SKRIPSI
Oleh:
SARTINA LYLYS SUSIYANTI MALAU 101101140
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Kabupaten Dairi.
Penulis : Sartina Lylys Susiyanti Malau
Prog. Study : S1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2013/2014
ABSTRAK
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Besarnya masalah kekurangan gizi pada Balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) meliputi; defenisi,, waktu, cara, jenis, syarat, dan frekuensi pemberian makanan pendamping ASI. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menampilkan tabel distribusi frekuensi data demografi dan pengetahuan responden. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi yang telah diberikan makanan pendamping ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sejumlah 40 orang dan sampel berjumlah 36 orang, dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara terpimpin dengan kuesioner. Instrumen kuesioner digunakan untuk data demografi dan pengetahuan ibu. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu berpengetahuan baik (58,3%). Hal-hal yang mungkin mempengaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan terakhir masing-masing responden, usia, suku, serta pernah tidaknya responden mendapat informasi mengenai pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peran serta petugas kesehatan sangat mempengaruhi pengetahuan ibu. Semakin sering responden terpapar dengan informasi, semakin menigkat pula pengetahuan responden. Oleh karena itu, sangat diharapkan kerjasama lintas program ataupun dengan lembaga terkait (Puskesmas pembantu dan Posyandu) untuk meningkatkan pengetahuan ibu.
Dairi District
Writer : Sartina Lylys Susiyanti Malau
Study Program : S1 Nursing
Academic Year : 2013-2014
ABSTRACT
Food supplement besides ASI (breast milk) is food given to a baby when it is already six months old or more because ASI does not fulfill the need of nutrition for a baby any more. The serious problem of malnutrition in babies is still a public health problem in Indonesia. The objective of the research was to find out mothers’ knowledge in giving food supplement besides ASI which includes definition, time, method, type, requirements, and frequency in giving food supplement besides ASI. The research used descriptive method which presented frequency distribution tables of respondents’ demographic data and their knowledge. The population was 40 mothers whose babies were given food supplement besides ASI at Huta Rakyat village, Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and 36 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting guided interviews with questionnaires. The questionnaire instruments were mothers’ demographic data and their knowledge. The result of the research showed that the majority of the respondents (58.3%) had good knowledge. Some factors, which probably influenced respondents’ knowledge, were their last education, age, ethnicity, and whether they had gotten information about giving food supplement besides ASI to their babies. Based on the result of the analysis, it was found that participation of health care providers had dominant influence on mothers’ knowledge. The more the respondents were exposed to information, the more improving their knowledge. Therefore, it is recommended that collaboration among inter-programs or with the other institutions (auxiliary puskesmas and posyandu) in order to improve mothers’ knowledge should be conducted.
Keywords: Knowledge, MP-ASI (Food Supplement besides ASI)
berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di
Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan
dari semua pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang memberi izin penelitian sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
2. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns, M.Biomed selaku pembimbing skripsi yang
telah banyak memberikan arahan bantuan, kritikan, dan masukan-masukan
yang berguna untuk membangun skripsi ini, Ibu Rika Endah Nur Hidayah,
S.Kp, M.Pd selaku dosen penguji I dan Ibu Wadiyah Daulay, S.Kep,
M.Kep selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan untuk terbangunnya skripsi ini.
3. Ibu Rosina Tarigan, S.Kep, M.Kep, SpKMB selaku dosen pembimbing
akademik yang telah banyak memberi dukungan, bimbingan dan arahan
kepada penulis sejak semester awal.
4. Keluarga yang selalu mendukung, khususnya Ayahanda S.H. Malau dan
5. Sahabat-sahabat yang mendukung, Hesron Ginting, Ivan Simanjuntak,
Priskawaty Sitompul, Tari Listorini, dan semua teman satu angkatanku
2010 lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu
membantuku, mendoakan, dan memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik itu dari segi penulisan dan bahasa.
Maka dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan masukan
dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Medan, Juli 2014
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR SKEMA ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Pertanyaan Penelitian ... 4
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengetahuan ... 6
2.1.1. Definisi Pengetahuan ... 6
2.1.2. Tingkatan Pengetahuan ... 6
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 8
2.1.4. Cara memperoleh pengetahuan ... 9
2.2.1. Pengukuran pengetahuan ... 12
2.2.Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 13
2.3.1. Definisi MP-ASI ... 13
2.3.2. Waktu pemberian MP-ASI ... 13
2.3.3. Cara pemberian MP-ASI ... 15
2.3.4. Frekuensi pemberian MP-ASI ... 16
2.3.5. Syarat-syarat MP-ASI ... 18
2.3.6. Jenis MP-ASI ... 19
BAB 3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep penelitian ... 22
3.2. Variabel Penelitian ... 23
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 24
4.2. Populasi dan Sampel ... 24
4.2.1. Populasi dan Sampel ... 24
4.3. Lokasi dan waktu penelitian ... 25
4.3.1. Lokasi Penelitian ... 25
4.6.Pengumpulan data ... 29
4.7. Analisa Data ... 31
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.Hasil Penelitian ... 33
5.1.1. Karakteristik reponden ... 33
5.1.2. Distribusi frekuensi jawaban responden ... 35
5.1.3. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI ... 37
5.2. Pembahasan ... 38
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 42
6.2. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
Lampiran
1. Inform Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Lembar Etika Penelitian 4. Lembar Validitas Instrumen 5. Reliabilitas Instrumen 6. Tabulasi Data Penelitian 7. Lampiran Print Output SPSS 8. Lembar Izin Penelitian dari Fakultas
9. Lembar Izin Penelitian dari Kepala Desa Sabungan Nihuta 10. Jadwal Tentantif Penelitian
11. Taksasi Dana
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Tabel 2.1. Frekuensi pemberian makanan pendamping ... 17
Tabel 2.2. Keterampilan mulut, tangan, tubuh, kemampuan makan bayi, dan jenis makanan pendamping bayi... 20
Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 22
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan persentasi karateristik ibu yang memberikan MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 34
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi jawaban ibu yang memberikan MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 36
Kabupaten Dairi.
Penulis : Sartina Lylys Susiyanti Malau
Prog. Study : S1 Keperawatan
Tahun Akademik : 2013/2014
ABSTRAK
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Besarnya masalah kekurangan gizi pada Balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) meliputi; defenisi,, waktu, cara, jenis, syarat, dan frekuensi pemberian makanan pendamping ASI. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menampilkan tabel distribusi frekuensi data demografi dan pengetahuan responden. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi yang telah diberikan makanan pendamping ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sejumlah 40 orang dan sampel berjumlah 36 orang, dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara terpimpin dengan kuesioner. Instrumen kuesioner digunakan untuk data demografi dan pengetahuan ibu. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu berpengetahuan baik (58,3%). Hal-hal yang mungkin mempengaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan terakhir masing-masing responden, usia, suku, serta pernah tidaknya responden mendapat informasi mengenai pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peran serta petugas kesehatan sangat mempengaruhi pengetahuan ibu. Semakin sering responden terpapar dengan informasi, semakin menigkat pula pengetahuan responden. Oleh karena itu, sangat diharapkan kerjasama lintas program ataupun dengan lembaga terkait (Puskesmas pembantu dan Posyandu) untuk meningkatkan pengetahuan ibu.
Dairi District
Writer : Sartina Lylys Susiyanti Malau
Study Program : S1 Nursing
Academic Year : 2013-2014
ABSTRACT
Food supplement besides ASI (breast milk) is food given to a baby when it is already six months old or more because ASI does not fulfill the need of nutrition for a baby any more. The serious problem of malnutrition in babies is still a public health problem in Indonesia. The objective of the research was to find out mothers’ knowledge in giving food supplement besides ASI which includes definition, time, method, type, requirements, and frequency in giving food supplement besides ASI. The research used descriptive method which presented frequency distribution tables of respondents’ demographic data and their knowledge. The population was 40 mothers whose babies were given food supplement besides ASI at Huta Rakyat village, Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and 36 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting guided interviews with questionnaires. The questionnaire instruments were mothers’ demographic data and their knowledge. The result of the research showed that the majority of the respondents (58.3%) had good knowledge. Some factors, which probably influenced respondents’ knowledge, were their last education, age, ethnicity, and whether they had gotten information about giving food supplement besides ASI to their babies. Based on the result of the analysis, it was found that participation of health care providers had dominant influence on mothers’ knowledge. The more the respondents were exposed to information, the more improving their knowledge. Therefore, it is recommended that collaboration among inter-programs or with the other institutions (auxiliary puskesmas and posyandu) in order to improve mothers’ knowledge should be conducted.
Keywords: Knowledge, MP-ASI (Food Supplement besides ASI)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Menurut Badan Litbangkes 2010, dan data Riskesda 2007 masalah gizi
merupakan masalah yang sangat serius dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Hasil Riskesda 2007 dan 2010 menunjukkan prevalensi yang terjadi pada anak
balita berkisar 36 - 40 persen (Supraptini, 2007).
Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat
buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak
meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan.
Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen
kematian anak (WHO, 2011). Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang dan gizi
buruk pada balita di Indonesia karena terlambat memberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) sehingga bayi tidak akan suka makan selain ASI pada
umur lebih dari 6 bulan (Alfrida, 2003).
Salah satu penyebab terjadinya kekurangan energi protein (KEP) pada
balita adalah rendahnya pengetahuan dan kurangnya keterampilan keluarga
khususnya ibu tentang cara pengasuhan anak, meliputi praktik pemberian makan
anak, upaya pemeliharaan kesehatan dan praktik pengobatan anak, serta praktik
kebersihan diri anak. Oleh karena itu upaya perbaikan gizi masyarakat harus
meningkatkan kemandirian keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi serta
mengatasi masalah gizi dan kesehatan anggota keluarganya (Ayu, 2008).
Kekurangan gizi pada balita ini meliputi kurang energi dan protein serta
kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi, iodium dan zinc. Seperti halnya
angka kematian ibu (AKI), angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di
ASEAN (BAPPENAS, 2004). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi
kurang menjadi 17,9% dan gizi buruk menjadi 4,9%, artinya kemungkinan besar
sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi
buruk dapat tercapai. Perkembangan setiap anak pada awal kehidupannya sangat
tergantung pada orang tua terutama ibu, yang melahirkan dan yang pertama
membantu segala keperluannya. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya
perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI
Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vitamin A, tablet
besi bagi ibu hamil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana
kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan (DEPKES, 2010).
Pemberian makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI) dimulai sejak
bayi berusia 6 bulan, namun bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Menurut
Prasetyono (2009) bayi siap diberikan makanan padat pada usia 6-9 bulan, jika
makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk
menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik, serta
menyebabkan gangguan pencernaan dan sebagainya. Oleh karena itu, sangatlah
dan dilanjutkan sampai bayi berumur sekurang-kurangnya 2 tahun dengan
makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI).
Berdasarkan penelitian Hayati (2012) Pemberian MP-ASI pada Etnis
Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir menunjukkan adanya hubungan faktor suku
dalam pemberian MP-ASI. Kebanyakan pemberian makanan pendamping
dilakukan setelah 2-3 hari bayi lahir, jenis MP-ASI yang diberikan berbeda-beda.
Frekuensi dan cara pemberiannya juga bervariasi. Namun, sebagian kecil ibu di
daerah ini justru terlambat memberi MP-ASI kepada bayinya. Mereka mengaku
belum memberi MP-ASI sampai bayi mereka berusia 9 bulan bahkan 1 tahun,
dikarenakan bayi menolak makanan yang diberikan. Makanan pendamping AS1
seperti pisang lumat, bubur susu, pepaya lumat sebaiknya diberikan pada bayi
umur diatas 4 bulan. Tetapi secara tradisional di negara berkembang biasanya
ibu-ibu telah memberikan makanan tambahan sejak minggu-minggu pertama
kelahiran (Setywati, 1999).
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Ibnu (2013)
pemahaman ibu baduta tentang Makanan Pendamping ASI tidak secara teoritis,
hanya berdasarkan pada konsep ibu sendiri yang merupakan gabungan antara
pengetahuan ibu dan Passang (pesan turun temurun yang menjadi pedoman hidup
masyarakat Ammatoa). Bayi mulai diberikan MP-ASI jika sudah ada tanda-tnda
seperti: menangis dan mengigit-gigit jarinya, tidak ada umur pasti pertama
diberikan hanya berdasarkan kebutuhan. Menurut Supraptini (2003) sebagian
daerah di Indonesia masih banyak yang memberikan makanan tambahan terlalu
Berdasarkan fenomena yang sering diamati peneliti di Desa Huta Rakyat,
hampir keseluruhan ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini kepada bayinya,
dan tidak ada spesifikasi umur pertama diberikan makanan pendamping.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan lima orang ibu yang berada di desa
tersebut, semuanya mengaku bahwa mereka memberi makanan pendamping
ketika bayinya masih berusia dibawah tiga bulan, dan dua orang ibu yang
memberikan makanan pendamping ketika bayinya belum mencapai usia satu
bulan. Jenis makan pendamping yang diberikan cukup beragam, ada yang
memberikan bubur susu, pisang yang dikerok, dan ada ibu yang memberikan
bubur saring.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
pengetahuan ibu tentang pemberian ASI dan MP ASI pada bayi yang berusia
dibawah satu tahun di Desa Huta rakyat Kecamatan Sidikalang.
1.2. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MP ASI pada anak
dibawah satu tahun.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan ibu
tentang pemberian MP ASI pada anak dibawah satu tahun?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan
Memberikan informasi, serta menjadi sumber referensi tambahan kepada
1.4.2. Bagi pelayanan dan praktik keperawatan.
Memacu tenaga kesehatan khususnya perawat komunitas di Desa Huta
Rakyat, Sidikalang untuk melakukan promosi kesehatan secara berkala kepada
mesyarakat terutama ibu-ibu yang memiliki bayi mulai usia 6-24 bulan terkait
pemberian MP-ASI.
1.4.2. Bagi penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran pada penelitian
selanjutnya, dan menjadi pembanding pada penelitian yang sudah ada.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
dari indera penglihatan dan indera pendengaran. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar
menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, dan sebagainya.
2.1.2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif empunyai enam tingkatan, yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengtahuan paling rendah. Pengetahuan
tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari
keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima
2. Memahami (Comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan utuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (sebenarnya). Aplikasi ini diartikan
sebagai penggunaan hukum, rumus-rumus , metode, prinsip, dan sebagainya
dalam situasi lain.
4. Analisa (Analysis)
Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek
yang telah dipelajari kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu
struktur organisasi dan masih saling berkaitan.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian informasi di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Misalnya, dapat merencanakan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah
ada.
6. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan penilaian atau
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan dibagi menjadi dua
faktor yaitu faktor internal dan eksternal (Notoatmodjo, 2003).
A. Faktor internal:
Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
Pertama pendidikan, pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan
dimana seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas. Namun, bukan berarti setiap orang yang memiliki
pendidikan yang rendah mutlak memiliki pengetahuan yang rendah. Pengetahuan
tidak hanya didapat pada pendidikan fomal, akan tetapi pengetahuan juga dapat
diperoleh dari pendidikan non formal.
Kedua pengalaman juga sangat mempengaruhi pengetahuan. Pengalaman
sebagai sumber pengetahuan merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Ketiga usia mempengaruhi
terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan
semakin berekembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
B. Faktor eksternal:
Selain faktor internal, faktor eksternal juga mempengaruhi pengetahuan
yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun yang non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Kedua Sosial Budaya dan Ekonomi, kebiasaan
dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakuakan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan apapun. Status ekonomi seseorang
juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga status ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Faktor yang ketiga adalah lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh
setiap individu.
2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni: pertama cara tradisional atau nonilmiah, dan kedua cara modern atau cara
a. Cara Memproleh Kebenaran Nonilmiah
1. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai sebelum adanya kebudayaan. Apabila seseorang
menghadapi persoalan atau masalah, maka upaya pemecahannya dilakukan
dengan coba-coba saja. Cara ini dilakukan dengan menggunakan beberapa
kemungkinan dalam memecahakan masalah, dan apabila tidak berhasil maka akan
dicoba kemungkinan yang lain. Itulah sebabnya cara ini disebut dengan metode
trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba salah (coba-coba).
2. Secara Kebetulan
Merupakan penemuan kebenaran yang terjadi secara kebetulan atau tidak
disengaja. Misalnya penemuan kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria
yang secara kebetulan ditemukan oleh seorang penderita malaria yang sedang
mengembara.
3. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Cara ini merupakan suatu kebiasaan-kebiasaan yang sering dijumpai di
masyarakat yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin agama,
pemegang pemerintahan, dan sebagainya. Kekuasaan raja zaman dahulu adalah
mutlak, sehingga apapun yang diucapkannya adalah kebenaran mutlak dan harus
diterima oleh masyarakat atau rakyatnya.
4. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu
dilakukan dengan cara mengulangi kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
5. Cara Akal Sehat
Akal sehat atau commom sense kadang-kadang menemukan teori atau
kebenaran. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan
cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam
konteks pendidikan.
6. Kebenaran Melalui Wahyu
Ajaran dan dogma adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan
melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh
pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut
rasional atau tidak.
7. Kebenaran secara Intuitif
Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena
kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.
Kebenaran diperoeh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau
bisikan hati saja.
8. Melalui Jalan Pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Dalam hal ini manusia
9. Induksi
Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang dimuai dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus ke pernyataan yang bersifat umum.
10. Deduksi
Deduksi merupakan pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus. Disini terlihat proses
berfikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang
khusus.
b. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Metode ilmiah adalah upaya memecahkan
masalah melalui cara bepikir rasional dan berpikir empiris dan merupakan
prosedur untuk mendapatkan ilmu (Setiadi, 2007).
2.1.5. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur dengan tekhnik wawancara, penyebaran
kuesioner dengan daftar pertanyaan yang relevan dengan aspek yang akan di ukur
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan skala
pengukuran ordinal yang merupakan himpunan yang beranggotakan pangkat,
jabatan, tingkatan, atau order. Pengetahuan dikategorikan dalam bentuk lebih
besar atau lebih kecil dari, misalnya 0= jelek, 1= cukup, 2= baik, 3= sangat baik
(Nursalam, 2009). Skor yang sering digunakan untuk mempermudah dalam
persentase, misalnya pengetahuan Baik = 76-100%; Cukup = 56-75%; dan
Kurang ≤ 56% (Nursalam, 2003).
2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
2.2.1. Definisi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang
telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi
bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk
mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima
bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Sulistijani, 2004).
MP-ASI meliputi cairan lain (misal air putih, air teh, air gula atau madu,
air buah, air tajin), susu pengganti ASI atau PASI (susu segar susu kental manis
dan susu formula, susu bubuk) dan makanan lumat, makanan lembek atau
makanan padat (Proverawati, 2009).
2.2.2. Waktu pemberian MP-ASI (Usia menyapih)
Waktu memulai pemberian MP-ASI sekurangnya berusia 6 bulan karena
pada usia 6 bulan tersebut bayi sudah mengeluarkan air liur lebih banyak dan
produksi enzim amilase lebih banyak pula sehingga bayi siap menerima makanan
selain ASI. Memasuki usia 6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair
karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setangah padat.
Di samping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang
usia 9 bulan, bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke
(setengah) padat (Lailiyana, 2008).
Menurut Proverawati (2009) jika kemudian bayi disapih pada usia 6 bulan,
tidak berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, melainkan juga
karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Pada saat
berusia 6-9 bulan alat pencernaan bayi sudah lebih berfungsi, dan bayi
membutuhkan penyerapan vitamin A dan zat gizi lainnya meskipun pemberian
ASI diteruskan, namun bayi seharusnya diberikan makanan pendamping yang
lumat dua kali sehari. Setelah bayi berusia 9-12 bulan bayi sudah mulai
diperkenalkan makanan keluarga secara bertahap, bayi juga diajarkan mengenl
berbagai jenis makanan dengan cara penyajian sayur dan lauk pauk berganti-ganti
setiap harinya. Pada usia ini bayi dapat diberi makanan selingan berupa bubur
kacang ijo ataupun buah-buahan satu sampai dua kali dalam sehari.
Bayi membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk tumbuh kembang
optimal. Bagi bayi berusia 0-6 bulan, pemberian ASI saja sudah cukup, namun
bagi bayi diatas 6 bulan diperlukan makanan selain ASI yaitu berupa makanan
pendamping (Depkes RI, 2006). Air susu adalah makanan yang baik, sedemikian
puasnya ia hanya makan air susu, sehingga beberapa bayi merasa puas
memakannya sampai 2 atau 3 tahun. Jika bayi dibiarkan begitu terus-menerus,
bayi akan menolak dan tidak akan menyukai jenis-jenis makanan yang
mengandung zat yang seimbang bagi anak-anak. Hal ini akan menyebabkan bayi
mengalami kekurangan gizi, terutama zat besi, vitamin C, dan D.
Menurut Arisman (2008) pada umumnya bayi yang menderita kekurangan
tahun, tanda-tandanya sebagai berikut: Pertumbuhan tubuhnya berjalan lambat,
dan otot dagingnya menyusut dan lembek, tetapi masih mempunyai sedikit lemak.
Selain itu, terjadi pembengkakan (edema) pada kaki bagian bawah. Wajah bayi
nampak bulat seperti bulan. Sedikit demi sedikit warna rambut hitamnya (normal)
berubah agak coklat kemerahan (pirang) atau abu-abu, dan rambutnya mudah
rontok atau tanggal. Bayi yang berambut keriting bila menderita kurang protein
(kwashioskor) ini rambutnya dapat menjadi lurus. Warna kulitnya menjadi pucat,
dan biasanya bayi tersebut disertai dengan menderita anemia. Bayi tampak
murung, kurang bergairah dan apatis. Bayi tidak mempunyai nafsu makan.
2.2.3. Cara memberikan MP-ASI.
Permulaan masa menyapih merupakan awal dari suatu perubahan besar
baik bagi bayi maupun ibunya. Proses ini diupayakan tidak terjadi secara
mendadak. Insidensi penyakit infeksi, terutama diare, lebih tinggi pada saat
periode ini. Hal ini terjadi dikarenakan makanan berubah dari ASI yang bersih
dan mengandung zat-zan anti infeksi (antara lain: IgA, laktoferin, WBC) menjadi
makanan yang disiapkan, dan dimakan dengan cara yang salah, serta tidak
mengindahkan syarat kebersihan (Arisman, 2008).
Pemberian makanan pendamping disarankan bervariasi setiap minggunya
agar bayi tidak merasa bosan. Namun, harus tetap memperhatikan komposisi
gizinya dan konsep empat sehat lima cukup. Saat memberikan makanan
pendamping ibu harus memperhatikan jadwal pemberian makanan yang tepat
untuk bayi. Jika ibu telah mengetahui pemberian jadwal makanan yang tepat,
Hal ini bertujuan untuk menghindari nafsu makanannya yang besar. Jika ibu tetap
ingin memberikan snack satu jam sebelum makan, berilah snack yang sehat
berupa buah segar atau sayuran.
Saat bayi berusia 6-8 bulan bayi diberi bubur susu atau makanan yang
dilumatkan. Selain itu, bayi juga dapat mengkonsumsi makanan camilan seperti
biskuit yang dilumatkan. Menjelang usia 9 bulan, bayi sudah dapat memakan
makanan lunak seperti nasi tim. Saat bayi berusia 9-12 bulan, makan setengah
padat dan makanan padat berupa makanan keluarga sudah boleh diperkenalkan.
Pada saat memperkenalkan makanan, sebaiknya cukup diperkenalkan satu
jenis makanan saja, dalam jumlah kecil. Seandainya bayi tidak dapat menoleransi
makanan ini, atau bahkan menimbulkan reaksi alergi, gejala yang timbul mudah
dikenali, dan makanan itu tidak diberikan lagi. Makanan sebaiknya tidak
dicampur karena bayi harus mempelajari perbedaan tekstur dan rasa makanan.
Cara pemberian makanan pendamping sebaiknya disuapkan dengan
menggunakan sendok dan tidak dimasukkan kedalam botol susu, atau membuat
lubang dot lebih besar, yang mengesankan seolah bayi meminum makanan padat.
Ketika memberikan makanan pendamping, volume dan frekuensi pemberian susu
sebaiknya tidak dikurangi secara drastis.
2.2.4. Frekuensi pemberian makanan
Bayi memerlukan waktu beberapa hari untuk menyukai cita rasa makanan
baru, jika bayi mau memakan makanan pendamping, pemberian pertama cukup
dua kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh. Kira-kira dua minggu kemudian
karena bayi tidak suka memakan makanan pendamping, tetapi karena belum
terbiasa menggunakan lidahnya mendorong makanan kebelakang mulut (Beck,
2011).
Kebutuhan bayi akan meningkat seiring tumbuh-kembangnya. Jika bayi
telah menggemari makanan baru tersebut, ia akan mengonsumsi 3-6 sendok besar
penuh setiap kali makan. Pada usia 6-9 bulan, bayi setidak-tidaknya
membutuhkan empat porsi, namun tetap membutuhkan ASI. Jika dengan takaran
tersebut bayi tersebut masih kelaparan, berilah ia makanan selingan, misalnya
pisang atau biskuit. Bayi memerlukan sesuatu untuk dimakan setiap 2 jam, begitu
ia terbangun. Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dilakukan
secara bertahap, baik porsi, jenis, maupun tekstur makanannya juga harus
disesuaikan (Proverawati, 2009).
Tabel 2.1. Frekuensi pemberian makanan pendamping (Proverawati, 2009).
Umur Frekuensi pemberian MP-ASI
0-6 bulan ASI sepuasnya
6-8 bulan ASI sepuasnya
Buah 1-2 kali sehari
Makanan lumat 1-2 kali sehari
8-10 bulan ASI diteruskan
Buah 1-2 kali sehari
Makanan lumat 2 kali sehari
10-12 bulan ASI dilanjutkan
Buah 1-2 kali sehari
Makanan lumat 1 kali sehari
Makanan lembek 2 kali sehari
Telur 1 kali sehari
2.2.5. Syarat-syarat Makanan Pendamping-ASI yang diberikan
Menurut Arisman (2008) bahan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang
ideal harus mengandung: (1) Makanan pokok (pangan yang paling banyak
dikonsumsi oleh keluarga), biasanya makanan yang mengandung tepung, seperti
beras, gandum, kentang, tepung maizena. (2) Kacang, sayuran berdaun hijau atau
kuning, (3) Buah, (4) Daging hewan, (5) Minyak atau lemak.
Makanan tambahan yang diberikan pada bayi hendaknya memenuhi
beberapa syarat seperti:
a. Makanan terbuat dari bahan makanan yang segar dan harus memiliki nilai
energi dan kandungan protein tinggi.
b. Susunan menu seimbang (berasal dari 10-15% protein, 25-35% dari lemak,
50-60% dari karbohidrat).
c. Mengandung banyak nilai gizi dan berserat lunak
d. Memiliki nilai suplementasi yang baik, memiliki komposisi vitamin dan
e. Makanan tambahan juga tidak boleh bersifat kamba, yang dapat
menimbulkan rasa kenyang pada bayi. Karena bukan kenyang yang
diberikan pada bayi tetapi energi , protein, dan zat-zat gizi yang
diperlukan.
f. Makanan dapat diterima bayi dengan baik atau tidak menimbulkan reaksi
alergi.
g. Harga bahan makanan relatif murah.
h. Bahan makanan hendaknya berasal dari bahan-bahan lokal.
Makanan tambahan bagi bayi sudah seharusnya menghasilkan energi yang
tinggi, sedikitnya mengandung 360 Kkal per 100 gram. Bagi bayi yang berusia 6
sampai 12 bulan kebutuhan energinya sekitar 870 Kkal dan protein sekitar 20 gr
per hari. Hindari makanan yang mengandung serat kasar serta bahan lain yang
sulit dicerna.
2.2.6. Jenis MP-ASI
Pada awal pemberian makanan pelengkap ibu dianjurkan memberikan
sereal yang dimasak terlebih dahulu, seperti berbagai tepung beras untuk bayi,
konsistensinya sama dengan larutan susu (Beck, 2011).
Menurut Proverawati (2009) jenis-jenis MP-ASI yang diberikan, antara
lain sebagai berikut:
1. Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak
bubur susu, bubur sumsum, pisang dikerok, pepaya saring, tomat saring, dan
sebagainya.
2. Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan
tampak berair, contoh: bubur nasi saring, bubur ayam, nasi tim saring, kentang
puri, dan lain-lain.
3. Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan
biasanya disebut makanan keluarga, contoh: lontong, nasi tim, kentang rebus,
biskuit, roti, dan lain-lain. Sangat tidak dianjurkan untuk memberikan makanan
padat ini terlalu cepat mengingat sistem pencernaan bayi masih sangat lemah.
Selain jenis-jenis makanan pelengkap tersebut, jenis makanan selingan lain
juga dapat diberikan pada bayi, seperti; bubur kacang ijo, sari buah jeruk, pepaya,
atau pisang, yang diberi sebelum bayi menyusu pada siang hari.
Jenis dan cara pemberian makanan pendamping seharusnya disesuaikan
dengan kemampuan bayi sesuai dengan usianya, berikut tabel yang menunjukkan
keterampilan bayi sesuai dengan usianya.
Tabel 2.2. Keterampilan mulut, tangan, tubuh, kemampuan makan bayi
dan jeni makanan pendamping ASI sesuai dengan usianya (Proverawati, 2008).
Usia (bulan)
Keterampilan mulut Keterampilan tangan dan tubuh
- Bisa melakukan gerakan mengunyah
- Dapat duduk sendiri tanpa ditopang
- Gerakan mata mengikuti makanan
bawah jempol dan jari telunjuk untuk mengangkat benda
- Mulai dapat
minum dengan gelas
- Mulai dapat makan dengan makanan (di dalam mulut) ke kiri dan ke kanan
- Dapat
menyesuaikan bibir dengan bentuk lengkung gelas
- Mulai mengunyah dengan lebih sempurna
- Duduk sendiri dengan mudah
- Dapat memindahkan objek dari tangan ke mulut
- Mulai bisa makan potongan kecil dari makanan yang lunak
- Mulai
bereksperimen makan sendiri dengan sendok
- Minum dari gelas
Makan lunak sampai dengan makanan lembek, seperti: bubur nasi, bubur tim
saring,kentang puri, bubur ayam.
10-12 bulan
- Mengunyah dengan sempurna
- Mulai bisa
mengarahkan sendok ke mulut
- Mulai memegang gelasnya sendiri
- Koordinasi mata-tangan-mulut sudah bagus
- Sudah dapat makan potongan kecil dengan konsistensi lunak dari makanan keluarga
- Mulai makan sendiri dengan sendok
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka konseptual
Faktor Internal:
- pendidikan Pengetahuan ibu tentang
- usia pemberian MP-ASI,
- pengalaman meliputi:
- Defenisi MP-ASI - Baik
- Waktu pemberian MP-ASI - Sedang
- Syarat MP-ASI - Buruk
Faktor Eksternal: - Cara Pemberian
- Informasi - Frekuensi pemberian
- Ekonomi - Jenis MP-ASI
- Sosial & budaya
- Lingkungan
Keterangan:
= hal-hal yang diteliti
3.2. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi opersional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 1 Pengetahuan
ibu
Segala sesuatu yang diketahui para ibu di Desa Huta Rakyat, Kecamatan
Sidikalang yang memiliki bayi yang telah diberi makanan pendamping
(MP-ASI) meliputi: waktu, cara, jenis, frekuensi dan syarat pemberian MP-ASI.
Kuesioner dengan jumlah pertanyaan tertutup (multiple
choice) sebanyak
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui/ mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada
bayi yang berusia dibawah satu tahun. Penelitian deskriptif digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisa hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk
membuat kesimpulan yang lebih luas (Setiadi, 2007).
4.2. Populasi dan Sampel
4.2.1. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini yang adalah semua ibu yang bertempat tinggal
dan menetap di Desa Huta Rakyat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi,
memiliki bayi yang telah diberikan/diperkenalkan MP-ASI. Besar jumlah populasi
diambil berdasarkan jumlah ibu yang memiliki bayi yang telah diberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) yang berada di Desa Huta Rakyat, Kecamatan
Sidikalang, Kabupaten Dairi pada tahun 2013 berjumlah 40 orang. Tehnik
pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah tehnik purposive sampling.
Karena jumlah populasi kurang dari 10.000 maka jumlah sampel ditentukan
n: besar sampel
N: besar populasi
d: tingkat kepercayaan yang diinginkan= 0,05
Jadi rencana jumlah sampel yang akan diambil:
,
Sampel yang diambil adalah yang dan memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
a. Ibu yang memiliki bayi yang sudah diberikan makanan tambahan
b. Betempat tinggal di Desa Huta Rakyat, Kecamatan Sidikalang
c. Mengunjungi posyandu terdekat di daerah tempat tinggal
Kriteria eksklusi:
a. Bayi lahir dengan BBLR.
b. Bayi lahir prematur.
4.3 Lokasi dan waktu penelitian
4.3.1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dairi tepatnya di Desa Huta Rakyat,
Kecamatan Sidikalang. Hal ini dikarenakan belum pernah diadakan penelitian
mengenai pemberian MP-ASI di daerah tersebut, dan angka kejadian kesalahan
dalam pemberian MP-ASI berbagai daerah di Indonesia masih sangat tinggi, dan
hasil survey yang dilakukan peneliti menunjukkan banyak kesalahan pemberian
MP-ASI di daerah ini. Sehingga peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
pengetahuan ibu mengenai pemberian MP-ASI di daerah penelitian.
4.3.2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai dari September 2013 sampai Juli 2014.
Meliputi: pengajuan judul, penelusuran pustaka, bimbingan proposal, seminar
proposal, pengurusan surat izin penelitian dan etika penelitian, pengumpulan data,
pengolahan data, dan seminar hasil.
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian
Etika dalam penelitian ini dengan mengajukan permohonan etika
penelitian dari komite etik setempat yaitu dari Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta
surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, kemudian meinta
izin dari kepala desa setempat, setelah mendapat izin, maka peneliti menekati para
responden.
responden, kerahasiaannya, dan kebebasan tanpa adanya tekanan fisik maupun
psikologis. Pertama, responden berhak mendapatkan penjelasan mengenai sejauh
mana responden terlibat dalam penelitian ini, kegunaan ataupun manfaat
diadakannya penelitian ini, tujuan penelitian, dan responden berhak untuk
bersedia atau tidak bersedia. Bila responden bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini maka dia dapat memberikan pernyataan persetujuan dengan cara
menandatangani surat persetujuan sebagai responden (inform consent).
Kerahasiaan identitas responden dijaga dengan hanya mencantumkan inisial nama
di lembar kuesioner.
4.5. Instrumen penelitian
4.5.1. Kuesioner Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Kuesioner
terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa kuesioner yang berisi data
demografi responden yang meliputi; inisial, umur ibu, penghasilan, usia bayi,
agama, suku, dan pendidikan, dan bagian kedua berupa kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan. Kuesioner ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu tentang pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dibawah satu tahun. Kuesioner ini
disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dengan jumlah
pertanyaan sebanyak 17 item dan alternatif jawaban sebanyak 3 pilihan (option)
yaitu a, b,dan c, dan responden menandai jawabannya dengan memberi tanda
Kuesioner pertama menanyakan tentang definisi MP-ASI, kuisioner nomor
2 sampai dengan nomor 4 menanyakan tentang waktu pemberian MP-ASI,
pertanyaan nomor 5 sampai dengan 7 menanyakan tentang cara pemberian
MP-ASI, pertanyaan nomor 8 sampai dengan nomor 10 menanyakan tentang
jenis-jenis MP-ASI, pertanyaan nomor 11 sampai dengan nomor 14 menanyakan
tentang syarat-syarat MP-ASI, selanjutnya pertanyaan nomor 15 sampai 17
menanyakan tentang frekuensi pemberian MP-ASI.
Pemberian skor yang akan dilakukan peneiti adalah dengan cara memberi
skor 1 pada setiap pertanyaan yang dijawab benar, dan skor 0 pada setiap jawaban
yang salah atau tidak tahu. Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan skala
pengukuran ordinal yang merupakan himpunan yang beranggotakan pangkat,
jabatan, tingkatan, atau order. Skor yang sering digunakan untuk mempermudah
dalam mengkategorikan jenjang/ peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan
dalam persentase, misalnya pengetahuan Baik = 76-100% jika ibu menjawab
benar 13-17 pertanyaan ; Cukup = 56-75% jika ibu menjawab benar sebanyak
10-12 pertanyaan; dan Kurang ≤ 56% jika ibu menjawab benar ≤ 9 pertanyaan
(Nursalam, 2003).
4.5.2. Validitas dan reabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalitan atau
kesahan suatu instrumen. Suatu instrummen yang valid atau sah mempunyai
validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid memiliki validitas
rendah (Arikunto, 2006). Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya
(content validity), yaitu dengan mengacu pada isi sesuai dengan variabel yang
diteliti (Hidayat, 2007). Kuesioner dinyatakan valid jika indeks korelasinya ≥
0,200 (Riduwan, 2005). Setelah dilakukan uji validitas, semua soal dinyatakan
valid dengan tingkat kevalidan soal 0, 843.
Uji validitas instrumen telah dilakukan kepada 3 orang dosen yang ahli
dibidang maternitas, 2 orang dosen dari Departemen Maternitas dan Anak
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan 1 dosen maternitas dari
StiKes Flora Medan. Setelah dilakukan uji validitas dan instrumen dinyatakan
valid, maka dilanjutkan dengan uji reabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana instrumen cukup dan dapat dipercaya sebagai alat
pengumpul data serta memberikan hasil yang relatif sama. Reabilitas menggunaan
metode Kuder dan Richardson 20 (K-R 20), dikarenakan instrumen dalam
penelitian ini mempunyai data skor dikotomi dan kuesioner yang digunakan
peneliti berjumlah ganjil.
Rumus yang akan digunakan adalah ∑ . Uji
reliabilitas bertujuan untuk mengarahkan data yang reliabel agar peneliti tidak
mengalami kesulitan saat mengadakan penelitian (Stevens, 2005).
Uji reliabilitas dilakukan dengan cara melakukan uji pada sampel selain
sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil uji reabilitas menurut
Polit & Hunger (1995) dikatakan reliabel apabila koefisien reabilitasnya lebih dari
0,70. Instrumen yang sudah dapat dipercaya dan reliabel akan menghasilkan data
dilakukan secara manual maka nilai koefisien reliabilitas soal yang didapat adalah
0,812. Maka instrumen yang digunakan pada penelitian ini telah reliabel.
4.6. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut: Peneliti mengajukan permohonan izin melakukan penelitian, kemudian
setelah peneliti mendapatkan surat izin dari Fakultas Keperawatan USU peneliti
akan mengajukan surat izin penelitian kepada Kepala Desa Huta Rakyat, setelah
mendapatkan izin dari Kepala Desa setempat, maka peneliti melakukan
pendekatan kepada responden dengan cara mendatangi responden ke rumah
masig-masing responden.
Saat peneliti menemui responden, peneliti menjelaskan maksud
kedatangan, penelitian yang akan dilakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
sejauh mana responden terlibat, kerahasiaan identitas responden, serta meminta
persetujuan responden untuk terlibat, dan jika responden bersedia untuk terliibat
dalam penelitian, maka responden harus menandatangani informed consent
sebelum mengisi kuisioner. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
terpimpin, dimana peneliti menanyakan langsung pertanyaan yang ada di
kuesioner, dan jika ada pertanyaan yang kurang dimengerti peneliti menjelaskan
kembali maksud dari pertanyaan yang diajukan dengan kalimat yang lebih
sederhana dan mudah dipahami responden. Pengisian kuesioner dilakukan oleh
peneliti berdasarkan jawaban yang diberikan responden. Pengumpulan data
Setelah pengisian kuisioner telah selesai, peneliti memeriksa kembali
kelengkapan jawaban yang diberikan, jika ada yang kurang lengkap, maka peneliti
melakukan klarifikasi saat itu juga peneliti dapat melakukan wawancara untuk
melengkapi data yang kurang lengkap. Setelah selesai peneliti melakukan
penelitian, peneliti berpamitan kepada responden, dan melakukan hal yang sama
pada responden yang selanjutnya sampai keseluruhan data terkumpul. Selama
pengumpulan data peneliti ditemani oleh tetangga yang merupakan seorang bidan
yang bertugas di Puskesmas Huta Rakyat.
4.7. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah data selesai dikumpulkan, peneliti
melakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapan jawaban dari setiap
pertanyaan yang ada di kuisioner. Setelah data yang dikumpulkan sudah lengkap,
peneliti memberi tanda (koding) pada jawaban-jawaban responden. Tanda-tanda
kode ini dapat disesuaikan dengan pengertian yang lebih menguntungkan peneliti,
tanda-tanda tersebut bisa dibuat oleh peneliti sendiri. Peneliti kemudian
melakukan klasifikasi data (sorting) sesuai dengan yang dikehendaki. Misalnya:
menurut tanggal, daerah, dan sebagainya. Jawaban-jawaban yang telah diberi
kode kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.
Peneliti dapat melakukan entry data dengan cara manual atau pengolahan
komputer. Selanjutnya, peneliti melakuakn pembersihan data (cleaning), dan
Analisa data dilakukan secara univariat, dari pengolahan statistik
deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase
untuk mendeskripsikan data demografi dan kuesioner tentang pengetahuan ibu
tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat
Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Bab ini akan menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai
pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan
Sidikalang Kabupaten Dairi.
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 22 Februari sampai dengan
tanggal 03 April 2014 di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten
Dairi dan diperoleh sebanyak 36 orang responden. Hasil penelitian ini
menggambarkan distribusi frekuensi dan persentasi dari masing-masing kategori
setiap variabel penelitian yang meliputi karakteristik responden dan tingkat
pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI.
5.1.1. Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas usia ibu berada pada rentang
usia 26-30 tahun, yakni sebanyak 18 orang (50,%), usia bayi terbanyak berada
pada rentang 7-9 bulan, yaitu 14 orang (39,8%), berpenghasilan Rp
1.000.000-2.000.000 dan Rp 1.000.000-2.000.000-3.000.000 masing-masing 11 orang (30,6%),
beragama Kristen Protestan, yakni sebanyak 18 orang (50,0%), bersuku batak
toba (55,6%), berpendidikan terakhir SMA yakni 18 orang (50,0%), dan pernah
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Ibu yang Memberikan MP-ASI di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi (n=36 Orang) pada bulan Februari- April 2014.
No. Karakteristk Responden Frekuensi Persentasi (%)
5.1.2. Distribusi frekuensi jawaban ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat distribusi frekuensi dan
persentase jawaban responden terhadap pertanyaan mengenai pengetahuan ibu
tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada tabel 5.3.
Dari data tabel 5.2 dapat dilihat mayoritas ibu mengetahui bahan baku
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan pada bayi, hampir seluruh
ibu (97,2%) menjawab benar. Sementara untuk pemberian makanan selingan pada
bayi, sebanyak 19 orang ibu (52,8%) menjawab salah dan ada 3 orang ibu yang
menjawab tidak tahu.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 1 Defenisi makanan pendamping ASI (MP-ASI) 26
(72,2) 9 (25)
1 (2,8) 2 Usia petama kali pemberian Makanan
pendamping ASI (MP-ASI)
24
3 Waktu pemberian bubur saring 23
(63,9) 13 (36,1)
0 (0) 4 Waktu pertama pemberian makanan setengah
padat 5 Cara untuk menghindari insiden penyakit diare
pada saat memperkenalkan makanan tambahan. 27 6 Cara pemberian MP-ASI menyuapi bayi dengan
sendok. 7 Cara yang seharusnya dilakukan untuk
makanan tambahan adalah dengan memberi makanan selingan diluar jam makan.
8 Contoh makanan pendamping yang diberikan kepada bayi usia 8-10 bulan.
21 9 Contoh makanan pendamping ASI yang
diberikan setelah bayi berusia 10-12 bulan.
23
10 Contoh makanan selingan untuk bayi 31
(86,1) 5 (13,9)
0 (0) 11 Jenis makanan yang baik diberikan pada bayi. 19
(52,8) 17 (47,2)
0 (0) 12 Makanan pendamping yang harusnya dihindari
bayi. 13 Alasan makanan padat tidak dianjurkan kepada
bayi yang berusia 6-9 bulan.
30
14 Bahan baku makanan pendamping ASI. 35
(97,2) 1 (2,8)
0 (0) 15 Frekuensi pemberian makanan lumat padabayi
usia 6-8 bluan
16 Pemberian makanan pendamping pada bayi berusia 8-10 bulan.
28 17 Pemberian makanan selingan pada bayi berusia
10-12bulan.
5.1.3. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas pengetahun responden berada
pada kategori baik, yakni terdapat 21 orang (58,3%). Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi
No. Tingkat Pengetahuan Frekuensi (N=48) Persentasi (%)
1.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka peneliti mencoba
menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pengetahuan ibu tentang
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan
Sidikalang Kabupaten Dairi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan
Sidikalang Kabupaten Dairi termasuk dalam kategori berpengetahuan baik,
sebanyak 21 responden (58,3%). Pengetahuan yang dimiliki oleh responden
kemungkinan besar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: Latar belakang
pendidikan, usia, dan pernah tidaknya mendapat informasi terkait pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Latar pendidikan ibu yang menjadi responden penelitian ini mayoritas
SMA. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, dari 21 orang responden
berpengetahuan baik, terdapat 12 orang ibu dengan latar belakang pendidikan
SMA, 6 orang berlatar belakang pendidikan dari perguruan tingg, dan 3 orang ibu
dilakukan tingkat pendidikan sebagian besar ibu yang menjadi responden
penelitian yaitu sebanyak 50% berlatar belakang pendidikan SMA, dan 22,2%
berlatar belakang mendapat pendidikan di perguruan tinggi. Menurut
Notoadmotmodjo (2003) pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan
dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Menurut Widiyanto (2012) semakin rendah
pendidikan semakin rendah kemampuan dasar seseorang dalam berfikir untuk
pengambilan keputusan.
Berdasarkan aspek usia dari 21 responden berpengetahuan baik. Mayoritas
responden berada pada rentang usia 26-30 tahun. Usia tersebut merupakan usia
dewasa awal, dimana pada usia ini pengalaman memegang peranan penting dalam
fungsi intelektual pengalaman orang dewasa menjadikan mereka untuk
megevaluasi kriteria mereka dalam menentukan yang benar dan yang adil.
Menurut Notoatmodjo (2003) usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik.
Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI juga dipengaruhi pernah atau
tidaknya responden mendapat informasi dari tenaga kesehatan. Bedasarkan
pengamatan peneliti, pada daerah penelitian penyuluhan mengenai pemberian
makanan pendamping ASI dilakukan pada saat diadakannya posyandu. Namun,
media yang digunakan masih belum cukup menarik, karena hanya disampaikan
pendukung. Menurut Subur, Dian, dan Merry (2012) pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif diperoleh dari hasil pendidikan ibu yang bersifat informal melalui
penyuluhan-penyuluhan, brosur dan bisa juga pemberian informasi tenaga
kesehatan saat melakukan kunjungan ke posyandu.
Dalam hal ini, pendidikan dan pernah tidaknya seseorang mendapat
informasi berpengaruh dalam penyerapan informasi. Namun, meskipun tingkat
pendidikan formal tidak begitu tinggi, dengan adanya pendidikan informal
ataupun banyaknya terpapar dengan informasi-informasi yang didapatkan dari
tenaga kesehatan yang ada di posyandu, pengetahuan ibu dapat berubah secara
berangsur-angsur.
Berdasarkan jawaban responden mengenai pengetahuan ibu tentang
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada penelitian ini responden
mempunyai pengetahuan cukup baik tentang bahan baku makanan pendamping
ASI. Tetapi responden memiliki pengetahuan yang buruk tentang pemberian
makanan selingan yang diberi diluar jam makan bayi. Padahal, pemberian
makanan selingan seperti buah, biskuit, dan sebagainya merupakan salah satu hal
yang perlu dicermati ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI. Hal lain
yang kurang diketahui oleh para responden ialah jenis makanan pendamping yang
seharusnya diberikan kepada bayi sesuai dengan usianya. Sementara hal ini sangat
berpengaruh terhadap pencernaan bayi yang sangat sensitif dan belum mampu
mencerna dengan sempurna pada usia yang sangat dini. Selain itu, zat gizi dalam
makanan pendamping ASI juga harus diperhatikan. Menurut Septiana (2010)
Pemberian makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan
gizi dan pemberian yang berlebihan akan terjadi kegemukan.
Evaluasi pengetahuan responden terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) menunjukkan hail yang baik, dimana lebih banyak
responden dalam kategori berpengetahuan baik yaitu sebesar 58,3%. Ibu dengan
kategori berpengetahuan cukup sebesar 27,8%, dan ibu dengan kategori
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang pengetahuan ibu tentang
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Huta Rakyat Kecamatan
Sidikalang Kabupaten Dairi, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai
berikut:
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa
Huta Rakyat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah baik. Pengetahuan
ibu yang baik ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti: latar belakang pendidikan
ibu mayoritas SMA, usia ibu 26-30 tahun, dan mayoritas respoden pernah
mendapat informasi tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dari
petugas kesehatan.
6.2. Rekomendasi
6.2.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil ini dapat dijadikan untuk menambah kepustakaan yang ada
khususnya yang berkaitan dengan pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI). Dalam pendidikan keperawatan perlu diberikan penekanan materi tentang
memberikan informasi kepada masyarkat tentang pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI).
6.2.2. Pelayanan dan Praktik Keperawatan
Dalam praktik keperawatan perlu dilakukan pengembangan dan
pengoptimalan program penyuluhan tentang pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) di puskesmas melalui kerjasama lintas program ataupun dengan
lembaga terkait (Puskesmas pembantu dan Posyandu). Bagi petugas kesehatan
yang ada di Puskesmas khususnya bagian kesehatan ibu dan anak (KIA) untuk
melakukan upaya peningkatan kerja sama antar petugas kesehatan dengan para
kader untuk memberikan penyuluhan rutin dan membagi informasi-informasi
terbaru yang selalu berkembang tentang pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI).
6.2.3. Penelitian Selanjutnya.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini belum sepenuhnya
mewakili pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) karena keterbatasan pengetahuan peneliti dalam pembuatan kuesioner dan
perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang sikap dan perilaku ibu tentang
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), sehingga dapat diketahui secara
jelas hubungan antara pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) dengan sikap dan perilakunya di Desa Huta Rakyat Kecamatan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian pendekatan praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arisman. (2008). Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Ayu, S. D. (2008). Pengaruh Program Pendampingan Gizi terhadap Pola Asuh,
Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein. Diakses
peda tanggal 10 Desember 2013, dari http://www.repository_undip.ac.id.
Bambang, dkk. (2013). Buku Terlengkap Tentang Bayi. Jogjakarta: Flash Books.
Beck, M. E. (2011). ILMU GIZI DAN DIET Hubungannya dengan
Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Media.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. (2006). Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun
2006. Diunduh pada tanggal 23 Maret 2014, diakses dari
http://indonesiachildhealthnow.org
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. (2010). Makanan pendamping Air Susu Ibu. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Hayati, I, dkk. (2012). Pola Pemberian MP-ASI Bayi 6-12 Bulan pada Etnis
Banjar di Kelurahan Teluk Lerong Ilir. Diakses pada tanggal 03
November 2013, dari http://www.google.schoolar.makanan%pendamping%bayi.pdf.
Hinchliff, S. (1999). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.
Lailiyana. Noor, N. Suryatni. (2008). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC
Muaris, H. (2005). Bubur Susu Makanan Pendamping ASI untuk Bayi mulai Usia
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keerawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan.. Jakarta: Salemba Medika.
Polit, D. F. & Hunger, B. P. (1995). Nursing Research: Principlies and Methods (5th edition). Philadelphia: J.B Lippincott Company.
Poverawaty, A.(2009). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Proverawati, A. Kusumawati, E. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Riduwan. (2005). Metode & Teknik Manyusun Tesis. Bandung: CV Alfabeta.
Septiana, R. Djananh, R. Djamil, M. (2010). Hubungan Antara Pola Pemberian Makanan Pendamping (MP-ASI) dan Status Gizi BALITA Usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta .Diunduh
pada 23 Juni 2014. Diakses dari http://jogjapress.com
Setiadi. (2007). KONSEP DAN PENULISAN RISET KEPERAWATAN.
Yogyakara: Graha Ilmu.
Sibagariang, E.E. (2010). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: CV Trans Info Media.
Steven & Paul. (2005). Pengantar Riset Pendekatan Ilmiah untuk Profesi
Kesehatan. Jakarta: EGC.
Supraptini, dkk. (2003). Cakupan Imunisasi BALITA dan ASI Eksklusif di
Indonesia, Hasil Survei Kesehatan Nasional (SUKESNAS). Diakses pada
tanggal 03 November 2013, dari http://www.jurnal_gizi_bayi.
Supraptini & Hapsari, D. (2007). Status Gizi Balita Berdasarkan Kondisi
Lingkungan dan Status Ekonomi (Data Riskesdas 2007). Diakses pada 14
Januari 2014, dari http://www.googlescholar.com/search?depkes.go.id.
Widiyanto. S, Avianti. D, Tyas. M.A. Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif dengan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif. Diakses pada 31 Maret 2014, dari https://analisd4.unimus.ac.id
Zai, H.E. (2003). Pola Pemberian ASI dan MP-ASI Serta Status Gizi Anak Balita di Desa Maliwa’a dan Desa Bobozioli Lolona’a Kecamatan Idanogawo
Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara. Diakses pada 03 Januari 2014,
dari http://www.repositori.ipb.ac.id.