• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK NABATI DALAM EMULSI

W

1

/O/W

2

TERHADAP KARAKTERISTIK KEJU PUTIH

RENDAH LEMAK

CHALIMATUS SYAKDIYAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

CHALIMATUS SYAKDIYAH. Effect of Using Vegetable Oil in W1/O/W2 Emulsion

to Characteristics of Low-Fat White Cheese. Under direction of BUDI SETIAWAN

and ANDI NUR ALAM SYAH

Cheese is the one of dairy products that contain very high nutrition, including vitamins A, B and D, as well as a variety of important minerals for the body, such as phospor and calcium. One form of alternative can be chosen in the manufacture of low fat cheese is to use vegetable oil emulsions as a substitute for animal fat in milk in the manufacture of low fat cheese. Vegetable oils used in this study were corn oil and MCT (Medium Chain Triglycerides) oil of VCO (Virgin Coconut Oil). The general objective of this study was to effect of using vegetable oil in W1/O/W2 emulsion to characteristics of low-fat white cheese, which includes

the physico-chemical (rendemen, hardness, and softness, moisture content, protein content, fat content, content of calcium, and content of phosphor) and accepten capacity power of low-fat white cheese.

The research was conducted in February 2011 until July 2011. Stages of research start from the analysis of milk quality that made the analysis of fat content, emulsion manufacture, and manufacture of low-fat white cheese. Analysis of the yield range of low-fat white cheese showed that the treatment effect is significant (p <0.05) on the yield of cheese. Analysis of the various levels of fat, protein, phosphor levels, calcium levels, the level of hardness and softness at the level of low-fat white cheese product showed no apparent effect (p> 0.05).

The using of corn oil and MCT in W1/O/W2 emulsions, for raw material in

manufacture of low fat soft cheese can replace function of fat, because fat in food is generally in form of emulsions. Characteristics of low-fat white cheese showed that the variation of the treatment significantly affect cheese yield, and no real impact on water content, protein content, fat content, levels of phospor, and calcium levels. This is because, emulsion is physically process binding between oil and water to create good characteristic. Results of organoleptic assessment of several parameters of low-fat white cheese showed that the panelists preferred "ordinary" of color, aroma, texture, taste, hardness, elasticity, and general acceptance (overall) reduced-fat white cheese. Panelists tend to give "ordinary value" of cheese organoleptic parameters.

(3)

RINGKASAN

CHALIMATUS SYAKDIYAH. Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak. Pembimbing BUDI SETIAWAN dan ANDI NUR ALAM SYAH

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh. Adapun beberapa jenis penyakit degeneratif di antaranya diabetes melitus, jantung koroner, kardiovaskuler, dislipidemia, dan sebagainya. Penyakit degeneratif terjadi diakibatkan pola konsumsi gizi yang tidak seimbang. Salah satu pola konsumsi yang tidak dapat dikontrol adalah konsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Oleh karena itu, alternatif pengembangan produk pangan rendah lemak perlu dilakukan, salah satu diantaranya adalah keju rendah lemak.

Umumnya jenis keju di Indonesia masih terbatas, terutama keju low fat.

Salah satu bentuk alternatif yang dapat dipilih dalam pembuatan keju low fat

adalah menggunakan emulsi minyak nabati sebagai pengganti lemak hewani dalam susu. Minyak nabati yang dapat digunakan antara lain adalah minyak jagung dan minyak MCT (Medium Chain Triglyceride) dari VCO (Virgin Coconut Oli). Dalam proses penggantian lemak hewan oleh minyak nabati, memerlukan aplikasi teknologi emulsi. Emulsi WOW merupakan emulsi ganda yang terdiri dari emulsi W/O dan emulsi O/W. Emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2) merupakan

emulsi sistem multi fase yang sesuai untuk pengembangan produk-produk rendah lemak.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak nabati dalam emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2)

terhadap karakteristik keju putih rendah lemak, yang meliputi sifat fisiko-kimia (rendemen, kekerasan, dan kelembutan, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar kalsium, dan kadar fosfor) dan daya terima keju putih rendah lemak.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Tahapan penelitian dimulai dari analisis kualitas susu yang dilakukan yaitu analisis kadar lemak, karena pada penelitian ini produk yang dihasilkan adalah keju putih rendah lemak, sehingga perlu dilakukan analisis kadar lemak untuk mengetahui kadar lemak susu dan kadar lemak pada produk keju. Selanjutnya, pembuatan emulsi, dan pembuatan keju putih rendah lemak.

Perlakuan pengunaan minyak nabati dalam emulsi W1/O/W2 berpengaruh

sangat nyata (p<0.05) terhadap rendemen keju putih rendah lemak. Rendemen terendah dihasilkan oleh keju putih F7 (air: 20%, sorbitol: 29.9%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) yaitu sebesar, 8.75%, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan oleh keju putih F1 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 3.96%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, twee n-60: 15,84%, gum arab: 10%) yaitu sebesar, 9.05%. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi padatan pada pembuatan emulsi setiap perlakuan berbeda-beda, sehingga menghasilkan rendemen yang berbeda.

(4)

lemak (low fat) jika kadar lemak yang terkandung dalam keju sebesar 10 - 25% lemak dalambasis kering. Kadar lemak keju putih rendah lemak pada penelitian ini kurang dari 10%. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan pengganti lemak susu dengan minyak nabati melalui sistem W1/O/W2 dengan

kadar 5 g/liter, sehingga kadar lemak yang terkandung dalam keju rendah.

Perlakuan F5 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) mengandung protein yang paling tinggi pada basis kering yaitu sebesar 6.85%, dan terendah perlakuan F2 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 3.96%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15.84%, CMC: 5%) dan F3 (air: 20%, sorbitol: 29.9%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15.84%, gum arab: 10%) sebesar 6.28%. Kadar protein keju putih rendah lemak memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan protein keju. Menurut Mathius (2005), kadar protein pada keju lunak peram lebih rendah daripada protein pada keju lunak tidak peram. Hal ini berarti selama proses pemeraman yang tidak berlangsung lama, kehilangan protein dalam curd/dadih tidak terjadi.

Perlakuan F5 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) mempunyai kadar air teringgi, yaitu sebesar 53.36% (%b/b) dan perlakuan terendah F1 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 3.96%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15,84%, gum arab: 10%) sebesar 48.70% (%b/b). Perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar air keju. Menurut Buckle et al. (1987), kadar air keju lebih dari 40% dapat dikategorikan sebagai keju lunak. Kadar air keju sebesar 36 - 40% dikategorikan sebagai keju semi lunak atau setengah keras. Keju dalam penelitian ini tergolong keju lunak menurut persyaratan Buckle et al. (1987), yaitu sekitar 50%.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan fosfor pada keju rendah lemak emulsi W1/O/W2 berkisar antara 44.25 – 47.35 mg. Kadar kalsium keju putih

rendah lemak berdasarkan berat kering berada pada kisaran 1289 mg – 1602 mg. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan fosfor dan kandungan kalsium keju putih rendah lemak.

Tingkat kekerasan keju berada pada kisaran 185.1 g – 232.1 g, sedangkan tingkat kelembutan keju putih rendah lemak berada pada kisaran 2.80 kg/s – 3.31 kg/s. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kekerasan dan tingkat kelembutan keju putih rendah lemak. Menurut Winarno dan Fernandes (2007), salah satu faktor yang menyebabkan kekerasan keju adalah lamanya proses pemeraman. Semakin lama pemeraman keju, maka keju yang dihasilkan menjadi semakin keras. Pada penelitian ini lama proses pemeraman keju, hanya dilakukan tiga hari. Menurut Daulay (1991), tingkat kelembutan keju dipengaruhi oleh kandungan lemak di dalamnya. Semakin tinggi kandungan lemak pada keju, maka keju yang dihasilkan menjadi semakin lembut.

Keju putih rendah lemak dinilai oleh panelis pada tingkat “suka” terhadap warna, dan memilih “biasa” terhadap aroma, tekstur, rasa, kekerasan, elastisitas,

dan penerimaan umum (keseluruhan) keju putih rendah lemak. Secara umum,

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGARUH PENGGUNAAAN MINYAK NABATI DALAM EMULSI W1/O/W2 TERHADAP KARAKTERISTIK KEJU PUTIH RENDAH LEMAK

Nama : Chalimatus Syakdiyah NIM : I14070139

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Andi Nur Alam Syah, S.TP, MT NIP. 19621218 198703 1 001 NIP. 19550728 198202 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218198703 1 00 1

(6)

PRAKATA

Assalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Sesungguhnya segala puji hanya ALLAH S.W.T Yang Maha Terpuji, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. DIA lah RABB semesta alam yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lelah. Yang Maha Kuat karena memang semua kekuatan adalah miliknya. Beruntunglah hamba yang beriman dan patuh kepada-NYA, dan merugilah hamba yang ingkar dan menentang-NYA.

Syukur tak terhingga kehadirat ALLAH S.W.T yang telah memberikan rahmat, karunia, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak“ ini.

Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar

Muhammad S.A.W, yang telah mengorbankan hidupnya untuk berda’wah,

memberi petunjuk dan suri tauladan yang baik. Keselamatan semoga senantiasa diberikan ALLAH S.W.T kepada keluarga Nabi Muhammad S.A.W, sahabatnya, serta semua pengikut yang setia kepada sunnahnya hingga yaumul qiyamah.

Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi (S.Gz) pada Program Studi Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian

Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih atas arahan, bimbingan serta kerja

sama yang baik kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi pertama yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Andi Nur Alam Syah, STP, MT selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Sri Usmiati, STP, Msi dan ibu Juniawati, S.TP yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian berlangsung.

(7)

5. Departemen Agama RI yang telah memberi kesempatan penulis untuk menerima beasiswa.

6. Abah, Ummi, dan adik Masrifah Musyarrofah, Mochammad Mashuri dan Mochammad Maskur serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan

do’a dan motivasi setiap waktu.

7. My Beloved “ Ikhsan JP” yang senantiasa memberikan semangat dan kasih

yang tak terhingga.

8. Balai Besar Pasca Panen yang memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian, Pak Atok, Pak Yudi, Pak Tri, Pak Afdan, Mbak Dewi, Mbak Citra, Mas Abdulloh bin Arif, dan seluruh staf analis Balai Besar Pasca Panen yang telah berkenan memberikan bantuan selama berlangsungnya kegiatan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian Atika Maulidayanti, Mey Lindau Akbar H, M. Pradana Budianto, Dida Hanifa R, Aditya Bayu Prianto, terimakasih atas kerjasama selama penelitian dan mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses penelitian berlangsung. 10. Bapak Mashudi atas masukan dan kritik kepada penulis selama penelitian. 11. Teman-teman Gizi Masyarakat 44; Syifa Aulia, Annisa Rizki, Zahra Juwita,

dan Aomi Hazelia Dewi (sebagai pembahas seminar skripsi) dan, Caesar L Anggi, Stefany Pasanea, Nonly Stefanie P, Putri Kusuma W atas persahabatan dan bantuannya kepada penulis.

12. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyele saikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Harapan penulis adalah semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi semua pihak yang terkait.

Bogor, September 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal 31 Maret 1989 dari Ayahanda H. Mochammad Rusdi dan Ibunda Hj. Masnia Musyarrofah. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan formal Sekolah Dasar

di SD Islam Ma’arif I Sukorejo pada tahun ajaran 1995-2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah ke MTs Unggulan Surabaya sampai tahun 2004. Setelah lulus MTs penulis melanjutkan pendidikan di MA Unggulan Surabaya dan lulus tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis menerima Beastudi Departemen Agama Republik Indonesia sehingga berkesempatan melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Badan Pengawas HIMPRO 2010-2011, Bendahara Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2009-2010, Nutrition Fair 2009, KMNU IPB 2008-2009, ISPC IPB 2008-2009, dan Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia 2007-2008. Penulis berkesempatan menjadi juara 1 lomba kaligrafi lukis tingkat Kabupaten Surabaya, juara 3 kaligrafi lukis tingkat Provinsi Malang, juara 1 teater tingkat Surabaya. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan menjadi seleksi juara 2 Diniyah AL-Azhar Kairo, finalis LKT I

Al-Qur’an IPB 2008, juara 1 FSC-I FORSIA IPB (kaligrafi) 2010, dan finalis Nasional Indonesian Youth Idea (Busines Plan) 2010. Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) selama dua bulan, di Desa Kalong Sawah, Jasinga, Bogor, Interenship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Cibinong selama tiga minggu.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak sebagai salah

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Keju ... 4

Jenis-jenis Keju ... 5

Cara Pembuatan Keju ... 7

Bahan Pembuatan Keju ... 8

Susu ... 8

Susu Skim ... 10

Rennet dan Starter ... 11

Emulsi Minyak ... 11

Emulsi W1/O/W2 ... 11

Kestabilan Emulsi ... 14

Minyak Nabati ... 15

Minyak Jagung ... 15

Medium Chain Triglyseride ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Tahapan Penelitian ... 19

Analisis Kualitas Susu ... 19

Pembuatan Emulsi ... 20

Pembuatan Keju Putih Rendah Lemak ... 23

Uji Organoleptik Keju Putih Rendah Lemak ... 23

Analisis Fisiko-kimia Keju Putih Rendah Lemak ... 24

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Keju Putih Rendah Lemak ... 26

Rendemen ... 26

Kadar Lemak ... 27

Kadar Protein ... 30

Kadar Air ... 32

Kadar Fosor ... 33

Kadar Kalsium ... 34

Tingkat Kekerasan dan Tingkat Kelembutan ... 36

Uji Organoleptik ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi keju berdasarkan komposisi air dan lemak ... 6

Tabel 2 Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air ... 6

Tabel 3 Komposisi susu sapi ... 9

Tabel 4 Komposisi rata-rata susu skim ... 10

Tabel 5 Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi ... 14

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses Pembentukan emulsi W1/O/W2 ... 12

Gambar 2 Diagram konsep dari emulsi ... 14

Gambar 3 Pembuatan fase air (W1) ... 21

Gambar 4 Pembuatan fase minyak (O) ... 21

Gambar 5 Pembuatan fase air dalam minyak (W1O) ... 22

Gambar 6 Pembuatan fase W1/O/W2 ... 22

Gambar 7 Pembuatan keju putih rendah lemak ... 23

Gambar 8 Keju Putih Rendah Lemak ... 26

Gambar 9 Rendemen keju putih rendah lemak ... 26

Gambar 10 Persentase kadar lemak keju putih rendah lemak ... 28

Gambar 11 Persentase kadar protein keju putih rendah lemak ... 31

Gambar 12 Persentase kadar air keju putih rendah lemak... 32

Gambar 13 Persentase kadar fosfor keju putih rendah lemak ... 33

Gambar 14 Persentase kadar kalsium keju putih rendah lemak ... 35

Gambar 15 Tingkat kekerasan dan kelembutan ... 36

Gambar 16 Pengaruh perlakuan terhadap warna keju putih rendah lemak ... 38

Gambar 17 Pengaruh perlakuan terhadap aroma keju putih rendah lemak ... 39

Gambar 18 Pengaruh perlakuan terhadap tekstur keju putih rendah lemak ... 40

Gambar 19 Pengaruh perlakuan terhadap rasa keju putih rendah lemak ... 41

Gambar 20 Pengaruh perlakuan terhadap kekerasan keju putih rendah lemak ... 42

Gambar 21 Pengaruh perlakuan terhadap elastisitas keju putih rendah lemak ... 42

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur analisis kimia ... 50

Lampiran 2 Prosedur analisis fisik ... 53

Lampiran 3 Form uji organoleptik ... 54

Lampiran 4 Hasil analisis kimia keju putih rendah lemak ... 57

Lampiran 5 Hasil analisis fisik keju putih rendah lemak ... 59

Lampiran 6 Hasil uji anova analisis kimia dan fisik keju putih rendah lemak ... 50

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh. Adapun beberapa jenis penyakit degeneratif di antaranya diabetes melitus, jantung koroner, kardiovaskuler, dislipidemia, dan sebagainya. Penyakit degeneratif terjadi diakibatkan pola konsumsi gizi yang tidak seimbang. Salah satu pola konsumsi yang tidak dapat dikontrol adalah konsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Oleh karena itu, alternatif pengembangan produk pangan rendah lemak perlu dilakukan, salah satu diantaranya adalah keju rendah lemak.

Keju merupakan salah satu produk olahan susu kaya akan gizi yang dibuat dari susu yang dikoagulasi menggunakan rennet. Keju mengandung gizi yang cukup tinggi dan sangat baik untuk kesehatan, yaitu mengandung vitamin A, B dan D, serta berbagai mineral penting bagi tubuh; seperti fosfor dan kalsium. Vitamin D dan kalsium membuat tulang menjadi lebih kuat sehingga terhindar dari decalcification, yang menyebabkan keretakan tulang.

Keju sangat baik untuk menggantikan susu terutama bagi mereka yang tidak menyukai susu. Keju juga dapat dikonsumsi oleh seseorang dengan intoleransi laktosa sebagai pengganti minum susu, karena sebagian besar laktosa dapat keluar bersama whey pada waktu proses pembuatan keju. Intoleransi laktosa merupakan suatu gangguan pencernaan yang disebabkan oleh tidak ada atau kurangnya enzim lactase (β-Galaktosidase) dalam sistem pencernaan. Intoleransi laktosa menjadi salah satu penyebab rendahnya konsumsi susu di indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2010, tingkat konsumsi rata-rata susu di Indonesia pada tahun 2010 hanya sekitar 11.9 liter/kapita/tahun. Tingkat konsumsi susu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Negara India yang mencapai 42.8 liter/kapita/tahun, Malaysia 22.1 liter/kapita/tahun, Filipina 12.1 liter/kapita/tahun, Vietnam 12.1 liter/kapita/tahun, dan Thailand 31.7 liter/kapita/tahun (www.healthkompas.co.id 2011). Rendahnya konsumsi susu di Indonesia salah satunya disebabkan oleh intoleransi laktosa (gula susu). Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara mengolah susu menjadi berbagai produk, misalnya keju.

Umumnya jenis keju di Indonesia masih terbatas, terutama keju low fat.

(15)

adalah menggunakan emulsi minyak nabati sebagai pengganti lemak hewani dalam susu. Minyak nabati yang dapat digunakan antara lain adalah minyak jagung dan minyak MCT (Medium Chain Triglyceride) dari VCO (Virgin Coconut Oil). Minyak jagung mempunyai energi yang sangat tinggi, sekitar 25.000 kilo kalori/gram dan mengandung sitosterol yang dapat menekan kejadian atherosklerosis (endapan pada pembuluh darah). Asam lemak essensial seperti linoleat dan linolenat dalam minyak jagung yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel. Minyak jagung mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat tinggi, sekitar 86%. Minyak jagung juga mengandung sejumlah ubiquinone dan kadar tinggi alfa tokoferol dan gamma tokoferol (vitamin E) yang dapat melindungi dari

“ketengikan” oksidatif.

Medium Chain Triglyceride atau trigliserida rantai menengah mengandung asam kaprilat, kaprat, dan asam laurat, sedangkan asam kaproat terdapat dalam jumlah yang sedikit. Medium Chain Triglyceride memiliki beberapa keunggulan sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengganti lemak, stabil terhadap oksidasi karena kandungan asam lemak jenuhnya, sehingga tidak mudah terdegradasi. Medium Chain Triglyceride secara luas banyak digunakan dalam industri flavor karena kualitas organoleptik yang baik dan kelarutannya yang tinggi.

Dalam proses penggantian lemak hewan oleh minyak nabati, memerlukan aplikasi teknologi emulsi. Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Untuk memperoleh emulsi yang baik digunakan emulsifier. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak ataupun air. Emulsifier yang lebih larut atau terikat pada air maka dapat membantu terjadinya dispersi minyak dalam air, sehinggga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), sedangkan

emulsifier yang lebih larut dalam minyak akan terbentuk emulsi air dalam minyak (w/o). Emulsi WOW merupakan emulsi ganda yang terdiri dari emulsi W/O dan emulsi O/W. Emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2) merupakan emulsi sistem

(16)

minyak jagung dan MCT dalam emulsi W1/O/W2 terhadap karakteristik keju putih

rendah lemak.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak nabati dalam emulsi W1/O/W2 terhadap karakteristik keju putih rendah

lemak.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penggunaan minyak nabati (Minyak jagung dan MCT) dalam emulsi W1/O/W2.

2. Menganalisis sifat fisiko-kimia keju putih rendah lemak.

3. Menganalisis daya terima keju putih rendah lemak dengan menggunakan emulsi minyak nabati.

Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Keju

Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mengandung vitamin A, B dan D, serta mineral penting bagi tubuh seperti fosfor dan kalsium. The Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan keju sebagai produk segar hasil pemeraman yang didapatkan dengan penirisan sesudah terjadinya koagulasi susu segar, krim dan skim atau campurannya. Keju adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai daya simpan yang baik dan kaya akan protein, lemak, kalsium, fosfor, riboflavin, dan vitamin-vitamin lain dalam bentuk pekat, dibandingkan dengan susu yang memiliki kandungan air yang sangat tinggi (Daulay 1991).

Konsumsi keju yang dianjurkan yaitu 100 g keju setiap hari cukup untuk mendapatkan mineral penting yang dibutuhkan tubuh. Dalam 70 g keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100 g daging. Keju mudah dicerna karena protein dan lemak yang terkandung di dalamnya telah dipecah oleh bakteri selama proses pembuatan (Winarno & Fernandez 2007). Berdasarkan Solheim and Lawless (1996), konsumsi keju low fat di Negara Amerika meningkat, meskipun berdasarkan segi ekonomi keju lebih mahal daripada daging. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya teknologi, konsumen lebih memilih jenis pangan dari segi kesehatan, meskipun harga beli tinggi. Keju merupakan makanan yang mengandung konsentrat zat gizi. Kandungan gizinya sangat baik untuk anak-anak yang berada dalam masa pertumbuhan. Selain itu, keju juga baik dikonsumsi untuk kaum vegetarian (lacto vegetarian), yaitu mereka yang hanya mengkonsumsi sayur-sayuran dan berpantang daging, tetapi masih bisa mengonsumsi susu. Keju dapat digunakan sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi (Winarno & Fernandez 2007).

(18)

penggumpalan merupakan faktor yang sangat kritis bila susu ditambah enzim renin. Bila suhu susu di bawah 150C, penggumpalan tidak dapat terjadi. Bila suhu lebih dari 600C, enzim menjadi tidak aktif. Suhu optimum untuk terjadi penggumpalan susu adalah 400C.

Jenis- jenis Keju

Variasi-variasi jenis keju didasarkan pada berat, ukuran, bentuk, tempat pembuatan, jenis susu yang digunakan, dan sebagainya. Dapat dipastikan bahwa setiap keju mempunyai karakteristik tertentu seperti ukuran, bentuk, warna, penampakan eksternal, aroma, cita rasa, dan data analitik untuk persentase lemak dan bahan kering, persentase kandungan garam, persentase air dalam subtansi bebas lemak dan sebagainya (Andarwulan & Adawiyah 1992). Keju dapat dibuat dari berbagai jenis susu, mulai dari susu utuh, krim, skim, dan whey. Sebagian besar keju dibuat dengan menggunakan renin, tetapi beberapa keju seperti cream cheese tergolong keju jenis lembut yang dibuat dari krim dan susu dan cottage cheese yaitu keju lembut dari susu skim, dibuat dengan menambahkan asam pada susu. Faktor lain yang menentukan jenis keju adalah komposisi air dan lemak, keterlibatan mikroba, dan apakah keju dilakukan proses pemeraman atau tidak (Winarno & Fernandez 2007). International Dairy Federation (IDF) mengklasifikasikan keju berdasarkan bahan baku (jenis susu), konsistensi, penampakan internal, penampakan eksternal, serta kandungan air dan lemaknya. Berdasarkan jenisnya, keju dikelompokkan berdasarkan pada perbandingan antara protein, lemak, dan air yang terkandung di dalam produknya.

Keju Cottage (cottage cheese) adalah jenis keju lunak tanpa pemeraman dan pemasakan curd atau dibuat dari susu skim dengan atau tanpa penambahan krim dan garam (Sugiyono 1992). Dijelaskan lebih lanjut oleh Daulay (1991), bahwa keju cottage adalah keju muda, yang berarti pada proses pembuatannya tidak dilakukan pemeraman. Keju peram adalah jenis keju yang melalui proses pemeraman dalam pembuatannya, baik pemeraman dalam menggunakan aktivitas bakteri, maupun pemeraman dengan menggunakan aktivitas kapang.

(19)

Tabel 1 Klasifikasi keju berdasarkan komposisi air dan lemak

Tipe keju Air dalam subtansi bebas lemak (%)

Lemak dalam bahan kering

(%)

Deskripsi kelas

Sangat keras 51 60 Keju berlemak tinggi Keras 49 - 55 45 - 60 Keju susu berlemak Berlemak sedang 53 - 63 25 - 45 Keju berlemak sedang Semi lemak 61 - 68 10 - 25 Keju berlemak rendah

Soft 61 10 Keju susu skim

Sumber: R. Scott (1981)

Klasifikasi keju yang berdasarkan kandungan air merupakan indikator dari daya simpan dan karakteristik pemeraman keju. Pada Tabel 2 dapat dilihat klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air.

Tabel 2 Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air

Tipe keju Kadar air (%) Katakteristik

pemeraman Nama contoh keju

Sangat keras 26 - 34 Diperam dengan bakteri

Keju asiago, parmesan, romano, sapsago, spalen

Keras 35 - 45

a)Diperam dengan bakteri; tekstur tertutup (tanpa lubang)

b) Diperam dengan bakteri; tekstur tertutup (dengan lubang)

Keju cheddar, caciocavallo,

granular, cheese hire

Keju swiss,

emmentaler, gruyere

Sangat keras 41 - 52

a)Diperam dengan bakteri

b) Diperam dengan kapang biru pada bagian dalam

Keju munster, brick, edam, gouna Keju roquefort, gorgonzota, stilton

Semi lunak 45 - 55 Diperam dengan bakteri permukaan Keju limburger, port da salut, dan trappist

Lunak 55 - 80

a) Diperam dengan kapang permukaan b) Tanpa peram - Berlemak rendah - Berlemak tinggi

Keju camembert, bric, bel paese, cooked, hand. Keju cottage, pot, bakers

Keju krim dan neufchatel amerika Sumber: Galloway,J.H. & R.J.M Grawford (1985),

Chapman, H.R. dan M.E. Sharp (1981)

Keju lunak segar adalah keju yang paling populer dikonsumsi oleh masyarakat Hispanik di Amerika Serikat dan Meksiko. Keju ini memiliki

(20)

lemak, kekurangan dan tidak seimbangnya flavor berhubungan dengan rendahnya asam lemak diantaranya asam butanoat dan heksanoat serta keton logam (Banks, Brechany, & Christie 1989). Beberapa jenis keju rendah lemak tanpa dilakukan pemeraman, seperti krim, cottage, mozzarella yang memiliki karakteristik tertentu yang kurang disukai konsumen. Kualitas keju ini berkaitan dengan perbedaan komposisi antara keju rendah lemak dengan keju lemak penuh (Mistry 2001).

Keju cottage pertama kali dibentuk oleh curd dari susu skim. Krim yang ditambahkan akan membungkus globula-globula lemak, kemudian curd

menyerap sejumlah kecil globula lemak, sehingga menghasilkan keju cottage rendah lemak dengan tekstur menyerupai “karet” (kosikowski et al. 1997). Meskipun keju Mozarella tidak termasuk keju matang, kerusakan pada kasein masih tergolong tingkat kecil, yang dibutuhkan untuk menghasilkan fungsi dan tekstur keju. Apabila kandungan lemak dikurangi sampai dengan 15%, maka proses proteolisis akan menurun dan akan meningkatkan kekerasan keju (Rudan

et al. 1999).

Karakteristik tekstur keju rendah lemak dapat ditingkatkan yaitu dengan meningkatkan kelembaban dalam curd. Metode untuk meningkatkan kelembaban diantaranya manipulasi suhu pemanasan dan pengadukan (Bank et al. 1989), mencuci dan mengaduk curd atau mengaduk curd pada pH tinggi (Guinee et al.

1998).

Cara Pembuatan Keju

Cara pembuatan keju menurut Winarno & Fernandes (2007), pertama kali yang dilakukan adalah susu diasamkan dan dibiarkan menggumpal. Kemudian cairan dan bagian menggumpal dipisahkan. Bagian yang menggumpal dikeringkan dan dicetak dalam cetakan sampai benar-benar kering. Proses lama pengeringan sangat variatif, tergantung pada suhu dan kelembaban udara. Hal ini mengakibatkan keju yang dihasilkan berbeda-beda dari segi tekstur, warna, dan keharuman. Hal ini hanya berlaku pada keju yang dibuat secara tradisional, tidak tergolong keju yang mengalami proses pengolahan di pabrik dengan peralatan modern.

(21)

rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon jus, asam tartrat, cuka, atau bakteri Steptococcus lactis.

Proses fermentasi Steptococcus lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja. Tahap selanjutnya adalah penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1 : 5.000, kurang dari 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah

curd (dadih). Bila suhu sistem dipertahankan 400C, maka akan terbentuk curd

yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey. Pemisahan ini dilakukan dengan cara mengepres curd sehingga whey yang berbentuk cair benar-benar terpisah.

Salah satu proses yang cukup kritis adalah pemisahan antara whey dan

curd. Keju merupakan produk olahan susu yang bernilai ekonomis tinggi. Proses pemisahan curd melibatkan rennet yang bisa berasal dari lambung anak sapi, babi, atau produk mikrobial. Setelah curd dipisahkan, masih ada produk lain, yaitu whey yang masih mengandung tinggi laktosa, sehingga sering digunakan dalam produk-produk susu olahan atau susu formula.

Tahap terakhir yang dilakukan yaitu proses pematangan keju (ripening). Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematangan dengan cara menyimpan keju selama periode tertentu. Dalam proses tersebut, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat pematangan. Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung udara, sehingga menghasilkan keju yang berlubang-lubang.

Bahan Pembuatan Keju Susu

Sebagian besar keju dibuat dari susu sapi, namun beberapa jenis susu lain juga dapat dibuat keju. Keju yang terkenal dengan nama French Rojuefar cheese, dibuat dari susu domba, Gjetost dari Norwegia terbuat dari susu kambing, Jeu dari Italia dari susu kerbau yang dikenal sebagai Mozzarella

(22)

Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan mamalia. Dilihat dari kandungan gizinya, susu mengandung lemak, protein, laktosa dan mineral. Susu merupakan makanan alami yang dapat dijadikan sumber gizi sekaligus pelengkap pola makan sehat seimbang. Pola gizi seimbang inilah yang kini dianggap lebih ideal untuk mendapatkan gizi yang sehat. Susu adalah sumber pangan penyempurna yang kandungan gizinya lengkap, demikian juga manfaatnya (Winarno & Fernandez 2007).

Komposisi susu sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak, waktu laktasi dan pakan ternak. Selain itu, komposisi susu dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan aktivitas bakteri (Buckle et al, 1985). Secara umum komposisi susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi susu sapi

Komponen Komposisi

Lemak 3.5

Protein 3.2

Kalsium 143

Fosfor 60

Air 88.3

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 2007

Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65oC. Kasein dalam susu jumlahnya mencapai sekitar 80% dari total protein. Kasein terdapat dalam bentuk kasein-kalsium yaitu senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut misel. Kasein terdiri atas tiga komponen protein, yaitu alpha, beta, gamma dan k-kasein.

Apabila lemak dan kasein dihilangkan dari susu, air sisanya dikenal sebagai whey. Sekitar 0.5 – 0.7% dari bahan protein yang dapat larut tertinggal dalam whey yaitu laktalbumin dan laktoglobulin. Laktalbumin berjumlah kira-kira 10% dari total protein susu dan jumlah kedua terbesar setelah kasein. Laktalbumin mudah dikoagulasikan panas, meskipun pasteurisasi tidak banyak merusak sifat protein whey.

(23)

ditemukan dalam lemak susu, dan 60 - 75% bersifat jenuh, 5 - 30% tidak jenuh dan 4% merupakan asam lemak polyunsaturated. Asam lemak yang paling banyak adalah asam miristat, palmitat, dan stearat. Asam lemak tak jenuh yang utama adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Asam butirat dan kaproat terdapat dalam jumlah kecil sebagai trigliserida (Daulay 1991).

Lemak pada susu merupakan sumber dari sebagian komponen-komponen pembentuk citarasa, aroma, rasa dan kelembutan keju matang. Pengaruh dari lemak tidak hanya tergantung pada jenis keju tetapi juga dari komposisi dan karakter fisik lemaknya. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak, umumnya memiliki tekstur yang keras dan tidak membentuk cita rasa tipikal keju yang diharapkan. Susu skim yang diperoleh melalui pemisahan krim secara manual masih mengandung lemak sebanyak 1.0 % sampai dengan 1.75 %, sehingga beberapa jenis keju (misalnya blue Vinney) yang dibuat dari jenis susu ini dapat membentuk cita rasa tipikal keju. Keju yang dibuat dari susu skim yang dipisahkan dengan menggunakan mesin separator krim (kadar lemak 0.1% - 0.2%) tidak mempunyai citarasa selain citarasa laktat digolongkan ke dalam keju lunak (Daulay 1991).

Susu Skim

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua komponen gizi, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al, 1985). Bagi masyarakat yang menginginkan minum susu dengan kalori rendah maka sangat cocok mengonsumsi susu skim. Kandungan kalori dalam susu skim adalah sekitar 55%. Susu skim hanya mengandung sedikit lemak, maka susu skim dapat disimpan lebih lama. Tabel 4 menunjukkan komposisi rata-rata susu skim.

Tabel 4 Komposisi rata-rata susu skim

Komponen Komposisi %

Lemak 0.1

Protein 3.5

Kalsium 123

Fosfor 97

Air 90.5

(24)

Rennet dan Starter

Rennet merupakan ekstrak kasar enzim yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang berumur kurang dari 30 hari. Protease yang utama dalam rennet adalah rennin, yang mempunyai aktivitas menggumpalkan susu. Berdasarkan tatanama yang diberikan oleh International Enzyme Nomenclature Committe, enzim renin diberi nama Khimosin (Chymosin, EC 3.4.4.3) untuk menghindari kekeliruan dengan hormon rennin yang disekresi oleh ginjal. Rennet mengandung dua enzim khimosin yang berperan dalam proses koagulasi kasein susu dan enzim pepsin yang berperan dalam proses hidrolisis keju sewaktu proses pematangan. Rennet yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusui akan mengandung 6 – 12% pepsin dan 88 – 94% khimosin, sedangkan ekstrak rennet yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang lebih tua atau telah makan pakan lain, mengandung 6 – 12% khimosin dan 90 – 94% pepsin (Scott 1981).

Starter merupakan bakteri asam laktat yang membantu dalam koagulasi susu. Starter dapat terdiri atas galur tunggal atau galur ganda dari Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Streptococcus durans, Streptococcus thermophillus, atau Streptococcus bulgaricus. Salah satu tujuan penggunaan starter dalam keju adalah untuk memproduksi komponen asam laktat, cita rasa, dan aroma. Ditambahkan oleh Foster (1957), bahwa fungsi asam laktat (S. lactis) selain untuk membantu penyusutan kandungan whey pada curd, adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, membantu penggabungan partikel-partikel dari curd, dan membantu kerja enzim proteolitik dari rennin (rennet).

Emulsi Minyak Emulsi W1/O/W2

(25)

pendispersi maka emulsi yang terbentuk disebut tipe emulsi minyak dalam air atau oil in water (o/w). Sebaliknya, Menurut Roland et al. (2003) bila fase air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi disebut tipe emulsi air dalam minyak atau water in oil (w/o).

Jenis-jenis emulsi menurut McClements et al. (2007), terdiri dari

conventional emulsion (O/W), multiple emulsions (W/O/W), multilayer emulsions

(M-O/W), solid lipid particles (SLP-O/W), dan filled hydrogel particles (O/W/W). Emulsi air dalam minyak dalam air (W/O/W) merupakan emulsi ganda, dimana droplet air yang berukuran kecil terkandung dalam droplet minyak yang berukuran lebih besar, kemudian akan terdispersi dalam fase air yang kontinyu. Emulsi air dalam minyak dalam air dituliskan dalam bentuk emulsi W1/O/W2,

dimana W1 merupakan fase air yang berada di dalam, dan W2 merupakan fase

air yang berada di luar, dan keduanya mengandung komposisi yang berbeda (McClements et al. 2007). Emulsi W/O/W mengandung kedua emulsi W/O dan O/W, yang membutuhkan dua pengemulsi untuk membentuk dua sistem ketika menggunakan metode dua langkah, salah satunya harus mangandung nilai HLB (Hydrophile Lipophile Balance) rendah untuk menstabilkan emulsi W/O dan salah satu harus mengandung nilai HLB tinggi untuk menstabilkan emulsi O/W. Surfaktan dengan nilai HLB rendah yang dominan mengandung hidrofobik ditambahkan ke dalam fase minyak, sedangkan surfaktan dengan nilai HLB tinggi dominan hidrofilik ditambahkan ke dalam fase air kontinyu. Rasio konsentrasi dari dua surfaktan, merupakan sesuatu yang penting dalam hal untuk mempertahankan kestabilan emulsi W/O/W (Jiao & Burges 2003). Pada Gambar 1 dapat dilihat proses pembentukan emulsi W/O/W.

(26)

Dalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan bahan kimia lainnya untuk menstabilkan emulsi. Bahan tersebut tergolong ke dalam bahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabilizer). Penambahan pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi, sedangkan penambahan penstabil bertujuan untuk meningkatkan viskositas fase kontinyu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muchtadi 1990). Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan dua hal untuk membentuk emulsi stabil, yaitu penggunaan alat mekanis untuk mendispersikan sistem dan penambahan bahan penstabil/pengemulsi untuk mempertahankan sistem tetap terdispersi (Bergenstahl & Claesson 1990).

Menurut Nasimhan (1992), emulsi dibentuk oleh pemberian energi mekanik untuk mencampur dua fase cairan yang tidak saling tercampur sehingga satu cairan terdispersi dalam butiran yang baik. Energi mekanik awalnya menggangu interfasial yang membentuk butiran besar, kemudian merusaknya menjadi butiran-butiran lebih kecil.

Peralatan yang umum digunakan untuk pembuatan emulsi adalah mixer

dan homogenizer. Pemilihan peralatan tersebut biasanya tergantung pada penggunaan emulsinya (Muchtadi 1990). Selain peralatan, pemilihan jenis penstabil sangat penting dalam pembentukan emulsi. Cowles (1998) memberikan cara-cara pemilihan bahan pengemulsi: (1) menentukan sistem emulsi bertipe o/w atau w/o dengan tujuan untuk memilih jenis pengemulsi berdasarkan nilai HLB (hydrophilic-liphopilic balance). Secara umum jika emulsi tipe w/o dibutuhkan pengemulsi dengan nilai HLB <7 dan jika terbentuk emulsi o/w dibutuhkan pengemulsi dengan nilai HLB >7; (2) menentukan pengemulsi mempunyai nilai pH < 4 atau kadar sodium >2 - 3 (%), kondisi yang demikian menyebabkan penggunaan pengemulsi yang bersifat amfortir tidak bermanfaat; dan (3) pertimbangan penggunaan kombinasi dua atau lebih pengemulsi bila penggunaan satu emulsi tidak berhasil dengan baik.

(27)

batas antar permukaan globula-globula yang terbentuk dan membentuk lapisan film yang utuh, dengan demikian memberikan perlindungan yang cukup terhadap globula-globula. Tabel 5 menunjukkan nilai HLB beberapa bahan pengemulsi.

Tabel 5 Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi

No Komponen Nila HLB

1 Asam oleat 1.0

2 Sorbitol trisrearat 2.1

3 Stearil monogliserida 3.1

4 Gliserol monostearat (GMS) 3.8

5 Sorbitol monostearat 4.7

6 Sorbitol monolaurat 8.6

7 Gelatin 9.8

8 Gum arab 10.0

9 Polioksietilen sorbitol stearat 10.5

10 Metilselulosa (CMC) 10.5

11 Polioksietilen sorbitol stearat (tween-60) 14.9 12 Polioksietilen sorbitol monooleat (tween 80) 15.0

13 Sodium oleat 18.0

14 Potasium oleat 20.0

Sumber: Belitz dan Grosch (1987)

Kestabilan Emulsi

Kestabilan emulsi pangan merupakan fenomena yang kompleks karena melibatkan berbagai sistem yang luas. Emulsi dari dua fase cairan secara termodinamika tidak bersifat stabil. Pengertian emulsi stabil secara termodinamika adalah bahwa emulsi secara spontan terbentuk kembali setelah dilakukan pemisahan dengan sentrifugasi atau alat lain. Dengan demikian pengertian emulsi stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian sehingga proses tersebut tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan, biasanya 2 - 3 tahun (Friberg et al. 1990). Gambar 1 menunjukkan beberapa konsep yang menggambarkan sebuah emulsi dari sebelum terbentuk hingga terjadinya ketidakstabilan emulsi.

Keterangan:

A: Proses sebelum emulsi (fase I) B: Fase II dalam proses emulsi C: Emulsi yang tidak stabil D: Emulsi yang stabil

(28)

Selama suatu emulsi disimpan, dapat terjadi perubahan-perubahan fisik di dalam butiran-butiran terdispersinya yang berakibat pada penurunan mutu. Perubahan stabilitas suatu emulsi dapat terjadi melalui proses kriming, flokulasi dan koalesan (Muchtadi 1990). Kriming adalah pemisahan yang terjadi karena gerakan globula-globula ke atas/ke bawah, terjadi karena gaya grafitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flokulasi merupakan agregasi dari droplet. Pada flokulasi tidak terjadi pemutusan film antar permukaan, sehingga jumlah dan ukuran globula tetap. Terjadinya flokulasi dapat mempercepat laju kriming. Koalesan merupakan penggabungan globula-globula menjadi globul yang lebih besar. Pada tahap ini terjadi pemutusan film antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula berubah (Nawar 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi menurut Glicksman (1982) adalah: (1) faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol yang meliputi perbedaan densitas antar fase, kohesi fase internal (terdispersi), persentase solid emulsi, dan ekspos suhu yang ekstrim, dan (2) faktor-faktor yang dapat dikontrol meliputi ukuran globula fase internal, viskositas fase kontinyu (pendispersi), muatan fase terdispersi, disribusi ukuran globula fase internal, dan tegangan antarmuka (interfasial) antara kedua fase.

Minyak Nabati Minyak Jagung

(29)

yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (Keraten 1968).

Minyak jagung mudah dicerna, menyediakan energi dan mengandung Asam Lemak Esensial (ALE). Asam linoleat merupakan asam lemak esensial yang diperlukan untuk integritas kulit, membran sel, sistem kekebalan, dan untuk sintesis icosanoid. Icosanoid penting untuk fungsi-fungsi reproduksi, kardiovaskuler, ginjal, pencernaan dan ketahanan terhadap penyakit. Minyak jagung efektif dalam menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini karena minyak jagung mengandung Saturated Fatty Acid (SFA) rendah dan mengandung

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) tinggi. Konsumsi minyak jagung dapat mengganti SFA dengan PUFA, dan kombinasinya lebih efektif dalam menurunkan kolesterol dibandingkan dengan sekadar mengurangi konsumsi SFA (Subroto 2000). Poli Unsaturated Fatty Acid (PUFA) bermanfaat untuk menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol (kolesterol jahat) yang bersifat atherogenik. Sebuah studi menunjukkan bahwa PUFA memiliki efek kecil terhadap LDL kolesterol (kolesterol baik) yang bersifat protektif terhadap atherosclerosis (Lacono et al. 1993). Rekomendasi minimum untuk pencegahan penyakit jantung adalah dengan mengonsumsi makanan yang mengandung 8 - 10% minyak jagung dari kebutuhan energi (Subroto 2000).

Medium Chain Triglyseride (MCT)

Lemak merupakan sumber makanan kaya energi kedua bagi manusia. Konsumsi lemak di dunia berkisar antara 10 – 45% dari total energi (Trugo & Torres 2003). Trigliserida menjadi bahan lemak yang memiliki kemudahan dicerna paling tinggi serta mengandung energi yang paling tinggi, yaitu sebesar 9 kkal/g. Lemak memiliki cita rasa yang dapat membangkitkan selera makan, sehingga seseorang kesulitan mengontrol asupan lemak. Untuk mengatasi hal tersebut, telah banyak dilakukan penelitian mengenai berbagai produk pengganti lemak yang lebih sehat dan rendah kalori namun memiliki cita rasa lemak. Salah satu minyak nabati pengganti lemak hewani adalah Medium Chain Triglyceride.

(30)

MCT lebih pendek daripada asam lemak C16 dan C18 yang banyak ditemukan serta mendominasi LCT (Long Chain Trigliceride). Medium Chain Triglyceride

memiliki sifat fisik yang unik, contohnya MCT lebih polar (lebih cepat melepas ion H) daripada LCT, sehingga lebih mudah larut dalam air.

Medium Chain Triglyceride lebih mudah dimetabolisme di dalam tubuh dengan cara yang berbeda dari LCT, karena pengaruh perbedaan kelarutan dalam air. Sifat kelarutan MCT di dalam air yang lebih tinggi daripada LCT, mengakibatkan MCT dapat masuk ke dalam hati secara langsung melalui pembuluh darah balik (vena) dan dengan cepat dibakar menjadi energi. Hal ini mengakibatkan MCT tidak tersimpan (tertimbun) di dalam jaringan tubuh, sedangkan minyak konvensional dihidrolisis dalam usus kecil bersama dengan lemak rantai panjang yang dikombinasikan dengan gliserol dalam sel usus. Long Chain Trigliceride dalam minyak konvensional kemudian diangkut ke hati untuk dioksidasi dan LCT yang tidak digunakan akan tersimpan (tertimbun) sebagai cadangan lemak di dalam tubuh. Individu yang bermasalah dengan penyerapan lemak, tidak mampu memecah LCT menjadi asam lemak rantai sedang agar terserap langsung ke dalam usus. Oleh karena itu, individu tersebut tidak mampu manyerap lemak dan vitamin yang larut di dalam lemak sebagai gizi.

Berbeda dengan LCT, MCT diserap usus, sehingga tidak memerlukan enzim atau asam bile (asam empedu) seperti dalam proses metabolisme LCT. Dengan demikian, individu yang tidak mampu memetabolisme LCT dapat memperoleh lemak dan vitamin yang larut dalam lemak dengan mengonsumsi MCT. Medium Chain Trigliceride mempunyai kekentalan (viskositas) lebih rendah (25 – 31 cp pada suhu 200C) daripada minyak konvensional lainnya. Hal ini disebabkan karena karena panjang rantai asam lemak MCT lebih pendek dan terkait dengan ukuran molekulnya yang lebih kecil. Sifat viskositas MCT lebih rendah menyebabkan MCT mudah tersebar dan melekat di permukaan dengan baik, serta menghasilkan keseragaman permukaan. Hal ini yang menyebabkan jumlah MCT yang dibutuhkan lebih sedikit daripada LCT pada penggunaan yang sama.

Sifat utama MCT adalah stabilitas oksidatifnya yang tinggi, yang dapat memperpanjang umur simpan pada produk akhir. Medium Chain Trigliceride

(31)

reaksi oksidasi. Medium Chain Trigliceride dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas oksidatif minyak konvensional. Perbaikan sifat stabilitas oksidatif minyak konvensional dibutuhkan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada minyak. Nilai OSI (Oxidative stability Index) dari campuran antara minyak konvensional dan MCT meningkat seiring dengan peningkatan jumlah MCT dalam campuran.

Medium Chain Trigliceride berbeda dengan lemak dan minyak konvensional dalam dua hal penting sebagai berikut; (1) Medium Chain Trigliceride tidak termetabolisme melalui pembakaran seperti lemak dan minyak konvensional. Oleh karena itu, MCT tidak tersimpan sebagai cadangan lemak, melainkan dibakar sebagai energi. Dengan alasan tersebut, masyarakat memilih MCT sebagai sumber energi yang mudah diserap, sehingga energinya dapat segera digunakan, (2) Lemak dan minyak konvensional menghasilkan energi 9,0 kkal/g, sedangkan MCT menghasilkan energi 8.3 kkal/g. Medium Chain Trigliceride memiliki kandungan energi yang lebih rendah daripada lemak dan minyak biasa, karena itu MCT tidak termetabolisme seperti lemak, sehingga tidak akan tersimpan di dalam jaringan tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa, pola makan dengan kandungan MCT sampai dengan 100 g/hari masih dalam batas toleransi (Alam Syah 2005).

Medium Chain Triglyceride memiliki banyak manfaat dibidang kesehatan dan industri pangan, karena MCT tidak tersedia secara alamiah di alam sehingga perlu disintesis. Medium Chain Triglyceride memiliki beberapa keunggulan sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengganti lemak. Keunggulan-keunggulan dan karakteristik unik MCT menyebabkan penggunaan MCT semakin luas. Medium Chain Triglyceride digunakan sebagai zat gizi khusus bagi balita dalam masa pertumbuhan dan penderita sindrom malabsorpsi, suplemen berenergi tinggi yang sangat direkomendasikan bagi pasien dalam masa penyembuhan, dan bayi prematur, pelarut rasa dalam industri pangan, pelarut warna pada vitamin dan obat-obatan, dan pelapis bahan pangan (Alam Syah 2005).

(32)
(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Analisis karakteristik keju putih rendah lemak dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan dan Penelitian Balai Besar Pasca Panen, Bogor.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah susu sapi perah murni yang berasal dari Koperasi Peternak Sapi Perah (KSP) Bogor, Rennet nabati, starter

Streptococcus lactis. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Emulsifier hidrofilik yang terdiri atas galaktomanan selulose (Citrol GMS 0402),

(2) Emulsifier hidrofobik yang terdiri dari Tween-60 (merk schochardt OHG 85662

honenbrunn, Germany, spesifikasi hydroxyl value 81 – 96 and saponification value 45 – 55), (3) Gum Arab (Merck) dan Carboximetilselulose (CMC), (4) Gellan Gum (Aplichem, spesifikasi loss on drying max 15%), (5) Sorbitol, (6) minyak jagung (CCO), (7) minyak MCT (Crodamol).

Alat

Peralatan yang digunakan adalah round mold, kompor gas, panci, pengaduk, lemari es, kain penyaring, pisau, termometer, tabung reaksi, gelas ukur, cawan petri, timbangan (Precisa XT 220A), pipet volumetrik, oven, cawan porselen, krim separator, homogenizer (MICCRA D-9 Digritonic n: 11.000-39.000

min-1 Art Modern Labortecnic e.k Made in Germany dan Heidolph RZR 2021 40-2000 1/min Made in Germany), Texture Analyzer (CT3 4500 frekuensi 50/60 Hz Made in USA), Penetrometer (San Antonio, Texas 78216), alat-alat gelas, dan alat-alat lain untuk analisis.

Tahapan Penelitian Analisis kualitas susu

(34)

sehingga perlu dilakukan analisis kadar lemak untuk mengetahui kadar lemak susu dan kadar lemak pada produk keju.

Pembuatan Emulsi

Pembuatan emulsi dengan minyak MCT dan minyak jagung dilakukan untuk mengganti lemak susu pada pembuatan keju putih rendah lemak yang berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Emulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Water-in-Oil-in-Water Multiple Emulsions. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak nabati dalam emulsi W1/O/W2 terhadap karakteristik keju putih rendah lemak.

Pembuatan emulsi W1/O/W2 terdiri atas 8 formula yaitu F1, F2, F3, F4, F5,

F6, F7, dan F8, yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel 6. Penentuan formulasi pembuatan emulsi W1/O/W2 sebagai pengganti lemak hewan dengan

[image:34.595.81.519.102.827.2]

minyak nabati, didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah dkk (2010).

Tabel 6 Komposisi formula emulsi W1/O/W2 Perla-

kuan

Air Sorbitol GMS Gellan gum

MCT Minyak jagung

Tween-60

Gum arab

CMC

(35)

Metode pembuatan emulsi W1/O/W2 untuk pembuatan keju rendah

lemak dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini:

[image:35.595.72.475.51.809.2]

Gambar 3 Pembuatan fase air (W1) Modifikasi Calleros et al. 2008

Metode pembuatan fase air (W1) yaitu penambahan air hangat dengan

gellan gum, ditambah sorbitol, lalu ditambahkan bubuk GMS, kemudian dihomogenkan menggunakan homogenizer pada kecepatan sampai dengan 1500 rpm.

Gambar 4 Pembuatan fase minyak (O) Modifikasi Calleros et al. 2008

Metode pembuatan fase minyak (O) yaitu meliputi minyak (MCT/minyak jagung) ditambahkan dengan Twin-60 lalu diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit.

Dihomogenkan dengan kecepatan1500 rpm selama 10’

Fase minyak (o) Minyak + Tween-60

Ditambah sorbitol

Ditambah GMS

Fase air (W1)

Dihomogenkan dengan kecepatan1500 rpm selama 10’

(36)

Metode pembuatan emulsi air dalam minyak (W1O) meliputi, fase air (W1)

ditambahkan ke dalam fase minyak (O) lalu diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.

Gambar 6 Pembuatan fase W1/O/W2 Modifikasi Calleros et al. 2008

Metode pembuatan fase emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2) meliputi fase air dalam minyak (wo) dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 20 gram fase emulsi air dalam minyak (wo) ditambahkan ke dalam 80 gram larutan biopolimer menjadi fase emulsi air dalam minyak dalam air (W1/O/W2), lalu dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Emulsi W1/O/W2

Fase air dalam minyak (wo) dihomogenkan dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Diambil 20 gram

Ditambahkan ke dalam 80 gram biopolimer

Dihomogenizer kembali dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 5’

Dihomogenkan dengan kecepatan1500 rpm selama 15’

Fase air ditambahkan dalam fase minyak

[image:36.595.76.500.66.603.2]

Fase air dalam minyak (wo)

Gambar 5 Pembuatan fase air dalam minyak (W1O) Modifikasi Calleros et al. 2008

(37)

dihomogenkan dengan homogenizer dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit.

Pembuatan Keju Putih Rendah Lemak

Pembuatan keju putih dilakukan setelah pembuatan emulsi W1/O/W2. Keju

yang dibuat dalam penelitian ini adalah keju putih rendah lemak/white fresh cheese. Keju putih dibuat dengan mencampurkan emulsi W1/O/W2 pada waktu

[image:37.595.100.489.98.804.2]

pasteurisasi susu. Pembuatan keju putih dibuat dengan menggunakan starter kultur Streptococcus lactis dan menggunakan enzim rennet nabati, dan pemeraman dilakukan selama tiga hari sebelum dianalisis.

Gambar 7 Pembuatan Keju Rendah Lemak Modifikasi Calleros et al. 2008

Uji Organoleptik terhadap Keju Putih Rendah Lemak

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik (uji kesukaan) dan uji mutu hedonik dengan 32 orang panelis semi terlatih, yaitu peneliti dan para analis Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian. Uji hedonik dilakukan

Dipasteurisasi pada suhu 63 0C selama 30 menit

Didinginkan hingga 37 0C,

Ditambah starter laktis 3 % sebanyak 1 ml/L Renet 0.25 g/L

Koagulan dipotong-potong 1 cm2, whey dibuang 80 %

Ditambahkan garam 2 %

Masukkan dalam round mould dan dipress selama 15 jam

Keju dikemas dalam aluvo, simpan di suhu 40C selama 3 hari

(38)

terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, kekerasan, elastisitas, dan keseluruhan yaitu penerimaan umum berdasarkan tingkat kesukaan panelis dengan menggunakan skala hedonik yang ditetapkan. Cara penyajiannya adalah sebagai berikut: sampel keju putih rendah lemak sebanyak 5 gram disajikan dalam piring kecil kepada 32 panelis. Setiap panelis memberikan penilaiannya dengan mengisi formulir berdasarkan kriteria 5 skala hedonik yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), 5 (sangat suka). Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sifat produk, meliputi warna dengan nilai 1 (sangat putih), 2 (putih), (3) putih susu, (4) putih kekuningan, (5) kuning. Tekstur dengan nilai 1 (sangat halus), 2 (halus), 3 (biasa), 4 (kasar), 5 (sangat kasar). Aroma dengan nilai 1 (sangat berbau susu), 2 (berbau susu), 3 (netral/tidak berbau), 4 (agak harum), 5 (sangat harum). Rasa dengan nilai 1 (sangat asin), 2 (asin), 3 (netral/tidak berasa), 4 (asem), 5 (sangat asem). Tingkat kekerasan dengan nilai 1 (sangat lembek), 2 (lembek), 3 (biasa), 4 (keras), 5 (sangat keras). Elastisitas dengan nilai 1 (sangat elastis), 2 (elastis), 3 (biasa), 4 (tidak elastis), 5 (sangat tidak elastis).

Analisis Fisiko-kimia Keju Putih Rendah Lemak

Analisis fisiko-kimia meliputi: Rendemen, uji tingkat kekerasan dan kelembutan, Analisis Kadar Air (AOAC 1995), Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (SNI 01-2891-1992), Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992), Kadar Fosfor Metode Spektrofotometri, kadar Kasium Metode AAS (Apriyantono et al. 1989).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan delapan perlakuan yaitu F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah:

Yij=  + Ai + ij

Terdiri dari: i = 1, 2 ... 8 j = 1, 2 ... 3 Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pengaruh faktor perlakuan A1 ke-i, dan ulangan ke-j

(39)

Ai = Nilai pengaruh faktor perlakuan pada pembuatan keju putih rendah lemak pada taraf ke-i

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Keju Putih Rendah Lemak

Keju yang dibuat adalah keju putih rendah lemak/white fresh cheese

[image:40.595.84.505.97.813.2]

dengan menggunakan starter Streptococcus lactis, merupakan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat, dan dibutuhkan untuk menurunkan pH pada pembuatan keju. Keju putih memiliki karakteristik produk akhir yang berbeda dengan keju komersial yang beredar di pasar dalam hal komposisi dan strukturnya. Hasil pengamatan terhadap karakteristik keju putih adalah sebagai berikut:

Gambar 8 Keju Putih Rendah Lemak

Rendemen

Rendemen merupakan presentase banyaknya keju putih rendah lemak/white fresh cheese yang dihasilkan dari susu segar yang dijadikan bahan baku. Rendemen keju ditentukan berdasarkan perhitungan antara berat keju yang dihasilkan dengan berat susu yang digunakan (Coggins 1991). Rendemen keju putih rendah lemak berbeda pada masing-masing perlakukan, tampak pada Gambar 9.

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

rendemen keju 9,05 8,79 8,91 8,83 8,89 8,89 8,75 8,91 0,00

2,00 4,00 6,00 8,00 10,00

(41)

Analisis ragam terhadap rendemen keju putih rendah lemak menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rendemen keju. Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa rendemen terendah dihasilkan oleh keju putih F7, yaitu sebesar 8.75%, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan oleh keju putih F1, yaitu sebesar 9.05%. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi padatan pada pembuatan emulsi setiap perlakuan berbeda-beda, sehingga menghasilkan rendemen yang berbeda. Menurut Skovmose (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen keju adalah kandungan protein dan lemak susu yang digunakan, fluktuasi kandungan protein dan lemak susu memiliki pengaruh besar terhadap rendemen keju yang dihasilkan pada tingkat kadar air yang tetap, semakin tinggi kandungan lemak dan protein susu, maka semakin tinggi rendemen yang diperoleh. Menurut Mullan (2006), rendemen keju terutama tergantung pada konsentrasi kasein dari susu yang digunakan dan kadar air dari produk akhir.

Ma’rifatullah (2001) menyatakan bahwa, rendemen keju yang dihasilkan umumnya sebesar 10%, artinya dari 10 kg susu segar dapat menghasilkan sebesar 1 kg keju segar. Besarnya rendemen dipengaruhi koagulasi oleh rennet atau asam, proses pengeluaran whey, pH, dan suhu. Pengeluaran whey yang sempurna menghasilkan rendemen yang rendah (Mathius 2005). Pada penelitian ini, proses pengeluaran whey sebesar 80% dari volume susu, hal ini mengacu pada proses pembuatan keju berdasarkan Calleros et al. (2008), sehingga proses pengeluaran whey tidak berlangsung sempurna (curd masih mengandung

whey), dan rendemen yang dihasilkan berada pada kisaran 8.75 – 9.05%, sehingga telah terjadi kehilangan berat keju sekitar 10%. Hal ini kemungkinan karena air menguap pada saat proses pasteurisasi susu. Proteolisis oleh rennet cenderung menyebabkan curd yang dihasilkan bertekstur lunak karena pengeluaran whey kurang berlangsung sempurna. Proses ini terjadi pada pembuatan keju lunak tidak peram.

Kadar Lemak

(42)
[image:42.595.130.511.95.196.2]

Gambar 10 Persentase kadar lemak keju putih rendah lemak

Keju putih rendah lemak memiliki kadar lemak yang paling rendah berturut-turut terdapat pada F7 (1.02%) dan F3 (1.10%) dalam basis basah. Analisis ragam terhadap kadar lemak pada produk keju putih rendah lemak menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (p>0.05). Menurut Codex general standard for cheese, keju tergolong rendah lemak (low fat) jika kadar lemak yang terkandung dalam keju sebesar 10 - 25% lemak dalam basis kering. Kadar lemak keju putih rendah lemak pada penelitian ini kurang dari 10%. Hal ini karena penggunaan lemak susu diganti dengan minyak nabati melalui sistem W1/O/W2 dengan kadar 5 g/liter. Emulsi W1/O/W2 merupakan emulsi yang paling

cocok dan lebih stabil untuk pengembangan produk-produk rendah lemak (Calleros et al. 2008).

Pada keju, penghilangan atau pengurangan lemak berhubungan dengan aroma dan tekstur. Keju rendah lemak biasanya memiliki rasa yang hambar, keras, kenyal dan warnanya pudar. Adapun cara untuk mendapatkan kualitas keju rendah lemak yang baik, antara lain: 1) meningkatkan kelembaban atau area permukaan globula lemak dengan homogenisasi, 2) menggunakan adjunct culture, 3) menggunakan fat replacer (Romeih et al. 2002). Romeih et al. (2002) menyatakan bahwa, pada keju rendah lemak (Feta) yang terbuat dari susu domba, mengandung sebesar 1.5% lemak. Sedangkan produk keju yang terbuat dari full-fat, mengandung 6% lemak.

Hasil analisis kandungan zat gizi yang dilakukan terhadap susu segar (whole milk) yang digunakan dalam penelitian ini, memperlihatkan bahwa kadar lemak susu segar sebesar ±5.6%, hal ini sesuai dengan Buckle et al. (1987), yang menyatakan bahwa rata-rata lemak susu untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah 3.9%. Kandungan lemak susu sapi ini juga sesuai dengan SNI 01-3141-1998, bahwa kadar lemak yang terkandung dalam susu

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

%b/b 1,38 1,55 1,10 1,17 2,09 1,80 1,02 1,33 %b/k 2,70 3,06 2,23 2,44 4,41 3,78 2,22 2,76 0,00

1,00 2,00 3,00 4,00 5,00

k

a

d

a

r

le

m

a

k

(%

(43)

segar minimal sebesar 3.0%, sehingga kualitas susu segar whole milk yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi SNI 01-3141-1998.

Pada penelitian ini susu yang digunakan adalah susu skim, karena produk yang dihasilkan yaitu keju putih rendah lemak, sehingga kandungan bahan baku/susu yang digunakan harus memiliki kadar lemak yang rendah. Oleh karena itu, susu yang digunakan melalui proses separasi krim terlebih dahulu. Proses separasi diperlukan dalam upaya mengurangi atau menghilangkan kadar lemak susu. Menurut Eckles et al. (1980), separasi adalah suatu proses pemisahan krim dari susu penuh (whole milk). Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis antara lemak susu atau krim (0.930

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi keju berdasarkan komposisi air dan lemak
Tabel 4 Komposisi rata-rata susu skim
Tabel 5 Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi
Tabel 6 Komposisi formula emulsi W1/O/W2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara juragang dan personilnya dalam aktivitas pelayaran sangant nampak dimana juragang tidak akan bekerja sendiri tanpa adanya personil (ABK) yang bekerja

Telah disebutkan di atas bahwa pola protein tertentu dari satu spesies hewan berbeda, secara elektroforesis akan memperlihatkan pola protein yang berbeda pula pada hewan

Dengan demikian, tugas para pemain adalah menentukan proporsi waktu (probabilitas) yang diperlukan untuk memainkan strategi pada baris bagi pemain P1 dan strategi kolom

Kenaikan tersebut sebagian besar disumbangkan dari pendapatan bisnis voucher yang memberikan kontribusi sekitar 80% dari pendapatan perseroan.. Perseroan mempertahankan margin

Lampiran 7.Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia buah terong lalap ungu ( Solanum melongena L.). Penetapan

Lokasi lahan pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah ditentukan dengan membandingkan ketiga lokasi alternatif terpilih, berdasarkan kriteria yang

4.4.1.4 Perbandingan Kuat Tarik Belah Rerata Beton Normal dan Beton Polimer Termodifikasi Alami Amylum Serta Bahan Tambah Madu Pada Umur 28 Hari

Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat