1
OPTIMASI KONDISI FERMENTASI PADA PROSES
PEMBUATAN TEPUNG SINGKONG TERMODIFIKASI
UNTUK APLIKASI PADA PRODUK PANGAN GORENGAN
HENRY / F24090116
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Kondisi Fermentasi pada Proses Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi untuk Aplikasi pada Produk Pangan Gorengan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Henry
ABSTRAK
HENRY. Optimasi Kondisi Fermentasi pada Proses Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi untuk Aplikasi pada Produk Pangan Gorengan. Dibimbing oleh SUKARNO.
Pada masa kini, jumlah singkong yang ada di Indonesia sangat berlimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengganti gandum. Oleh karena itu, teknologi untuk memodifikasi singkong sehingga memiliki sifat yang menyerupai gandum sangat dibutuhkan. Salah satu caranya adalah dengan memodifikasi tepung singkong dan mengubahnya menjadi mocaf. Saat ini, mocaf hanya dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu untuk beberapa produk pangan, khususnya untuk produk kue basah. Meskipun masyarakat Indonesia menyukai produk pangan yang digoreng, namun sampai sekarang belum ada mocaf yang dapat menyaingi sifat tepung terigu untuk produk pangan yang digoreng. Produk pangan yang digoreng menggunakan mocaf menjadi tidak renyah dan boros minyak karena tingginya nilai swelling power dan daya serap minyak mocaf. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kondisi fermentasi mocaf sehingga dapat menyaingi sifat tepung terigu khususnya untuk produk gorengan. Fokus dari penelitian ini adalah nilai swelling power, daya serap minyak, dan kelarutan mocaf. Ketiga faktor ini sangat penting pada produk tepung, khususnya untuk tepung yang digunakan pada produk pangan yang digoreng. Nilai ketiga faktor tersebut dapat berubah apabila waktu fermentasi dan konsentrasi starter yang digunakan berubah. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan penentuan lama waktu fermentasi, dan tahap kedua bertujuan untuk menentukan konsentrasi starter. Dari penelitian didapatkan waktu fermentasi dan konsentrasi starter yang dapat menghasilkan tepung singkong termodifikasi dengan karakteristik menyerupai tepung terigu adalah 12 jam dan 1.5% ⁄ . Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa semakin lama waktu fermentasi dan semakin tinggi konsentrasi starter maka nilai kelarutan,
swelling power, dan daya serap minyak akan semakin meningkat. Kata kunci: MOCAF, swelling power, daya serap minyak,
ABSTRACT
HENRY. Optimization of Modified Cassava Flour Fermentation Condition for Application on Fried Food Products. Supervised by SUKARNO.
The abundance supply of cassava can be used as an alternative of wheat. Therefore, a technology to modify cassava, so it could have properties equivalent to wheat are needed. One way of doing it is by doing fermentation and turn it into mocaf. Mocaf can be used as wheat flour substitute for some products such as cakes. Although Indonesian people love fried foods, up until
now there’s still no mocaf that could possibly compete wheat flour’s
properties in term of fried products. Foods fried with mocaf isn’t crispy and wastes a lot of cooking oil due to its high swelling power and oil absorbing capacity. This research intends to create an optimized fermentation condition for mocaf so the mocaf could compete with wheat flour in fried products. The concern of this research are mocaf’s swelling power, oil absorbing capacity, and solubility. This three factors are important in flour, especially in term of fried foods. We could possibly control this three factors by setting up the fermentation time and using different starter concentration, and select the closest result to wheat flour. This research consists of two phases. First phase is to determine the fermentation time, and the second phase is to determine the concentration of the starter. From this research, the best fermentation time and concentration combination that could ressemble wheat flour are 12 hours and 1.5% ⁄ . Longer fermentation time and higher starter concentration will result in higher solubility, swelling power, and oil absorbing capacity.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
OPTIMASI KONDISI FERMENTASI PADA PROSES
PEMBUATAN TEPUNG SINGKONG TERMODIFIKASI
UNTUK APLIKASI PADA PRODUK PANGAN GORENGAN
HENRY / F24090116
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Optimasi Kondisi Fermentasi pada Proses Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi untuk Aplikasi pada Produk Pangan Gorengan
Nama : Henry NIM : F24090116
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sukarno, M.Sc NIP.19601027.198703.1.007
Diketahui oleh
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis yang berjudul Optimasi Kondisi Fermentasi pada Proses Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi untuk Aplikasi pada Produk Pangan Gorengan ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc selaku dosen pembimbing penulis dalam menempuh studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan dalam penelitian ini, serta Ibu Dr. Dra. Suliantari, M.S dan Ibu Antung Sima Firlieyanti, STP, M.Sc selaku dosen penguji saya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa juga ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada Iyan, Charles, Pricilia, Lina, dan Satrya yang telah banyak membantu dalam pengerjaan penelitian maupun memberikan arahan dalam pengolahan data, serta teman-teman ITP 46 atas segala kerjasama dan dukungannya selama studi dan penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Oktober 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODOLOGI PENELITIAN 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur Penelitian 3
Analisis Sifat Fisikokimia 4
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Penentuan Waktu Fermentasi 6
Penentuan Konsentrasi Starter 9
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 15
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi
Tahap Pertama 6 Tabel 2 Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi
Tahap Kedua 10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi 4 Gambar 2 Grafik Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kelarutan 7 Gambar 3 Grafik Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Swelling Power 8 Gambar 4 Grafik Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap OAC 9 Gambar 5 Grafik Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Kelarutan 10 Gambar 6 Grafik Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Swelling Power 11 Gambar 7 Grafik Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap OAC 12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi
Tahap Pertama 15
Lampiran 2 Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi
Tahap Kedua 16
Lampiran 3 Analisis One-Way ANOVA Tahap Pertama 16
Lampiran 4 Uji Lanjut Duncan Tahap Pertama 17
Lampiran 5 Analisis One-Way ANOVA Tahap Kedua 18
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk pangan yang diolah dengan cara digoreng merupakan produk yang disukai masyarakat Indonesia pada khususnya. Maraknya jumlah pedagang gorengan kaki lima dan pengusaha produk gorengan lainnya tidak lain disebabkan karena kecintaan orang Indonesia akan produk-produk hasil penggorengan. Produk-produk gorengan yang renyah merupakan produk yang menggunakan tepung sebagai salah satu bahan bakunya. Tepung yang biasa digunakan untuk produk gorengan di Indonesia adalah tepung terigu.
Pemanfaatan tepung terigu dalam bidang pangan di Indonesia cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010), yang diolah oleh Kementerian Perdagangan, impor tepung terigu mencapai 775 ribu ton. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat pangsa pasar terigu di dalam negeri tumbuh sebesar 10,5% selama tahun 2010. Pangsa pasar terigu naik dari 3.970.815 metrik ton (MT) di 2009 menjadi 4.388.849 MT pada tahun 2010, terutama terigu impor yang pertumbuhannya mencapai 18,8%. Tahun 2008, volume terigu impor hanya 530.914 MT atau 15,09% menguasai pangsa pasar lokal, tahun 2009 volumenya meningkat menjadi 645.010 MT atau 16,24% dari pangsa pasar lokal dan tahun 2010 volumenya melonjak menjadi 762.515 MT atau menguasai 17,37% pangsa pasar dalam negeri. Berdasarkan data Aptindo, konsumsi terigu di dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 1,22 juta ton atau naik 5,61% dibandingkan periode tahun 2011 yang tercatat 1,15 juta ton.
Selama lima tahun terakhir, produksi singkong Indonesia terus meningkat secara konsisten. Berdasarkan data BPS (2011), produksi singkong nasional mencapai 24,08 juta ton. Selain itu, potensi untuk memperluas areal tanam masih sangat tinggi, khususnya di luar Pulau Jawa. Sementara itu, untuk pulau Jawa, strategi yang paling tepat untuk meningkatkan produktivitas adalah melalui penggunaan varietas unggul. Perluasan areal tanam sangat tidak mungkin dilakukan karena di Jawa lahan pertanian semakin sempit akibat alih fungsi lahan untuk kegiatan non pertanian yang semakin pesat.
Pemanfaatan tepung pati termodifikasi sebagai substitusi terhadap tepung terigu dapat dimanfaatkan oleh industri pangan di Indonesia untuk meminimalisasi penggunaan tepung terigu impor. Namun, tepung pati termodifikasi yang beredar di masyarakat sekarang belum ada yang mampu menggantikan sifat fungsional tepung terigu khususnya untuk produk-produk gorengan. Pembuatan tepung pati termodifikasi ini diharapkan dapat mengurangi pangsa pasar impor tepung terigu yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Melihat potensi singkong di Indonesia dan banyaknya penggunaan tepung pada bahan pangan khususnya produk gorengan, maka tidak menutup kemungkinan tepung pati termodifikasi ini dapat menjadi primadona di kalangan agroindustri Indonesia.
Perumusan Masalah
2
2. Faktor penting yang harus diperhatikan antara lain adalah kelarutan, swelling power,
dan oil absorbing capacity (OAC).
3. Variabel yang dikontrol pada penelitian ini adalah lama waktu fermentasi dan konsentrasi starter.
Tujuan Penelitian
Mendapatkan kondisi fermentasi tepung singkong termodifikasi yang optimal sehingga tepung singkong termodifikasi yang dihasilkan akan memiliki sifat fisikokimia yang menyerupai tepung terigu, khususnya sifat fisikokimia tepung yang akan digunakan untuk produk pangan yang akan digoreng, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif pengganti tepung terigu.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menghasilkan tepung singkong termodifikasi dengan sifat fisikokimia yang lebih baik dari tepung singkong termodifikasi sebelumnya, khususnya untuk produk pangan yang akan diolah dengan cara digoreng, sehingga produk pangan yang digoreng dengan tepung singkong termodifikasi ini dapat menjadi lebih renyah dan tidak banyak menyerap minyak.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 - Desember 2013 di Laboratorium Seafast Center Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
3
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Singkong yang digunakan pada penelitian ini adalah singkong segar yang dibeli di pasar Bogor. Persiapan bahan baku dimulai dari singkong segar dibersihkan dari tanah dan kotoran dengan cara dicuci dalam keadaan belum terkupas. Hal ini dilakukan agar nantinya singkong tidak berwarna coklat karena terkena tanah pada saat dikupas.
Setelah singkong bersih dari kotoran/tanah, dilakukan pengupasan singkong dari kulitnya dengan menggunakan pisau, setelah itu langsung direndam dalam air untuk menjaga warna singkong tetap putih. Setelah singkong dikupas dan dicuci bersih, dilakukan penyawutan menggunakan alat perajang atau penyawut sehingga didapatkan chip singkong dengan tebal 1-2 mm.
Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi
Pada tahap ini, chip singkong yang didapatkan pada tahap sebelumnya akan diolah hingga menjadi tepung. Chip singkong difermentasi dengan starter Bimo-CF selama 6, 8, 10, 12, dan 14 jam. Starter Bimo-CF berbentuk tepung, dan untuk proses fermentasi dapat dilarutkan dalam air pada suhu ruang. Proses fermentasi chip dilakukan 2 kali, dengan 2 perlakuan berbeda.
Perlakuan pertama mengunakan konsentrasi starter yang tetap yaitu 1.5% ⁄ dengan waktu fermentasi 6, 8, 10, 12, dan 14 jam. Perlakuan ini bertujuan untuk mendapatkan waktu fermentasi yang optimal.
Perlakuan kedua menggunakan waktu fermentasi optimal yang telah didapatkan pada perlakuan pertama, dan konsentrasi starter 0.5% ⁄ , 1% ⁄ , 1.5% ⁄ , 2% ⁄ , dan 2.5% ⁄ . Perlakuan ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi starter yang optimal.
Setelah difermentasi, chip singkong dikeringkan pada suhu 60ºC-70ºC menggunakan cabinet dryer selama 4 jam. Chip singkong termodifikasi yang telah kering kemudian diblender hingga menjadi tepung. Agar ukuran butiran tepung seragam, maka dilakukan proses pengayakan dengan menggunakan ayakan 80 mesh.
Penentuan Waktu Fermentasi
Tahap ini bertujuan untuk mencari waktu fermentasi yang optimal menggunakan starter Bimo-CF, berdasarkan perbandingan hasil uji sifat fisikokimia tepung singkong termodifikasi dengan tepung terigu. Sifat fisikokimia yang diuji adalah kelarutan,
4
Ubi kayu
Pengupasan
Pencucian
Pemotongan
Perendaman menggunakann starter Bimo-CF dengan waktu dan
konsentrasi yang optimum
Pengeringan dengan
cabinet dryer selama 4 jam
Penepungan
Pengayakan
Analisis Sifat Fisikokimia
Penentuan Konsentrasi Starter
Tahap ini bertujuan untuk mencari konsentrasi starter yang optimal berdasarkan waktu fermentasi optimal yang didapat dari tahap sebelumnya. Konsentrasi starter yang optimal untuk proses fermentasi singkong didapatkan dari perbandingan nilai fisikokimia tepung singkong termodifikasi dengan tepung terigu. Konsentrasi starter dengan nilai fisikokimia singkong termodifikasi yang paling mendekati tepung terigu akan dipilih sebagai konsentrasi starter optimal. Waktu fermentasi yang digunakan adalah waktu optimal yang didapat dari tahap sebelumnya dengan variabel konsentrasi starter 0,5%w, 1%w, 1,5%w, 2%w dan 2,5%w.
Gambar 1. Skema Pembuatan Tepung Singkong Termodifikasi
Analisis Sifat Fisikokimia
Uji Kelarutan (Kainuma et al 1967)
5
% Kelarutan = Berat endapan kering Volume Supernatan
Uji Swelling power (Leach et al 1959)
Pengujian Swelling power dilakukan dengan cara mengambil 0,1 gr tepung singkong termodifikasi, kemudian dilarutkan dalam aquadest 10 ml. Larutan dipanaskan menggunakan water bath dengan temperatur 60ºC selama 30 menit. Supernatan dipisahkan menggunakan centrifuge HERMLE Z 383 K dengan kecepatan 2500 rpm (579.9625 xg) selama 15 menit. Swelling power dihitung dengan rumus :
Swelling Power = Berat pasta Berat sampel kering
Uji Oil Absorbing Capacity (Pangestuti 2010)
Pengujian oil absorbing capacity (OAC) atau daya serap minyak dilakukan dengan cara mengambil 1 gr sampel, kemudian dilarutkan dalam 10 ml minyak, diaduk selama 30 detik, dan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Setelah didiamkan selama 30 menit, supernatan dan pasta dipisahkan menggunakan centrifuge HERMLE Z 383 K dengan kecepatan 3500 rpm (1136.7265 xg) selama 40 menit. OAC dihitung dengan rumus :
OAC = Berat minyak – Berat supernatan Berat sampel
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Waktu Fermentasi
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan waktu fermentasi optimal yang diambil dari hasil uji sifat fisikokimia singkong yang paling mendekati tepung terigu. Sifat fisikokimia yang diuji pada tahap ini adalah kelarutan, swelling power, dan oil absorbing capacity (OAC). Hasil penelitian yang didapat pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahap ini digunakan konsentrasi starter sebesar 1,5%w yang diambil dari nilai tengah konsentrasi starter yang akan digunakan pada tahap selanjutnya.
Tabel 1. Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi Tahap Pertama
Perlakuan (jam) Kelarutan (%) Swelling Power OAC
6 1.37 10.8340 1.0825
8 1.41 11.7292 1.9369
10 1.95 14.4932 2.0426
12 2.08 15.8105 2.4917
14 2.59 16.3168 2.7284
Terigu 2.09 10.1705 2.4560
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka nilai kelarutan juga semakin meningkat. Kelarutan merupakan kemampuan suatu bahan untuk terabsorbsi dalam air. Semakin tinggi nilai kelarutan, maka suatu bahan akan semakin mudah larut dalam air. Kelarutan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada produk tepung. Apabila suatu tepung memiliki nilai kelarutan rendah, maka tepung tersebut akan sulit larut dalam air dan kegunaannya akan sangat terbatas. Menurut Subagio (2005), starter yang terdiri dari bakteri asam laktat akan menghasilkan enzim pektinolitik, selulolitik, dan amilolitik. Menurut Anyogu et all
7
Gambar 2. Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kelarutan
Dapat dilihat pada Gambar 2, sesuai dengan pernyataan Subagio (2005), semakin lama waktu fermentasi, maka nilai kelarutan sampel juga akan semakin meningkat, karena semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak granula pati yang terliberasi kemudian terdegradasi.
Demikian juga pengaruh lama waktu fermentasi terhadap nilai swelling power
(Tabel 1). Swelling power merupakan suatu sifat yang mencirikan daya kembang suatu bahan, dalam hal ini yaitu kekuatan tepung untuk mengembang. Tepung dengan nilai
swelling power kecil akan sulit mengembang. Menurut BeMiler (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi Swelling power antara lain adalah perbandingan amilosa dengan amilopektin, panjang rantai, dan distribusi berat molekul. Apabila kadar amilosa lebih tinggi dari amilopektin, pati akan bersifat kering, kurang lekat, dan cenderung menyerap banyak air (higroskopik).
Menurut Hee Young An (2005), swelling power merupakan perbandingan berat pasta dengan berat pati kering. Menurut Murillo (2008), semakin besar swelling power, semakin banyak banyak air yang diserap selama proses pemasakan, hal ini tentu saja berkaitan dengan kandungan amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai perkembangan volume akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi kadar amilosa, semakin banyak pula air yang terserap, sehingga perkembangan volume semakin besar.
8
Gambar 3. Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Swelling Power
Dapat dilihat pada Gambar 3, sesuai dengan pernyataan Subagio (2005), semakin lama waktu fermentasi, semakin besar pula nilai swelling power. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak enzim pektinolitik, selulolitik, dan amilolitik yang dihasilkan oleh starter yang merupakan mikroba, sehingga semakin banyak granula pati yang terliberasi dan terdegradasi. Semakin lama waktu fermentasi, mikroba akan lebih banyak memproduksi enzim amilolitik yang menghidrolisis pati menjadi gula sederhana. Selanjutnya gula sederhana tersebut akan diubah menjadi asam-asam organik terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan. Perubahan tersebut antara lain adalah naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan swelling power.
Demikian juga pengaruh lama waktu fermentasi terhadap nilai OAC (Tabel 1). OAC adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap minyak. Menurut Swinkels (1985), adanya kemampuan menyerap minyak pada tepung menunjukkan bahwa tepung mempunyai bagian yang bersifat lipofilik. OAC dipengaruhi oleh adanya protein pada permukaan granula pati. Protein ini membentuk kompleks dengan pati, dimana kompleks pati-protein ini dapat memberikan tempat bagi terikatnya minyak.
9
Gambar 4. Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap OAC
Dapat dilihat pada Gambar 4, semakin lama waktu fermentasi, maka nilai OAC juga akan semakin meningkat. Semakin lama proses fermentasi, semakin banyak granula pati yang terliberasi, sehingga jumlah kompleks protein-pati yang berperan sebagai tempat terikatnya minyak juga bertambah. Semakin banyak granula pati yang terliberasi juga akan menyebabkan semakin banyaknya kompleks amilosa-lipid yang dapat terbentuk, sehingga nilai OAC meningkat. Namun, saat mencapai waktu fermentasi dan konsentrasi starter tertentu, nilai OAC akan menurun karena enzim amilolitik pada starter akan menyebabkan pati terdegradasi, sehingga kompleks pati-protein dan amilosa-lipid yang dapat terbentuk juga berkurang. Pada penelitian ini, penurunan nilai OAC tersebut belum terlihat karena jumlah pati yang belum terdegradasi masih banyak.
Berdasarkan analisis statistik One way ANOVA, ketiga faktor masing-masing berbeda nyata untuk setiap perlakuan dengan signifikansi kurang dari 0.05. Pada uji lanjut Duncan, nilai kelarutan tepung singkong termodifikasi dengan fermentasi selama 12 jam tidak berbeda nyata dengan nilai kelarutan tepung terigu. Nilai kelarutan tepung singkong termodifikasi yang dfermentasi selama 6 jam dan 8 jam juga tidak berbeda nyata. Nilai swelling power tepung singkong termodifikasi yang difermentasi selama 12 jam dan 14 jam tidak berbeda nyata. Nilai OAC tepung singkong termodifikasi dengan fermentasi selama 12 jam tidak berbeda nyata dengan nilai OAC tepung terigu. Nilai OAC tepung singkong termodifikasi yang difermentasi selama 8 jam dan 10 jam juga tidak berbeda nyata.
Berdasarkan hal ini, maka waktu fermentasi yang dipilih untuk tahap selanjutnya adalah 12 jam dikarenakan sifat fiskokimianya (kelarutan dan OAC) tidak berbeda nyata dengan tepung terigu.
Penentuan Konsentrasi Starter
10
absorbing capacity (OAC). Pengaruh konsentrasi starter terhadap sifat fisikokimia mocaf dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tahap ini digunakan konsentrasi starter sebesar 0.5% ⁄ , 1% ⁄ , 1.5% ⁄ , 2% ⁄ , dan 2.5% ⁄ dengan waktu fermentasi selama 12 jam yang merupakan waktu optimal yang didapatkan dari tahap sebelumnya.
Tabel 2. Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi Tahap Kedua Perlakuan (%) Kelarutan (%) Swelling Power OAC
0.5 1.83 11.8244 2.4633 digunakan, maka nilai kelarutan juga semakin meningkat. Menurut Subagio (2005), starter yang terdiri dari bakteri asam laktat akan menghasilkan enzim pektinolitik, selulolitik, dan amilolitik. Menurut Anyogu et all (2014), enzim selulolitik dan pektinolitik dapat menghancurkan dinding sel singkong. Dinding sel yang hancur tersebut akan menyebabkan granula pati terliberasi. Enzim amilolitik akan mendegradasi granula pati yang telah terliberasi tersebut menjadi molekul yang lebih kecil, sehingga kelarutan meningkat.
Gambar 5. Grafik Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Kelarutan
Dapat dilihat pada Gambar 5, sesuai dengan pernyataan Subagio (2005), semakin tinggi konsentrasi starter, maka nilai kelarutan sampel juga akan semakin meningkat, karena semakin tinggi konsentrasi starter, maka semakin banyak granula pati yang terliberasi dan kemudian terdegradasi.
Demikian jua pengaruh konsentrasi starter terhadap nilai dari swelling power
(Tabel 2). Semakin tinggi konsentrasi starter, maka nilai swelling power juga semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi starter yang digunakan pada proses fermentasi, semakin banyak enzim pektinolitik, selulolitik, dan amilolitik
11 yang dihasilkan oleh starter yang merupakan mikroba, sehingga semakin banyak granula pati yang terliberasi dan terdegradasi.
Gambar 6. Grafik Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Swelling Power
Dapat dilihat pada Gambar 6, semakin tinggi konsentrasi starter yang digunakan pada proses fermentasi, semakin tinggi juga nilai swelling power. Hal ini disebabkan karena semakin banyak enzim pektinolitik, selulolitik, dan amilolitik yang dihasilkan oleh starter yang merupakan mikroba, sehingga semakin banyak granula pati yang terliberasi dan terdegradasi. Semakin tinggi konsentrasi starter, mikroba akan lebih banyak memproduksi enzim amilolitik yang menghidrolisis pati menjadi gula sederhana. Selanjutnya gula sederhana tersebut akan diubah menjadi asam-asam organik terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan. Perubahan tersebut antara lain adalah naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan swelling power.
Demikian juga pengaruh konsentrasi starter terhadap nilai OAC (Tabel 2). Semakin tinggi konsentrasi starter, maka nilai OAC juga semakin besar. OAC adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap minyak. Menurut Swinkels (1985), OAC dipengaruhi oleh adanya protein pada permukaan granula pati. Protein ini membentuk kompleks dengan pati, dimana kompleks pati-protein ini dapat memberikan tempat bagi terikatnya minyak. Menurut Helstad (2006), kandungan amilosa pati turut mempengaruhi OAC. Amilosa mempunyai kemampuan untuk membentuk kompleks dengan minyak (lipid) dalam bentuk amilosa-lipid. Kandungan amilosa yang tinggi akan menyebabkan banyak minyak terserap untuk membentuk kompleks amilosa-lipid.
12
Gambar 7. Grafik Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap OAC
Dapat dilihat pada Gambar 7, semakin tinggi konsentrasi starter, maka nilai OAC juga akan semakin meningkat. Sesuai dengan pernyataan Subagio (2005) bahwa mikroba pada proses fermentasi akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong, sehingga granula pati terliberasi. Semakin lama proses fermentasi, semakin banyak granula pati yang terliberasi, sehingga jumlah kompleks protein-pati yang berperan sebagai tempat terikatnya minyak juga bertambah. Semakin banyak granula pati yang terliberasi juga akan menyebabkan semakin banyaknya kompleks amilosa-lipid yang dapat terbentuk, sehingga nilai OAC meningkat. Namun, saat mencapai waktu fermentasi dan konsentrasi starter tertentu, nilai OAC akan menurun karena enzim amilolitik pada starter akan menyebabkan pati terdegradasi, sehingga kompleks pati-protein dan amilosa-lipid yang dapat terbentuk juga berkurang. Pada penelitian ini, penurunan nilai OAC tersebut belum terlihat karena jumlah pati yang belum terdegradasi masih banyak.
Berdasarkan analisis statistik One way ANOVA, ketiga faktor masing-masing berbeda nyata untuk setiap perlakuan dengan signifikansi kurang dari 0.05. Pada uji lanjut Duncan, nilai kelarutan tepung singkong termodifikasi dengan konsentrasi starter 1.5%w tidak berbeda nyata dengan nilai kelarutan tepung terigu. Nilai kelarutan tepung singkong termodifikasi yang dfermentasi dengan konsentrasi starter 0.5% ⁄ dan 1% ⁄ juga tidak berbeda nyata. Nilai swelling power tepung singkong termodifikasi untuk setiap perlakuan berbeda nyata. Nilai OAC tepung singkong termodifikasi dengan konsentrasi starter 0.5% ⁄ , 1% ⁄ , dan 1.5% ⁄ tidak berbeda nyata dengan nilai OAC tepung terigu. Nilai OAC tepung singkong termodifikasi dengan konsentrasi starer 2% ⁄ dan 2.5% ⁄ juga tidak berbeda nyata.
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penentuan waktu fermentasi dan konsentrasi starter, dapat disimpulkan bahwa waktu fermentasi 12 jam dengan konsentrasi starter 1.5% ⁄ merupakan kombinasi yang optimal untuk mendapatkan tepung singkong termodifikasi dengan sifat fisikokimia yang menyerupai tepung terigu. Dari hasil analisis sifat fisikokimia, didapatkan hasil bahwa hasil uji kelarutan dan OAC tepung singkong termodifikasi yang difermentasi selama 12 jam dengan konsentrasi starter 1.5% ⁄ tidak berbeda nyata dengan kelarutan dan OAC tepung terigu. Untuk semua perlakuan, nilai swelling power tepung singkong termodifikasi pada penelitian ini berbeda nyata dengan nilai
swelling power tepung terigu. Perbedaan nilai swelling power tersebut dapat diterima karena semua nilai swelling power tepung singkong termodifikasi pada penelitian berada di atas tepung terigu, sehingga produk yang digoreng dapat mengembang dengan baik, bahkan lebih baik dari produk yang digoreng dengan tepung terigu. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa, untuk mendapatkan tepung singkong termodifikasi yang memiliki sifat fisikokimia yang menyerupai tepung terigu, khususnya sifat fisikokimia tepung yang akan digunakan untuk produk pangan yang akan digoreng, maka singkong harus difermentasi selama 12 jam dengan menggunakan konsentrasi starter 1.5% ⁄ .
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Anyogu A, Awamaria B, Sutherland J.P, Ouoba L.I.I. 2014. Molecular characterisation and antimicrobial activity of bacteria associated with submerged lactic acid cassava fermentation. Food Control 39:119-127
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2010. Produksi Gandum Dunia Menipis. Batavia.co.id.
BeMiller. J. N. and West Lafayette. 1997. Starch Modification: Challenges and Prospects. USA. Review 127-131
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Impor Tepung Terigu Nasional. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Singkong Nasional Tahun 2006-2011. Jakarta : Badan Pusat Statistk
Hee-Young An. 2005. Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical College.
Helstad S. 2006. Ingredient Interactions: sweeteners. Di dalam Gaonkar AG, McPherson A. editor. Ingredient Interactions: Effect on food quality. New York : CRC. Hlm 167-194.
Kainuma K, odat T, Cuzuki S. 1967. Study of starch Phosphates Monoester. Journal of Technology – American Society of Starch Research 14: 24-28.
Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ. 1959. Structure of the starch granules. Di dalam Daramola. B dan Osanyinlusi. S.A. 2006. Investigation on modification of cassava starch using active components of ginger roots (Zingiber officinale Roscoe). African Journal of Biotechnology Vol. 5 (10), pp. 917-920, 16 May 2006.
Misgiyarta, Suismono, dan Suyanti. 2009. Tepung Kasava Bimo Kian Prospektif. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor.
Murillo, C.E.C., Wang, Y.J., and Perez, L.A.B. 2008. Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches. Starch/Stärke Vol. 60, 634-645.
Pangestuti B.D. 2010. Karakterisasi Tapioka dari Beberapa Varietas Ubi Kayu. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Subagio A. 2005. Mocaf: Inovasi & Peluang Baru Agribisnis. www.trubus-online.com. Swinkels J. J. M. 1985. Sources of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam G.M.A,
16
Lampiran 2. Hasil Uji Sifat Fisikokimia Tepung Singkong Termodifikasi Tahap Kedua
Perlakuan
17 Lampiran 4. Uji Lanjut Duncan Tahap Pertama
Kelarutan
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
6 Jam 3 1.3733
8 Jam 3 1.4033
10 Jam 3 1.9500
12 Jam 3 2.0833
Tepung Terigu 3 2.0867
14 Jam 3 2.5900
Sig. .561 1.000 .948 1.000
Swelling Power
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Tepung Terigu 3 10.1705
6 Jam 3 10.8340
8 Jam 3 11.7292
10 Jam 3 14.4932
12 Jam 3 15.8104
14 Jam 3 16.3169
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 .082
OAC
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
6 Jam 3 1.0825
8 Jam 3 1.9369
10 Jam 3 2.0427
Tepung Terigu 3 2.4560
12 Jam 3 2.4917
14 Jam 3 2.7284
18
Lampiran 5. Analisis One-Way ANOVA Tahap Kedua ANOVA
19 OAC
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2
Tepung Terigu 3 2.4560
0,5 % 3 2.4633
1 % 3 2.4686
1,5 % 3 2.5605
2 % 3 2.8603
2,5 % 3 2.9310
20
RIWAYAT HIDUP