• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

QUALITY IMPROVEMENT AND APPLICATION OF GOOD

MANUFACTURING PRACTICES FOR HOUSEHOLD INDUSTRY OF

INSTANT RED GINGER BEVERAGE IN BENTENG VILLAGE,

CIAMPEA, BOGOR

Astrid Diniari and Sutrisno Koswara

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 16680, Bogor, West

Java, Indonesia

Phone: 62856 1514 344, e-mail: astrid.diniari@gmail.com

ABSTRACT

Red ginger have been processed into several foods and beverages, such as instant beverage, ginger candy, ginger pickle, ginger coffee, etc. One of household industry that produces instant red ginger beverages is Jahe Gunung Leutik in Ciampea, Bogor. But, the household industry is still has not applying good manufacturing practices and it is still not has standard formula. Therefore, it is need a deep study to determine the standard formula and to apply manufacturing practices in order to get P-IRT certificate from health department. The methods that used in deciding the best formula are analysis of rehydration time, analysis of color, and hedonic test. The formula that used in the test was formula with ratio sugar and red ginger 1:2 (A), 1:1 (B), and 1:3 (C). After that, product from the best formula will be analyzed with proximate analysis in order to meet the requirement of P-IRT certificate’s submission. Moreover, feasibility analysis will be undertaken in this industry. The results showed that rehydration time in all three samples still include in instant beverages because its rapid rehydration time. Color analysis and hedonic test also showed no significant differences between the samples. Therefore, the formula with the ratio of 1:3 was chosen because it is the cheapest material usage. Moreover, Standard Operating Procedure (SOP) that controlled several aspect on industry from purchasing raw materials, production processes, until product shipment has been created according to the obtained formula. The best formula obtained from this experiment is analyzed its chemical composition and the results of moisture content, ash content, fat content, protein content and carbohydrate content are 1.16%, 1.17%, 0.08%, 0.46%, and 97.13% respectively. And after following several processed of certification, the household industry got the P-IRT number as follow 61232010110099. Feasibility analysis also undertaken by this household industry and the conclusion is this industry is feasible from the financial side.

(2)

Astrid Diniari. F24080021. Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor.Di bawah bimbingan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si. 2012.

RINGKASAN

Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) merupakan salah satu spesies jahe yang tersebar di wilayah Indonesia. Jahe merah sering digunakan sebagai makanan dan pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit (Sabulal et al. 2006). Sekarang muncul berbagai jenis pangan olahan jahe, seperti minuman instan, permen jahe, asinan jahe, jahe dalam sirup, manisan kering jahe, kopi jahe, dan lain-lain. Salah satu industri rumah tangga pangan yang memproduksi minuman jahe merah instan adalah industri yang terletak di desa binaan LPPM-Insitut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan SEAFAST Center yaitu Kampung Obat Desa Benteng, Ciampea, Bogor.

Cara produksi pangan yang baik (disingkat CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi. Penerapan CPPB-IRT bertujuan untuk memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik dan mengarahkan industri rumah tangga (IRT) agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, serta pengawasan (BPOM 2003). Salah satu caranya adalah dengan memiliki sertifikat P-IRT dari Dinas Kesehatan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula minuman jahe merah instan yang optimum, menentukan prosedur baku atau standard operating procedure (SOP) dalam pembuatan minuman jahe merah instan, memperoleh izin legal produk minuman jahe merah instan, dan mengkaji aspek finansial produksi minuman instan pada skala rumah tangga.

Metodologi penelitian ini dibagi menjadi lima tahapan penelitian, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman jahe merah instan, perbaikan formulasi dan proses minuman jahe merah instan, karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan, sertifikasi produk minuman jahe merah instan dalam skala rumah tangga (BPOM 2003), dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan untuk mengetahui keadaan dan kondisi Industri Rumah Tangga Desa Benteng yang kemudian akan dilakukan perbaikan oleh peneliti, dengan melakukan langkah selanjutnya, yaitu tahapan perbaikan formulasi dan proses untuk memperoleh formula yang akan dijadikan sebagai patokan untuk menjadi formula tetap (formula standar). Pada penentuan formula terbaik, dilakukan pengujian terhadap 3 formula yaitu formula dengan perbandingan jahe merah dan gula sebesar 1:2 (A), 1:1 (B), dan 1:3 (C). Rendemen dari tiap formula pun berbeda-beda, yaitu 66.33% (formula A), 42.67% (formula B), dan 69.33% (formula C).

Pada pengujian waktu rehidrasi, formula C terdispersi secara sempurna pada 27 detik setelah penambahan air panas, sedangkan sampel formula B pada 43 detik dan formula A pada 33 detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula yang mengalami waktu rehidrasi tercepat adalah formula C. Namun, formula A dan B juga masih tergolong minuman cepat saji, karena waktu rehidrasi masih tergolong singkat. Berdasarkan analisis warna, diketahui bahwa produk minuman jahe merah instan ini memiliki kisaran lightness (L) +50 yang menyatakan bahwa warna produk tidak terlalu cerah maupun tidak terlalu gelap, dan nilai a positif yang berarti warnanya sedikit merah dan nilai b positif kekuningan. Berdasarkan uji organoleptik terhadap 3 formula A, B, C, diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dalam hal rasa, aroma, dan keseluruhan (overall). Namun pada atribut kenampakan, didapatkan hasil yang berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sampel A dan C ternyata tidak berbeda nyata (terletak dalam satu subset). Oleh karena itu, formula yang dipilih sebagai formula terbaik adalah formula C karena bahan yang digunakan untuk pembuatan formula C lebih ekonomis daripada formula A. Waktu rehidrasi formula C juga merupakan yang tercepat dalam hal penyajiannya dibandingkan formula yang lain.

(3)

aspek IRTP mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, hingga penyimpanan produk. SOP diterapkan agar minuman jahe merah instan yang dihasilkan dari setiap proses produksi dapat konsisten dan terjaga mutu serta karakteristiknya. SOP yang disusun ada beberapa bagian, diantaranya adalah SOP pekerja, SOP penerimaan bahan baku, SOP ruang produksi, SOP ruang penyimpanan, SOP selama proses produksi, serta SOP penggunaan alat. Harapannya adalah setelah penerapan SOP ini, formula standar yang telah diperoleh dapat digunakan secara tetap dan konsisten.

(4)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) merupakan salah satu spesies jahe yang tersebar di wilayah Indonesia. Jahe merah secara morfologis mirip dengan jahe biasa, tetapi rimpang dari jenis ini lebih kecil dan lebih terasa pedas, berwarna merah di luarnya dengan kuning hingga merah muda untuk bagian dalamnya (Ibrahim et al. 2008). Genus Zingiber terdiri dari ± 85 spesies herba yang tersebar di Asia Timur dan Australia bagian tropis. Jahe tersebut sering digunakan sebagai makanan dan pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit (Sabulal et al. 2006). Sebagai tanaman herbal, jahe telah lama digunakan di berbagai negara seperti, China, India, dan Arab untuk mengobati penyakit (flu, sakit kepala, demam, mual, dan rematik) (Ali et al. 2008).

Jahe biasanya dimakan mentah, dimasak sebagai sayuran, digunakan sebagai bumbu dan kondimen (Larsen et al. 1999). Dengan semakin berkembangnya daya guna jahe, saat ini jahe tidak hanya disajikan secara tradisional tetapi juga telah dimodifikasi dengan sentuhan teknologi untuk meningkatkan umur simpan dan daya tarik konsumen. Pangan olahan jahe yang bisa ditemui di pasar adalah minuman instan, permen jahe, asinan jahe, jahe dalam sirup, manisan kering jahe, kopi jahe, dan lain-lain.

Salah satu industri rumah tangga pangan yang memproduksi minuman jahe merah instan terletak di desa binaan LPPM-Insitut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan SEAFAST Center yaitu Kampung Konservasi TOGA Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Banyak masyarakat yang mengolah tanaman obat di sana dengan membuka industri-industri skala rumah tangga. Usaha tersebut merupakan salah satu mata pencaharian sampingan warga yang tinggal di sekitar kampung tersebut. Namun, industri rumah tangga pangan tersebut masih memiliki beberapa kendala dalam menjalankan usaha minuman jahe merah instan. Salah satunya adalah belum memiliki formula standar yang konsisten, rasa minuman belum optimum, tidak adanya standar operating procedure (SOP) dalam alur produksi yang dilakukan di sana, pengemasan produknya pun masih menggunakan plastik yang rentan rusak, dan tidak adanya izin legal penjualan produk dari pemerintah. Oleh karena itu, perlu adanya berbagai upaya perbaikan untuk perkembangan industri rumah tangga di Desa Benteng. Menurut Kusnandar et al. (2011), industri pengolahan pangan skala kecil dan menengah memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang untuk menjadi wirausahawan.

Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran konsumen untuk hidup sehat memberikan dampak yang cukup penting bagi industri rumah tangga pangan. Mutu pangan tidak hanya berarti produk pangan hanya memiliki cita rasa yang enak dan kandungan gizi yang baik, tetapi harus aman bagi kesehatan para konsumennya. Cara produksi pangan yang baik (disingkat CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi. Industri rumah tangga pangan (disingkat IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Penerapan CPPB-IRT bertujuan untuk memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik dan mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, serta pengawasan (BPOM 2003). Salah satu caranya adalah dengan memiliki sertifikat P-IRT dari Dinas Kesehatan. Produk minuman jahe merah instan yang diproduksi oleh salah satu warga desa Benteng belum memiliki nomon izin edar (P-IRT) untuk memberikan jaminan terhadap konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan dalam pembuatan standar minuman jahe merah instan dari formulasi yang telah ada, dengan memperbaiki kemasan serta label yang digunakan sebagai usaha dalam mendapatkan nomor P-IRT agar dapat menjangkau pasaran yang lebih luas.

1.2.

TUJUAN PENELITIAN

(5)

12

3.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah bahan untuk formulasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk formulasi, diantaranya jahe merah, gula pasir, gula merah, lada hitam, cabai jawa, air, dan garam. Sedangkan bahan analisis, diantaranya aquades, K2SO4, HgO,

H2SO4 pekat, 60% NaOH-5% Na2S2O3, H3BO3, indikator metilen red-metilen blue, HCl 0.02 N,

heksana, Na2S2O3.5H2O, HCl 25%, dan indikator phenolptalein.

Alat yang digunakan tahapan formulasi adalah kompor, panci, wajan, blender, sealer, ayakan, gelas ukur, loyang, plastik, nampan, dan baskom. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis adalah sudip, cawan porselen tanur listrik, desikator, oven, labu kjeldahl, labu lemak, gelas piala, labu takar 100 mL, tabung reaksi tertutup, pipet, penangas air, pipet ukur (2 mL, 5 mL, 10 mL), labu takar (100 mL, 1000 mL), buret, erlenmeyer (100 mL, 250 mL), neraca analitik, pengaduk magnetik, pipet tetes, kertas saring, kapas bebas lemak, termometer, penjepit cawan (gegep), dan Chromameter CR-300 Minolta.

3.2.

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian ini dibagi menjadi lima tahapan penelitian, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman jahe merah instan, perbaikan formulasi dan proses minuman jahe merah instan, karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan, sertifikasi produk minuman jahe merah instan dalam skala rumah tangga (BPOM 2003), dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan untuk mengetahui keadaan dan kondisi Industri Rumah Tangga Desa Benteng yang kemudian akan dilakukan perbaikan oleh peneliti, dengan melakukan langkah selanjutnya, yaitu tahapan perbaikan formulasi dan proses untuk memperoleh formula yang akan dijadikan sebagai patokan untuk menjadi formula tetap (formula standar), kemudian dilakukan karakteristik fisiko kimia dari produk dengan formulanya yang telah tetap dan nantinya akan dibuatkan SOP oleh peneliti untuk IRTP minuman jahe merah instan. Tahap selanjutnya, dilakukan sertifikasi produk minuman jahe merah instan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dan terakhir dilakukan analisis kelayakan usaha dalam skala rumah tangga untuk melihat kelayakan dari usaha yang dijalankan.

3.2.1.

Mempelajari Karakteristik Industri Rumah Tangga Pangan Minuman

Jahe Merah Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan industri rumah tangga pangan minuman jahe merah instan di Desa Benteng. Produk yang dimiliki IRT ini masih belum memiliki nomor P-IRT, ruang produksi yang belum sesuai dengan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), label dan kemasan yang masih belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Ada pula secara keseluruhan kegiatan ini merupakan pencapaian untuk menerapkan standardisasi formula, aspek legal, penyesuaian dengan CPPB agar menjadi produk industri rumah tangga yang lebih berkualitas dan memiliki jangkauan pasar yang luas.

3.2.2.

Perbaikan Formulasi dan Proses Pembuatan Minuman Jahe Merah

Instan

Formulasi ini bertujuan untuk mendapatkan formula terbaik yang optimum secara fisik dan organoleptik. Secara fisik diuji melalui waktu rehidrasi dan analisis warna dengan Chromameter. Kemudian, diujikan melalui uji organoleptik. Tahapan ini akan menentukan standar operating procedure (SOP) untuk peralatan, cara produksi, bahan-bahan, dan karyawan.

3.2.2.1.

Pembuatan Minuman Jahe Merah Instan

(6)

13 Tabel 5. Formula minuman jahe merah instan

Bahan Formula A (2:1) Formula B (1:1) Formula C (3:1)

Gula pasir 500 g 375 g 562.5 Jahe merah 250 g 375 g 187.5 Gula merah 62.5 g 62.5 g 62.5 g Cabe jawa 1.5 g 1.5 g 1.5 g

Garam 1 g 1 g 1 g

Lada hitam 0.5 g 0.5 g 0.5 g

Air 300 mL 300 mL 300 mL

Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik minuman yang paling menonjol yaitu rasa pedas yang memberikan sensasi hangat setelah diminum. Rasa pedas ini disebabkan karena kombinasi rasa pedas dan manis dari tiap formula. Selain itu, ada pula tambahan dari lada hitam dan cabai jawa. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah instan terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan minuman jahe merah instan

Gula pasir, gula merah, garam Air

Jahe Merah

Sortasi

Penghancuran (blender) Pengirisan Pencucian

Penimbangan

Pengendapan

Pemanasan disertai pengadukan

Pembentukan kristal

Pengayakan Pendinginan disertai

pengadukan

Pengecilan ukuran kristal

Minuman jahe merah instan Pengemasan Cabe jawa

dan lada

Blender

(7)

14 Awalnya, jahe merah tersebut dihancurkan menggunakan blender dengan adanya penambahan air pula. Kemudian, diambil sarinya dengan pemerasan dan didiamkan ±10 menit agar patinya mengendap dan tidak memengaruhi sifat fisik dari minuman jahe merah instan.

Selanjutnya, sari jahe, gula merah, cabai jawa dan lada hitam bubuk, serta garam dipanaskan dengan dilakukan pengadukan secara terus-menerus. Apabila sarinya yang dipanaskan volumenya telah menyusut hingga ¼ bagian, maka ditambahkan gula pasir. Selama proses pemanasan tersebut harus dilakukan pengadukan secara kontinu untuk mempercepat terjadinya proses pengkristalan (kokristalisasi) atau mempercepat terbentuknya serbuk jahe merah instan. Jika larutan tersebut (sari jahe+gula pasir) telah memekat dan membentuk serbuk, maka itu berat proses pengkristalan sudah terjadi dan pemanasan dihentikan agar tidak gosong. Pengadukan tetap dilakukan agar terbentuk granula minuman serbuk instan tersebut yang seragam. Setelah itu, dilakukan pengayakan dan pengemasan.

3.2.2.2.

Pengamatan Formula Minuman Jahe Merah Instan

Ketiga formula tersebut kemudian diamati. Pengamatan ini bertujuan untuk memperoleh formula yang optimum. Pengamatan tersebut, diantaranya:

a. Rendemen (Kusnandar et al. 2011)

b. Waktu rehidrasi (Syamsir et al. 2011) c. d. Analisis warna metode chromameter (AOAC 1995) Uji organoleptik rating hedonik (Meilgaard et al. 1999)

3.2.2.3.

Penentuan Formula Terbaik

Berdasarkan tahapan pengamatan, maka akan dipilih satu formula dari ketiga formula (formula A, formula B, dan formula C) untuk menjadi formula standar yang akan dianalisis selanjutnya dan diaplikasikan di IRTP tersebut.

3.2.3.

Karakteristik Fisiko Kimia Produk Minuman Jahe Merah Instan

Pengamatan ini dilakukan untuk menguji formulasi yang terbaik yang telah dipilih yang sudah melalui tahapan formulasi. Hal yang diamati untuk analisis sifat kimia diantaranya analisis proksimat dan uji bagian yang tidak larut air (Apriyantono et al 1989). Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air metode oven (AOAC 1995), kadar abu metode oven (AOAC 1995), kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC 1995), kadar protein metode kjeldahl (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat by difference.

3.2.4.

Pembuatan

Standard Operating Procedure

(SOP)

Setelah formula yang optimum dipilih menjadi formula yang terbaik, maka langkah selanjtnya yaitu pembuatan Prosedur Kerja Baku atau Standard Operating Procedure (SOP). Pembuatan SOP ini bertujuan agar IRTP ini memiliki produk yang bermutu baik, aman, dan layak dikonsumsi oleh konsumen.

3.2.5.

Sertifikasi Produk Minuman Jahe Merah Instan dalam Skala Industri

Rumah Tangga Pangan (BPOM 2003)

Secara garis besar, langkah-langkah sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) dapat dijelaskan pada Gambar 3. Untuk tahapan penjabarannya, diantaranya:

3.2.5.1.

Pengajuan Permohonan SPP-IRT

(8)

15

3.2.5.2.

Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP)

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor dengan tenaga penyuluh adalah yang memiliki sertifikat penyuluh pangan yang dikeluarkan oleh BPOM RI seperti balai besar/BPOM setempat. Peserta yang mengikuti PKP adalah pemilik atau penanggung jawab PP-IRT.

Materi penyuluhan utama yang terdiri dari berbagai jenis bahaya (biologis, kimia, dan fisik) dan cara menghindari dan memusnahkannya. Selain itu, ada penjelesan mengenai higiene dan sanitasi sarana PP-IRT, CPPB-IRT, serta peraturan perundang-undangan mengenai keamanan pangan penggunaan bahan tambahan pangan, label, dan iklan pangan. Adapun materi pelengkap yang diberikan penyuluh, diantaranya pengemasan dan penyimpanan produk pangan IRT serta pengembangan usaha PP-IRT termasuk etika bisnis. Penyuluhan tersebut dilaksanakan sekurang-kurangnya 2 hari selama 5 jam/hari.

3.2.5.3.

Pendampingan Cara Produksi yang Baik terhadap Industri Rumah

Tangga Pangan Minuman jahe merah instan

Secara umum, penerapan CPPB-IRT untuk menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional. Sedangkan secara khusus, penelitian ini memberikan pendampingan kepada produsen IRTP Minuman

Gambar 3. Alur Penyelenggaraan SPP-IRT

Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP)

Sertifikat PKP

Sertifikat Produksi Pangan Pengajuan SPP-IRT

Perbaikan ke DINKES Kab/Kota Bogor Pendampingan

LULUS

YA

TIDAK

Pemeriksaan sarana dan prasarana IRTP

LULUS

YA

TIDAK

LULUS

YA TIDAK

(9)

16 jahe merah instan yang telah diberikan penyuluhan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan IRTP agar dapat memenuhi persyaratan produksi yang baik, seperti persyaratan lokasi, bangunan, dan fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan. Pendampingan ini dilakukan dengan bantuan pihak lain, seperti LPPM-IPB dan SEAFAST Center.

3.2.5.4.

Pemeriksaan Sarana Produksi

Pemeriksaan dilakukan setelah PKP yang dilakukan oleh petugas Kabupaten/Kota yang telah memiliki sertifikat inspektur pangan IRT yang dikeluarkan Badan POM. Pemeriksaan harus mengikuti pedoman yang dikeluarkan badan POM. Hasil dari pemeriksaan akan mendapatkan sertifikat produksi pangan atau nomor PIRT yang dinyatakan lulus pada produknya dengan syarat minimal hasil berita acara pemeriksaan bernilai cukup dan telah melakukan perbaikan yang disarankan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3.2.6.

Analisis Kelayakan Usaha Berdasarkan Kriteria Investasi (Nurmalia,

Sarianti, dan Karyadi 2009)

Net Present Value (NPV)

NPV =

/

-

/

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount rate (%) Indikator :

Jika NPV>0 (positif), maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika NPV<0 (negatif), maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

Gross Benefit-Cost Ratio

Gross

B/C =

∑ /

/

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount rate (%) Indikator :

Jika Gross B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Gross B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

Net Benefit-Cost Ratio

Net

B/C =

∑ /

/

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount rate (%) Indikator :

(10)

17

Internal Rate of Return (IRR)

IRR = i

1

+

(i

1

– i

2

)

Keterangan :

i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negative

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif

Indikator :

Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari oppurtunity cost of capital-nya (DR)

3.3.

METODE ANALISIS

a.

Rendemen (Kusnandar

et al.

2011)

Rendemen minuman jahe merah instan dengan persamaan sebagai berikut:

Rendemen (%) = %

b.

Waktu Rehidrasi (Syamsir

et al.

2011)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa produk tersebut masih tergolong instan atau penyajian cepat. Pertama dilakukan penimbang 0.1 gram sampel, kemudian sampel dimasukkan ke dalam 100 mL air dan dicatat waktu yang dibutuhkan untuk terdispersi. Pelarutan bubuk instan tersebut tanpa adanya pengadukan.

c.

Analisis Warna Metode Chromameter (AOAC 1995)

Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan “measure” atau tekan tombol pada measuring head. Hasil pengukuran ditampilkan dengan notasi L*a*b* dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau, sedangkan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai dengan -80 untuk warna biru.

d.

Uji Organoleptik Rating Hedonik (Meilgaard

et al.

1999)

Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau rating hedonik terhadap formula yang telah dibuat. Skala yang digunakan adalah skala kategorik yang direntangkan dari skala 1 sampai 7 yang mempresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat tidak suka hingga sangat suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan, antara lain rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall). Uji organoleptik ini merupakan hasil seduhan dari serbuk minuman jahe merah instan hasil kokristalisasi. Minuman yang disajikan terhadap panelis adalah minuman seduhan dalam keadaan hangat.

e.

Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)

Penetapan kadar air dengan metode oven di mana cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang telah dingin kemudian ditimbang (c). Sampel sebanyak 5 gram (a) dimasukkan ke dalam cawan kering kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan di dalam oven suhu 105 oC selama 6 jam

smapai tercapai bobo yang konstan. Cawan tersebut didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang (b). Perhitungan kadar air dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).

Kadar air (% bb) = %

Kadar air (% bk) = %

keterangan : a = bobot sampel awal (g)

(11)

18

f.

Analisis Kadar Abu Metode Oven (AOAC 1995)

Cawan porselin beserta tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi lalu di dalkukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600 °C selama 4-6 jam atau sampel terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).

Kadar abu (% bb) = %

Kadar abu (% bk) = %

keterangan :

a = bobot sampel sebelum diabukan (g)

b = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (g) c = bobot cawan kosong (g)

g.

Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 °C selama sekitar 15 menit kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selanjutnya selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 °C selama ±1 jam. Selonsong tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi lemak (soxhlet) yang dirangkai denga kondensor. Pelarut dietil/petroleum eter/heksana dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama ±6 jam. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100-110 °C hingga bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).

Kadar lemak (% bb) = %

Kadar lemak (% bk) = %

keterangan : a = bobot sampel (g)

b = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) c = bobot labu lemak kosong (g)

h.

Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 100-250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian tambahkan 1.0±0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2±0.1 mL H2SO4. Ditambahkan pula 2-3 butir batu didih.

Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil air destilata ditambahkan melaui dinding labu secar perlahan dan digoyang pelan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dan labu dibilas sebanyak 5 - 6 kali dengan 1-32 mL air destilata kemudian air cucian labu tersebut dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan ke dalamnya 8-10 mL larutan 60 % NaOH-5 % Na2CO3. Selanjutnya erlenmeyer 250 mL yang berisi 5 mL larutan H3BO3 dan 2-4 tetes

indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor harus terndam dengan larutan H3BO3 untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 mL. Hasil destilasi

kemudian dititrasi oleh HCL 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menajdi abu-abu. Prosedur yang sama pun dilakukan terhadap blanko (tanpa sampel). Penetapan kadar protein berdasar pada perhitungan :

Kadar protein (% bb) = . %

atau

Kadar protein (% bk) = %

(12)

19

i.

Analisis Kadar Karbohidrat Secara

By Difference

(AOAC 1995)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu berat total produk dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (K.A + A + P + L) keterangan :

K.A = % kadar air A = % kadar abu P = % kadar protein L = % kadar lemak

j.

Analisis Bagian yang Tak Larut dalam Air (Apriyantono

et al.

1989)

Timbang lebih kurang 20 gram sampel, masukkan ke dalam gelas piala 400 mL, tambah 200 mL air panas, aduk hingga larut. Saring ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Bilas gelas piala dengan air panas dan saring air bilasan. Keringkan kertas saring dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam, dinginkan dan timbang sampai bobot tetap.

Bagian yang tak larut dalam air (%) = %

keterangan :

W = bobot sampel (g)

(13)

20

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA

PANGAN MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DI DESA BENTENG,

CIAMPEA, BOGOR

Industri rumah tangga pangan (IRTP) minuman jahe merah instan di Desa Benteng yang berdiri sejak tahun 2009 ini bernama Jahe Gunung Leutik. IRTP tersebut merupakan salah satu bagian anggota kampung TOGA (Tanaman Obat Keluarga) yang dibina oleh DKSH-IPB yang bekerja sama dengan LPPM-IPB dan SEAFAST Center. Pemilik IRTP adalah ibu Sekaryati. Karyawan yang dimiliki terdiri dari 2 orang. Produk IRTP yang dihasilkan berupa serbuk jahe hasil olahan dari tanaman jahe merah. Minuman serbuk jahe ini mencoba untuk mengambil manfaat dari tanaman jahe dengan cara penyajian yang praktis (instan). Secara garis besar, masalah yang terdapat di IRTP tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Masalah yang dijumpai di IRTP Desa Benteng

Parameter Permasalahan

Formula produk Belum ada penetapan formula yang tetap sehingga rasa minuman belum optimum

Tempat sampah Belum ada tempat sampah khusus saat produksi Kebersihan ruang produksi Masih terdapat kotoran di lantai dan langit-langit ruang produksi PPPK Belum terdapat kotak PPPK khusus

Peralatan produksi Belum ada timbangan digital untuk bahan yang ditambahkan dalam jumlah kecil

Ruang produksi Belum ada ruang khusus untuk produksi

Higiene karyawan Belum ada peralatan cuci tangan khusus produksi, belum ada perlengkapan seperti masker, sarung tangan, dan tutup kepala

Pemeriksaan kesehatan Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan secara rutin Spesifikasi bahan baku Belum ada penetapan spesifikasi bahan baku Cara produksi Belum ada penetapan cara produksi yang baku Spesifikasi kemasan Belum ada penetapan spesifikasi kemasan

Tanggal kadaluarsa dan kode produksi Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi

Label produk Persyaratan label produk pangan belum terpenuhi Pencatatan dan dokumentasi Belum terdapat sistem pencatatan dan dokumentasi

setiap produksi

Produk minuman jahe merah instan yang dihasilkan belum memiliki formula standar atau tetap. Rasa yang dihasilkan belum optimum, warnanya pun berubah-ubah. Formula tetap (standar) harus digunakan agar karyawannya pun memiliki persepsi yang sama dengan pemilik atau penanggung jawab dari IRTP dalam hal formulasi pada saat pembuatan minuman jahe merah instan. Formula yang tetap merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan produk yang bermutu baik. Selain itu, formula tetap juga akan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk minuman jahe merah ini.

(14)

21 dimungkinkan masuk pada saat penyimpanan (misal, semut, debu, mikroba, dsb.) Kemasan sebelum dan sesudah dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. (a) kemasan primer dan sekunder sebelum diperbaiki dan (b) kemasan primer dan sekunder setelah diperbaiki

Kondisi tempat produksi minuman jahe merah instan pun masih kurang memenuhi syarat. Fasilitas masih terbatas sehingga tidak menunjang proses produksi yang optimal, seperti lokasi produksi yang masih bersatu dengan dapur rumah tangga, peralatan produksi (kompor gas, timbangan) yang terbatas, serta formula yang digunakan belum tetap secara kuantitatif sehingga diperlukan adanya penggunaan standard operating procedure (SOP) di IRTP tersebut agar memiliki produk yang aman, bermutu baik, dan layak untuk dikonsumsi oleh konsumen. Penerimaan yang baik dari konsumen terhadap produk minuman jahe merah instan ini merupakan salah satu faktor dalam memperbaiki IRTP ini.

Adapula permasalahan lain, yaitu produk ini masih belum memiliki pelabelan yang sesuai dengan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pun sudah mengalami perbaikan dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5. (a) label sebelum diperbaiki dan (b) label setelah diperbaiki

4.2.

PERBAIKAN FORMULASI MINUMAN JAHE MERAH INSTAN

(15)

22 menghancurkan jahe merah menggunakan blender dengan penambahan air hangat (1:2). Setelah diekstrak sempurna, hasil ekstraknya disaring hingga diambil filtratnya saja dan filtrannya (ampas) dibuang. Filtrat hasil ekstrak jahe merah dengan campuran air tersebut didiamkan terlebih dahulu selama 10 menit.

Bahan lain disiapkan, seperti gula pasir, gula merah, rempah bubuk (cabai jawa dan lada hitam), serta garam. Setelah selesai diendapkan, filtrat (cairan) dituangkan ke wajan untuk dilakukan pemanasan dan bahan lainnya pun dilarutkan bersama-sama (kecuali gula pasir) serta diaduk hingga larut sempurna. Jumlah bahan tambahan disesuaikan dengan formula pada Tabel 5. Formula yang digunakan, yaitu formula A dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 2:1, formula B 1:1, dan formula C 3:1. Pemanasan (pemasakan) berlangsung hingga suhu 100 °C dengan disertai pengadukan. Adapun langkah-langkah pembuatannya terdapat pada Gambar 6.

Gula pasir, gula merah, garam

Air hangat Jahe Merah

Sortasi

Penghancuran (blender), 15”

Pengirisan Pencucian

Penimbangan

Pengendapan, 10”

Pemanasan 100 °C, disertai pengadukan

Pembentukan kristal

Pengayakan Pendinginan 70 °C, disertai pengadukan

Pengecilan ukuran kristal, dengan pengadukan

Minuman jahe merah instan Pengemasan Cabe jawa

dan lada

Blender

Bubuk cabe jawa dan lada hitam

(16)

23

4.2.1.

Rendemen Minuman Jahe Merah Instan

Rendemen yang dihasilkan dari tiap formula berbeda-beda, yaitu 66.33% (formula A), 42.67% (formula B), dan 69.33% (formula C). Data lengkap terdapat pada Lampiran 1. Formula C dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 3:1, memiliki rendemen yang paling banyak. Hal ini disebabkan adanya penambahan gula pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan formula A dan B. Selain itu, prosesnya pun lebih cepat karena larutannya lebih mudah mengalami keadaan superjenuh. Formula yang memiliki jumlah gula di bawah formula C, misal formula B tahapan kokristalisasinya lebih lama dibandingkan dengan formula A dan C. Menurut Saloko (2003), penambahan gula pasir berhubungan dengan peningkatan hasil berupa padatan terlarut dari produk. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Yustina (1995), bahwa penambahan gula kristal sangat berpengaruh terhadap zat padat terlarut. Hal ini disebabkan gula kristal merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga dapat meningkatkan zat padat terlarut dalam bahan. Oleh karena itu, semakin tinggi total padatan yang dihasilkan pada bahan maka semakin tinggi rendemennya.

4.2.2.

Waktu Rehidrasi

Formula C terdispersi secara sempurna pada 27 detik setelah penambahan air panas, sedangkan sampel formula B pada 43 detik dan formula A pada 33 detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula yang mengalami waktu rehidrasi tercepat adalah formula C. Namun, formula A dan B juga masih tergolong minuman cepat saji, karena waktu rehidrasi masih tergolong singkat. Semakin besar penambahan gula pasir memberikan kecenderungan indeks kelarutan dalam air serbuk instan yang dihasilkan semakin meningkat (Saloko 2003). Selain itu, semakin besar konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan dalam suatu bahan maka kelarutannya dalam air akan cukup tinggi (Hariantono dan Muchtadi 1986). Kecepatan kelarutan minuman juga menjadi salah satu faktor yang menentukan sifat instan minuman. Berdasarkan hasil penilitian ini, ketiga formula masih tergolong instan karena waktu rehidrasi yang baik untuk minuman serbuk instan berkisar antara 1 menit (Meilutyte 2010).

4.2.3.

Warna

Warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan dan faktor awal yang menjadi penilaian konsumen terhadap suatu produk. Pengukuran warna dari ketiga sampel menggunakan chromameter metode Hunter notasi L*a*b*. Menurut Farncis dalam Nielsen, nilai ini sangat mewakili warna, dimana L = kecerahan, +a = tingkat kemerahan. –a = tingkat kehijauan, +b = tingkat kekuningan, -b = tingkat kebiruan. Ketiga skala ini dikenal sebagai sistem CIELAB dengan parameter L*a*b.

Tabel 7. Hasil analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta

Dari data pada Tabel 7 terlihat bahwa produk minuman jahe merah instan ini memiliki kisaran lightness (L) +50 yang menyatakan tidak terlalu cerah maupun tidak terlalu gelap, dan nilai a positif yang berarti warnanya sedikit merah dan nilai b positif kekuningan. Hasil tersebut dapat mendeskripsikan bahwa perbedaan formulasi yang digunakan tidak berpengaruh terhadap warna serbuk minuman jahe merah instan.

4.2.4.

Penerimaan Konsumen

Uji hedonik dilakukan untuk mementukan formula mana yang terpilih untuk selanjutnya akan dilakukan karakterisasi produk dari formula terpilih. Adapula eksperimen tambahan yang ditanyakan secara langsung kepada panelis untuk mengetahui panelis pernah meminum minuman berbasis rempah-rempah atau jahe dan mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah atau jahe. Kedua pertanyaan akan dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Hasil yang

Formula Batch L* a* b*

A Batch Batch 1 2 +50.97 +50.62 +3.27 +3.20 +15.52 +15.22

B Batch Batch 1 2 +49.06 +50.90 +4.35 +3.91 +14.86 +14.54

(17)

24 diperoleh dari 70 panelis yang pernah meminum minuman dari rempah-rempah atau jahe adalah 69 panelis menyatakan pernah dan hanya 1 panelis yang menyatakan tidak pernah. Kemudian, dilakukan pemetaan kembali dengan pertanyaan berikutnya apakah panelis menyukai produk minuman dari rempah-rempah atau jahe. Hasil yang diperoleh dari 70 panelis adalah 40 panelis menyatakan suka, 26 panelis mentakan agak suka, dan 4 panelis menyatakan tidak suka. Komposisi panelis tidak memberikan pengaruh negatif terhadap uji kesukaan minuman jahe merah instan. Hal ini disebabkan oleh komposisi panelis yang menyatakan tidak suka hanya 6%.

Gambar 7. Komposisi panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe

Berdasarkan analisis data hasil uji organoleptik dengan menggunakan program SPSS dapat terlihat dari hasil tiap atribut yang diujikan, diantaranya:

(a)

Atribut Rasa

Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Menurut Nasution (1980), rasa dapat dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah). Atribut rasa ini tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa produk pangan. Rasa pun memegang peranan sangat penting terhadap penerimaan produk pangan.

Pengujian organoleptik memperoleh hasilnya bahwa terdapat kurang dari 50% panelis yang memberikan skor kesukaan berkisar antara suka hingga sangat suka terhadap atribut rasa. Distribusi frekuensi (%) dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formula tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa (Lampiran 5b).

Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut rasa ketiga formula (70 panelis)

Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang yang menyatakan suka sampai sangat suka terhadap minuman jahe merah instan adalah sebanyak 41.4% untuk formula A, 37.1% untuk formula B, dan 34.3% untuk formula C (Gambar 8). Namun, hasil penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman jahe atau rempah-rempah menyatakan skor suka terhadap atribut rasa formula minuman jahe merah instan diperoleh kurang dari 57% panelis (Gambar 7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan (%) dari profil panelis yang tergolong suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah. Dapat dilihat hasil pada Gambar 9.

% 3 % % Suka Agak Suka Tidak Suka 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

A B C

2.9 1.4 2.9

10.0 10.0

14.3

5.7

14.3 15.7

17.1

12.9

8.6

22.9 24.3 24.3

31.4

27.1 25.7

10.0 10.0 8.6

Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

(18)

25 Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau

rempah-rempah) terhadap atribut rasa ketiga formula (40 panelis)

Berdasarkan Gambar 9, hasil dari jumlah panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh skor suka sampai sangat suka untuk atribut rasa minuman jahe merah instan hanya 42.5% untuk formula A, formula B 37.5%, dan formula C 35% dari jumlah panelis 40 orang. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk rasa dari minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal rasa.

(b)

Atribut Aroma

Aroma merupakan bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut dan tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau khas (Dewayanti 1997). Aroma produk minuman jahe merah instan yang ditimbulkan adalah aroma sari jahe bercampur dengan aroma manisnya gula.

Pengujian organoleptik menunjukkan bahwa kurang dari 50% yang memberikan skor kesukaan untuk ketiga formula. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut aroma ketiga formula (70 panelis)

Hasil analisis ragam menunjukan dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05), formula tidak berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma minuman jahe merah instan (Lampiran 5c). Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang adalah sebanyak 45.7% untuk formula A, 37.2% untuk formula B, dan 40% untuk formula C (Gambar 10). 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0

A B C

2.5

0.0

2.5

10.0 10.0

15.0 7.5 20.0 15.0 15.0 7.5 10.0 22.5 25.0 22.5 25.0

20.0 20.0

17.5 17.5

15.0 Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral agak suka suka sangat suka 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0

A B C

0.0 2.9 0.0 1.4

8.6 5.7 5.7 11.4 4.3 21.4

15.7 20.0

24.3 27.1

28.6 40.0

32.9 35.7

5.7 4.3 4.3

Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

(19)

26 Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%) pada Gambar 6. Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut aroma kurang dari 40 orang yang memberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah. Dapat dilihat hasilnya pada Gambar 11.

Gambar 11. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut aroma ketiga formula (40 panelis)

Berdasarkan Gambar 11, hasil dari jumlah panelis yang menyukai minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh frekuensi (%) panelis yang memberikan skor suka sampai sangat suka ternyata untuk atribut aroma 47.5% untuk formula A, untuk formula B 37.5% dan formula C 40% dari panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau trempah-rempah-rempah untuk atribut aroma. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk atribut aroma minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata untuk aroma dari minuman jahe merah instan.

(c)

Atribut Kenampakan

Pengujian ini berdasarkan indera penglihatan bukan hanya menilai warna minuman saja. Hasil analiisi ragam menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap kenampakan (Lampiran 5d). Distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula (70 panelis) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0

A B C

0.0 2.5 0.0 0.0

7.5 7.5

5.0 15.0 2.5 25.0 12.5 22.5 20.0

27.5 27.5 37.5

30.0 32.5

10.0

7.5 7.5

Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral agak suka suka sangat suka 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0

A B C

0.0 2.9 1.4 1.4

5.7

2.9

8.6 7.1 14.3 8.6

15.7 20.0

27.1 30.0 25.7

50.0

31.4 35.7

4.3 1.4 5.7 Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

(20)

27 Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang adalah sebanyak 54.3% untuk formula A, 32.8% untuk formula B, dan 41.4% untuk formula C (Gambar 12).

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan diperoleh bahwa panelis menilai formula A dan C tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap atribut kenampakan (Lampiran 5d). Namun, formula A memiliki nilai rata-rata kesukaan yang lebih tinggi dari kedua formula lainnya. Semakin tinggi skor kesukaan, maka semakin besar pula kesukaan panelis terhadap produk.

Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%). Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut kenampakan kurang dari 40 orang yang meberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah (Gambar 13).

Gambar 13. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut kenampakan ketiga formula (40 panelis)

Berdasarkan Gambar 13, hasil dari jumlah panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh ternyata 55% yang memberikan skor suka sampai sangat suka terhadap atribut kenampakan untuk formula A, untuk formula B diperoleh hanya 35% dan formula C sebanyak 42.5%. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk kenampakan minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata terhadap kenampakan minuman jahe merah instan.

(d)

Atribut Keseluruhan (

Overall

)

Menurut Shachman (2005), sensori keseluruhan tidak hanya dinilai dari satu indera saja. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa terdapat kurang dari 50% panelis yang memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga sangat suka. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan ketiga formula minuman jahe merah instan tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis tehadap keseluruhan (overall) (Lampiran 5e).

Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap keseluruhan diperoleh dari panelis 70 orang yang memberikan skor suka hingga sangat suka adalah sebanyak 37.2% untuk formula A, 37.2% untuk formula B, dan 27.1% untuk formula C. Distribusi frekuensi (%) dapat dilihat pada Gambar 14.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0

A B C

0.0 2.5 0.0 0.0 7.5

5.0 7.5

17.5

7.5

10.0 12.5

20.0

25.0 27.5 25.0

47.5

32.5 32.5

7.5 2.5 10.0 Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

(21)

28 Gambar14. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga

formula (70 panelis)

Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%). Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut keseluruhan kurang dari 40 orang yang meberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari tiap profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman jahe merah instan (Gambar 15).

Gambar 15. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah) terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (40 panelis)

Berdasarkan Gambar 15, hasil dari jumlah panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah yang memberikan skor suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan (overall) untuk minuman jahe merah instan, diperoleh ternyata hanya 37.5% untuk formula A, untuk formula B diperoleh 40%, dan untuk formula C mendapatkan 32.5%. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula B yang lebih disukai daripada formula A dan C untuk penilaian terhadap atribut keseluruhan (overall) minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata secara keseluruhan (overall).

4.2.5.

Penentuan Formula Terbaik

Berdasarkan uji organoleptik terhadap 3 formula A, B, C, diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dalam hal rasa, aroma, dan keseluruhan (overall). Namun pada atribut kenampakan, didapatkan hasil yang berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sampel A dan C ternyata tidak berbeda nyata (terletak dalam satu subset). Oleh karena itu, formula

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0

A B C

0.0 2.9 0.0 1.4 0.0 5.7 11.4 12.9 11.4 11.4

25.7

18.6 35.7

22.9

37.1 34.3 35.7

20.0

2.9 2.9

7.1 Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral agak suka suka sangat suka 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

A B C

0.0 2.5 0.0 0.0 0.0 5.0

10.0 12.5 12.5

17.5 25.0 17.5 32.5 22.5 32.5 32.5 35.0

20.0

5.0 5.0

12.5 Fr ek ue ns i R ati ng K es uk aan (% ) Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

(22)

29 yang dipilih sebagai formula terbaik adalah formula C karena bahan yang digunakan untuk pembuatan formula C lebih ekonomis daripada formula A, karena rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, waktu rehidrasi formula C juga masih tergolong cepat dalam hal penyajiannya.

4.3.

KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA PRODUK

Serbuk jahe merah instan dengan formula terpilih memiliki warna agak merah kekuningan dengan tingkat kecerahan sedang (nilai L, a, b dapat dilihat pada Tabel 8). Waktu rehidrasinya sekitar 27 detik. Bagian yang tidak larut air sebesar 1.04% disebabkan oleh adanya penambahan rempah-rempah, seperti cabai jawa dan lada hitam yang sehingga menyebabkan masih terdapat sedikit bagian yang tidak larut di dalam minuman jahe merah instan. Data dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil karakteristik fisik produk minuman jahe merah instan

Parameter Hasil

Warna L = +50.74, a = +2.98, b = +14.24 Waktu rehidrasi (detik) 27

Bagian tidak larut air (%) 1.04

*Keterangan: L = lightness, +a = merah, +b = kuning

Karakteristik kimia untuk produk minuman jahe merah instan yang diamati meliputi kandungan air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by difference). Hasil karakteristik dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan

Kandungan Per Sachet (%) Per Sachet (20g) Per seduhan (%) Per seduhan (170g)

Air 1.16% 0.232 g 88.37% 150.232 g

Abu 1.17% 0.234 g 0.14% 0.234 g

Lemak 0.08% 0.092 g 0.05% 0.092 g Protein 0.46% 0.016 g 0.01% 0.016 g Karbohidrat 97.13% 19.426 g 11.43% 19.426 g

Parameter yang penting untuk diketahui pada bahan pangan salah satunya adalah kandungan air. Hal ini berkaitan terutama untuk menentukan presentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Pengetahuan akan kandungan air akan dapat membantu dalam penentuan kadar zat gizi lainnya dalam satuan persen berat kering. Kandungan air produk minuman jahe merah instan dengan formula yang terpilih diperoleh sebesar 1.17% (bb) atau 0.232 gram pada setiap takaran sajinya. Kandungan air minuman instan ini cukup rendah karena pada saat pembuatan minuman instan, dilakukan pemasakan sehingga air yang ada di dalam larutan akan menguap dan larutan akan membentuk kristal gula. Kandungan air tersebut masih memenuhi kandungan air maksimum dari SNI minuman instan (BSN 2004). Sedangkan setelah diseduh dengan menambahkan air sebanyak 150 ml, maka kandungan air akan meningkat menjadi 88.37%.

Parameter kandungan kimia lain yang diuji adalah abu. Kandungan abu dapat menunjukkan kandungan mineral yang terdapat di dalam suatu produk pangan. Sekitar 96% bahan makanan terdiri dari senyawa organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral sebagai senyawa anorganik atau abu. Menurut Nielsen (2003), semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin besar pula kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Kandungan minuman jahe merah instan sebesar 1.17% (bb) atau 0.234 gram per takaran sajinya. Kandungan abu pada minuman jahe merah instan ini cukup tinggi karena memang bahan mentahnya yaitu jahe merah mengandung mineral yang cukup tinggi pula. Mineral utama yang dikandung oleh jahe merah segar adalah Kalium, Fosfat, dan Kalsium (Koswara 1995).

(23)

30 merah instan menunjukkan kadar protein sebesar 0.46% (%bb) atau 0.016 gram per takaran saji. Kadar lemak dan protein dari produk ini memang tergolong rendah karena bahan utamanya yaitu jahe bukan merupakan sumber lemak ataupun protein. Kadar lemak pada jahe segar hanya berkisar 1,0 gram dalam 100 gram jahe merah segar, sedangkan kadar protein hanya berkisar 1,5 gram dalam 100 gram jahe merah segar (Koswara 1995).

Kandungan karbohidrat pada serbuk jahe merah adalah sebesar 97.13% (bb) atau 19.426 gram per takaran saji. Kandungan karbohidrat dalam produk ini sangat dominan karena pada proses pembuatan banyak ditambahkan gula sebagai bahan baku. Selain itu, jahe merah pun mengandung kandungan karbohidrat yang dominan. Sebanyak 100 gram jahe kering mengandung sekitar 70,8 gram karbohidrat (Koswara 1995). Secara umum minuman jahe merah instan memiliki berbagai komponen bioaktif dan minuman ini kaya akan kandungan karbohidratnya dengan adanya penambahan gula yang banyak didalamnya. Energi yang diperoleh cukup besar. Mengingat jumlah gula yang ditambahkan cukup banyak, maka karbohidrat utama di dalam minuman jahe merah instan adalah gula.

4.4.

PEMBUATAN

STANDARD OPERATING PROCEDURE

(SOP)

Hasil dari tahapan formulasi minuman jahe merah instan hingga memperoleh formula terbaik dari berbagai uji, selanjutnya akan dibuat standard operating procedure (SOP). SOP adalah panduan langkah demi langkah yang harus dilakukan di berbagai tahapan produksi agar produksi berjalan dengan lancar. Pembuatan SOP ini bertujuan agar produksi berjalan dengan lancar dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang ditargetkan. Harapannya adalah setelah penerapan SOP ini, formula standar yang telah diperoleh dapat digunakan secara tetap dan konsisten.

SOP produksi terdiri dari SOP pekerja, SOP penerimaan bahan baku, SOP ruang produksi, SOP ruang penyimpanan, SOP selama proses produksi, serta SOP penggunaan alat (Lampiran 2). SOP pekerja merupakan panduan yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan apa saja yang harus dilakukan pekerja. Sebagai contoh, salah satu poin dari SOP pekerja adalah pekerja tidak diperbolehkan menggunakan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lain selama produksi. SOP ini diberlakukan karena penggunaan aksesoris pada saat proses produksi dapat berpotensi untuk mengontaminasi bahan pangan yang sedang diolah. Selama ini di IRTP Gunung Leutik belum diterapkan SOP pekerja seperti ini dikarenakan pengetahuan yang masih terbatas. SOP selanjutnya adalah SOP penerimaan bahan baku. Peraturan ini diterapkan dengan tujuan bahan baku yang diterima berada dalam kondisi yang bagus dari masa penerimaan bahan baku, penyimpanan, hingga saat akan digunakan dalam proses produksi. Inti dari SOP ini adalah bahan baku yang diterima harus dalam kondisi yang baik, kemudian disimpan dengan benar dan apabila akan digunakan dalam produksi maka diberlakukan system FIFO (First In First Out) yang berarti bahan baku yang diterima lebih dulu akan digunakan lebih dulu dalam proses produksi agar kondisi bahan baku yang digunakan tetap bagus.

SOP ruang produksi diterapkan menyangkut kebersihan dan sanitasi ruang produksi yang digunakan. Beberapa poin dari SOP ini adalah ruang produksi wajib dibersihkan sebelum dan setelah proses produksi, dan selama proses produksi pekerja harus menjaga kebersihan ruang produksi dengan membuang sampah dan kotoran pada trashbag yang telah disediakan. Penerapan SOP ruang produksi ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kontaminasi dari ruang produksi yang kurang bersih. Oleh karena itu, penerapan SOP ini juga secara tidak langsung dapat menjaga mutu dari produk akhir yang dihasilkan.

(24)

31 SOP terakhir yang diterapkan adalah SOP penggunaan alat. SOP ini menjelaskan bagaimana alat yang digunakan pada proses produksi harus dioperasikan dengan tepat dan dijaga kebersihannya. Penerapan SOP ini bertujuan untuk menjaga fasilitias produksi tetap terjaga kualitasnya sehingga alur produksi dapat berjalan dengan lancar.

4.5.

SERTIFIKASI PRODUK MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DALAM

SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN

Formula terbaik yang diajukan sebagai formula tetap yang digunakan di industri rumah tangga pangan Desa Benteng. Perbaikan pun telah banyak dilakukan, seperti perbaikan pengolahan (penggunaan timbangan digital agar memperoleh konsistensi dalam formula), label yang digunakan pun sudah sesuai dengan PP 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, kemasan primernya dilakukan perubahan menggunakan alumunium foil agar tetap terlindungi dari terjadinya oksidasi dan secara tidak langsung dapat menjaga umur simpan dari minuman jahe merah instan.

Pengajuan sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) baru dibuka oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada bulan April 2012. Formulir yang yang harus diisi oleh penanggung jawab terdapat pada Lampiran 7. Menurut BPOM (2003), adapun syarat-syaratnya selain mengisi formulir tersebut, diantaranya fotokopi KTP, Surat Keterangan Domisili Usaha dari Desa/Kelurahan, contoh label produk, dan foto penanggung jawab yang akan mengikuti penyuluhan. Setelah dilakukan pengajuan akan dijadwalkan untuk penyuluhan.

Pemohon (penanggung jawab IRTP) setelah menyerahkan permohonan SPP-IRT, maka diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Penyuluhan berlangsung satu hari pada tanggal 9 Mei 2012 dari pukul 08.00-17.00 WIB di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Sebelum diberikan materi dari pihak Dinas Kesehatan Kab. Bogor, pemohon SPP-IRT mendapatkan pre-test terlebih dahulu, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman penanggung jawab mengenai keamanan pangan dan pengolahan yang baik itu. Kemudian, diberikan materi selama sehari. Pemadatan dalam waktu sehari penyuluhan yang dilakukan tidak mengurangi kualitas materi yang disampaikan. Materi penyuluhan terbagi menjadi dua, yaitu materi utama dan materi pelengkap. Materi utama terdiri dari berbagai jenis bahaya (biologis, kimia, dan fisik), cara menghindari dan memusnahkannya, higiene dan sanitasi sarana IRT, cara produksi pangan yang baik industri rumah tangga (CPPB-IRT), dan peraturan perundang-undangan tentang keamanan pangan penggunaan BTP, label, dan iklan pangan. Sedangkan, materi pelengkapnya terdiri atas pengemasan dan penyimpanan produk pangan IRT serta pengembangan usaha P-IRT termasuk etika bisnis. Sebelum penyuluhan berlangsung dilakukan pre-test terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan produsen terhadap keamanan pangan. Setelah itu, pemberian materi dari berbagai narasumber yang telah mendapat sertifikat penyuluh pangan dari BPOM. Materi pun disampaikan secara seksama dan diakhir sesi diberikan post-test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman produsen terhadap materi-materi yang telah diberikan. Hasilnya yang akan menentukan langkah selanjutnya. Apabila nilai yang diperoleh kurang dari 60, maka tidak mendapatkan sertifikat penyuluhan dan berarti harus mengikuti lagi kegiatan penyuluhan keamanan pangan (PKP). Sertifikat PKP milik ibu Sekaryati penanggung jawab industri rumah tangga minuman jahe merah instan terdapat pada Lampiran 8.

Pembagian jadwal untuk pemeriksaan sarana produksi diinformasikan kepada peserta untuk mempersiapkan dan menerapkan CPPB-IRT. Industri rumah tangga pangan (IRTP) minuman jahe merah instan (Konservasi TOGA) mendapat jadwal inspeksi pada tanggal 28 Mei 2012. Sebelum dilakukan pemeriksaan, peneliti melakukan pendampingan untuk menerapkan CPPB-IRT agar dapat menghasilkan pangan yang layak, bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut BPOM (2003), cara produksi pangan yang baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar aman, bermutu, dan layak untuk dikonsumsi.

(25)

32 Penerapan CPPB IRT ini diantaranya adalah pengendalian hama, penerapan sanitasi dan kebersihan saat produksi hingga perbaikan label produk minuman jahe merah instan. Pendampingan ini juga dilakukan pada saat pembuatan tempat produksi yang terpisah (Gambar 16) dan berbeda dari ruangan di dalam rumah dan adanya penggunaan standard operating procedure (SOP) dalam pembuatan minuman jahe merah instan. Setelah dilakukan pendampingan tersebut, IRTP ini diharapkan akan dapat menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik pada saat pemeriksaan maupun setelah pemeriksaan, sehingga IRTP ini telah siap menjadi industri yang layak untuk mendapatkan sertifikat P-IRT.

Dengan pendampingan, proses penurunan sertifikat (SPP-IRT) berlangsung cepat hanya memerlukan waktu 2 minggu. Namun, IRT tanpa pendampingan masih terkendala dalam melakukan perbaikan yang disarankan oleh Dinas Kesehatan sehingga sertifikat PKP dan sertifikat produk pangannya terhambat. Prosesnya lama bisa mencapai lebih dari sebulan untuk sampai ke tangan penanggung jawab. Hal ini disebabkan kondisi secara keseluruhan IRTP kurang berantusias untuk segera melakukan perbaikan karena banyak pertimbangan, salah satunya biaya. Selain itu, pengetahuan akan keamanan pangan dan CPPB-IRT nya pun masih belum terlalu baik sehingga terhambat dalam melakukan perbaikan. Hal itu akan berdampak penting terhadap sertifikat yang akan diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada pemilik IRTP. Hasil dari penyuluhan kurang banyak diterapkan sehingga proses perolehan sertifikatnya lama. Salah satu contohnya, untuk perbaikan label yang sering menjadi masalah di IRTP dengan keadaan yang belum sesuai dengan PP No.69 tahun 1999. IRTP tersebut merupakan salah satu IRTP binaan SEAFAST juga, namun tidak mendapatkan pendampingan yang lebih intensif agar lebih terarah dalam melakukan langkah-langkah perolehan sertifikat produk pangan dan usaha yang dijalankan pun tidak terhambat karena belum mendapatkan izin legal dari sertifikat tersebut. Dengan berbagai hambatan dari pihak penanggung jawab yang harus sehingga harus berulang kali melakukan perbaikan. Oleh karena itu, sertifikat yang diperoleh pun bisa mencapai 3 bulan setelah pemeriksaan sarana dan prasarana.

Pada industri rumah tangga pangan yang lain yang tidak berada dibawah program LPPM IPB tentunya tidak mendapatkan pendampingan seperti IRTP minuman jahe merah instan. Pemilik IRTP harus memperbaiki sarana produksinya tanpa bantuan dari pihak lain. Kekurangan dari sistem ini tentunya perbaikan yang dilakukan tidak secara maksimal. Hal ini berarti, hanya bagian-bagian kecil saja yang dilakukan perbaikan. Untuk IRTP ini, memiliki kendala dalam ruang produksi yang masih bersatu dengan dapur kerumah tangga dan berdekatan dengan toilet sehingga masih memperoleh berita acaranya cukup. Namun, dari pihak Dinas Kesehatan sendiri memberi keringanan kepada pemilik IRTP, apabila masih ditemukan beberapa aspek yang bernilai kurang dari berita acara yang diperoleh hasilnya cukup pada saat pemeriksaan, maka pemilik IRTP dapat memperbaiki aspek tersebut hingga akhirnya mendapatkan sertifikat P-IRT.

Inspeksi sarana produksi di IRT minuman jahe merah instan pada tanggal 28 Mei 2012 berlangsung selama 2 jam. Inspeksi ini bertujuan untuk melakukan peninjauan mengenai hasil dari penyuluhan yang sebelumnya telah dilakukan. Inspeksi dilakukan terhadap berbagai aspek sarana

1 2 3 4 5 6

Gambar 16. Denah ruang produksi minuman jahe merah instan Keterangan: 1. Meja produksi 2. Etalase

(penyimpanan produk jadi) 3. Kompor gas 4. Lemari es

(26)

33 produksi IRTP, beberapa diantaranya adalah lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitias dan kegiatan higiene dan sanitasi, hingga pencatatan dan dokumentasi. Apabila hasil penilaian inspeksi minimal cukup akan memperoleh sertifikat produksi pangan IRT atau nomor P-IRT. Rata-rata nilai pemeriksaan sarana IRTP minuman jahe merah instan bernilai cukup. Dapat dilihat pada Tabel 10 untuk hasil inspeksi oleh Dinas Kesehatan Bogor.

Tabel 10. Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan Kab. Bogor

Parameter pemeriksaan Nilai

A. Lingkungan Produksi

1. Semak Cukup

2. Tempat sampah Cukup

3. Sampah Cukup

4. Selokan Cukup

B. Bangunan dan Fasilitas B.1. Ruang produksi

1. Konstruksi lantai Cukup

2. Kebersihan lantai Cukup

3. Konstruksi dinding Cukup 4. Kebersihan dinding Cukup 5. Konstruksi langit-langit Cukup 6. Kebersihan langit-langit Cukup 7. Konstruksi pintu, jendela dan lubang angin Cukup 8. Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin Cukup

B.2. Kelengkapan ruang produksi

1. Penerangan Cukup

2. PPPK Cukup

B.3. Tempat penyimpanan

1. Tempat penyimpanan bahan dan produk Cukup 2. Tempat peyimpanan bahan bukan pangan Cukup

C. Peralatan Produksi

1. Konstruksi Cukup

2. Tata letak Cukup

3. Kebersihan Cukup

D. Suplai Air

1. Sumber air Cukup

2. Penggunaan air Cukup

3. Air yang kontak langsung dengan pangan Cukup

E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi E.1. Alat cuci/pembersih

1. Kebersihan Alat Cukup

E.2. Fasilitas hygiene karyawan

1. Tempat cuci tangan Cukup

2. Jamban/toilet Cukup

E.3. Kegiatan higiene dan sanitasi

1. Penanggung jawab Cukup

2. Penggunaan detergen dan desinfektan Cukup

F. Pengendalian Hama

1. Hewan piaraan Cukup

2. Pencegahan masuknya hama Cukup 3. Pemberantasan hama Cukup

G. Kesehatan dan Higiene Karyawan G.1. Kesehatan karyawan

(27)

34 Tabel 10. Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan (lanjutan)

Parameter pemeriksaan Nilai

G.2. Kebersihan karyawan

1. Kebersihan badan Cukup

2. Kebersihan pakaian Cukup

3. Kebersihan tangan Cukup

4. Kebersihan luka Cukup

G.3. Kebiasaan karyawan

1. Perilaku karyawan Cukup

2. Perhiasan dan aksesoris lainnya Cukup

H. Pengendalian Proses

1. Penetapan spesifikasi bahan baku Cukup 2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan Cukup 3. Penetapan cara produksi yang baku Cukup 4. Penetapan spesifikasi kemasan Cukup 5. Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi Cukup

I. Label Pangan

1. Persyaratan label Cukup

J. Penyimpanan

1. Penyimpanan bahan dan produk Cukup 2. Tata cara penyimpanan Cukup 3. Penyimpanan bahan berbahaya C

Gambar

Tabel 6. Masalah yang dijumpai di IRTP Desa Benteng
Gambar 5. (a) label sebelum diperbaiki dan (b) label setelah diperbaiki
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah instan
Tabel 7. Hasil analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta
+7

Referensi

Dokumen terkait