• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi marshmallow spirulina dan kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi marshmallow spirulina dan kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

DESI KINANDARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

DESI KINANDARI. C34080057. Formulasi Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan IRIANI SETYANINGSIH.

Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga autotrof berwarna biru hijau dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix) yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan karena memiliki kandungan nutrisi protein, asam lemak, vitamin, pigmen, dan antioksidan yang tinggi. Konsumsi Spirulina masih rendah, karena produk yang beredar masih dalam bentuk suplemen kapsul dengan harga tinggi. Pengembangan produk marshmallow diharapkan dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan konsumsi Spirulina serta dapat bermanfaat untuk menciptakan suatu produk yang sehat dan tanpa pewarna buatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik marshmallow yang diperkaya dengan Spirulina dan mengkarakterisasi kimia produk dan aktivitas antioksidan, serta mengetahui kerusakan mikrobiologis marshmallow Spirulina selama penyimpanan.

Tahapan penelitian yang dilakukan antara lain kultivasi Spirulina dalam media Zarrouk teknis modifikasi, penentuan formula terpilih marshmallow dengan penambahan Spirulina komersial (1, 2, dan 3%), perbaikan formula terpilih dan pembuatan marshmallow Spirulina kultur, analisis komponen kimia, dan analisis kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan. Formula terpilih dinilai berdasarkan uji hedonik. Marshmallow terpilih kemudian dianalisis proksimat, aktivitas antioksidan, dan dilakukan perhitungan informasi gizi serta dibandingkan dengan marshmallow tanpa penambahan Spirulina (kontrol). Marshmallow disimpan pada suhu ruang selama enam hari. Analisis yang dilakukan selama penyimpanan adalah total mikroba dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dan aktivitas air (aw).

(3)

DESI KINANDARI C34080057

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Nama : Desi Kinandari

NIM : C34080057

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Dr.Ir. Iriani Setyaningsih, MS NIP. 1961 0128 198601 2 001 NIP. 1960 0925 198601 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi. MS, M.Phil. NIP : 1958 0511 198503 1 002

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Formulasi

Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan”

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2013

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Formulasi Marshmallow

Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan” dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1 Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr.Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen

pembimbing atas bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis

2 Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji, atas saran dan

arahan dalam penyusunan skripsi ini

3 Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.phil. selaku Ketua Departemen Teknologi

Hasil Perairan

4 Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol. selaku Komisi Pendidikan Departemen

Teknologi Hasil Perairan

5 Keluarga terutama Bapak, Ibu, kakak-kakak tercinta serta keponakan yang

senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat dan dorongan moril

maupun material kepada penulis

6 Teman seperjuangan selama di IPB: Tim Spirulina (Diah, Dibar, Trinita,

Orin, Dimas), Wisma Kompeten, WE, KMK atas bantuan, kebersamaan dan

persahabatan yang indah

7 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staff dosen dan Tata

Usaha (TU), teman-teman THP 45, 46, dan 47 yang telah memberikan

semangat kepada penulis serta pihak lain yang telah banyak membantu dalam

penyusunan usulan kegiatan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan

kritik serta saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga

tulisan ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, April 2013

(7)

Penulis dilahirkan di Klaten, pada tanggal 27 Desember 1990,

sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak

Kirmadi dan Ibu Sri Widadi. Penulis mengawali jenjang

pendidikan dari TK Aisiyah Busthanul Atfal pada tahun

1995-1996 dan SDN 2 Buntalan pada tahun 1996-2002.

Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Klaten pada

tahun 2002-2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1

Klaten pada tahun 2005-2008. Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian

Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjalani pendidikan akademik penulis pernah aktif dalam

organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN)

divisi kewirausahaan periode 2010-2011, Organisasi Mahasiswa Daerah Klaten

di Bogor (KMK) tahun 2008-sekarang, kepanitian Himpunan Mahasiswa

Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI X) tahun 2010. Penulis juga aktif sebagai

asisten mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan

periode 2011-2012, asisten mata kuliah Teknologi Pemanfatan Hasil Samping dan

Limbah Hasil Perairan periode 2011-2012.

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Formulasi Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr.Ir. Wini

(8)
(9)

4.1.2 Aktivitas antioksidan ... 27

4.2 Penentuan Formulasi Terpilih Marshmallow Spirulina komersial ... 28

4.3 Karakteristik MarshmallowSpirulina Kultur ... 34

4.3.1 Perbaikan formula terpilih ... 34

4.3.2 Komposisi kimia marshmallow ... 35

4.3.3 Aktivitas antioksidan marshmallow ... 37

4.3.4 Kerusakan mikrobiologis... 39

4.3.5 Informasi gizi marshmallow ... 42

4.4 Saran Penyajian ... 43

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Simpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 52

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kandungan gizi Spirulina ... 4

2 Densitas marshmallow ... 6

3 Syarat mutu kembang gula lunak (SNI 3547.2-2008) ... 7

4 Angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan ... 14

5 Formulasi marshmallow Spirulina komersial ... 17

6 Komposisi kimia S. platensis kultivasi dan komersial ... 26

7 Formula marshmallow terbaik ... 35

8 Informasi gizi marshmallow kontrol dan marshmallow Spirulina ... 43

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Morfologi Spirulina platensis ... 3

2 Diagram alir penentuan formula marshmallow terpilih ... 15

3 Diagram alir metode penelitian marshmallow-Spirulina ... 16

4 Diagram alir kultivasi Spirulina platensis ... 17

5 Diagram alir pembuatan marshmallow-Spirulina ... 18

6 Hasil uji hedonik kenampakan marshmallow ... 29

7 Hasil uji hedonik warna marshmallow ... 30

8 Hasil uji hedonik aroma marshmallow ... 31

9 Hasil uji hedonik tekstur marshmallow... 32

10 Hasil uji hedonik rasa marshmallow ... 33

11 Perbedaan marshmallow Spirulina dan marshmallow merek “X” ... 34

12 Histogram nilai komposisi kimia marshmallow ... 35

13 Aktivitas antioksidan marshmallow ... 38

14 Aktivitas air (aw) marshmallow selama penyimpanan suhu ruang ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Score sheet uji hedonik marshmallow (BSN 2011) ... 53

2 Hasil perangkingan dan uji Kruskal Wallis hedonik marshmallow Spirulina komersial ... 54

3 Analisis ragam marshmallow kontrol dan marshmallow Spirulina kultur . 55

4 Perhitungan informasi gizi marshmallow ... 58

(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permen merupakan salah satu produk confectionery yang digemari oleh

semua lapisan masyarakat. Produk ini dapat mempertahankan bentuknya dalam

waktu yang cukup lama dan tidak rusak baik karena pengaruh kimiawi maupun

mikrobiologi. GAPMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia)

memperkirakan nilai pasar permen mencapai 5% dari total nilai industri makanan

dan minuman tahun 2010 yang mencapai Rp 260 triliun (Nurwati 2011). Soft

candy (permen lunak) merupakan salah satu jenis permen yang bertekstur lebih

lunak dan dapat dikunyah saat dikonsumsi. Permen jenis ini memiliki kadar air

yang relatif tinggi (6-8%), dan bahan dasar utamanya yaitu sukrosa dan sirup

glukosa. Namun untuk membentuk tekstur yang chewy, biasanya ditentukan oleh

campuran lemak, gelatin, pengemulsi, dan bahan tambahan lainnya (Alikonis

1979).

Permen lunak banyak beredar dan digemari oleh masyarakat luas, karena

murah, praktis, dan memiliki berbagai rasa. Marshmallow merupakan salah satu

jenis permen lunak (soft candy) yang memiliki tekstur seperti busa yang lembut,

ringan, kenyal dalam berbagai bentuk aroma, rasa dan warna sehingga tergolong

dalam produk confectionery. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut

karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin

dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler 1999).

Saat ini produk permen yang beredar banyak menggunakan pewarna sintetis,

karena mudah didapat dan memiliki stabilitas yang tinggi. Namun penggunaan

pewarna sintetis yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang kurang baik

bagi kesehatan, karena pewarna sintetis seperti tartrazine, allura red dan

rodhamin B bersifat karsinogenik serta dapat menyebabkan alergi hingga penyakit

kanker (Chahaya 2003). Oleh karena itu diperlukan pigmen atau pewarna alami

sebagai alternatif pengganti pewarna sintetis yang dapat diperoleh dari tumbuhan

darat maupun air, salah satunya dari mikroalga Spirulina.

Spirulina adalah organisme mikroskopis yang termasuk kelompok alga hijau

(14)

mempunyai ukuran 1 sampai 12 µ m. Alga ini dalam koloni yang besar berwarna

hijau tua. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi

(Tietze 2004). Henrikson (2009) melaporkan bahwa Spirulina platensis memiliki

kandungan klorofil 1 mg/g, karotenoid 0,37 mg/g, dan fikosianin 140 mg/g.

Fikosianin telah diproduksi secara komersial terutama untuk pewarna makanan,

minuman, obat, dan kosmetik dengan kadar mencapai 20% dari fraksi protein

Spirulina (Silveira et al. 2007). Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga

yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri pangan,

pakan, dan industri lainnya karena memiliki kandungan nutrisi protein, asam

lemak, vitamin, pigmen, dan antioksidan yang tinggi. Babadzanov et al. (2004)

menyatakan bahwa S. platensis dalam keadaan kering mengandung protein

55-75%. Kandungan vitamin B12 Spirulina lebih dari 300 µg per 100 g Spirulina

(Tietze 2004). Nagaraj et al. (2011) melaporkan bahwa perlakuan dengan

C-fikosianin dari S. platensis (75 mg/kg berat badan) menunjukkan aktivitas

antioksidan dan mengurangi stres oksidatif pada tikus selama diinduksi dengan

CCl4 (karbon tetraklorida).

Spirulina yang ditambahkan pada marshmallow dapat berfungsi sebagai

pewarna alami dan potensial memperkaya zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh.

Pengembangan produk marshmallow diharapkan dapat menjadi alternatif dalam

meningkatkan konsumsi Spirulina serta dapat bermanfaat untuk menciptakan

suatu produk yang sehat dan tanpa pewarna buatan, sehingga dapat mengatasi

masalah kekurangan gizi bagi anak-anak di Indonesia yang merupakan solusi

nyata dan sangat mungkin untuk dilaksanakan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik marshmallow

yang diperkaya dengan Spirulina, mengkarakterisasi kimia produk dan aktivitas

antioksidan, dan mengetahui kerusakan mikrobiologis marshmallow Spirulina

(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spirulina platensis

Spirulina merupakan makhluk hidup autotrof berwarna hijau biru dengan sel

berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut

juga alga hijau biru berfilamen (cyanobacterium). Bentuk tubuh Spirulina yang

menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan

dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 mikrometer. Filamen spirulina hidup

berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Hariyati 2008). Spirulina merupakan

salah satu alga hijau biru yang telah banyak dikultivasi. Spirulina dapat dimakan,

secara alamiah dapat dikultivasi di air tawar sampai alkalin (payau) di

danau-danau atau kolam. Secara taksonomi Spirulina (Garrity et al. 2001), dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Cyanobacteria

Divisi : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Oscillatoriaceae

Genus : Spirulina

Gambar 1 Morfologi Spirulina platensis (perbesaran 10 kali)

Spirulina dapat tumbuh subur di iklim tropis dan subtropis dengan pH 9,4

hingga pH 11 (Cifferi 1983). Penyebaran Spirulina sangat luas, sebagian besar

dapat ditemukan di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan (Sixabela et al. 2011).

Pertumbuhan Spirulina yang baik selain dipengaruhi oleh kandungan nutrisi juga

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam media pemeliharaan. Faktor

(16)

ruangan, salinitas dan pH (Vonshak et al. 2004). Nitrogen merupakan nutrien

yang dibutuhkan paling banyak untuk pertumbuhan fitoplankton (Wijaya 2006).

Kepadatan optimum untuk kultur Spirulina sp. adalah 10.000 unit/mL

(Suryati 2002).

Spirulina kaya akan nutrien diantaranya protein, vitamin, asam amino, asam

-linolenat (GLA), fikosianin, tokoferol, klorofil, dan -karoten

(Khan et al. 2005). Kandungan gizi Spirulina dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi Spirulina

Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah

Komposisi Umum (%) Asam Amino Esensial mg/10 g

Thiamin, B1 0,35 mg Asam Amino Non-Esensial mg/10 g

Riboflavin, B2 0,40 mg Alanin 470

Niacin, B3 1,40 mg Arginin 430

Pyridoxine, B6 80 mcg Asam Aspartat 610

Folat 1 mcg Systin 60

Cyanocobalamin, B12 20 mcg Asam glutamate 910

Biotin 0,5 mcg Glysin 320

Bashandy et al. (2011) menyatakan Spirulina platensis kaya akan protein,

(17)

selenium, beta karoten, riboflavin, tokoferol dan -linolenic acid.

Shuda dan Kavimani (2011) menyatakan bahwa disamping -linolenic acid, juga

masih banyak fitokimia lain yang baik untuk kesehatan. Spirulina juga

mengandung fikosianin (7% dari basis keringnya), polisakarida dan juga

antioksidan.

Menurut Susanna et al. (2007), Spirulina dapat dimanfaatkan sebagai

suplemen bahan pakan, makanan dan pengobatan. Chlorella, Spirulina adalah

makanan yang mengandung semua nutrien makanan dalam konsentrasi yang

tinggi, dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai banyak fungsi.

Keistimewaan yang dimiliki spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein

nabati 100% bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah

dicerna dan diserap oleh tubuh. Spirulina merupakan makanan paling alkali

dibandingkan sayuran dan buah lain sehingga dapat mencegah dan mengatasi

gangguan pencernaan terutama masalah lambung (Riyono 2008).

Sixsabela et al. (2011) melaporkan kandungan gizi pada Spirulina dapat

digunakan untuk mengatasi penyakit seperti diabetes melitus dan artritis. Jenis

Spirulina mampu memperlihatkan berbagai aktivitas biologis seperti

antihipertensi dan antihiperlipemik (Torres-Duran et al. 2007), kemopreventif dari

kanker (Ismail et al. 2009), dan terhadap toksisitas hepatoprotektif kadmium

(Karadeniz et al. 2009). Fikosianin memiliki karakteristik antioksidan dan dapat

berfungsi sebagai anti inflamatori, menghambat tumornekrosis, dan melindungi

sel-sel syaraf (Romay et al. 2003). Fikosianin telah diproduksi secara komersial

terutama untuk pewarna makanan, minuman, obat, dan kosmetik. Kadarnya dapat

mencapai 20% dari fraksi protein Spirulina (Silveira et al. 2007). Spirulina juga

menunjukkan memiliki pengaruh imunostimulator dan memiliki aktivitas antiviral

(Khan et al. 2005). Studi pada manusia, Spirulina bermanfaat untuk anak kurang

gizi maupun anak yang positif HIV (Simpore et al. 2005). Spirulina adalah

kandidat suplemen yang sangat baik untuk infeksi HIV (Azabji et al. 2011).

Spirulina dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa hingga anak-anak.

2.2 Marshmallow

Marshmallow merupakan suatu jenis permen (termasuk soft candy) yang

(18)

berbeda. Asal penamaan dari produk ini adalah berasal dari tanaman yang

bernama marshmallow (Althea officinalis). Resep asli dari marshmallow adalah

menggunakan ekstrak akar dari tanaman marshmallow. Ekstrak akar marshmallow

mempunyai sifat liat dan lengket serta membentuk gel bila dicampur dengan air.

Saat ini penggunaan dari ekstrak ini telah digantikan oleh gelatin yang

mempunyai sifat hampir sama. Soft candy mempunyai tekstur yang lunak, dapat

digigit dan tidak lengket digigi sewaktu dikunyah (Alikonis 1979). Marshmallow

merupakan makanan ringan bertekstur seperti busa yang lembut dalam berbagai

bentuk, aroma dan warna. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut

karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin,

gum arab dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler

1999).

Marshmallow dapat dikelompokkan sebagai deposited (endapan), extruded,

grained dan nongrained. Perbedaan utama antara produk deposited dan extruded

adalah densitas dan kekerasan pada produk akhir yang dihasilkan. Kedua produk

ini (deposited dan extruded) biasanya mengandung gelatin 200 sampai 250

Bloom. Tekstur marshmallow akan berubah tergantung pada formulasi, densitas

yang diinginkan, dan metode pembuatan, serta peralatan yang digunakan.

Marshmallow dapat disusun dari tipe extruded atau deposited, busa meringues

yang lembut atau nougats. Marshmallow grained dan nongrained berbeda dalam

hal perbandingan gula atau sirup jagung. Tekstur dari marshmallow grained

benar-benar pendek, kering dan keras. Kelompok produk ini dapat dipisahkan

berdasarkan fungsi dari densitasnya sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Densitas marshmallow

Tipe Densitas

Nougats 0,90 – 1,00

Fruit chews/fat chew (lumatan buah/lumatan lemak) 0,90 – 1,00

Deposited marshmallows 0,50 – 0,70

Extruded marshmallows 0,30 – 0,35

Extruded aerated candies (permen isi extruded) 0,20 – 0,30

Sumber: Nakai dan Modler (1999)

Semua tipe dari konfeksioneri ini, gelatin digunakan untuk memberikan fase

cair dengan stabilitas yang cukup pada produk. Hal ini memungkinkan untuk

(19)

pengocokan atau aerasi, keuntungan produk antara lain sifatnya dalam

meningkatkan volume (menurunkan densitas), meningkatkan sifat viskositas

(kekentalan), perubahan karakteristik sensori, tekstur yang halus, rasa manis

dalam mulut dan sedikit lengket. Gelatin pada marshmallow berfungsi sebagai

whipping dan gelling agent sehingga marshmallow memiliki tekstur lembut dan

elastis atau kenyal. Rata-rata kandungan kelembaban pada produk grained sebesar

5-10% dan produk nongrained sebesar 15-18% (Nakai dan Modler 1999).

Persyaratan mutu marshmallow diatur dalam Standar Nasional Indonesia

kembang gula lunak (Tabel 3).

Tabel 3 Syarat mutu kembang gula lunak (SNI 3547.2-2008)

Kriteria uji Satuan Persyaratan Mutu

Keadaan

Angka lempeng total koloni/g Maks 5x104

Bakteri coliform APM/g Maks 20

E. coli APM/g < 3

Marshmallow dihasilkan dari sistem koloid. Sistem koloid terdiri dua fase,

yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase luar). Berdasarkan

fase zat terdispersi, sistem koloid terbagi atas tiga bagian, yaitu koloid sol, emulsi

dan buih. Sol adalah koloid dengan zat terdispersinya fase padat. Emulsi adalah

koloid dengan zat terdispersinya fase cair. Buih adalah koloid dengan zat

(20)

dimana zat terdispersi berupa fase cair dan medium pendispersi berupa fase gas.

Pada prinsipnya, pembuatan marshmallow adalah menghasilkan gelembung udara

secara cepat dan memerangkapnya sehingga terbentuk busa yang stabil. Ada

beberapa macam gelling agent yang berbeda yang dapat digunakan untuk

pembuatan marshmallow, tergantung dari tekstur akhir yang diinginkan. Kekuatan

gel yang dihasilkan tergantung dari jumlah gelling agent yang ditambahkan dan

bahan lain yang digunakan (Jackson 1995). Pembuatan marshmallow dilakukan

dengan pencampuran bahan-bahan tertentu. Bahan yang digunakan dalam

pembuatan marshmallow yaitu sirup glukosa, sukrosa, gelatin, air, dan flavor.

a) Sirup glukosa

Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama

glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik (BSN

1992). Perbandingan jumlah sirup glukosa dan sukrosa yag digunakan dalam

pembuatan permen sangat menentukan tekstur yang terbentuk. Fungsi utama sirup

glukosa dalam pembuatan soft candy adalah untuk mengontrol kristalisasi gula.

Glukosa juga dapat menambah kepadatan dan mengatur tingkat kemanisan soft

candy (Alikonis 1979).

Sirup glukosa mempunyai sifat higroskopis yang rendah sehingga dapat

digunakan sebagai pelindung pada soft candy (Minife 1989). Sirup glukosa yang

digunakan dapat meningkatkan viskositas permen, sehingga permen tetap tidak

lengket dan mengurangi migrasi dari karbohidrat. Permen yang jernih dapat

dihasilkan dengan kandungan air yang rendah dan penambahan sirup glukosa

yang akan mempertahankan viskositas tetap tinggi (Jackson 1995).

b) Sukrosa

Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang

digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan

untuk menyatakan sukrosa. Sukrosa (gula tebu) merupakan salah satu jenis

disakarida yang terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa. Penggunaan sukrosa

dalam pengolahan pangan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme,

sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Penambahan sukrosa dalam

pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberikan rasa manis, dan dapat

(21)

mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan

(Winarno 2008).

Sukrosa merupakan polimer dari molekul glukosa dan fruktosa melalui

ikatan glikosidik yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan.

Biasanya gula ini digunakan dalam bentuk kristal halus atau kasar

(Winarno 2008). Agar dihasilkan permen dengan kejernihan yang baik atau

penampakan mirip air dibutuhkan gula dengan kemurnian tinggi dan rendah

kandungan abunya. Kandungan abu yang tinggi menyebabkan peningkatan

inversi, pewarnaan dan pembusaan selama pemasakan sehingga memperbanyak

gelembung udara yang terperangkap dalam massa gula

(Bernard 1989).

c) Gelatin

Gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari

hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit

babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin (Sobral 2001).

Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang dan

tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana

glisin sebagai asam amino utama dan merupakan dua pertiga dari seluruh asam

amino yang menyusunnya, sepertiga asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan

hidroksiprolin (Charley 1982). Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan

peptida membentuk gelatin. Bobot molekul gelatin rata-rata berkisar antara

20.000 – 70.000 (Ward dan Courts 1977).

Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses

pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A diproses dengan

menggunakan metode asam, sedangkan gelatin tipe B diproses menggunakan

metode alkali (Utama 1997). Bahan baku yang biasa digunakan pada tipe A

adalah tulang dan kulit babi, sedangkan pada proses basa adalah tulang dan kulit

sapi (GMIA 2012). Asam mampu mengubah serat kolagen triple helix menjadi

rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan

rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang

terhidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa

(22)

Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol,

propilen-glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam pelarut organik yang

kurang polar seperti aseton, karbon-tetraklorida, benzena, petroleum eter dan

dimetilformamida (GMIA 2012). Gelatin mempunyai sifat dapat berubah secara

reversibel dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air

dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat

melindungi sistem koloid (Parker 1982).

2.3 Penurunan Mutu

Penurunan mutu produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Floros

dan Gnanasekharan (1993) menyatakan terdapat enam faktor utama yang

mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan,

yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan,

dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida,

kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan,

perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Kerusakan

produk pangan karena adanya serangan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh

nilai aktivitas air (aw) dalam produk tersebut.

Pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik

dan ekstrinsik. Faktor intrinsik mencakup keasaman (pH), aktivitas air (aw),

equilibrium humidity (Eh), kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan

antimikroba. Faktor ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembaban relatif,

serta jenis dan jumlah gas pada lingkungan (Arpah 2001). Faktor yang sangat

berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air

dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya

digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan

mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang

dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi

(Christian 1980 dalam Herawati 2008).

Aktivitas air (aw) minimum agar mikroorganisme dapat tumbuh dengan

(23)

terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan pertumbuhan mikroba pada

pangan. Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh

ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.

Kandungan mikroba, selain mempengaruhi mutu produk pangan juga menentukan

keamanan produk tersebut (Herawati 2008).

Setiap bahan pangan, cepat atau lambat akan mengalami penurunan mutu,

kerusakan dan akhirnya membusuk dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Dengan kata lain setiap jenis makanan memiliki daya simpan yang terbatas

tergantung jenis dan kondisi penyimpanannya. Daya simpan inilah yang akan

menentukan waktu kadaluarsa makanan. Waktu kadaluarsa adalah batasan akhir

dari suatu daya simpan makanan atau batas dimana mutu makanan masih baik,

karena lebih dari waktu tersebut, akan mengalami penurunan mutu sedemikian

rupa sehingga makanan tersebut tidak layak lagi dikonsumsi oleh manusia

(Syarief dan Halid 1993).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu inhibitor dari proses oksidasi bahkan pada

konsentrasi yang relatif kecil, dan memiliki peran fisiologis yang beragam dalam

tubuh (Kumar 2011). Antioksidan adalah substansi yang dapat menunda,

mencegah, menghilangkan kerusakan oksidatif pada molekul target, seperti lemak,

protein, dan DNA (Halliwell dan Gutteridge 2000). Antioksidan yang digunakan

dalam sistem biologis berfungsi untuk mengatur kadar radikal bebas agar

kerusakan pada molekul penting dari tubuh tidak terjadi dan tercipta sistem

perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari sel

(Milbury dan Richer 2011). Antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan

jaringan tubuh karena dalam hal ini antioksidan bertindak sebagai

pemulung/scavenger (Sen et al. 2010).

Komposisi antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan

antioksidan sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol,

koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, nonfenol, kathekin, dan asam

askorbat. Antioksidan sintetik antara lain butil hidroksi anisol (BHA), butil

hidroksi toluen (BHT), propil gallat dan etoksiquin. Berdasarkan PERMENKES

(24)

askorbat, asam eritorbat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksi anisol

(BHA), butil hidroksi toluen (BHT), butil hidrokinon tersier, dilauril

tiodipropionat, propil gallat, timah (II) klorida, alpha tokoferol, dan tokoferol

campuran pekat (Cahyadi 2006).

Prakash et al. (2000) menyatakan bahwa metode yang cepat, mudah, dan

murah untuk mengukur kapasitas antioksidan pada makanan menggunakan radikal

bebas yaitu 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH dikenal digunakan

untuk menguji kemampuan suatu senyawa atau bahan yang bertindak sebagai

radikal bebas atau donor hidrogen, dan untuk menilai aktivitas antioksidan pada

suatu makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berbentuk

padat atau cairan dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan khusus, tetapi

digunakan untuk semua jenis antioksidan dari sampel.

2.5 Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi

setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran

tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Kegunaan

AKG diutamakan untuk acuan dalam menilai kecukupan gizi, menyusun makanan

sehari-hari termasuk perencanaan makanan di institusi, perencanaan penyediaan

pangan tingkat regional maupun nasional, pendidikan gizi, dan label pangan yang

mencantumkan informasi gizi (KEPMEN 2002).

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam

kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi

yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat

dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan

kebutuhan gizi. Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur,

jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan

adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi

dan adaptasi (Lubis 2006).

Standar gizi di Indonesia berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan

(25)

gizi (AKG), batas atas asupan (UL), dan acuan label gizi (ALG). Angka

kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang

diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut

kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis, seperti kehamilan dan

menyusui. Kecukupan gizi untuk pelabelan produk makanan yang dikemas

disebut dengan acuan label gizi (ALG) (LIPI 2004). Menurut Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, angka kecukupan energi dan protein

rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan

(26)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2012

bertempat di Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Laboratorium

Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,

dan Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Analisis Terpadu Teknologi Hasil

Ternak, Fakultas Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu biomassa S. platensis,

media Walne, media Zarrouk teknis modifikasi, trace element, akuades,

aluminium foil, gelatin, sukrosa, sirup glukosa, air, flavor leci, tepung gula, tablet

Kjeltab, H2SO4, akuades, NaOH, asam borat, HCl, n-heksana, MgCl2, Mg(NO3)2,

NaCl, LiCl, Ba(Cl)2, plate count agar (PCA), alkohol, garam fisiologis, metanol

dan DPPH (2,2- Diphenyl-1- Picrylhydrazyl).

Alat-alat yang digunakan adalah stoples, akuarium, tandon, selang, aerator,

lampu tube lamp (TL), water quality meter (WQM), lux meter, timbangan

(Sartorius TE212-L), panci, sendok, kompor, mixer¸ cetakan, cawan porselin,

desikator, oven (Yamato Drying Oven DV 41), kompor, tanur

(Yamato Muffle Furnace FM 38), labu Kjeldahl, tabung soxhlet, labu lemak,

buret, cawan petri, inkubator, autoklaf, spectro vis (RS spectrofotometer

uv-2500), dan aw meter (Novasina ms1).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi tiga tahapan yaitu 1) Kultivasi mikroalga Spirulina

platensis. Spirulina platensis komersial dan Spirulina platensis hasil kultivasi

dianalisis kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar

lemak mengacu AOAC 2005), dan analisis antioksidan (Molynuex 2004); 2)

Penentuan formula terpilih marshmallow dengan penambahan Spirulina

(27)

penambahan Spirulina 1%, 2%, dan 3%. Penentuan formula marshmallow

dilakukan dengan cara uji hedonik (BSN 2011); 3) Pembuatan marshmallow

kontrol dan marshmallow formula terbaik dengan penambahan Spirulina kultivasi,

serta pengujian yang terdiri atas analisis proksimat (AOAC 2005), antioksidan

(Molynuex 2004), kerusakan mikrobiologis dan informasi gizi marshmallow.

Produk disimpan pada suhu ruang selama 6 hari menggunakan aluminimum foil.

Pengamatan dilakukan tiga kali, yaitu awal, pertengahan, dan akhir masa simpan

masing-masing tiga kali ulangan. Analisis kerusakan mikrobiologis dilakukan

menggunakan uji aktivitas air (aw) dengan alat aw meter (Novasina ms1) dan

metodeTotal Plate Count (TPC) mengacu pada SNI 01-2332.3-2006 (BSN 2006).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

(Mattjik et al. 2006). Analisis data organoleptik dengan menggunakan metode

Kruskal Wallis dan uji lanjut Dunn. Diagram alir metode penelitian yang

dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2 Diagram alir penentuan formula marshmallow terpilih Bahan marshmallow:

gelatin, air, sukrosa, sirup glukosa, flavor

S. platensis komersial

Marshmallow dengan penambahan Spirulina komersial1%,2%, 3%

Uji sensori

(28)

Gambar 3 Diagram alir metode penelitian marshmallow-Spirulina.

3.3.1 Kultivasi Spirulina platensis

Kultivasi Spirulina dilakukan secara bertahap menggunakan toples,

akuarium, dan bak besar. Media yang digunakan untuk kultivasi merupakan media

Zarrouk yang telah dimodifikasi yang terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2,

Na2EDTA, FeCl3, urea, ZA, Na2HPO4, NaHCO3, dan vitamin B12 berdasarkan

hasil komunikasi pribadi dengan Hastuti (2013). Bibit yang digunakan berasal dari

jepara dengan media Walne yang kemudian di scale up di laboratorium

Bioteknologi 2 Departemen Teknologi Hasil perairan menggunakan media

Zarrouk modifikasi. Langkah-langkah kultivasi meliputi: sterilisasi tempat kultur

dengan menggunakan desinfektan. Apabila dalam skala kecil, maka wadah yang

akan digunakan di UV terlebih dahulu selama 30 menit. Pengecekan salinitas dan

pH air laut, klorinasi dan penambahan tiosulfat serta penyaringan air laut.

Kultivasi dimulai dengan pemasukan air laut ke dalam wadah kultivasi, kemudian

ditambahkan media. Setelah media siap kemudian ditambahkan bibit sebanyak

15% dan dipasang aerator untuk membantu sirkulasi O2. Panjang gelombang

cahaya yang digunakan adalah 3000 lux. Kultivasi dilakukan selama 22 hari.

Pemanenan dilakukan dengan cara menyaring biomassa menggunakan plankton

net. Biomassa yang telah ditampung kemudian disaring dan dibilas menggunakan

air sebanyak 2-3 kali untuk menghilangkan komponen media kultur. Diagram alir

kultivasi Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis proksimat

Aktivitas air (aw) Analisis TPC

Antioksidan Perhitungan AKG

Marshmallow tanpa Spirulina MarshmallowSpirulina kultur

Spirulina kultur

(29)

Gambar 4 Diagram alir kultivasi Spirulina platensis

3.3.2 Formulasi marshmallow

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi

marshmallow dengan metode ” trial and error”. Setelah didapatkan formulasi

marshmallow terbaik, dilakukan penentuan formulasi marshmallow dengan

konsentrasi Spirulina 1%, 2%, dan 3%. Proses pembuatan marshmallow yaitu

gelatin yang telah dicampur dengan air dipanaskan (tim) hingga suhu mencapai

60 oC, kemudian sukrosa dan sirup glukosa dipanaskan hingga suhu 80 oC. Kedua

larutan tersebut diaduk menggunakan mixer hingga merata dan menggembang

selama ± 15 menit. Pada saat pencampuran ditambahkan juga Spirulina dan

flavor, dilanjutkan penuangan kedalam cetakan dan didiamkan semalam (12 jam).

Diagram alir proses pembuatan marshmallow dapat dilihat pada Gambar 5. Pada

tahap ini dibuat formulasi marshmallow Spirulina komersial sebanyak 3 perlakuan

konsentrasi sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Formulasi marshmallowSpirulina komersial

Bahan (g) Komposisi

1% 2% 3%

Gelatin 10 10 10

Air 63 63 63

Sukrosa 23 23 23

Sirup glukosa 40 40 40

Flavor 0,5 0,5 0,5

Spirulina platensis 1,4 2,8 4,2 Air laut 15 ppt dalam

akuarium

Penambahan media Zarrouk modifikasi dan bibit Spirulina platensis 15% (*)

Kultivasi mikroalga Spirulina pltensis

(30)

Gambar 5 Diagram alir pembuatan marshmallow-Spirulina. (* Modifikasi Winata 2008)

3.4 Parameter yang Diamati

Penelitian marshmallow-Spirulina menggunakan beberapa parameter

pengamatan antara lain analisis hedonik, analisis proksimat, antioksidan, TPC, aw,

dan penentuan informasi gizi.

3.4.1 Uji hedonik ( BSN 2011)

Uji organoleptik yang dilakukan didasarkan pada SNI 2346:2011. Pengujian

sifat sensori dilakukan melalui uji kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma,

rasa dan tekstur menggunakan skala hedonik sebagai berikut: (1) amat sangat

tidak suka, (2) tidak suka, (3) tidak suka. (4) agak tidak suka, (5) netral, (6) agak

suka, (7) suka, (8) sangat suka, (9) amat sangat suka. Panelis yang digunakan

adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data yang diperoleh kemudian

diolah dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) dan

analisis data menggunakan Dunn Test sebagai uji lanjut untuk menentukan sampel

produk yang berbeda nyata. Gelatin dan air

Pemanasan hingga suhu 60 oC (± 7 menit) (*)

Sukrosa dan glukosa

Pemanasan hingga suhu 80 oC (± 7 menit) (*)

Pengadukan dengan mixer selama ± 15 menit hingga rata dan mengembang

Penambahan Spirulina dan flavor

Pendiaman selama 12 jam Penuangan kedalam wadah

(31)

3.4.2 Analisis kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan penguapan menggunakan oven. Tahap

pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen pada suhu

102-105 oC selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang

lebih 30 menit hingga dingin kemudian ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak

1-2 gram lalu dihomogenkan. Sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan ke

dalam cawan porselen. Cawan porselen beserta sampel didalammnya dimasukkan

kedalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Setelah 6 jam cawan

tersebut dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang

bobotnya. Perhitungan kadar air:

Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (gram)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven

3.4.3 Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Sebanyak 2-3 gram contoh ditimbang di dalam sebuah cawan porselen yang

telah diketahui beratnya dan diarangkan diatas nyala pembakar hingga tidak

berasap lagi, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu 600 oC selama 6 jam

sampai pengabuan sempurna (abu berwarna putih). Setelah itu cawan porselen

didinginkan dalam desikator, lalu beratnya ditimbang sampai konstan.

Perhitungan kadar abu:

Keterangan: a = Berat contoh sebelum diabukan (gram)

b = Berat contoh ditambah cawan sesudah diabukan (gram) c = Berat cawan kosong (gram)

3.4.4 Analisis protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Prinsip dari

analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein)

pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu

destruksi, destilasi, dan titrasi.

(32)

(1) Tahap destruksi

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 mL.

Kemudian ditambahkan setengah butir tablet kjeldahl (selenium) dan 10 mL

H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas

dengan suhu 410 oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau

jernih lalu didinginkan.

(2) Tahap destilasi

Larutan sampel yang sudah di destruksi ditambahkan akuades hingga 100

mL kemudian diambil sebanyak 10 mL dan dituangkan kedalam labu destilasi.

Lalu ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam ujung

kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes

indikator (campuran methyl red dan bromcresol green) sebanyak 25 mL. Destilasi

dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan

indikator dalam erlenmeyer.

(3) Tahap titrasi

Destilat dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan

warna menjadi merah (warna H3BO3 semula).

Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

3.4.5 Analisis total lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu

lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan

tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang reaktor tabung

soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat

destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan pemanas listrik selama

6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut

lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung diruang ekstraktor,

(33)

lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan

dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak yaitu :

Keterangan: W1 = berat sampel (g)

W2 = berat labu lemak tanpa lemak (g) W3 = berat labu lemak dengan lemak (g)

3.4.6 Analisis antioksidan (Molynuex 2004)

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan sampel bahan baku dan

juga produk akhir. Sampel marshmallow dilarutkan dalam metanol p.a. dengan

konsentrasi 200, 400, 600 800 dan 1000 ppm. Antioksidan alami alfa tokoferol

digunakan sebagai pembanding dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan

dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Larutan DPPH

yang akan digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut

metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM

dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan terlindung dari cahaya matahari.

Larutan bahan baku, produk dan larutan antioksidan pembanding tokoferol

yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 mL dan direaksikan dengan 500 µ l

larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah diberi label

kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Campuran tersebut

kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.

Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen

inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 mL pelarut metanol

dengan 500 µ l larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Kapasitas antioksidan

dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH

dengan perhitungan sebagai berikut:

Nilai konsentrasi contoh (bahan baku ataupun produk) dan persen

inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi

(34)

y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari

masing-masing contoh dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang

akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan

contoh yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.

3.4.7 Analisis aktivitas air (aw)

Aktivitas air (aw) diukur dengan alat aw-meter Novasina ms1. Sebelum

dioperasikan, aw-meter dikalibrasi dengan menggunakan garam LiCl, MgCl2

-6H2O, Mg(NO3)2 6H2O, NaCl, Ba(Cl)2-2H2O. Sampel ditimbang sebanyak 2

gram, lalu diletakan dalam cawan pengukur aw. Setelah cawan ditutup dan

dikunci, aw-meter dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai dan nilai aw

akan terbaca.

3.4.8 Total Plate Count (TPC) (BSN 2006)

Penghitungan total mikroba dilakukan dengan analisis Total Plate Count

(TPC) dengan metode agar tuang. Prinsip kerja dari analisis TPC adalah

perhitungan jumlah koloni mikroba yang ada di dalam sampel dengan

pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Seluruh pekerjaan

dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan

pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni mikroba

yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni mikroba antara

30-300 koloni.

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan lalu dilarutkan ke dalam tabung

Erlenmeyer yang berisi 90 mL larutan NaCl 0,85% (garam fisiologis) sehingga

didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 mL dari larutan tersebut dipipet,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 mL larutan

garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan

sampai memperoleh pengenceran 10-6. Setiap tabung reaksi pengenceran tersebut

diambil 1 mL menggunakan pipet steril selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan

petri steril secara duplo. Media Plate count agar (PCA) ditambahkan ke dalam

cawan petri dengan metode tuang sebanyak 20 ml dan digoyangkan sampai

merata. Cawan petri dengan media agar yang sudah membeku diinkubasi dengan

posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 30C selama 48 jam. Perhitungan koloni

(35)

layak dihitung (30-300 koloni). Perhitungan jumlah mikroba total per gram dapat

dihitung dengan memperhitungkan jumlah pada tingkat pengenceran dan pada

cawan petri dengan menggunakan colony counter atau hand counter. Nilai TPC

dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Data yang dilaporkan sebagai Standar Plate Count (SPC) harus mengikuti

syarat-syarat sebagai berikut :

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan

kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus

dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang

dari 30 koloni, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung,

hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan faktor

pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.

3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih

dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang

dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor

pengenceran.

4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah

antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan

terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan

dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan

memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi

dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil

nilai terkecil.

5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus

dari kedua cawan tersebut.

3.4.9 Penentuan informasi gizi (BPOM 2007)

Angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan adalah suatu

(36)

golongan umur, jenis, kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal (Khomsan 2002). Nilai energi makanan melalui

perhitungan diperoleh dengan menggunakan faktor Atwater menurut komposisi

karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi faal makanan tersebut. Faktor

Atwater merupakan angka konversi karbohidrat, lemak, dan protein tiap gramnya

dalam menghasilkan energi. Faktor Atwater untuk karbohidrat sebesar 4 kkal/g,

lemak sebesar 9 kkal/g dan protein sebesar 4 kkal/g.

Keterangan: Ing = Ingredient Bb = Bobot bahan

tbm = Total bahan mentah

Nilai energi = faktor Atwater x kadar gizi bahan pangan

Nilai energi = (4 kkal x kadar karbohidrat) + (9 kkal x kadar lemak) + (4 kkal x kadar protein)

3.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktor tunggal yaitu penambahan Spirulina platensis dengan tiga kali ulangan.

Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut :

Dimana :

Ŷij = nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j i = perbedaan konsenterasi Spirulina (1%, 2%, 3%) j = ulangan dari setiap perlakuan (tiga kali)

µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i

εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

3.6 Analisis Data

Analisis data hedonik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut

Dunn. Uji Kruskal-Wallis adalah teknik statistika nonparametrik yang digunakan

untuk menguji hipotesis awal bahwa beberapa contoh berasal dari populasi yang

(37)

H0 : Perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang

sama terhadap parameter marshmallow.

H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

parameter marshmallow.

Statistik uji Kruskal-Wallis ditentukan melalui prosedur berikut :

1)Pengabungan seluruh data contoh, sehingga akan ada sebanyak n1 + n2 + ··· +

nk = N pengamatan.

2)Setiap pengamatan diperingkatkan dari yang terkecil hingga terbesar. Jika

terdapat yang sama, beri peringkat tengah.

3)Jumlah peringkat dihitung untuk setiap contoh, masing-masing dinyatakan

sebagai Ri.

4)Statistik uji Kruskal-Wallis dapat diperoleh melalui rumus :

Keterangan = Ri : jumlah peringkat untuk contoh ke-i ni : jumlah pengamatan pada contoh ke-i N : total pengamatan

t : banyaknya nilai yang sama

5)Kaidah keputusan yaitu tolah H0 jika H atau Hc > Hα

Apabila uji Kruskal-Wallis memberikan penolakan terhadap H0, maka

diperlukan uji lanjut dengan prosedur uji Dunn. Hipotesis yang diuji adalah :

H0 : Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama.

H1 : Terdapat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda.

Tolak H0 apabila :

Keterangan = dan adalah rata-rata peringkat untuk perlakuan ke-i dan ke-j

kadalah jumlah perlakuan

(38)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Spirulina platensis

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan marshmallow yaitu biomassa

kering S. platensis yang berasal dari Jepara dan S. platensis yang di kultivasi di

laboratorium. Spirulina platensis sebelum digunakan dianalisis kandungan

proksimat dan aktivitas antioksidan.

4.1.1 Kandungan proksimat

Komposisi kimia S. platensis yang digunakan pada pembuatan

marshmallow yaitu S. platensis kultivasi dan komersial disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia S. platensis kultivasi dan komersial

Parameter S. platensis kultivasi S. platensis komersial Basis kering Basis kering

Kadar abu (%) 13,87 6,26

Kadar protein (%) 56,20 63,79

Kadar lemak (%) 24,09 0,15

Karbohidrat by difference (%) 5,84 29,81

Pengujian komposisi kimia ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar

komposisi gizi yang dapat ditambahkan kedalam suatu bahan pangan. Kadar abu

dan kadar lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi, yaitu 13,87% (bk) dan

24,09% (bk), namun memiliki kadar protein dan karbohidrat lebih rendah, yaitu

56,20% (bk) dan 5,84% (bk). Spirulina komersial memiliki kadar abu dan lemak

lebih rendah yaitu 6,26% (bk) dan 0,15% (bk) dengan kadar protein dan

karbohidrat lebih tinggi, yaitu 63,79% (bk) dan 29,81% (bk). Kandungan gizi

bahan baku berbeda-beda bergantung pada lingkungan, fase pertumbuhan, serta

umur panen bahan baku tersebut. Colla et al. (2007) menyebutkan bahwa suhu

dan media kultivasi berpengaruh terhadap biomassa, protein, lemak, dan

komponen fenol S. platensis. Suhu kultivasi sebesar 35 oC memberikan pengaruh

negatif pada produksi biomassa dan memberikan pengaruh positif pada protein,

lemak, dan komponen fenol S. platensis. Kadar abu berhubungan dengan

kandungan mineral suatu bahan. Tingginya kadar abu pada Spirulina dipengaruhi

(39)

Kadar protein dan karbohidrat pada Spirulina kultur lebih rendah, diduga

karena perbedaan media dan umur panen. Media yang digunakan pada Spirulina

kultur adalah Zarrouk modifikasi teknis dengan sumber nitrogen yang digunakan

yaitu urea (CH4N2O) sebanyak 0,13 g/L, sedangkan media yang digunakan pada

Spirulina komersial adalah media Walne dengan sumber nitrogen yang digunakan

yaitu NaNO3 sebanyak 100 gr/L. Hal ini sesuai dengan laporan hasil penelitian

Suminto (2009), bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan

mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis

karbohidrat. Spirulina komersial memiliki kandungan protein lebih tinggi hal ini

diduga karena konsentrasi nitrogen yang terkandung dalam media cukup tinggi

apabila dibandingkan Spirulina kultur dengan media Zarrouk. Menurut

Colla et al. (2007), nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai

penyusun protein di dalam sel. Kemudian dikatakan bahwa semakin rendah

konsentrasi N maka akan semakin rendah pula kandungan proteinnya.

Chrismadha et al. (2006) menyatakan bahwa konsentrasi nitrogen dan fosfor yang

rendah dapat menghambat sintesis protein dan karbohidrat pada Spirulina. Pada

konsentrasi nitrogen rendah kandungan protein turun hingga 30% dari biomassa,

bahkan pada kultur yang konsentrasi fosfornya rendah kandungan protein turun

hingga 24% dari biomassanya. Demikian juga kandungan karbohidrat Spirulina

pada konsentrasi nitrogen dan fosfor rendah kandungan karbohidrat turun menjadi

8-19% dari biomassanya.

Kandungan lemak pada Spirulina kultur lebih tinggi bila dibandingkan

dengan Spirulina komersial. Widianingsih et al. (2008) menjelaskan jika

pembatasan unsur N pada media pemeliharaan dalam kondisi terkontrol dapat

meningkatkan kandungan lemak dan sebaliknya besarnya kandungan unsur N

pada media pemeliharaan mengakibatkan rendahnya kandungan lemak.

4.1.2 Aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan yang terukur pada nilai IC50 adalah 1625 ppm untuk

S. platensis hasil kultivasi dan 931 ppm untuk S. platensis komersial. Nilai IC50

merupakan besarnya konsentrasi yang dapat menghambat akitivitas radikal bebas

sebanyak 50%. Semakin rendah nilai IC50 yang terukur maka semakin tinggi

(40)

IC50 kurang dari 50 ppm dan dikatakan lemah bila nilai IC50 lebih dari 200 ppm

(Molyneux 2004). S. platensis kultur maupun S. platensis komersial dapat

dikatakan mempunyai aktivitas antioksidan namun sangat lemah. Tingginya nilai

IC50 pada S. platensis kultur dan S. platensis komersial dikarenakan sampel yang

digunakan tidak dilakukan ekstraksi telebih dahulu. Ekstraksi disini dimaksudkan

untuk mendapatkan senyawa aktif antioksidan dari keseluruhan sel suatu bahan

menggunakan pelarut tertentu. Herrero et al. (2005) menyatakan aktivitas

antioksidan Spirulina yang diekstrak dengan berbagai pelarut cukup tinggi. Nilai

IC50 pada ekstrak Spirulina yang diekstraksi menggunakan empat pelarut yaitu

heksan, petroleum eter, etanol, dan air pada suhu 115 oC selama 9 menit

berturut-turut 72 ppm, 67,9 ppm, 83,2 ppm, dan 348,1 ppm.

Senyawa aktif pada Spirulina yang dapat digunakan sebagai sumber

antioksidan diantaranya adalah fikosianin, betakaroten, tokoferol, γ-linoleic acid

dan komponen fenol. Selenium yang terkandung dalam fikosianian memiliki

aktivitas yang kuat dalam menghambat radikal superoksidase dan hidrogen

peroksida (Merdekawati dan Susanto 2009).

4.2 Penentuan Formulasi Terpilih MarshmallowSpirulina Komersial

Marshmallow yang dibuat dengan penambahan Spirulina komersial

(1%, 2%, dan 3%) dianalisis sifat sensori (uji hedonik) untuk mendapatkan

formulasi terpilih. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan

konsentrasi Spirulina komersial terhadap karakteristik sensori marshmallow dan

menentukan konsentrasi Spirulina komersial yang menghasilkan karakteristik

marshmallow terbaik. Parameter yang diamati meliputi kenampakan, warna,

aroma, rasa dan tekstur marshmallow dengan rentang skor dari satu (amat sangat

tidak suka) hingga sembilan (amat sangat suka).

Hasil uji menggunakan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan

Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata

(P<0,05) terhadap kenampakan marshmallow, namun tidak memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur marshmallow.

Penambahan Spirulina 2% lebih disukai oleh panelis karena memiliki

(41)

1) Kenampakan

Kenampakan merupakan parameter utama yang dilihat oleh konsumen

sebelum membeli suatu produk makanan. Produk dengan bentuk rapi, bagus, utuh,

pasti lebih disukai oleh konsumen (Soekarto 1985). Kenampakan dinilai dengan

penglihatan antara lain bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat permukaan (halus,

kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen, dan datar bergelombang)

(Kaya 2008). Nilai penerimaan panelis terhadap kenampakan marshmallow

Spirulina komersial berkisar antara 5,63 (netral) sampai 6,53 (agak suka).

Pengaruh penambahan Spirulina komersial terhadap kenampakan marshmallow

dapat dilihat pada Gambar 6. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap kenampakan marshmallow (P<0,05) yang dihasilkan.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 6 Hasil uji hedonik kenampakan marshmallow.

Uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa penambahan Spirulina 1% tidak

berbeda nyata dengan kenampakan marshmallow yang ditambahkan Spirulina

3%, tetapi penambahan Spirulina 2% memberikan pengaruh yang berbeda nyata

dengan kenampakan marshmallow yang ditambahkan Spirulina 1% dan 3%.

Semakin banyak biomassa yang ditambahkan semakin gelap kenampakan

marshmallow dibandingkan marshmallow tanpa penambahan Spirulina.

2) Warna

Warna memegang peranan penting dalam makanan bersama dengan aroma,

rasa, dan tekstur. Warna memberi petunjuk mengenai perubahan kimiaseperti

(42)

menyimpang dapat mengurangi tingkat penerimaan terhadap produk tersebut

(Winarno 2008). Nilai penerimaan panelis terhadap warna marshmallow Spirulina

komersial berkisar antara 5,53 (netral) sampai 6,27 (agak suka). Pengaruh

penambahan Spirulina terhadap warna marshmallow dapat dilihat pada Gambar 7.

Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata

(P>0,05) terhadap karakteristik warna pada marshmallow.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 7 Hasil uji hedonik warna marshmallow.

Warna hijau dari marshmallow Spirulina berasal dari pigmen alami

Spirulina. Spirulina dalam koloni yang besar berwarna hijau tua. Warna hijau tua

ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi (Tietze 2004). Spirulina juga

memiliki pigmen fikosianin dan karotenoid. Pigmen ini telah diproduksi secara

komersial untuk pewarna makanan, minuman, obat, dan kosmetik

(Silveira et al. 2007). Marshmallow Spirulina 1% memiliki warna hijau muda,

marshmallow Spirulina 2% memiliki warna hijau agak tua, dan marshmallow

Spirulina 3% memiliki warna hijau tua, akan tetapi penilaian panelis terhadap

warna marshmallow cenderung sama dan tidak berbeda nyata antar marshmallow

meskipun dengan penambahan berbagai konsentrasi Spirulina.

3) Aroma

Aroma dari suatu makanan dapat menentukan kelezatan dari makanan itu

sendiri, aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari

produk makanan. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh panca indera penciuman.

Gambar

Tabel 1 Kandungan gizi Spirulina
Tabel 4 Angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan
Gambar 2 Diagram alir penentuan formula marshmallow terpilih
Gambar 3 Diagram alir metode penelitian marshmallow-Spirulina.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diambil satu segmen garis dy yang di dalamnya mengandung muatan sejumlah dQ sehingga akan mengakibatkan medan listrik di titik P sebesar dE..

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang dilakukan oleh pemerintah khususnya mentrian Lingkungan Hidup

Hasil wawancara kepada etnis Tionghoa di Jakarta mengenai lima tradisi minum teh ini didapatkan data bahwa ada 10 persen etnis yang mengetahui kelima tradisi minum teh dalam tradisi

Proyek : Pembangunan proyek Makassar New Port paket A Deskripsi : Pengerjaan paket A berupa pembangunan aksesa jalan,.. dermaga dan lapangan penumpukan

Rendahnya penetrasi perbankan dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Ummah, 2015), yaitu 1) meskipun perbankan memiliki banyak nasabah, namun volume transaksi

Adapun cara mengatasi kelemahan tes uraian dapat dilakukan dengan cara: (a) Hendaknya penulis soal menentukan batasan jawab yang diharapkan agar jawaban tes tidak terlalu

Semua siklus tersebut diikuti dengan partisipasi langsung dari objek penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan praktis dari objek peneliti dan juga mampu memberdayakan

bahwa transaksi hubungan istimewa yang di ukur menggunakan variabel piutang hubungan istimewa dan hutang hubungan istimewa berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak