• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR

(WILLINGNESS TO PAY)

SAYURAN ORGANIK DAN

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

RINGKASAN

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh MUKHAMAD NAJIB.

Perkembangan era modern dan peningkatan PDB per kapita mengubah perilaku konsumsi masyarakat Indonesia. Telah terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat dari produk makanan ke produk non makanan. Selain itu, modernitas menuntut masyarakat untuk bergerak cepat dan mobile, hal ini membuat makanan cepat saji menjadi alternatif pilihan konsumsi masyarakat. Padahal makanan tersebut mendorong terjangkitnya penyakit degenerative. Namun dengan semakin meningkatnya angka penyakit degenerative membuat masyarakat Indonesia menyadari pentingnya hidup sehat dengan mengkonsumsi sayuran organik. Kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk menyebabkan harga jual sayuran organik di pasaran meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen yang melakukan pembelian sayuran organik dengan menggunakan analisis deskriptif, menghitung nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) konsumen dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar konsumen dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan LISREL.

Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik konsumen sayuran organik sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan status sudah menikah. Berada pada rentang usia 25-34 tahun. Sebagian besar konsumen sayuran organik memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-4 orang dan sudah menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana. Sebagian besar berprofesi sebagai karyawan swasta dengan pendapatan perbulan diatas Rp 5.000.000,00. Nilai rata-rata maksimum WTP untuk untuk setiap kilogram komoditas kol adalah sebesar Rp 18.738; selada sebesar Rp 30.048; brokoli sebesar Rp 40.250; pakchoy sebesar Rp 24.368; dan wortel sebesar Rp 19.820,00. Hasil analisis Structural Equation Modelling menunjukan faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen secara signifikan pada taraf nyata 5% adalah sikap (kepercayaan terhadap klaim sayuran organik, perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, dan persepsi terhadap atribut sayuran organik) dan tingkat hambatan pembelian konsumen (persepsi biaya)

.

(5)

ABSTRAK

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh MUKHAMAD NAJIB.

Perkembangan era modern dan peningkatan PDB per kapita mengubah perilaku konsumsi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menyadari pentingnya hidup sehat dengan mengkonsumsi sayuran organik. Kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk menyebabkan harga jual sayuran organik di pasaran meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen yang melakukan pembelian sayuran organik dengan menggunakan analisis deskriptif, menghitung nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan LISREL. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata WTP untuk kol sebesar Rp 18,738, selada sebesar Rp. 30,048, brokoli sebesar Rp 40.250, pakchoy sebesar Rp 24,368 dan wortel sebesar Rp 19,820. Sikap dan dan hambatan berpengaruh signifikan pada WTP sedangkan SES tidak memiliki pengaruh signifikan.

Kata kunci: CVM, harga, organik, SEM, WTP

ABSTRACT

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO. Analysis Of Willingness to Pay For Organic Vegetables and Factors that Contributing (Case Study of Bogor, West Java). Supervised by MUKHAMAD NAJIB.

The era of modernization and the increasing in GDP per capita have changed the consumer behavior of Indonesian people. Indonesian people realize the importance of healthy living by consuming organic vegetables. The increasing production cost as a result of improving product quality induced the selling price of organic vegetables in market. This research aims to identify customer characteristics who made a purchase on organic vegetables by using descriptive analysis, to estimate consumer willingness to pay (WTP) using Contingent Valuation Method (CVM) and to analyze factors that influence the Willingness To Pay using Structural Equation Modeling (SEM) with LISREL. The result of this research showed the mean of maximum WTP for cabbage commodity is Rp 18.738; lettuce is Rp 30.048; broccoli is Rp 40.250; chinese cabbage (bok choy) is Rp 24.368 and carrot is Rp 19.820. The attitude and obstacle effect on WTP is significant, while the effect of SES is not significant.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR

(WILLINGNESS TO PAY)

SAYURAN ORGANIK DAN

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

Nama : Lutfhan Hadhi Priambodo NIM : H24090009

Disetujui oleh

Dr Mukhamad Najib STP MM Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Jono M Munandar MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih dalam penelitian ini ialah Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Bapak Dr Mukhamad Najib, STP, MM selaku pembimbing skripsi, dosen-dosen Departemen Manajemen FEM IPB, teman–teman BEM FEM IPB dan manajemen. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kesediaan Membayar / Willingness To Pay 3

Perilaku Konsumen 5

Theory of Reasoned Action 5

Penelitian Terdahulu 6

METODE PENELITIAN 7

Kerangka Pemikiran 7

Hipotesis 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Metode Pengumpulan Data 11

Metode Penarikan Sampel 11

Metode Pengolahan dan Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Gambaran Umum Pertanian Organik 15

Karakteristik Responden 16

Analisis Kesediaan Membayar / Willingness To Pay Konsumen 19

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar 21

Implikasi Manajerial 26

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan kandungan mineral pada sayuran organik dan non

organik (setiap 100 gram, berat kering) 2

2 Presentase jumlah responden 12

3 Sebaran responden menurut jenis kelamin 16

4 Sebaran responden menurut status pernikahan 16

5 Sebaran responden menurut usia 17

6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan 17

7 Sebaran responden menurut jenis pekerjaan 17

8 Sebaran responden menurut tingkat pendapatan 18

9 Sebaran responden menurut jumlah anggota keluarga 18

10 Sebaran kesediaan membayar responden 19

11 Sebaran ketidaksediaan membayar responden 19

12 Distribusi rata-rata WTP responden 20

13 Nilai total wtp 21

14 Goodness of fit (GOF) 22

15 Pengaruh antar variabel laten 23

16 Pengaruh indikator terhadap laten 23

DAFTAR GAMBAR

1 Theory of planned behavior (ajzen 1991) 6

2 Kerangka pemikiran penelitian 8

3 Model struktural 9

4 Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011 15

5 Kurva willingness to pay komoditas 20

6 Koefisien lintas model 22

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini pola konsumsi masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai pilihan pola konsumsi. Perkembangan zaman dan peningkatan pendapatan per kapita membuat pola konsumsi masyarakat Indonesia bergeser dari konsumsi produk makanan ke produk non makanan (Pengeluaran untuk Penduduk Indonesia 2009-2011, BPS). Hal tersebut menjadi sebuah permasalahan tersendiri, terlebih ritme kehidupan modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat sehingga membuat makanan siap saji menjadi pilihan konsumsi masyarakat. Pola konsumsi masyarakat yang cenderung memilih makanan cepat saji mendorong resiko timbulnya penyakit degenaratif yang berbahaya bagi kesehatan. Tingginya lemak, kolesterol, garam, karsinogen yang terkandung didalam makanan cepat saji dan juga pola konsumsi yang tidak seimbang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, stroke, hipertensi, jantung, obesitas, dan lain-lain.

Berdasarkan data WHO tahun 2011, penyebab kematian di negara-negara berkembang sebesar 60% diakibatkan oleh penyakit tidak menular. Di Indonesia, data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2012 menyebutkan, 60% kematian diakibatkan oleh penyakit degeneratif.

Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit degeneratif tersebut meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan saat ini (Kwak dan Junes 2001; Siro et al. 2008). Hal ini dimungkinkan terjadi karena kesehatan menjadi tuntutan utama bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya yang dinamis dari hari ke hari. Masyarakat mulai percaya bahwa makanan yang dikonsumsi berkontribusi terhadap kesehatan (Siro et al. 2008). Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan pola konsumsi dimana kecenderungan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, garam, karbohidrat, kolesterol, bahan tambahan pangan (BTP) dan rendah serat telah berubah menjadi kecenderungan konsumen memilih makanan alami dan sehat yang berfungsi untuk mencegah penyakit-penyakit yang mungkin muncul (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007). Saat ini menunjukkan tren utama industri pangan mengarah kepada suatu konsep

Healthy, Functional, and Satisfied Foods” dalam menghasilkan suatu produk.

Produk dengan konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods” memperhatikan keseimbangan gizi, kualitas dan juga keamanan bahan baku yang digunakan. Perbaikan mutu ini telah mendorong tren baru masyarakat di berbagai negara dan Indonesia untuk kembali ke konsep alam dimana masyarakat mulai meninggalkan produk–produk pangan berbahan kimia dan juga sintetis. Salah satu nya adalah dengan memilih bahan baku pangan jenis organik. Jenis bahan pangan ini bebas residu pestisida dan penggunaan pupuk kimia. Pestisida digunakan untuk memberantas hama tanaman sehingga bahan baku dari pestisida adalah bahan beracun seperti timbal, antimon, arsen, merkuri, selenium, thalium, zinc dan florida. Hal serupa juga terdapat pada pupuk kimia yang mengandung zat

(16)

2

Perbedaan nyata sayuran organik dan sayuran non organik adalah kadar mineral yang diperoleh tubuh manusia. Perbandingan kadar mineral tersebut dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel. 1 Perbandingan kandungan mineral pada sayuran organik dan non organik (setiap 100 gram, berat kering)a

aSumber: International Federation of Organik Agriculture Movements (2005)

Seperti dapat dilhat pada Tabel 1, sayuran organik mengandung mineral lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran non organik. Sayur bayam jenis organik mengandung kadar mineral Fe sebesar 1584 ppm bahan kering sedangkan pada sayur bayam jenis non organik hanya mengadung Fe sebesar 49 ppm bahan kering.

Kecenderungan perubahan konsumsi masyarakat ke pola hidup sehat membuat permintaan terhadap sayuran organik terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi perusahaan budidaya sayuran non organik dan semi organik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Salah satu bentuk peningkatan kualitas yang dilakukan adalah dengan menghasilkan sayuran yang sudah tersertifikasi organik. Biaya produksi yang semakin meningkat sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk tentu akan mempengaruhi harga jual sebuah produk. Willingness To Pay dalam hal ini digunakan sebagai metode untuk mengetahui nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dari peningkatan kualitas sebuah produk.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka identifikasi masalah yang akan diajukan oleh peneliti antara lain :

a. Bagaimana karakteristik konsumen sayuran organik di Kota Bogor? b. Berapa nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik? c. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar (Willingness

(17)

3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian yang diharapkan peneliti antara lain:

a. Menganalisis karakteristik konsumen sayuran organik.

b. Mengestimasi nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik.

c. Menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

a. Perusahaan budidaya sayuran organik, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pihak perusahaan mengenai kesediaan masyarakat dalam membayar sayuran organik dan menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan harga.

b. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi gagasan untuk memajukan program pertanian organik di Indonesia.

c. Pembaca, pihak institusi pendidikan, dan pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

d. Penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai media untuk menerapkan ilmu manajemen yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi hanya pada mendeskripsikan karakteristik konsumen yang ada, mengestimasi nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik, dan menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik tersebut. Fokus penelitian ini meneliti sayuran organik yang dipasarkan di retail-retail penjualan Kota Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Kesediaan Membayar / Willingness to Pay

(18)

4

ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan produk yang berbeda pada harga yang berbeda, pemasar membutuhkan pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan ahrga pemesanan (Breidert 2005)

Willingness To Pay atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. WTP menghitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki suatu kondisi agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. (Hanley dan Spash 1993). Yakin (1997) mendefinisikan kesediaan konsumen untuk membayar (Willingness To Pay) sebagai jumlah uang yang ingin diberikan oleh seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan.

Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya. Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness To Pay juga dapat diartikan sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006).

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah:

1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan

2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan

3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik

Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993), yaitu:

1. Metode tawar menawar (bidding game)

Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati.

2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question)

(19)

5 3. Metode kartu pembayaran (payment card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik.

4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice)

Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu.

5. Metode Contingent Ranking

Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak memungkinkan.

Perilaku Konsumen

Menurut Kotler (2004), perilaku kosumen adalah mempelajari cara individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasratnya. Sedangkan Engel, et al. (1994), mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlihat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Terdapat tiga (3) peubah yang mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual dan proses psikologis. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis (Kotler dan Amstrong 2008)

Theory of Reasoned Action

(20)

6

Gambar 1 Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991)

Penelitian Terdahulu

Penelitian “Kesediaan Membayar Premium untuk Tomat Aman Residu Perstisida” oleh Ameriana (2005) menganalisis tingkat Willingness To Pay / kesediaan konsumen membayar premium untuk tomat aman residu pestisida di Lembang, Bandung. Penelitiannya menggunakan metode kontingensi valuasi / CVM menunjukkan bahwa WTP dipengaruhi oleh faktor–faktor umur, jumlah anggota keluarga, pengeluaran keluarga, kepedulian konsumen, dan keyakinan konsumen terhadap produk. Dari 162 responden, 59.26% responden menyatakan bersedia untuk membayar premium bagi tomat aman residu pestisida. Sedangkan sisanya sebanyak 40.74% menyatakan tidak bersedia membayar premium.

Radam et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Consumer’s Perception, Attitudes, and Willingness To Pay towards food products with No

Added MSG Labelling” juga menggunakan metode kontingensi valusi / CVM . Hasil penelitian menunjukkan bahwa WTP memiliki korelasi positif dengan pendapatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, dan memiliki korelasi negatif dengan faktor harga. Ia dalam penelitiannya mengkaji kesediaan

konsumen di Malaysia untuk membayar produk makanan berlabel “Tanpa

Tambahan MSG”. Dari 200 responden yang diwawancara, 159 responden

menyatakan bersedia untuk membayar produk berlabel “Tanpa Tambahan MSG”

karena sebagian besar responden memiliki persepsi bahwa produk makanan yang berlabel tanpa MSG tidak berbahaya bagi kesehatan kesehatan dan memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. Sisanya, sebanyak 41 responden menyatakan tidak bersedia untuk membeli dan menyatakan produk tanpa MSG memiliki rasa yang tidak enak.

Sedangkan Bernard dan Mitra (2007) pada “A Contingent Valuation Method to Measure Willingness To Pay for Eco-Label Products” menganalisis kesediaan konsumen di Amerika untuk membayar produk eco-labelling dengan harga premium. Hasil menunjukkan bahwa sebesar 13% responden bersedia membayar 10% di atas harga premium, sekitar 27% responden tidak bersedia membayar di harga premium karena kurangnya informasi yang diperoleh terkait perhatian terhadap lingkungan dan penggunaan produk ramah lingkungan. Bernard dan Mitra menggunakan analisis regresi linier untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi WTP terhadap produk eco-labelling. Variabel dependent

Subjective norms Intention Attitude toward

behavior

Perceived behavior control

(21)

7 yang digunakan adalah harga, sedangkan variabel independent adalah umur, pendidikan, jenis kelamin, kesehatan, gaya hidup, pendapatan, daur ulang, pemerintah, dan pihak ketiga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Voon et al di tahun 2011

dengan judul ”Determinants of Willingness To Purchase Organic Food : An Explanatory Study Using Structural Modeling” menganalisis konsumen Malaysia dalam mengetahui Willingness to Purchase produk organik di negara tersebut. Structural equation modeling digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui apakah attitude, subjective norms, dan affordability (behavioral control) yang dimodelkannya memiliki berpengaruh terhadap Willingness To Pay (WTP) yang selanjutnya apakah WTP tersebut berpengaruh terhadap actual purchasing. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa attitude dan subjective norms secara signifikan berpengaruh positif terhadap WTP. Sedangkan affordability tidak berpengaruh secara signifikan terhadap WTP. Attitude berpengaruh terhadap subjective norms dan affordability.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Perkembangan zaman membuat pola konsumsi masyarakat Indonesia bergeser dari konsumsi produk makanan ke produk non makanan. Kehidupan modern yang menuntut manusia untuk bergerak secara cepat juga mempengaruhi pola konsumsi untuk cenderung memilih makanan cepat saji yang mendorong resiko timbulnya penyakit degenaratif. Meningkatnya jumlah penderita penyakit degenetarif setiap tahunnya membuat kesadaran masyarakat akan perubahan pola konsumsi sehat meningkat, yaitu memilih makanan alami dan sehat yang dengan

konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods” dalam menghasilkan suatu produk. Salah satu nya adalah dengan memilih bahan baku pangan jenis organik. Perbedaan nyata sayuran organik dan sayuran non organik adalah kadar mineral yang diperoleh tubuh. Sayuran organik mengandung mineral lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran non organik.

Perubahan konsumsi masyarakat ke pola hidup sehat membuat permintaan terhadap sayuran organik terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi perusahaan budidaya sayuran non organik dan semi organik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Salah satu bentuk peningkatan kualitas yang dilakukan adalah dengan menghasilkan sayuran yang sudah tersertifikasi organik. Biaya produksi yang semakin meningkat sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk tentu akan mempengaruhi harga jual sebuah produk. Willingness To Pay dalam hal ini digunakan sebagai metode untuk mengetahui nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dari peningkatan kualitas sebuah produk.

(22)

8

apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen tersebut. Hasil dari beberapa analisis diatas dapat menjadi rekomendasi bagi perusahaan budidaya dan distribusi sayuran organik dalam menetapkan bauran pemasaran sayuran organik khususnya pada aspek harga. Berikut merupakan kerangka berfikir yang peneliti lakukan pada penelitian ini, peneliti sajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

Structural Equating Modelling

 Pergeseran pola konsumsi masyarakat  Meningkatnya Penyakit Degenaratif

 Meningkatnya Kesadaran Pola Hidup Sehat di Masyarakat  Produk dengan konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods

 Sayur organik menjadi pilihan konsumen

Produsen budidaya sayuran organik menuju proses sertifikasi organik untuk peningkatan kualitas produk

Analisis Willingness ToPay (WTP) terhadap konsumen sayuran organik

Analisis

Deskriptif

Contingent Valuation Method

Karakteristik

Konsumen

Faktor – faktor yang

mempengaruhi WTP Nilai WTP

(23)

9 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Socio Economic Status / SES memiliki dampak positif terhadap kesediaan membayar sayuran organik.

H1a : Socio Economic Status / SES memiliki dampak negatif terhadap kesediaan membayar sayuran organik.

H2 : Perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, kepercayaan terhadap klaim sayuran organik, dan persepsi terhadap atribut sayuran organik bersama–sama membentuk sikap terhadap sayuran organik.

H2a : Perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, kepercayaan terhadap klaim sayuran organik, dan persepsi terhadap atribut sayuran organik bersama–sama tidak membentuk sikap terhadap sayuran organik.

H3 : Sikap positif terhadap sayuran organik berdampak positif kesediaan untuk membayar sayuran organik.

H3a : Sikap positif terhadap sayuran organik berdampak negatif kesediaan untuk membayar sayuran organik.

H4 : Biaya dan tingkat kesulitan untuk mendapatkan sayuran organik membentuk persepsi hambatan pembelian sayuran organik.

H4a : Biaya dan tingkat kesulitan untuk mendapatkan sayuran organik tidak membentuk persepsi hambatan pembelian sayuran organik.

H5 : Hambatan pembelian yang tinggi memiliki dampak negatif terhadap kesediaan membayar sayuran organik

H5a : Hambatan pembelian yang tinggi memiliki dampak positif terhadap kesediaan membayar sayuran organik

H6 : Kesediaan membayar sayuran organik yang tinggi memiliki dampak positif terhadap pembelian aktual sayuran organik

H6a : Kesediaan membayar sayuran organik yang tinggi memiliki dampak negatif terhadap pembelian aktual sayuran organik

Hipotesis yang dibuat dapat diformulasikan kedalam model struktural pada Gambar 3 berikut ini.

(24)

10

Berdasarkan gambar 3, Faktor pembeda individu seperti variabel sosio ekonomi merupakan faktor penting dalam menentukan keputusan pembelian (Kim 2009). Sosio ekonomi / Socio Economic Status (SES) dalam hal ini dapat berupa pendidikan terakhir individu, total pendapatan individu, usia individu dan jumlah anggota keluarga.

Sikap individu dalam mengkonsumsi suatu produk merupakan salah satu anteseden yang paling penting untuk memprediksi dan menjelaskan pilihan-pilihan konsumen terhadap produk dan jasa, termasuk didalamnya produk makanan (Honkanen et al, 2006). Studi sebelumnya telah mengasosiasikan konsumsi produk organik dengan sikap perilaku seperti perhatian terhadap kesehatan, perhatian terhadap lingkungan, kepercayaan terhadap klaim produk organik, dan atribut keinginan terhadap produk organik, seperti rasa, tekstur, serta kesegaran (Hughner et al, 2007; Gil and Soder 2006; Thogersen 2006). Munculnya sikap yang postif pada individu, yaitu dengan munculnya kepercayaan konsumen terhadap suatu produk organik akan mempengaruhi niat untuk mengkonsumsi produk organik tersebut. (Voon et al 2011).

Kontrol Perilaku (Behavior Control) menyangkut bagaimana konsumen memiliki persepsi terhadap pengendalian perilaku yang mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku dan diasumsikan untuk menggambarkan pengalaman masa lalu serta mengatasi hambatannya (Ajzen 1991). Sejumlah penelitian telah menyimpulkan bahwa hambatan merupakan bagian dari kontrol perilaku, yang dalam hal ini mempengaruhi niat perilaku (Thompson dan Thompson 1996; Oh dan Hsu 2001). Hambatan pembelian dalam definisi konvensional dapat berupa biaya dan kemudahan atau kenyamanan dalam memperoleh (biaya). AC Nielsen (2005) melaporkan bahwa biaya yang lebih tinggi dianggap sebagai penghalang utama dalam mengonnsumsi makanan organik bagi sepertiga responden di Asia Pasifik dan lebih dari 40 persen konsumen Eropa dan Amerika Utara. Demikian juga, keterbatasan pasokan dan saluran distribusi dipandang sebagai faktor yang meningkatkan biaya pada makanan organik.

Dalam studi yang dilakukan oleh Voon et al. (2011) menyatakan bahwa dimensi Willingness To Pay memiliki karakteristik seperti melakukan pembelian produk pada berbagai pilihan, harapan manfaat dari dilakukan pembelian, pengorbanan dalam melakukan pembelian dan menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing. Studi yang sama juga merefleksikan pembelian aktual konsumen kedalam beberapa dimensi, seperti jumlah aggaran untuk pembelian, perbandingan presentase pilihan terhadap produk sejenis dan tingkat atau daya konsumsi akan produk tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(25)

11 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan cara observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner seperti yang terlampir pada lampiran 1. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui hasil pengamatan (observasi) lapangan, wawancara langsung yang menggunakan instrumen kuesioner. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari studi literatur berbagai buku, jurnal, artikel dan instansi terkait seperti, Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, dan sumber lainnya yang mendukung topik penelitian.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama dilakukan dengan pengamatan langsung dan wawancara dengan responden untuk pencatatan gejala–gejala yang tampak pada objek penelitian, kondisi lingkungan responden, serta karakteristik responden.

Tahap kedua dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan responden. Pada tahap ini digunakan instrumen kuesioner dalam memperoleh data yang dibutuhkan. Kuesioner yang dibuat berbentuk pertanyaan tertutup, semi terbuka, dan terbuka yang diberikan kepada responden. Pertanyaan tertutup berisi pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang menurutnya paling sesuai. Pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang selain memberikan alternatif jawaban juga menyediakan tempat menjawab secara bebas jika jawaban responden ada di luar pilihan yang tersedia. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan responden untuk menjawab.

Metode Penarikan Sampel

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan prosedur penarikan contoh dengan teknik quota sampling, yakni prosedur dimana peneliti mengklarifikasi populasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, kemudian menentukan posisi atau kuota sampel dari masing-masing klarifikasi tersebut. Teknik ini dipilih untuk memastikan bahwa beberapa karakteristik populasi terwakili dalam contoh yang dipilih. Kriteria konsumen yang dijadikan responden adalah sebagai berikut :

a. Konsumen yang telah membeli sayuran organik minimal 1x

b. Konsumen berumur 17 tahun ke atas (dinilai cukup dewasa untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner)

(26)

12

Dalam penelitian ini responden yang ditetapkan adalah populasi penduduk Kota Bogor yang terbagi ke dalam enam kecamatan seperti pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Persentase jumlah responden No Kecamatan Jumlah oranga Proporsi (%)

Jumlah

Sumber: Hasil sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (2010)

Kecamatan Kota Bogor terdiri dari Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah, dan Kecamatan Tanah Sereal. Untuk mengetahui terwakilinya sebaran populasi maka strategi yang digunakan dalam menentukan jumlah responden adalah berdasarkan keterwakilan masing-masing kecamatan yang ada di Kota Bogor. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 140 orang responden dan dibagi sesuai dengan proporsi masing masing kecamatan. Proporsi setiap kecamatan didapatkan dari hasil perhitungan jumlah penduduk masing-masing kecamatan dibagi jumlah penduduk Kota Bogor dikali 140.

Metode Pengolahan dan Analisis Data Uji Validitas

Uji Validitas digunakan untuk menguji sejauhmana alat pengukur (instrumen) mengukur apa yang ingin diukur oleh peneliti. Uji ini dilakukan setelah kuesioner akhir tebentuk. (Umar 2010). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing – masing pertanyaan dengan skor total. Teknik product moment pearson dipakai pada penelitian ini, yaitu

(27)

13 Uji Reliabilitas

Realibilitas sebuah alat ukur perlu diuji apabila sebuah alat ukur telah dinyatakan sahih menurut uji validitas. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar 2010). Mengukur reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3 dan ini dapat dihitung dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, yaitu

� = (� − )� − ∑ �

� … … … …

Keterangan : � = reliabilitas instrumen � = banyak butir pertanyaan

�� = jumlah varians total ∑ � = jumlah varians butir Rumus varians yang digunakan adalah :

� =

∑ 2 ∑ �

2 �

� ………... (3)

Keterangan : � = varians (ragam) n = jumlah sampel X = nilai skor

Analisis Deskriptif

Metode Deskriptif menurut Nazir (2005) adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta–fakta, sifat–sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik konsumen umum dari produk sayuran organik tersertifikasi yang terdiri dari aspek demografi dan karakteristik pembelian sayuran organik. Teknik pengumpulan data mengenai karakteristik konsumen sayuran organik ini peneliti lakukan dengan menyebar kuesioner kepada responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Analisis Valuasi Kontingensi / Contingent Valuation Methode (CVM)

(28)

14

digunakan untuk mengkaji faktor–faktor lingkungan, Field (1994) menyatakan bahwa CVM dapat digunakan pada pengkajian faktor non lingkungan seperti nilai program pengurangan risiko sakit jantung, nilai informasi harga di supermarket, dan nilai program perusahaan terdahulu. Tahap operasional pendekatan CVM menurut Fauzi (2006) meliputi membuat hipotesis pasar, mendapatkan nilai lelang (bids), menghitung rataan WTP, memperkirakan kurva lelang (bid curve), mengagregatkan data dan melakukan evaluasi pelaksanaan CVM

Structural Equation Modelling (SEM)

Merupakan generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama – sama (Ghozali, 2008) model struktural (hubungan antara konstruk independen dan dependen) dan model measurement (nilai loading antara indikator dengan konstruk)

Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM dan melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

Penelitiannya ini menggunakan alat analisis SEM dengan bantuan software LISREL 8.30. Terdapat tujuh langkah dalam pemodelan SEM (Waluyo 2011), yaitu:

1. Pengembangan model berbasis teori. Dalam pengembangan model teoritis, dilakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.

2. Pengembangan diagram alur (path diagram). Model teoritis digambarkan dalam sebuah diagram alur untuk mempermudah melihat hubungan kausalitas yang akan diuji.

3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan. Diagram alur dikonversi ke dalam rangkaian persamaan yang terdiri dari persamaan struktural dan persamaan model pengukuran (measurement model), dalam membuat persamaan model pengukuran hanya melibatkan indikator dari pengukuran konstruk.

4. Memilih matriks input dan teknik estimasi. SEM menggunakan matriks varian atau kovarian sebagai input data untuk estimasi yang dilakukan. Ukuran sampel juga memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil.

5. Menilai problem identifikasi. Problem identifikasi dapat muncul dalam beberapa kendala.

1. Evaluasi model. Ketepatan model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Terdiri dari evaluasi ukuran sampel, evaluasi asumsi normalitas dan linearitas, evaluasi atas outliers, evaluasi asumsi multikolinearitas dan singularitas, evaluasi atas kriteria goodness of fit dan analisis efek langsung, efek tidak langsung, dan efek total.

(29)

15 probabilitas (P) < 0.05 maka model yang diestimasi perlu dilakukan modifikasi lebih lanjut dengan berpedoman pada indeks modifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Pertanian Organik

Pertanian organik menurut Departemen Pertanian adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Sedangkan menurut Pracaya (2004), pertanian organik merupakan sistem pertanian (dalam hal bercocok tanam) yang tidak mempergunakan bahan kimia (dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan) tetapi menggunakan bahan organik. Jadi pertanian organik adalah sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk melindungi keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan penggunaan bahan-bahan kimia dan merupakan praktek bertani alternatif secara alami yang dapat memberikan hasil yang optimal. Pertanian organik menurut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.

IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements), 2005, menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip-prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global.

Perkembangan pertanian organik semakin berkembang di Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin meluasnya area pertanian organik yang dapat dilihat pada grafik pada Gambar 4.

Gambar 4 Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011 (SPOI 2011)

Luas lahan organik di Indonesia seperti terjadi pada peningkatan dari 40.970 hektar pada tahun 2007 menjadi 225.063 hektar pada tahun 2011.

40,970

208,535 214,985 238,872 225,063

(30)

-16

Perkembangan luas area ini juga menimbulkan terjadinya peningkatan dalam jumlah petani organik, retail penjualan produk organik, serta ekspor produk organik juga terus meningkat.

Karakteristik Responden

Karaktersitik responden yang diambil adalah konsumen sayuran organik di Kota Bogor. Karakteristik yang diamati meliputi jenis kelamin, status pernikahan, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan jumlah anggota keluarga.

Jenis Kelamin

Responden pada penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin wanita. Persentase jumlah responden pria berbanding wanita adalah 37 orang (26.40%) dan 103 orang (73.60%). Sebaran jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran responden menurut jenis kelamin

Jenis kelamin Responden (orang) Persentase (%)

Wanita 103 73.60

Pria 37 26.40

Jumlah 140 100

Jumlah responden wanita yang lebih banyak dibandingkan dengan pria menunjukkan masih adanya kecendurangan peran wanita di Indonesia dalam proses pengambilan keputusan rumah tangga terkait pembelian kebutuhan pokok.

Status Pernikahan

Presentase tetinggi terjadi pada status pernikahan menikah, yaitu sebesar 82 orang (58.60%) dan untuk status pernikahan belum menikah sebesar 53 orang (41.40%). Sebaran status pernikahan responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran responden menurut status pernikahan Jenis kelamin Responden (orang) Persentase (%)

Menikah 82 58.60

Belum Menikah 58 41.40

Jumlah 140 100

Sebaran yang ada menunjukkan adanya kecendurangan yang tinggi responden yang sudah menikah untuk membeli sayuran yang merupakan kebutuhan dasar konsumsi harian keluarga.

Usia Responden

(31)

17 Tabel 5 Sebaran responden menurut usia

Usia (Tahun) Responden (orang) Persentase (%)

17 – 24 27 19.30

25 – 34 50 35.70

35 – 44 24 17.10

45 – 54 33 23.60

> 54 6 4.30

Jumlah 140 100

Sebaran tertinggi yang ada pada kelompok usia 25 hingga 34 tahun tersebut merepresentasikan responden yang ditemui berada pada usia produktif

Tingkat Pendidikan

Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan lulusan sarjana yaitu sebanyak 78 orang (55.70%). Persentase terendah adalah latar belakang pendidikan lulusan SMP yaitu sebanyak nol orang (0.00%). Sebaran pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Responden (orang) Persentase (%)

SMP / Sederajat 0 0.00

SMA / Sederajat 22 15.70

Diploma / Sederajat 29 20.70

Sarjana / Sederajat 78 55.70

Pasca Sarjana 11 7.90

Jumlah 140 100

Responden yang ditemui pada penelitian ini sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan formal yang baik. Hal ini mengindikasikan responden memiliki pendidikan yang baik sehingga diharapkan memiliki kesadaran pentingnya sayuran organik bagi kesehatan.

Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden cukup bervariasi, yaitu pelajar atau mahasiswa, PNS, pegawai swasta, wirausaha, dan lainnya. Responden yang ditemui sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta, yaitu sebesar 45 orang (32.10%). Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran responden menurut jenis pekerjaan

Jenis Pekerjaan Responden (orang) Persentase (%)

Pelajar/Mahasiswa 22 15.70

PNS 25 17.90

Pegawai Swasta 45 32.10

Wirausaha 20 14.30

Lainnya 28 20.00

(32)

18

Sebesar 28 orang (20%) memiliki pekerjaan lain selain pelajar/mahasiswa, PNS, pegawai swasta, dan wirausaha, mereka berprofesi sebagai ibu rumah tangga, guru honorer, pilot dan juga petani.

Tingkat Pendapatan

Berdasarkan data yang dikumpulkan, mayoritas responden memiliki total pendapatan perbulan antara Rp5 000 000 hingga Rp7 000 000 yaitu sebesar 58 orang (5.70%). Tidak ada responden dalam penelitian ini yang memiliki pendapatan dibawah Rp1 000 000. Sebaran tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran responden menurut tingkat pendapatan

Tingkat Pendapatan Responden Frekuensi (%)

< Rp1 000 000 0 0.00

Rp1 000 001 – Rp 3 000 000 22 15.70

Rp3 000 001 – Rp 5 000 000 29 20.70

Rp5 000 001 – Rp 7 000 000 78 55.70

> Rp7 000 0001 11 7.90

Jumlah 140 100

Semakin tinggi tingkat pendapatan diduga maka kesediaan membayar terhadap sayuran organik semakin besar.

Jumlah Anggota Keluarga

Berdasarkan data, sebagian besar responden memiliki tiga hingga empat orang anggota keluarga, yaitu sebesar 67 orang (47.90%). Presentase terendah yaitu nol orang (0.00%) untuk responden yang memiliki anggota keluarga lebih dari 8 orang.

Sebaran jumlah anggota keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran responden menurut jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga Responden

(orang) Frekuensi (%)

1 – 2 orang 9 6.40

3 - 4 orang 67 47.90

5 – 6 orang 59 42.10

7 - 8 orang 5 3.60

.>8 orang 0 0.00

Jumlah 140 100

(33)

19 Analisis Kesediaan Membayar / Willingness to Pay Konsumen

Responden penelitian ini berjumlah 140 orang. Sebanyak 134 orang (95.70%) bersedia membayar untuk peningkatan kualitas sayuran menjadi organik. Sisanya sebanyak enam orang (4.30%) tidak bersedia membayar atas peningkatan kualitas tersebut. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran kesediaan membayar responden Kesediaan membayar

responden Responden (orang) Persentase (%)

Ya 134 95.70

Tidak 6 4.30

Jumlah 140 100

Sebanyak enam responden yang tidak bersedia membayar terdiri dari beberapa alasan, sebaran alasan ketidaksediaan responden untuk membayar dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran ketidaksediaan membayar responden

Alasan Responden

(orang)

Persentase (%) Merasa puas dengan sayuran yang dikonsumsi saat ini 2 33.30

Tidak mampu membayar 4 66.70

Jumlah 6 100

Responden menyatakan bahwa tidak mampu membayar atas peningkatan harga yang ada akibat peningkatan kualitas, serta sayuran konvensional yang dibeli saat ini sudah dapat memuaskan kebutuhan fisiknya saat ini, sehingga tidak perlu meningkatkan daya belinya pada produk yang dianggap sebagai produk sejenis.

Menganalisis nilai kesediaan membayar konsumen menggunakan analisis Contingent Valuation Modelling (CVM) terdiri dari enam langkah tahapan analisis, yaitu:

1. Membangun pasar hipotetik

Responden diberikan informasi mengenai peningkatan kualitas dari sayuran konvensional menjadi sayuran organik, sehingga responden mempunyai gambaran tentang situasi pasar hipotetik yang dimaksud. Hal ini dilakukan agar responden dapat menentukan sejumlah uang yang bersedia dibayarkan.

2. Memperoleh nilai penawaran WTP (Obtaining Bids)

Besarnya nilai WTP responden diperoleh menggunakan metode tawar menawar (bidding game), dilaksanakan dengan menanyakan responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal. Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikkan sampai ke tingkat yang disepakati.

3. Menghitung dugaan nilai rataan WTP

(34)

20

Hasil perhitungan rataan WTP komoditas kol sebesar Rp 18 738 per kilogram, komoditas selada sebesar Rp 30 048 per kilogram, komoditas brokoli sebear Rp 40 250 per kilogram, komoditas pakchoy sebesar Rp 24 368 per kilogram dan komoditas wortel sebesar Rp 19 820 per kilogram. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kesediaan membayar responden terhadap implementasi peningkatan kualitas sayuran konvensional menjadi sayuran organik.

4. Menduga kurva WTP

Kurva WTP responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang memilih suatu nilai WTP. Adapun kurva tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5 KurvaWTP Komoditas

Hubungan kurva ini adalah mengambarkan tingkat WTP yang bersedia dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar pada tingkat WTP tersebut. Kurva WTP pada penelitian ini memiliki slope negatif, semakin tinggi nilai WTP maka semakin sedikit orang yang bersedia membayar.

5. Menentukan total WTP

Nilai total WTP dapat diperoleh dari perkalian rata-rata WTP responden dengan jumlah populasi masyarakat Bogor. Berdasarkan sensus tahun 2010 berjumlah 967 398 orang. Diperoleh nilai total WTP seperti pada Tabel 13.

(35)

21 Tabel 13 Nilai total WTP

NO Komoditas Nilai Total WTP (Rp)

1 Kol 18 127 883 417

2 Selada 29 068 866 022

3 Brokoli 38 937 769 500

4 Pakchoy 23 574 189 770

5 Wortel 19 174 694 686

Total WTP dalam hal ini dapat dijadikan sebuah informasi terkait potensi finansial yang dapat terjadi pada suatu wilayah dari adanya peningkatan kualitas sayuran menjadi organik.

6. Evaluasi pelaksanaan CVM

Pelaksanaan CVM pada penelitian ini dievaluasi berdasarkan nilai R2 yang dihasilkan oleh model. Hasil analisis SEM yang dilakukan cukup baik, karena diperoleh nilai R2 sebesar 43% Menurut Mitcell dan Carson (1989) dalam

Hanley dan Spash (1993) mentolerir nilai R2 hingga 15%. Hasil pelaksanaan CVM dalam pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen diolah menggunakan analisis Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.03. Faktor yang ada diduga mempengaruhi WTP ini diformulasikan kedalam model struktural yang terdiri dari lima variabel laten yang saling terkait, yaitu: Socio Economic Status yang direfleksikan oleh usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan formal terakhir, total pendapatan; Sikap yang direfleksikan oleh persepsi terhadap kesehatan dan lingkungan, kepecayaan terhadap klaim sayuran organik dan persepsi terhadap atribut sayuran organik; Hambatan pembelian yang direfleksikan oleh persepsi terhadap biaya dan kemudahan akses dalam mendapatkan sayuran organik; WTP yang direfleksikan oleh pembelian produk pada berbagai pilihan, harapan manfaat dari dilakukan pembelian, pengorbanan dalam pembelian, dan menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing; Pembelian yang direfleksikan oleh pembelian aktual, jumlah aggaran untuk pembelian, perbandingan presentase pilihan terhadap produk sejenis, tingkat atau daya konsumsi akan produk tersebut.

(36)

22

Tabel 14 Goodness of Fit (GOF)

Goodness of Fit

Cutt-off-Value

Percobaan

ke-1 Keterangan

Percobaan

ke-2 Keterangan

Chi-Square Nilai kecil 107.72 Good fit 94.56 Good fit P-Value ≥ 0.05 0.02526 Marginal Fit 0.11184 Good Fit GFI ≥ 0.90 0.95 Good fit 0.96 Good fit

RMSEA ≤ 0.08 0.049 Good fit 0.038 Good fit

ECVI Nilai kecil 1.57 Good fit 1.50 Good fit

AGFI ≥ 0.90 0.92 Good fit 0.93 Good fit

NFI ≥ 0.90 0.88 Marginal fit 0.99 Good fit IFI ≥ 0.90 1.00 Good fit 1.01 Good fit CFI ≥ 0.90 0.99 Good fit 1.00 Good fit

TLI/NNFI ≥ 0.90 1.02 Good fit 1.02 Good fit

PNFI Nilai tinggi 0.60 Good fit 0.59 Good fit

PGFI Nilai tinggi 0.56 Good fit 0.56 Good fit

Berdasarkan dua kali percobaan yang dilakukan, didapat bahwa model struktural pada hasil percobaan kedua adalah yang terbaik dari penilaian goodness of fit. Sehingga model kedua tersebut diolah dan menghasilkan nilai koefisien lintas model seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 Koefisien Lintas Model

(37)

23

Gambar 7 Nilai signifikan test (uji-t)

Berdasarkan Gambar 7 didapatkan hasil bahwa variabel sikap berpengaruh signifikan terhadap WTP, variabel SES tidak berpengaruh signifikan terhadap WTP, variabel Hambatan pembelian berpengaruh signifikan berbanding terbalik terhadap WTP, dan variabel WTP berpengaruh signifikan terhadap pembelian aktual. Hasil tersebut dirangkum pada Tabel 15.

Tabel 15 Pengaruh Antar Variabel Laten

Pengaruh Antara Variable factor

loading |t-value|

a R2 Keterangana

SES  WTP 0.06 1.44

0.43

Tidak Signifikan

Sikap  WTP 0.65 8.53 Signifikan

Hambatan Pembelian  WTP -0.1 2.38 Signifikan

WTP  Pembelian 0.46 3.36 0.21 Signifikan

a

Jika |t-hitung| > t-tabel(1,96) maka signifikan, selang kepercayaan 5%

Pada tabel diatas terlihat hubungan antar variabel laten dari model struktural yang dibuat. Adapun pengaruh masing – masing variabel pembentuk dari variabel laten terhadap variabel laten itu sendiri dapat dilihat pada Tabel 16 dibawah ini.

Tabel 16 Pengaruh Indikator terhadap Laten

Indikator Latent Factor

loading |T-Hitung|

a Keterangan

Usia

SES

0.43 4.67 Signifikan

Jumlah anggota keluarga 0.27 3.16 Signifikan

Pendidikan formal 0.59 5.09 Signifikan

Pendapatan 0.81 5.41 Signifikan

Perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan

SIKAP

0.51 5.70 Signifikan

Kepercayaan terhadap klaim sayuran

organik 0.40 4.26 Signifikan

Persepsi terhadap atribut sayuran

(38)

24

Harapan manfaat dari pembelian 0.53 2.04 Signifikan

Pengorbanan dalam pembelian 0.67 1.91 Tidak

Signifikan

terhadap produk sejenis 0.92 1.34

Tidak Signifikan

Tingkat konsumsi akan produk 0.57 1.64 Tidak

Signifikan aJika |t-hitung| > t-tabel(1,96) maka signifikan, selang kepercayaan 5%

Hasil pengolahan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar variabel berpengaruh positif dan signifikan karena memiliki nilai t-value yang lebih besar dibandingkan t-tabel, yaitu lebih besar dari 1.96

Pengaruh Sikap terhadap Kesediaan Membayar (WTP) Konsumen

Berdasarkan hasil pengolahan, dapat dilihat bahwa sikap tercermin dari tiga indikator yaitu kepercayaan terhadap klaim sayuran organik (PERCAYA), perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan (K&L), dan persepsi terhadap atribut sayuran organik (ATRIBUT). Kontribusi indikator terbesar yaitu ATRIBUT dengan nilai factor loading sebesar 0.64. Hal ini memperlihatkan bahwa atribut seperti rasa, tekstur, serta kesegaran sayuran organik menjadi faktor terbesar dalam mempengaruhi kesediaan pembelian. Berdasarkan tabel 15, sikap mempengaruhi kesediaan membayar secara positif dan signifikan, yaitu dengan factor loading dan t-value sebesar 0.65 dan 8.53. Hal ini sesuai dengan Hipotesis 3 (H3) dan konsisten dengan studi empiris Voon et al. (2011) bahwa munculnya

sikap postif pada individu, yaitu dengan munculnya kepercayaan konsumen terhadap suatu produk organik akan mempengaruhi niat untuk mengkonsumsi produk organik tersebut. Honkanen et al. (2006) juga menyatakan bahwa sikap individu dalam mengkonsumsi suatu produk merupakan salah satu anteseden yang paling penting untuk memprediksi dan menjelaskan pilihan-pilihan konsumen terhadap produk dan jasa, termasuk didalamnya produk makanan.

(39)

25 Pengaruh positif dan signifikan kepercayaan pada klaim sayuran organik (PERCAYA) terhadap kesediaan membayar (WTP) mencerminkan bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan sebuah keabsahan klaim dari produk yang ditawarkan produsen. Hal ini erat kaitannya dengan label produk, informasi pemberitaan media, sertifikasi, dan reputasi produsen. Semakin baik klaim yang dibuat pada produk sayuran organik, semakin percaya masyarakat akan kebenaran sayuran tersebut. Sedangkan pengaruh positif dan signifikan persepsi pada atribut sayuran organik (ATRIBUT) terhadap kesediaan membayar (WTP) dapat mencerminkan bahwa keadaan fisik maupun non fisik sayuran organik menjadi pertimbangan penting bagi konsumen dalam menentukan pembelian. Hal ini dikarenakan image sayuran organik dimasyarakat yang lebih segar, bebas modifikasi genetik, aman dari zat kimia pestisida, bentuk dan tekstur yang lebih baik dari sayuran konvensional.

Pengaruh Socio Economic Status (SES) terhadap Kesediaan Membayar (WTP) Konsumen

Berdasarkan hasil pengolahan, dapat dilihat bahwa Socio Economic Status (SES) tercermin dari empat indikator yaitu usia (USIA), total pendapatan (PNDPT), jumlah anggota keluarga (KEL) dan tingkat pendidikan formal (PDDK). SES tidak memiliki pengaruh positif pada kesediaan membayar (WTP) atau dengan kata lain dikatakan tidak signifikan, karena nilai value dibawah nilai t-tabel yaitu 1.44. Hal ini tidk sesuai dengan Hipotesis 1 (H1a) dan juga

bertentangan dengan sejumlah studi yang menunjukkan bahwa variabel sosio-ekonomi merupakan penentu penting dalam mempengaruhi sikap konsumen terhadap pembelian makanan. Hal ttersebut mengindikasikan bahwa kesediaan membayar konsumen Indonesia tidak dipengaruhi oleh status sosial ekonomi konsumen. SES masyarakat Indonesia memainkan peran yang relatif kecil atau bahkan tidak sama sekali dalam membentuk pengambilan keputusan konsumen dalam pembelian sayuran organik. Pengetahuan yang terbatas terkait produk dan karakter price sensitif masyarakat Indonesia menyebabkan konsumen sangat bergantung pada nilai-nilai pribadi mereka, sehingga tidak berpengaruh pada kesediaan membayar konsumen.

Pengaruh Hambatan Pembelian terhadap Kesediaan Membayar (WTP) Konsumen

Berdasarkan hasil pengolahan, dapat dilihat bahwa hambatan pembelian hanya tercermin dari satu indikator yaitu persepsi terhadap biaya (BIAYA). Kontribusinya yaitu dengan nilai factor loading sebesar 1.00. Hambatan pembelian memiliki pengaruh positif signifikan namun berbanding terbalik terhadap WTP yang dapat dilihat dari nilai factor loading yang bernilai negatif (-), yaitu sebesar -0.1 dan nilai t-value sebesar 2.38. Hal ini sesuai dengan Hipotesis 5 (H5). Semakin tinggi hambatan yang dihadapi konsumen dalam memperoleh

(40)

26

Thompson (1996); Oh dan Hsu (2001) bahwa hambatan merupakan bagian dari kontrol perilaku, yang dalam hal ini mempengaruhi niat perilaku. Biaya atau yang dalam hal ini adalah harga yang lebih tinggi dianggap sebagai penghalang utama masyarakat dalam mengonsumsi sayuran organik. Harga yang tinggi membuat sedikit segmen masyarakat yang memiliki kesediaan membeli terhadap sayuran organik.

Pengaruh Kesediaan Membayar (WTP) terhadap Pembelian Aktual Konsumen

Berdasarkan hasil pengolahan, dapat dilihat bahwa kesediaan membayar (WTP) hanya direfleksikan oleh melakukan pembelian produk pada berbagai pilihan (PIL), harapan manfaat dari dilakukan pembelian (MAN), dan menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (KON). Hasil pengolahan juga menunjukkan bahwa WTP mempengaruhi pembelian aktual konsumen terhadap sayuran organik secara positif dan signifikan atau sesuai dengan hipotesis 6 (H6). Variabel ini hanya terefleksikan oleh dimensi jumlah

aggaran untuk pembelian (ANGGARAN). WTP terhadap pembelian actual memiliki nilai faktor loading sebesar 0.46 dan nilai t-value sebesar 3.36 (berada diatas nilai t-tabel). Hal ini sesuai dengan TPB teori, dimana model sikap ini dapat memperkirakan minat atau niat konsumen untuk melakukan suatu perilaku atau tindakan real. Model TPB juga menjelaskan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah niatnya atau kecenderungannya untuk melakukan tindakan tersebut. Dalam kasus ini konsumen yang telah memiliki kesediaan untuk membayar produk sayuran organik akan terefleksikan pada pembelian aktual produk tersebut.

Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, implikasi manajerial yang dapat diberikan kepada perusahaan budidaya dan distribusi sayuran dapat dirumuskan dalam bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Promotion dan Place (4P).

(41)

27 kepada masyarakat, hal ini bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat. Penentuan lokasi penjualan dapat direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini terkait dengan karakteristik konsumen, konsumen sayuran organik memiliki pendapatan yang baik, tingkat pendidikan yang baik, dan adanya kecenderungan wanita sebagai pengambil keputusan pembelian. Pemilihan lokasi gerai terbaik adalah lokasi dengan karakteristik konsumen seperti disebutkan sebelumnya

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh beberapa informasi sebagai berikut: 1. Karakteristik konsumen sayuran organik sebagian besar berjenis kelamin

wanita dengan status sudah menikah. Berada pada rentang usia 25 hingga 34 tahun. Sebagian besar konsumen sayuran organik memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak tiga hingga empat orang dan sudah menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana. Sebagian besar berprofesi sebagai karyawan swasta dengan pendapatan perbulan diatas Rp5 000 000 2. Nilai rata-rata maksimum WTP untuk untuk setiap kilogram komoditas

kol adalah sebesar Rp18 738; selada sebesar Rp 30 048; brokoli sebesar Rp40 250; pakchoy sebesar Rp24 368; dan wortel sebesar Rp19 820. 3. Hasil analisis Structural Equation Modelling menunjukan faktor yang

mempengaruhi kesediaan membayar konsumen secara signifikan pada taraf nyata 5% adalah sikap (kepercayaan terhadap klaim sayuran organik, perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, dan persepsi terhadap atribut sayuran organik) dan tingkat hambatan pembelian konsumen (persepsi biaya)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa saran, seperti :

1. Meningkatkan peluang pasar sayuran organik dapat dilakukan upaya seperti penyampaian informasi tentang residu pestida yang terkandung sayuran konvensional dan manfaat yang terkandung pada sayuran organik kepada konsumen secara intensif. Selain itu sayuran organik juga perlu diinformasikan kepada konsumen dengan pemberian label yang jelas dan rinci, sehingga tingkat kepercayaan konsumen akan meningkat.

(42)

28

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Pengeluaran untuk Penduduk Indonesia (ID) [IFOAM] International Federation of Organik Agriculture Movements. 2005.

Principles of Organic Farming (FR)

Ajzen I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes 50, 179-211.

Akungor B. Miran and C. Abay. 1999. Consumer Willingness to Pay for Reduced Pesticide Residues in Tomatoes: The Turkish Case. The Annual Meeting of the American Agricultural Economics Association, August 8–11, 1999. Nashville, Tennesse

Ameriana M. 2005. Kesediaan Konsumen Membayar Premium untuk Tomat Aman Residu Pestisida. Jurnal Hortikultura Balitbang Pertanian 16(2):165-174

Barnard E, Mitra A. 2010. A Contingent Valuation Method to Measure Willingness to Pay for Eco-Label Products. Proceedings of the Academy for Economics and Economic Studies. 13(2):5-10.

Breidert C. 2005. Estimation of Willingness to Pay: Theory, Measurment, Application, Dissertation Wirtschaftsuniverstat Wien. Gabler Edition Wissenschaft

Daulay MD. 2012. Analisis Proses Keputusan Pembelian Konsumen Untuk Membayar (Willingness To Pay) Mie Instan Sayur di Serambi Botani, Botani Square, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Engel JF, Balckwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): Binarupta Aksara.

Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama

Field BC. 1994. Enviromental Economics an Introduction. Singapore: McGraw- Hill Book Co.

Ghozali F. 2008. Structural Equation Modelling: Teori, Konsep dan Aplikasi. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gil J.M. and F. Soler. 2006. Knowledge and willingness to pay for organic food in Spain: Evidence from experimental auctions. Food Economics 3: 109-124. Hanley H, Spash CL. 1995. Cost-Benefit Analysis and Enviroment. USA (USA) :

Edward Elgar Publihing Company

Honkanen P. Verplanken, and S. O. Olsen. 2006. Ethical values and motives driving organic food choice. Journal of Consumer Behaviour 5(5): 420–430. Hughner R.S., P. McDonagh, A. Prothero, C.J. Shultz, and J. Stanton. 2007. Who are organic food consumers? A compilation and review of why people purchase organic food, Journal of Consumer Behaviour 6: 1-17.

Kotler P. 2004. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). Jakarta (ID): PT Prenhallindo.

Kotler P, Amstrong G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Sabrani B, penerjemah; Maulana A, Barnadi D, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Kwak NS, Junes DJ. 2001. Functional foods. Part 2: the impact on current

Gambar

Tabel. 1   Perbandingan kandungan mineral pada sayuran organik dan non organik
Gambar 1 Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991)
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 4  Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan adanya permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani bersedia atau tidak bersedia dalam

Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH di Desa Petir, baik itu faktor internal seperti koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program

Adanya berbagai kendala tersebut menyebabkan rancangan model usahatani terpadu sayuran organik- hewan ternak (MUSOT) yang dibangun di Desa Karehkel perlu dirancang secara

Citra juga akan mempengaruhi harapan pelanggan (CE) terkait dengan kualitas pelayanan yang dirasakannya (PQ), namun hubungan antara PQ dengan CSI tidak signifikan artinya

Mekanisme pengelolaan yang di- ajukan mampu mengurangi dampak margi - nalisasi yang ditandai dengan mening- katnya keuntungan semua aktor dalam rantai pasok,

Hal efektif dari pengembangan usaha sayuran organik pada UD Fabela-Myfarm adalah memerhatikan faktor-faktor internal maupun eksternal yang terdapat dalam hasil

terpilah dari kedua gender adalah (1) seperti apa karakteristik petani laki-laki dan perempuan dan jenis kelompok yang ada pada komunitas petani sayuran organik

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1 menganalisis karakteristik petani laki- laki dan perempuan dan jenis kelompok yang terdapat pada komunitas petani sayuran organik, 2