Kecamatan

Sidikalang, Kabupaten Dairi pada tahun 2013 berjumlah 40 orang. Tehnik

pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah tehnik purposive sampling.

Karena jumlah populasi kurang dari 10.000 maka jumlah sampel ditentukan

(37)

n: besar sampel

N: besar populasi

d: tingkat kepercayaan yang diinginkan= 0,05

Jadi rencana jumlah sampel yang akan diambil:

,

Sampel yang diambil adalah yang dan memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

a. Ibu yang memiliki bayi yang sudah diberikan makanan tambahan

b. Betempat tinggal di Desa Huta Rakyat, Kecamatan Sidikalang

c. Mengunjungi posyandu terdekat di daerah tempat tinggal

Kriteria eksklusi:

a. Bayi lahir dengan BBLR.

b. Bayi lahir prematur.

(38)

4.3 Lokasi dan waktu penelitian

4.3.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dairi tepatnya di Desa Huta Rakyat,

Kecamatan Sidikalang. Hal ini dikarenakan belum pernah diadakan penelitian

mengenai pemberian MP-ASI di daerah tersebut, dan angka kejadian kesalahan

dalam pemberian MP-ASI berbagai daerah di Indonesia masih sangat tinggi, dan

hasil survey yang dilakukan peneliti menunjukkan banyak kesalahan pemberian

MP-ASI di daerah ini. Sehingga peneliti merasa tertarik untuk mengetahui

pengetahuan ibu mengenai pemberian MP-ASI di daerah penelitian.

4.3.2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai dari September 2013 sampai Juli 2014.

Meliputi: pengajuan judul, penelusuran pustaka, bimbingan proposal, seminar

proposal, pengurusan surat izin penelitian dan etika penelitian, pengumpulan data,

pengolahan data, dan seminar hasil.

4.4. Pertimbangan Etik Penelitian

Etika dalam penelitian ini dengan mengajukan permohonan etika

penelitian dari komite etik setempat yaitu dari Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta

surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, kemudian meinta

izin dari kepala desa setempat, setelah mendapat izin, maka peneliti menekati para

responden.

(39)

responden, kerahasiaannya, dan kebebasan tanpa adanya tekanan fisik maupun

psikologis. Pertama, responden berhak mendapatkan penjelasan mengenai sejauh

mana responden terlibat dalam penelitian ini, kegunaan ataupun manfaat

diadakannya penelitian ini, tujuan penelitian, dan responden berhak untuk

bersedia atau tidak bersedia. Bila responden bersedia untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini maka dia dapat memberikan pernyataan persetujuan dengan cara

menandatangani surat persetujuan sebagai responden (inform consent).

Kerahasiaan identitas responden dijaga dengan hanya mencantumkan inisial nama

di lembar kuesioner.

4.5. Instrumen penelitian

4.5.1. Kuesioner Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Kuesioner

terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa kuesioner yang berisi data

demografi responden yang meliputi; inisial, umur ibu, penghasilan, usia bayi,

agama, suku, dan pendidikan, dan bagian kedua berupa kuesioner yang berisi

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan. Kuesioner ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu tentang pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dibawah satu tahun. Kuesioner ini

disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dengan jumlah

pertanyaan sebanyak 17 item dan alternatif jawaban sebanyak 3 pilihan (option)

yaitu a, b,dan c, dan responden menandai jawabannya dengan memberi tanda

(40)

Kuesioner pertama menanyakan tentang definisi MP-ASI, kuisioner nomor

2 sampai dengan nomor 4 menanyakan tentang waktu pemberian MP-ASI,

pertanyaan nomor 5 sampai dengan 7 menanyakan tentang cara pemberian

MP-ASI, pertanyaan nomor 8 sampai dengan nomor 10 menanyakan tentang

jenis-jenis MP-ASI, pertanyaan nomor 11 sampai dengan nomor 14 menanyakan

tentang syarat-syarat MP-ASI, selanjutnya pertanyaan nomor 15 sampai 17

menanyakan tentang frekuensi pemberian MP-ASI.

Pemberian skor yang akan dilakukan peneiti adalah dengan cara memberi

skor 1 pada setiap pertanyaan yang dijawab benar, dan skor 0 pada setiap jawaban

yang salah atau tidak tahu. Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan skala

pengukuran ordinal yang merupakan himpunan yang beranggotakan pangkat,

jabatan, tingkatan, atau order. Skor yang sering digunakan untuk mempermudah

dalam mengkategorikan jenjang/ peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan

dalam persentase, misalnya pengetahuan Baik = 76-100% jika ibu menjawab

benar 13-17 pertanyaan ; Cukup = 56-75% jika ibu menjawab benar sebanyak

10-12 pertanyaan; dan Kurang ≤ 56% jika ibu menjawab benar ≤ 9 pertanyaan

(Nursalam, 2003).

4.5.2. Validitas dan reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalitan atau

kesahan suatu instrumen. Suatu instrummen yang valid atau sah mempunyai

validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid memiliki validitas

rendah (Arikunto, 2006). Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya

(41)

(content validity), yaitu dengan mengacu pada isi sesuai dengan variabel yang

diteliti (Hidayat, 2007). Kuesioner dinyatakan valid jika indeks korelasinya ≥

0,200 (Riduwan, 2005). Setelah dilakukan uji validitas, semua soal dinyatakan

valid dengan tingkat kevalidan soal 0, 843.

Uji validitas instrumen telah dilakukan kepada 3 orang dosen yang ahli

dibidang maternitas, 2 orang dosen dari Departemen Maternitas dan Anak

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan 1 dosen maternitas dari

StiKes Flora Medan. Setelah dilakukan uji validitas dan instrumen dinyatakan

valid, maka dilanjutkan dengan uji reabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana instrumen cukup dan dapat dipercaya sebagai alat

pengumpul data serta memberikan hasil yang relatif sama. Reabilitas menggunaan

metode Kuder dan Richardson 20 (K-R 20), dikarenakan instrumen dalam

penelitian ini mempunyai data skor dikotomi dan kuesioner yang digunakan

peneliti berjumlah ganjil.

Rumus yang akan digunakan adalah ∑ . Uji

reliabilitas bertujuan untuk mengarahkan data yang reliabel agar peneliti tidak

mengalami kesulitan saat mengadakan penelitian (Stevens, 2005).

Uji reliabilitas dilakukan dengan cara melakukan uji pada sampel selain

sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil uji reabilitas menurut

Polit & Hunger (1995) dikatakan reliabel apabila koefisien reabilitasnya lebih dari

0,70. Instrumen yang sudah dapat dipercaya dan reliabel akan menghasilkan data

(42)

dilakukan secara manual maka nilai koefisien reliabilitas soal yang didapat adalah

0,812. Maka instrumen yang digunakan pada penelitian ini telah reliabel.

4.6. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai

berikut: Peneliti mengajukan permohonan izin melakukan penelitian, kemudian

setelah peneliti mendapatkan surat izin dari Fakultas Keperawatan USU peneliti

akan mengajukan surat izin penelitian kepada Kepala Desa Huta Rakyat, setelah

mendapatkan izin dari Kepala Desa setempat, maka peneliti melakukan

pendekatan kepada responden dengan cara mendatangi responden ke rumah

masig-masing responden.

Saat peneliti menemui responden, peneliti menjelaskan maksud

kedatangan, penelitian yang akan dilakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

sejauh mana responden terlibat, kerahasiaan identitas responden, serta meminta

persetujuan responden untuk terlibat, dan jika responden bersedia untuk terliibat

dalam penelitian, maka responden harus menandatangani informed consent

sebelum mengisi kuisioner. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

terpimpin, dimana peneliti menanyakan langsung pertanyaan yang ada di

kuesioner, dan jika ada pertanyaan yang kurang dimengerti peneliti menjelaskan

kembali maksud dari pertanyaan yang diajukan dengan kalimat yang lebih

sederhana dan mudah dipahami responden. Pengisian kuesioner dilakukan oleh

peneliti berdasarkan jawaban yang diberikan responden. Pengumpulan data

(43)

Setelah pengisian kuisioner telah selesai, peneliti memeriksa kembali

kelengkapan jawaban yang diberikan, jika ada yang kurang lengkap, maka peneliti

melakukan klarifikasi saat itu juga peneliti dapat melakukan wawancara untuk

melengkapi data yang kurang lengkap. Setelah selesai peneliti melakukan

penelitian, peneliti berpamitan kepada responden, dan melakukan hal yang sama

pada responden yang selanjutnya sampai keseluruhan data terkumpul. Selama

pengumpulan data peneliti ditemani oleh tetangga yang merupakan seorang bidan

yang bertugas di Puskesmas Huta Rakyat.

4.7. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah data selesai dikumpulkan, peneliti

melakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapan jawaban dari setiap

pertanyaan yang ada di kuisioner. Setelah data yang dikumpulkan sudah lengkap,

peneliti memberi tanda (koding) pada jawaban-jawaban responden. Tanda-tanda

kode ini dapat disesuaikan dengan pengertian yang lebih menguntungkan peneliti,

tanda-tanda tersebut bisa dibuat oleh peneliti sendiri. Peneliti kemudian

melakukan klasifikasi data (sorting) sesuai dengan yang dikehendaki. Misalnya:

menurut tanggal, daerah, dan sebagainya. Jawaban-jawaban yang telah diberi

kode kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.

Peneliti dapat melakukan entry data dengan cara manual atau pengolahan

komputer. Selanjutnya, peneliti melakuakn pembersihan data (cleaning), dan

(44)

Analisa data dilakukan secara univariat, dari pengolahan statistik

deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase

untuk mendeskripsikan data demografi dan kuesioner tentang pengetahuan ibu

tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Bab ini akan menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai

pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi.

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 22 Februari sampai dengan

tanggal 03 April 2014 di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten

Dairi dan diperoleh sebanyak 36 orang responden. Hasil penelitian ini

menggambarkan distribusi frekuensi dan persentasi dari masing-masing kategori

setiap variabel penelitian yang meliputi karakteristik responden dan tingkat

pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI.

5.1.1. Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas usia ibu berada pada rentang

usia 26-30 tahun, yakni sebanyak 18 orang (50,%), usia bayi terbanyak berada

pada rentang 7-9 bulan, yaitu 14 orang (39,8%), berpenghasilan Rp

1.000.000-2.000.000 dan Rp 1.000.000-2.000.000-3.000.000 masing-masing 11 orang (30,6%),

beragama Kristen Protestan, yakni sebanyak 18 orang (50,0%), bersuku batak

toba (55,6%), berpendidikan terakhir SMA yakni 18 orang (50,0%), dan pernah

(46)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Ibu yang Memberikan MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi (n=36 Orang) pada bulan Februari- April 2014.

No. Karakteristk Responden Frekuensi Persentasi (%)

(47)

5.1.2. Distribusi frekuensi jawaban ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat distribusi frekuensi dan

persentase jawaban responden terhadap pertanyaan mengenai pengetahuan ibu

tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada tabel 5.3.

Dari data tabel 5.2 dapat dilihat mayoritas ibu mengetahui bahan baku

makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan pada bayi, hampir seluruh

ibu (97,2%) menjawab benar. Sementara untuk pemberian makanan selingan pada

bayi, sebanyak 19 orang ibu (52,8%) menjawab salah dan ada 3 orang ibu yang

menjawab tidak tahu.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 1 Defenisi makanan pendamping ASI (MP-ASI) 26

(72,2) 9 (25)

1 (2,8) 2 Usia petama kali pemberian Makanan

pendamping ASI (MP-ASI)

24

3 Waktu pemberian bubur saring 23

(63,9) 13 (36,1)

0 (0) 4 Waktu pertama pemberian makanan setengah

padat 5 Cara untuk menghindari insiden penyakit diare

pada saat memperkenalkan makanan tambahan. 27 6 Cara pemberian MP-ASI menyuapi bayi dengan

sendok. 7 Cara yang seharusnya dilakukan untuk

(48)

makanan tambahan adalah dengan memberi makanan selingan diluar jam makan.

8 Contoh makanan pendamping yang diberikan kepada bayi usia 8-10 bulan.

21 9 Contoh makanan pendamping ASI yang

diberikan setelah bayi berusia 10-12 bulan.

23

10 Contoh makanan selingan untuk bayi 31

(86,1) 5 (13,9)

0 (0) 11 Jenis makanan yang baik diberikan pada bayi. 19

(52,8) 17 (47,2)

0 (0) 12 Makanan pendamping yang harusnya dihindari

bayi. 13 Alasan makanan padat tidak dianjurkan kepada

bayi yang berusia 6-9 bulan.

30

14 Bahan baku makanan pendamping ASI. 35

(97,2) 1 (2,8)

0 (0) 15 Frekuensi pemberian makanan lumat padabayi

usia 6-8 bluan

16 Pemberian makanan pendamping pada bayi berusia 8-10 bulan.

28 17 Pemberian makanan selingan pada bayi berusia

10-12bulan.

5.1.3. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas pengetahun responden berada

pada kategori baik, yakni terdapat 21 orang (58,3%). Hal ini dapat dilihat pada

(49)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

No. Tingkat Pengetahuan Frekuensi (N=48) Persentasi (%)

1.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka peneliti mencoba

menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pengetahuan ibu tentang

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi termasuk dalam kategori berpengetahuan baik,

sebanyak 21 responden (58,3%). Pengetahuan yang dimiliki oleh responden

kemungkinan besar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: Latar belakang

pendidikan, usia, dan pernah tidaknya mendapat informasi terkait pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Latar pendidikan ibu yang menjadi responden penelitian ini mayoritas

SMA. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, dari 21 orang responden

berpengetahuan baik, terdapat 12 orang ibu dengan latar belakang pendidikan

SMA, 6 orang berlatar belakang pendidikan dari perguruan tingg, dan 3 orang ibu

(50)

dilakukan tingkat pendidikan sebagian besar ibu yang menjadi responden

penelitian yaitu sebanyak 50% berlatar belakang pendidikan SMA, dan 22,2%

berlatar belakang mendapat pendidikan di perguruan tinggi. Menurut

Notoadmotmodjo (2003) pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan

dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Menurut Widiyanto (2012) semakin rendah

pendidikan semakin rendah kemampuan dasar seseorang dalam berfikir untuk

pengambilan keputusan.

Berdasarkan aspek usia dari 21 responden berpengetahuan baik. Mayoritas

responden berada pada rentang usia 26-30 tahun. Usia tersebut merupakan usia

dewasa awal, dimana pada usia ini pengalaman memegang peranan penting dalam

fungsi intelektual pengalaman orang dewasa menjadikan mereka untuk

megevaluasi kriteria mereka dalam menentukan yang benar dan yang adil.

Menurut Notoatmodjo (2003) usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola

pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin

membaik.

Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI juga dipengaruhi pernah atau

tidaknya responden mendapat informasi dari tenaga kesehatan. Bedasarkan

pengamatan peneliti, pada daerah penelitian penyuluhan mengenai pemberian

makanan pendamping ASI dilakukan pada saat diadakannya posyandu. Namun,

media yang digunakan masih belum cukup menarik, karena hanya disampaikan

(51)

pendukung. Menurut Subur, Dian, dan Merry (2012) pengetahuan ibu tentang ASI

eksklusif diperoleh dari hasil pendidikan ibu yang bersifat informal melalui

penyuluhan-penyuluhan, brosur dan bisa juga pemberian informasi tenaga

kesehatan saat melakukan kunjungan ke posyandu.

Dalam hal ini, pendidikan dan pernah tidaknya seseorang mendapat

informasi berpengaruh dalam penyerapan informasi. Namun, meskipun tingkat

pendidikan formal tidak begitu tinggi, dengan adanya pendidikan informal

ataupun banyaknya terpapar dengan informasi-informasi yang didapatkan dari

tenaga kesehatan yang ada di posyandu, pengetahuan ibu dapat berubah secara

berangsur-angsur.

Berdasarkan jawaban responden mengenai pengetahuan ibu tentang

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada penelitian ini responden

mempunyai pengetahuan cukup baik tentang bahan baku makanan pendamping

ASI. Tetapi responden memiliki pengetahuan yang buruk tentang pemberian

makanan selingan yang diberi diluar jam makan bayi. Padahal, pemberian

makanan selingan seperti buah, biskuit, dan sebagainya merupakan salah satu hal

yang perlu dicermati ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI. Hal lain

yang kurang diketahui oleh para responden ialah jenis makanan pendamping yang

seharusnya diberikan kepada bayi sesuai dengan usianya. Sementara hal ini sangat

berpengaruh terhadap pencernaan bayi yang sangat sensitif dan belum mampu

mencerna dengan sempurna pada usia yang sangat dini. Selain itu, zat gizi dalam

makanan pendamping ASI juga harus diperhatikan. Menurut Septiana (2010)

(52)

Pemberian makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan

gizi dan pemberian yang berlebihan akan terjadi kegemukan.

Evaluasi pengetahuan responden terhadap pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) menunjukkan hail yang baik, dimana lebih banyak

responden dalam kategori berpengetahuan baik yaitu sebesar 58,3%. Ibu dengan

kategori berpengetahuan cukup sebesar 27,8%, dan ibu dengan kategori

(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang pengetahuan ibu tentang

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai

berikut:

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa

Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah baik. Pengetahuan

ibu yang baik ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti: latar belakang pendidikan

ibu mayoritas SMA, usia ibu 26-30 tahun, dan mayoritas respoden pernah

mendapat informasi tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dari

petugas kesehatan.

6.2. Rekomendasi

6.2.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil ini dapat dijadikan untuk menambah kepustakaan yang ada

khususnya yang berkaitan dengan pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI). Dalam pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang

(54)

memberikan informasi kepada masyarkat tentang pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI).

6.2.2. Pelayanan dan Praktik Keperawatan

Dalam praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan

pengoptimalan program penyuluhan tentang pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI) di puskesmas melalui kerjasama lintas program ataupun dengan

lembaga terkait (Puskesmas pembantu dan Posyandu). Bagi petugas kesehatan

yang ada di Puskesmas khususnya bagian kesehatan ibu dan anak (KIA) untuk

melakukan upaya peningkatan kerja sama antar petugas kesehatan dengan para

kader untuk memberikan penyuluhan rutin dan membagi informasi-informasi

terbaru yang selalu berkembang tentang pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI).

6.2.3. Penelitian Selanjutnya.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini belum sepenuhnya

mewakili pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI) karena keterbatasan pengetahuan peneliti dalam pembuatan kuesioner dan

perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang sikap dan perilaku ibu tentang

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), sehingga dapat diketahui secara

jelas hubungan antara pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI) dengan sikap dan perilakunya di Desa Huta Rakyat Kecamatan

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian pendekatan praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arisman. (2008). Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Ayu, S. D. (2008). Pengaruh Program Pendampingan Gizi terhadap Pola Asuh,

Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein. Diakses

peda tanggal 10 Desember 2013, dari http://www.repository_undip.ac.id.

Bambang, dkk. (2013). Buku Terlengkap Tentang Bayi. Jogjakarta: Flash Books.

Beck, M. E. (2011). ILMU GIZI DAN DIET Hubungannya dengan

Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia

Media.

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. (2006). Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun

2006. Diunduh pada tanggal 23 Maret 2014, diakses dari  

http://indonesiachildhealthnow.org

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. (2010). Makanan pendamping Air Susu Ibu. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

Hayati, I, dkk. (2012). Pola Pemberian MP-ASI Bayi 6-12 Bulan pada Etnis

Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir. Diakses pada tanggal 03

November 2013, dari http://www.google.schoolar.makanan%pendamping%bayi.pdf.

Hinchliff, S. (1999). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.

Lailiyana. Noor, N. Suryatni. (2008). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC

Muaris, H. (2005). Bubur Susu Makanan Pendamping ASI untuk Bayi mulai Usia

(56)

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keerawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian

Keperawatan.. Jakarta: Salemba Medika.

Polit, D. F. & Hunger, B. P. (1995). Nursing Research: Principlies and Methods (5th edition). Philadelphia: J.B Lippincott Company.

Poverawaty, A.(2009). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Proverawati, A. Kusumawati, E. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi

Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riduwan. (2005). Metode & Teknik Manyusun Tesis. Bandung: CV Alfabeta.

Septiana, R. Djananh, R. Djamil, M. (2010). Hubungan Antara Pola Pemberian Makanan Pendamping (MP-ASI) dan Status Gizi BALITA Usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta .Diunduh

pada 23 Juni 2014. Diakses dari http://jogjapress.com

Setiadi. (2007). KONSEP DAN PENULISAN RISET KEPERAWATAN.

Yogyakara: Graha Ilmu.

Sibagariang, E.E. (2010). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: CV Trans Info Media.

Steven & Paul. (2005). Pengantar Riset Pendekatan Ilmiah untuk Profesi

Kesehatan. Jakarta: EGC.

(57)

Supraptini, dkk. (2003). Cakupan Imunisasi BALITA dan ASI Eksklusif di

Indonesia, Hasil Survei Kesehatan Nasional (SUKESNAS). Diakses pada

tanggal 03 November 2013, dari http://www.jurnal_gizi_bayi. 

Supraptini & Hapsari, D. (2007). Status Gizi Balita Berdasarkan Kondisi

Lingkungan dan Status Ekonomi (Data Riskesdas 2007). Diakses pada 14

Januari 2014, dari http://www.googlescholar.com/search?depkes.go.id. 

Widiyanto. S, Avianti. D, Tyas. M.A. Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif dengan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif. Diakses pada 31 Maret 2014, dari https://analisd4.unimus.ac.id

Zai, H.E. (2003). Pola Pemberian ASI dan MP-ASI Serta Status Gizi Anak Balita di Desa Maliwa’a dan Desa Bobozioli Lolona’a Kecamatan Idanogawo

Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara. Diakses pada 03 Januari 2014,

dari http://www.repositori.ipb.ac.id.

Gambar

Tabel 2.1. Frekuensi pemberian makanan pendamping (Proverawati, 2009).
Tabel 2.2. Keterampilan mulut, tangan, tubuh, kemampuan makan bayi
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Ibu yang Memberikan MP-
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Visual Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.. yang telah memberikan pengetahuan serta membagikan

Apakah Bapak/Ibu bertanggung jawab atas setiap tugas yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan perusahaana. Sangat

standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.. (modul

Pada adegan tersebut, terdapat ilustrasi musik dengan irama yang terbentuk. dari perkusi dan variasi

a. Melaksanakan fasilitas pengoordinasian perumusan kebijakan, pelaksanaan tugas perangkat daerah, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian ini, yang menjadi faktor-faktor yang mendasari dilakukan pemisahan berkas perkara terhadap tindak pidana yang dilakukan lebih dari

[r]

Motivasi dan produktivitas pada setiap kelompok sub pekerjaan pembesian tentu berbeda, hal ini dikarena faktor motivasi yang dimiliki setiap pekerja serta manajemen