• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis finansial hutan tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan industri veneer: studi kasus PT Nityasa Idola, Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis finansial hutan tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan industri veneer: studi kasus PT Nityasa Idola, Kalimantan Barat"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN SENGON

(

Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen)

DAN INDUSTRI

VENEER

STUDI KASUS PT NITYASA IDOLA, KALIMANTAN BARAT

KRISTANTO NUGROHO

DEPARTEMEN MANAJEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN SENGON

(

Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen)

DAN INDUSTRI

VENEER

STUDI KASUS PT NITYASA IDOLA, KALIMANTAN BARAT

KRISTANTO NUGROHO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Judul Skripsi : Analisis Finansial Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan Industri Veneer Studi Kasus PT Nityasa Idola, Kalimantan Barat

Nama : Kristanto Nugroho

NIM : E14061184

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop NIP. 1970 0329 199608 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 1963 0401 199403 1 001

(4)

RINGKASAN

KRISTANTO NUGROHO (E14061184).Analisis Finansial Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan Industri Veneer Studi Kasus PT Nityasa Idola, Kalimantan Barat. Di bawah bimbingan DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Hutan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Salah satu peranan penting hutan adalah sebagai penghasil kayu. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan manusia akan kayu dan produk olahannya semakin meningkat pula. Namun kondisi hutan alam Indonesia yang luasannya semakin berkurang menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan kayu industri. Sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan kayu industri, maka dibangunlah HTI. Saat ini HTI memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan kayu industri nasional. Dari segi besarnya volume kayu yang dihasilkan saat ini HTI telah menggeser peran hutan alam dalam hal memenuhi kebutuhan kayu. HTI merupakan kegiatan usaha yang memiliki waktu investasi yang cukup lama sehingga meningkatkan resiko investasi. Oleh karena itu sebelum kegiatan pembangunan HTI dilaksanakan, perlu dilakukan perencanaan yang matang. Salah satu bagian dari kegiatan perencanaan HTI adalah analisis finansial.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial HTI dan industri veneer PT Nityasa Idola. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kelayakan finansial HTI sengon serta industri veneer PT Nityasa Idola

Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis finansial dengan tiga kriteria yang dinilai yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Returns (IRR) dimana periode analisis kelayakan dihitung dalam jangka waktu 24 tahun.

Investasi pengusahaan hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola tidak layak untuk dilaksanakan pada tingkat suku bunga 12%. Nilai NPV-nya adalah (Rp 192.769.710.566) dan nilai BCR-nya adalah 0,22. Untuk IRR diperoleh nilai sebesar -3,15%. Investasi pengusahaan industri veneer PT Nityasa Idola layak untuk dilaksanakan pada tingkat suku bunga 12%. Nilai NPV-nya adalah Rp 17.995.905.895 dan nilai BCR-nya adalah 1,88. Untuk IRR diperoleh nilai sebesar 27,43%. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan industri veneer PT Nityasa Idola layak dilaksanakan pada tingkat suku bunga hingga 27,43%. Investasi pengusahaan gabungan antara hutan tanaman sengon dan industri veneer PT Nityasa Idola tidak layak untuk dilaksanakan pada tingkat suku bunga 12%. Nilai NPV-nya adalah (Rp 173.221.397.004) dan nilai BCR-nya adalah 0,56. Untuk IRR diperoleh nilai sebesar 0,87%. Artinya pengusahaan gabungan antara hutan tanaman sengon dan industri veneer PT Nityasa Idola layak untuk dilaksanakan pada tingkat suku bunga tidak lebih dari 0,87%. Usaha HTI dan Industri Veneer masih tetap berjalan karena keduanya hanya menghasilkan produk antara yang berada dalam satu group perusahaan sehingga patut diduga keuntungan diperoleh di produk akhir

(5)

SUMMARY

KRISTANTO NUGROHO (E14061184). Financial Analysis of Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Industrial Plantation and Veneer Industry, Case Study on PT Nityasa Idola, West Kalimantan. Under Supervised DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Forest plays significant role in human life. One of them will be that it serves as wood producer. As population is getting greater, the need for wood and its processed product also increases. Unfortunately, the fact that the area of Indonesian nature forest is declining has resulted in failure to satisfy the need for industrial wood. Thus, serving as solution to satisfy the need of industrial wood, industrial plantation is finally developed. In the time being, industrial plantation plays important role in the frame of satisfying the need of national industrial wood. From the perspective of wood volume recently produced, industrial plant forest has slowly replaced the role of nature forest in satisfying the need of wood. Industrial plantation is considered the integral part of business activity with relatively durable investment period thus increasing investment risk. Therefore, prior to the implementation of industrial plantation development, it is highly important to generate well-organized planning. One of the industrial plantation planning activities will be financial analysis.

This research aims to analyze financial feasibility of industrial plantation and veneer industry in PT Nityasa Idola. The expectation will be that this research could provide information concerning financial feasibility for sengon industrial plantation and veneer industry in PT. Nityasa Idola.

The method of data processing applied in this research is financial analysis with three criteria assessed; those are Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) and Internal Rate of Returns (IRR), and the feasibility analysis period is calculated within 24 years.

The investment of sengon industrial forest utilization by PT Nityasa Idola is not feasible to conduct at interest rate of 12%. The NPV reaches (IDR 192,769,710,566), BCR is 0.22, and IRR is -3.15%. The investment of sengon forest utilization by PT Nityasa Idola is feasible to conduct at interest rate of 12%. The NPV reaches IDR 17,995,905,895, BCR is 1.88, and IRR is 27.43%. This obviously shows that the investment of sengon forest utilization by PT Nityasa Idola is feasible to conduct at interest rate of 27,43%. The investment of combined utilization between sengon industrial plantation and veneer industry by PT Nityasa Idola is not feasible to conduct at interest rate of 12%. The NPV reaches (IDR 173.221.397.004), BCR is 0.56, and IRR is 0.87%. It means the investment of combined utilization between sengon forest and veneer industry by PT Nityasa Idola is feasible to conduct at interest rate of no more than 0.87%. Industrial plantation (HTI) and Veneer industrial utilizations remain in operation since both could only yield intermediate product in one corporate group; thus, it is feasible to estimate that the benefit can be obtained in final product.

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan Industri Veneer Studi Kasus PT Nityasa Idola, Kalimantan Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Kristanto Nugroho

(7)

RI

WAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 September 1988 dari

pasangan Supriyono dan Sujinah sebagai anak ketiga dari tiga

bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis

antara lain SD Negeri Cipulir 05 Pagi tahun 1994-2000, SLTP

Negeri 48 Jakarta tahun 2000-2003 dan Sekolah Menengah Umum

di SMU Negeri 47 Jakarta tahun 2003-2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Manajemen

Hutan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Pada semester 6 tahun 2009 penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai bidang keahlian.

Penulis telah mengikuti berbagai kegiatan praktek lapangan antara lain Praktek

Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2008 di Sancang Kamojang Jawa

Barat. Kemudian pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melakukan Praktek Pengelolaan

Hutan (PPH) di Gunung Walat dan Tanggeung, Sukabumi. Penulis juga melakukan

Praktek Kerja Lapang di PT Nityasa Idola pada bulan Juli-September 2010.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada beberapa organisasi

kemahasiswaan diantaranya sebagai staf divisi pendidikan Ikatan Alumni SMA

se-Pesangrahan, se-Kebayoran Lama dan Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2006-2007, anggota

Kelompok Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Himpunan Profesi Forest Management Student Club (FMSC) pada tahun 2007-2008, staf Human Resources Department International Forestry Student Association Local Comitee IPB (IFSA LC IPB) pada tahun 2007-2009, dan Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas

Kehutanan IPB (BEM E) pada tahun 2008-2009.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Finansial Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan Industri Veneer Studi Kasus PT Nityasa Idola, Kalimantan Barat. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua (Supriyono dan Sujinah), Kakakku Fitri Suryani dan Nur Wahyuni

yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan masukan selama penelitian

hingga penulisan skripsi ini selesai.

3. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc selaku dosen penguji Departemen Teknologi Hasil

Hutan.

4. Ir. Tutut Sunarminto, M.Si selaku dosen penguji Departemen Konservasi Sumber

daya Hutan dan Ekowisata.

5. Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc selaku dosen penguji Departemen Silvikultur.

6. Seluruh dosen fakultas Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan pelajaran

yang berguna selama menjadi mahasiswa fakultas kehutanan IPB.

7. Seluruh karyawan Hutan Tanaman Sengon dan Industri Veneer PT Nityasa Idola

yang telah memberikan arahan dan masukan selama penelitian.

8. PT Nityasa Idola yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian

di Hutan Tanaman Sengon dan Industri Veneer.

9. Teman-teman sebimbingan skripsi Hasan Slamet Ramdhani dan Bayu Cahyo

Nugroho.

10. Teman-teman kelompok PKL Deden Kuswanda, Hasan Slamet Ramdhani, Bayu

Cahyo Nugroho, dan Cindera Syaiful Nugraha

11. Teman-temanku Andi Rustandi, Sentot Purwanto, Dzul Afifah, Ayu

Purwaningtyas, Ratna Idolasari, Sifa Rachmah Fauliani, Noviandri Asmar, Sukesti

Budiarti, Yayat Syarif Hidayatullah, Hania Purwitasari, Miranti Dewi, Suci Dian

Firani, Andina Ayu Mayangsari Putri, Elisda Damayanti, Afwan, Luffi Hapsari

Natalia, Andriani Wijiastuti, Afriyani Selisiyah, Subhan Sari dan seluruh rekan

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Keluasan sudut

pandang dan pengetahuan yang pembaca miliki akan sangat bermanfaat untuk kritik dan

saran sehingga membantu menyempurnakan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat

berfungsi dan memberikan manfaat sebagaimana yang seharusnya bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Februari 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman ... 3

2.2 Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) ... 6

2.3 Kelayakan Finansial ... 7

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2 Bahan ... 10

3.3 Analisis Data ... 10

3.4 Analisis Sensitivitas ... 12

3.5 Asumsi-Asumsi Dasar yang Digunakan ... 12

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Perusahaan ... 14

4.2 Lokasi HTI PT. Nityasa Idola ... 15

4.2 Topografi Lahan, Jenis Tanah dan Jenis batuan ... 16

4.3 Iklim dan Hidrologi ... 17

4.4 Kondisi Hutan ... 17

4.5 Kondisi Sosial Ekonomi ... 18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan HTI Sengon ... 20

5.1.1 Pembibitan ... 20

5.1.2 Penyiapan Lahan ... 21

5.1.3 Penanaman ... 23

5.1.4 Pemeliharaan Tanaman ... 25

(11)

5.2.1 Proses Produksi Veneer ... 28

5.2.2 Produk Industri ... 30

5.3 Penerimaan dan Biaya HTI ... 30

5.3.1 Penerimaan ... 30

5.3.2 Biaya ... 32

5.4 Penerimaan dan Biaya Industri Veneer ... 36

5.4.1 Penerimaan ... 36

5.4.2 Biaya ... 38

5.5 Analisis Kelayakan Finansial ... 39

5.6 Analisis Sensitivitas ... 43

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi topografi lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola ... 16

2. Jenis tanah di lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola ... 16

3. Jenis batuan di lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola ... 16

4. Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK-HTI PT Nityasa Idola berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat ... 17

5. Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit ... 18

6. Kondisi social ekonomi masyarakat ... 19

7. Dosis pemupukan bibit ... 21

8. Standar rencekan penyiapan lahan manual ... 22

9. Standar bibit siap tanam ... 23

10. Perbedaan karakteristik OOP dan random ... 30

11. Dugaan volume kayu dan penerimaan dari hasil kegiatan penjarangan dan pemanenan ... 31

12. Biaya pengelolaan hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola ... 32

13. Klasifikasi upah borongan kegiatan penyiapan lahan manual berdasarkan kelas lahan ... 34

14. Dugaan volume dan penerimaan dari hasil produksi veneer PT Nityasa Idola ... 37

15. Biaya tetap industri veneer PT Nityasa Idola... 38

16. Biaya variabel industri veneer PT Nityasa Idola... 38

17. Aliran kas usaha PT Nityasa Idola selama 3 daur (24 tahun) ... 40

18. Nilai kriteria kelayakan investasi hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola ... 41

19. Nilai kriteria kelayakan investasi industri veneer PT Nityasa Idola ... 41

20. Nilai kriteria kelayakan investasi gabungan hutan tanaman sengon dan industri veneer PT Nityasa Idola ... 42

21. Analisis sensitivitas hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola ... 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Grafik perkembangan jumlah HTI ... 4

2. Grafik perkembangan luas HTI ... 5

3. Grafik produksi kayu bulat berdasarkan sumbernya ... 5

4. Peta kawasan HTI PT Nityasa Idola ... 7

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Cash flow HTI daur 1 ... 48

2. Cash flow HTI daur 2 ... 49

3. Cash flow HTI daur 3 ... 50

4. Cash flow industri veneer daur 1... 51

5. Cash flow industri veneer daur 2... 52

6. Cash flow industri veneer daur 3... 53

7. Cash flow gabungan HTI & industri daur 1 ... 54

8. Cash flow gabungan HTI & industri daur 2 ... 55

(15)

1.1 Latar Belakang

Tidak ada catatan yang pasti untuk membuktikan sejak kapan hutan mulai memiliki manfaat dan peran dalam kehidupan manusia. Manfaat dan peran hutan dapat dirasakan secara langsung dan tidak langsung dalam kehidupan manusia. Misalnya peran hutan sebagai sumber kayu, pangan, obat-obatan, plasma nutfah, pemelihara tingkat kesuburan tanah dan kualitas air, serta pengendalian laju erosi.

Salah satu peranan penting hutan bagi kehidupan manusia adalah sebagai penghasil kayu. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan manusia akan kayu dan produk olahannya semakin meningkat pula. Kebutuhan industri kayu baik yang berskala kecil hingga industri berskala besar semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut berdampak pada kegiatan eksploitasi hutan alam yang berlebihan. Eksploitasi hutan yang berlebihan menyebabkan besarnya laju deforestasi dan degradasi hutan alam di Indonesia, yang akan berimplikasi pada terjadinya penurunan luas hutan alam Indonesia dari tahun ke tahun.

Sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan kayu industri, maka dibangunlah Hutan Tanaman Industri (HTI). HTI mengalami peningkatan baik dari jumlah maupun luasannya dari tahun ke tahun. Jumlah HTI terus mengalami peningkatan dari 1 unit pada tahun 1989 menjadi 206 unit pada tahun 2009. Sementara dari sisi luasan total luas HTI juga mengalami peningkatan dari 30.000 ha pada tahun 1989 menjadi 8.673.016 ha pada tahun 2009 (Dephut 2009)

(16)

menjadi 11.476.397,2 m3 dan untuk yang bersumber dari hutan tanaman meningkat menjadi 19.041.758,14 m3 (Dephut 2009).

HTI merupakan kegiatan usaha yang memiliki waktu investasi yang cukup lama. Masa investasi lama akan berdampak pada meningkatnya resiko kegiatan investasi dan resiko tersebut menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan investor saat ingin menginvestasikan modal yang dimilikinya. Selain itu, kegiatan usaha HTI juga membutuhkan investasi yang cukup besar dan baru dapat menghasilkan penerimaan untuk investor saat kegiatan pemanenan sudah dilakukan. Oleh karena itu, sebelum kegiatan pembangunan HTI dilaksanakan, perlu dilakukan kegiatan perencanaan yang matang. Salah satu bagian dari kegiatan perencanaan adalah analisis finansial.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kelayakan aspek finansial dari HTI sengon PT Nityasa Idola. 2. Menganalisis kelayakan aspek finansial dari industri veneer PT Nityasa Idola 3. Menganalisis kelayakan aspek finansial gabungan HTI sengon dan industri

veneer PT Nityasa Idola

1.3Manfaat Penelitian

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Tanaman

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan Tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. HTI yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (Departemen Kehutanan 2010).

Sejak awal tahun 1990-an pembangunan HTI dilaksanakan secara besar-besaran melalui pelibatan investor swasta dengan sebagian besar pendanaannya didukung oleh Dana Reboisasi (DR). Pengembangan HTI dilatarbelakangi oleh kondisi kesenjangan antara kapasitas industri perkayuan dengan pasokan bahan baku kayu yang pada waktu itu hanya mengandalkan dari kayu hutan alam. Jenis tanaman HTI yang dibudidayakan pada umumnya jenis kayu cepat tumbuh (mangium, sengon, eucaliptus, dan gmelina). Pada saat itu pembangunan HTI ditargetkan seluas 6 juta hektar, dengan perkiraan pada waktu panen akan mampu mendukung kebutuhan industri bersama-sama kayu dari hutan alam.

Usaha hutan tanaman bertujuan untuk menghasilkan produk utama berupa hasil hutan kayu guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan bahan baku industri perkayuan, meningkatkan kualitas lingkungan melalui kegiatan reboisasi, untuk memperluas kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan.

Kriteria areal usaha hutan tanaman (Departemen Kehutanan 2009):

(18)

2. Topografi dengan kelerengan maksimal 25%. Pada kelerengan antara 8% - 25% harus diikuti dengan upaya konservasi tanah.

3. Penutupan vegetasi calon lokasi usaha hutan tanaman berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak.

4. Terdapat masyarakat di sekitarnya sebagai sumber tenaga kerja.

5. Tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam yang ada di areal usaha hutan tanaman, kecuali untuk pembangunan sarana dan prasarana dengan luas maksimum 1% dari seluruh luas areal usaha.

6. Bagian-bagian yang masih bervegetasi hutan alam, di-”enclave” sebagai blok konservasi.

HTI mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dalam hal jumlah dan luasan total. Peningkatan jumlah HTI dari tahun ke tahun ditampilkan dalam Gambar 1, sedangkan peningkatan luasan total HTI dari tahun ke tahun ditampilkan pada Gambar 2.

(19)

Sumber: Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan 2009 Gambar 2 Grafik perkembangan luas HTI.

Berdasarkan data sampai dengan Bulan Desember 2009, jumlah IUPHHK-HTI sebanyak 206 unit (SK definitif) dengan areal seluas 8.702.030 hektar yang tersebar pada 20 provinsi dan SK Sementara sebanyak 25 unit dengan areal seluas 484.860 hektar (Departemen Kehutanan 2009). HTI menggeser peran hutan alam dalam hal produksi kayu bulat seperti pada Gambar 3:

(20)

2.2 Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

Sengon dalam bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria (L) Nielsen termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai-petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut (Atmosuseno 1998):

1. Jawa: jeunjing, albasia (Jawa Barat); sengon laut, mbesiah (Jawa Tengah) dan sengon sabrang (Jawa Tengah dan Jawa timur); jing laut (Madura)

2. Sulawesi: tedehu pute

3. Maluku: rawe, selawoku merah, seka, sika, sika bot, bai wagohon, wai atau wikie

Meskipun memiliki banyak nama, tetapi dalam bahasa Indonesia yang paling sering digunakan untuk nama pohon ini adalah sengon.

Hidayat (2002) menambahkan bahwa pohon sengon yang berukuran sedang sampai besar, tingginya dapat mencapai 40 m dan tinggi batang bebas cabang 20 m. Pohon sengon tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda dan bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8-15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15-25 helai daun.

Sengon termasuk jenis yang cepat tumbuh tanpa memerlukan tindakan silvikultur yang rumit dan berkembang dengan baik pada tanah yang relatif kering, agak lembab, bahkan di daerah tandus. Di daerah tropis seperti di Indonesia dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang lembab dengan tipe iklim A, B dan C menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (Griffoen 1954 dalam Alrasjid 1973). Kecepatan pertumbuhan jenis ini ditunjukkan dengan produksi kayunya yang dapat mencapai 156 m3 per hektar pada saat berumur enam tahun (Alrasjid 1973)

Dalam skala industri pemilihan sengon sebagai salah satu jenis pohon yang diprioritaskan untuk pengusahaan HTI merupakan suatu pilihan yang tepat. Sengon dapat dipanen pada umur yang relatif singkat yaitu 5-8 tahun setelah tanam sehingga sangat menguntungkan untuk diusahakan dalam skala besar seperti pengusahaan HTI (Atmosuseno 1998).

(21)

HTI adalah sengon. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menanam sengon antara lain sebagai berikut:

1. Masa masak tebang relatif pendek 2. Pengelolaan relatif mudah

3. Persyaratan tempat tumbuh tidak rumit 4. Kayunya serbaguna

5. Permintaan pasar terus meningkat

6. Membantu menyuburkan tanah dan memperbaiki kualitas lahan (Atmosuseno 1998).

Biaya pembangunan akan lebih ringan pada jenis pohon yang tumbuh cepat atau berotasi pendek seperti sengon ini. Hal ini disebabkan adanya Cash Flow masuk dari hasil penebangan yang segera dapat mengurangi biaya yang telah dikeluarkan (Atmosuseno 1998).

Pohon sengon merupakan pohon yang sebaguna. Mulai dari daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Bagian yang memberikan manfaat ekonomi paling besar adalah batang kayunya. Tidak mengherankan jika saat ini banyak kalangan pengusaha yang bergerak dalam bidang perkayuan beramai-ramai mengusahakan sengon sebagai bahan baku industrinya (Atmosuseno 1998).

2.3 Kelayakan Finansial

Menurut Kadariah et al. (1999), analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Dalam analisis finansial yang diperhatikan ialah hasil untuk modal saham (equality capital) yang ditanam dalam proyek, ialah hasil yang harus diterima oleh para petani, pengusaha, perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial sering juga

disebut “private returns”.

(22)

dibagi ke dalam dua bagian yaitu: aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud. Aktiva tetap berwujud terdiri dari tanah dan pembangunan lokasi, bangunan dan perlengkapan, pabrik dan mesin serta aktiva lainnya. Sedangkan aktiva tetap tidak berwujud terdiri dari biaya pendahuluan dan biaya sebelum operasi.

Istilah modal kerja bisa diartikan sebagai modal kerja bruto atau modal kerja netto. Modal kerja bruto menunjukkan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar yang terdiri dari kas, surat-surat berharga (kalau ada), piutang, persediaan dan lainnya. Modal kerja netto merupakan selisih antara aktiva lancar dan utang jangka pendek. Aktiva lancar adalah aktiva yang hanya memerlukan waktu pendek untuk berubah menjadi kas, yaitu kurang dari satu tahun atau satu siklus produksi (Husnan dan Suwarsono 2000).

Sumber dana yang dibutuhkan untuk membiayai aktiva tetap dan modal kerja dapat berasal dari milik sendiri, saham, obligasi, kredit bank, leasing dan project finance. Pihak perusahaan harus mencari kombinasi sumber dana yang

mempunyai biaya terendah dan tidak menimbulkan kesulitan likuiditas bagi proyek atau perusahaan yang mensponsori proyek tersebut selama jangka waktu pengembalian dan penggunaan dana.

Cara menilai suatu proyek yang paling banyak diterima untuk penilaian proyek jangka panjang adalah dengan menggunakan Discounted Cash Flow Analysis (DCF) atau analisis aliran kas yang didiskonto (Darusman 1981). Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar 2002).

(23)

NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya (Kadariah et al. 1999). Kriteria yang digunakan dalam menilai suatu proyek adalah bila NPV positif berarti menguntungkan dan NPV negatif menunjukkan kerugian (Soekartawi 1996). Jika NPV > 0 maka proyek tersebut dapat diterima. Jika NPV = 0 maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital. Jika NPV < 0, proyek ditolak artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek (Kadariah et al. 1999).

IRR adalah tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besarnya tingkat bunga yang menjadikan NPV = 0 itulah yang disebut IRR dari suatu proyek. Kriteria untuk menetapkan kelayakan suatu proyek ialah bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku (IRR > i) (Soekartawi 1996). Jika nilai IRR dari suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV dari proyek itu adalah sebesar 0 artinya proyek dapat dilaksanakan. jika IRR < social discount rate, berarti NPV < 0 maka proyek sebaiknya tidak dilaksanakan (Kadariah et al. 1999)

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HT PT Nityasa Idola, Kabupaten Bengkayang dan Landak serta di Industri Veneer PT Nityasa Idola Ngabang, Kabupaten Landak. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober 2010.

3.2Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu: 1. Buku Rencana Karya Umum IUPHHK HT PT Nityasa Idola

2. Buku Rencana Kerja Tahunan IUPHHK HT PT Nityasa Idola tahun 2010 3. Data tarif upah IUPHHK HT PT Nityasa Idola tahun 2010

4. Data Performance Cost Industri Veneer PT Nityasa Idola 5. Data produksi Industri Veneer PT Nityasa Idola

3.3Analisis Data

Analisis dilakukan untuk menentukan kelayakan pengelolaan HTI sengon dan industri veneer PT. Nityasa Idola. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis aliran kas dari biaya dan pendapatan yang telah didiskonto atau Discounted Cash Flow (DCF) yang menggunakan tiga kriteria yaitu NPV, BCR dan IRR berdasarkan kegiatan pengelolaan HTI sengon dan industri veneer di PT. Nityasa Idola

Adapun penjelasan mengenai tiga kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Net Present Value (NPV)

(25)

Dimana: NPV = Net Present Value

Bt = Keuntungan pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t

n = Umur ekonomis dari suatu proyek i = Suku bunga yang berlaku

Apabila NPV ≥ 0, maka proyek dinilai menguntungkan untuk dijalankan. Namun bila NPV ≤ 0, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk

dijalankan.

b. Internal Rate of Return (IRR)

Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai investasi sekarang investasi dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang. Menurut Kadariah et al (1999), IRR adalah nilai faktor diskonto (i) yang membuat NPV sama dengan nol. Pendekatan untuk menghitung IRR yaitu:

Dimana: IRR = Internal Rate of Return NPV(+) = NPV bernilai positif NPV(-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif

Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR ≥ tingkat suku bunga, maka proyek layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya.

c. Benefit Cost Ratio (BCR)

(26)

Dimana: BCR = Benefit Cost Ratio

Bt = Pendapatan kotor pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t

n = Umur ekonomis dari suatu proyek i = Suku bunga yang berlaku

Suatu proyek dapat dilaksanakan apabila memiliki nilai BCR ≥ 1. Namun bila

BCR ≤ 1, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk dijalankan.

3.4Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis yang menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.

Skenario yang digunakan pada analisis sensitivitas hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola adalah:

1. Apabila terjadi penurunan biaya total pengusahaan hutan tanaman sengon sebesar 10%

2. Apabila terjadi kenaikan harga pasar log sengon sebesar 10%

Skenario yang digunakan pada analisis sensitivitas industri veneer PT Nityasa Idola adalah:

1. Apabila terjadi kenaikan harga pasar log sengon sebesar 10% 2. Apabila terjadi penurunan harga jual veneer sebesar 10%

3.5Asumsi-Asumsi Dasar yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Analisis finansial dihitung dalam jangka waktu pengelolaan 24 tahun mulai tahun 2008 sampai 2031.

(27)

c. Biaya kegiatan-kegiatan yang belum dilaksanakan di hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola menggunakan Standar Biaya Pembangunan HTI dalam Permenhut 26 tahun 2009.

d. Log hasil penjarangan adalah 25 m3/ha dan log hasil pemanenan adalah 125 m3/ha.

e. Harga jual log sengon berasal dari harga pasar di wilayah Kalimantan Barat yaitu Rp 350.000/m3 (harga log sampai di pabrik). Dan dianggap konstan sepanjang daur

f. Suku bunga yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi adalah 12% (suku bunga kredit bank BRI bulan November 2010).

g. Industri veneer baru menjalankan kegiatan operasinya saat hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola telah melakukan kegiatan penjarangan komersial h. Seluruh log hasil penjarangan dan pemanenan hutan tanaman sengon PT

(28)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Perusahaan

Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT Nityasa Idola seluas 113.196 Ha. Pada tahun 1997 PT Nityasa Idola melakukan pengulangan kegiatan uji tanaman areal seluas 200 hektar yang terletak di Desa Malosa dan Sukamulya, Kecamatan Bengkayang yang sudah mencapai tahap penanaman.

Penanaman berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT), dilakukan untuk RKT 1998/1999 mencapai sekitar 600 hektar ditambah percobaan penanaman seluas 200 hektar. Selain penanaman, selama pelaksanaan RKT tersebut dibangun persemaian permanen yang mampu memproduksi bibit 2 juta bibit/tahun. Sedangkan bibit yang sudah diproduksi 1.686.315 bibit yang terdiri dari jenis Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus spp.

Bina desa hutan yang telah dilakukan oleh PT Nityasa Idola sampai dengan tahun 1999 adalah pembangunan sarana dan prasarana peribadatan 1 buah seluas 60 m2, bangunan serba guna 1 buah seluas 60 m2, pengembangan karet rakyat seluas 10 hektar, demplot pertanian tumpangsari seluas 1,6 hektar serta mengadakan sarasehan/penyuluhan sebualan sekali. Kegiatan ini terus berlangsung hingga pecahnya kerusuhan besar di Kalimantan Barat pada tahun 1997 yang terulang dengan skala yang lebih luas pada tahun 1999. Kondisi keamanan dan perkembangan sosial kemasyarakatan di provinsi Kalimantan Barat pasca kerusuhan 1997 dan 1999 membuat situasi menjadi sangat tidak kondusif untuk pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman.

(29)

menyelesaikan penanaman seluas 284 hektar dengan jenis tanaman sengon. Pada tahun 2009, PT Nityasa Idola berhasil melakukan penanaman seluas 1467 hektar.

Pada tahun 2009, PT Nityasa Idola melakukan pembangunan pabrik veneer di wilayah Ngabang, Kabupaten Landak. Bahan baku industri veneer PT Nityasa Idola adalah kayu sengon yang berasal dari lahan milik masyarakat sekitar pabrik terutama di wilayah Sanggau Ledo.

4.2 Lokasi HTI PT. Nityasa Idola

Areal kerja HTI PT. Nityasa Idola secara geografis terletak pada garis

lintang 0°22’48” – 01°04’18” LU dan garis bujur 109°22’ – 109°54’ BT. Secara administratif areal IUPHHK-HT (HTI) yang dikelola oleh PT Nityasa Idola terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat. Peta kawasan HTI PT Nityasa Idola ditampilkan pada Gambar 4.

(30)

Di Kabupaten Bengkayang wilayah mencakup Kecamatan Samalantan, Bengkayang, Ledo, Sanggau Ledo, Seluas, Sungai Raya, Capkala, Monterado, Teriak, Sungai Betung, Suti Semarang, Lumar, Jagoi Babang dan Siding. Sedangkan untuk di Kabupaten Landak, terletak di wilayah kecamatan yaitu kecamatan Kuala Behe, Air Besar, Sebangki, Ngabang, Meranti, Menyuke, Mempawah Hulu, Menjalin, Mandor dan Sengah Temila. HTI PT. Nityasa Idola memiliki luas total areal konsesi sebesar 113.196 ha

4.3 Topografi Lahan, Jenis Tanah dan Jenis batuan

Wilayah konsesi HTI PT Nityasa Idola memiliki ketinggian antara 65- 687 m dengan rata-rata ketinggian 165 m di atas permukaan laut (dpl). Sedangkan dari kelerengannya, sebagian besar wilayah konsesi HTI PT. Nityasa Idola bertopografi datar disusul bergelombang, landai, dan agak curam. Berikut adalah klasifikasi topografi berdasarkan kelas kelerengan dari wilayah HTI PT Nityasa Idola:

Tabel 1 Klasifikasi topografi lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola

Topografi Luas (Ha) Persentase (%)

Datar (kelerengan 0-8%) 55.918 49,4

Landai ( 8-15%) 24.222 21,4

Bergelombang (15-25%) 28.634 25,3

Agak Curam (25-40%) 4.422 3,9

Curam (> 40%) 0 0

Sumber: Buku Rencana Karya Umum IUPHHK HT PT Nityasa Idola, 2008

[image:30.595.115.514.423.493.2]

Jenis tanah yang ada di lahan konsesi HTI PT Nityasa Idola secara umum terbagi atas 4 jenis yaitu Dystropets, Haplorthox, Paleudults dan Tropudults. Tabel 2 Jenis tanah di lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola

Jenis Tanah Luas (Ha)

Dystropepts 35.071

Haplorthox 16.289

Paleudults 30.460

Tropudults 31.376

Sumber: Buku Rencana Karya Umum IUPHHK HT PT Nityasa Idola, 2008

(31)
[image:31.595.115.508.111.171.2]

Tabel 3. Jenis batuan di lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola

Jenis Batuan Luas (Ha)

Metamorphic 6.838

Plutonic 4.072

Plutonic/metamorphic 46.735

Sedimentary 55.551

Sumber: Buku Rencana Karya Umum IUPHHK HT PT Nityasa Idola, 2008

4.4 Iklim dan Hidrologi

Iklim di kawasan konsesi HTI PT. Nityasa Idola termasuk dalam tipe A menurut pembagian iklim Schmidt-Ferguson. Untuk bulan terbasah (dengan curah hujan tertinggi) adalah bulan Januari yaitu dengan curah hujan sebesar 430 mm/bulan. Sedangkan untuk bulan terkering (dengan curah hujan terendah) adalah bulan Agustus yaitu dengan curah hujan sebesar 87 mm/bulan. Di wilayah konsesi HTI PT Nityasa Idola mengalir beberapa sungai yaitu Sintangan, Ledo, Tumek, Sebalau, Menyuke, Sengah, Perabe, Behe dan Beringin.

4.5 Kondisi Hutan

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan untuk Provinsi Kalimantan Barat yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 259/Kpts-II/2000 tanggal 20 Agustus Tahun 2000 areal HTI PT Nityasa Idola berada di kawasan Hutan Produksi, dengan beberapa bagian dari areal tersebut juga terdapat kawasan hutan lindung serta penggunaan lain, dalam hal ini transmigrasi.

Tabel 4. Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK-HTI PT Nityasa Idola berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat

No

Perkembangan Areal Fungsi Hutan

Pada IUPHHK HT pada

HP HPT HPK HL Hutan APL

Hutan Tanaman Konservasi

1 Posisi Awal

109.926 0 3.270 0 0 0

(Keputusan IUPHHK HT)

2 Addendum

100.850 0 0 5.511 5.134 1.701

(Surat Menhut)

(32)

Sementara itu berdasarkan data Citra Landsat 7 ETM+Band 542, Path/Row 121/59 dan 121/60 per 31 Oktober 2008 ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit

No Fungsi Hutan Areal berhutan Areal Tak Tertutup

VF (Ha) LOA (Ha) Berhutan (Ha) Awan (Ha)

1 Hutan Produksi Tetap 0 6.997 90.831 3.022

2 Hutan Produksi Terbatas 0 0 0 0

3 Hutan Produksi Konservasi 0 0 0 0

4 Hutan Lindung 0 131 3.424 1.956

5 Hutan Konservasi 0 472 4662 0

6 APL 0 95 653 953

Jumlah 0 7.695 99.570 5.931

Sumber: Buku Rencana Karya Umum IUPHHK HT PT Nityasa Idola, 2008

4.6 Kondisi Sosial Ekonomi

Keadaan sosial dan potensi ekonomi pada kedua Kabupaten tersebut akan mempengaruhi perkembangan PT Nityasa Idola terutama dari segi penyediaan tenaga kerja dan penilaian terhadap besarnya kontribusi PT Nityasa Idola kepada pengembangan ekonomi regional. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkayang (BPS Kabupaten Bengkayang 2007) memproyeksikan untuk dua kecamatan yang terletak dan atau berdekatan dengan areal IUPHHK HTI PT. Nityasa Idola, jumlah penduduk tahun 2006 adalah 32.791 jiwa, dengan tingkat kepadatan 51 jiwa per km2. Dengan menggunakan angka rata-rata Kabupaten Bengkayang di kedua kecamatan ini penduduk usia produktif diperkirakan berjumlah 19.361 orang dengan sekitar 21% termasuk dalam usia sekolah.

(33)
[image:33.595.104.509.172.684.2]

Bengkayang dan Landak tercermin pada kondisi demografi dan fasilitas sebagaimana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi sosial ekonomi masyarakat

No Uraian Satuan Jumlah

Bengkayang Landak Total

1 Jumlah Penduduk

- Total Orang 211.883 323.075 234.958

Anak-anak (<17 tahun)

- Laki-laki Orang 125.992 162.300 268.272

- Perempuan Orang 100.172 120.351 250.723

Angkatan Tidak Produktif (<55 tahun)

- Laki-laki Orang 3.117 5.675 8.792

- Perempuan Orang 2.602 4.749 7.351

2 Agama dan Aliran Kepercayaan

- Islam Orang 67.569 50.268 117.837

- Katolik/Protestan Orang 139.864 269.679 409.543

- Lain-lain Orang 4.450 3.128 7.587

3 Mata Pencaharian

- Bertani Orang 104.977 124.958 229.935

- Berdagang Orang 13.668 2.996 16.664

- Lain-lain Orang 32.881 9.498 42.379

4 Fasilitas Pendidikan

- TK Orang 26 14 40

- SD Orang 235 426 661

- SLTP Orang 44 87 131

- SLTA Orang 19 32 51

- Peguruan Tinggi Orang 0 0 0

5 Tempat Ibadah

- Mesjid Orang 146 105 251

- Gereja Orang 467 1.016 1.483

- Lain-lain Orang 37 1 38

6 Sarana Kesehatan

- Rumah Sakit Umum Orang 2 1 3

- Puskesmas Orang 15 14 29

- Puskesmas Pembantu Orang 57 59 116

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan HTI Sengon 5.1.1 Pembibitan

Bibit merupakan komponen input penting dalam pembangunan hutan tanaman yang sejak awal harus diperhitungkan pengadaannya, baik dalam hal jumlah maupun sumbernya. Pengadaan bibit merupakan bagian dari rencana strategik yang harus masuk dalam perencanaan jangka panjang, karena lewat bibit peningkatan produktivitas lahan hutan dapat dicapai.

Kegiatan pembibitan di PT Nityasa Idola secara umum terbagi menjadi dua macam yaitu pembibitan yang dikelola oleh perusahaan dan pembibitan yang dikelola oleh masyarakat. Untuk pembibitan yang dikelola perusahaan, lokasinya terdapat di site Meranti dan site Bengkayang, sedangkan untuk pembibitan yang dikelola masyarakat, lokasinya terdapat di dua loksai di wilayah Kecamatan Meranti Bagian Selatan.

Kegiatan pengadaan bibit yang dilakukan PT. Nityasa Idola dilakukan dengan menggunakan single tube. Media pembibitan yang digunakan adalah akar paku (sagup) yang telah dicincang halus dan dicampur dengan dolomit untuk mengurangi tingkat keasaman media dengan dosis sebanyak 5 kg untuk setiap m3 media sagup. Selain itu, media tersebut juga dicampur dengan pupuk TSP dengan dosis sebanyak 4 kg untuk setiap m3 media sagup.

Setelah dilakukan pemupukan, media dapat dimasukkan ke dalam single tube. Tiga prinsip dasar dalam kegiatan pengisian media ke single tube adalah penuh, padat dan merata. Pengisian media dalam single tube dipadatkan. Single tube yang sudah diisi disiram dengan air hingga jenuh. Bila permukaan media turun, maka perlu dilakukan penambahan media kembali hingga penuh. Single tube yang sudah diisi kemudian dimasukkan ke dalam tray dan disusun dengan rapi.

(35)

15 menit kemudian dilanjutkan dengan perendaman di air dingin selama 12 jam. Setelah itu benih diseleksi yaitu memisahkan benih yang berkualitas dengan benih yang tidak berkualitas. Setelah benih diseleksi, benih yang berkualitas segera ditanam dalam single tube dengan jumlah masing-masing 1 benih di dalam setiap single tube. Benih yang tumbuh segera dipindahkan di bawah shading net dengan intensitas naungan 50% selama dua minggu. Selanjutnya dipindahkan di bawah shading net dengan intensitas naungan 30% selama dua minggu.

[image:35.595.116.509.374.493.2]

Setelah bibit memenuhi kriteria, bibit dipindahkan ke area terbuka. Selama pembibitan, kegiatan pemeliharaan bibit yang dilakukan antara lain adalah penyiraman yang dilakukan 2-3 kali/hari, penyiangan gulma yang dilakukan dua minggu sekali dan pemupukan yang dilakukan dengan jadwal dan dosis seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Dosis pemupukan bibit

Hari Ke Jenis Pupuk Hari ke Jenis Pupuk

NPK TSP P.Daun NPK TSP P.Daun

5 10 0 0 45 20 0 2

10 15 0 2 50 30 0 2

15 15 0 2 55 30 0 2

20 15 0 2 60 25 20 2

25 15 0 2 65 25 20 2

30 20 0 2 70 20 20 2

35 20 0 2 75 20 20 2

40 20 0 2 80 20 20 2

5.1.2 Penyiapan Lahan

Kegiatan penyiapan lahan di PT Nityasa Idola secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 2 sistem yaitu:

1) Sistem penyiapan lahan manual

(36)

kegiatan tebang. Kegiatan tebang dilakukan pada pohon yang memiliki diameter lebih besar dari 10 cm. Sama seperti pada kegiatan tebas, pohon yang ditebang juga direncek dan memiliki standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tabel 8. Standar rencekan penyiapan lahan manual

Diameter Tinggi Tunggul Panjang Rencekan

10 – 20 cm 25 cm 3,5 m

21 – 40 cm 40 cm 4,0 m

41 – 60 cm 100 cm Hanya dipotong ujung & pangkal saja

>60 cm 130 cm Hanya dipotong ujung & pangkal saja

Setelah semua perdu dan pohon di lahan tersebut ditebas dan ditebang, maka dilakukan pembuatan jalur tanam. Jalur tanam dibuat berselang-seling dengan tumpukan hasil tebas tebang dengan lebar 1,5 m (jarak tanam 3m x 3m). Jalur tanam dibuat dengan arah Barat dan Timur dengan titik tanam tepi berjarak 1/2 jarak tanam dari jalan. Pada jalur tanam dilakukan kegiatan tebas rata tanah.

Fase terakhir dalam kegiatan penyiapan lahan secara manual adalah kegiatan chemical yaitu kegiatan pembersihan alang-alang dan gulma dengan cara penyemprotan menggunakan herbisida. Kegiatan ini dilakukan 14 hari pasca kegiatan pembuatan jalur tanam. Adapun herbisida yang digunakan pada kegiatan ini adalah gramoxone (untuk ilalang) dan round up (untuk gulma daun lebar dan kecil).

2) Sistem penyiapan lahan mekanis

Sistem penyiapan lahan mekanis dilakukan pada lahan yang memilki kelerengan lebih kecil dari 20% sehingga memungkinkan alat berat (bulldozer) untuk beroperasi. Secara umum, kegiatan penyiapan lahan secara mekanis dilakukan dalam beberapa sub kegiatan yaitu rebah injak; tebang dan rencek; pembuatan jalur tanam dan chemical.

(37)

tanah agar top soil tidak terkupas. Pohon yang sudah roboh direncek dan kemudian batang dan rantingnya ditinggal di lantai hutan.

Tebang dan rencek diawali dengan menebang pohon dengan diameter lebih dari 10 cm dengan membuat takik terlebih dahulu. Pucuk pohon yang ditebang kemudian direncek sedangkan batang utama ditarik dengan winch dozer dan dibuang di tempat yang tidak efektif. Penebangan dilakukan ke satu arah rebah mengikuti kontur alam. Batang, cabang dan ranting dari pohon harus rata permukaan tanah dan terlepas dari tunggul atau pohon lain.

5.1.3 Penanaman

Kegiatan penanaman secara umum terbagi menjadi empat tahapan yaitu seleksi bibit siap tanam, pengangkutan bibit, pembuatan lubang tanam dan penanaman.

5.1.3.1Seleksi Bibit Siap Tanam

Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, hal pertama yang dilakukan adalah kegiatan penyeleksian bibit. Kegiatan ini dimaksudkan agar bibit yang ditanam nanti akan dapat tumbuh dengan baik di lokasi penanaman. Tentunya kegiatan penyeleksian ini dilakukan sesuai dengan standar Bibit Siap Tanam (BST) yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Tabel 9 Standar bibit siap tanam

No Bagian Bibit Standar

1 Tinggi Bibit Lebih dari 20 cm

2 Daun Tidak terserang hama dan penyakit tanaman, jumlah daun

lebih dari 3 tangkai

3 Batang Lurus, bertajuk

4 Batang berkayu 20% dari tinggi

5 Diameter leher akar Lebih dari 3 mm

6 Perakaran Kompak dan utuh, tidak growong, tidak patah bila diayun 5

kali

5.1.3.2Pengangkutan Bibit

(38)

pada bibit saat pengangkutan. Alat angkut yang biasa digunakan dalam kegiatan pengangkutan bibit adalah jonder, mobil operasional kantor atau kalau dalam keadaan yang tidak memungkinkan kendaraan roda empat untuk masuk maka digunakan motor. Bibit disusun rapi dalam rak bibit yang diletakkan di alat transport dan diberi naungan agar bibit tidak kering saat pengangkutan. Bibit dibawa sesuai dengan kapasitas maksimal alat angkut ke tempat penyimpanan bibit sementara yang berada dekat dengan lokasi penanaman. Setibanya di lokasi, bibit disimpan di tempat yang teduh dan aman. Bibit harus diusahakan berada pada lokasi yang dekat dengan sumber air dan maksimum bibit disimpan selama tiga hari di lokasi penyimpanan sementara. Bibit-bibit yang belum ditanam harus dipelihara sesuai dengan standar pemeliharaan di persemaian hingga bibit tersebut ditanam agar tidak mati.

5.1.3.3Pembuatan Lubang Tanam

Setelah bibit diangkut ke lokasi penanaman dan lahan sudah siap untuk ditanam, kegiatan beranjak ke kegiatan penanaman. Salah satu bagian penting dari kegiatan penanaman adalah pembuatan lubang tanam. Lubang tanam sangat mempengaruhi kemampuan bertahan bibit saat ditanam. Lubang tanam dibuat dengan ukuran panjang dan lebar masing-masing 20 cm dan kedalaman 20 cm. Pembuatan lubang tanam dengan ukuran tersebut dimaksudkan agar ruang gerak pertumbuhan akar tidak terlalu sempit sehingga akar dapat berfungsi maksimal dalam mencari unsur hara sehingga pertumbuhan bibit baik. Pastikan bahwa tanah di sekitar lubang tanam harus dicangkul, dibalik dan digemburkan agar kemampuan aerasi tanah tetap terjaga. Lubang tanam tersebut dibuat dengan jarak tanam 3m x 3m sesuai dengan standar yang telah ditetapkan PT Nityasa Idola.

5.1.3.4Penananaman

(39)

dimasukkan ke dalam lubang tanam. Lubang tanam ditimbun dengan tanah yang gembur hingga setengah tinggi lubang tanam. Kemudian dilakukan kegiatan pemupukan dasar menggunakan pupuk TSP dengan dosis 160 gr/lubang tanam. Pemupukan dilakukan di atas kanan dan kiri bibit dengan jarak 10 cm dan kedalaman lubang 10 cm (untuk lahan relatif datar) dan di tanah bagian atas titik tanaman (untuk lahan yang miring). Setelah itu dilakukan penimbunan dengan tanah gembur hingga lubang tanam rata dengan permukaan tanah.

.

5.1.4 Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas pohon yang dihasilkan. Pemeliharaan menentukan pertumbuhan riap pohon. Kegiatan pemeliharaan tanaman di HTI PT Nityasa Idola terdiri dari beberapa kegiatan yaitu penyulaman, total weeding, chemical weeding, pemupukan, singling, pruning dan penjarangan. Kegiatan pemeliharaan merupakan salah satu fokus kegiatan PT Nityasa Idola selain penanaman. Kegiatan pemeliharaan saat ini mengalami permasalahan dalam pelaksanaannya karena sumberdaya manusia yang tersedia tidak mencukupi. Akibatnya banyak lahan yang tidak terawat karena keterlambatan pemeliharaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perusahaan mendatangkan pekerja dari pulau Jawa untuk kegiatan pemeliharaan.

Kegiatan-kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan di HTI PT Nityasa Idola adalah sebagai berikut:

5.1.4.1Penyulaman

Penyulaman adalah kegiatan mengganti bibit yang mati atau tumbuh tidak normal di lokasi penanaman dengan bibit baru yang sehat. Penyulaman dilakukan setelah kegiatan pengecekan hasil penanaman yang dilakukan dua minggu setelah kegiatan penanaman.

5.1.4.2 Total weeding

(40)

Kegiatan ini dilakukan bila pertumbuhan gulma merata di seluruh areal dan tinggi gulma lebih rendah dari tinggi tanaman pokok. Gulma di seluruh areal tanaman ditebas dengan tinggi tebasan lebih rendah atau sama dengan 25 cm. Tanaman juga dibebaskan dari gulma yang melilit atau liana. Total weeding dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pada umur 1-3 bulan, umur 4-6 bulan, umur 7-9 bulan, umur 10-13 bulan, umur 14-17 bulan dan umur 18-24 bulan.

5.1.4.3Chemical Weeding

Kegiatan ini dilakukan pada areal yang gulmanya berupa alang-alang. Namun apabila sulit untuk dilaksanakan karena gulma terlalu tinggi, maka terlebih dahulu harus dilakukan total weeding. Herbisida yang digunakan terdapat dua jenis yaitu gramoxone dan round up. Gramoxone digunakan untuk lahan yang tanaman pengganggunya didominasi oleh ilalang. Sedangkan round up digunakan untuk lahan yang tanaman pengganggunya didominasi oleh gulma berdaun lebar. Dosis untuk gramoxone adalah 3 liter/ha/250 liter air. Sedangkan untuk round up dosisnya adalah 3 liter/ha/300 liter air. Kegiatan chemical weeding dilakukan pasca kegiatan total weeding dilaksanakan atau dilakukan sebanyak enam kali dalam satu daur tanam.

5.1.4.4Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada tanaman umur 3-4 bulan menggunakan pupuk urea dengan dosis sebanyak 40 gr/pohon. Lubang pemupukan dibuat pada jarak 30 cm dari tanaman dengan kedalaman lubang 7-10 cm. Untuk di lahan yang landai, lubang pemupukan dibuat pada dua sisi tanaman dengan dosis pupuk yang dibagi dua. Sedangkan untuk di lahan yang miring, lubang pemupukan hanya dibuat di sisi atas bagian areal yang miring.

5.1.4.5 Singling

(41)

yang tidak terpilih dipotong dengan menggunakan gergaji. Kegiatan singling dilakukan pada saat tinggi tanaman 1,5-2,5 m (sekitar umur 6-9 bulan

5.1.4.6Pruning

Pemangkasan cabang (pruning) dimaksudkan untuk mencapai tujuan menghasilkan kayu pertukangan yaitu kayu gelondongan yang dihasilkan oleh batang tunggal yang lurus sepanjang mungkin dan relatif silindris. Manfaat pemangkasan cabang dicerminkan oleh makin tingginya nilai ekonomi log. Pruning dilakukan bila diameter batang mencapai 6 cm (diperkirakan sekitar umur 6-9 bulan). Pruning dilakukan pada 40% dari tinggi total tanaman, sehingga tidak ada lagi cabang hingga batas tinggi tersebut. Cabang dipotong dengan menggunakan gergaji pruning yang dilakukan rapat batang dari arah bawah ke arah atas. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya pengelupasan kulit kayu pada batang utama tanaman. Untuk cabang berukuran besar, cara pruning yang dilakukan dengan memotong cabang secara bertahap. Tahap pertama cabang dipotong agak jauh dari batang, selanjutnya pemotongan kedua baru dilakukan rapat batang.

5.1.4.7Penjarangan

Sebagai sebuah tindakan silvikultur, penjarangan ditujukan kepada pemaksimalan nilai tegakan sisa. Di HTI PT Nityasa Idola belum dilakukan kegiatan penjarangan baik yang non komersil maupun komersil karena usia tanaman yang belum mencukupi. Namun secara umum kegiatan penjarangan di PT Nityasa Idola terbagi menjadi dua yaitu:

a. Penjarangan non komersial

Penjarangan ini dilakukan pada umur tanaman 2 tahun dengan meninggalkan 550 batang/ha atau kira-kira 50% dari total jumlah batang. Kriteria utama penjarangan non komersial ini adalah keseragaman ruang tumbuh. Penjarangan ini tidak menghasilkan kayu apapun. Pada penjarangan ini

diperkirakan akan ”dibuang” sekitar 40% volume tegakan dalam bentuk kayu

(42)

pre-commercial ini, kegiatan pemupukan dan pemangkasan cabang kemungkinan perlu dilakukan. Aplikasi herbisida juga perlu, mengingat kegiatan penjarangan ini telah membebaskan lantai hutan dari naungan tajuk.

b. Penjarangan komersial

Penjarangan ini dilakukan pada tanaman berumur 4 tahun (tahun kelima sejak tanam). Pada kegiatan penjarangan ini ditinggalkan sekitar 350 batang per hektar. Penjarangan ini akan menghasilkan kayu sekitar 25 m3/ha.

Beberapa tujuan dilaksanakannya kegiatan penjarangan adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi jumlah pohon dalam tegakan agar pohon yang ditinggalkan mempunyai cukup ruang untuk perkembangan tajuk dan akar sehingga perkembangan riap dapat mencapai ukuran yang dapat digunakan dengan cepat.

2. Untuk menciptakan tegakan yang sehat dilakukan dengan membuang pohon-pohon yang mati, terkena penyakit, rusak dan mengurangi kompetisi untuk menghindari stress yang akan merangsang timbulnya penyakit.

3. Untuk menghilangkan pohon-pohon yang jelek pertumbuhannya misalnya bengkok atau menggarpu

4. Untuk mendapatkan “pemasukan antara” dari penjualan kayu hasil penjarangan.

5.2 Pengelolaan Industri Veneer

5.2.1 Proses Produksi Veneer

(43)

berukuran diameter 15 – 28 cm akan diolah menjadi veneer menggunakan mesin rotary spindless. Sedangkan untuk log yang memiliki diameter > 28 cm akan diolah menjadi veneer menggunakan mesin rotary spindle. Sebelum log diolah menjadi veneer harus dilakukan pengupasan kulit kayu terlebih dahulu. Kegiatan pengupasan log terbagi menjadi dua macam yaitu pengupasan secara manual (untuk log > 28 cm) dan pengupasan mekanis menggunakan mesin round up (untuk log 15-28 cm). Log berukuran 15 – 28 cm harus dikupas secara mekanis menggunakan mesin round up dikarenakan log yang akan diolah menggunakan mesin rotary spindless harus memiliki bentuk yang silindris.

Setelah log dikupas, selanjutnya log diolah menjadi veneer menggunakan mesin rottary spindless (untuk log 15-28 cm) dan rottary spindle (untuk log > 28 cm). Tingkat rendemen rata-rata dari kedua mesin tersebut adalah sebesar 65%. Nilai tersebut berarti mesin akan menghasilkan volume veneer sebesar 65% dari volume log yang diolah. Proses produksi veneer dari log sengon secara umum tersajikan dalam Gambar 5.

[image:43.595.93.443.390.711.2]

Sumber: Hasil pengamatan

Gambar 5 Diagram alir produksi veneer Scaling &

Grading

Log d > 28 cm Log d < 28 cm

Kupas Kulit Manual

Kupas Kulit Round Up

Rotarry Spindle

Rotarry Spindless

Veneer

Log Masuk

Veneer

(44)

5.2.2 Produk Industri

Produk yang dihasilkan dari industri pengolahan kayu PT Nityasa Idola adalah veneer. Veneer yang diproduksi PT Nityasa Idola memiliki ukuran lebar 126 cm dan ketebalan 2,2 mm. Secara umum veneer produksi PT Nityasa Idola terbagi menjadi dua kelas kualitas yaitu OOP dan Random. Pembagian kelas kualitas tersebut berdasarkan panjang dari veneer yang dihasilkan. Berikut adalah karakteristik dari OOP dan Random:

Tabel 10 Perbedaan karakteristik OOP dan random

No Karakteristik OOP random

1 Panjang 260 cm p>10 cm & p< 260 cm

2 Lebar 126 cm 126 cm

3 Tebal 2,2 mm 2,2 mm

4 Proporsi Produksi 80% 20

5.3Penerimaan dan Biaya HTI 5.3.1 Penerimaan

Penerimaan HTI PT Nityasa Idola berasal dari penjualan kayu sengon hasil penjarangan komersil dan pemanenan. Hasil penjualan dihitung dengan mengkalikan volume kayu yang dihasilkan dengan tarif harga jual kayu sengon di wilayah sekitar HTI. Karena PT Nityasa Idola belum melaksanakan kegiatan penjarangan komersil dan pemanenan, maka untuk volume hasil panen kayu per hektar diasumsikan sebesar 25 m3 untuk penjarangan komersial dan 125 m3 untuk pemanenan. Asumsi tersebut didasarkan pada target perusahaan yang tercantum dalam buku Rencana Karya Umum PT Nityasa Idola. Untuk harga kayu sengon didasarkan pada harga beli kayu sengon yang ditetapkan Industri Veneer PT Nityasa Idola di Ngabang yaitu Rp 350.000/m3 .

(45)

Tabel 11 Tabel dugaan volume kayu dan penerimaan dari hasil kegiatan penjarangan dan pemanenan

Tahun

Volume Volume Volume Penerimaan Penerimaan Penerimaan

Penjarangan (m3) Pemanenan (m3) Total (m3) Penjarangan (Rp) Pemanenan

(Rp) Total (Rp)

2008 0 0 0 0 0 0

2009 0 0 0 0 0 0

2010 0 0 0 0 0 0

2011 0 0 0 0 0 0

2012 7.100 0 7.100 2.485.000.000 0 2.485.000.000

2013 36.675 0 36.675 12.836.250.000 0 12.836.250.000

2014 30.000 0 30.000 10.500.000.000 0 10.500.000.000

2015 30.000 35.500 65.500 10.500.000.000 12.425.000.000 22.925.000.000

2016 30.000 183.375 213.375 10.500.000.000 64.181.250.000 74.681.250.000

2017 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2018 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2019 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2020 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2021 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2022 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2023 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2024 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2025 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2026 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2027 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2028 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2029 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2030 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

2031 30.000 150.000 180.000 10.500.000.000 52.500.000.000 63.000.000.000

Pada tahun – tahun awal kegiatan pengelolaan HTI Sengon, PT Nityasa Idola belum mendapatkan penerimaan. Penerimaan pertama didapatkan pada tahun 2012 yang berasal dari hasil penjarangan komersial tanaman tahun 2008. Besarnya penerimaan adalah sebesar Rp 8.750.000/ha sehingga total penerimaan untuk tahun 2012 adalah sebesar Rp 2.485.000.000 dari hasil penjarangan komersil lahan seluas 284 ha. Sedangkan penerimaan dari kegiatan pemanenan baru didapatkan pada akhir daur pertama yaitu pada tahun 2016 dengan nilai sebesar Rp 43.750.000/ha

[image:45.595.105.535.124.526.2]
(46)

penerimaan penjarangan pada tahun tersebut diperkirakan sebesar Rp 10.500.000.000 sedangkan untuk penerimaan pemanenan diperkirakan sebesar Rp 64.181.250.000. Total penerimaan pada tahun 2017 diperkirakan sebesar Rp 74.681.250.000.

5.3.2 Biaya

[image:46.595.110.513.353.553.2]

Biaya pengelolaan HTI Sengon PT Nityasa Idola terdiri dari pembangunan sarana dan prasarana, administrasi dan umum, perencanaan, pengadaan bibit, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan, kewajiban kepada negara, kewajiban kepada lingkungan dan pemanenan.

Tabel 12 Biaya pengelolaan hutan tanaman sengon PT Nityasa Idola

No Kegiatan Biaya(Rp/Ha)

1 Pembangunan Sarana dan Prasarana 2.645.157

2 Administrasi Dan Umum 1.224.610

3 Perencanaan 319.407

4 Pengadaan Bibit 722.000

5 Penyiapan Lahan 2.421.950

6 Penanaman 1.186.548

7 Pemeliharaan 3.934.120

8 Perlindungan Dan Pengamanan Hutan 493.050

9 Kewajiban Kepada Negara 10.700

10 Kewajiban Kepada Lingkungan 220.430

11 Pemanenan 22.500.000

Total Biaya 35.677.971

(47)

Departemen Kehutanan, sedangkan untuk nilai depresiasi per tahun didapatkan dari pembagian antara jumlah investasi dengan masa pakainya (15 tahun).

Biaya administrasi dan umum terdiri dari biaya pendidikan dan latihan, penelitian dan pengembangan, biaya umum dan biaya penilaian. Biaya pendidikan dan latihan nilainya sebesar Rp 48.985/ha. Biaya penelitian dan pengembangan nilainya sebesar Rp 97.969/ha. Biaya umum nilainya adalah sebesar Rp 976.688/ha dan biaya penilaian sebesar Rp 97.969/ha.

Komponen biaya perencanaan terdiri dari biaya penyusunan FS dan AMDAL, penyusunan RKU, penyusunan RKT, pelaksanaan Inventarisasi, pelaksanaan tata batas dan penataan areal. Biaya dari setiap sub kegiatan perencanaan berturut-turut adalah Rp 32.657/ha, Rp 24.492/ha, Rp 12.500/ha, Rp 13.000/ha, Rp 40.821/ha dan Rp 195.938/ha.

Komponen biaya dalam pengadaan bibit/persemaian terdiri dari biaya pengadaan logistik (media tanam, benih, pupuk, air dan lain lain), upah pekerja di persemaian, serta pengangkutan bibit. Biaya pengadaan bibit diperoleh dari pembagian antara jumlah biaya yang dikeluarkan di persemaian selama sebulan dengan jumlah bibit yang dihasilkan pada bulan tersebut. Nilainya didapatkan sebesar Rp 500/bibit. Dengan demikian untuk satu hektar lahan dengan jarak tanam 3 m x 3 m dengan tingkat penyulaman sebesar 30% dibutuhkan biaya untuk pengadaan bibit sebesar Rp 722.000.

Lahan di PT Nityasa Idola sebagian besar diklaim milik masyarakat sehingga saat ingin membangun HTI di suatu lahan, perusahaan harus membuat suatu program kerjasama dengan masyarakat. Perjanjian tersebut tertuang dalam sebuah dokumen yang bernama Mata beliung. Salah satu poin dalam perjanjian tersebut adalah perusahaan harus membayar uang kompensasi lahan sebesar Rp 60.000/ha serta memberikan 21 buah bibit karet unggul/ha lahan dengan harga Rp 3.500/bibit kepada masyarakat. Biaya tersebut merupakan komponen dari kegiatan penyiapan lahan.

(48)

tegakan/vegetasi pada lahan. Tarif upah borongan penyiapan lahan manual di PT Nityasa Idola disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Klasifikasi upah borongan kegiatan penyiapan lahan manual berdasarkan kelas lahan

No Kelas Lahan Upah Borongan (Rp/Ha)

1 Ex Ladang 800.000

2 Ringan 1.150.000

3 Sedang 1.250.000

4 Berat 1.350.000

Untuk penyiapan lahan mekanis, biaya yang dikeluarkan antara lain untuk menyewa alat berat, bahan bakar alat berat serta upah operator alat berat. Adapun standar biaya penyiapan lahan mekanis PT Nityasa Idola adalah sebesar Rp 2.830.073/ha.

Unsur biaya dalam kegiatan penanaman adalah untuk pembayaran upah penanaman dan pengadaan pupuk. Kegiatan penanaman di PT Nityasa Idola dilakukan dengan sistem borongan oleh pemilik lahan atau masyarakat sekitar dengan upah sebesar Rp 300/lubang tanam, sehingga untuk lahan dengan luas satu ha dibutuhkan biaya sebesar Rp 333.300. Selain untuk pembayaran upah borongan, komponen biaya lain adalah untuk pupuk. Untuk setiap lubang tanam dibutuhkan pupuk TSP sebanyak 160 gram. Dengan harga pupuk TSP Rp 4.800/kg, maka biaya untuk pemupukan adalah sebesar Rp 768/lubang tanam atau sebesar Rp 853.248/ha.

(49)

tanaman diberikan pupuk urea sebanyak 40 gr. Dengan harga pupuk urea Rp 2.500/kg, maka untuk pengadaan pupuk dibutuhkan biaya Rp 166.650/ha.

Kegiatan pemeliharaan selanjutnya adalah total weeding dan chemical. Kedua kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan. Setelah kegiatan total weeding harus dilakukan kegiatan chemical. Kedua kegiatan tersebut dilakukan sebanyak enam kali, yaitu empat kali di tahun pertama tanam dan dua kali di ta

Gambar

Tabel 2 Jenis tanah di lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola
Tabel 3. Jenis batuan di lahan konsesi HTI PT. Nityasa Idola
Tabel 6. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
Tabel 7 Dosis pemupukan bibit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari kegiatan inventarisasi ini dapat diketahui seberapa besar potensi tegakan Sengon di desa pasrujambe dan nilai ekonomi yang dimiliki hutan rakyat di desa tersebut

!lielsen) PADA HUTAN RAKYAT DI JAWA

Faktor pembatas permanen rerata curah hujan yang terlalu tinggi pada beberapa Satuan Kelas Lereng tidak terlalu berpengaruh bagi jenis tanaman Sengon meskipun setelah

PT. Nityasa Idola memiliki izin konsesi pada kawasan hutan yang banyak diklaim sebagai kawasan hutan adat oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, dalam

Responden yang memberikan tingkatan partisipasi baik umumnya mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan hutan tanaman, karena masyarakat mulai menilai

bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 228/Kpts-II/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang

Berdasarkan hasil analisi data indeks nilai penting (INP), ternyata Calamus ornatus Blume merupakan jenis rotan yang dominan terdapat di kawasan Hutan Tanaman Industri

HTI menurut PP Nomor 7 Tahun 1990, yakni tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri HPHTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan