1
ANALISIS PENGARUH FUNGSI PERLOMBAAN DESA
TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PEMBANGUNAN DESA
DI KECAMATAN TELUK MENGKUDU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
T E S I S
OLEH:
MANUTUR PARULIAN NAIBAHO
107003031/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
ANALISIS PENGARUH FUNGSI PERLOMBAAN DESA
TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PEMBANGUNAN DESA
DI KECAMATAN TELUK MENGKUDU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MANUTUR PARULIAN NAIBAHO
107003031/PWDSEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Judul Tesis :
ANALISIS PENGARUH FUNGSI
PERLOMBAAN DESA TERHADAP
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PEMBANGUNAN
DESA
DI
KECAMATAN TELUK MENGKUDU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Nama Mahasiswa : MANUTUR PARULIAN NAIBAHONomor Pokok : 107003031
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Dr. Drs. H.B. Tarmizi, SU
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof.Dr.Lic.Rer.reg.Sirojuzilam,SE) (Prof.Dr.ErmanMunir,M.Sc)
4 Telah diuji pada,
Tanggal : 29 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Anggota : 1. Dr. H.B Tarmizi, SU
2. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, AK 3. Dr. Rujiman, SE, MA
5
PERNYATAAN
Judul Tesis
ANALISIS PENGARUH FUNGSI PERLOMBAAN DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA
DI KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah
benar hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 10 Juli 2013 Penulis,
6
ANALISIS PENGARUH FUNGSI PERLOMBAAN DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA
DI KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah pedesaan menghadapi hambatan dan kendala yang cukup besar. Hambatan dan kendala tersebut pada umumnya diakibatkan oleh aspek Geografis, aspek Topologis, aspek Demografis, ketersediaan prasarana, sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah, serta kemampuan kelembagaan pedesaan yang relatif rendah. Salah satu upaya yang dianggap sangat penting dan harus dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah mendorong, meningkatkan, mengembangkan dan mengaktualisasikan kekuatan serta kemampuan yang bersumber dari masyarakat pedesaan itu sendiri. Kekuatan dan Kemampuan yang bersumber dan berada di dalam masyarakat pedesaan tersebut di defenisikan sebagai “partisipasi masyarakat”
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Analis teknik uji regresi linier sederhana. Data yang digunakan adalah data skunder dan data primer yang diperoleh dari masyarakat (responden) ditambah dengan data Pemerintah Kecamatan Teluk Mengkudu, data Koordinator Statistik Kecamatan Teluk Mengkudu serta data Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Kabupaten Serdang Bedagai..
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa dari hasil persamaan regresi diketahui nilai koefisien perlombaan desa adalah 0,6071 dengan sig. t = 0,000. Karena nilai sig. t < α (0,01) maka tolak H0 dan terima H1. Dengan demikian perlombaan desa berpengaruh Signifikan terhadap Prakarsa masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu. Tanda positif nilai koefisien perlombaan desa menyatakan bahwa bila Perlombaan Desa semakin ditingkatkan maka Prakarsa anggota masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu juga akan semakin meningkat atau kedua variabel mempunyai
hubungan yang searah. Selanjutnya dari hasil persamaan regresi lainnya diketahui bahwa nilai koefisien perlombaan desa adalah 0,3278 dengan sig. t = 0,0156. Karena nilai sig. t < α (0,05) maka tolak H0 dan terima H1
Dari hal tersebut diatas dapatlah disebutkan bahwa Perlombaan desa adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya mendidik masyarakatnya untuk meningkatkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat membangun desa.
. Dengan demikian
perlombaan desa berpengaruh Signifikan terhadap peran serta aktif anggota
masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu. Tanda
positif nilai koefisien perlombaan desa menyatakan bahwa bila perlombaan desa semakin ditingkatkan maka peran serta aktif anggota masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu juga akan semakin meningkat atau kedua variabel mempunyai hubungan yang searah.
7
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF VILLAGE COMPETITION ON COMMUNITY PARTICIPATION IN RURAL DEVELOPMENT
IN TELUK MENGKUDU SUBDISTRICT, SERDANG BEDAGAI DISTRICT
ABSTRACT
The government faces quite big constrains in the implementation of rural development due to the aspects of Geography, Topology, Demography, infrastructure availability, poor human resources, and relatively low rural institutional capability. One of the very important attempts which needs to be carried out by Central Government and Local Government is to encourage, promote, develop and actualize the power and ability of the rural communities themselves. The power and ability sourced and found in the rural communities themselves is defined as “Community Participation”.
This study used the primary data obtained through interviewing the respondents (local community) and the secondary data obtained from the data of Subdistrict Government of Teluk Mengkudu, Statistic Coordinator of Teluk Mengkudu Subdistrict, Community Empowerment and Rural Government Board of Serdang Bedagai District.
The result of this study showed that, based on the result of regression equation, the coefficient value of village competition was 0.6071 with sig.t =
0.000. Since the value of sig.t was < α (0.05), Ho was rejected and H1 was accepted. Thus, village competiton had a significant influence on the initiatives of the community in developing their village in Teluk Mengkudu Subdistrict. Then, from the other regression equation, it was found out that the coefficient value of village competition was 0.3278 with sig.t = 0.0156. Since the value of sig.t was <
α (0.05), Ho was rejected and H1
The conclusion drawn from the result of this study is that Village Competition is one of the activities done by both Central Government and Local Government in theirn attempt to educate their people to increase their initiatives and active participation to develop their villages.
was accepted. Thus, village competition had a significant influence on the active participation of the community in developing their village in Teluk Mengkudu Subdistrict. The positive sign of coefficient value of village competition showed that if Village Competition is increasingly enhanced, that intiative of the community in developing their village in Teluk Mengkudu Subdistrict is also increasingly increased or both variables had unidirectional relationship.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini
dengan judul: “Analisis Pengaruh Fungsi Perlombaan Desa Terhadap
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa di Kecamatan Teluk
Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai”. Tesis ini diajukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi
Pengembangan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.
Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Drs. H.B.
Tarmizi, SU selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran
memberi bimbingan, dukungan, saran dan pengetahuan kepada penulis, sehingga
tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H M.Sc (CTM), Sp. A(K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Si selaku direktur Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi
9
4. Bapak Dr. Rujiman, SE, MA. dan Dr. Ir. Agus Purwoko, M.Si selaku Dosen
Pembanding yang telah memberikan masukan serta saran untuk kesempurnaan
tesis ini.
5. Kepada seluruh dosen dan civitas akademika Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi bantuan dalam proses
administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik selama penulis
melaksanakan perkuliahan.
6. Bupati Serdang Bedagai bapak Ir. H.Soekirman yang telah memberi izin
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
7. Kepala Dinas Perhubungan Serdang Bedagai Drs.H.OK Hendri,Msi.
8. Ayahanda tercinta bapak Saur Maringan Naibaho, BA., dan ibunda (alm) Tio
Rio Mina br Sitanggang serta Ayah mertua tercinta bapak (alm) Cipto Utomo
dan ibunda Kasmini.
9. Teristimewa kepada istri tercinta, Mayor (K) CAJ. Hermin Cindarwati, S.Sos
dan anak-anakku tersayang Trisno Utomo Naibaho dan Jeriko Sucipto
Naibaho yang selalu berdoa, memberikan dorongan dan dengan kerelaan hati
memaklumi, memberikan pengertian serta perhatian yang sangat mendalam
sejak awal perkuliahan hingga rampungnya tesis ini. Dorongan dan kerelaan
hati dari isteri dan anak-anak penulis ketika ditinggalkan pada hari-hari
tertentu selama penulis mengikuti perkuliahan tersebut, merupakan kunci
10
10. Teman-teman perkuliahan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara angkatan 2011
(2010 genap), terutama sahabat terbaikku Ir.Dian Dewi Karmila Harahap,
M.Si, serta temanku Akhmad Syarif.
11. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah memberikan data, informasi, bimbingan dan dorongan moril untuk
penyelesaian penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran maupun kritikan untuk
penyempurnaan tesis ini. Akhirnya atas segala kekurangan didalam penyusunan
tesis ini, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan
berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang perduli
terhadap pemerintahan dan pembangunan perdesaan. Amin.
Medan, 29 Juli 2013
Penulis
11
RIWAYAT HIDUP
Manutur Parulian Naibaho, dilahirkan pada tanggal 02 November 1968 di Medan, Provinsi Sumatera Utara, sebagai anak ke-dua dari enam bersaudara, dari Ayahanda Saur Maringan Naibaho, BA., dan ibunda Tio Rio Mina br Sitanggang (alm).
Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Dasar pada SD ANTONIUS-V Medan selesai pada tahun 1981. Sekolah Menengah Pertama pada SMP TRISAKTI Medan selesai pada tahun 1984, Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 5 Medan selesai pada tahun 1987. Pendidikan Pemerintahan di APDN Medan selesai pada tahun 1991. Selanjutnya, pada tahun 1993, penulis mengikuti pendidikan S-1 di STIA-LAN RI kampus Bandung, dengan jurusan Manajemen Pembangunan Perkotaan dan Daerah (MPPD), serta selesai pada tahun 1995. Kemudian, pada bulan Maret tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S-2) di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) serta konsentrasi pada jurusan Perencanaan Wilayah Kota (PWK) di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Pengalaman bekerja penulis dimulai pada Juni tahun 1998 sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Kec. Sei Rampah, pada bulan April 2001 sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Kecamatan Tebing Tinggi sampai di bulan Maret 2004, pada bulan Maret 2004 sampai bulan September 2005 penulis bekerja sebagai Sekretaris Camat STM HILIR. Kemudian, pada bulan September tahun 2005, penulis bekerja sebagai Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Serdang Bedagai. Lalu, pada bulan Febuari 2006, penulis dipercayakan sebagai Camat Teluk Mengkudu hingga bulan Januari 2007. Selanjutnya, selama 4 tahun (Januari 2007 s/d Febuari 2011) penulis dipercayakan kembali sebagai Camat Sei Bamban (pemekaran dari kecamatan Sei Rampah). Setelah itu, sejak bulan Febuari 2011 hingga saat tulisan ini diperbuat, penulis dipercayakan sebagai Kepala Bidang (Kabid) Perhubungan Darat pada Dinas Perhubungan (Dishub) Serdang Bedagai.
Pada bulan Maret tahun 1995 di kabupaten Malang, Jawa Timur, penulis mempersunting Hermin Cindarwati S. Sos, putri anak ke-2 (kedua) dari keluarga bapak (alm) Cipto Utomo dan ibunda Kasmini. Dari pernikahan tersebut, sampai saat ini penulis dikaruniai dua orang putra tercinta, Trisno Utomo Naibaho dan Jeriko Sucipto Naibaho.
12
BAB I. PENDAHULUAN………...………...1
1.1. .Latar Belakang Masalah…...1
2.3. Tinjauan tentang Pendidikan pada daerah pedesaan………...30
2.4. Tinjauan tentang Partisipasi Masyarakat...40
2.5. Tinjauan tentang Pembangunan Desa di Indonesia………...48
2.6. Penelitian Sebelumnya ………... 61
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian………...……...………...69
3.4. .Metode Pengumpulan Data………...……...70
3.5. .Analisa Data………..…...72
3.6. Defenisi Operasional Variabel Penelitian……….……...76
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…... 81
4.1. .Latar Belakang Masalah………...81
4.1.1. Sejarah Pemerintahan...81
4.1.2. Letak Geografis Kecamatan Teluk Mengkudu...82
13
4.1.4. Laju pertumbuhan pendudduk...85
4.1.5.Sarana pendidikan di kecamatan Teluk Mengkudu...86
4.1.6.Jenis mata pencaharian pada setiap desa...87
4.2. Gambaran umum responden...88
4.2.1. Kelompok umur responden...88
4.2.2. Jenis kelamin responden...89
4.2.3. Jenis pekerjaan responden...90
4.2.4. Tingkat pendidikan responden...91
4.3. Deskripsi data variabel penelitian...92
4.3.1. Pengaruh Perlombaan Desa terhadap Partisipasi Masyarakat Desa... 92
4.3.2. Rekapitulasi Total Skor Indikator Perlombaan Desa... 97
4.4. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dalam membangun Desa...98
4.4.1. Partisipasi Masyarakat dalam aspek prakarsa masyarakat untuk membangun desa...98
4.4.2. Rekapitulasi Total Skor Partisipasi Masyarakat dalam aspek prakarsa masyarakat untuk membangun desa...102
4.4.3. Partisipasi Masyarakat dalam aspek peran serta masyarakat untuk membangun desa...103
4.4.4. Rekapitulasi Total Skor Partisipasi Masyarakat dalam aspek peran serta masyarakat untuk membangun desa...108
4.5. Analisis Kelayakan Model ...108
4.5.1. Analisis Kelayakan Model pengaruh dari Perlombaan Desa terhadap Prakarsa masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu...108
4.5.2. Analisis Kelayakan Model pengaruh dari Perlombaan Desa terhadap Peran masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu... 112
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian....115
4.6.1.Pengaruh dari Perlombaan Desa terhadap Prakarsa anggota masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu...115
4.6.2. Pengaruh dari Perlombaan Desa terhadap Peran serta aktif anggota masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu...116
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...119
5.1. Kesimpulan………...………...119
5.2. Saran………...………...………...119
6
ANALISIS PENGARUH FUNGSI PERLOMBAAN DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA
DI KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah pedesaan menghadapi hambatan dan kendala yang cukup besar. Hambatan dan kendala tersebut pada umumnya diakibatkan oleh aspek Geografis, aspek Topologis, aspek Demografis, ketersediaan prasarana, sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah, serta kemampuan kelembagaan pedesaan yang relatif rendah. Salah satu upaya yang dianggap sangat penting dan harus dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah mendorong, meningkatkan, mengembangkan dan mengaktualisasikan kekuatan serta kemampuan yang bersumber dari masyarakat pedesaan itu sendiri. Kekuatan dan Kemampuan yang bersumber dan berada di dalam masyarakat pedesaan tersebut di defenisikan sebagai “partisipasi masyarakat”
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Analis teknik uji regresi linier sederhana. Data yang digunakan adalah data skunder dan data primer yang diperoleh dari masyarakat (responden) ditambah dengan data Pemerintah Kecamatan Teluk Mengkudu, data Koordinator Statistik Kecamatan Teluk Mengkudu serta data Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Kabupaten Serdang Bedagai..
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa dari hasil persamaan regresi diketahui nilai koefisien perlombaan desa adalah 0,6071 dengan sig. t = 0,000. Karena nilai sig. t < α (0,01) maka tolak H0 dan terima H1. Dengan demikian perlombaan desa berpengaruh Signifikan terhadap Prakarsa masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu. Tanda positif nilai koefisien perlombaan desa menyatakan bahwa bila Perlombaan Desa semakin ditingkatkan maka Prakarsa anggota masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu juga akan semakin meningkat atau kedua variabel mempunyai
hubungan yang searah. Selanjutnya dari hasil persamaan regresi lainnya diketahui bahwa nilai koefisien perlombaan desa adalah 0,3278 dengan sig. t = 0,0156. Karena nilai sig. t < α (0,05) maka tolak H0 dan terima H1
Dari hal tersebut diatas dapatlah disebutkan bahwa Perlombaan desa adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya mendidik masyarakatnya untuk meningkatkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat membangun desa.
. Dengan demikian
perlombaan desa berpengaruh Signifikan terhadap peran serta aktif anggota
masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu. Tanda
positif nilai koefisien perlombaan desa menyatakan bahwa bila perlombaan desa semakin ditingkatkan maka peran serta aktif anggota masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu juga akan semakin meningkat atau kedua variabel mempunyai hubungan yang searah.
7
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF VILLAGE COMPETITION ON COMMUNITY PARTICIPATION IN RURAL DEVELOPMENT
IN TELUK MENGKUDU SUBDISTRICT, SERDANG BEDAGAI DISTRICT
ABSTRACT
The government faces quite big constrains in the implementation of rural development due to the aspects of Geography, Topology, Demography, infrastructure availability, poor human resources, and relatively low rural institutional capability. One of the very important attempts which needs to be carried out by Central Government and Local Government is to encourage, promote, develop and actualize the power and ability of the rural communities themselves. The power and ability sourced and found in the rural communities themselves is defined as “Community Participation”.
This study used the primary data obtained through interviewing the respondents (local community) and the secondary data obtained from the data of Subdistrict Government of Teluk Mengkudu, Statistic Coordinator of Teluk Mengkudu Subdistrict, Community Empowerment and Rural Government Board of Serdang Bedagai District.
The result of this study showed that, based on the result of regression equation, the coefficient value of village competition was 0.6071 with sig.t =
0.000. Since the value of sig.t was < α (0.05), Ho was rejected and H1 was accepted. Thus, village competiton had a significant influence on the initiatives of the community in developing their village in Teluk Mengkudu Subdistrict. Then, from the other regression equation, it was found out that the coefficient value of village competition was 0.3278 with sig.t = 0.0156. Since the value of sig.t was <
α (0.05), Ho was rejected and H1
The conclusion drawn from the result of this study is that Village Competition is one of the activities done by both Central Government and Local Government in theirn attempt to educate their people to increase their initiatives and active participation to develop their villages.
was accepted. Thus, village competition had a significant influence on the active participation of the community in developing their village in Teluk Mengkudu Subdistrict. The positive sign of coefficient value of village competition showed that if Village Competition is increasingly enhanced, that intiative of the community in developing their village in Teluk Mengkudu Subdistrict is also increasingly increased or both variables had unidirectional relationship.
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa Pemerintah Daerah berhak untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan, yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, prinsip pemerataan, prinsip keadilan, prinsip keistimewaan, dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah maka
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar
susunan pemerintahan dan antar susunan Pemerintah Daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan
pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Selanjutnya perkembangan dinamika pembangunan, ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi, memicu masyarakat untuk semakin selektif dan kritis
terhadap pembangunan karena menyangkut kebutuhan hidupnya yang semakin
kompetitif sehingga masyarakat desa dan kota dipandang sangat penting, dan
15
memaksa Pemerintah untuk melibatkannya, karena disamping birokrasi
Pemerintah itu sendiri tidak sanggup lagi memenuhi dan menampung berbagai
tuntutan dan aspirasi masyarakat yang semakin kompleks, maka peranan Lembaga
Desa sebagai wadah pembinaan dalam menumbuh kembangkan partisipasi
masyarakat untuk pembangunan desa juga semakin dibutuhkan.
Handel dalam Moebyarto (I987 : 31) mengatakan pendapatnya tentang
peranan pemerintah dalam membangun desa bahwa :
Hal ini bagaikan memberi Ikan kepada rakyat yang siap dimakan hari ini dan bukan mengajari mereka memancing, sehingga bisa memakan ikan setiap hari, terlihat kelemaan dimana masyarakat jarang memiliki peranan dalam menentukan kebijakan pembangunan kecuali hanya sebagai pemanfaat pembangunan, keadaan ini melemahkan kemampuan kreatif masyarakat dan merampas apa yang secara tradisional selama ini mereka lakukan untuk mereka dan menghilangkan keswasembadaan yang dimilikinya, akibatnya menjadi tergantung pada Pemerintah. Disisi lain karena pembangunan public selalu langka, tanpa partisipasi masyarakat jangkauan pelayanan pemerintah akan sangat terbatas dan tidak dapat menjangkau masyarakat yang ada pada lapisan sosial paling bawah.
Pembangunan Desa sebagai bagian integral dari Pembangunan Nasional
mempunyai inti yang strategis, karena Desa secara keseluruhan merupakan basis
atau landasan Ketahanan Nasional bagi seluruh Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Keberhasilan. Pembangunan Desa memungkinkan
pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya menuju pada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas
wilayah yang sehat dinamis. Hal itu dimungkinkan oleh karena justeru lebih 80%
rakyat Indonesia bermukim didesa- desa.
Salah satu ukuran keseriusan dan kepedulian pemerintah dalam hal
16
Haluan Negara tahun 1993, yang merupakan hasil Ketetapan MPR No.
II/MPR/1993 Bab IV. F. Ekonomi 12D, dimana disebutkan bahwa:
Pembangunan desa dan masyarakat pedesaan terus didorong melalui peningkatan koordinasi dan peningkatan pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan pertumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat, sehingga mempercepat peningkatan perkembangan desa swadaya dan desa swakarya menuju desa swasembada.
Berdasarkan kepada pendekatan, bahwa pembangunan dilaksanakan dari,
oleh dan untuk rakyat dengan bantuan dari Pemerintah, maka terdapatlah adanya
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan serta mencerminkan keserasian
antara keduanya, yaitu Pemerintah memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan,
dan fasilitas yang diperlukan, sedangkan masyarakat memberikan partisipasinya
dalam pembangunan yang berbentuk prakarsadan swadaya gotong royong, pada
setiap pembangunan yang diinginkan.
Pembangunan Desa haruslah dilaksanakan secara terarah, dinamis dan
berkelanjutan dalam arti bahwa Pembangunan Desa akan terus dilaksanakan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi, serta kemampuan yang dimiliki Desa
yang bersangkutan, terutama yang menyangkut potensi manusia (yang disebut
dengan sumber daya manusia) dan daya dukung alamnya (yang disebut dengan
sumber daya alam).
Pembangunan desa dapat dikatakan sudah menjadi suatu metoda yang
merupakan kebulatan komponen-komponen yang satu dengan yang lain dan
komponen tersebut saling mempengaruhi serta saling berkaitan. Pembangunan
masyarakat juga merupakan salah satu komponen yang sangat penting dan
17
harus dibangun secara utuh dan menyeluruh, bersama-sama dengan komponen
lingkungan fisik maupun lingkungan hidup lainnya.
Berbicara selanjutnya tentang pembangunan masyarakat desa dan
pembangunan desa sebagai dua istilah berbeda. Dapat dijelaskan, bahwa kedua
istilah tersebut telah juga dikenal di dunia Internasional, yaitu pembangunan
masyarakat desa sebagai “Community Development” yang mengandung makna
pembangunan dengan pendekatan kemasyarakatan (Community Approach),
partisipasi masyarakat (Community Partisipation), dan pengorganisasian
masyarakat (Community Organization),sedangkan pembangunan desa
sebagai”Rural Development” adalah merupakan seluruh kegiatan pembangunan
yang berlangsung di pedesaan, yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan
penghidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara terpadu, dengan
mengembangkan swadaya gotong royong, untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat di desa.
Pembangunan desa sebagai “Rural Development” mempunyai arti yang
lebih luas, dimana pengertian pembangunan masyarakat sudah tercakup di
dalamnya, bahkan sekaligus terintegrasi pula kepada usaha pemerintah dan
masyarakat, yang meliputi keseluruhan aspek kehidupan dan
penghidupan.Pembangunan masyarakat desa meliputi juga pemberdayaan
masyarakat desa, memilikii korelasi dan bersentuhan langsung terhadap kebijakan
pemerintah pusat maupun pemerintahan di daerah.
Kebijaksanaan pelaksanaan Pembangunan desa, pada akhirnya diharapkan
18
Desa Swasembada sebagai landasan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur,
lahir, dan batin, berdasarkan Pancasila.
1.2. Identifikasi masalah.
Oleh karena pelaksanaan pembangunan desa menyangkut semua segi
kehidupan dan penghidupan masyarakat, maka kegiatan-kegiatan perlombaan
desa akan dilaksanakan dengan pendekatan yang bersifat menyeluruh serta dalam
rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan desa yang bersifat dinamis,
dari desa Swadaya, ke Desa Swakarya, menuju Desa Swasembada.
Untuk memotivasi percepatan pembangunan desa oleh masyarakat dan
bersama-sama dengan pemerintah daerah,. maka Pemerintah Pusat melalui
Departemen Dalam Negeri sejak tahun 1984 telah mengeluarkan INSTRUKSI
MENTERI DALAM NEGARI (INMENDAGRI) Nomor: 11 Tahun 1984, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perlombaan Desa, Hal tersebut mengacu kepada
Undang_Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Desa dan Garis- Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang merupakan landasan acuan pelaksanaan program
Pemerintah di zaman orde baru selama kurun waktu 5 (lima) tahun.
Selanjutnya pada saat reformasi INMENDAGRI Nomor 11 tahun 1984
tersebut di rubah dengan PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
(PERMENDAGRI) Nomor: 13 Thn 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Perlombaan Desa dan Kelurahan, yang mengacu kepada Bab XI pasal 95 sampai
dengan pasal 111 pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan di perbaharui dengan PERATURAN MENTERI
DALAM NEGERI (PERMENDAGRI) Nomor : 13 tahun 2007 tentang
19
PERATURAN PEMERINTAH nomor 72 tahun 2005, tentang Desa, serta juga
merupakan pengejawantahan pasal 200 - 216, Bab XI dari Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan daerah.
Pembangunan desa haruslah dilaksanakan secara terarah, dinamis dan
berkelanjutan dalam arti bahwa Pembangunan Desa akan terus dilaksanakan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi, serta kemampuan yang dimiliki oleh
desa yang bersangkutan, terutama yang menyangkut potensi sumber daya
manusia dan daya dukung alamnya. Potensi sumber daya manusia, memiliki
peranan yang sangat besar dalam menggerakkan roda pembangunan di desa.
Pada kenyataannya, pembangunan desa tidaklah dapat diselenggarakan
sendiri oleh desa yang bersangkutan. Hal ini diakibatkan oleh keterbatasan sarana
dan prasarana yang dimilikinya. Melihat adanya keterbatasan tersebut, maka
pemerintah menetapkan instansi yang khusus merencanakan dan melaksanakan
pembangunan desa, serta merupakan instansi yang berada dalam naungan
Departemen Dalam Negeri. Dengan adanya kerjasama antara instansi
pembangunan desa dan masyarakat serta aparat desa tersebut, diharapkan akan
lebih mempercepat laju pembangunan di desa-desa.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 tahun 2003, tentang
Organisasi dan Tata kerja Departemen Dalam Negeri adalah merupakan dasar
pembentukan instansi yang secara khusus menangani pembangunan desa di
daerah, sebagai alat kelengkapan Departemen Dalam Negeri, serta berada di
bawah Direktorat Jenderal Pembangunan desa. Instansi yang dimaksud adalah
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) di tingkat
20
Hal tersebut dapat dilihat di dalam surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 130 tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Dalam
Negeri, yang menyatakan bahwa :
Badan Pembangunan Masyrakat dan Pemerintah Desa memiliki tugas untuk membantu Bupati di bidang Pembangunan Desa, pelaksanaan penyelenggaraan dan pembinaan usaha ,gotong royong, perekonomian desa, pembinaan prasarana desa dan pembangunan desa, berdasarkan kebijaksanaan Gubernur Daerah Propinsi. Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut, Badan Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Desa memiliki beberapa fungsi yang harus dilaksanakan, yang salah satu diantaranya adalah turut serta dalam pelaksanaan perlombaan desa.
Dalam melaksanakan Pembangunan Desa, Departemen Dalam Negeri
yang merupakan bagian dari Pemerintahan Negara Republik Indonesia, juga telah
menetapkan, bahwa untuk lebih mendorong pertumbuhan, perkembangan dan
percepatan pembangunan serta laju Pengembangan Desa, maka perlu digerakkan
dan digalakkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan dengan
mengadakan perlombaan desa setiap tahun dan sekaligus mengadakan penelitian
dan penilaian terhadap seluruh perkembangan hasil usaha dan kegiatan
pembangunan. Sedangkan hasil dari perlombaan desa itu sendiri haruslah
diumumkan pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya, yang sekaligus sebagai hari
peringatan dan perayaan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merasa tertarik
untuk memilih judul :
”ANALISIS PENGARUH FUNGSI PERLOMBAAN DESA TERHADAP
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA DI
21 1.3. Rumusan Masalah.
Bertitik tolak dari latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas,
maka dapat disampaikan beberapa permasalahan yang akan di bahas oleh penulis
lebih lanjut. Adapun permasalahan yang dimaksud adalah :
1. Apakah pelaksanaan fungsi Perlombaan Desa dapat berpengaruh terhadap
partisipasi masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk
Mengkudu.?
2. Bagaimanakah hubungan pelaksanaan fungsi Perlombaan Desa terhadap
prakarsa masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam membangun
desa di kecamatan Teluk Mengkudu.?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini nantinya adalah:
1 Untuk mengetahui pengaruh fungsi Perlombaan Desa terhadap partisipasi
masyarakat dalam membangun desa di kecamatan Teluk Mengkudu.
2 Untuk mengetahui korelasi antara pelaksanaan fungsi Perlombaan Desa
terhadap prakarsa masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam
pembangun desa di Kecamatan Teluk Mengkudu.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang di harapkan penulis nantinya adalah
sebagai :
1. Bahan untuk menambah wawasan dan pemikiran mengenai Perlombaan Desa
dan Partisipasi Masyarakat , sehingga kelak dapat membantu kelancaran
22
2. Bahan masukan bagi Pemerintah Desa dan Pemerintah Kecamatan Teluk
Mengkudu dalam menghimpun, mengusulkan dan menindak lanjuti
pembangunan sesuai keinginan masyarakat sehingga dapat meningkatkan
paritisipasi masyarakat.
3. Bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai Khususnya
Badan Pemberdayaan Msyarakat Desa (BPMD) , tentang bagaimana pengaruh
Perlombaan Desa tersebut terhadap pertisipasi masyarakat di Kecamatan Teluk
Mengkudu.
4. Bahan perbandingan maupun referensi bagi peneliti lainnya yang tertarik
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Desa.
Sebelum penulis membahas lebih jauh tentang Tesis ini, maka penulis
berinisiatif untuk memberikan gambaran dan pengertian tentang Desa. Hal ini
bertujuan, agar semua pihak yang memiliki empati terhadap tulisan ini, dapat
memahami apa dan bagaimana sebenarnya cakupan pembahasan tesis ini
nantinya.
Pada tinjauan tentang Desa ini, penulis akan membahasnya dari segi
sejarah perkembangan Desa dan dari segi pengertian Desa. Pengertian maupun
pendapat tentang desa tersebut merupakan kutipan dari peraturan
perundang-undangan dan beberapa nara sumber yang penulis anggap nantinya memiliki
relevansi terhadap pembahasan tesis ini.
2.1.1 Sejarah Perkembangan Desa.
Pasang surut keadaan Pemerintahan Desa sekarang ini adalah sebagai
akibat pewarisan undang-undang lama yang pernah ada, yang mengatur
Pemerintahan Desa sejak penjajahan Belanda, yaitu Inlandsche Gemeente
Ordonnantie atau IGO (Stbl No. 83/1906) yang berlaku untuk Jawa dan Madura
dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten atau IGOB (Stbl No.
490/1938 jo Stbl No. 681/1938) yang berlaku untuk luar Jawa dan Madura.
Peraturan perundang-undangan tersebut tidak mengatur Pemerintahan
Desa secara seragam dan tidak mendorong masyarakat untuk berkembang secara
24
Jepang, namun IGO dan IGOB tetap diberlakukan, dengan demikian selama
pendudukan Jepang tidak ada Peraturan Perundang-Undangan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Jepang terhadap Desa.
Kemudian sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945,
sejumlah Peraturan Perundang-Undangan sebagai pelaksanaan dari Pasal 18 UUD
1945, diterbitkan, namun semuanya mengatur tentang Pemerintahan Daerah,
sedangkan pengaturan mengenai Desa sebagai pengganti IGO dan IGOB tidak
pernah terbit, dan pengaturan terhadap Desa diserahkan kepada masing-masing
Pemerintah Daerah sehingga penyelenggaraan pemerintahan desa cenderung
masih menggunakan IGO dan IGOB.
Baru pada tahun 1965 terbit UU No.19 Tahun 1965 tentang Desa Praja,
meskipun undang-undang ini tidak mengatur Desa bahkan menghapus Desa,
namun sempat mencabut IGO dan semua peraturan lainnya yang berkaitan dengan
Desa. Meletusnya peristiwa G-30S/PKI mengakibatkan pelaksanaan dari UU No.
19 Tahun 1965 tersebut harus ditinjau kembali berdasarkan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) No. XXI/MPRS/1966 tentang
Pemberian Otonomi seluas-luasnya kepada Daerah, bahkan UU No. 6 Tahun 1969
menyatakan tidak berlakunya berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan
termasuk UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja. Akibatnya sejak tahun
1965, bahkan sejak Republik Indonesia berdiri tahun 1945 praktis
penyelenggaraan pemerintahan desa mengalami kelemahan hukum, karena
pengaturan perundangan yang lama sudah dicabut, sedangkan peraturan
penggantinya belum ada, dengan demikian iklim IGO dan IGOB masih tetap
25
Pada tahun 1979, lahirlah Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa. Undang-Undang ini mengarah pada penyeragaman bentuk
dan susunan pemerintahan desa dengan corak nasional dan Pemerintahan Desa
ditetapkan sebagai organisasi pemerintahan terendah di bawah Camat serta berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Meskipun Pemerintah berusaha menjamin terwujudnya
Demokrasi Pancasila secara nyata, dengan adanya pemilihan Kepala Desa secara
umum, bebas dan rahasia oleh penduduk warga setempat, namun penerapan
demokrasi tersebut dinodai dengan dibentuknya Lembaga Musyawarah Desa
(LMD) sebagai penyalur aspirasi masyarakat, yaitu dengan ketentuan bahwa
karena jabatan Kepala Desa menjadi Ketua Lembaga Musyawarah Desa dan
Sekretaris Desa menjadi Sekretaris Lembaga Musyawarah Desa, dengan demikian
pelaksanaan demokrasi seperti diharapkan tidak pernah terwujud.
Seiring dengan perkembangan politik, maka berdasarkan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) No.
X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka
Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan
Ketetapan MPR Republik Indonesia No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) No. XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
26
Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang No. 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Desa.
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur juga
tentang Pemerintahan Desa, yaitu pada bab XI dari pasal 93 s/d
Kemudian, berdasarkan pertimbangan bahwa Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan seluruh peraturan pelaksanaannya
ternyata tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah, maka UU No. 22 Tahun 1999 inipun direvisi
dan diganti dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
pasal 111. Banyak
terdapat perubahan-perubahan yang mendasar bila dibandingkan dengan UU No.
5 Tahun 1979, antara lain Pemerintahan Desa bukan lagi merupakan organisasi
pemerintahan terendah di bawah Camat sehingga Kepala Desa tidak lagi
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Camat, melainkan bertanggung jawab
kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa (BPD) dan menyampaikan laporan
mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati, dengan demikian Camat tidak
memiliki hubungan hierarkhi dengan Desa; Lembaga Musyawarah Desa (LMD)
diubah menjadi Badan Perwakilan Desa (BPD), yang berfungsi sebagai lembaga
legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta Keputusan Kepala Desa. Lebih
lanjut berdasarkan Pasal 111 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001
27
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut juga mengatur tentang Desa,
yaitu pada Bab XI Pasal 200 s.d. Pasal 216. Kemudian, sebagai tindak lanjut dari
ketentuan Pasal 216 tersebut, maka Pemerintah menetapkan sebuah peraturan
yang disebut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Peraturan ini diharapkan akan menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Menurut Bambang Trisantono Soemantri (2011 :3) bahwa ada beberapa
landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa yang temaktub dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yaitu :
1. Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelengaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di Desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyararakat setempat namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa. 3. Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa
dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarkat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman.
4. Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Desa harus mengakomondasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa;
28
Selanjutnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, pada pasal
1,ayat 6 menyebutkan bahwa :
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa menurut
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, pada pasal 7 meliputi :
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pngaturannya kepada desa.
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Kemudian, untuk melaksanakan ketentuan pada Pasal 7, khususnya huruf
“b” tersebut diatas, maka terbitlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30
Tahun 2006 tentang Tata cara Penyerahan Urusan Pemerintahan
Kabuapaten/Kota Kepada Desa. Dalam pada pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tersebut di nyatakan bahwa Bupati/Walikota
melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap jenis urusan yang akan diserahkan
kepada desa dengan mempertimbangan aspek letak geografis, kemampuan
personil, kemampuan keuangan, efisiensi dan efektivitas.
Selain dari pada itu, pada pasal 4 ayat 1,2 dan 3 dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tersebut juga dikatakan bahwa :
(ayat 1). Urusan pemerintahan yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
29
urusan pemerintahan yan dapat dilaksanakan di Desa yang bersangkuatan
(ayat3) Kesiapan Pemerintahan Desa untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa atas
persetujuan pimpinan BPD.(Badan Perwakilan Desa).
Selanjutnya pada pasal 6 ayat 2, 3, 4, dan 5 disebutkan :
(ayat 2) Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menambah penyerahan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa atas permintaan Pemerintah Desa.
(ayat 3) Apabila pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang telah diserahkan kepada Desa dalam kurun waktu 2 (dua) tahun tidak berjalan secara efektif. Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menarik sebagian atau seluruh urusan pemerintahan yang telah diserahkan.
(ayat 4) Tata cara penambahan atau penarikan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
(ayat 5) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang tata cara penambahan atau penarikan urusan pemerintahan sekurang-kurangnya memuat :
(a) kriteria pelaksanaan urusan pemerintahan,
(b) mekanisme penambahan urusan pemerintahan, dan (c) mekanisme penarikan urusan pemerintahan.
Selanjutnya,untuk pelaksanaan urusan Pemerintahan Kabupaten/kota yang
diserahkan kepada Desa dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupeten/Kota. Hal ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 30 Tahun 2006,Bab V, pasal 7.
2.1.2. Pengertian Desa.
Dalam pengertian tentang Desa ini, penulis mengutip dari 3 (tiga) jenis
Undang-undang yang berlaku sejak penulis mengenal sistem pemerintahan di
Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979,tentang Pemerintahan
Desa , Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah,
dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
Defenisi desa secara formal menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
30
Desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya setelah zaman reformasi muncullah Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah , dimana pada Bab I, pasal 1,ayat
huruf “O” disebutkan bahwa :
Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Pemerintah di zaman reformasi merasa bahwa Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, masih kurang sempurnanya. Oleh
karena itu Pemerintah kembali membuat Undang-Undang yang disebut dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Dimana
pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pada Bab I, Pasal 1,ayat 12 tersebut
dinyatakan d bahwa :
Desa atau yang disebut dengan nama lain,selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah,yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain defenisi menurut Undang-Undangm tersebut diatas,penulis juga
mengutip beberapa nara sumber yeng memberikan pengertian tentang desa.
Tujuan adalah untuk sebagai pembanding didalam pendefenisian tentang desa dan
sekaligus menambah khasanah tentang desa demi kesempurnaan tulisan ini.
Desa memiliki beberapa pengertian, hal ini dikarenakan karena ilmuan
31
masing-masing. Guna mendapatkan batasan pengertian tentang desa yang lebih
lengkap maka perlu dikemukakan beberapa defenisi dari berbagai sudut pandang,
sebagaimana akan diuraikan lebih lanjut dibawah ini.
Pengertian desa berdasarkan adat dikemukakan oleh Unang Sunardjo
(1984 : 11) sebagai berikut :
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena keturunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan keamanan; memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
Mengingat bahwa negara Indonesia memiliki suku bangsa dan adat istiadat
yang beragam, maka tiap daerah memiliki nama yang berbeda untuk menyebutkan
desa, yaitu seperti yang diungkapkan oleh Undang Sunardjo (1984 :10) sebagai
berikut:
1. Desa dengan Kampung,Kapunduhan, Kamandoran, Ampian, Cantilan, Dukuh, Banjar untuk desa di Jawa dan Bali.
2. Dhisa dengan Kampong-Kampong di Madura.
3. Marga dengan Kampung, Dusun, Tiuh, di Sumatera Selatan (Palembang, Jambi, Lampung, dan Bengkulu).
4. Nagari dengan Kampuang dan Jorong di Sumatera Barat. 5. Mukim dengan Gampong atau Meunasah di Aceh. 6. Kuria dengan Huta dan Kesain di Tanah Batak. 7. Tumenggungan atau kampung di Kalimantan. 8. Nagore dengan Soa dan Romanto di Maluku. 9. Wanua atau Nagori di Minahasa.
10. Manoa, Laraingu , Kenaikan, Kafetoran, dan Kedatoan di Nusa Tenggara Timur.
11. Banjar dan Lombilan di Nusa Tenggara Barat. 12. Penanian atau Buah di Tana Toraja.
Sekalipun bermacam-macam nama dan sebutan serta asal mula
terbentuknya desa, akan tetapi desa-desa di Indonesia pada umumnya memiiki
asas atau landasan hukum yang hampir sama, yaitu berlandaskan kepada adat,
32
Jika ditinjau dari segi Geografis R. Bintarto yang dikutip oleh Beratha
(1982: 26) berpendapat bahwa :
Desa adalah sebagai “suatu unsur perwujudan geografi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial ekonomis, politis dan kultural yang terdapat di situ dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain”
Selanjutnya, jika ditinjau dari segi Pengertian Administrasi Desa,
Soetardjo Kartohadikusumo yang dikutip oleh Daldjoeni (1987 : 45)
memberikan batasan tentang Desa adalah sebagai “suatu kesatuan hukum, di
mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri”.
Sedangkan DR. P. J. Bouman yang dikutip oleh Beratha, (1982 : 27)
memberikan definisi Desa dari segi pergaulan hidup adalah sebagai berikut :
Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal kebanyakanyang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya. usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah sosial.
Selanjutnya DR. P. J. Bouman yang dikutip oleh Beratha (1982 : 27) juga
menyatakan bahwa jika ditinjau dari segi Hubungan dan Penempatannya dalam
susunan Tata Tertib Pemerintahan, maka desa diberi batasan sebagai berikut:
Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “Badan Hukum” dan adalah pula “Badan pemerintahan” yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya.
Kemudian Beratha, (1982 : 27) menyatakan bahwa desa-desa atau setingkat
nama desa memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
33
b. Desa wajib melaksanakan tugas kewenangan yang diberikan oleh pemerintah dan daerah.
c. Untuk melaksanakan tugas kewenangan tersebut, kepala desa diberikan sumbangan atau bantuan.
Menurut UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Bab
XI yang mengatur tentang desa/marga, dimana dalam penjelasan umum angka 9
(1) disebutkan bahwa:
Desa atau nama lain adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945.
HAW.Widjaja (2001:69) membahas UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa desa memiliki ciri khas sebagai berikut:
a. Desa memiliki kewenangan sempit.
b. Desa merupakan persekutuan lokal (localegemeenschap) yang terdiri dari desa/dusun.
c. Jumlah penduduk dan potensi tenaga pemipin relatif lebih sedikit.
d. Desa memiliki kewenangan pemerintahan, pembinaan adat istiadat terpisah, tidak berada dalam 1 (satu) tangan.
e. Desa tidak memiliki hak asal usul.
f. Pembangunan desa dibiayai oleh Pemerintah berdasarkan subsidi (bantuan), melalui berbagai proyek dan lainnya kurang efektif dan efisien.
g. Pemerintahan Desa masih tetap di bawah Camat.
2.2. Tinjauan tentang Perlombaan Desa.
Dalam pengertian Perlombaan Desa ini, Penulis hanya mengutip defenisi
yang terdapat di dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (INMENDAGRI) No. 11
Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perlombaan Desa. Adapun alasan
yang mendasar adalah agar pendefenisian Perlombaan Desa itu tidaklah
mengambang maupun rancu.
Menurut INMENDAGRI Nomor 11 Tahun 1984, tentang Petunjuk
34
Perlombaan Desa adalah suatu metoda dan gerakan pembangunan Desa secara obyektif, edukatif, maupun psikologis untuk mendorong dan
merangsang pertumbuhan, perkembangan, dan percepatan pembangunan, serta meningkatkan rasa kesadaran dan tanggung jawab masyarakat desa
dalam pembangunan menuju tatanan desa yang tertib, aman dan dinamis
atau Desa Pancasila.
Dari pendefenisian Perlombaan Desa tersebut, dapatlah ditarik pikiran
yang mendasar tentang perpaduan antara pengertian “Perlombaan” dan
pengertian “Desa”. sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Di mana
Perlombaan Desa tersebut mencakup unsur : Metoda dan gerakan pembangunan
desa (adanya kegiatan), serta mendorong dan merangsang pertumbuhan
(memanfaatkan partisipasi masyarakat), perkembangan dan percepatan
pembangunan (memanfaatkan hak otonomi desa yang dimilikinya). Kegiatan,
partisipasi masyarakat dan hak otonomi desa yang dimilikinya di “adu” atau
diperlombakan dengan desa-desa lainnya.
Selanjutnya pada bagian ini juga akan dibahas tentang tujuan, sasaran
dan fungsi Perlombaan Desa yang dikutip dari INMENDAGRI Nomor 11
Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perlombaan Desa, Bab III butir a, b,
dan c. Adapun kutipan tersebut adalah:
a. Tujuan Perlombaan Desa
(1) Mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan percepatan laju pembangunan desa, dengan merangsang dan menggalakkan peran serta masyarakat secara aktif, serta menumbuhkan rasa kesadaran
dan tanggung jawab dalam pembangunan.
(2) Mendorong peningkatan dan keberhasilan program pembangunan sektoral, regional, dan Impres yang masuk desa.
(3) Memantapkan koordinasi dan keterpaduan dalam pelaksanaan berbagai jenis perlombaan yang berkaitan langsung dengan peran serta masyarakat desa yang dilaksanakan oleh berbagai Departemen dan Lembaga Non Departemen.
b. Sasaran Perlombaan Desa
(1) Sasaran Perlombaan Desa adalah seluruh desa di Indonesia.
35 c. Fungsi Perlombaan Desa
(1) Forum koordinasi, konsultansi dan komunikasi timbal balik dalam rangka pembinaan pembangunan desa secara terpadu.
(2) Sarana evaluasi secara terpadu dan objektif terhadap seluruh kegiatan pembangunan desa dan kepemimpinan Kepala Desa. (3) Upaya mendidik masyarakat untuk menggerakan dan menggalakan
peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong peningkatan pemanfaatan potensi desa, penertiban administrasi pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat yang kreatif dan dinamis.
(4) Perangsang bagi masyarakat, agar secara psikologis menyadari dan bertanggung jawab terhadap pembangunan desa dan hasil-hasilnya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendangri) Nomor: 13 tahun 2005,
tentang pedoman penyelenggaraan perlombaan desa dan kelurahan tidak berbeda
jauh maksud dan tujuannya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendangri) Nomor: 13 tahun 2007, tentang penyelenggaraan perlombaan desa
dan kelurahan.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor: 13
tahun 2007, tentang penyelenggaraan perlombaan desa dan kelurahan, pada pasal
1 sampai pasal 10 disebutkan bahwa :
a. Perlombaan Desa
Pasal 1(4): Pelombaan desa dan kelurahan adalah evaluasi dan penilaian
perkembangan pembangunan atas usaha pemerintah dan
pemerintahan daerah, bersama masyarakat desa dan kelurahan yang bersangkutan.
b. Penyelenggaraan Perlombaan Desa
Pasal 2:(1) Penyelenggaraan perlombaan desa adalah perlombaan desa dan kelurahan tingkat kecamatan diselenggarakan oleh camat
(2) Perlombaan desa dan kelurahan tingkat kabupatan/kota diselenggarakan oleh bupati/walikota
(3) Perlombaan desa dan kelurahan provinsi diselenggarakan oleh Gubernur
(4) Perlombaan desa dan kelurahan tingkat nasional diselenggarakan oleh Menteri Dalam Negeri. Pasal 3:(1) Peserta perlombaan desa dan kelurahan tingkat kecamatan adalah
seluruh desa dan kelurahan dari setiap kecamatan.
36
(3) Peserta perlombaan desa dan kelurahan tingkat provinsi adalah juara perlombaan desa dan kelurahan tingkat kabupaten/kota.
(4) Peserta perlombaan desa dan kelurahan tingkat nasional adalah juara pertama perlombaan desa dan kelurahan tingkat provinsi.
Pasal 4:(1) Perlombaan desa dan kelurahan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 dilaksanakan setiap tahun.
(2) Perlombaan desa dan kelurahan tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (1) dilaksanakan pada Bulan Februari samapai dengan Bulan Maret.
(3) Pelombaan desa dan kelurahan tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilaksanakan pada bulan April samapai dengan bulan Mei
(4) Perlombaan desa dan kelurahan tingkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (3) dilaksanakan pada bulan Juni (5) Perlombaan desa dan kelurahan tingkat nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dilaksanakan pada bulan Juli. c. Penilaian Perlombaan Desa
Pasal 5:(1) Penilaian perlombaan desa dan kelurahan dilakukan dengan membandingkan data tingkat pengembangan desa dan kelurahan 2 (dua) tahun terakhir berdasarkan data profil desa dan kelurahan sesuai dengan indikator penilaian.
(2) Penilaian perlombaaan desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1(satu) dilakukan dengan klarifikasi data di desa dan kelurahan calon Juara.
(3) Penilaian perlombaan desa dan kelurahan tingkat nasional dilakukan selain dengan klarifikasi data tingkat pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga dilakukan klarifikasi indicator penilaian tingkat nasional.
Pasal 6: Penilaian perlombaan desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud dalam pasal (5) dilaksanakan secara berjenjang dan berkelanjutan mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional.
Pasal 7 : (1) Juara Pertama perlombaan desa dan kelurahan tingkat kecamatan adalah desa dan kelurahan yang memperoleh skor tertinggi berdasarkan indikator penilaian pada perlombaan desa dan kelurahan tingkat kecamatan.
(2) Juara Pertama perlombaan desa dan kelurahan tingkat kabupaten/kota adalah desa dan kelurahan yang memperoleh skor tertinggi berdasarkan indikator penilaian pada perlombaan desa dan kelurahan tingkat kabipaten/kota.
(3) Juara Pertama perlombaan desa dan kelurahan tingkat provinsi adalah desa dan kelurahan yang memperoleh skor tertinggi berdasarkan indikator penilaian pada perlombaan desa dan kelurahan tingkat provinsi.
37
Pasal 8: Juara Pertama perlombaan desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (3) dan ayat (4) menjadi peserta dalam pertemuan para Juara Pertama perlombaan desa dan kelurahan tingkta provinsi dan tingkat nasional pada bulan Agustus di Jakarta.
Pasal 9: Indikator penilaian perlombaan desa dan kelurahan tingkat kecamatan kabupaten/kota, dan provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1), meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan masyarakat; c. ekonomi masyarakat; d. keamanan dan ketertiban; e. partisipasi masyarakat; f. pemerintahan;
g. lembaga kemasyarakatan; dan
h. pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga.
Pasal10: (1) Indikator penilaian perlombaan desa dan kelurahan tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), meliputi:
a. keberhasilan pelaksanakan program pemberdayaan masyarakat dan desa/kelurahan;
b. inisiatif dan kreativitas daerah dalam pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa dan kelurahan;
c. tingkat kepatuhan terhadap kebijakan penyelenggaraan pemerintah; dan
d. kinerja camat, kepala desa dan lurah beserta perangkatnya dalam pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa dan kelurahan. (2) Indikator penilaian perlombaan desa dan kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan hasil olahan data tingkat perkembangan desa dan kelurahan 2 (dua) tahun terakhir berdasarkan indikator penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Berdasarkan pada pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat dikatakan
bahwa perlombaan desa memiliki indikator tertentu dalam pelaksanaannya..
Indikator tersebut diperbuat sebagai rambu-rambu yang bersifat permanent dalam
menilai keberhasilan pembangunan pada setiap desa yang akan diperlombakan
Berikut ini adalah cakupan skor penilaian dari setiap indikator yang terdapat di
dalam perlombaan desa, yang tertuang di dalam lampiran II (kedua) pada
Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan perlombaan
38
TABEL1: SKOR PENILAIAN PERLOMBAAN DESA DAN KELURAHAN.
NO. INDIKATOR PENILAIAN SKOR
I. Pendidikan Masyarakat 5 -100
1. Presentase Penduduk Tamat SMP
Bila meningkat kurang dari 1 %
2. Presentase Penduduk Buta Huruf Bila menurun kurang dari 1 % 1
≥ 1% - ≥ 2% 4
> 2% - ≥ 4% 6
> 4% - ≥ 6% 12 > 6% - ≥ 8% 18
> 8% 20
3. Realisasi Wajar 9 Tahun Bila meningkat kurang dari 5 %
5. Sarana Pendidikan Tidak Ada Peningkatan 1 Ada Peningkatan 20
II. Kesehatan Masyarakat 9 - 150
1. Kematian Bayi Bila menurun kurang dari 10% 1
3. Gizi Balita Bila Balita Bergizi buruk menurun kurang dari 5%
1
≥ 5% - ≤ 10% 4
≥ 10% - ≤ 15% 6
≥ 15% - ≤ 20% 12
39
> 25% 20
4. Cakupan Imunisasi
Polio-3 Bila meningkat kurang dari 5%
BCG Bila meningkat kurang dari
5%
5. Angka Harapan Hidup Bila meningkat kurang dari 1 tahun
6. Cakupan Pemenuhan Air Bersih Bila meningkat kurang dari 1%
7. Pemilikan Jamban Bila Pemilikkan Jamban Kurang dari 1%
1. Presentase Penangguran Bila menurun kurang dari 1 % 1
≥ 1% - ≥ 2% 2
> 2% - ≥ 4% 4
> 4% - ≥ 6% 6
> 6% - ≥ 8% 8
> 8% 10
40
Bila meningkat 10 4. Tingkat Keseahteraan Bila KK prasejahtera menurut
kurang dari 1 %
IV. Keamanan dan Ketertiban 11 - 55
1. Konflik Sara Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5
2. Perkelahian Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5 3. Pencurian/Perampokan Bila meningkat 1 Bila menurun/tidak ada 5
4. Perjudian Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5
5. Kasus Narkoba Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5
6. Prostitusi Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5
7. Pembunuhan Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5 8. Kejahatan Seksual Bila meningkat 1 Bila menurun/tidak ada 5 9. Kekerasan dalam Rumah
Tangga
Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5
10. Penculikan Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5 11. Partisipasi Masyarakat dalam
Keamanan
Bila meningkat 1
Bila menurun/tidak ada 5
V. Partisipasi Masyarakat 44 -70
1. Pemilihan Umum Bila < 75% 8
Bila ≥ 75% 10
Pemilihan Presiden Bila < 75% 8
Bila ≥ 75% 10
Pemilihan Legislatif Bila < 75% 8
Bila ≥ 75% 10
41
Bila ≥ 75% 10
5. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbag)
Bila Partisipasi masyarakat menurun
1
Bila Partisipasi masyarakat meningkat
5
6. Gotong Royong Bila kegiatan Gotong Royong menurun
1
Bila kegiatan Gotong Royong meningkat
5
VI. Pemerintahan 6 - 70
A.Peningkatan Desa
1. Badan Permusyawaratan Daerah (BPD) Bila sarana dan prasarana lengkap
10
3. Administrasi Desa Bila kurang dari 4 1
Bila ada 2-7 5
Bila lengkap 10
4. Keuangan Desa Bila APBD meningkat kurang dari 1 tahun
Bila PAD meningkat kurang dari 1 tahun
Bila hibah meningkat kurang dari 1 tahun
1. Badan Permusyawaratan Daerah (BPD)
42
Bila ada 2 atau 3 5 Bila sarana dan prasarana lengkap
10
3. Administrasi Desa Bila kurang dari 4 1
Bila ada 2-7 5
Bila lengkap 10
4. Keuangan Desa Bila APBD meningkat kurang dari 1 tahun
Bila belanja pembangunan meningkat kurang dari 1 tahun
1
Bila hibah meningkat kurang dari 1 tahun
VII Lembaga Kemasyarakatan 0 - 45