• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Arah Sirkular Terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi Dengan Metode Kriging (CIRCULAR-KRIGING)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Arah Sirkular Terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi Dengan Metode Kriging (CIRCULAR-KRIGING)"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN METODE

KRIGING

(

CIRCULAR-KRIGING

)

ROZA AZIZAH PRIMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Arah Sirkular Terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi Dengan Metode Kriging (CIRCULAR-KRIGING) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

(3)

Deformation and Prediction Rate of Deformation With Kriging Method (Circular

– Kriging). Under direction of I MADE SUMERTAJAYA and MUHAMMAD

NUR AIDI.

Indonesia is an archipelago country that vulnerable with natural disasters because it is flanked by three tectonic plates of the world. One of the natural disasters that occurs in Indonesia is the volcano eruptions that have a short, medium and long period eruption cycle. Therefore, a monitoring is carried out to detect eruption signs. One of the monitoring conducted by Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta is a deformation monitoring. It determines the changes in of mountain shape due to magma pressured inside the belly of the mountain. Data used in this research is the rate of deformation during period 2007-2010. Analysis used are descriptive circular statistic analysis, anova, circular linear regression analysis with dummy variables and the method of Ordinary Kriging. The results obtained from the descriptive analysis is that the observation concentrated in the dry season and the results obtained in the anova test showed that there are differences between the magnitude of the rate of deformation observation stations. While the results obtained in circular linear regression analysis with dummy variables that there are 12 variables significantly to the model that is cos arah, sin arah, T1(2008), T2 (2009), Z1T3 (Deles station and year 2010), Z2T3 (Babadan station and year 2010), Z3 (Jrakah station), sin arahT1 (sin direction of observation and year 2008), Z2 (Babadan station), Z1 (Deles station), Z2T1 (Babadan station and year 2008), sin arahT2 (sin direction of observation and year 2009). Estimation from Ordinary Kriging method dissatisfied to estimate the predetermined location. It can be seen from small value of R-square and enormous value of MSD, MAD and MAPE.

(4)
(5)

RINGKASAN

ROZA AZIZAH PRIMATIKA. Pengaruh Arah Sirkular Terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi dengan Metode Kriging (Circular

Kriging). Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan MUHAMMAD

NUR AIDI.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada tepat di daerah khatulistiwa. Secara geografis, Indonesia berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta diapit oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Oleh sebab itu, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan tektonik utama dunia yang mengakibatkan rentannya bencana alam. Salah satu bencana alam yang terjadi di Indonesia adalah letusan Gunung Berapi. Gunung Berapi yang ada di Indonesia, pada umumnya mempunyai suatu siklus letusan untuk periode tahun tertentu yaitu periode pendek, periode menengah dan periode panjang. Berdasarkan siklus tersebut, maka pengamatan atau pemantauan harus dilakukan secara rutin untuk mengetahui tanda-tanda letusan akan terjadi. Salah satu pemantauan yang dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda letusan adalah pemantauan deformasi.

Pemantauan deformasi adalah salah satu pemantauan yang dilakukan untuk melihat perubahan bentuk gunung berdasarkan pada laju deformasi sebagai akibat tekanan magma dari dalam perut gunung. Pada pemantauan deformasi, pengukuran dilakukan dengan menggunakan suatu alat yaitu total station yang akan menghasilkan suatu data EDM (Electronics Distance Measurements). Total station ini akan mengamati beberapa reflektor yang ada di sekitar gunung. Dengan adanya pengamatan atau pemantauan secara terus menerus, maka pengujian yang dilakukan dalam suatu penelitian terhadap siklus berdasarkan pada waktu pengamatan kurang tepat apabila menggunakan analisis statistik linear biasa. Selain waktu pengamatan yang sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil laju deformasi, pendugaan laju deformasi juga diperlukan apabila reflektor yang akan menghasilkan ukuran laju deformasi yang ada pada gunung berapi tersebut rusak atau diterjang suatu bencana.

Metode yang digunakan untuk melakukan suatu pengujian berdasarkan pada waktu pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode regresi sirkular linier, dengan peubah penjelas (x) adalah waktu pengamatan dan peubah respon (y) adalah laju deformasi. Tetapi, dalam hal ini peubah penjelas (x) ditambahkan beberapa variabel penjelas yang berupa peubah boneka. Analisis dilanjutkan dengan melakukan pendugaan yang berfungsi untuk mendapatkan nilai dugaan apabila reflektor tersebut hilang dan tidak dapat melakukan pengukuran kembali. Analisis yang digunakan yaitu metode Ordinary Kriging. Sebelum melakukan analisis dengan dua metode tersebut, maka dilakukan analisis deskriptif terhadap waktu pengamatan yang dilakukan dan melakukan pengujian anova untuk menentukan model regresi yang sesuai.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Data tersebut adalah data laju deformasi selama periode pendek yaitu 4 tahun (2007-2010).

(6)

pengamatan berkisar pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena cuaca yang cerah dan gunung terlihat jelas, maka pengukuran terhadap reflektor dapat dilakukan secara rutin tanpa ada kendala yang berarti. Analisis deskriptif linier menunjukkan bahwa laju deformasi terbesar terdapat di Stasiun Pengamatan Kaliurang. Pengujian anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar stasiun pengamatan terhadap besarnya laju deformasi yang diperoleh pada taraf nyata 5%. Analisis regresi sirkular linier dengan penambahan beberapa peubah kategorik berupa stasiun pengamatan dan tahun pengamatan menunjukkan terdapat 12 peubah yang signifikan dalam model yaitu arah (cos dan sin), tahun 2008 (T1), tahun 2009 (T2), stasiun pengamatan Deles tahun 2010 (Z1T3), stasiun pengamatan Babadan tahun 2010 (Z2T3), stasiun pengamatan Jrakah (Z3), siklus bulanan dalam sinus tahun 2008 (sin arahT1), stasiun pengamatan Babadan (Z2), stasiun pengamatan Deles (Z1), stasiun pengamatan Babadan tahun 2008 (Z2T1), siklus bulanan dalam sinus tahun 2009 (sin arahT2). Kebaikan model yang diperoleh mencapai 56.8%, artinya bahwa besarnya laju deformasi dapat dijelaskan oleh model sebesar 56.8% dan sisanya dijelaskan oleh faktor yang lain yang tidak dijelaskan oleh model. Model regresi sirkular linier dengan penambahan peubah kategorik berupa stasiun pengamatan dan tahun pengamatan tersebut digunakan untuk menduga data hilang akibat tidak dapat dilakukan pengamatan pada waktu-waktu tertentu.

Hasil pendugaan laju deformasi dengan menggunakan metode Ordinary Kriging dengan Jackknife dan pengujian kelinieran data aktual dan data dugaan menunjukkan bahwa data dan dugaan yang diperoleh sangat linier mendekati data yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 5%, nilai korelasi antara data aktual dan data dugaan sebesar 0.691 yang artinya sangat berhubungan positif serta nilai R2 yang diperoleh cukup layak yaitu sebesar 47.7%. Namun, setelah dilakukan perhitungan akurasi melalui nilai tengah kuadrat deviasi (MSD) sebesar 61.42, nilai tengah deviasi absolut (MAD) sebesar 4.80 dan nilai tengah galat persentase absolut (MAPE) sebesar 6658.98%. Sehingga berdasarkan pada hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai dugaan dengan metode Ordinary Kriging dapat mengikuti data sebenarnya dengan nilai keakuratan berdasarkan R2 cukup layak walaupun nilai MSD, MAD dan MAPE yang diperoleh besar.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PENGARUH ARAH SIRKULAR TERHADAP LAJU

DEFORMASI DAN PENDUGAAN LAJU DEFORMASI

DENGAN METODE KRIGING (CIRCULAR-KRIGING)

ROZA AZIZAH PRIMATIKA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Pengaruh Arah Sirkular Terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi Dengan Metode Kriging (CIRCULAR-KRIGING)

Nama : Roza Azizah Primatika

NRP : G151090071

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi,

MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Erfiani, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Arah Sirkular Terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi Dengan Metode Kriging (CIRCULAR-KRIGING)” ini dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si dan Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan , arahan, masukan dan saran serta ilmu yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Hari Wijayanto, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan seluruh staf Program Studi Statistika. Perhargaan tak lupa penulis sampaikan kepada pihak Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta atas kerjasamanya dan seluruh staf yang telah membantu selama penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan terutama kepada orang tua tercinta (Drs. Bagiyono dan Ibu Sumartini), adik-adikku (Arifah Dwi Novianti dan Aprilia Kusuma Dewi), mas (Fuad Nugraha Adi, ST), untuk segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Terakhir untuk teman-teman statistika regular, teman-teman statistika S1 dan S3 yang telah banyak membantu penulis secara fisik, ilmu maupun dukungan moral dalam penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2011

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kab. Blora pada tanggal 30 Maret 1987 dari Ayah Drs. Bagiyono dan Ibu Sumartini. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri I Ungaran dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada tahun 2008 Penulis melanjutkan Program Magister Sains di Program Studi Statistika, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2009.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxii

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

PENDAHULUAN

Statistika Deskriptif Sirkular ... 8

Analisis ragam... 10

Regresi Sirkular Linear ... 11

Penduga Parameter Regresi Sirkular Linier ... 13

Uji Kesesuaian Model Regresi Sirkular Linier ... 15

Pengujian Koefisien Regresi Sirkular Linier ... 16

Uji Kebaikan Model ... 17

Geostatistik ... 18

Semivariogram ... 18

Kriging ... 20

Pendugaan dengan Metode Jackknife ... 23

Inferensi Koefisien Garis Regresi ... 23

BAHAN DAN METODE Bahan ... 27

Metode Analisis ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Sirkular ... 31

Analisis Ragam Stasiun Pengamatan ... 35

(15)

Analisis Kestasioneran Data Laju Deformasi ... 46

Pola Model Semivariogram ... 46

Peta Kontur Laju Deformasi ... 47

Analisis Pengujian Inferensi Koefisien Garis Regresi ... 48

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(16)

DAFTAR

TABEL

Halaman

1. Struktur tabel Analisis ragam ... 11

2. Uji kegunaan model regresi sirkular linier ... 15

3. Analisis deskriptif sirkular semua tahun pengamatan ... 31

4. Analisis deskriptif sirkular masing-masing tahun pengamatan ... 32

5. Analisis Deskriptif Laju Deformasi ... 34

6. Analisis Ragam Stasiun Pengamatan ... 35

7. Uji Lanjut BNT ... 36

8. Analisis Ragam Regresi Sirkular Linier... 36

9. Analisis Ragam Regresi Sirkular Linier dengan Peubah Boneka... 38

10. Analisis Ragam Regresi Sirkular antar peubah penjelas ... 38

11. Hasil seleksi peubah dengan metode stepwise... 39

12. Nilai R2 ... 46

13. Hasil dugaan Ordinary Kriging ... 48

14. Hasil analisis ragam regresi ... 49

15. Hasil uji parsial ... 49

16. Analisis Ragam ... 64

17. Hasil Uji Parsial dengan Peubah Boneka ... 64

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta Lokasi Administratif Merapi ... 5

2. Skema Pemantauan Gunung Merapi ... 7

3. Lokasi Pemantauan ... 27

4. Rata-Rata Laju Deformasi ... 34

5. Laju Deformasi Gunung Merapi dari 4 Stasiun Pengamatan ... 43

6. Plot kenormalan sisaan ... 44

7. Plot penyebaran nilai sisaan ... 45

8. Peta kontur 2 dimensi ... 47

9. Plot antara data aktual dan dugaan kriging ... 51

10. Tahap Penelitian... 59

11. Diagram Alur Pembentukan Model Regresi Sirkular Linier ... 60

(18)
(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tahap Penelitian ... 59

2. Diagram Alur Pembentukan Model Regresi Sirkular Linier ... 60

3. Proses Pendugaan dengan Ordinary Kriging ... 61

4. Penduga Parameter ... 62

5. Hasil uji parsial tanpa peubah boneka ... 64

6. Hasil Uji Parsial dengan Peubah Boneka ... 64

7. Model regresi untuk masing-masing stasiun pengamatan dan tahun pengamatan ... 65

8. Letak Koordinat Reflektor ... 67

9. Model Semivariogram ... 67

(20)
(21)
(22)
(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada tepat di daerah khatulistiwa. Secara geografis, Indonesia berada diantara Benua Asia dan Benua Australia serta diapit oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Oleh sebab itu, maka Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia yang mengakibatkan rentannya bencana alam. Salah satu bencana alam yang terjadi di Indonesia adalah letusan Gunung Berapi. Gunung Berapi yang ada di Indonesia, pada umumnya mempunyai suatu siklus letusan untuk periode tahun tertentu yaitu periode pendek, periode menengah dan periode panjang. Berdasarkan siklus tersebut, maka pengamatan harus dilakukan secara rutin untuk mengetahui tanda-tanda letusan akan terjadi. Dengan adanya pengamatan yang secara terus menerus dilakukan, maka pengujian yang dilakukan dalam suatu penelitian terhadap siklus berdasarkan pada waktu pengamatan kurang tepat apabila menggunakan analisis statistik linear biasa. Sehingga analisis yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan metode analisis sirkular.

Puncak dari siklus Gunung Api adalah terjadinya suatu letusan yang merupakan hasil dari aktivitas-aktivitas di dalam perut Gunung. Dengan adanya aktivitas tersebut, maka letusan yang dihasilkan dapat berupa semburan material magma yang berupa awan panas, lahar dingin dan abu vulkanik. Hal tersebut merupakan suatu bahaya yang sangat mengancam kehidupan masyarakat yang ada di sekitar Gunung. Oleh sebab itu, untuk menghindari ancaman bahaya tersebut, maka dilakukanlah suatu pemantauan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda suatu letusan berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan secara rutin di beberapa stasiun pengamatan.

(24)

akibat tekanan magma dari dalam perut gunung. Pada pemantauan deformasi, pengukuran yang dilakukan menggunakan suatu alat yaitu total station yang akan

menghasilkan suatu data EDM (Electronics Distance Measurement). Dalam

pemantauan deformasi, pengamatan dilakukan pada reflektor yang berada di sekitar Gunung Api.

Permasalahan yang ada pada reflektor adalah jika kondisi gunung tidak cerah atau sedang berkabut, pemantauan tidak dapat dilakukan karena reflektor tidak dapat teramati dari stasiun pengamatan akibat tertutup oleh kabut. Oleh sebab itu, maka untuk mengetahui besarnya laju deformasi pada tiap-tiap pengamatan, dilakukan suatu pengujian sirkular yaitu regresi sirkular linier. Dimana dalam pengujian ini akan diketahui besarnya laju deformasi berdasarkan pada arah pengamatan (waktu pengamatan) ketika pengamatan tidak dapat dilakukan karena kondisi gunung tidak dapat teramati secara penuh.

Selain itu, permasalahan yang ditimbulkan kembali adalah ketika terjadi suatu letusan yang besar, maka reflektor akan menjadi rusak dan tidak dapat dilakukan pendeteksian kembali. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan suatu pendugaan pada reflektor untuk mendapatkan nilai laju deformasi sehingga data tersebut tidak hilang. Pendugaan yang dilakukan adalah

dengan menggunakan metode pendugaan kontur dengan metode Ordinary

Kriging. Pendugaan Ordinary Kriging merupakan salah satu pendugaan untuk menduga daerah di sekitar Gunung secara spasial dengan menggunakan data-data pengukuran yang sejenis. Dengan adanya pendugaan tersebut, maka daerah yang rusak dan tidak dapat dilakukan suatu pengukuran deformasi dapat diduga nilainya. Sehingga dengan adanya pendugaan tersebut, data laju deformasi dapat diketahui untuk melihat adanya perubahan Gunung tidak akan hilang.

(25)

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan arah rataan dan konsentrasi pengamatan deformasi. 2. Mengetahui perbedaan laju deformasi antar stasiun pengamatan. 3. Mengkaji pola laju deformasi dari waktu ke waktu.

(26)
(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Gunung Merapi

1. Tipe : Strato-volcano

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang paling aktif di Indonesia. Merapi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (BPPTK).

2. Petrologi : Magma andesit-basaltik

3. Dimensi : tinggi ±2978 m, diameter 28 km, luas 300-400 km2, volume 150 km3

4. Lokasi geografis : 7°32’ 5’‘ LS ; 110° 26’5’‘ BT

5. Posisi administratif : Propinsi Jawa Tengah & Daerah Istimewa

Yogyakarta. Kabupaten : Sleman, Magelang, Klaten, Boyolali

6. Konteks geodinamik : Busur kepulauan, subduksi pertemuan lempeng

Indo-australia dengan lempeng Asia

7. Dinamika erupsi : Pertumbuhan kubah lava diikuti guguran awanpanas.

Guguran lava pijar dan jatuhan piroklastik

8. Bahaya utama : Pyroclastic Flow (aliran awanpanas), bahaya sekunder

lahar

9. Interval erupsi : Beberapa tahun (dalam 100 tahun terakhir rata-rata 2-5 tahun)

10.Penduduk terancam di Kawasan Rawan Bencana III : ±40.000 jiwa

(28)

Sejarah letusan Gunung Merapi apabila dilihat berdasarkan tipe letusannya adalah pertumbuhan kubah lava yang gugur dan menghasilkan awan panas, dikenal dengan Tipe Merapi (Merapi Type). Peristiwa yang terjadi adalah kubah lava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam dan runtuh yang diikuti oleh guguran lava pijar. Dalam volume besar akan berubah menjadi awan panas guguran (rock avalance), atau penduduk sekitar Merapi mengenalnya dengan sebutan wedhus gembel, berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi (>700°C) dalam terjangan turbulensi meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah. Puncak letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awan panas guguran akibat hancurnya kubah.

Pemantauan yang dilakukan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) adalah prediksi erupsi artinya bagaimana mengetahui kapan erupsi terjadi, berapa lama erupsi berlangsung, dimana pusat erupsi dan bagaimana karakteristik erupsi. Salah satu pemantauan yang dilakukan oleh BPPTK adalah Pemantauan Deformasi.

Pemantauan Deformasi adalah pemantauan untuk mengetahui perubahan bentuk permukaan gunung api sebagai respon terhadap naiknya magma dibawah permukaan menuju kawah puncak (aktivitas magmatik) sebagai faktor internal maupun adanya longsoran tebing, akibat tekanan serta gaya gravitasi sebagai faktor eksternal . Retakan-retakan dengan berbagai ukuran dari beberapa sentimeter sampai beberapa meter dalam jumlah cukup banyak dapat terjadi dalam hitungan hari. Parameter yang diamati dalam pemantauan deformasi yaitu

EDM (Electronics Distance Measurement). Pengukuran EDM bertujuan untuk

mengetahui perubahan jarak lurus yang terjadi antara titik-titik ukur/reflektor di puncak Merapi terhadap titik referensi di beberapa pos pengamatan. Indikasi yang diperoleh adalah adanya pemendekan atau perpanjangan akibat adanya penggelembungan dan pengempisan tubuh Gunung Merapi.

(29)

Metode pemantauan secara kontinu yang memerlukan sistem pengiriman data melalui transmisi gelombang elektromagnetik. Selain itu, secara episodik data diambil melalui survei lapangan pada waktu yang berlainan langsung di lokasi pengamatan.

Gambar 2. Skema Pemantauan Gunung Merapi

Data Sirkular

Sumber : BPPTK Yogyakarta (2010)

Data sirkular adalah data atau observasi yang diukur berdasarkan dua dimensi arah. Dimensi dua arah ini dapat digambarkan melalui pengukuran sudut atau posisi titik pada keliling lingkaran, dengan memilih arah nol sebagai titik awal dan arah rotasi dimana searah atau berlawanan arah jarum jam. Data sirkular terbagi menjadi dua kategori yang dibedakan berdasarkan pengukurannya, yaitu data sirkular yang diukur dalam arah (sudut/derajat) dan data sirkular yang diukur dalam waktu (jam/hari/bulan). Pengubahan data sirkular yang bersatuan waktu agar dapat direpresentasikan secara grafis, maka dapat dilakukan dengan mengkonversi data sirkular dengan satuan derajat arah dengan memperlakukan skala data sirkular tersebut memiliki sejumlah k satuan waktu dalam satu lingkaran penuh. Pengkonversian dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

dengan :

α adalah sudut pengamatan

x adalah waktu yang telah ditentukan

(30)

Sebagai contoh apabila skala data sirkular yang diteliti adalah waktu dalam satu hari dalam satuan jam akan menghasilkan bahwa satu jam setara dengan 300

Statistika Deskriptif Sirkular

dalam satu lingkaran penuh.

Posisi titik terhadap pusat lingkaran diukur dengan menggunakan sifat sistem koordinat kartesius (X, Y) dengan titik pusat (0, 0). Beberapa titik pengamatan P dapat dinyatakan sebagai koordinat kartesius (X, Y) atau dalam

koordinat polar (r,α), dimana r merupakan jarak titik pusat ke titik pengamatan

dan α merupakan arah perpindahan (Rao & SenGupta 2001). Setiap pengamatan pada data sirkular dapat di representasikan sebagai titik dalam sebuah lingkaran. Oleh karena itu, dalam menganalisis data sirkular yang diperhatikan hanya berdasarkan arah. Titik tersebut dapat dinyatakan dalam koordinat polar dengan r = 1. Titik dalam koordinat polar dapat diubah dalam koordinat kartesius, begitupun sebaliknya, dengan

x= cos α, y = sin α

Arah rata-rata dari sampel data pada data sirkular diperoleh dengan menghitung resultan vektor dari vektor-vektor unit masing-masing sampel. Arah dari resultan vektor-vektor menyatakan arah rata-rata dari sampel data dan panjang rata-rata dari resultan tiap sampel menyatakan ukuran konsentrasi dari data terhadap arah rata-rata. Dalam Statistika Sirkular dikenal adanya nilai resultant vektor R yaitu panjang dari resultan berdasarkan semua pengamatan. Adapun rumus dari R adalah.

Menghasilkan

(31)

R menyatakan panjang dari vektor resultant, sedangkan menyatakan panjang rata-rata dari resultan vektor. Dimana α1, α2,...,αn

, akan bernilai :

adalah satu set observasi sikular yang diukur berdasarkan sudut. Arah dari vektor resultan R yang menjelaskan arah rata-rata sirkular dilambangkan dengan dimana,

1. Arctan (S/C) jika C>0, S 0 2. π/β, jika C=0, S>0

3. arctan(S/C) + π jika C<0

4. arctan (S/C) + βπ jika C 0, S<0 5. tidak terdefinisi jika C=0 dan S=0

Jika semua titik sudut berada dalam arah yang sama, ini mengindikasikan pemusatan yang besar, nilai R dapat sebesar n. Sebaliknya jka data menyebar merata pada sekeliling lingkaran ini mengindikasikan tidak adanya pemusatan, R dapat mendekati nilai 0 (Rao & SenGupta 2001).

Salah satu ukuran yang juga berguna dalam deskripsi statistik data sirkular adalah ukuran sebaran atau ragam. Nilai ragam sirkular diukur berdasarkan ukuran jarak sirkular antara sembarang dua titik data pada keliling lingkaran yang didefinisikan sebagai panjang busur terkecil dari dua panjang busur yang menghubukan titik-titik tersebut. Dengan pendekatan pengukuran “jarak” dalam lingkaran, maka nilai dari keragaman contoh adalah (Rao & SenGupta 2001).

Dv = n – R

Nilai tersebut adalah ukuran penyebaran contoh , dan pada Statistika Linear sama dengan s2. Mewakili observasi sebagai unit vektor { ui, i=1,..n}, memberikan Dv ( u1, u2,...un). Nilai R yang mendekati 0 berarti ukuran penyebaranya besar, sedangkan jika R mendekati n berarti suatu set observasi memiliki ukuran penyebaran kecil atau lebih terkonsentrasi pada titik pusat. Selain ragam sirkular, konsentrasi dapat ditunjukkan pada data sirkular.

(32)

Persamaan (a) digunakan jika r < 0.53, persamaan (b) jika 0.53 0.85 sedangkan persamaan (c) digunakan jika 0.85. Selain itu untuk mendapatkan nilai dapat dilakukan dengan melihat tabel konversi panjang vektor rata-rata (r) kedalam parameter konsentrasi ( (Batschelet 1981).

Analisis ragam

Analisis ragam adalah salah satu analisis yang digunakan untuk menilai kesamaan nilai tengah beberapa populasi (Aunuddin 2005). Sampel acak ukuran n diambil dari masing-masing dari k populasi. Ke k populasi yang berbeda ini diklasifikasikan menurut perlakuan atau grup yang berbeda (Walpole & Myers 2002). Secara umum, perlakuan dalam Analisis ragam dapat diartikan sebagai klasifikasi. Ke k populasi tersebut dianggap saling bebas dan berdistribusi normal dengan rataan µ1,µ2,…µk dan ragam σ2 yang sama. Bentuk umum dari model linier dapat dituliskan sebagai berikut (Walpole & Myers 2002).

dengan :

Yij adalah pengamatan pada kelas ke-i dan ulangan ke-j.

µi adalah rataan umum kelas ke-i. εij

(semua rataan kelas memberikan respon yang sama). adalah pengaruh acak pada kelas ke-i dan ulangan ke-j.

Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

(33)

Tabel 1. Struktur tabel Analisis ragam

Rumus untuk menghitung jumlah kuadrat dengan ulangan tidak sama dapat dirumuskan sebagai berikut :

FK = faktor koreksi

JKT = Jumlah Kuadrat Total

JKP = Jumlah Kuadrat Kelas

JKG = Jumlah Kuadrat Galat = JKT – JK Kelas Pengujian hipotesis :

Statistik uji Fhitung = KT Kelas/KTG mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang sebesar t-1 dan derajat bebas penyebut sebesar (n-1)-(t-1). Dengan demikian, jika nilai Fhitung > F(α, db1, dbβ)

Regresi Sirkular Linear

maka hipotesis nol ditolak dan berlaku sebaliknya. Penolakan hipotesis nol berimplikasi bahwa minimal paling sedikit dua rataan kelas yang diberikan tidak memberikan respon yang sama.

(34)

dengan : A0 = rataan umum, A1 = Amplitudo dan α0

Misalkan dan maka dapat ditulis :

= sudut acrophase, yaitu sudut pada saat kurva mencapai titik puncak. Persamaan di atas dapat diuraikan sebagai berikut.

Sehingga, di dapat suatu hubungan dan

Bentuk model regresi ini kembali menjadi model regresi linier biasa dengan

dua peubah independen yaitu cos α dan sin α. Bentuk model regresi sirkular linier dapat ditulis,

Dengan :

ε adalah komponen random galat.

Galat dalam regresi sirkular linier ini terdapat asumsi seperti pada regresi linier biasa, yaitu :

1. Var (ε) = σ2

2. Galat berdistribusi normal.

artinya ragam dari distribusi probabilitas ε konstan untuk setiap peubah independen.

3. Galat yang berasosiasi dengan setiap pasangan dua observasi yang

berbeda, saling bebas. Ini berarti galat yang berasosiasi dengan satu nilai x tidak mempunyai pengaruh terhadap galat yang berasosiasi dengan nilai x yang lain.

(35)

Bentuk umum model regresi dengan peubah boneka adalah :

(4) dengan :

adalah peubah respon adalah peubah penjelas adalah peubah boneka

adalah koefisien dari peubah regresi adalah galat

Jika terdapat beberapa peubah penjelas dan beberapa peubah boneka, maka persamaan (4) menjadi :

Jika terdapat interaksi antara peubah kualitatif dan peubah kuantitatif maka persamaan (4) menjadi :

Pengujian secara simultan pada model dilakukan dengan uji F dan pengujian secara parsial dilakukan dengan uji-t dengan taraf nyata 10%.

Penduga Parameter Regresi Sirkular Linier

Misalkan terdapat n pengamatan, maka akan terdapat x1, x2, …, xn nilai pengamatan peubah dependen. Untuk masing-masing nilai pengamatan peubah dependen xi terdapat nilai pengamatan αij dan zik, dimana αij merupakan nilai pengamatan ke-i dari peubah independen sirkular αj, sedangkan zik merupakan nilai pengamatan ke-i dari peubah independen linier zk

(1) .

Model regresi sirkular linier yang menghubungkan peubah dependen linier X dengan sekumpulan r peubah independen sirkular α dan sekumpulan p peubah independen linier z dapat ditulis (Mardia & Jupp 2000).

(36)

;

dengan :

X = (n x 1) vektor pengamatan Z = matriks berukuran (n x [1+2r+p])

= vektor koefisien regresi berukuran ([1+βr+p]x 1) ε = vektor random galat berukuran (n x 1)

Selanjutnya, akan dicari vektor penduga kuadrat terkecil yang

meminimumkan fungsi kuadrat galat L.

adalah matriks berukuran 1 x 1 dan kebalikannya adalah

Sehingga fungsi (2)

(37)

Akan disederhanakan menjadi :

(3)

Jumlah Kuadrat Terkecil akan diperoleh dengan mensubstitusi persamaan (3) ke persamaan (2) sehingga diperoleh :

Karena maka dapat ditulis :

Uji Kesesuaian Model Regresi Sirkular Linier

Pengujian terhadap model dilakukan untuk mengetahui apakah model yang terbentuk cukup baik, artinya terdapat paling tidak salah satu dari peubah independen yang memberi kontribusi yang cukup untuk memprediksi peubah dependen (Hardi 2005).

Hipotesis pengujian model adalah :

Penolakan H0

Tabel 2. Uji kegunaan model regresi sirkular linier

berarti minimal terdapat peubah independen sirkular atau peubah independen linier yang memberikan kontribusi yang cukup untuk memprediksi peubah dependen. Struktur tabel sidik ragam untuk pengujian model regresi sirkular linier pada Tabel 2.

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas

Kuadrat Tengah F hitung

(38)

Pengujian Koefisien Regresi Sirkular Linier

.

Pengujian untuk masing-masing koefisien regresi, pada model regresi sirkular linier secara parsial dilakukan untuk mengetahui peubah-peubah independen yang dapat memberikan kontribusi yang cukup untuk memprediksi peubah dependen. hipotesis untuk menguji koefisien regresi pada peubah

independen sirkular dilakukan pada komponen cos α dan sin α (Hardi β005).

Pengujiannya adalah sebagai berikut :

• Untuk komponen cos α

H0 : Cj1 = 0

• Untuk komponen cos α ≠ 0

Statistik uji untuk pengujian pada masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

• Untuk komponen sin α

(39)

Aturan keputusan :

H0 ditolak pada taraf nyata α jika . Penolakan H0 pada

minimal salah satu komponen artinya peubah independen sirkular αj memberikan kontribusi yang cukup untuk memprediksi peubah dependen dalam model. Hipotesis untuk menguji koefisien regresi pada peubah independen linier adalah sebagai berikut (Montgomery et al 2008).

H0 : Bj = 0 H1 : Bj ≠ 0

Penolakan pada H0 artinya peubah independen linier zj

H

memberikan kontribusi yang cukup untuk memprediksi peubah dependen dalam model.

Statistik uji untuk pengujian ini adalah sebagai berikut.

Aturan keputusan : 0

1. Asumsi kenormalan galat

ditolak pada taraf nyata α jika .

Keabsahan sebuah model regresi sirkular linier dalam memprediksi dan mengestimasi tergantung dari komponen galatnya. Komponen galattersebut harus memenuhi asumsi, antara lain :

2. Asumsi kesamaan ragam galat

3. Asumsi galat tidak berkorelasi

Uji Kebaikan Model

(40)

Apabila peubah yang diambil lebih dari 1 maka yang digunakan adalah R2

Geostatistik adjusted yaitu

Besaran ini hanya menunjukkan proporsi variasi total dalam respon Y yang diterangkan oleh model yang dicocokkan. Dalam hal ini, hasil yang diperoleh sering ditafsirkan sebagai hasil persentase variasi yang diterangkan oleh model yang dipostulasikan (Walpole & Myers 2002).

Geostatistik merupakan satu rangkaian prosedur statistika yang digunakan untuk menganalisis dan memodelkan jenis hubungan spasial yang terjadi di alam (Khoerudin 2010). Menurut Banerjee (2004) metode statistika dapat digunakan,

jika data yang digunakan memenuhi asumsi stasioner mean (µ) dan ragam (σ2

Semivariogram

) yang berarti tidak berubah secara berarti antar lokasi.

Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka metode geostatistika akan menghasilkan nilai dugaan yang kurang akurat. Dalam geostatistika terdapat dua hal penting yaitu semivariogram untuk memodelkan hubungan spasial dan kriging yang menghasilkan nilai dugaan pada lokasi-lokasi yang tidak tersedia datanya.

Interpolasi spasial adalah suatu metode atau fungsi matematis untuk menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Metode ini mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan secara spasial (Webster & Oliver 2007).

(41)

Semivariogram berfungsi untuk menggambarkan dan memodelkan korelasi spasial antar data. Semivariogram didefinisikan sebagai berikut (Webster & Oliver 2007).

Dengan adalah nilai semivariogram untuk setiap jarak h, V(x) adalah nilai pada lokasi x dan V(x+h) adalah nilai pada lokasi yang berjarak sejauh h dari x.

Persamaan di atas disebut dengan semivariogram eksperimental. Untuk mendapatkan model semivariogram, plot yang dihasilkan didekatkan dengan model semivariogram teoritis Sebelum menentukan model semivariogram, perlu dilakukan pendugaan terhadap parameter-parameter semivariogram. Parameter-parameter tersebut di duga berdasarkan plot semivariogram yang dihasilkan. Secara umum, parameter yang diperlukan untuk mendeskripsikan model semivariogram yaitu (Golden Software Inc 2002).

1. Nugget Effect (C0

Nugget effect terdiri dari dua komponen yaitu ragam galat dan ragam mikro. Ragam galat adalah ragam yang muncul akibat dari pengulangan data. Sedangkan ragam mikro muncul akibat pemisahan jarak yang lebih kecil dari contoh tetangga terdekat yang sejenis. Jika suatu semivariogram tidak berasal dari titik 0 (nol) berarti semivariogram tersebut mengandung nugget effect.

)

2. Sill (C)

Merupakan nilai pada saat semivariogram mencapai titik maksimum kemudian mendatar (plateu). Sill sama dengan nugget effect + skala. Setelah semivariogram mencapai sill, tidak ada lagi korelasi antar sampel. 3. Range (a)

Jarak pada saat bertemu sill disebut range. Semivariogram linear tidak mempunyai sill maupun range, tetapi mempunyai slope.

Semivariogram teoritis memiliki beberapa model (Creesie 1993 & Banerjee et al 2004) yaitu

(42)

2. Model Spherical

3. Model Eksponensial

4. Model Gaussian

Kriging

Metode kriging merupakan interpolasi suatu nilai peubah pada suatu titik (lokasi) tertentu yang dilakukan dengan mengamati data yang sejenis di lokasi lainnya. Metode ini menghasilkan dugaan yang bersifat tak bias linear terbaik (Best Linear Unbiased Estimator). Terdapat beberapa jenis metode Kriging, salah satunya (Webster & Oliver 2007) yaitu Ordinary Kriging. Ordinary Kriging yaitu Metode Kriging yang digunakan jika data memenuhi asumsi stasioner intrinsik dan mean dari populasi diasumsikan konstan akan tetapi nilainya tidak diketahui.

Ketepatan dugaan kriging sangat bergantung pada model semivariogram yang dipilih yang digunakan untuk menentukan bobot kriging (Cressie 1993). Pertimbangan terpenting dalam kriging adalah metode ini memberikan bobot yang lebih besar pada titik contoh dengan jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan titik contoh dengan jarak lebih jauh (Khoerudin 2010). Penjumlahan dari keseluruhan bobot sama dengan satu. Pendugaan data yang tidak diketahui menggunakan persamaan berikut (Cressie 1993 & Wackernagel 2003).

dengan :

: nilai dugaan pengamatan pada lokasi ke x : nilai pengamatan pada lokasi ke x

0

i

: pembobot pada lokasi ke x

(43)

Pada titik yang akan diduga nilainya, model merupakan fungsi acak stasioner yang terdiri dari beberapa peubah acak yaitu V(x1), V(x2), ..., V(xn), ditambah dengan satu nilai peubah V(x0

Sisaan yang diperoleh sebesar R( ,

) yang diinterpolasi nilainya. Masing-masing peubah acak mempunyai peluang yang sama pada semua lokasi dengan nilai tengah E(Z).

R(

R(

Telah diasumsikan sebelumnya bahwa fungsi acak stasioner dan nilai harapan sisaannya nol sehingga dapat dituliskan sebagai berikut.

R(

Agar nilai dugaan yang dihasilkan tidak bias, maka jumlah pembobot masing-masing nilai peubah pada lokasi lainnya adalah sama dengan satu (Isaaks & Srivastava 1989). Semua prosedur pendugaan dalam kasus ini menggunakan kondisi ketidakbiasan. (Isaaks & Srivastava 1989) menerangkan bahwa ragam duga adalah sebagai berikut.

(44)

Metode interpolasi ordinary kriging adalah metode pendugaan yang menghasilkan ragam minimum dengan menggunakan parameter lagrange (Isaaks & Srivastava 1989).

Dengan menghitung turunan parsial persamaan G terhadap μ dan wi

dan Maka dalam notasi matriks akan diperoleh:

sebagai berikut:

dengan :

C : matriks kovarian antar pasangan lokasi/titik ke-i dan ke-j w : vektor pembobot-i

D : vektor kovarian antara lokasi/titik yang diduga dengan lokasi pengamatan yang telah ada

Selanjutnya, besarnya bobot masing-masing nilai peubah V(x1), V(x2), ..., V(xn

Untuk mengetahui apakah metode Ordinary Kriging dapat digunakan

untuk menduga data hilang, data harus memenuhi asumsi stasioner intrinsik. Pemeriksaan kestasioneran data secara formal dilakukan dengan menggunakan Uji Dickey Fuller. Hipotesis yang diuji adalah:

H

) diperoleh sebesar:

0: = 0 (data tidak stasioner) H1: < 0 (data stasioner)

Jika nilai p < α, atau t hitung < nilai kritisnya maka keputusan yang

(45)

Pendugaan dengan Metode Jackknife

Diberikan suatu contoh acak sembarang . Dari contoh

tersebut dilakukan resampel (penarikan ulang contoh) sebanyak n kali dimana tiap resampel terdiri dari n-1 pengamatan (terhapus 1 pengamatan secara berturut-turut). Misalkan V(i) adalah himpunan data resampel ke-i,

Untuk i=1,2,…,n maka X(i)

adalah galat data ke-i

disebut sebagai contoh Jackknife. Nilai galat (bias) dari suatu data didefinisikan sebagai :

dengan :

adalah dugaan ke-i adalah data ke-i

Untuk menentukan suatu teknik pendugaan akurat atau tidak, dapat diamati dari nilai galat yang dihasilkan oleh pendugaan tersebut. Jika nilai-nilai galat tersebut masih terletak dalam selang toleransi tertentu, maka dugaan yang dihasilkan cukup dapat diterima (Hardiansyah 2001).

Inferensi Koefisien Garis Regresi

Misalkan v adalah vektor yang berukuran k x 1, adalah vektor nilai dugaan berukuran k x 1, a dan b adalah parameter-parameter model linier yang akan diuji nilainya. Sehingga dapat dibangun suatu model regresi :

(Wu 1986)

Dari model tersebut dapat dilakukan hipotesis terhadap parameter a dan b untuk menentukan keputusan yang terbaik.

Pada suatu garis regresi , a dan b hanya merupakan nilai

dugaan bagi parameter yang sesungguhnya α dan yang didasarkan pada n

(46)

• Pengujian parsial α : Hipotesis :

H0 : α = 0 H1 : α≠ 0

Aturan keputusan yang diambil adalah apabila nilai p < taraf nyata 5 % atau nilai t hitung > t tabel, maka kesimpulan yang diambil adalah tolak H0

• Pengujian parsial :

.

Hipotesis :

H0 : = 0 (tidak ada hubungan linier antara peubah independen dan peubah dependen).

H1 : ≠ 0 (ada hubungan linier antara peubah independen dan peubah dependen).

Aturan keputusan yang diambil adalah apabila nilai p < taraf nyata 5 % atau nilai t hitung > t tabel, maka kesimpulan yang diambil adalah tolak H0

Nilai-nilai dugaan lain bagi α dan yang dapat diperoleh melalui pengambilan contoh berukuran n beberapa kali yang dapat dipandang sebagai nilai-nilai peubah acak A dan B. Karena nilai-nilai v bersifat tetap, maka nilai A dan B bergantung pada keragaman nilai-nilai . Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pengujian yang dilakukan untuk menguji hipotesis nol (H

.

(47)

Sedangkan pengujian untuk menguji hipotesis nol (H0) bahwa = 0 lawan H1

Kemudian dengan menggunakan taraf nyata (α) tertentu dan menggunakan

wilayah kritik dari sebaran t untuk memperoleh nilai , maka keputusan

terhadap hipotesis dapat diambil melalui selang kepercayaan :

yang dikehendaki, maka keputusannya didasarkan pada nilai sebagai berikut (Walpole & Myers 2002).

(48)
(49)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, yaitu data pemantauan deformasi Gunung Merapi berupa laju deformasi pada siklus letusan periode pendek yaitu periode 4 tahun (2007-2010). Lokasi pemantauan yang dilakukan oleh BPPTK dapat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Pemantauan

(Non skala)

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh BPPTK mengenai aktivitas gunung merapi, maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data pemantauan deformasi, yang berupa laju deformasi dengan satuan mm/hari. Titik lokasi pos pengamatan yang digunakan dalam pemantauan deformasi adalah :

B T

U

(50)

- Pos Kaliurang dengan posisi 7°36’4,07” LS dan 110°25’30,16” BT elevasi 878 m. Dalam pos pengamatan ini terdiri dari 4 reflektor, yaitu RK1, RK2, RK3 dan RK4.

- Pos Babadan dengan posisi 7°31’29,7” LS dan 110°24’37,5” BT elevasi

1278,5 m. Dalam pos pengamatan ini terdiri dari 2 reflektor, yaitu RB1 dan RB2.

- Pos Jrakah dengan posisi 7°29’48,5” LS dan 110°25’15,7” BT elevasi 1291,5

m . Dalam pos pengamatan ini terdiri dari 2 reflektor, yaitu RJ1 dan RJ2.

- Pos Deles dengan posisi 7°33’36,7” LS dan 110°27’40,7” BT elevasi 1110 m.

Dalam pos pengamatan ini terdiri dari 2 reflektor, yaitu RD1 dan RD2.

Metode Analisis

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data tentang pemantauan gunung merapi. Data yang

terkumpul yaitu data pemantauan deformasi yang berupa data laju deformasi.

2. Mengkonversikan data linear yang berdasarkan waktu pengamatan ke

dalam bentuk data sirkular yang berupa sudut. Pengkonverisan data linear berdasarkan waktu dilakukan dengan membagi satu lingkaran penuh dengan satu siklus tahun sebanyak 12 bulan untuk dijadikan data sirkular.

3. Membuat analisis deskriptif sirkular mengenai data pengamatan

pemantauan Gunung Merapi. Dalam analisis deskriptif ini, langkah yang dilakukan adalah mencari rata-rata dan konsentrasi dari data sirkular yang telah dikonversikan.

4. Melakukan pengujian Analisis ragam untuk membandingkan laju

deformasi antar stasiun pengamatan.

5. Melakukan pengujian regresi sirkular linier dengan peubah respon (Y) adalah laju deformasi dan peubah independen adalah arah pengamatan (waktu pengamatan).

(51)

Kemudian dilakukan seleksi peubah untuk memperoleh model laju deformasi dengan melakukan pengujian secara simultan dengan uji F dan pengujian secara parsial dengan uji-t. Hasil model yang telah diseleksi akan digunakan untuk melakukan pendugaan pada data pengamatan yang hilang dan dapat dilanjutkan pada pendugaan berikutnya.

7. Melakukan pendugaan pada daerah atau lokasi yang tidak dilakukan

pengukuran dengan menggunakan metode kriging. Langkah-langkah yang

dilakukan dalam metode kriging yaitu :

• Membangun model semivariogramnya berdasarkan data yang diamati.

Dalam menentukan model semivariogram, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

- Melakukan pengujian asumsi stasioner. - Menyusun matriks jarak antar alat reflektor.

- Menentukan semivariogram eksperimental yang dihitung berdasarkan jarak alat reflektor.

- Mendekatkan semivariogram eksperimental terhadap semivariogram

teoritis.

- Melakukan pemilihan model semivariogram. - Melakukan pendugaan

• Melakukan pendugaan berdasarkan model semivariogram yang sesuai

dengan data menggunakan teknik Jackknife. Algoritma Jackknife adalah sebagai berikut :

- Keluarkan v1 dari gugusan data yang ada dan dengan menggunakan

(52)

- Hitung jarak dari setiap data terhadap v1

- Matriks koragam untuk jarak antar lokasi adalah

dan jarak antar data dalam gugusan data untuk mendapatkan matriks jarak antar lokasi data.

- Vektor D bagi sistem kriging di atas adalah

- Dengan demikian vektor pembobot dapat diperoleh dengan :

W = C-1

. D

dengan matriks W adalah

- Akhirnya diperoleh :

- Setelah dugaan dari v1 diperoleh, masukkan kembali data tersebut

ke dalam gugusan data dan dengan cara yang sama keluarkan v2

• Melakukan pengujian akurasi dengan MAD, MSD, MAPE dan

pengujian koefisien garis regresi yang digunakan untuk menguji apakah dugaan yang didapatkan mendekati data sebenarnya atau tidak.

dan seterusnya secara rekursif untuk mendapatkan nilai dugaan dari data-data yang telah ada.

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif Sirkular

Konsentrasi pemantauan atau pengamatan yang dilakukan secara rutin

akan terlihat jelas apabila dilakukan suatu analisis. Salah satu analisis yang memperlihatkan konsentrasi tersebut adalah analisis deskriptif sirkular. Analisis deskriptif sirkular untuk beberapa stasiun pengamatan yang dilakukan beberapa tahun diperoleh dalam Tabel 3.

Tabel 3. Analisis deskriptif sirkular semua tahun pengamatan

Stasiun Pengamatan Kaliurang Deles Babadan Jrakah

Rata-rata Juli Juli Juli Agustus

Panjang rata-rata vektor (r) 0.13 0.25 0.25 0.25

Konsentrasi

Berdasarkan pada Tabel 3 dapat simpulkan bahwa secara keseluruhan, dari 4 stasiun pengamatan dengan beberapa tahun pengamatan yang dilakukan yaitu tahun 2007 hingga tahun 2010, konsentrasi pengamatan yang dilakukan berkisar pada bulan juli dan agustus. Walaupun konsentrasi setiap stasiun pengamatan kecil dan penyebaran (ragam) yang besar yaitu secara berturut-turut stasiun Kaliurang sebesar 0.27 dan ragam 0.87, stasiun Deles sebesar 0.52 dan ragam 0.75, stasiun Babadan sebesar 0.52 dan ragam 0.75 serta stasiun Jrakah sebesar 0.52 dan ragam 0.75. Akan tetapi terlihat bahwa pada beberapa tahun pengamatan bulan juli dan agustus merupakan pengamatan yang rutin dilakukan untuk beberapa tahun pengamatan. Hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut merupakan musim kemarau sehingga kondisi gunung pada musim kemarau terlihat cerah dan tidak berkabut sehingga pengamatan dapat dilakukan secara rutin.

(54)

Tabel 4. Analisis deskriptif sirkular masing-masing tahun pengamatan

Stasiun Tahun 2007 2008 2009 2010

Kaliurang

Rata-rata Juni Maret Agustus Juli

Panjang rata-rata

vektor (r) 0.17 0.23 0.13 0.19

Konsentrasi

Rata-rata Juli Juli Agustus Juli

Panjang rata-rata

Rata-rata Juli September Agustus Juni

Panjang rata-rata

Berdasarkan pada Tabel 4, maka dapat disimpulkan bahwa pada pengamatan tahun 2007, arah rata-rata pengamatan pada tiap-tiap stasiun pengamatan berada pada bulan juni untuk Stasiun Kaliurang dan bulan juli untuk Stasiun Babadan, Deles dan Jrakah. Hal tersebut diakibatkan karena adanya musim kemarau yang mengakibatkan kondisi gunung yang cerah dengan kabut yang cenderung lebih tipis. Sehingga pengamatan dapat dilakukan secara rutin untuk setiap hari.

(55)

lebih rendah dibandingkan dari beberapa stasiun pengamatan yang lain. Sehingga rata-rata pengamatan yang rutin dapat dilakukan adalah pada bulan maret.

Pada pengamatan tahun 2009, arah rata-rata pengamatan pada tiap-tiap stasiun pengamatan berada pada bulan agustus untuk Stasiun Babadan, Jrakah, Kaliurang dan bulan Oktober untuk Stasiun Deles. Hal tersebut diakibatkan karena adanya musim kemarau yang mengakibatkan kondisi gunung yang cerah dengan kabut yang cenderung lebih tipis sehingga pengamatan dapat dilakukan secara rutin untuk setiap hari.

Pada pengamatan tahun 2010, arah rata-rata pengamatan pada tiap-tiap stasiun pengamatan berada pada bulan juni untuk Stasiun Deles dan Jrakah sedangkan bulan Juli untuk Stasiun Babadan dan Kaliurang. Hal tersebut diakibatkan karena adanya musim kemarau yang mengakibatkan kondisi gunung yang cerah dengan kabut yang cenderung lebih tipis sehingga pengamatan dapat dilakukan secara rutin untuk setiap hari.

Berdasarkan pada paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi disekitar gunung sangat menentukan adanya pengamatan atau tidak. Hal tersebut dapat juga dilihat dari posisi stasiun pengamatan terhadap gunung. Apabila stasiun pengamatan tersebut berada di posisi ketinggian yang lebih rendah dan di kelilingi oleh bukit-bukit maka kondisi juga dipengaruhi oleh adanya bukit-bukit tersebut yang menyebabkan kabut tidak hanya datang dari puncak gunung saja melainkan dari beberapa bukit yang ada disekitarnya. Besarnya ragam untuk masing-masing stasiun pada tahun pengamatan yang berbeda-beda dapat diakibatkan karena jumlah pengamatan yang dilakukan. Sehingga dengan jumlah pengamatan yang cenderung lebih banyak maka mengakibatkan penyebaran (ragam) sangat besar. Walaupun dengan adanya penyebaran yang besar, tetap arah rata-rata pengamatan dan konsentrasi dapat terlihat pada beberapa tahun pengamatan walaupun memiliki konsentrasi yang kecil.

(56)

Tabel 5. Analisis Deskriptif Laju Deformasi

Laju Deformasi Kaliurang Deles Babadan Jrakah

Rata-rata -8.43 -0.12 -0.32 -0.11

Min -91.22 -0.77 -3.32 -1.38

Max 1.07 0.78 0.32 2.33

St.dev 26.10 0.39 0.99 1.10

Berdasarkan pada Tabel 5, maka dapat ditunjukkan bahwa rata-rata besarnya laju deformasi yang paling besar adalah pada stasiun pengamatan Kaliurang. Waktu pengamatan yang menunjukkan besarnya laju deformasi dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) Stasiun Kaliurang (c) Stasiun Deles

(b) Stasiun Babadan (d) Stasiun Jrakah

Gambar 4. Rata-Rata Laju Deformasi

-100 -50 0 50

-1,00 -0,50 0,00 0,50 1,00

(57)

Berdasarkan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa grafik (a), rata-rata laju deformasi pada stasiun pengamatan Kaliurang paling besar terjadi pada bulan Oktober. Grafik (b) menunjukkan bahwa rata-rata laju deformasi pada stasiun pengamatan Babadan paling besar terjadi pada bulan Juni. Grafik (c) menunjukkan rata-rata laju deformasi pada stasiun pengamatan Deles paling besar terjadi pada bulan Maret. Grafik (d) menunjukkan bahwa rata-rata laju deformasi pada stasiun pengamatan Jrakah paling besar terjadi pada bulan April.

Analisis Ragam Stasiun Pengamatan

Eksplorasi yang dilakukan pada analisis deskriptif hanya dapat mengetahui arah rata-rata waktu pengamatan yang dilakukan dan laju deformasi yang diperoleh. Sehingga untuk dapat mengetahui pada masing-masing stasiun pengamatan dilakukan pengujian Analisis ragam. Hasil yang diperoleh berdasarkan laju deformasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis Ragam Stasiun Pengamatan

Sumber Keragaman db JK KT F-hitung Nilai P

Stasiun Pengamatan 3 9.90 3.30 4.51 0.00

Galat 42 30.73 0.73

Total 45 40.63

(58)

Tabel 7. Uji Lanjut BNT

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada taraf nyata 5% dengan uji lanjut BNT, beberapa stasiun pengamatan berbeda nyata bila selisih rataannya lebih besar dari nilai BNT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stasiun Kaliurang berbeda dengan stasiun yang lainnya. Hal ini terlihat bahwa nilai selisih rataannya lebih besar dari nilai BNT. Dengan demikian, terdapat perbedaan stasiun Kaliurang bila dibandingkan dengan stasiun yang lain. Oleh sebab itu, stasiun Kaliurang dapat digunakan sebagai pembanding untuk melakukan pengujian selanjutnya yaitu pada pengujian regresi sirkular linier.

Analisis Regresi Sirkular Linier Laju Deformasi

Pada pengujian Analisis ragam telah diketahui bahwa terdapat perbedaan besarnya laju deformasi pada tiap-tiap stasiun pengamatan. Oleh sebab itu, berdasarkan pada hasil tersebut maka diberikan model regresi sirkular linier dengan asumsi bahwa model ini dapat digunakan untuk beberapa stasiun pengamatan yang berbeda berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan. Sebelum dilakukan pemodelan untuk masing-masing stasiun, maka dilakukan pemodelan regresi sirkular linier yang melibatkan beberapa stasiun pengamatan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Analisis Ragam Regresi Sirkular Linier

Sumber Keragaman db JK KT F-hitung Nilai P

Regresi 2 0.02 0.01 0.04 0.96

Galat 108 27.33 0.25

Total 110 27.36

(59)

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai p tidak nyata pada taraf nyata 10%, akibatnya tidak cukup alasan untuk menolak hipotesis nol (diterima), artinya bahwa tidak terdapat pengaruh pada model untuk memprediksi besarnya laju deformasi. Sehingga tidak dapat memberikan kontribusi yang cukup untuk melakukan pendugaan. Selanjutnya dilakukan pengujian secara parsial untuk mengetahui peubah yang nyata dalam model. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa tidak terdapat peubah yang nyata. Oleh sebab itu, maka untuk memberikan perbedaan pada masing-masing peubah, dilakukan penambahan peubah baru yang dapat memperbaiki model dan dapat meningkatkan kebaikan model.

Penambahan peubah baru yang dilakukan yaitu dengan menambahkan peubah boneka (dummy variable). Peubah boneka yang digunakan adalah stasiun pengamatan dan tahun pengamatan sebagai berikut :

(60)

Tabel 9. Analisis Ragam Regresi Sirkular Linier dengan Peubah Boneka

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai p sangat nyata pada taraf nyata 10%, akibatnya hipotesis nol ditolak, artinya bahwa minimal ada satu peubah yang berhubungan dengan adanya perubahan besarnya laju deformasi. Selanjutnya dilakukan pengujian secara parsial untuk mengetahui peubah yang nyata dalam model. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa masih terdapat peubah yang belum nyata yaitu sin arah dan cos arah. Selain itu nilai kebaikan model yang didapat masih kurang baik yaitu sebesar 42.4%, oleh sebab itu, maka ditambahkan beberapa peubah dengan tujuan dapat meningkatkan kebaikan model dan mengetahui peubah yang nyata didalam model agar dapat memberikan model yang baik dalam memprediksi besarnya laju deformasi. Peubah yang ditambahkan yaitu peubah dengan melibatkan gabungan antar peubah baik peubah boneka maupun peubah kuantitatif (arah/bulan).

Untuk mengetahui hubungan antar peubah penjelas yang nyata, maka dilakukan pengujian secara simultan. Hasil pengujian secara simultan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Ragam Regresi Sirkular antar peubah penjelas

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Regresi 13 17.29 1.33 12.15 0.00

Galat 97 10.62 0.11

Total 110 27.91

(61)

Hasil uji koefisien masing-masing peubah yang diperoleh dilakukan melalui proses penyeleksian peubah dengan metode stepwise untuk mendapatkan peubah-peubah yang nyata dalam model. Hasil penyeleksian peubah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil seleksi peubah dengan metode stepwise

Peubah Penjelas Koefisien SE Koefisien T hitung Nilai P VIF

(62)

Berdasarkan pada seleksi model tersebut di atas, maka dapat dibentuk suatu model regresi sirkular linier dengan peubah boneka (dummy variable) sebagai berikut :

Laju Deformasi = - 0.998 - 0.0669 cos arah - 0.186 sin arah + 0.837 T1 + 0.493 T2 + 0.629 Z1T3 + 0.358 Z2T3 + 0.816 Z3 + 0.429 sin arahT1 + 0.558 Z2 + 0.351 Z1 - 0.489 Z2T1 - 0.508 Z3T1 + 0.211 sin arahT2

Berdasarkan model regresi di atas, maka dapat diinterpretasikan bahwa besarnya laju deformasi disebabkan oleh beberapa peubah yaitu cos arah (siklus bulan yang diukur melalui sudut cosinus), sin arah (siklus bulan yang diukur melalui sudut sinus), T1 (tahun 2008), T2 (tahun 2009), Z1T3 (stasiun pengamatan Deles pada tahun 2010), Z2*T3 (stasiun pengamatan Babadan pada tahun 2010), Z3 (stasiun pengamatan Jrakah), sin arahT1 (siklus bulanan yang diukur melalui sudut sinus pada tahun 2008) , Z2 (stasiun pengamatan Babadan), Z1 (stasiun pengamatan Deles), Z2T1 (stasiun pengamatan Babadan pada tahun 2008) dan sin arahT2 (siklus bulanan melalui sudut sinus pada tahun 2009).

Berdasarkan model yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap penambahan satu satuan siklus dalam bulanan (arah) akan menyebabkan penurunan besarnya laju deformasi sebesar -0.0669 untuk penambahan satu satuan dalam fungsi cosinus bulanan (arah) dan sebesar -0.186 untuk penambahan satu satuan dalam fungsi sinus bulanan (arah) dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Penurunan besarnya laju deformasi pada saat penambahan satu satuan siklus bulanan disebabkan adanya peningkatan aktivitas magma yang ada dalam perut gunung (kantong magma) dari bulan ke bulan. Setiap adanya aktivitas tersebut, maka akan terjadi pergeseran bentuk gunung yang menyebabkan besarnya laju deformasi meningkat. Apabila pergeseran tersebut sangat besar, maka terdapat indikasi bahwa tekanan dari aktivitas magma meningkat.

(63)

pengempisan atau tidak terdapat pergeseran yang cukup berarti karena tidak terdapat tekanan akibat aktivitas magma.

Pada tahun 2009, rata-rata laju deformasi lebih tinggi 0.493 jika dibandingkan tahun 2007. Hal ini berarti bahwa permukaan dinding gunung tidak menunjukkan pergeseran yang cukup berarti akibat tekanan magma yang tidak menunjukkan peningkatan aktivitas.

Pada stasiun pengamatan Babadan, aktivitas magma tidak menunjukkan aktivitas yang melebihi batas normal. Hal ini terlihat bahwa nilai rata-rata laju deformasi lebih tinggi 0.558 jika dibandingkan dengan rata-rata laju deformasi stasiun pengamatan Kaliurang. Pada stasiun pengamatan Deles, menunjukkan bahwa nilai rata-rata laju deformasi lebih tinggi 0.351 jika dibandingkan dengan rata-rata laju deformasi stasiun pengamatan Kaliurang. Demikian juga yang terjadi pada stasiun Jrakah, menunjukkan bahwa nilai rata-rata laju deformasi lebih tinggi 0.816 jika dibandingkan dengan rata-rata laju deformasi stasiun pengamatan Kaliurang. Hal tersebut diakibatkan oleh nyata tekanan yang terjadi pada 3 stasiun pengamatan yaitu Deles, Babadan dan Jrakah tidak mengalami tekanan yang cukup kuat jika dibandingkan pada tekanan magma yang terjadi pada permukaan gunung yang terpantau oleh stasiun pengamatan Kaliurang. Oleh sebab itu, indikasi adanya tekanan yang sangat kuat terjadi pada lereng gunung yang mengalami pergeseran permukaan gunung sangat mencolok yang terpantau oleh stasiun pengamatan Kaliurang. Dengan adanya indikasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pergeseran permukaan gunung akan memicu adanya material magma yang akan mengarah sekitar daerah tersebut.

(64)

rendah yang berarti rata-rata besarnya laju deformasi telah menunjukkan penurunan/pengempisan gunung yang mulai beraktivitas normal kembali setelah letusan bulan oktober 2010. Demikian juga dengan menganggap beberapa peubah yang tetap, maka diperoleh beberapa perhitungan sebagai berikut :

- Tahun 2007, besarnya laju deformasi di stasiun pengamatan Kaliurang

sebesar -1.07 artinya bahwa pada bulan desember gunung mengalami penggembungan hingga rata-rata sebesar -1.07 pada bulan tersebut. Untuk tahun 2008, besarnya laju deformasi sebesar -0.23 artinya bahwa pada bulan tersebut pada tahun 2008 gunung mengalami penggembungan hingga rata-rata sebesar -0.23 pada bulan tersebut. Demikian pula untuk masing-masing stasiun pengamatan dan dapat dilihat model regresi baik yang terdapat interaksi maupun tidak terdapat interaksi antar peubah.

- Pada stasiun pengamatan Deles, prediksi dapat dilakukan untuk stasiun

pengamatan Babadan pada bulan desember tahun 2010. Berdasarkan pada model di atas, maka diperoleh hasil bahwa laju deformasi pada bulan desember tahun 2010 sebesar -0.15. Artinya bahwa gunung tetap mengalami penggembungan walaupun mengalami penurunan aktivitas di dalam perut gunung hingga mencapai rata-rata laju deformasi sebesar -0.15 apabila dibandingkan dengan aktivitas sebelumnya.

Grafik yang menunjukkan pola adanya perubahan/pergeseran bentuk gunung dari waktu ke waktu dapat ditunjukkan pada Gambar 5.

(a) Stasiun Pengamatan Kaliurang

(65)

(b) Stasiun Pengamatan Deles

(c) Stasiun Pengamatan Babadan

(d) Stasiun Pengamatan Jrakah

Gambar 5. Laju Deformasi Gunung Merapi dari 4 Stasiun Pengamatan

Gambar 5 menunjukkan bahwa pola laju deformasi dari waktu ke waktu pada grafik (a), laju deformasi yang paling besar terjadi adalah pada bulan Oktober tahun 2010. Hal ini disebabkan adanya tekanan magma yang sangat kuat sehingga diindikasikan tanda-tanda letusan akan terjadi. Grafik (b) menunjukkan

(66)

bahwa laju deformasi yang terjadi pada stasiun ini tidak mengalami adanya penggembungan gunung yang berarti. Hal ini dapat dilihat pada pola laju deformasi yang stabil pada beberapa tahun walaupun pada tahun 2007, besarnya laju deformasi masih tampak adanya penggembungan setelah adanya letusan pada tahun 2006. Grafik (c) menunjukkan bahwa laju deformasi yang terjadi menunjukkan bahwa terdapat penggembungan yang sangat nyata pada bulan Juni tahun 2010. Hal ini diindikasikan bahwa terjadi perubahan pergeseran gunung yang sangat berarti akibat adanya tekanan yang sangat kuat. Grafik (d) menunjukkan bahwa laju deformasi yang terjadi menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang nyata pada stasiun ini. Hal ini dapat dilihat bahwa pola laju deformasi yang stabil dari waktu ke waktu walaupun pada tahun 2007, aktivitas gunung mulai menurun.

Asumsi-asumsi sisaan yang harus dipenuhi untuk model regresi di tunjukkan pada Gambar 6 dan 7.

- Asumsi Kenormalan sisaan

1.0

Gambar 6. Plot kenormalan sisaan

(67)

- Asumsi Homoskedastisitas

Gambar 7. Plot penyebaran nilai sisaan

Berdasarkan pada gambar 7, maka dapat dilihat bahwa penyebaran nilai-nilai sisaan tidak membentuk suatu pola tertentu seperti meningkat atau menurun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas terpenuhi.

- Asumsi Nonautokorelasi

Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa pengujian Durbin Watson (DW) sebesar 2.01. Menurut Makridakis 1983, ketentuan tidak terdapatnya autokorelasi yaitu diantara 1.65 < DW < 2.35. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada sisaan dan asumsi nonautokorelasi terpenuhi.

- Asumsi Nonmultikolinieritas

Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa nilai VIF tidak ada yang melebihi 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua peubah independen dari model regresi.

(68)

Analisis Kestasioneran Data Laju Deformasi

Pendugaan untuk mengetahui data yang hilang pada masing-masing lokasi alat (reflektor) akibat adanya bencana atau terjangan awan panas ketika terjadi erupsi, maka dilakukanlah suatu metode pendugaan secara spasial yaitu dengan

menggunakan metode Ordinary Kriging. Sebelum melakukan pendugaan dengan

menggunakan metode ini, maka harus dilakukan pengujian asumsi kestasioneran data. Pengujian kestasioneran data dilakukan dengan menggunakan pengujian Dickey Fuller.

Pada pengujian Dickey Fuller menunjukkan bahwa nilai p < 0.05 dan nilai t hitung < nilai kritis yaitu -12.25 < -3.4. Sehingga pada taraf nyata 5%, dapat menolak hipotesis nol, artinya bahwa data bersifat stasioner. Sehingga asumsi

terpenuhi dan dapat menggunakan metode Ordinary Kriging untuk menentukan

interpolasi laju deformasi pada beberapa lokasi titik reflektor.

Pola Model Semivariogram

Pendugaan yang baik pada metode Ordinary Kriging ini didasarkan pada pemilihan model semivariogram yang digunakan dalam menentukan bobot. Model yang sesuai dan tepat adalah model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2

Tabel 12. Nilai R

) yang tinggi. Pada tabel 12 diperlihatkan perbandingan model semivariogram berdasarkan data.

(69)

Peta Kontur Laju Deformasi

Peta kontur merupakan salah satu pemetaan yang digunakan untuk melihat interpolasi laju deformasi. Peta kontur dapat digambarkan berikut ini :

Gambar 8. Peta kontur 2 dimensi

Gambar 8 menunjukkan hasil interpolasi laju deformasi. Dapat diketahui bahwa pada warna biru muda menunjukkan nilai laju deformasi yang mencapai nilai minus yang cukup tinggi. Artinya bahwa pada lokasi tersebut memiliki tekanan yang cukup kuat dari magma yang ada di dalam perut gunung sehingga tekanan tersebut menggeser perubahan bentuk gunung hingga menyebabkan pergeseran permukaan-permukaan gunung yang ada di puncak Merapi khususnya pada lereng selatan.

Setelah mendapatkan model semivariogram teoritis yang sesuai dengan data yaitu model Eksponensial, maka model ini akan digunakan untuk membentuk sistem persamaan Ordinary Kriging. Dari sistem persamaan Ordinary Kriging ini akan diperoleh bobot-bobot laju deformasi disetiap titik untuk memperoleh nilai dugaan disuatu titik. Untuk mendapatkan hasil yang valid maka dilakukan metode pendugaan dengan menggunakan algoritma Jackknife (teknik penghapusan satu satu). Hasil yang diperoleh dapat ditunjukkan pada Tabel 13.

(70)

Tabel 13. Hasil dugaan Ordinary Kriging

Nama Reflektor Data aktual Data dugaan

RK1 -3.76 -23.96

Analisis Pengujian Inferensi Koefisien Garis Regresi

Pengambilan keputusan yang digunakan untuk menyimpulkan apakah

metode Ordinary Kriging layak digunakan untuk melakukan pendugaan pada

titik-titik tertentu, maka dilakukan suatu pengujian dengan koefisien garis regresi. Jika kita urutkan p data dalam V menjadi v1, v2,…, vp dengan menggunakan

teknik Jackknife seperti di atas diperoleh dan dimana :

Dengan menempatkan vi pada suatu plot dua dimensi terhadap nilai dugaannya kita dapat menggunakan inferensia mengenai koefisien garis regresi linear. Jika nilai-nilai dugaan untuk setiap v memiliki nilai yang cukup mendekati nilai sebenarnya maka plot antara v dengan dugaannya akan berkumpul di sekitar garis linear x = y. Dengan menggunakan regresi linier sederhana, maka diperoleh model regresi yaitu :

Gambar

Tabel 1. Struktur tabel Analisis ragam
Gambar 3. U
Tabel 4. Analisis deskriptif sirkular masing-masing tahun pengamatan
Gambar 4. Rata-Rata Laju Deformasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lembar tersebut terdiri atas dua, yakni lembar aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa yang diisi oleh pengamat, peneliti, tiap lima menit ketika proses belajar-mengajar

Ibn Hazm sendiri menetapkan bahwa hajat pokok yang perlu diberikan bagi fakir miskin adalah pangan yang menjadi kebutuhan wajib, sandang yang mampu melindungi dari serangan

Ijasah yang diperoleh dari perguruan tinggi swasta setelah berlakunya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 184/U/2001 tentang Pedoman Pengawasan,

Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi

Apabila tidak tersedia tenaga administrasi yang berkompeten, sekolah dapat menugaskan petugas pendataan lepas (outsourcing) yang dibayar sesuai dengan waktu pekerjaan atau per

Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan,

Hal ini dapat dilihat dari jumlah nasabah asuransi yang merasa terbantu dengan adanya layanan SMS dalam memberikan informasi adalah sebesar 92% (Gambar 3.7), jumlah nasabah

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mencit (Mus musculus L.) betina dara galur Swiss Webster sementara sampel penelitian ini adalah embrio praimplantasi mencit