• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Distribusi Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini, Perairan Di Sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka Menggunakan Metode Hidroakustik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Distribusi Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini, Perairan Di Sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka Menggunakan Metode Hidroakustik."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan ikan di wilayah perairan Indonesia sangat beragam dan terus

mengalami perubahan karena adanya ruaya dan migrasi ikan, dengan kata lain terjadi

perubahan stok dan ikan secara spasial dan temporal. Hal ini mendorong perlunya

dilakukan pendugaan stok, karena industri perikanan memerlukan informasi tentang

distribusi ikan dalam rangka efisiensi operasi penangkapan yang dilakukan.

Salah satu teknologi yang digunakan untuk mengetahui informasi tentang stok

dan keberadaan ikan di wilayah perairan laut Indonesia adalah dengan metode

hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam pendugaan stok ikan masih

sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan yang terdapat pada titik-titik

lokasi penangkapan. Metode hidroakustik juga diperlukan untuk tujuan eksplorasi

sumberdaya hayati laut dimana dengan metode tersebut dapat dilihat kelimpahan ikan

secara spasial dan temporal.

Metode hidroakustik memiliki kecepatan tinggi untuk memproses data secara

cepat dan bersamaan (real time), akurat dan berketepatan tinggi sehingga dapat

memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data dan informasi

sumberdaya perikanan. Berkenaan dengan perairan Teluk Tomini yang potensial dan

strategis sebagai daerah penangkapan ikan, maka perlu adanya pemanfaatan secara

optimal dan berkesinambungan dengan dibantu penerapan metode hidroakustik yang

dapat mendukung tersedianya informasi tentang letak wilayah yang dijadikan

(2)

2 1.2. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis nilai volume backscattering strength (SV) di perairan Teluk

Tomini, perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.

2. Menganalisis sebaran ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini,

perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka berdasarkan nilai

threshold terseleksi.

(3)

3

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Teluk Tomini

Teluk Tomini adalah teluk yang berada di Pulau Sulawesi, Indonesia dan

termasuk kedalam wilayah propinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah

dengan luasan sekitar 17.200 mil2. Wilayah Teluk Tomini berhubungan langsung

dengan Laut Maluku dan kearah timur laut berhubungan dengan Laut Sulawesi.

Perairan Teluk Tomini relatif subur dan kaya dengan potensi sumberdaya laut.

Kesuburan perairan ini sangat berkaitan dengan unsur hara yang terdapat di Teluk

Tomini, dengan demikian kelimpahan plankton yang dihasilkan pun cukup besar

(Prasetyati, 2004).

Topografi perairan Teluk Tomini sangat dipengaruhi oleh massa air yang

berasal dari Samudera Pasifik dan diperkirakan sangat bervariasi baik secara spasial

ataupun temporal. Kondisi oseanografi di perairan Teluk Tomini dipengaruhi secara

nyata oleh dua musim. yaitu musim barat (northwest monsoon) pada bulan Desember

sampai bulan Februari, yang ditandai pula dengan musim hujan, dan musim timur

(southeast monsoon) pada bulan Juni sampai Oktober ditandai dengan musim kering.

Angin cukup bertiup keras pada bulan Juli/Agustus, namun angin tersebut akan

berkurang kekuatannya dibagian utara (Wyrtki, 1961).

Pada waktu musim timur, arus lebih sering mengarah ke selatan dengan

kecepatan 6-7 knot terutama di daerah persempitan dibagian utara. Pada musim ini

(4)

4

kadang-kadang arus tersebut hilang akibat pengaruh arus ke selatan. Pada musim

barat terdapat arus yang mengarah ke utara dengan kecepatan maksimum 6-7 knot

yang merupakan gambaran kebalikan dari musim timur. Studi oseanografi fisika di

daerah Laut Maluku menghasilkan bahwa periode upwelling terjadi selama musim

timur. Upwelling yang terjadi kira-kira pada bulan April sampai Oktober

menyebabkan perairan Teluk Tomini diperkaya oleh zat hara yang berasal dari

lapisan bawah sehingga menyebabkan tingginya produktivitas primer di perairan

Teluk Tomini (Wyrtki, 1961).

2.2. Metode Hidroakustik

Hidroakustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di suatu

medium (dalam hal ini mediumnya adalah air laut), sehingga proses pembentukan

dan sifat perambatannya dibatasi oleh air laut (Arnaya, 1991 in Duror, 2004). Untuk

memperoleh informasi tentang objek di dalam air laut digunakan sistem akustik sonar

yang terdiri dari echosounder (sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar

horizontal). Sistem ini terdiri dari empat komponen yaitu transmitter untuk

menghasilkan pulsa, transducer yang berfungsi untuk mengubah energi Iistrik

menjadi energi suara dan sebaliknya, receiver yang berfungsi untuk menerima pulsa

dari objek dan display atau recorder untuk mencatat hasil echo. Selain keempat

komponen tersebut ditambah dengan time base yang digunakan untuk mengaktifkan

pulsa. Pada umumnya hasil rekaman dicatat dalam echogram atau dengan osiloskop

yang dapat menvisualisasikan osilasi atau tegangan listrik (Maclennan dan

(5)

5

5

Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik

(Sumber: Maclennan and Simmonds, 1992 )

2.3. Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar

perairan. Ikan pelagis merupakan organisme yang mempunyai kemampuan untuk

bergerak sehingga mereka tidak tergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air

yang disebabkan oleh angin (Nybakken, 1988). Ikan pelagis terdiri dari dua jenis

yaitu ikan pelagis besar yang hidup di perairan oseanis (laut lepas) dan ikan pelagis

kecil yang banyak terdapat di perairan pantai (Dahuri, 2003).

Beberapa ikan pelagis melakukan migrasi vertikal harian (diurnal vertical

migrations). Pada saat migrasi normal ikan naik dari dekat dasar atau dekat lapisan

termoklin menuju dekat lapisan permukaan pada saat gelap, berpencar dan akhirnya

(6)

6

fajar/dini hari. Hal disebabkan dengan kecenderungan ikan yang akan berenang

menghindari suhu yang lebih tinggi dan menuju ke sebelah dalam pada waktu suhu

permukaan lebih tinggi dari biasanya (Laevastu dan Hayes, 1981).

Menurut Aziz et al (1987) in Wahyuningsih dan Alexander (2006) penyebaran

ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan. Jenis-jenis ikan pelagis yang

terdapat di perairan Indonesia antara lain :

1) Ikan pelagis besar yaitu ikan pelagis yang berukuran besar (100-250 cm)

seperti tuna (Thunnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol

(Euthynnus sp), tenggiri (Scomberomorini commersoni), dan lain-lain.

2) Ikan pelagis kecil yaitu jenis-jenis ikan permukaan yang biasanya bermigrasi

cukup jauh. Salah satu sifat ikan pelagis ini adalah suka bergerombol sehingga

penyebarannya pada suatu kolom perairan tidak merata dan umumnya ikan ini

mempunyai ukuran yang relatif (5-50 cm) seperti kembung (Rastrelliger spp),

lemuru (Sardinella spp), layang (Decapterus russet), teri (Stolephorus spp).

selar (Sclav spp).

Umumnya densitas ikan pelagis kecil memiliki kelimpahan sangat tinggi di

daerah terjadinya pengangkatan massa air ke permukaan (upwelling)yang merupakan

daerah subur akibat adanya pengangkatan zat hara ke daerah permukaan laut (Dahuri,

(7)

7

7 2.4. Target Strength

Dalam pendugaan stok ikan dcngan metode akustik, faktor terpenting yang

harus diketahui adalah target strength. Target strength (TS) adalah kekuatan dari

suatu target untuk mcmantulkan suara. Target strength dari seekor ikan dipengaruhi

oleh ukuran, kekompakan daging, struktur dan anatomi, dan bentuk yang secara

bersama-sama membentuk bangun tubuh ikan secara keseluruhan. Oleh sebab itu

spesies, karakteristik refleksi, orientasi, dan dimensi dari gelembung renang ikan akan

mempengaruhi target strength (Johannesson dan Mitson, 1983).

Target strength didefinisikan sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas

yang dipantulkan pada jarak satu meter dari ikan (Ii), dibagi dengan intensitas yang

mengenai ikan (Ii) (Johannesson dan Mitson, 1983). Target strength dapat

didefinisikan menjadi dua, yaitu intensitas target strength dan energi target strength.

Berdasarkan intensitas, target strength diformulasikan sebagai berikut :

TSi = 10 Log

TSi = Intensitas target strength

Ir = Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target

Ii = Intensitas suara yang mengenai ikan

(8)

8

Er = Energi suara yang pantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target

Ei = Energi suara yang mengenai ikan

Acousticscattering cross section (σ) merupakan jumlah energi suara yang

dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal akustik. Backscattering cross section

(σbs) merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan oleh target (Ir)

dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii). Hubungan TS dan σbs dapat

dirumuskan sebagai berikut:

σbs = …………...(3)

σbs = Backscattering cross section

Ir = Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target

Ii= Intensitas suara yang mengenai ikan

sehingga persamaan TS dapat dirumuskan menjadi:

TS = 10 Log (σbs) ...(3)

TS = Target strength

(9)

9

9 2.5. Volume Backscattering Strength

Volume backscattering strength didefinisikan sebagai rasio antara intensitas

yang direfleksikan oleh suatu kelornpok single target yang diinsonifikasikan secara

sesaat yang diukur pada jarak 1 m dari target dengan intensitas suara yang mengenai

target. Pengertian volume backscattering ini sama dengan target strength, dimana

target strength untuk target tunggal sedangkan volume backscattering untuk

kelompok/gerombolan ikan (Johannesson dan Mitson, 1983).

Masing-masing individu target merupakan sumber dari reflected sound wave,

jadi output dari integrasi akan proporsional dengan kuantitas ikan dalam kelompok.

Ada dua metode dasar yang digunakan untuk memperoleh data kelimpahan ikan

dengan metode akustik yaitu echo counting dan echo integration. Jika densitas ikan

pada volume yang disampling rendah, maka echo dari ikan-ikan tunggal dapat dengan

mudah dipisahkan dan kemudian dihitung satu-persatu dengan memakai echo

counting. Metode echo counting jarangdigunakan dalam menduga kelimpahan ikan

karena ikan pada umumnya ikan bergerombol, sehingga menyebabkan overlap dari

echo ikan. Hal lain yang menyebabkan metode ini jarang digunakan adalah karena

densitas ikan tidak homogen dan pada umumnya tinggi. Jika densitas ikan tinggi atau

membentuk gerombolan. dimana echo dari target ganda menjadi overlap dan ikan

tunggal sulit dipisahkan maka total biomass dapat diduga dengan menggunakan echo

integrator. Pada dasarnya echo integrator berguna untuk mcngubah energi total dari

echo ikan menjadi densitas ikan dalam ikan/m3 atau kg/m3. Echo integrator ini

(10)

10

densitas ikan pada daerah survei tidak merata. Metode echo integration yang

digunakan untuk mengukur volume backscattering berdasarkan pada pengukuran

total power backscattered pada transducer (Johannesson dan Mitson, 1983).

Selanjutnya volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume

backscattering strength dari kelompok ikan. Menurut Johannesson dan Mitson

(1983) total intensitas suara yang dipantulkan oleh suatu multiple target adalah

jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal atau:

Ir total = Irl + Ir2 + Ir3 + ....+ Irn...(4)

Dimana :

n= jumlah individu ikan

Maka jika n memiliki sifat akustik yang serupa, nilai rata-rata intensitasnya dapat

diduga dengan:

Ir total = n.Ir ...(5)

Dimana :

Ir = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal

Hingga acoustic cross section rata-rata tiap target adalah :

(11)

11

11

Nilai juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

= 4π

dan Ir total dapat dicari dengan persamaan :

Ir total =

Ii

Dengan persamaan diatas, akan memugkinkan untuk mencari nilai TS rata-rata

(TS). Bila ρf = n/ volume, dalam bentuk persamaan logaritma dengan satuan dB, nilai

SV ( volume backscattering strength ) dapat diselesaikan dengan persamaan :

SV = 10 Log ρf + TS...(9)

Dimana ρf adalah densitas ikan.

2.6. Seleksi sebaran puncak Volume Backscattering Strength (SV) Nilai volume backscattering strength rata-rata yang diperoleh dapat

dikorelasikan dengan posisi dan kedalaman untuk memperoleh sebaran puncak SV

pada suatu batas threshold tertentu. Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan

ping dan layer kedalaman tertentu untuk mendapatkan nilai rata-rata SV (dB)

berdasarkan posisi dan kedalaman. Dari nilai rata-rata SV yang dihasilkan

selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh data sebaran puncak threshold. Puncak

(12)

12

dengan laju kenaikan sebesar (-3) dB. Kuantitas sebaran puncak threshold

selanjutnya dicatat dan dianalisis untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target

terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Sebaran puncak threshold yang

mewakili nilai SV rata-rata dapat dikorelasikan dengan nilai standar deviasi, dimana

nilai standar deviasi dengan kisaran 4 – 60 % dari nilai rata-rata volume

backscattering strength memiliki korelasi negative dengan jumlah kelimpahan suatu

target (Eckmann, R. 1998).

2.7. Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan

Indonesia beriklim laut tropis karena letaknya di daerah tropis dan diapit oleh

dua Samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia memiliki dua

musim yaitu musim barat dan musim timur. Namun karena wilayahnya yang luas,

keadaan geografisnya yang berbeda-beda serta daerahnya yang dibelah oleh garis

khatulistiwa maka sering terjadi perbedaan atau penyimpangan musim. Pengetahuan

mengenai penyebaran atau distribusi ikan sangat berkaitan dengan pencarian dan

pemiiihan teknik penangkapan ikan yang sesuai. Pola kehidupan ikan tidak bisa

dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan

lingkungan tersebut. Interaksi antara berbagai. faktor lingkungan terhadap ikan

sangat kompleks mengingat bahwa faktor lingkungan tersebut senantiasa berubah.

Faktor-faktor fisik merupakan faktor yang mudah diamati jika dibandingkan

dengan faktor lingkungan lain. Suhu dan salinitas merupakan parameter fisika yang

(13)

13

13

suhu maupun salinitas akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan

(Safruddin, 2007).

2.7.1. Suhu

Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang paling mudah untuk diteliti dan

ditentukan. Suhu air laut merupakan faktor yang banyak mendapatkan perhatian

dalam penelitian-penelitian kelautan, karena suhu merupakan salah satu faktor yang

sangat penting bagi kehidupan organisme laut. Menurut Nybakken (1988) suhu

adalah ukuran energi dari suatu molekul. Suhu perairan Indonesia sangat bervariasi

secara horizontal (menurut garis lintang) dan secara vertikal (menurut garis

kedalaman). Data suhu dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari

gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan atau

tumbuhan didalamnya (Nontji, 1993). Suhu dapat digunakan sebagai indikator untuk

menentukan perubahan ekologi. Hal ini tidak saja menyangkut suhu dan daerah

fluktuasinya, akan tetapi juga menyangkut gradien horizontal dan vertikalnya, variasi

dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air

secara langsung maupun tidak langsung yang nantinya akan berpengaruli terhadap

distribusi ikan (organisme perairan). Ikan-ikan akan cenderung memilih suhu tertentu

untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan banyak

dipengaruhi oleh suhu air tersebut, dalam hal ini ikan sangat peka terhadap perubahan

suhu walau hanya 0,03°C. Fluktuasi suhu ternyata bertindak sebagai faktor penting

(14)

14 2.7.2. Salinitas

Salinitas atau kadar garam merupakan jumlah garam (dalam gram) yang terlarut

di dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan derajat per-mil (%o).

Salinitas air laut umumnya bervariasi dengan kisaran antara 30-36 permil

(Brotowidjoyo, 1995 in Safruddin, 2007). Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan

(presipitasi) dan masukan dari aliran sungai (run off) yang ada disekitarya.

Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) relatif kecil bila

dibandingkan dengan perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai

banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada

waktu hujan (Safruddin, 2007). Salinitas juga erat hubungannya dengan adanya

penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel tubuh ikan dengan

keadaan sekelilingnya. Perubahan salinitas sering menunjukkan perubahan massa air

dan keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar

salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing.

Salinitas lingkungan juga berpengaruh terhadap distribusi telur, larva, juvenil dan

(15)

15

15

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan hasil survei pada tanggal 10-15 Mei 2010,

menggunakan data Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL), Kementerian Kelautan

dan Perikanan (KKP), Jakarta. Lokasi dan objek penelitian berada di perairan Teluk

Tomini (0° 2’ 24”- 0° 5’ 24”) LS dan (121° 45’ 50”- 121° 46’ 16”) BT, perairan di

sekitar Pulau Una-una (0° 9’ 0” - 0° 12’ 0”) LS dan (121° 39’ 43” - 121° 40’ 19”)

BT, perairan di sekitar Pulau Batu Daka (0° 36’ 0”- 0° 39’ 36”) LS dan (121° 37’

12”- 121° 45’ 36”) BT (Gambar 2). Pemrosesan data akustik dilakukan di

Laboratorium Akustik Kelautan, Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada bulan

(16)

16

Lintasan survei yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data

hidroakustik berupa lintasan lurus di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar pulau

Una-una dan perairan di sekitar pulau Batu Daka.

3.2. Perangkat Penelitian

Alat yang digunakan untuk pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Wahana

Pengambilan data penelitian menggunakan Kapal Riset “Bawal Putih”

(Lampiran 1).

b. Perangkat Keras :

1) Personal Computer (PC)

2) SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System

(17)

17

17

3.3. Pengolahan Data Volume Backscattering Strength (SV)

Pengolahan data hidroakustik dilakukan dengan software echoview 4.0 dengan

memasukan faktor koreksi terhadap parameter yang digunakan.(Tabel 1).

Tabel 1. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder

Parameter Nilai

Frekuensi (kHz) 120

Transducer gain (dB) 27

Sa Correction (dB) 0

Absorption coeffissient (dB/m) 0,041803

Pulse length (m/s) 0,512

Power (W) 50

Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan 100 ping. Setelah integrasi

dan kalibrasi dilakukan, pengekstrakan data dilakukan dengan menggunakan dongle

dalam bentuk Microsoft excel yang mencakup nilai lintang, bujur dan kedalaman.

Nilai rata-rata SV (dB) yang dihasilkan selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh

data sebaran puncak threshold (Lampiran 2, 3 dan 4). Puncak threshold yang

dihasilkan diintegrasi kembali berdasarkan selang threshold disetiap kisaran puncak.

Kuantitas sebaran threshold selanjutnya dicatat dan dianalisis menggunakan

perangkat lunak Matlab v 7.0.1 untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target

terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Gambar 3 adalah diagram alir

(18)

18

Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan data SV

Raw data penelitian

Nilai SV hasil ekstraksi data dengan dongle berdasarkan

(19)

19

19 3.4. Pembagian Strata Kedalaman

Pemrosesan data hidroakustik dilakukan dengan membagi kedalaman secara

vertikal. Lapisan perairan pada lokasi penelitian dibagi dalam tiga lapisan yaitu

lapisan permukaan (0 – 80 meter), lapisan termoklin (80 – 160 meter) dan lapisan

dalam (160 – 260 meter). Pembagian strata kedalaman dalam penelitian ini dilakukan

untuk membandingkan hasil deteksi hidroakustik yang bervariasi disetiap strata

kedalaman. Pada lapisan permukaan terjadi pengadukan yang disebabkan oleh angin

dan gelombang, dan akibat dari pengadukan tersebut akan terbentuk suatu lapisan

yang homogen. Pada lapisan termoklin terjadi pengurangan temperatur secara cepat

dengan densitas yang besar sehingga menyebabkan lapisan ini menjadi sangat stabil

dan sangat sukar dipengaruhi gerakan arus baik dari lapisan atas maupun lapisan

perairan yang berada dibawahnya. Karakter perairan pada lapisan dalam umumnya

dicirikan oleh pengurangan suhu perairan secara lambat akibat dari kurangnya

penetrasi cahaya matahari yang masuk ke lapisan tersebut.

3.5. Pengolahan Data Target Strength (TS)

Pemrosesan data target strength (TS)dilakukan dengan menggunakan nilai data

yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan dongle. Nilai densitas diperoleh

dengan membagi nilai beam volume yang dihasilkan dengan nilai sampel ping yang

berasal dari alat. Selanjutnya nilai densitas tersebut dibandingkan dengan data

(20)

20

Data target strength linear tersebut kemudian dirata-ratakan dan dikonversi kedalam

satuan desibel dengan rumus:

TS = 10 Log (TSlin) ...(11)

TS = Target strength (dB)

TSlin = Nilai Target strength linear

Gambar 4 adalah diagram alir proses pengolahan data TS dalam penelitian

hidroakustik.

Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan data TS

Data hasil ekstraksi dengan dongle

Beam volume Ping Sample

Densitas

Target strength (TS)

(21)

21

21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Batimetri Daerah Penelitian

Penelitian hidroakustik meliputi daerah tubir bagian luar (perairan Teluk

Tomini), daerah tubir bagian dalam (perairan pulau Una-una) dan daerah perairan

tenang (perairan pulau Batu Daka). Batimetri perairan pada ketiga lokasi penelitian

dapat dilihat pada Gambar 5.

(22)

22 4.1.1. Seleksi Puncak Threshold

4.1.1.1. Perairan Teluk Tomini

Hasil seleksi secara hidroakustik di perairan Teluk Tomini pada kedalaman

0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering strength

pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -78 dB dengan nilai frekuensi sebaran

puncak tertinggi sebesar 68 pada nilai threshold -81 dB dan nilai frekuensi sebaran

puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -78 dB (Lampiran 5). Pada

kedalaman 80 – 160 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume

backscattering strength pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -69 dB dengan

nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 45 pada nilai threshold -72 dB dan

nilai frekuensi sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -90 dB

(Lampiran 6). Pada kedalaman 160 – 260 m memperlihatkan adanya sebaran puncak

volume backscattering strength pada nilai threshold sebesar -84 dB sampai -57 dB

dengan nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 87 pada nilai threshold -60

dB dan nilai frekuensi sebaran puncak terendah sebesar 1 pada nilai threshold -81 dB

dan -78 dB (Lampiran 7).

4.1.1.2. Perairan Disekitar Pulau Una-una

Hasil seleksi secara hidroakustik perairan disekitar pulau Una-una pada

kedalaman 0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering

(23)

23

23

sebaran puncak tertinggi sebesar 90 pada nilai threshold -81 dB dan nilai frekuensi

sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -90 dB (Lampiran 8).

4.1.1.3. Perairan Disekitar Pulau Batu Daka

Hasil seleksi secara hidroakustik perairan disekitar pulau Batu Daka pada

kedalaman 0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering

strength pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -69 dB dengan nilai frekuensi

sebaran puncak tertinggi sebesar 172 pada nilai threshold -84 dB dan nilai frekuensi

sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -75 dB (Lampiran 9).

4.1.2. Sebaran Puncak Threshold 4.1.2.1. Perairan Teluk Tomini

Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering

strength (SV) perairan Teluk Tomini pada kedalaman strata kedalaman 0 - 80 m

memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold

sebesar -82,58 dB dengan standar deviasi sebesar 2,81x10-09. Pada strata kedalaman

ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength

sebesar -74,28 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a

dan Gambar 6a).

Pada kedalaman 80 – 160 m memperlihatkan adanya target terdeteksi dengan

kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength (Sv) sebesar -73,74 dB

(24)

24

memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength sebesar

-53,8 dB dengan densitas rata – rata sebesar 90 target/1.000 m3 (Tabel 2b dan Gambar

6b).

Pada kedalaman 160 – 260 m memperlihatkan adanya target terdeteksi dengan

kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength (Sv) sebesar -61,83 dB

dengan standar deviasi sebesar 4,14x10-07. Pada strata kedalaman ini juga

memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength sebesar

-42,43 dB dengan densitas rata – rata sebesar 30 target/1.000 m3 (Tabel 2c dan

Gambar 6c).

4.1.2.2. Perairan Disekitar Pulau Una-una

Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering

strength (SV) perairan disekitar pulau Una-una pada kedalaman 0 – 80 m

memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold

sebesar -80,89 dB dengan standar deviasi sebesar 5,57x10-09. Pada strata kedalaman

ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength

sebesar -74,55 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a

Gambar 7).

4.1.2.3. Perairan Disekitar Pulau Batu Daka

Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering

(25)

25

25

memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold

sebesar -81,33 dB dengan standar deviasi sebesar 1,47x10-08. Pada strata kedalaman

ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength

sebesar -75,28 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a

dan Gambar 8).

Gambar 6a. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 0-80 meter

E

S

D

U

(26)

26

Gambar 6b. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 80-160 meter

Gambar 6c. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 160-260 meter

E

S

D

U

Sv

E

S

D

U

(27)

27

27

Gambar 7. Sebaran puncak threshold perairan P. Una-una kedalaman 0-80 meter

Gambar 8. Sebaran puncak threshold perairan P. Batu Daka kedalaman 0-80 meter

E

S

D

U

Sv

E

S

D

U

(28)

28

Sehingga dapat disimpulkan pada strata kedalaman 0 – 80 meter di perairan

Teluk Tomini, perairan disekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka memiliki nilai

densitas target yang sama. Strata kedalaman ini menunjukan nilai volume

backscattering strength (SV) rata-rata tertinggi terdapat di perairan Pulau Una-una

dan nilai SV rata-rata terendah terdapat di perairan Teluk Tomini namun dengan

kisaran nilai yang tidak jauh berbeda. Strata kedalaman ini juga menunjukan perairan

Teluk Tomini memiliki nilai rata-rata target strength (TS) tertinggi dengan nilai

standar devisasi terendah sedangkan nilai rata-rata TS terendah terdapat pada perairan

Pulau Batu Daka dengan nilai standar deviasi terbesar jika dibandingkan pada

perairan Teluk Tomini dan Pulau Una-una (Tabel 2a).

Strata kedalaman yang lebih tinggi pada perairan Teluk Tomini menunjukan

semakin bertambahnya kedalaman terjadi peningkatan nilai volume backscattering

strength (SV), target strength (TS) dan standar deviasi. Hal ini ditunjukan dari

perbandingan nilai ketiga parameter tersebut pada lapisan permukaan perairan (0 – 80

meter), lapisan tengah perairan (80 – 160 meter) dan pada lapisan dalam perairan

(160 – 260 meter). Perbandingan ini juga dapat dilihat nilai densitas target mengalami

(29)

29

29

Tabel 2a. Kisaran nilai rata – rata volume backscatteringstrength strata kedalaman 0 – 80 meter

pada perairan Teluk Tomini, perairan disekitar Pulau Una-una dan P Batu Daka

Kedalaman 0 - 80 meter

meter pada perairan Teluk Tomini

Kedalaman 80 - 160 meter

Lokasi

meter pada perairan Teluk Tomini

Kedalaman 160 - 260 meter

(30)

30 4.2. Pembahasan

4.2.1. Perairan Teluk Tomini 4.2.1.1. Kedalaman 0 – 80 meter

Strata kedalaman 0 – 80 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi

dengan pola mengelompok disepanjang lintasan ESDU (Gambar 6a). Deteksi target

pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi tinggi, hal ini ditunjukan oleh nilai

densitas yang sama sebesar 2.900 target/1.000 m3. Hal ini disebabkan karena nilai

tersebut bukan merupakan target ikan yang sesungguhnya melainkan jumlah

sampling yang berasal dari alat. Berdasarkan nilai rata- rata target strength sebesar

-74,28 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan juvenile atau

plankton berukuran besar dengan nilai standar deviasi ukuran yang relatif tinggi

sebesar 2,81x10-09. Topografi perairan Teluk Tomini termasuk dalam daerah perairan

tubir luar yang memiliki karakter pergerakan masa air cukup kuat. Kondisi ini dapat

menyebabkan proses turbulensi yang relative kuat dan mengakibatkan terjadinya

pengangkatan unsur hara. Proses tersebut dapat membantu meningkatkan

ketersediaan makanan bagi jenis plankton yang hidup didaerah permukaan (strata

kedalaman 0 – 80 m). Akibatnya keseragaman ukuran pada strata kedalaman tersebut

relatif lebih tinggi karena proses predasi yang terjadi lebih rendah.

4.2.1.2. Kedalaman 80 – 160 meter

Strata kedalaman 80 – 160 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi

(31)

31

31

target pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi relatif rendah, hal ini ditunjukan

oleh nilai densitas sebesar 90 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target

strength sebesar -53,80 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah

sekumpulan ikan kecil dengan nilai standar deviasi ukuran yang relatif lebih rendah

sebesar 4,28x10-08 jika dibandingkan dengan nilai standar deviasi ukuran target pada

kedalaman 0 – 80 meter. Pada umumnya target yang terdeteksi pada kedalaman ini

tergolong dalam kelompok ikan pelagis kecil (5 – 50 cm) seperti ikan malalugis

(Decapterus macarellus), ikan layang (Decapterus russet) atau ikan mumar. Pada

strata kedalaman ini terdapat lapisan termoklin yang dapat membatasi ketersediaan

makanan bagi organisme seperti ikan yang hidup pada area tersebut sehingga proses

predasi cenderung lebih tinggi dan mengakibatkan keseragaman relatif lebih rendah.

4.2.1.3. Kedalaman 160 – 260 meter

Strata kedalaman 160 – 260 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi

dengan pola mengelompok disepanjang lintasan ESDU (Gambar 6c). Deteksi target

pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi relatif rendah, hal ini ditunjukan oleh

nilai densitas sebesar 30 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target strength

sebesar -42,34 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan ikan

dengan nilai standar deviasi ukuran relatif rendah sebesar 4,14x10-07. Pada umumnya

jenis target yang terdeteksi pada kedalaman ini tergolong dalam kelompok ikan

pelagis kecil (5 – 50 cm) seperti ikan malalugis (Decapterus macarellus), ikan layang

(32)

32

perairan cenderung lebih tenang menyebabkan proses predasi lebih tinggi sehingga

keseragaman ukuran organisme yang berada pada kedalaman tersebut lebih rendah

jika dbandingkan pada strata kedalaman 0 – 80 m dan strata kedalaman 80 – 160 m.

4.2.2. Perairan Pulau Una-una 4.2.2.1. Kedalaman 0 – 80 meter

Strata kedalaman 0 – 80 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi

dengan pola mengelompok disepanjang lintasan ESDU (Gambar 7). Deteksi target

pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi sangat tinggi, hal ini ditunjukan oleh

nilai densitas sebesar 2.900 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target

strength sebesar -74,55 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah

sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan nilai standar deviasi

ukuran yang relatif tinggi sebesar 5,57x10-09. Kondisi perairan disekitar pulau

Una-una termasuk dalam daerah perairan tubir bagian dalam yang memiliki karakter

pergerakan masa air lebih kuat, menyebabkan proses turbulensi yang relatif kuat dan

mengakibatkan terjadinya pengangkatan unsur hara. Proses tersebut menyebabkan

kondisi perairan menjadi homogen sehingga dapat membantu meningkatkan

ketersediaan makanan bagi jenis plankton yang hidup didaerah permukaan (strata

kedalaman 0 – 80 m). Akibatnya keseragaman ukuran pada strata kedalaman tersebut

(33)

33

33 4.2.3. Perairan Pulau Batu Daka

4.2.3.1. Kedalaman 0 – 80 meter

Strata kedalaman 0 – 80 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi

dengan pola menyebar disepanjang lintasan ESDU (Gambar 8). Deteksi target pada

kedalaman ini menunjukan konsentrasi sangat tinggi, hal ini ditunjukan oleh nilai

densitas sebesar 2.900 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target strength

sebesar -75,28 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan

juvenile atau plankton berukuran besar dengan nilai standar deviasi ukuran yang

relatif tinggi sebesar 1,47x10-09. Topografi perairan disekitar pulau Batu Daka

termasuk dalam daerah perairan yang memiliki karakter pergerakan masa air lebih

tenang, dengan proses turbulensi yang masih terjadi didaerah permukaan (strata

kedalaman 0 – 80 m) dan mengakibatkan terjadinya pengangkatan unsur hara,

sehingga ketersediaan makanan bagi jenis plankton yang hidup tercukupi. Akibatnya

keseragaman ukuran pada strata kedalaman tersebut relatif lebih tinggi karena proses

predasi yang terjadi lebih rendah.

(34)

34

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pendeteksian yang dilakukan di perairan Teluk Tomini, perairan

disekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka, dapat disimpulkan semakin

bertambahnya kedalaman perairan maka ukuran target semakin besar dan beragam.

Pada lapisan permukaan perairan (strata kedalaman 0 – 80 m) target yang terdeteksi

di perairan Teluk Tomini, perairan sekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka

umumnya adalah sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan kisaran

densitas yang sama. Pada lapisan tengah perairan (strata kedalaman 80 – 160 m)

target yang terdeteksi di perairan Teluk Tomini ikan berukuran kecil. Pada strata

kedalaman ini densitas target lebih rendah jika dibandingkan dengan densitas target

pada strata kedalaman 0 – 80 m. Pada lapisan dalam perairan (strata kedalaman 160

– 260 m) target yang terdeteksi di perairan Teluk Tomini umumnya adalah ikan

berukuran kecil yang memiliki nilai rata-rata target strength relatif lebih besar

dibandingkan pada strata kedalaman (80 – 160 m) dengan kisaran densitas yang lebih

rendah dibandingkan pada lapisan permukaan dan lapisan tengah perairan.

5.2. Saran

Diharapkan pada penelitian hidroakustik berikutnya proses sampling daerah

penelitian diperluas, sehingga pendugaan distribusi secara hidroakustik dapat

(35)

1

PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK

BONAR MARIHOT SAGALA

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(36)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

(37)

3

3

RINGKASAN

BONAR MARIHOT SAGALA. Pendugaan Distribusi Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini, Perairan Di Sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka

Menggunakan Metode Hidroakustik. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi ikan pelagis adalah metode hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam

pendugaan stok ikan masih sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan secara spasial dan temporal sehingga dapat membantu dalam eksplorasi titik – titik

penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap sebaran nilai volume backscattering strength (Sv) dan distribusi ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.

Pengambilan data hidroakustik dilaksanakan pada tanggal 10 – 15 Mei 2010 di perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta. Alat – alat yang digunakan adalah SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System, softwareEchoview 4.0, dongle Echoview 4.0, personal computer, golden software surfer 8.0 dan Microsoft Excel 2007. Proses integrasi nilai volume backscattering strength dilakukan dalam pada software Echoview 4.0, dan dianalisis dengan software Matlab 7.0.1 untuk memperoleh visualisasi pola sebaran dari target terdeteksi.

(38)

4

© Hak cipta milik Bonar Marihot Sagala, 2012

Hak cipta dilindungi

(39)

5

5

PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK

BONAR MARIHOT SAGALA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(40)

6 SKRIPSI

Judul Skripsi : PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN SEKITAR PULAU UNA-UNA, PULAU BATU DAKA DAN PERAIRAN DALAM TELUK TOMINI

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK Nama Mahasiswa : Bonar Marihot Sagala

Nomor Pokok : C54051069

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc NIP 19620324 198603 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen,

Prof.Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc

NIP 19580909 198303 1 003

(41)

7

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat

dan karunia yang telah diberikan kepada penulis skripsi penelitian ini dapat

diselesaikan. Skripsi yang berjudul PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI

PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Totok

Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing. Ucapan terimakasih juga penulis

sampaikan kepada orangtua, saudara dan seluruh staf Balai Penelitian Perikanan Laut

(BPPL) terutama kepada Rodo Manalu S.Pi atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk melakukan penelitian dan membantu penulisan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat berguna baik bagi penulis sendiri maupun

bagi orang lain.

Bogor, Maret 2012

(42)

viii 2.5. Volume backscattering strength ... 9 2.6. Seleksi sebaran puncak volume backscattering strength ... 11 2.7. Faktor – faktor oseanografi yang mempengaruhi distribusi ikan ... 12 2.7.1.Suhu ... 13 2.7.1.Salinitas ... 14

3. METODE PENELITIAN ... 15 3.1. Lokasi dan waktu penelitian ... 15 3.2. Perangkat penelitian ... 16 3.3. Pengolahan data volume backscattering strength (SV) ... 17 3.4. Pembagian strata kedalaman ... 19 3.5. Pengolahan data target strength (TS) ... 19

(43)

ix

4.1.2.3. Perairan disekitar Pulau Batu Daka ... 24 4.2. Pembahasan ... 30 4.2.1. Perairan Teluk Tomini ... 30 4.2.1.1. Kedalaman 0 – 80 meter ... 30 4.2.1.2. Kedalaman 80 – 160 meter ... 30 4.2.1.3. Kedalaman 160 – 260 meter ... 31 4.2.2. Perairan Pulau Una-una ... 32 4.2.2.1. Kedalaman 0 – 80 meter ... 32 4.2.3. Perairan Pulau Batu Daka ... 33 4.2.3.1. Kedalaman 0 – 80 meter ... 33

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34 5.1. Kesimpulan ... 34 5.2. Saran ... 34

(44)

x

Tabel Halaman 1. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrument echosounder ... 17

2. Kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength disetiap strata

(45)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Prinsip kerja metode hidroakustik ... 5

2. Peta lokasi penelitian hidroakustik... 15

3. Diagram alir proses pengolahan data SV ... 18

4. Diagram alir proses pengolahan data TS ... 20

5. Batimetri daerah penelitian hidroakustik ... 21

6a. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 0 – 80 meter ... 25

6b. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 80 – 160 meter ... 26

6c. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 160 – 260 meter ... 26

7. Sebaran puncak threshold perairan Pulau Una-una kedalaman

0 – 80 meter ... 27

8. Sebaran puncak threshold perairan Pulau Batu Daka kedalaman

(46)

xii

Lampiran Halaman 1. Gambar dan spesifikasi Kapal Riset Bawal Putih ... 5

2. Contoh tampilan nilai volume backscattering strength hasil integrasi raw data pada software Echoview 4.0 pada selang threshold (-87) – (-42) dB

perairan Teluk Tomini kedalaman 0 – 80 meter ... 15

3. Contoh tampilan nilai volume backscattering strength hasil integrasi raw data pada software Echoview 4.0 pada selang threshold (-87) – (-42) dB

perairan Pulau Una-una kedalaman 0 – 80 meter ... 15

4. Contoh tampilan nilai volume backscattering strength hasil integrasi raw data pada software Echoview 4.0 pada selang threshold (-85) – (-42) dB

perairan Pulau Batu Daka kedalaman 0 – 80 meter ... 15

5. Sebaran puncak threshold perairan Teluk Tomini kedalaman 0 – 80 meter... 25

6. Sebaran puncak threshold perairan Teluk Tomini kedalaman 80 – 160 meter... 26

7. Sebaran puncak threshold perairan Teluk Tomini kedalaman 160 – 260 meter... 26

8. Sebaran puncak threshold perairan Pulau Una-una kedalaman

0 – 80 meter ... 27

9. Sebaran puncak threshold perairan Pulau Batu Daka kedalaman

0 – 80 meter ... 27

10. Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering

strength linear pada ESDU 1 perairan Teluk Tomini ... 27

11. Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering

strength linear pada ESDU 1 perairan Pulau Una-una ... 27

12. Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering

strength linear pada ESDU 1 perairan Pulau Batu Daka ... 27

13. Sintaks program pengolahan sebaran puncak threshold pada perairan Teluk, perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka pada software Matlab

(47)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan ikan di wilayah perairan Indonesia sangat beragam dan terus

mengalami perubahan karena adanya ruaya dan migrasi ikan, dengan kata lain terjadi

perubahan stok dan ikan secara spasial dan temporal. Hal ini mendorong perlunya

dilakukan pendugaan stok, karena industri perikanan memerlukan informasi tentang

distribusi ikan dalam rangka efisiensi operasi penangkapan yang dilakukan.

Salah satu teknologi yang digunakan untuk mengetahui informasi tentang stok

dan keberadaan ikan di wilayah perairan laut Indonesia adalah dengan metode

hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam pendugaan stok ikan masih

sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan yang terdapat pada titik-titik

lokasi penangkapan. Metode hidroakustik juga diperlukan untuk tujuan eksplorasi

sumberdaya hayati laut dimana dengan metode tersebut dapat dilihat kelimpahan ikan

secara spasial dan temporal.

Metode hidroakustik memiliki kecepatan tinggi untuk memproses data secara

cepat dan bersamaan (real time), akurat dan berketepatan tinggi sehingga dapat

memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data dan informasi

sumberdaya perikanan. Berkenaan dengan perairan Teluk Tomini yang potensial dan

strategis sebagai daerah penangkapan ikan, maka perlu adanya pemanfaatan secara

optimal dan berkesinambungan dengan dibantu penerapan metode hidroakustik yang

dapat mendukung tersedianya informasi tentang letak wilayah yang dijadikan

(48)

2 1.2. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis nilai volume backscattering strength (SV) di perairan Teluk

Tomini, perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.

2. Menganalisis sebaran ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini,

perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka berdasarkan nilai

threshold terseleksi.

(49)

3

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Teluk Tomini

Teluk Tomini adalah teluk yang berada di Pulau Sulawesi, Indonesia dan

termasuk kedalam wilayah propinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah

dengan luasan sekitar 17.200 mil2. Wilayah Teluk Tomini berhubungan langsung

dengan Laut Maluku dan kearah timur laut berhubungan dengan Laut Sulawesi.

Perairan Teluk Tomini relatif subur dan kaya dengan potensi sumberdaya laut.

Kesuburan perairan ini sangat berkaitan dengan unsur hara yang terdapat di Teluk

Tomini, dengan demikian kelimpahan plankton yang dihasilkan pun cukup besar

(Prasetyati, 2004).

Topografi perairan Teluk Tomini sangat dipengaruhi oleh massa air yang

berasal dari Samudera Pasifik dan diperkirakan sangat bervariasi baik secara spasial

ataupun temporal. Kondisi oseanografi di perairan Teluk Tomini dipengaruhi secara

nyata oleh dua musim. yaitu musim barat (northwest monsoon) pada bulan Desember

sampai bulan Februari, yang ditandai pula dengan musim hujan, dan musim timur

(southeast monsoon) pada bulan Juni sampai Oktober ditandai dengan musim kering.

Angin cukup bertiup keras pada bulan Juli/Agustus, namun angin tersebut akan

berkurang kekuatannya dibagian utara (Wyrtki, 1961).

Pada waktu musim timur, arus lebih sering mengarah ke selatan dengan

kecepatan 6-7 knot terutama di daerah persempitan dibagian utara. Pada musim ini

(50)

4

kadang-kadang arus tersebut hilang akibat pengaruh arus ke selatan. Pada musim

barat terdapat arus yang mengarah ke utara dengan kecepatan maksimum 6-7 knot

yang merupakan gambaran kebalikan dari musim timur. Studi oseanografi fisika di

daerah Laut Maluku menghasilkan bahwa periode upwelling terjadi selama musim

timur. Upwelling yang terjadi kira-kira pada bulan April sampai Oktober

menyebabkan perairan Teluk Tomini diperkaya oleh zat hara yang berasal dari

lapisan bawah sehingga menyebabkan tingginya produktivitas primer di perairan

Teluk Tomini (Wyrtki, 1961).

2.2. Metode Hidroakustik

Hidroakustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di suatu

medium (dalam hal ini mediumnya adalah air laut), sehingga proses pembentukan

dan sifat perambatannya dibatasi oleh air laut (Arnaya, 1991 in Duror, 2004). Untuk

memperoleh informasi tentang objek di dalam air laut digunakan sistem akustik sonar

yang terdiri dari echosounder (sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar

horizontal). Sistem ini terdiri dari empat komponen yaitu transmitter untuk

menghasilkan pulsa, transducer yang berfungsi untuk mengubah energi Iistrik

menjadi energi suara dan sebaliknya, receiver yang berfungsi untuk menerima pulsa

dari objek dan display atau recorder untuk mencatat hasil echo. Selain keempat

komponen tersebut ditambah dengan time base yang digunakan untuk mengaktifkan

pulsa. Pada umumnya hasil rekaman dicatat dalam echogram atau dengan osiloskop

yang dapat menvisualisasikan osilasi atau tegangan listrik (Maclennan dan

(51)

5

5

Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik

(Sumber: Maclennan and Simmonds, 1992 )

2.3. Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar

perairan. Ikan pelagis merupakan organisme yang mempunyai kemampuan untuk

bergerak sehingga mereka tidak tergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air

yang disebabkan oleh angin (Nybakken, 1988). Ikan pelagis terdiri dari dua jenis

yaitu ikan pelagis besar yang hidup di perairan oseanis (laut lepas) dan ikan pelagis

kecil yang banyak terdapat di perairan pantai (Dahuri, 2003).

Beberapa ikan pelagis melakukan migrasi vertikal harian (diurnal vertical

migrations). Pada saat migrasi normal ikan naik dari dekat dasar atau dekat lapisan

termoklin menuju dekat lapisan permukaan pada saat gelap, berpencar dan akhirnya

(52)

6

fajar/dini hari. Hal disebabkan dengan kecenderungan ikan yang akan berenang

menghindari suhu yang lebih tinggi dan menuju ke sebelah dalam pada waktu suhu

permukaan lebih tinggi dari biasanya (Laevastu dan Hayes, 1981).

Menurut Aziz et al (1987) in Wahyuningsih dan Alexander (2006) penyebaran

ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan. Jenis-jenis ikan pelagis yang

terdapat di perairan Indonesia antara lain :

1) Ikan pelagis besar yaitu ikan pelagis yang berukuran besar (100-250 cm)

seperti tuna (Thunnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol

(Euthynnus sp), tenggiri (Scomberomorini commersoni), dan lain-lain.

2) Ikan pelagis kecil yaitu jenis-jenis ikan permukaan yang biasanya bermigrasi

cukup jauh. Salah satu sifat ikan pelagis ini adalah suka bergerombol sehingga

penyebarannya pada suatu kolom perairan tidak merata dan umumnya ikan ini

mempunyai ukuran yang relatif (5-50 cm) seperti kembung (Rastrelliger spp),

lemuru (Sardinella spp), layang (Decapterus russet), teri (Stolephorus spp).

selar (Sclav spp).

Umumnya densitas ikan pelagis kecil memiliki kelimpahan sangat tinggi di

daerah terjadinya pengangkatan massa air ke permukaan (upwelling)yang merupakan

daerah subur akibat adanya pengangkatan zat hara ke daerah permukaan laut (Dahuri,

(53)

7

7 2.4. Target Strength

Dalam pendugaan stok ikan dcngan metode akustik, faktor terpenting yang

harus diketahui adalah target strength. Target strength (TS) adalah kekuatan dari

suatu target untuk mcmantulkan suara. Target strength dari seekor ikan dipengaruhi

oleh ukuran, kekompakan daging, struktur dan anatomi, dan bentuk yang secara

bersama-sama membentuk bangun tubuh ikan secara keseluruhan. Oleh sebab itu

spesies, karakteristik refleksi, orientasi, dan dimensi dari gelembung renang ikan akan

mempengaruhi target strength (Johannesson dan Mitson, 1983).

Target strength didefinisikan sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas

yang dipantulkan pada jarak satu meter dari ikan (Ii), dibagi dengan intensitas yang

mengenai ikan (Ii) (Johannesson dan Mitson, 1983). Target strength dapat

didefinisikan menjadi dua, yaitu intensitas target strength dan energi target strength.

Berdasarkan intensitas, target strength diformulasikan sebagai berikut :

TSi = 10 Log

TSi = Intensitas target strength

Ir = Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target

Ii = Intensitas suara yang mengenai ikan

(54)

8

Er = Energi suara yang pantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target

Ei = Energi suara yang mengenai ikan

Acousticscattering cross section (σ) merupakan jumlah energi suara yang

dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal akustik. Backscattering cross section

(σbs) merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan oleh target (Ir)

dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii). Hubungan TS dan σbs dapat

dirumuskan sebagai berikut:

σbs = …………...(3)

σbs = Backscattering cross section

Ir = Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target

Ii= Intensitas suara yang mengenai ikan

sehingga persamaan TS dapat dirumuskan menjadi:

TS = 10 Log (σbs) ...(3)

TS = Target strength

(55)

9

9 2.5. Volume Backscattering Strength

Volume backscattering strength didefinisikan sebagai rasio antara intensitas

yang direfleksikan oleh suatu kelornpok single target yang diinsonifikasikan secara

sesaat yang diukur pada jarak 1 m dari target dengan intensitas suara yang mengenai

target. Pengertian volume backscattering ini sama dengan target strength, dimana

target strength untuk target tunggal sedangkan volume backscattering untuk

kelompok/gerombolan ikan (Johannesson dan Mitson, 1983).

Masing-masing individu target merupakan sumber dari reflected sound wave,

jadi output dari integrasi akan proporsional dengan kuantitas ikan dalam kelompok.

Ada dua metode dasar yang digunakan untuk memperoleh data kelimpahan ikan

dengan metode akustik yaitu echo counting dan echo integration. Jika densitas ikan

pada volume yang disampling rendah, maka echo dari ikan-ikan tunggal dapat dengan

mudah dipisahkan dan kemudian dihitung satu-persatu dengan memakai echo

counting. Metode echo counting jarangdigunakan dalam menduga kelimpahan ikan

karena ikan pada umumnya ikan bergerombol, sehingga menyebabkan overlap dari

echo ikan. Hal lain yang menyebabkan metode ini jarang digunakan adalah karena

densitas ikan tidak homogen dan pada umumnya tinggi. Jika densitas ikan tinggi atau

membentuk gerombolan. dimana echo dari target ganda menjadi overlap dan ikan

tunggal sulit dipisahkan maka total biomass dapat diduga dengan menggunakan echo

integrator. Pada dasarnya echo integrator berguna untuk mcngubah energi total dari

echo ikan menjadi densitas ikan dalam ikan/m3 atau kg/m3. Echo integrator ini

(56)

10

densitas ikan pada daerah survei tidak merata. Metode echo integration yang

digunakan untuk mengukur volume backscattering berdasarkan pada pengukuran

total power backscattered pada transducer (Johannesson dan Mitson, 1983).

Selanjutnya volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume

backscattering strength dari kelompok ikan. Menurut Johannesson dan Mitson

(1983) total intensitas suara yang dipantulkan oleh suatu multiple target adalah

jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal atau:

Ir total = Irl + Ir2 + Ir3 + ....+ Irn...(4)

Dimana :

n= jumlah individu ikan

Maka jika n memiliki sifat akustik yang serupa, nilai rata-rata intensitasnya dapat

diduga dengan:

Ir total = n.Ir ...(5)

Dimana :

Ir = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal

Hingga acoustic cross section rata-rata tiap target adalah :

(57)

11

11

Nilai juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

= 4π

dan Ir total dapat dicari dengan persamaan :

Ir total =

Ii

Dengan persamaan diatas, akan memugkinkan untuk mencari nilai TS rata-rata

(TS). Bila ρf = n/ volume, dalam bentuk persamaan logaritma dengan satuan dB, nilai

SV ( volume backscattering strength ) dapat diselesaikan dengan persamaan :

SV = 10 Log ρf + TS...(9)

Dimana ρf adalah densitas ikan.

2.6. Seleksi sebaran puncak Volume Backscattering Strength (SV) Nilai volume backscattering strength rata-rata yang diperoleh dapat

dikorelasikan dengan posisi dan kedalaman untuk memperoleh sebaran puncak SV

pada suatu batas threshold tertentu. Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan

ping dan layer kedalaman tertentu untuk mendapatkan nilai rata-rata SV (dB)

berdasarkan posisi dan kedalaman. Dari nilai rata-rata SV yang dihasilkan

selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh data sebaran puncak threshold. Puncak

(58)

12

dengan laju kenaikan sebesar (-3) dB. Kuantitas sebaran puncak threshold

selanjutnya dicatat dan dianalisis untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target

terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Sebaran puncak threshold yang

mewakili nilai SV rata-rata dapat dikorelasikan dengan nilai standar deviasi, dimana

nilai standar deviasi dengan kisaran 4 – 60 % dari nilai rata-rata volume

backscattering strength memiliki korelasi negative dengan jumlah kelimpahan suatu

target (Eckmann, R. 1998).

2.7. Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan

Indonesia beriklim laut tropis karena letaknya di daerah tropis dan diapit oleh

dua Samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia memiliki dua

musim yaitu musim barat dan musim timur. Namun karena wilayahnya yang luas,

keadaan geografisnya yang berbeda-beda serta daerahnya yang dibelah oleh garis

khatulistiwa maka sering terjadi perbedaan atau penyimpangan musim. Pengetahuan

mengenai penyebaran atau distribusi ikan sangat berkaitan dengan pencarian dan

pemiiihan teknik penangkapan ikan yang sesuai. Pola kehidupan ikan tidak bisa

dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan

lingkungan tersebut. Interaksi antara berbagai. faktor lingkungan terhadap ikan

sangat kompleks mengingat bahwa faktor lingkungan tersebut senantiasa berubah.

Faktor-faktor fisik merupakan faktor yang mudah diamati jika dibandingkan

dengan faktor lingkungan lain. Suhu dan salinitas merupakan parameter fisika yang

(59)

13

13

suhu maupun salinitas akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan

(Safruddin, 2007).

2.7.1. Suhu

Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang paling mudah untuk diteliti dan

ditentukan. Suhu air laut merupakan faktor yang banyak mendapatkan perhatian

dalam penelitian-penelitian kelautan, karena suhu merupakan salah satu faktor yang

sangat penting bagi kehidupan organisme laut. Menurut Nybakken (1988) suhu

adalah ukuran energi dari suatu molekul. Suhu perairan Indonesia sangat bervariasi

secara horizontal (menurut garis lintang) dan secara vertikal (menurut garis

kedalaman). Data suhu dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari

gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan atau

tumbuhan didalamnya (Nontji, 1993). Suhu dapat digunakan sebagai indikator untuk

menentukan perubahan ekologi. Hal ini tidak saja menyangkut suhu dan daerah

fluktuasinya, akan tetapi juga menyangkut gradien horizontal dan vertikalnya, variasi

dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air

secara langsung maupun tidak langsung yang nantinya akan berpengaruli terhadap

distribusi ikan (organisme perairan). Ikan-ikan akan cenderung memilih suhu tertentu

untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan banyak

dipengaruhi oleh suhu air tersebut, dalam hal ini ikan sangat peka terhadap perubahan

suhu walau hanya 0,03°C. Fluktuasi suhu ternyata bertindak sebagai faktor penting

(60)

14 2.7.2. Salinitas

Salinitas atau kadar garam merupakan jumlah garam (dalam gram) yang terlarut

di dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan derajat per-mil (%o).

Salinitas air laut umumnya bervariasi dengan kisaran antara 30-36 permil

(Brotowidjoyo, 1995 in Safruddin, 2007). Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan

(presipitasi) dan masukan dari aliran sungai (run off) yang ada disekitarya.

Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) relatif kecil bila

dibandingkan dengan perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai

banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada

waktu hujan (Safruddin, 2007). Salinitas juga erat hubungannya dengan adanya

penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel tubuh ikan dengan

keadaan sekelilingnya. Perubahan salinitas sering menunjukkan perubahan massa air

dan keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar

salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing.

Salinitas lingkungan juga berpengaruh terhadap distribusi telur, larva, juvenil dan

(61)

15

15

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan hasil survei pada tanggal 10-15 Mei 2010,

menggunakan data Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL), Kementerian Kelautan

dan Perikanan (KKP), Jakarta. Lokasi dan objek penelitian berada di perairan Teluk

Tomini (0° 2’ 24”- 0° 5’ 24”) LS dan (121° 45’ 50”- 121° 46’ 16”) BT, perairan di

sekitar Pulau Una-una (0° 9’ 0” - 0° 12’ 0”) LS dan (121° 39’ 43” - 121° 40’ 19”)

BT, perairan di sekitar Pulau Batu Daka (0° 36’ 0”- 0° 39’ 36”) LS dan (121° 37’

12”- 121° 45’ 36”) BT (Gambar 2). Pemrosesan data akustik dilakukan di

Laboratorium Akustik Kelautan, Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada bulan

(62)

16

Lintasan survei yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data

hidroakustik berupa lintasan lurus di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar pulau

Una-una dan perairan di sekitar pulau Batu Daka.

3.2. Perangkat Penelitian

Alat yang digunakan untuk pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Wahana

Pengambilan data penelitian menggunakan Kapal Riset “Bawal Putih”

(Lampiran 1).

b. Perangkat Keras :

1) Personal Computer (PC)

2) SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System

(63)

17

17

3.3. Pengolahan Data Volume Backscattering Strength (SV)

Pengolahan data hidroakustik dilakukan dengan software echoview 4.0 dengan

memasukan faktor koreksi terhadap parameter yang digunakan.(Tabel 1).

Tabel 1. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder

Parameter Nilai

Frekuensi (kHz) 120

Transducer gain (dB) 27

Sa Correction (dB) 0

Absorption coeffissient (dB/m) 0,041803

Pulse length (m/s) 0,512

Power (W) 50

Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan 100 ping. Setelah integrasi

dan kalibrasi dilakukan, pengekstrakan data dilakukan dengan menggunakan dongle

dalam bentuk Microsoft excel yang mencakup nilai lintang, bujur dan kedalaman.

Nilai rata-rata SV (dB) yang dihasilkan selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh

data sebaran puncak threshold (Lampiran 2, 3 dan 4). Puncak threshold yang

dihasilkan diintegrasi kembali berdasarkan selang threshold disetiap kisaran puncak.

Kuantitas sebaran threshold selanjutnya dicatat dan dianalisis menggunakan

perangkat lunak Matlab v 7.0.1 untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target

terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Gambar 3 adalah diagram alir

(64)

18

Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan data SV

Raw data penelitian

Nilai SV hasil ekstraksi data dengan dongle berdasarkan

Gambar

Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik
Tabel 1. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder
Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan data SV
Gambar 4 adalah diagram alir proses pengolahan data TS dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun persamaan tersebut menunjukkan dampak etika profesional, kompetensi akuntan pendidik atas akuntabilitas kinerja akuntan pendidik, dari hasil penelitian, maka

dalam berpendapat dan juga dalam bermen atau berinteraksi didalam situasi kelompok. 6) HJK : perubahan aspek prilaku kejenuhan belajar yang diperlihatkan oleh HJK

Faktor penyebab campur kode pada wacana iklan di harian Suara Merdeka edisi September-Oktober 2014 yakni disebabkan oleh sikap penulis, topik yang digunakan

[r]

Dengan mengelola kecerdasan emosional dalam proses belajar-mengajar, tidak hanya siswa yang memilki IQ tinggi yang dapat berhasil dalam belajar namun siswa

Penerapan Alat penyediaan pengaduk elektrik adonan kue donat, kue roti, dan kue roti goreng kapasitas 2 - 5 kilogram yang digerakkan dengan listrik dan juga