• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA Dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA Dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

INTERVENSI AIR MINUM BEROKSIGEN

MEMPERBAIKI STATUS MDA DAN SGOT/SGPT

PENDERITA GANGGUAN FUNGSI PARU

CHARLES / F24090041

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan PT Triusaha Mitraraharja (Garuda Food).

Bogor, Juni 2013

(4)
(5)

ABSTRAK

CHARLES. Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA Dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru. Dibimbing oleh FRANSISKA ZAKARIA RUNGKAT.

Kerusakan fungsi fisiologis dan antomi paru-paru adalah ciri dari manusia penderita gangguan fungsi paru (restriktif dan obstruktif). Baik, restriktif maupun obstruktif bersifat irreversible dan berdampak pada kesesakan selama bernafas dan kekurangan oksigen. Air minum beroksigen dapat memberikan suplai oksigen tambahan yang ditunjukkan melalui tren peningkatan saturasi oksigen dalam darah (SaO2) pada penderita gangguan fungsi paru. Pemberian air minum beroksigen dilakukan selama 21 hari dengan mengukur perubahan kadar MDA dan SGOT/SGPT pada 16 responden penderita gangguan fungsi paru. Pengukuran MDA menggunakan prinsip metode TBARS dan pengkuran SGOT/SGPT menggunakan metode IFCC. Penelitian ini dilakukan dengan persetujuan ethical clearance dan informed consent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama intervensi terjadi penurunan kadar MDA dari sebelum intervensi (5.87±1.00 nmol/ml) dengan setelah intervensi (5.21±1.34 nmol/ml) namun secara statistik penurunan ini tidak signifikan (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa air minum beroksigen tidak menimbulkan kerusakan oksidatif. Selain itu, air minum beroksigen juga mampu menurunkan nilai SGOT/SGPT responden secara signifikan (P<0.05) dari 50.56±14.72 / 41.31±12.42 U/L menjadi 35.43±10.55 / 24.37±8.28 U/L. Penurunan SGOT/SGPT ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan status kesehatan hati responden selama intervensi.

(6)

ABSTRACT

CHARLES. Intervention with Oxygenated Water Improved MDA and SGOT/SGPT Status of Lung Disease Patients. Supervised by FRANSISKA ZAKARIA RUNGKAT.

Damaged of physiological function and anatomy of lung are signs of lung disease patients, including restriction and obstruction. Both restriction and obstruction are irreversible and resulted in breathlessness and oxygenation degression. Oxygenated water provides extra oxygen, shown by elevation of blood oxygen saturation (SaO2) of lung disease patients. Provision of oxygenated water was conducted for 21 days by measuring the changes of MDA level and SGOT/SGPT status of 16 lung disease patients. MDA level was measured by TBARS method principle and SGOT/SGPT status was measured by IFCC method. This research was conducted by approval ethical clearance and informed consent. This research showed that drinking oxygenated water lowered MDA level from 5.87±1.00 nmol/ml to 5.21±1.34 nmol/ml but it didn’t give significant change (p>0,05) by t-student test. This result showed that oxygenated water didn’t lead to increase oxidative damage. Furthermore, drinking oxygenated water lowered SGOT/SGPT status from 50,5625±14,7239 / 41,3125±12,4242 U/L to 35,4375±10,5575 / 24,3750±8,2855 U/L and it gave significant changes (p<0,05) by t-student test. The decrease of SGOT/SGPT status showed that oxygenated water can improve the condition of their liver.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

INTERVENSI AIR MINUM BEROKSIGEN

MEMPERBAIKI STATUS MDA DAN SGOT/SGPT

PENDERITA GANGGUAN FUNGSI PARU

CHARLES / F24090041

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Febuari 2013 ini ialah studi intervensi air minum beroksigen, dengan judul Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Fransiska Zakaria Rungkat, M.Sc selaku pembimbing dalam menempuh studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan dalam penelitian ini. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada PT. Triusaha Mitraraharja (Garuda Food) selaku sponsor peneltian dan kepada Klinik Katili serta seluruh tim dokter (dr. Amalia, dr. Cholid, dr. Wira), perawat dan pegawai yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr April Wardhana dan Bapak Dr Didik T. Subekti dalam bimbingan dan arahannya selama penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet) dan juga kepada staf laboran laboratorium biokimia pangan (Mba Vera dan Pak Adhi) serta seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc. dan Ibu Dr. .Ir. Didah Nurfaridah, M.Si. selaku dosen penguji dalam sidang tugas akhir penulis yang diadakan 3 Juli 2013.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta (Bapak Jusuf Gunawan dan Ibu Setinah), Ibu Baptis (Caroline Gunawan), adik kandung (Christopher dan Catherine), dan keluarga besar penulis yang dengan luar biasa memberikan dukungan moril dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa juga ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada tim peneliti (Kak Gina, Kak Intan, Kak Wira, Kak Welya, Ardi, dan Lina), Pricilia, Trina, Irene, Adri, Lina, Iyan, Henry, Satria, Gelar, Yanda, Aktris, Sarah Fidilah, serta teman-teman ITP 46 atas segala kerjasama dan dukungannya selama studi dan penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Gangguan Fungsi Paru 3

Air Minum Beroksigen 3

Reactive Oxygen Species 4

Hati 4

METODOLOGI PENELITIAN 5

Prosedur Penelitian 5

Prosedur Analisis Darah 6

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kadar MDA pada Plasma Responden 7

Nilai SGOT/SGPT Responden 9

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Data individu kadar MDA responden sebelum intervensi dan setelah

intervensi 8

2 Data rata-rata kadar MDA responden sebelum intervensi dan setelah

intervensi 8

3 Data individu nilai SGOT responden sebelum intervensi dan setelah

intervensi 10

4 Data rata-rata nilai SGOT responden sebelum intervensi dan setelah

intervensi. 10

5 Data individu nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah

intervensi 11

6 Data rata-rata nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah

intervensi 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Kadar MDA 16

2 Data Nilai SGOT/SGPT 16

3 Kurva Standar TEP (Analisis MDA) 17

4 Hasil uji t-student kadar rata-rata MDA sebelum dan setelah intervensi 17 5 Hasil uji t-student nilai rata-rata SGOT sebelum dan setelah intervensi 17 6 Hasil uji t-student nilai rata-rata SGPT sebelum dan setelah intervensi 17 7 Perbandingan kadar MDA sebelum dan setelah intervensi 18 8 Perbandingan nilai SGOT sebelum dan setelah intervensi 18 9 Perbandingan nilai SGPT sebelum dan setelah intervensi 19

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Oksigen adalah molekul yang penting bagi kehidupan. Manusia tidak akan mampu bertahan hidup jika tidak ada ketersediaan oksigen bagi tubuhnya (Zakaria 2004). Dalam tubuh, oksigen digunakan untuk metabolisme yang dapat menghasilkan ATP sebagai sumber energi (Nelson dan Michael, 2004). Pada manusia normal, oksigen dapat dipenuhi dengan bernafas. Kandungan oksigen di udara adalah sekitar 21% (Oxtoby et al. 2007). Oksigen dari udara akan digunakan paru-paru dan disebarkan ke seluruh sel tubuh melalui pengangkutan oleh sel darah merah dengan membentuk oksihemoglobin. Hemoglobin yang 100% jenuh dengan oksigen mampu mengikat 1,34 ml oksigen per gram hemoglobin (Schwartz 1992), namun tidak semua manusia memiliki fungsi fisiologis dan anatomi paru-paru yang normal. Kerusakan fungsi fisiologis dan anatomi paru adalah ciri dari manusia penderita penyakit paru restriktif maupun obstruktif kronik (GOLD 2006).

Penyakit paru restriktif merupakan penyakit akibat gangguan ekspansi paru sehingga volume statis paru mengecil dan ventilasi yang tidak memadai, sedangkan penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit yang dikarakterisasi oleh berkurangnya aliran ekspiratoris maksimum dan melambatnya kemampuan mengosongkan paru-paru karena adanya beberapa kombinasi penyakit dari sistem aliran udara dan emfisema (Siafakas et al. 1995). Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit keempat terbesar di dunia yang menyebabkan kematian (WHO 2000). Kerusakan paru yang terjadi pada penderita restriktif maupun obstruktif kronik bersifat irreversible sehingga penyakit ini tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dicegah atau dijaga agar tidak memperparah kerusakan yang ada. Faktor penyebab munculnya penyakit ini adalah kebiasaan merokok, faktor genetik karena kekurangan alfa-1 antitripsin, infeksi, dan polusi udara seperti debu, zat kimia, asap rokok, maupun zat hasil pembakaran (GOLD 2006). Kesulitan bernafas dan rendahnya status oksigen dalam tubuh adalah kendala utama yang menyebabkan menurunnya energi yang terbentuk sehingga dapat menghambat aktivitas kehidupan.

(14)

2

Selain itu, hati merupakan organ yang menggunakan oksigen dalam jumlah yang cukup besar (20-30%) untuk menjalankan fungsinya (Koolman 1995) dan hati adalah organ pertama yang mendapatkan oksigen dari sitem pencernaan setelah oksigen berdifusi secara pasif melalui usus halus (Forth dan Adam 2001) sehingga diperlukan evaluasi mengenai pengaruh air minum beroksigen ini terhadap status kesehatan hati penderita gangguan fungsi paru, baik restriktif maupun obstruktif. Evaluasi kesehatan hati ini dapat dilakukan dengan menggunakan parameter nilai serum glutamic-oxaloacetic transaminase / serum glutamic-pyruvic transaminase (SGOT/SGPT) yang merupakan parameter umum digunakan secara medis untuk mengetahui tingkat kesehatan hati.

Perumusan Masalah

Penderita gangguan fungsi paru restriktif maupun obstruktif cukup tinggi di Indonesia dan terus dapat meningkat karena pola hidup dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung kesehatan paru. Keterbatasan fungsi paru tersebut menyebabkan rendahnya status oksigen dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah, baik pada munculnya penyakit lain maupun menurunnya produktivitas. Adanya teknologi oksigenasi pada air minum yang dapat diserap melalui sistem pencernaan berpotensi dalam memberikan suplai oksigen tambahan pada penderita gangguan fungsi paru.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh dari air minum oksigen tinggi (100 ppm) terhadap kadar malonaldehida (MDA) dalam plasma yang menjadi parameter tingkat oksidasi dalam tubuh dan nilai SGOT/SGPT yang merupakan parameter kesehatan hati pada penderita gangguan fungsi paru.

Manfaat Penelitian

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Fungsi Paru

Keterbatasan aliran udara ke paru-paru merupakan ciri dari penderita gangguan fungsi paru. Restriktif dan obstruktif merupakan penyakit dari adanya gangguan fungsi paru. Efek sistemik dari penyakit ini adalah inflamasi sistemik, abnormalitas status nutrisi dan kehilangan berat badan, disfungsi otot, dan efek sistemik potensial lainnya, seperti penyakit jantung, gangguan sistem saraf yang menyebabkan depresi, dan meningkatnya prevalensi terhadap osteoporosis (Agusti et al. 2003). Keterbatasan fungsi paru ini menyebabkan menurunnya ketersediaan oksigen dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan keadaan kekurangan oksigen bagi sel yang kemudian berpengaruh pada menurunnya produktivitas kehidupan.

Air Minum Beroksigen

Air minum beroksigen tinggi adalah air minum yang mengandung oksigen tujuh sampai sepuluh kali lebih besar dari oksigen yang terkandung pada air minum biasa (Wilmert et al. 2002). Umumnya, air minum biasa mengandung 5-7 ppm dan air minum yang berasal dari pegunungan yang masih segar mengandung 10-12 ppm (Gruber et al. 2005). Pada prinsipnya, proses produksi air minum beroksigen ini serupa dengan pembuatan air minum dalam kemasan (AMDK) namun ada perbedaan mendasar, yakni adanya penambahan oksigen terlarut yang diinjeksikan ke dalam botol air minum tersebut. Proses injeksi ini dilakukan pada kondisi kedap udara, suhu rendah, dan tekanan tinggi (Zakaria 2005). Adanya proses oksigenasi pada air minum mampu meningkatkan oksigen terlarut secara fisik sampai dengan 120 ppm (Speit et al. 2002). Pengukuran kadar oksigen dalam air minum dapat dilakukan dengan menggunakan nuclear magnetic resonance (NMR) yang cepat dapat dipercaya (Nestle et al. 2003).

(16)

4

Reactive Oxygen Species

Pada keadaan normal, oksigen diubah menjadi H2O dalam tubuh namun oksigen juga dapat membentuk Reactive Oxygen Species (ROS) yang bersifat radikal. Senyawa radikal didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital luarnya (Halliwel et al. 1992). Beberapa jenis Reactive Oxygen Species yang ditemukan dalam tubuh adalah hidroksil radikal (OH*), anion superoksida radikal (O2*), radikal lemak peroksil (LOO*), dan radikal nitrit oksida (NO*) (Langseth dan Kehrer 1993). Senyawa ini dapat terbentuk secara endogen, yakni respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh, maupun secara eksogen, yakni dari polusi, makanan, maupun sinar uv. Senyawa tersebut dapat menginisiasi terjadinya rantai oksidasi dalam tubuh dan jika terus berlanjut dapat menimbulkan kerusakan oksidatif. Menurut Rice Evans et al. (1991), senyawa radikal dapat menyerang DNA/RNA, protein, maupun asam lemak tak jenuh (ALTJ). Kerusakan yang terjadi jika DNA menjadi target senyawa radikal adalah pemotongan rantai deoksi, kerusakan basa, dan untaian pecah sehingga dapat menimbulkan mutasi, kesalahan translasi, dan penghambatan sintesis protein. Kerusakan yang terjadi jika protein menjadi target senyawa radikal adalah agregasi dan ikatan silang, fragmentasi dan pemecahan, serta modifikasi grup tiol sehingga dapat menimbulkan modifikasi transpor ion dan modifikasi enzim. Jika asam lemak tidak jenuh (ALTJ) menjadi target senyawa radikal maka kerusakan yang terjadi adalah kehilangan ketidakjenuhan dan pembentukan metabolit reaktif, salah satunya MDA, sehingga dapat mengubah fluiditas lipid, mengubah permeabilitas, serta mempengaruhi enzim yang terdapat pada membran sel. Senyawa radikal juga dapat dihasilkan selama proses fagositosis dan inflamasi untuk aktivitas bakteriosid dan penghilangan partikel asing. Reactive Oxygen Species yang menyerang lipida membran sel dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dan menyebabkan sel lebih peka terhadap racun/toksin dan agen karsinogenik sehingga dapat menimbulkan kondisi kronis seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penuaan (Ruxton 1994).

Hati

(17)

5 Darah dari usus dalam vena porta mengalir ke hati sebelum kembali ke jantung dan paru-paru. Pada jalur ini, toksin dan berbagai produk pangan akan dihilangkan dari darah sebelum darah kembali ke jantung. Hati juga memiliki arteri hepatika (dari bilik kiri jantung) yang dapat mensuplai darah yang penuh dengan oksigen ke organ tersebut (Lee 2000). Hati juga merupakan organ pertama yang mendapatkan suplai oksigen yang berasal dari sistem pencernaan setelah oksigen berdifusi pasif masuk ke vena porta dari usus halus (Forth dan Adam 2001). Hati mengkonsumsi sekitar 20-33% total oksigen yang digunakan tubuh (McClelland et al. 2003). Di dalam organ hati, oksigen yang berasal dari vena hepatika dan arteri hepatika akan digunakan untuk proses metabolisme yang dapat menghasilkan energi untuk aktivitas sel-sel kupffer tersebut (Billiar dan Curran 1992).

Adanya kondisi kekurangan nutrisi (sistein, tokoferol, dan vitamin B kompleks), konsumsi alkohol yang berlebihan, virus, obat-obatan (parasetamol, aspirin), senyawa radikal, dan aflatoksin dapat menyebabkan terganggunya fungsi hati. Terganggunya fungsi hati ini biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin (50mg/L), enzim alanin transferase (ALT), aspartate transferase (AST), dan gamma-glutamiltransferase (GGT) dalam darah (Lu 1995). Letak AST ada di mitokondria organ hati, jantung, dan ginjal, serta enzim ini mencerminkan nilai SGOT. Sedangkan, letak ALT hanya di sitosol hati saja dan mencerminkan nilai SGPT. Kedua enzim ini penting dalam diagnosis kerusakan hati. Kerusakan sel hati menyebabkan enzim ini bocor ke dalam aliran darah sehingga pengukuran konsentrasi kedua enzim ini dalam darah dapat memberikan informasi mengenai tingkat kerusakan hati (Vadivu et al. 2008).

METODOLOGI PENELITIAN

Prosedur Penelitian

Pemilihan Responden

Penelitian intervensi air minum beroksigen ini dilakukan terhadap pasien dengan kerusakan jalur pernapasan secara irreversible. Penjajakan calon responden dilakukan dengan pemeriksaan gratis dan lengkap, meliputi hematologi, rontgen, spirometri, dan analisa darah, sebagai screening responden tahap awal kegiatan penelitian. Dari kegiatan ini, didapat 18 calon responden.

Sosialisasi Kegiatan

(18)

6

penelitian ini. Jumlah minimum responden untuk penelitian air minum beroksigen adalah 8-12 responden (Speit et al. 2002; Gruber et al. 2005; Wilmert et al. 2002).

Intervensi Responden

Responden yang ikut secara sukarela diintervensi selama 21 hari dengan 2 botol per hari. Masing-masing botol mengandung 385 ml air minum beroksigen 100 ppm. Satu botol diberikan pagi hari dan satu botol diberikan pada sore hari.

Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan dua kali selama rangkaian penelitian, yakni pada hari ke-0 (sebelum intervensi) dan hari ke-21 (setelah intervensi) oleh perawat yang ada di klinik katili. Pengambilan darah ini bertujuan untuk analisis malonaldehida (MDA) sebagai indikator kerusakan oksidasi dan SGOT/SGPT sebagai parameter kesehatan fungsi hati.

Prosedur Analisis Darah

Kadar MDA (modifikasi metode Prangdimurti et al. 2012)

Metode analisis yang digunakan adalah metode TBARS. Reagen yang digunakan adalah HCl 0,25N yang mengandung 15% TCA, 0,38% TBA, dan 0,5% BHT. Kurva standar menggunakan TEP sebagai standarnya. Plasma darah atau TEP dicampur dengan reagen yang mengandung TBA tersebut kemudian dipanaskan pada air mendidih selama 30 menit. Setelah dingin, campuran disentrifus 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan jernih kemudian diukur pada absorbansi 540 nm menggunakan ELISA reader. Kemudian, hasil yang didapat diplotkan ke kurva standar TEP untuk menghitung kadar MDA sampel.

Nilai SGOT/SGPT

(19)

7

Prosedur Analisis Data

Analisis data statistik dilakukan dengan uji t-student untuk kadar MDA dan nilai SGOT/SGPT pada sebelum dan setelah intervensi dengan tingkat kepercayaan 95%. P value kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa hasil antara sebelum dan setelah intervensi berbeda nyata. Kalkulasi dan analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS Statitics 20.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar MDA pada Plasma Responden

Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode Prangdimurti et al. (2012). Pada prinsipnya, MDA akan bereaksi dengan TBA yang akan membentuk kompleks bewarna merah muda. Menurut metode dalam Tarladgis (1960), absorbansi maksimum dari kompleks warna yang terbentuk dengan reagen TBA adalah 538 nm sampai 543 nm sehingga pada penelitian ini menggunakan ELISA reader 540 nm dalam pengukuran kadar MDA. Hal ini juga sudah dilakukan oleh Erniati et al. (2012). Pada reagen TBA, terdapat TCA yang berfungsi dalam mengendapkan protein yang terdapat pada plasma, BHT yang berfungsi dalam mencegah terjadinya oksidasi lanjut selama analisis, dan HCl yang berfungsi memberikan suasana asam yang jika ditambah dengan panas dapat membantu pelepasan MDA terikat dan juga penguraian TEP yang berfungsi sebagai standar menjadi etanol dan hemiasetal. Kemudian, hemiasetal akan terurai menjadi etanol dan MDA.

(20)

8

besar kerusakan oksidatif yang terjadi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa air minum beroksigen tidak memicu kerusakan oksidatif pada tubuh responden dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini didukung oleh penelitian Speit et al. (2002) yang menyatakan bahwa dengan menggunakan uji comet, air minum beroksigen tidak memicu efek genotoksik. Selain itu, Gruber et al. (2005) juga menyatakan bahwa konsumsi air minum beroksigen tidak menimbulkan efek patologi pada hati, darah, maupun pada sistem imun.

(21)

9 Pada data individu responden untuk kadar MDA, terdapat 6 dari 16 responden yang mengalami peningkatan kadar MDA (lampiran 7). Peningkatan kadar MDA dapat terbentuk dari berbagai macam reaksi seperti kebocoran sistem mitokondria, oksidasi lipid, olahraga dan aktivitas berat, dekomposisi asam amino dan komponen karbohidrat serta reaksi yang melibatkan radikal bebas termasuk adanya pencemaran pada produk pangan yang dikonsumsi, konsumsi minyak sawit teroksidasi secara berlebih, dan menurunnya asupan antioksidan seperti dari buah dan sayur (Putri 2009; Kumendong 1996; Widjaja 1997). Seperti yang disampaikan oleh Lizuardi (2013) bahwa selama intervensi responden PAh, PSa dan PSu mengalami peningkatan konsumsi gorengan (lampiran 10), responden PU tidak mengonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber antioksidan tetapi mengalami peningkatan konsumsi protein bakar (lampiran 10), dan responden BS dan BI mengalami peningkatan konsumsi gorengan dan penurunan konsumsi sayur dan buah (lampiran 10). Hal ini juga dapat mempengaruhi kenaikan kadar MDA responden tersebut. Selain itu, seperti yang disampaikan dalam jurnal Ozden et al. (2002) dan Namiduru et al. (2011) bahwa kondisi kesehatan mempengaruhi kadar MDA manusia dimana pada manusia yang sehat memiliki kadar MDA yang lebih sedikit dibandingkan manusia yang sedang menderita penyakit. Hal yang sama juga disampaikan oleh Agusti et al. (2003) yang menyatakan bahwa kerusakan oksidatif pada penderita penyakit paru obstruktif kronik lebih besar dari yang sehat. Adapun penurunan kadar MDA pada 10 responden dapat menunjukkan bahwa konsumsi air minum beroksigen mampu memberikan suplai oksigen tambahan yang kemudian dapat membantu perbaikan kesehatan responden.

Nilai SGOT/SGPT Responden

(22)

10

(23)

11

Gambar 5. Data individu nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah intervensi

Gambar 6. Data rata-rata nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah intervensi

Penurunan nilai SGOT/SGPT ini menunjukkan bahwa suplai oksigen tambahan dalam air minum tersebut tidaklah membentuk radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas seperti ROS jika terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sel hati (Urakami et al. 2007) yang dapat berdampak pada peningkatan nilai SGOT/SGPT. Namun, hasil penelitian ini lebih menunjukkan bahwa adanya suplai oksigen tambahan yang didapat dari air minum beroksigen dapat membantu

(24)

12

meningkatkan kesehatan organ hati responden yang diamati melalui penurunan nilai SGOT/SGPT yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% melalui uji t-student. Hal ini didukung dengan penelitian Orman et al. (2011) yang menunjukkan bahwa adanya ketersediaan oksigen yang cukup pada organ hati dapat membantu organ tersebut dalam menjalankan fungsinya. Adapun kurangnya ketersediaan oksigen bagi organ hati dapat menghambat kerja hati dalam menjalankan fungsinya dan meningkatkan resiko munculnya atau berkembangnya penyakit pada organ hati.

Pada data individu nilai SGOT/SGPT, terdapat 2 dari 16 responden yang mengalami peningkatan nilai SGOT (lampiran 8) dan 1 dari 16 responden yang mengalami peningkatan SGPT (lampiran 9). Responden BI mengalami peningkatan baik pada SGOT maupun SGPT. Hal ini dapat terjadi karena adanya kerusakan pada sel hati responden yang dapat diakibatkan dari adanya beberapa faktor seperti konsumsi obat-obatan, adanya senyawa xenobiotik dari pangan yang dikonsumsi (Lima 2006), kondisi kekurangan nutrisi (sistein, tokoferol, maupun vit B kompleks), ataupun adanya kerusakan oksidatif. Sedangkan, responden PMi hanya mengalami peningkatan nilai SGOT tetapi nilai SGPT-nya tetap. SGOT mencerminkan enzim AST yang tidak hanya terdapat di hati, tetapi juga di jantung dan ginjal. Sedangkan SGPT mencerminkan enzim ALT yang hanya terdapat di hati. Peningkatan nilai SGOT dengan nilai SGPT tetap ini dapat mencerminkan bahwa kondisi kesehatan organ hati responden sebenarnya belum tentu mengalami penurunan tetapi bisa saja terjadi kerusakan di organ jantung ataupun ginjal. Hal ini dapat terjadi karena umumnya penderita gangguan fungsi paru dapat mengalami penyakit komplikasi seperti penyakit anemia kronis dan penyakit jantung (GOLD 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Air minum beroksigen tidak memicu pembentukan MDA sehingga air minum beroksigen aman untuk dikonsumsi penderita penyakit paru restriktif maupun obstruktif kronik. Selain itu, air minum beroksigen mampu menurunkan nilai SGOT/SGPT responden. Hal ini menunjukkan bahwa suplai oksigen tambahan dapat meningkatkan kesehatan hati responden penderita penyakit paru restriktif maupun obstruktif kronik.

Saran

(25)

13

DAFTAR PUSTAKA

Agusti AGN, A Noguera, J Sauleda, E Sala, J Pons, X Busquets. 2003. Systemic effects of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 21: 347-360. Billiar TR, Curran RD.1992. Hepatocyte and Kupffer Cell Interactions. Florida:

CRC Press Inc.

British Liver Trust. 2012. A brief summary of the liver’s functions. http://www. Britishlivertrust.org.uk/ [28 Mei 2013].

Diplock AT. 1991. Antioxidant nutrients and disease prevention: An Overview. Am J Clin Nutr 53: 314-321.

Donelly JK, DS Robinson. 1990. Oxygen radicals in living systems and in food. BNF Nutrition Bulletin vol. 15:114-129.

Erniati, Fransiska RZ, Bambang PP. 2012. Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao (Theobroma cacao L.) Bebas Lemak Terhadap Sifat Antioksidatif Limfosit Subyek Perempuan. J Teknol. dan Industri Pertanian, V0l XXIII tahun 2012: 81-85.

Esterbauer H, Schaur RJ, Zollner H. 1991. Chemistry and biochemistry of 4-hydroxynonenal, malonaldehyde and related aldehydes. Free Radic Biol Med 11 (1): 81-128.

Forth W, O Adam. 2001. Uptake of oxygen from the Intestine experiments with Rabbits. European Journal of Medical research 6: 488-492.

GOLD [Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease]. 2006. Global Strategy For The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Oregon: MCR Vision, Inc.

Gruber R, S. Axmann, MH Schoenberg. 2005. The influence of oxygenated water on the immune status, liver enzymes, and the generation of oxygen radicals: a prospective , randomised, blinded clinical study. Journal of Clinical Nutrition 24: 407-414.

Halliwell, Aruoma OI. 1991. DNA damage by oxygen derived species. Its mechanism and measurement in mammalian systems. FEBS letter 281: 9-19. Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1992. Free radicals, antioxidants, and

human disease: where are we now? J Lab Clin Med 119 (6): 598-620.

Huang X.J., Choi Y.K., Im H.S., Yarimaga O, Yoon E dan Kim, H.S. 2006. Aspartate Aminotransferase (AST/GOT) and Alanine Aminotransferase (ALT/GPT) Detection Techniques: Review. Sensors 6: 756-782.

Kumendong E. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan pada populasi dewasa rentan pencemaran makanan. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Koolman J, Rohm KH. 1995. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI, penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry. Langseth L, Kehrer JP. 1993. Oxidants, Antioxidants, and Disease prevention.

Belgium: ILSI Europe.

Lee J. 2000. Metabolic powerhouse. New Scientist 168(2264):135.

(26)

14

Lizuardi AB. 2013. Intervensi Air minum beroksigen berpotensi memperbaiki status lipida penderita gangguan fungsi paru [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor, siap terbit.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Risiko. Edisi ke-2. Jakarta: UI press.

McClelland RE, MacDonald JM, Coger RN. 2003. Modeling O2 transport within engineered hepatic devices. Biotechnology and Bioengineering 82: 12-27. Namıduru ES, Tarakçıoğlu M, Namıduru M, Kocabaş R, Erbağcı B, Meram I,

Karaoğlan I, Yılmaz N, Çekmen M. 2011. Increased serum nitric oxide and malondialdehyde levels in patients with acute intestinal amebiasis. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine (2011): 478-481.

Nelson D.L, Michael M.C. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry 4th Edition. USA : University of Winconsin-Madison.

Nestle N, Thomas, B, Reinhard, N. 2003. Oxygen determination in oxygen-supersaturated drinking waters by NMR relaxometry. Journal of Water Research. 37 : 3361-3366.

Nestle F, Wunderlich A, Nussle-Kugele K. 2004. In vivo observation of oxygen super-saturated water in the human mouth and stomach. MRI vol. 22 (44): 551-556.

Olson E, Erin B, Kedar M. 1999. Principles of liver support systems. http://biomed.brown.edu/courses/BI108/BI108_1999_Groups/Liver_team/ Liver.html [28 Mei 2013].

Orman MA, Marianthi GI, Ioannis PA, Francois B. 2011. Metabolic response of perfused livers to various oxygenation conditions. Article Biotechnology and Bioengineering.

Oxtoby DW, Gillis HP, Nachtrieb NH, Campio A. 2007. Principles of Modern Chemistry. Thomson books / Cole Publisher, California.

Ozden M, Hale M, Derya A, Pinar C, Betul K. 2002. Erythrocyte glutathione, plasma malondialdehyde, and erythrocyte glutathione levels in hemodialysis and CAPD patients. Clinical Biochemistry 35: 269-273.

Prangdimurti E, FR Zakaria, NS Palupi, S Koswara, A Hartoyo. 2012. Penuntun Praktikum Evaluasi Biologis Komponen Pangan. Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Putri KR. 2009. Proliferasi limfosit dan kadar malonaldehida pada produk pepes ikan radiasi. [skripksi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Rice-Evans LA, AT Diplock, MCR Symons. 1991. Techniques in free radical

research. Laboratory techniques in Biochemistry and Molecular Biology vol 22. Burdon RH dan PH Knippenberg (eds). Elecvier London.

Schoenberg MH, Hierl TC, Zhao J, Wohlgemuth N, Nilson UA. 2002. The generation of oxygen radicals after drinking of oxygenated water. European Journal Medical Research 7: 109-116

Schwartz, NB. 1992. Carbohydrate Metabolism II: Special Pathway. In: Devlin TM. Ed. textbook of Biochemistry with Clinical Correlations (3rd ed). Wiley-Liss.

(27)

15 Speit GP, Schutz, Trenz, A Rothfuss. 2002. Oxygenated Water Does Not Induce

Genotoxic effects in the Commet Assay. Toxicology Letters 133: 203-210. Suresh DR, Sendil Kumaran, Annam V, Hamsaveena. 2010. Age related changes

in malondialdehyde: total antioxidant capacity ratio – a novel marker of oxidative stress. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1 (2): 1-6. Surono IS, Ali Khomsan, Enok Sobariah, Darti Nurani. 2010. Effect of

oxygenated water and probiotic administration on fecal microbiota of rats. Microbiology Indonesia ISSN 1978-3477 vol 4:17-21.

Tarladgis BG, BM Watts, M Younathan. 1960. Distilation method for the determination of malonaldehyde in rancid foods. J. of American Oil Chemistry Society 37 (1): 44-48

Urakami H, Yuta A, Matthew BG. 2007. Role of reactive metabolites of oxygen and nitrogen in partial liver transplantation: lessons learned from reduced-size liver ischaemia and reperfusion injury. Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology 34: 912-919.

Vadivu R, Krithika A, Biplab C, Dedeepya P, Shoeb N, Lakshmi KS. 2008. Evaluation of hepatoprotective activity of the fruits of Coccinia grandis Linn. Int J Health Res 1 (3): 163-168.

WHO. 2000. COPDstat. http://www.who.int/whr/2000/en/statistics.htm [10 Desember 2012].

Widjaja A. 1997. Ketersediaan hayati vitamin C dan E dari sayuran dan buah-buahan serta fungsinya sebagai penurun malonaldehida plasma pada populasi buruh industri di Bogor. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wilmert N, John P Porcari, Carl Foster, Scott Doberstein, Glenn Brice. 2002. The effects of oxygenated water on exercise physiology during incrimental exercise and recovery. Journal of Exercise Physiology Online ISSN 1097-9751 vol. 5 (4): 16-21.

Zakaria, FR. 2004. Evaluasi Keamanan Konsumsi Oksigen dari Air Minum Beroksigen bagi Kesehatan. Materi Presentasi dalam Diskusi Ilmiah Air Minum Penambah Oksigen. R&K Health Living dan Fateta-IPB. Bogor.

(28)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Kadar MDA

Responden Kadar MDA (nmol/ml)

Lampiran 2 Data Nilai SGOT/SGPT

Responden Nilai SGOT (U/L) Nilai SGPT (U/L) Sebelum Setelah Sebelum Setelah

AY 56 41 53 19

(29)

17

Lampiran 3 Kurva StandarTEP (Analisis MDA)

Lampiran 4 Hasil uji t-student untuk kadar MDA rata-rata sebelum dengan setelah intervensi

Lampiran 5 Hasil uji t-student untuk nilai SGOT rata-rata sebelum dengan setelah intervensi

Lampiran 6 Hasil uji t-student untuk nilai SGPT rata-rata sebelum dengan setelah intervensi

y = 0,0194x + 0,0337 R² = 0,9892

0,0000000 0,2000000 0,4000000 0,6000000

0 5 10 15 20 25 30

A

b

sor

b

an

si

konsentrasi (nmol/ml)

Kurva Standar TEP

Kurva Standar TEP

(30)

18

Lampiran 7 Perbandingan kadar MDA sebelum dan setelah intervensi Parameter statistik Sebelum (nmol/ml) Setelah (nmol/ml)

Rata-rata 5,87 5,21

Standar deviasi 1,00 1,34

Maksimum 7,84 8,03

Minimum 3,78 3,47

Uji berpasangan Tidak signifikan

Jumlah responden naik 6

Jumlah responden tetap 0

Jumlah responden turun 10

Lampiran 8 Perbandingan nilai SGOT sebelum dan setelah intervensi

Parameter statistik Sebelum (U/L) Setelah (U/L)

Rata-rata 50,5625 35,4375

Standar deviasi 14,7239 10,5575

Maksimum 76 55

Minimum 24 21

Uji berpasangan Signifikan pada p<0,05

Jumlah responden naik 2

Jumlah responden tetap 0

(31)

19 Lampiran 9 Perbandingan nilai SGPT sebelum dan setelah intervensi

Parameter statistik Sebelum (U/L) Setelah (U/L)

Rata-rata 41,3125 24,3750

Standar deviasi 12,4242 8,2855

Maksimum 60 38

Minimum 11 11

Uji berpasangan Signifikan pada p<0,05

Jumlah responden naik 1

Jumlah responden tetap 1

Jumlah responden turun 14

(32)
(33)
(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1. Data individu kadar MDA responden sebelum intervensi dan setelah
Gambar 3. Data individu nilai SGOT responden sebelum intervensi dan setelah
Gambar 5. Data individu nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah

Referensi

Dokumen terkait

Oktaviani, W., Perbedaan Efektivitas Daya Antibakteri antara Klorheksidin Diglukonat 2% dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Buah Mahkota Dewa, Skripsi, Yogyakarta :

Rencana ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan yang mempunyai arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi. Fungsi ruang terbuka

Atap stadion disusun oleh space frame baja didukung oleh 4 struktur lengkung melalui kabel-kabel baja pada jarak tiap enam meter. Struktur lengkung ditumpu oleh

10 Kemasyhuran al-Attas dalam dunia internasional tidak diragukan lagi, disamping pemikiran dan karyanya yang sangat berwibawa juga dicerminkan dari kisah pertualangan panjang

Berdasarkan hasil yang dicapai dari pembuatan perangkat lunak pengujian kebocoran pada perangkat lunak firewall di sisi klien dan dari pembahasan sebelumnya dapat

Porsi populasi pakan alami terhadap kebutuhan harian larva udang windu fase zoea (Tabel 1) pada perlakuan A yakni 1.500 sel/ekor larva dan B yakni 2.500 sel/ekor

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Keberhasilan Partai Golkar dalam pemilu 2004 dapat disebabkan dari sisi internal: (1) Partai Golkar benar-benar berjuang sekuat tenaga berbenah diri menjadi partai