• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN

DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

TESIS

Oleh Z A M I L A H 127032067/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN

DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH Z A M I L A H 127032067/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP

KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

Nama Mahasiswa : Zamilah Nomor Induk Mahasiswa : 127032067

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(

Ketua

Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERILAKU DAN MOTIVASI JURU PEMANTAU JENTIK TERHADAP KEBERADAAN JENTIK DI KECAMATAN TAMPAN

DAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(6)

ABSTRAK

Provinsi Riau merupakan daerah endemis demam berdarah tahun 2011 mengalami KLB dengan jumlah penderita 426 jiwa dengan kematian 5 jiwa (CFR = 1,17%) dan tahun 2012 menurun menjadi 157 jiwa dengan kematian 1 jiwa (CFR = 0,06%). Kecamatan Tampan dan Kecamatan Marpoyan Damai merupakan daerah tertinggi jumlah kasus DBD yaitu 27 orang dan 20 orang.Didukung dengan rendahnya keberadaan jentik di Kota Pekanbaru yaitu 89,70%,masih berada di bawah indikator Nasional (95%), maka keberadaan jentik dipengaruhi oleh faktor perilaku Jumantik (pengetahuan, sikap dan tindakan) serta motivasi dalam bekerja.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku dan motivasi juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.Jenis penelitian adalahkuantitatif dengan pendekatanexplanatory research. Populasi adalah seluruh Jumantik yang bertugas di Kecamatan Tampan dan Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru yaitu 175 orang. Sampel sebanyak 64 orang dengan teknik simple random sampling.Pengumpulan data melalui kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan menggunakan uji statistik regresi logistik berganda pada taraf kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan terdapatpengaruh perilaku (tindakanp=0,009) (dan motivasi intrinsik (kemampuanp=0,015) serta motivasi ekstrinsik (insentifp=0,042), dan kesempatanp=0,035)terhadap keberadaan jentik. Perilaku (pengetahuan dan sikap) dan motivasi intrinsik (kemauan) tidak berpengaruh terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Variabel tindakan dominan mempengaruhi angka bebas jentik.

Pengangkatan seorang Jumantik perlu mempertimbangkan kemampuan/ kesempatan seorang Jumantik dengan kriteria mempunyai waktu cukup dan memiliki motivasi yang tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Pengembangan pengetahuan kader Jumantik dengan melaksanakan penyegaran pengetahuan/kemampuan dan didukung sarana prasarana.

(7)

ABSTRACT

Riau province was an endemic area of the incidence of DBD (hemorrhagic fever) in 2011 with 426 KLB sufferers and five people died (CFR = 1.17%). In 2012 the number of people who were affected by DBD decreased to 157 with one of them died (CFR = 0.06%).Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict were the areas with the highest rate of DBD case – there were 20 people and 20 people respectively. Supported by the low larvae existence, that is 89.70%, Pekanbaru is still below the National Indicator (95%); it is possibly influenced by the factor of the behavior of Jumantiks (larvae observers) (knowledge, attitude, and action) and their motivation to do their job.

The objective of the research was to find out the evidence of the influence of larvae observers’ behavior and motivation on larvae existence in Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict, Pekanbaru. The type of the research was quantative with explanatory research approach. The population was 175 jumantiks who were on duty in Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict, Pekanbaru, and 64 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using univatriat, bivatriat, and multivatriat analysis with multiple logistic regression statistic tests at the significance level α = 0.05.

The result of the research showed that there was the influence of behavior (action)with p value0,009 and intrinsic motivation (incentive and opportunity) on larvae existencewith p value0,015 and 0,042. Behavior (knowledge and attitude) and intrinsic motivation (willingness) did not have any influence on larvae existence in Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict, Pekanbaru.

It is recommended that the appointment of jumantiks should be based on their ability/ opportunity with the criteria of having enough time and high motivation in carrying out their duty. It is also recommended that the knowledge of a jumantik cadre should be developed by conducting knowledge/capacity refreshment, supported by adequate facilities.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr.Drs.Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing dr. Halinda Sari Lubis, M.KKKatas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Drs. Eddy Syahrial, MS dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Tim Penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. drg. Marintan, S, selaku kepala Puskesmas Sidomulyo, dr. Indra Wahyudie, selaku kepala Puskesmas Simpang Baru, dr. Dian Astuti selaku kepala UPTD Puskesmas Rawat Inap Sidomulyo di Kecamatan Tampan dan dr. Lenny Marizal selaku kepala Puskesmas Simpang Tiga, dr. Armiyetti selaku kepala Puskesmas Garuda di Kecamatan Marpoyan Damai yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

9. Teristimewa buat suami tercinta Dr. H. Muhammad Rasuli, S.E., M.Si, Ak., CA yang telah menjadimotivator untuk menyelesaikan studi ini dan anak-anakku Siti Aisyah Rahmi, Muhammad Fawwaz Afif dan Muhammad Azka Asyrafi sebagai motivator penulis dalam menyelesaikan tesis.

10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Zamilah, lahir pada tanggal 24 September 1969 di Sei Kupang kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak pertama dari pasangan H. Abd Rahman dan Ibunda Hj. Kholijah, bertempat tinggal di Jalan Cabang No 12 Sei Kepayang Kabupaten Asahan.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan SD Alwashliyah Sei Kepayang tamat pada tahun 1982, melanjutkan pendidikanSMP Swasta Sei Kepayang tamat pada tahun 1985 dan melanjutkan pendidikan SPRG Depkes RI Medan tamat tahun 1988,, serta melanjutkan pendidikan AKG Depkes RI Bandung tamat tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2009. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Perilaku ... 8

2.1.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 9

2.2. Motivasi ... 13

2.2.1. Definisi Motivasi ... 14

2.2.2. Tujuan Motivasi ... 15

2.2.3. Teori Motivasi Menurut Para Ahli ... 16

2.2.4. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Internal ... 18

2.2.5. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Eksternal ... 21

2.3. Jumantik ... 24

2.3.1. Definisi dan Perekrutan Jumantik ... 24

2.3.2. Tugas dan Tanggungjawab serta Hak Jumantik ... 24

2.3.3. Pemeriksaan Jentik oleh Jumantik ... 25

2.4. Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes Aegypti ... 28

2.5. Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 30

2.5.1. Epidemiologi Penyakit DBD ... 32

2.5.2. Tanda dan Gejala Klinik ... 34

2.5.3. Manifestasi Penularan ... 38

(13)

2.5.5. Ekologi Vektor ... 42

2.5.6. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti . 45 2.6. Landasan Teori ... 46

2.6.1. Teori Perilaku ... 46

2.6.2. Teori Motivasi ... 47

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 48

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Jenis Penelitian ... 49

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.3. Populasi dan Sampel ... 49

3.3.1. Populasi ... 49

3.3.2. Sampel ... 50

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 51

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 52

3.5.1. Uji Validitas ... 52

3.5.2. Uji Reliabilitas ... 53

3.6. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran ... 56

3.6.1. Definisi Operasional ... 56

3.6.2. Aspek Pengukuran ... 57

3.7. Metode Analisis Data ... 61

3.7.1. Analisis Univariat ... 61

3.7.2. Analisis Bivariat ... 61

3.7.3. Analisis Multivariat ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 63

4.1.1. Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru ... 63

4.1.2. Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru ... 63

4.2. Analisis Univariat ... 64

4.2.1. Karakteristik Responden ... 64

4.2.2. Pengetahuan ... 65

4.2.3. Sikap ... 67

4.2.4. Tindakan ... 69

4.2.5. Motivasi Intrinsik (Kemauan) ... 70

4.2.6. Motivai Intrinsik (Kemampuan) ... 72

4.2.7. Motivasi Ekstrinsik (Insentif) ... 73

4.2.8. Motivasi Ekstrinsik (Kesempatan) ... 75

4.2.9. Keberadaan Jentik ... 77

4.3. Analisis Bivariat ... 77

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 83

5.1. Pengaruh Perilaku terhadap Angka Bebas Jentik... 84

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Angka Bebas Jentik 84 5.1.2. Pengaruh Sikap terhadap Keberadaan Jentik ... 86

5.1.3. Pengaruh Tindakan terhadap Keberadaan Jentik ... 88

5.2. Pengaruh Perilaku terhadap Keberadaan Jentik ... 91

5.2.1. Pengaruh Motivasi Intriksik (Kemauan) terhadap Keberadaan Jentik ... 91

5.2.2. Pengaruh Motivasi Intrinsik (Kemampuan) terhadap Keberadaan Jentik ... 92

5.2.3. Pengaruh Motivasi Ekstrinsik (Insentif) terhadap Keberadaan Jentik ... 94

5.2.4. Pengaruh Motivasi Ekstrinsik (Kesempatan) terhadap Keberadaan Jentik ... 96

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

6.1. Kesimpulan ... 99

6.2. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Populasi Penelitian ... 50

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian ... 53

3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 57

4.1. Karakteristik Responden ... 65

4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 66

4.3. Distribusi Pengetahuan Responden ... 67

4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap ... 68

4.5. Distribusi Sikap Responden ... 69

4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan 69 4.7. Distribusi Tindakan Responden ... 70

4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Kemauan 71 4.9. Distribusi Kemuan Responden di Kecamatan Tampan dan Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru ... 72

4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Motivasi Intrinsik (Kemampuan) ... 72

4.11. Distribusi Kategori Motivasi Intrinsik (Kemampuan) Responden 73 4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Motivasi Ekstrinsik (Insentif) ... 74

4.13. Distribusi Kategori Motivasi Ekstrinsik (Insentif) ... 75

(16)

4.15. Distribusi Kategori ... 76 4.16. Distribusi Keberadaan Jentik ... 77 4.17. Distribusi Angka Bebas Jentik di Kecamatan Tanpan dan

Marpoyan Damai ... 77 4.18. Pengaruh Perilaku dan Motivasi dengan Keberadaan Jentik ... 77 4.19. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Perilaku dan Motivasi

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 105

2. Master Data Penelitian ... 150

3. Hasil Pengolahan Data Uji Validitas dan Reliabilitas... 120

4. Analisis Univariat... 126

5. Analisis Bivariat ... 129

6. Analisis Multivariat ... 134

7. Foto Wawancara dengan Kader Jumantik... 150

3. Surat Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 152

(19)

ABSTRAK

Provinsi Riau merupakan daerah endemis demam berdarah tahun 2011 mengalami KLB dengan jumlah penderita 426 jiwa dengan kematian 5 jiwa (CFR = 1,17%) dan tahun 2012 menurun menjadi 157 jiwa dengan kematian 1 jiwa (CFR = 0,06%). Kecamatan Tampan dan Kecamatan Marpoyan Damai merupakan daerah tertinggi jumlah kasus DBD yaitu 27 orang dan 20 orang.Didukung dengan rendahnya keberadaan jentik di Kota Pekanbaru yaitu 89,70%,masih berada di bawah indikator Nasional (95%), maka keberadaan jentik dipengaruhi oleh faktor perilaku Jumantik (pengetahuan, sikap dan tindakan) serta motivasi dalam bekerja.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku dan motivasi juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.Jenis penelitian adalahkuantitatif dengan pendekatanexplanatory research. Populasi adalah seluruh Jumantik yang bertugas di Kecamatan Tampan dan Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru yaitu 175 orang. Sampel sebanyak 64 orang dengan teknik simple random sampling.Pengumpulan data melalui kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan menggunakan uji statistik regresi logistik berganda pada taraf kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan terdapatpengaruh perilaku (tindakanp=0,009) (dan motivasi intrinsik (kemampuanp=0,015) serta motivasi ekstrinsik (insentifp=0,042), dan kesempatanp=0,035)terhadap keberadaan jentik. Perilaku (pengetahuan dan sikap) dan motivasi intrinsik (kemauan) tidak berpengaruh terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Variabel tindakan dominan mempengaruhi angka bebas jentik.

Pengangkatan seorang Jumantik perlu mempertimbangkan kemampuan/ kesempatan seorang Jumantik dengan kriteria mempunyai waktu cukup dan memiliki motivasi yang tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Pengembangan pengetahuan kader Jumantik dengan melaksanakan penyegaran pengetahuan/kemampuan dan didukung sarana prasarana.

(20)

ABSTRACT

Riau province was an endemic area of the incidence of DBD (hemorrhagic fever) in 2011 with 426 KLB sufferers and five people died (CFR = 1.17%). In 2012 the number of people who were affected by DBD decreased to 157 with one of them died (CFR = 0.06%).Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict were the areas with the highest rate of DBD case – there were 20 people and 20 people respectively. Supported by the low larvae existence, that is 89.70%, Pekanbaru is still below the National Indicator (95%); it is possibly influenced by the factor of the behavior of Jumantiks (larvae observers) (knowledge, attitude, and action) and their motivation to do their job.

The objective of the research was to find out the evidence of the influence of larvae observers’ behavior and motivation on larvae existence in Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict, Pekanbaru. The type of the research was quantative with explanatory research approach. The population was 175 jumantiks who were on duty in Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict, Pekanbaru, and 64 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using univatriat, bivatriat, and multivatriat analysis with multiple logistic regression statistic tests at the significance level α = 0.05.

The result of the research showed that there was the influence of behavior (action)with p value0,009 and intrinsic motivation (incentive and opportunity) on larvae existencewith p value0,015 and 0,042. Behavior (knowledge and attitude) and intrinsic motivation (willingness) did not have any influence on larvae existence in Tampan Subdistrict and Marpoyan Damai Subdistrict, Pekanbaru.

It is recommended that the appointment of jumantiks should be based on their ability/ opportunity with the criteria of having enough time and high motivation in carrying out their duty. It is also recommended that the knowledge of a jumantik cadre should be developed by conducting knowledge/capacity refreshment, supported by adequate facilities.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Secara epidemiologi dapat dilihat kasus DBD menyerang semua golongan umur, jenis kelamin, terutama anak-anak. Tetapi dalam dekade terakhir ada kecenderungan peningkatan porsi penderita DBD pada golongan dewasa. Kasus DBD menunjukkan fluktuasi musiman, biasanya meningkat pada musim hujan atau beberapa minggu setelah musim hujan (Depkes RI, 2008).

DBD muncul pertama kali pada tahun 1953 di Philipina, kemudian menyebar ke banyak negara termasuk ke wilayah Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat. Menyusul meningkatnya frekuensi dan jumlah kejadian luar biasa (KLB) DBD dan

Syndrom Syok Dengue (SSD). Secara umum diperkirakan setiap orang terpapar atau berisiko terkena infeksi virus Dengue. Semua kelompok umur terutama anak-anak dapat terinfeksi virus ini, dengan kematian berkisar kurang dari 1% sampai 10% (rata-rata 5%) (Soegijanto, 2003).

(22)

terjadi disebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan dengan jumlah kabupaten/kota terjangkit sampai dengan tahun 2005 sebanyak 330 kabupaten/kota (75% dari seluruh kabupaten/kota). Insidens Rate (IR) DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Awalnya pola endemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan priode antara 2–5 tahunan, sedangkan Case Fatality Rate (CFR) cenderung menurun (Soegijanto, 2003).

Faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan kasus DBD yaitu perkembangan wilayah perkotaan, peningkatan mobilitas, kepadatan penduduk, perubahan iklim, kurangnya peran serta masyarakat, dan termasuk lemahnya upaya program pengendalian DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian terutama pada tingkat Kabupaten/Kota dan Puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

(23)

Upaya pemberantasan DBD dengan pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan PSN dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan pesan inti 3M Plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur pada keberadaan vektor yaitu dengan mengukur ABJ. Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Penelitian-penelilitian terdahulu menunjukkan bahwa peningkatan angka incidence kasus DBD sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hasil penelitian Sidiek (2012) menyatakan bahwa tempat penampungan air, kaleng bekas, ban bekas dan tempat penampungan air lainnya dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti.

Penelitian Mubarokah (2013) berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan yang bermakna ABJ DBD antara sebelum dan sesudah penggerakan jumantik dengan nilai p (0,000) <α (0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah

(24)

Penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa faktor tingkat pengetahuan dan peran jumantik mempengaruhi pelaksanaan PSN secara signifikan dengan P value

0,032 dan 0,002 (di bawah 0,05) secara berturut-turut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan peran jumantik merupakan faktor yang penting untuk mengefektifkan pelaksanaan PSN di wilayah Sawojajar, sehingga dapat mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue.

Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah endemis demam berdarah di Provinsi Riau yang pada tahun 2005 mengalami kejadian luar biasa (KLB) dengan jumlah penderita DBD 839 jiwa, 12 jiwa diantaranya meninggal dunia (CFR = 1,27%). Tahun 2008 ditemui sebanyak penderita 315 jiwa dengan 5 kematian (CFR = 1,58%). Tahun 2009 sebanyak 397 jiwa dengan 5 kematian (CFR = 1,25%). Tahun 2010 sebanyak 202 jiwa dengan kematian 1 orang (CFR = 0,49%). Tahun 2011 meningkat tajam sehingga dinyatakan mengalami KLB lagi dengan jumlah penderita 426 jiwa dengan kematian 5 jiwa (CFR = 1,17%). Sedangkan tahun 2012 menurun menjadi 157 jiwa dengan kematian 1 jiwa (CFR = 0,06%).

(25)

menutup dan menimbun) tempat penampungan air. Berdasarkan data bahwa tahun 2012 jumlah kelurahan yang dilakukan penyelidikan epidemiologi ada sebanyak 12 kelurahan dan melakukan pemeriksaan terhadap 7.556 rumah. Kelemahan yang ada adalah pelaksanaan PSN-DBD masih belum optimal dan belum berkelanjutan dilakukan oleh juru pemantau jentik, hal ini terlihat dari rendahnya Angka Bebas Jentik (ABJ). Tahun 2012 yakni 89,70%, menunjukkan bahwa ABJ masih berada di bawah indikator Nasional (95%) untuk daerah endemis (Dinkes Kota Pekanbaru, 2012).

(26)

penolakan, bahkan sebagian masyarakat menunjukkan sikap sinis kepada petugas, sehingga petugas merasa tidak nyaman dalam melaksakan tugasnya. Juga dilaporkan bahwa beberapa Jumantik mengeluhkan pemberian insentif yang jumlahnya belum pernah dinaikkan dan pemberian pelatihan yang hanya pada awal pembentukan namun belum pernah dilakukan penyegaran kembali (Dinkes Kota Pekanbaru, 2012).

Uraian di atas menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan dengan mengangkat judul “Pengaruh Perilaku dan Motivasi Juru Pemantau Jentik Terhadap Keberadaan Jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru”.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh perilaku dan motivasi juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

1.3.Tujuan Penelitian

(27)

1.4.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

2. Ada pengaruh motivasi (motivasi internal: kemauan dan kemampuan;motivasi eksternal: insentif dan kesempatan) juru pemantau jentik terhadap keberadaan jentik di Kecamatan Tampan dan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rangka melakukan evaluasi pelaksanaan PSN dan pemeriksaan jentik melalui penggerakan jumantik dalam upaya peningkatan ABJ guna mencegah kejadian penyakit DBD secara efisian, efektif dan menyeluruh.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perilaku

Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu (Sunaryo, 2004). Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, serta keunikan dari setiap individu (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat adanya rangsangan (stimulus) baik dari dalam dirinya sendiri (internal) maupun dari luar individu (eksternal). Pada hakekatnya perilaku individu mencakup perilaku yang tampak (overt behaviour) dan perilaku yang tidak tampak (inert behavior atau covert behavior). Perilaku yang tampak adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat sedangkan bantu, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut (Purwanto, 2005).

(29)

cita-citanya kelak di kemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda pula (Sunaryo, 2004; Purwanto, 2005).

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Maslow, manusia memiliki 5 kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologis/biologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Sunaryo, 2004).

2.1.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan, sikap, dan lain-lain. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor intern sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor ekstern yaitu faktor lingkungan.

Menurut Simamora (2004), faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, dan keyakinan nilai-nilai dari seseorang.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik (tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan)

(30)

Tim ahli WHO dalam Milvariani (2005), menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada 4 alasan pokok yaitu :

a. Pemikiran dan perasaan. Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan lain–lain.

b. Orang penting sebagai referensi. Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang kita anggap kelompok referensi, seperti guru, kepala suku dan lain - lain c. Sumber-sumber daya. Termasuk disini adalah fasilitas-fasilitas, misalnya : waktu,

uang, tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

d. Kebudayaan. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

(31)

Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berpikir, bersikap dan sebagainya). Untuk memberikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan). Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan prilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar.

Menurut Green (2000), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) terwujud dalam:

(32)

behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2010).

2) Sikap, adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004; Purwanto, 2005).

Tingkatan respon adalah menerima (receiving), merespon (responding), enghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible) (Sunaryo, 2004; Purwanto, 2005).

3) Nilai-nilai, atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang (Green, 2000).

4) Kepercayaan, seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Green, 2000).

(33)

akan mengaitkan dengan obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2010).

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bias sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000).

Faktor pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku. Hal yang paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku jumantik adalah motivasi.

2.2.Motivasi

(34)

tindakan dan menghasilkan keputusan. Pada awalnya dari rantai motivasi memulai dengan kebutuhan yang dipenuhi, mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan, perilaku yang berorientasi pada tujuan, pembangkitan kinerja, menimbulkan imbalan dan hukuman. Motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan. Perbedaan motivasi kerja bagi seorang biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan prestasi yang dicapainya (Uno, 2011).

2.2.1. Definisi Motivasi

Menurut Mc. Donal, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan (Sardiman, 2007). Pendapat Sutrisno (2010) bahwa motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja dengan memberikan daya penggerak untuk menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan dalam dirinya.

(35)

kerja (self actualisation needs). Ini sesuai dengan kajian teoritis sebelumnya telah dikemukakan bahwa produktivitas ditentukan oleh motivasi yang dimilikinya.

Selanjutnya Luthans (2006), menambahkan motivasi kerja menentukan apa yang memotivasi orang dalam pekerjaan, berfokus pada identifikasi kebutuhan dan dorongan pada diri seseorang dan bagaimana kebutuhan dan dorongan tersebut diprioritaskan.

2.2.2. Tujuan Motivasi

Menurut Siagian (2006), tujuan motivasi antara lain untuk meningkatkan moral dan kepuasan kerja seseorang, meningkatkan produktivitas kerja, mempertahankan kestabilan, meningkatkan kedisiplinan, mengaktifkan pengadaan petugas, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi, meningkatkan kesejahteraan dan mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya.

Herzberg dalam Nawawi (2008) menambahkan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja yaitu :

a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator).

Faktor ini antara lain adalah faktor prestasi (achievement), faktor pengakuan/penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.

(36)

Faktor ini dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow.

2.2.3. Teori Motivasi Menurut Para Ahli

Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu:

a. Maintenance Factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

b. Motivation Factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan.

(37)

diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Faktor ekstinsiktidak akan mendorong minat seseorang untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999)

Teori motivasi menurut Gibson (1997), secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori :

a. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku seseorang.

b. Teori proses (Process Theory), menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Gibson (1997), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut: a. Teori kepuasan terdiri dari:

1) Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow 2) Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

(38)

b. Teori Proses terdiri dari: 1) Teori harapan

2) Teori pembentukan perilaku 3) Teori keadaan.

Menurut Maslow (Ginson, 1997) motivasi merupakan hirerarki kebutuhan yang terdiri dari lima tingkatan: (1) kebutuhan mempertahankan hidup (physiological needs), (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), (3) kebutuhan social (social needs), (4) kebutuhan akan penghargaan/prestasi (esteem needs), dan (5) kebutuhan untuk mempertinggi kapasitas kerja (self actualisation needs).

Herzberg dalam Gibson (1997) mengklasifikasikan motivasi terdiri atas: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena timbul dalam diri individu tersebut, sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, yang meliputi: prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, tanggung jawab, peluang untuk maju, kepuasan kerja itu sendiri. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar dari individu yang meliputi: kompensasi, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, prosedur kerja, mutu supervisi teknis serta hubungan interpersonal.

2.2.4. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Internal a. Kemauan

(39)

yang diinginkannya. Bila kemauan ini hilang, manusia akan melesak ke bawah, yang tersebut tergelincir. Sebaliknya bila kemauan itu timbul manusia akan melejit ke atas, yang disebut menyongsong. Sementara itu Sastrohadiwiryo (2003) yang mengutip Sagir 1985, mengemukakan juga bahwa unsur-unsur penggerak motivasi antara lain adalah: kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.

Kemauan (motivasi) berkaitan dengan kebutuhan. Kita sebagai manusia selalu mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan termotivasi, kita harus mempunyai tindakan tertentu, dengan demikian kebutuhan seseoranglah yang akan menjadi dasar untuk melakukan tindakan (Makmur, 2008). Kemauan merupakan kunci utama untuk tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat (juru pemantau jentik). Sebab, kesempatan dan kemampuan yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi juru pemantau jentik, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk turut membangun (Mardikanto, 2003).

(40)

jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2006).

b. Kemampuan

Menurut Robbins dalam Makmur (2008), kemampuan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seseorang pada hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor, kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampauan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa. Dengan meningkatnya kemampuan masyarakat (juru pemantau jentik) baik secara intelektual dan fisik, akan memberikan kontribusi secara maksimal terhadap penyelenggaraan program pemberantasan penyakit DBD. Kesediaan seseorang untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuannya untuk berkembang secara mandiri.

Tilaar dalam Makmur (2008), mengungkapkan bahwa suatu masyarakat yang berpartisipasi adalah masyaraakat yang mengetahui potensi dan kemampunannya termasuk hambatan-hambatan karena keterbatasannya. Masyarakat yang mampu berdiri sendiri adalah masyarakat yang mengetahui arah hidup dan perkembangannya termasuk kemampunnya untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan masyarakat lainnya, bahkan pada tingkat nasional, regional dan internasional.

(41)

1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya).

2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal.

2.2.5. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Eksternal a. Insentif

Menurut Panggabean (2004) “insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standart yang telah ditentukan”. Menurut Simamora (2004) yang dimaksud “insentif adalah suatu program yang mengaitkan bayaran dengan produktivitas kerja”. Selanjutnya Mangkunegara (2001) menyatakan “insentif merupakan suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan – tujuan organisasi”.

(42)

untuk mengaitkan imbalan yang nyata yang diberikan kepada karyawan untuk kinerja yang melampaui harapan”.

Pemberian insentif merupakan dorongan atau motivasi yang berasal dari luar yang disesuaikan dengan prestasi kerja jumantik. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa dengan insentif maka jumantik akan terus mencoba untuk lebih baik lagi dalam bekerja baik itu untuk jumantik sendiri maupun bagi puskesmas, mengingat adanya balas jasa dalam bentuk insentif yang diberikan sesuai dengan hasil dan prestasi kerja yang dicapai.

b. Kesempatan

Banyak program pembangunan termasuk di bidang kesehatan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud adalah (Mardikanto, 2009):

1) Kemauan dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan kesehatan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan dan pemanfaatan pembangunan kesehatan sejak di tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah.

2) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan kesehatan.

(43)

4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat (termasuk peralatan perlengkapan penunjangnya).

5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.

6) Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat sering tidak nampak karena mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi, khususnya yang menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan kesehatan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan. Karena itu harus dijelaskan tentang segala hak dan kewajiban setiap warga masyarakat pada bagian kegiatan apa mereka diharapkan partisipasinya, dan apa bentuk partisipasinya yang diharapkan (tenaga, uang, pikiran, dll) dari masyarakat (Yustina, 2003).

(44)

2.3.Jumantik

2.3.1. Definisi dan Perekrutan Jumantik

Jumantik merupakan warga masyarakat setempat yang dilatih untuk memeriksa keberadaan jentik di tempat-tempat penampungan air. Jumantik merupakan salah satu bentuk gerakan atau partisipasi aktif dari masyarakat dalam mencegah kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sampai saat ini masih belum dapat diberantas tuntas (Depkes RI, 2010).

Perekrutan jumantik dilaksanakan oleh puskesmas sesuai dengan tatacara yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Dirjen Binkenmas atau sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang lainnya. Jumantik merupakan tenaga kontrak yang sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh puskesmas sesuai dengan hasil evaluasi kinerja yang bersangkutan.

2.3.2. Tugas dan Tanggungjawab Serta Hak Jumantik Adapun tugas Jumantik adalah sebagai berikut:

a. Membuat rencana/jadwal kunjungan seluruh rumah yang ada di wilayah kerjanya. b. Memberikan penyuluhan (perorangan atau kelompok) dan melaksanakan

pemberantasan jentik di rumah-rumah/bangunan.

c. Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat dalam PSN DBD. d. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik.

(45)

f. Bersama supervisor, melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS) dan pemetaan per RW hasil pemeriksaan jentik, sebulan sekali.

Selain melakukan pengamatan jentik, jumantik sukarela juga bertugas untuk memberikan penyuluhan kepada pemilik rumah/bangunan tentang pentingnya PSN melalui 3M yang harus dilakukan seminggu sekali, melakukan abatisasi selektif pada tempat penampungan air bersih yang tidak dapat/ sulit untuk dikuras, mencatat hasil pengamatan jentik dan melaporkannya kepada Puskesmas kelurahan, serta membantu kelompok kerja DBD dalam penggerakkan masyarakat untuk melakukan PSN. Hasil pengamatan jentik oleh jumantik ini akan direkap oleh petugas Puskesmas kelurahan disertai dengan ABJ (Angka Bebas Jentik) setiap 3 bulan (Dinkes Kota Pekanbaru, 2012).

Setiap jumantik mempunyai hak antara lain memperoleh insentif/transport, mendapat kesempatan ikut pelatihan, dibekali buku juklak, juknis dan modul latihan, peralatan kerja (jaket, topi, PIN, tas kerja, ATK, senter dan larvasida). Sedangkan penghargaan diterima Jumantik berupa sertifikat, lomba Jumantik teladan, dan lain-lain. Bila memungkinkan dapat diangkat menjadi pegawai tetap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.

2.3.3. Pemeriksaan Jentik oleh Jumantik

(46)

dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penular DBD dengan menggunakan indikator ABJ.

2.3.3.1. Tujuan Umum

Pemeriksaan jentik dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik). Tujuan umum pemeriksaan jentik adalah untuk menurunkan populasi nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes aegypti)

serta jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengan (PSN DBD) melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik) (Depkes RI, 2008).

2.3.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dilakukannya pemeriksaan jentik oleh para jumantik di wilayah kerja masing-masing adalah (Depkes RI, 2008):

a. Untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk penular DBD secara berkala dan terus menerus sebagai indikator keberhasilan PSN DBD dalam masyarakat.

b. Untuk memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat yang potensial untuk perkembang biakan nyamuk penular DBD.

c. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. 2.3.3.3. Pelaksanaan Pemeriksaan Jentik

(47)

pertama tidak menemukan jentik, tunggu kita-kira ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik. Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau di air keruh. Selanjutnya metode pemantauan jentik yang biasa dilakukan dalam program DBD adalah cara visual yaitu dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya (Kemenkes, 2012).

Menurut Taviv (2010) pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan kegiatan yang paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air karena berhubungan secara langsung. Jika seseorang melakukan praktik PSN dengan benar, maka keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air dapat berkurang bahkan hilang.

Adapun cara-cara pemeriksaan jentik oleh Jumantik menurut Depkes RI (2008) yaitu:

a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya.

b. Jika tidak tampak, tunggu ± 0,5–1 menit, jika ada jentik ia akan muncul ke permukaan air untuk bernapas.

c. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, ban bekas, dan lain-lain.

(48)

kosong, pemakaman, dan lain-lain. Jentik-jentik yang ditemukan di tempat-tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah (bak mandi/WC, drum, tempayan dan sampah-sampah/barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan) dapat dipastikan bahwa jentik tersebut adalah nyamuk Aedes aegypti

penular DBD. Jentik-jentik yang terdapat di got/comberan/selokan bukan jentik nyamuk Aedes aegypti.

Selanjutnya cara mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan jentik adalah sebagai berikut:

a. Tuliskan nama desa/kelurahan yang akan dilakukan pemeriksaan jentik.

b. Tuliskan nama keluarga/pengelola (petugas kebersihan) bangunan dan alamatnya pada kolom yang tersedia.

c. Bila ditemukan jentik tulislah tanda (+), dan apabila tidak ditemukan tulislah (-) di kolom yang tersedia pada formulir JPJ 1.

d. Tulislah hal-hal yang perlu diterangkan pada kolom keterangan seperti rumah/kavling kosong, penampungan air hujan, dan lain-lain.

e. Satu lembar formulir diisi untuk kurang lebih 30 KK.

f. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik (ABJ) ke puskesmas sebulan sekali.

2.4. Angka Bebas Jentik (ABJ) Aedes Aegypti

(49)

(larvasida) ini dikenal dengan abatisasi. Secara biologi dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah dan ikan gupi (Soegeng, 2004).

Pengamatan nyamuk sangat diperlukan untuk mengetahui keadaan nyamuk dan menyusun program pengendalian maupun untuk mengevaluasi keberhasilan dari program tersebut. Pengamatan Aedes aegypti diasa dikenal dengan nama survei Aedes aegypti, yaitu: penyelidikan-penyelidikan terhadap kehidupan nyamuk termasuk kepadatan populasinya (Depkes RI, 2008).

Untuk mengetahui keadaan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah dapat melalui survey terhadap stadium jentik-jentik atau nyamuk dewasa, sebagai hasil survey tersebut didapat indeks–indeks Aedes aegypti (indeks jentik, indeks

ovitrap, bitting rate), dalam hal ini pengamatan yang dimaksud adalah mengenai indeks jentik yang diukur dari (Depkes RI, 2008):

1. House Indeks (HI)

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik

x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

Dari hasil survei jentik didapat data-data mengenai House Indeks (HI), yang ditentukan setiap bulan untuk daerah-daerah pelabuhan. Cara yang tepat untuk menentukan indeks-indeks jentik adalah dengan memakai cara single larvae survey

(50)

Bila ditemukan sarang nyamuk dengan investasi campuran, misalnya terdapat jentik Aedes aegypti maka dipilih jentik dari nyamuk yang sesuai dengan ciri-cirinya yaitu berwarna putih keabu-abuan, bergerak lamban dengan gerakan membentuk huruf S dan apabila terkena cahaya senter akan bergerak aktif (Depkes RI, 2003).

2.5.Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapat menyebabkan kematian, pada umumnya menyerang anak <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalah demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau renjatan

(shock)(Depkes RI, 2003).

Menurut WHO tahun 1997 dikenal penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD), yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengan gejala seperti sakit kepala, sakit pada sendi, tulang dan otot. DBD ditunjukkan oleh empat manifestasi klinis yang utama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah (Depkes RI, 2005).

(51)

(DEN-1), tipe 2 (DEN-2), tipe 3 (DEN-3), dan tipe 4 (DEN-4). Virus ini merupakan anggota

Arbovirus (Arthropod borne virus) grup B yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Pada manusia, virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti maupun Aedes albopictus (Djunaedi, 2006).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang ditandai dengan: (1) demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2 sd. 7 hari, (2) manifestasi perdarahan, perdarahan kunjungtiva, epitaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, melena, hematuri termasuk uji Torniquet (remple Leede)

positif, (3) jumlah trombosit ≤ 100.000/μl , (4) peningkatan hemotokrit ≥ 20%, (5) disertai pembesaran hati (Depkes RI, 2005).

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/ MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue

(52)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai dengan manifestasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan syok dan dapat menyebabkan kematian, dapat terjadi pada semua golongan umur. Penyakit ini pada umumnya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti namun dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus yang peranannya dalam penyebaran penyakit ini sangat kecil, nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2003).

2.5.1. Epidemiologi Penyakit DBD

2.5.1.1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti yang sering menimbulkan wabah dan kematian. Bukanlah hal yang mudah menemukan kasus DBD secara dini, karena pada awal perjalanan penyakit gejala dan tandanya tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lainnya. Penegakan diagnosis DBD (secara klinis) sesuai dengan kriteria World Health Organization (WHO), sekurang-kurangnya memerlukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang diharapkan adalah trombosit dan hematokrit secara berkala, (Depkes RI, 2010).

(53)

jenis kelamin, yakni pernah ditemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Beberapa negara melaporkan bahwa banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS), menunjukkan dimana angka kematian yang tinggi adalah laki-laki. Singapore dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik, dimana kelompok penduduk Tionghoa banyak terserang DBD dari pada yang lain, dijumpai pada awal epidemi (Soegijanto, 2003).

2.5.1.2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna (Depkes RI, 2007).

Sejak kurun waktu 30 tahun ditemukan virus Dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Saat ini DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-7 per 100.000 penduduk pada tahun 2004 (Depkes RI, 2005).

(54)

2.5.1.3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu

Menurut Depkes RI (2003), pola berjangkitnya infeksi virus Dengue

dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32ºC) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus Dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

2.5.1.4. Pola Epidemiologi Penyakit DBD

Memahami situasi yang muncul terhadap infeksi virus (penjamu), perlu mengenali beberapa aspek intraksi virus penjamu. Aspek-aspek tersebut meliputi: (a) Infeksi Dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak; (b) Infeksi Dengue pada seorang dewasa sering menimbulkan gejala, akan tetapi beberapa starain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus Dengue dan menyebar tanpa terlihat didalam masyarakat; (c) Infeksi primer maupun skunder Dengue pada orang dewasa mungkin menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

2.5.2. Tanda dan Gejala Klinik

Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara 39

o -40

o

(55)

muka, leher dan dada. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki. Pendarahan pada kulit pada DBD terbanyak adalah uji tornique positif. Penyakit DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa. Sedangkan masa inkubasi DBD biasanya berkisar antara 4-7 hari. Prognosis DBD sulit diramalkan dan pengobatan yang spsifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap virus Dengue belum ada. Prinsip dasarpengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma.

Pencegahan dan penanggulangan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-kolam. Adapun gejala klinik DBD antara lain (Soegijanto, 2003):

1. Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah lesu suhu badan antara 38°C - 40°C atau lebih.

(56)

3. Kadang-kadang perdarahan di hidung (mimisan). 4. Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah. 5. Tes Torniquet positif.

6. Adanya perdarahan, akimosis atau purpura.

7. Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lumbung bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, berkeringat perdarahan selaput lendir mukosa, alat pencernaan gastrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya.

8. Hematemesis atau melena.

9. Pembesaran plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari: a. Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin. b. Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah

pengobatan.

c. Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi pleura, asites, hipo-proteinaemia. d. Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak diselokan/got atau kolam

yang airnya langsung berhubungan dengan tanah. e. Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari. f. Mampu terbang sampai 100 meter.

(57)

tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji tornique positif, petekia, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematimesis dan melena perbesaran hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita tampak gelisah. Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 / ul atau kurang dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat peningkatan hemotokrit 20% atau lebih. Dua Kriteria klinis ditambah hematokrit cukup untuk menegakkaan diagnosis klinis DBD (Depkes RI, 2005).

WHO (2002) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) derajat, yaitu sebagai berikut:

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdahan ialah uji tourniquet positif.

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan jadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

(58)

2.5.3. Manifestasi Penularan

Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4 hari sampai dengan 7 hari mulai 1 sampai 2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2004).

Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus Dengue ini akan menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya

(proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus

Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes RI, 2004). 2.5.4. Nyamuk Penular DBD

(59)

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak (Depkes RI, 2004).

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti: 1) Berwarna hitam dan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuh; 2) Berkembangbiak di Tempat Penampungan Air (TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti: bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, dan lain-lain; 3) Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembangbiak diselokan/got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah; 4) Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari; 5) Mampu terbang sampai 100 meter (Depkes RI, 2004).

2.5.4.1. Nyamuk Penular

(60)

didalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti baju, biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding bak penampungan air dan sedikit di atas permukaan air. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Depkes RI, 2005).

Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1(satu) minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk

Aedes aegypti yang telah mengisap virus Dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes RI, 2004).

2.5.4.2. Akibat Penularan Virus Dengue

(61)

gejala yang timbul ditentukan oleh reaksi antara zat anti yang ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalarn virus Dengue yang baru masuk (Depkes RI, 2004).

Orang yang kemasukan virus Dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam Dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali

(asymptomatis). Penderita demam Dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tanda-tanda demam berdarah Dengue ialah demam mendadak selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 (tiga) yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 (enam) panas mendadak turun, tetapi apabila orang yang sebelumnya sudah pernah kemasukkan virus Dengue kemudian memasukkan virus

Dengue dengan tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah Dengue (teori infeksi skunder) (Depkes RI, 2003).

2.5.4.3. Tempat Potensial bagi Penularan DBD

Penularan demam berdarah Dengue dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah: 1) Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis); 2) Tempat-tempat umum merupakan Tempat-tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus

(62)

wilayah dan ada kemungkinan diantara mereka terdapat penderita DBD atau karier (Depkes RI, 2004).

Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia, biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada pagi hari. Aktivitas menggigit biasanya (pukul 9.00-10.00 wib) dan petang hari (16.00-17.00 wib). Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah (Depkes RI, 2003).

Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) didalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air, kemudian jentik lalu menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Depkes RI, 2003).

2.5.5. Ekologi Vektor

(63)

tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk (Depkes RI, 2003).

Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan memengaruhi juga kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan.

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti namun dapat juga ditularkan oleh nyamuk

Aedes albopictus tetapi perannya dalam penyebaran penyakit ini sangat kecil sekali, karena nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2004).

Pada prinsipnya kejadian penyakit yang digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan t

Gambar

Gambaran Umum Daerah Penelitian ......................................
Gambar 2.1. Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Populasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berdasarkan hasil pemeriksaan sitologi serviks wanita pekerja seksual tidak langsung (WPS-TL) pada hotspot X Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru, maka

Dengan demikian adanya penelitian mengenai hubungan perilaku 3M, abatisasi, dan keberadaan jentik nyamuk Aedes terhadap DBD di Kelurahan Pacarkeling

1) Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran Dalam Memajukan Sumber Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru di Kecamatan Marpoyan Damai Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 06

Berdasarkan dari hasil angket yang telah peneliti sebarkan kepada para responden pada usaha paving block Mutiara Berlian Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru diperoleh

Penelitian tersebut digunakan untuk dapat melihat keterkaitan antara percaya diri dengan kreativitas guru di TK se-Kelurahan Tangkerang, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh gambaran darah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dipelihara di kolam budidaya di Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru seperti

257 | Analisis Usaha Agroindustri Pancake Durian Studi Kasus pada Usaha Agroindustri Pancake Durian Pondok Fifa Di Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru dari pengurangan antara nilai

79-82 79 E-ISSN : 2774-7581 PELATIHAN MANAJEMEN PENDIDIK PAUD DALAM MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS DIGITAL SE KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU Lucky Lhaura Van FC1,