PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP DOSIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DAN TIPE
PEMOTONGAN UMBI
SKRIPSI
OLEH :
ANDI SETIAWAN
100301060 / AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP DOSIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DAN TIPE PEMOTONGAN UMBI
SKRIPSI
OLEH :
ANDI SETIAWAN
100301060 / AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit dan Tipe Pemotongan Umbi. Nama : Andi Setiawan
NIM : 100301060
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ir. Rosita Sipayung, MP. Ir. Toga Simanungkalit, MP. Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
ANDI SETIAWAN: Pertumbuhan dan Produksi BawangMerah (Allium ascalonicum L.) Terhadap dosis limbah cair pabrik kelapa sawit dan tipe pemotongan umbi,dibimbing oleh ROSITA SIPAYUNGdanTOGA SIMANUNGKALIT.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap dosis limbah cair pabrik kelapa sawit dan tipe pemotongan umbi. Penelitian dilaksanakan di Lahan penelitian fakultas pertanian universitas sumatera utara(± 25 m dpl), padaApril-Juni 2014, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu dosis limbah(0;1; 2; dan 3L/plot) dan tipe pembelahan ( tanpa dibelah, dipotong 1/3 bagian, dibelah 2). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan, jumlah siung, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot dan bobot kering umbi per plot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwaperlakuan tipe pembelahan umbibepengaruh nyata terhadap semua parameter. Pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap jumlah siung, dan interaksi perlakuan tipe pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.
ABSTRACT
ANDI SETIAWAN:The Growth and Yield of Shallot (Allium ascalonicum L.) Response on palm oilmill effluent and type of tuber fission, supervised by ROSITA SIPAYUNG and TOGA SIMANUNGKALIT.
The researchhas been conducted to study the growth and yield of shallot (Allium ascalonicum L.)on palm oilmill effluent and type of tuber fission. Research has been conducted on land of Agricultural Faculty University of Sumatra Utara with a height of 25 m above seal level during April-Juny 2014, using factorial randomized block design with two factors, they are dose of waste (0; 1; 2; and 3 L/plot) and type of fission (no fission, fissioned 1/3part, fissioned two part). The parameters observed were plant height, number of leaves per clump, tillers number, clove number, wet weight of tubers per plant, wet weight of tubers per plot, anddry weight of tubers per plot
The results showed tuber fission treatment significantly increased all parameters. Giving palm oil mill effluent significantly increased clove number and interaction of fission tuber treatment and giving palm oil mill effluent unsignifantly increased all parameters.
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 23Juli 1992 dari bapak Drs. Sabar M.Si dan ibu Dra. Lin Rismawati M.Si. Penulis merupakan putrapertama dari empat bersaudara.
Tahun 2010penulis lulus dari SMA Negeri 1di Medandan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Ketua Himadita Nursery, BKM Al- Mukhlisin, ketua seksi agama islam Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK)..
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara IISawit Seberang Langkat dari tanggal 17 Juli sampai 24 Agustus 2013.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pertumbuhan Dan Produksi Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Terhadap Dosis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dan Tipe Pemotongan Umbi”. skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program studi Agroekoteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing skripsi yaitu, Ir. Rosita Sipayung, MP., Selaku ketua komisi
pembimbing dan Ir. Toga Simanungkalit, MP., selaku anggota komisi pembimbing skripsi yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari Dosen Pembimbing Skripsi yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,September2014
Penulis
Hal.
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian... 5
Limbah cair pabrik kelapa sawit ... 9
Pemotongan umbi ... 10
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 16
Persiapan lahan ... 16
Pemupukan ... 16
Pembelahan umbi ... 16
Penanaman ... 17
Aplikasi LCPKS ... 17
Pemeliharaan ... 17
Penyiraman ... 17
Penyiangan dan pembumbunan... 18
Pengendalian hama dan penyakit ... 18
Panen ... 18
Pengeringan ... 18
Pengamatan ... 19
Tinggi tanaman (cm) ... 19
Jumlah daun per rumpun (helai) ... 19
Jumlah anakan per rumpun (anakan) ... 19
Jumlah siung (siung) ... 19
Bobot basah umbi per sampel (g) ... 19
Bobot kering umbi per sampel (g) ... 19
Bobot basah umbi per plot (g) ... 19
Bobot kering umbi per plot (g) ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21
Pembahasan ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
No. Hal. 1. Tinggi tanaman bawang merah umur 2-7 MST (cm) pada perlakuan
pembelahan umbidan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ... 22 2. Jumlah daun tanaman bawang merah umur 2-7 MSTpada perlakuan
pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ... 25 3. Jumlah anakan per rumpun tanamanbawang merah umur 2-7
MSTpada perlakuan pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ... 28 4. Jumlah siung per sampeltanaman bawang merah (siung) pada
perlakuan pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ... 30 5. Bobot basah umbi per sampeltanaman bawang merah (g) pada
perlakuan pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ... 32 6. Bobot kering umbi per sampeltanaman bawang merah (g) pada
perlakuan pembelahan umbidan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ... 34 7. Bobot basah umbi per plottanaman bawang merah (g) pada perlakuan
pembelahan umbi dan limbah cair pabrik kelapa sawit ... 35 8. Bobot kering umbi per plottanaman bawang merah (g) pada perlakuan
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Tipe pemotongan umbi dibelah dua membujur ... 17 2. Tipe pemotongan umbi dipotong 1/3 bagian ... 17 3. Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah umur 2-7
MST pada berbagai tipe pembelahan umbi ... 23 4. Grafik laju pertumbuhan jumlah daun tanaman bawang merah umur
2-7 MST pada berbagai tipe pembelahan umbi ... 26 5. Grafik laju pertumbuhan jumlah anakan per rumpun tanaman bawang
merah umur 2-7 MST pada berbagai tipe pembelahan umbi ... 28 6. Grafik hubungan jumlah siung per rumpun tanamanbawang merah
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan Plot Penelitian ... 46
2. Bagan penanaman pada plot ... 47
3. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ... 47
4. Deskripsi Varietas Bawang Merah varietas medan ... 48
5. Kebutuhan pupuk tanaman bawang merah ... 49
6. Hasil analisis ... 50
7. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) ... 51
8. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ... 51
9. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 52
10. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 52
11. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 53
12. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 53
13. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 54
14. Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 54
15. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 55
16. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 55
17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 7 MST (cm) ... 56
18. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 7 MST ... 56
19. Data Pengamatan Jumlah Daun 2 MST (cm) ... 57
20. Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST ... 57
21. Data Pengamatan Jumlah Daun 3 MST (cm) ... 58
22. Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST (cm) ... 58
23. Data Pengamatan Jumlah Daun 4 MST (cm) ... 59
24. Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ... 59
25. Data Pengamatan Jumlah Daun 5 MST (cm) ... 60
26. Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST ... 60
27. Data Pengamatan Jumlah Daun 6 MST (cm) ... 61
28. Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST ... 61
29. Data Pengamatan Jumlah Daun 7 MST (cm) ... 62
30. Sidik Ragam Jumlah Daun 7 MST ... 62
31. Data Pengamatan Jumlah Anakan2 MST (cm) ... 63
32. Sidik Ragam Jumlah Anakan 2 MST ... 63
33. Data Pengamatan Jumlah Anakan3 MST (cm) ... 64
34. Sidik Ragam Jumlah Anakan3 MST ... 64
35. Data Pengamatan Jumlah Anakan4 MST (cm) ... 65
36. Sidik Ragam Jumlah Anakan4 MST ... 65
37. Data Pengamatan Jumlah Anakan5 MST (cm) ... 66
39. Data Pengamatan Jumlah Anakan6 MST (cm) ... 67
40. Sidik Ragam Jumlah Anakan6 MST ... 67
41. Data Pengamatan Jumlah Anakan7 MST (cm) ... 68
42. Sidik Ragam Jumlah Anakan7 MST ... 68
43. Data Pengamatan Jumlah Siung per Sampel (siung) ... 69
44. Sidik Ragam Jumlah Siung per Sampel (siung) ... 69
45. Data Pengamatan Bobot Basah Umbi per Sampel (g) ... 70
46. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi per Sampel (g)... 70
47. Data Pengamatan Bobot Kering Umbi per Sampel (g) ... 71
48. Sidik Ragam Bobot Kering Umbi per Sampel (g) ... 71
49. Data Pengamatan Bobot Basah Umbi per Plot (g) ... 72
50. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi per Plot (g) ... 72
51. Data Pengamatan Bobot Kering Umbi per Plot (g) ... 73
52. Sidik Ragam Bobot Kering Umbi per Plot (g) ... 73
ABSTRAK
ANDI SETIAWAN: Pertumbuhan dan Produksi BawangMerah (Allium ascalonicum L.) Terhadap dosis limbah cair pabrik kelapa sawit dan tipe pemotongan umbi,dibimbing oleh ROSITA SIPAYUNGdanTOGA SIMANUNGKALIT.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap dosis limbah cair pabrik kelapa sawit dan tipe pemotongan umbi. Penelitian dilaksanakan di Lahan penelitian fakultas pertanian universitas sumatera utara(± 25 m dpl), padaApril-Juni 2014, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu dosis limbah(0;1; 2; dan 3L/plot) dan tipe pembelahan ( tanpa dibelah, dipotong 1/3 bagian, dibelah 2). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan, jumlah siung, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot dan bobot kering umbi per plot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwaperlakuan tipe pembelahan umbibepengaruh nyata terhadap semua parameter. Pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap jumlah siung, dan interaksi perlakuan tipe pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.
ABSTRACT
ANDI SETIAWAN:The Growth and Yield of Shallot (Allium ascalonicum L.) Response on palm oilmill effluent and type of tuber fission, supervised by ROSITA SIPAYUNG and TOGA SIMANUNGKALIT.
The researchhas been conducted to study the growth and yield of shallot (Allium ascalonicum L.)on palm oilmill effluent and type of tuber fission. Research has been conducted on land of Agricultural Faculty University of Sumatra Utara with a height of 25 m above seal level during April-Juny 2014, using factorial randomized block design with two factors, they are dose of waste (0; 1; 2; and 3 L/plot) and type of fission (no fission, fissioned 1/3part, fissioned two part). The parameters observed were plant height, number of leaves per clump, tillers number, clove number, wet weight of tubers per plant, wet weight of tubers per plot, anddry weight of tubers per plot
The results showed tuber fission treatment significantly increased all parameters. Giving palm oil mill effluent significantly increased clove number and interaction of fission tuber treatment and giving palm oil mill effluent unsignifantly increased all parameters.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomi tinggi. Bawang merah merupakan pelengkap bumbu yang tidak pernah ketinggalan dalam masakan, sebagai bahan baku misalnya untuk industri bawang goreng dan lain sebagainya. Bawang merah kini menjadi salah satu komoditas pokok di Indonesia.
Bawang merah memiliki kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan, dan khasiatnya sebagai zat anti kanker dan pengganti antibiotik, penurunan tekanan darah, kolestrol serta penurunan kadar gula darah. Menurut penelitian, bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irawan, 2010).
Penggunaan pupuk anorganik sangatefektif dalam meningkatkan produksi tanamantetapi pupuk anorganik dengan penggunaanyang berlebihan dapat menyebabkan polusiperairan (Savci, 2012). Untuk mengatasi haltersebut diatas maka salah satu upaya yangdapat dilakukan adalah dengan penambahanpupuk organik. Beberapa penelitian telahmenunjukkan hasil yang signifikan dariaplikasi pupuk organik dalam memperbaikikesuburan tanah serta meningkatkankandungan bahan organik tanah. Pupuk-pupukorganik yang diaplikasikan meliputi pupukkandang, pupuk kompos dan pupuk hijau.Namun demikian kendala yang dihadapidalam pemakaian pupuk organik adalahjumlahnya yang terbatas sehingga diperlukansumber-sumber lain. Salah satu sumber bahanorganik yang mempunyai potensi besar untukdigunakan sebagai pupuk organik alternatif adalah limbah cair pabrik kelapa sawit.Limbah cair ini dihasilkan dari prosespengolahan tandan buah segar menjadiminyak sawit mentah atau Crude Palm Oil(CPO), dimana setiap ton TBS yang diolah, dihasilkan sebanyak 0,5-0,75 ton limbah cair(Yakob et al, 2005).
organiknya juga tinggi . Selain limbah cair kelapa sawit ini dimanfaatkan kembali untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit di PTPN IV tersebut, maka diharapkan juga limbah cair kelapa sawit ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang digunakan sebagai indikator untuk jenis-jenis tanaman hortikultura.
Suatu kebiasaan petani di Indonesia menanam bawang merah (Allium ascalonicum) dengan jalan memotong bagian ujung umbi bibit sepanjang kurang lebih sepertiga bagian umbi. Bibit yang digunakan berupa umbi yang telah mengalami penyimpanan untuk menghentikan masa dormansinya. Tujuan pemotongan ujung umbi bibit ini adalah agar umbi dapat tumbuh merata, untuk merangsang tumbuhnya tunas, mempercepat tumbuhnya tanaman, dan merangsang tumbuhnya anakan (Soedomo, 1992).
Bawang merah diperbanyak dengan menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas umbi bibit menentukan tinggi rendahnya hasil produksi bawang merah. Pembelahan umbi akan dapat menghemat dalam pemakaian bibit tanaman. Hasil penelitian Putrasemedja (1995) pembelahan umbi bibit bawang merah yang berasal dari satu umbi dibelah 2 dan 4 persentase pertumbuhannya masih tinggi, yakni 87,77% dan 68,90% dengan produksi masing-masing 632,30 gram dan 284,0 gram per plot.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap dosis limbah cair pabrik kelapa sawit dan tipe pemotongan umbi.
Hipotesis Penelitian
Ada respons nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap perlakuan dosis limbah cair pabrik kelapa sawit dan tipe pemotongan umbi serta interaksi keduanya.
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Dalam sistem taksonomi tumbuhan, menurut Stennis (2005) bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales, Famili: Liliaceae, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L.
Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Wibowo, 2008).
Batang bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Sudirja, 2010).
Daun bawang merah hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunnya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak. Ada juga yang daunnya membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daunnya. Warnanya hijau muda (Wibowo, 2008).
yang membengkak terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru, yang disebut tunas lateral. Tunas- tunas lateral akan membentuk cakram baru yang kemudian dapat membentuk umbi lapis kembali. Dengan cara ini, tanaman bawang merah dapat membentuk rumpun tanaman. Dalam setiap umbi dapat dijumpai tunas lateral sebanyak 2-20 tunas. Tunas-tunas tersebut kemudian tumbuh membesar membentuk rumpun tanaman sehingga bila panen tiba dapat dihasilkan umbi sejumlah tersebut (Rahayu dan Berlian, 1999).
Pada dasarnya bawang merah dapat membentuk bunga tetapi biasanya sulit menghasilkan biji. Bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang merah termasuk bunga bunga sempurna, biasanya terdiri dari 5-6 benang sari, sebuah putik dengan daun bunga berwarna agak hijau bergaris- garis keputih-putihan atau putih (Wibowo, 2008).
Letak bakal biji dalam ruang bakal buah (ovarium) terbalik atau dikenal dengan istilah anatropus. Oleh karenanya, bakal biji bawang merah dekat dengan plasentanya. Biji bawang merah yang masih muda berwarna putih. Setelah tua, biji akan berwarna hitam (Rahayu dan Berlian, 1999).
Syarat Tumbuh Iklim
tanaman bawang merah paling tidak tahan terhadap air hujan dan tempat yang selalu basah atau becek (Rahayu dan Berlian, 1999).
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau,
dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman (Deptan (2003) dalam Hapsoh dan Hasanah, 2011).
Suhu yang baik bagi pertumbuhan bawang merah adalah sekitar 22˚ C atau lebih, dibawah suhu 22˚ C bawang merah akan lambat berumbi, maka bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dimana iklim yang cerah. Suhu rata-rata tahunan untuk tanaman bawang merah yaitu 30˚ C. Curah hujan untuk tanaman bawang merahyaitu 300 - 2500 mm per tahun. Bawang merah akan membentuk umbi yang lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam dan kelembapan nisbi 50-70 % (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Tanah
Kemasaman tanah (pH) yang paling sesuai untuk bawang merah adalah agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-pH 5,5-7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah. Tanah yang terlalu asam dengan pH di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Di tanah yang terlalu basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh tanaman. Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah (Rahayu dan Berlian, 1999).
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Limbah cair ini dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), dimana setiap ton TBS yang diolah dihasilkan sebanyak 0,5-0,75 ton limbah cair (Yakob et al., 2005).
Aplikasi limbah cair nyata memperbaiki beberapa sifat kimia tanah seperti peningkatan PH tanah, ketersediaan kation-kation K, Ca, dan Mg, KTK, bahan organik tanah, Hara N dan P (Huan, 1987).
limbah PKS dengan BOD5 25.000 setara dengan 1,56 kg Urea, 0,25 kg TSP, 2,50 Kg MOP dan 1 Kg Kliserit (Pamin et al, 1996 dalam Sutarta etal., 2000) yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian seperti jagung yang membutuhkan unsur hara makro yang dibutuhkan yaitu N, P,K, Ca, Mg, dan S dan unsur hara mikro yang dibutuhkan yaitu Fe, Mn, Zn, Cu,B,Mo dan Cl (Syafruddin, Faesal dan Akil, 2007).
Limbah cair mengandung unsur-unsur hara seperti N (450-590 mg L-1), P
(92-104 mg L-1), K(1,246-1,262 mg L-1) dan Mg (249- 271 mg L-1) (Ideriah et al., 2007). Kandungan unsur hara dalam limbah cair dan jumlahnya
yang besar yang dihasilkan dari suatu pabrik kelapa sawit menunjukkan potensi limbah cair sebagai pupuk organik. Hasil penelitian Manik (2000) menunjukkan bahwa limbah cair dengan nilai BOD 4000 mg L-1 yang diaplikasi ke lahan perkebunan kelapa sawit pada rorak-rorak diantara tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan berat tandan buah segar dan memperbaiki sifat kmia tanah dengan meningkatnya pH, C-organik dan kandungan unsur hara tanah.
Pengendalian limbah cair pabrik kelapa sawit dengan sistem kolam ini secara drastis dapat menurunkan tingkat BOD, namun keberhasilannya sangat tergantung dari masa penahan/ retensi, kualitas limbah sebagai substrat dan
aktivitas biologi dari mikroorganisme bakteri yang digunakan (Tobing dan Naibaho, 1991).
Alternatif pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit adalah untuk aplikasi lahan yaitu dengan cara mengalirkan atau menyemprotkan limbah cair pabrik kelapa sawit ke lahan pertanaman kelapa sawit. Untuk tujuan aplikasi lahan ini dipergunakan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerob primer yang telah mengalami waktu retensi selama 40 hari dimana tingkat BODnya sudah turun menjadi 3.500 – 5.000 mg/l namun kadar haranya masih tinggi. Menurut Pamin et al (1996) kadar hara yang terdapat pada limbah cair segar adalah sebesar 500 – 900 mg N/l, 90 – 140 mg P/l, 1.000 – 1975 mg K/l, 250 – 340 mg Mg/l sedangkan limbah cair dari kolam anaerob primer mengandung 675 mg N/L, 90 – 110 mg P, 850 – 1.000 K/l dan 250 – 320 kg mg/l. Menurut Erningpraja et al (1996) dalam 100 ton limbah cair yang diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit menyumbangkan unsur hara sebanyak 70 kg N, 12 kg P2O5, 150 kg K2O, 27
kg MgO dan 32,5 kg CaO. Pemotongan Umbi
Umbi yang digunakan harus berasal dari tanaman yang sehat (bebas hama dan penyakit) dan dipanen cukup tua. Umbi yang sudah tua dapat diperoleh dari tanaman yang sudah berumur sekitar 70-90 hari. Meski begitu, ketuaan ini bergantung dari jenis, tempat penanaman dan kondisi tanaman itu sendiri. Selanjutnya, umbi umtuk bibit sebaiknya umbi yang sudah disimpan lama. Minimal sudah disimpan selama 3 bulan dengan penyimpanan yang baik. Bibit dari umbi yang demikian ini umumnya kuat menghadapi penyakit dan daya tumbuhnya sangat tinggi (Wibowo, 2008).
Umbi bibit yang baik adalah yang tidak mengandung penyakit dan tidak cacat. Faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi. Diameter umbi bibit yang besar (5-6 g) cenderung dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan (Sumarmi dan Hidayat, 2005).
Dalam melaksanakan usahatani bawang merah, bibit bawang merah yang akan ditanam dipersiapkan lebih dahulu dengan cara pemisahan satu persatu. Untuk bibit dilakukan pemotongan ujung umbi bibit sepanjang kurang lebih sepertiga bagian umbi. Bibit yang digunakan berupa umbi yang telah mengalami penyimpanan ± 3 bulan untuk mematahkan masa dormansinya. Pematahan masa dormansi umbi ada korelasinya dengan pertunasan, hal ini disebabkan terjadinya keseimbangan antara zat pengatur tumbuh dengan kandungan karbohidrat dalam umbi selama proses metabolisme itu sendiri (Soedomo, 1992).
pembelahan umbi yaitu daya regenerasi titik tumbuh meristem sel dan jumlah cadangan makanan yang tersimpan pada potongan umbi tersebut untuk perkembangan anakan dalam proses metabolisme pertumbuhannya juga reaksi hormon tumbuh yang digunakan. Ukuran perempat umbi dalam penelitian ini dianggap ideal untuk bertumbuh membentuk anakan (bulblet) terbanyak.
Dalam penelitian Soedomo (1992), perlakuan pemotongan umbi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi anakan dan hasil umbi dibanding dengan yang tidak dipotong. Tetapi pemotongan umbi bibit sangat berpengaruh terhadap persentase susut berat umbi yang dihasilkan.
Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan April sampai Juni 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang merah varietas Medan, dan Limbah cair pabrik kelapa sawit PTPN IV kebun adolinadikolam aerob sebagai perlakuan, pupuk urea, TSP, dan KCl, air untuk menyiram tanaman, fungisida untuk pengendalian hama dan penyakit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mengolah tanah, pisau/ cutter untuk memotong umbi bawang, jerigen 30 liter untuk tempat limbah, pacak sampel sebagai tanda pada tanaman yang merupakan sampel, gembor untuk aplikasi limbah, meteran untuk mengukur tinggi tanaman dan timbangan analitik untuk mengukur tinggi tanaman, beaker glass untuk mengukur volume limbah, tali plastik untuk mengukur luas lahan penelitian, buku data dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial, dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:
Faktor I: Limbah cair pabrik kelapa sawit L0 = Tanpa LCPKS
L1 = 1 liter/plot L2 = 2 liter/plot L3 = 3 liter/plot
P0 = Tanpa pemotongan P1 = Dipotong 1/3 bagian P2 = Dibelah 2 membujur
Diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut:
L0P0 L1P0 L2P0 L3P0
L0P1 L1P1 L2P1 L3P1
L0P2 L1P2 L2P2 L3P2
Jumlah ulangan = 3 ulangan
Jumlah plot = 36 plot
Ukuran plot = 100 cm x 100 cm Jarak antar plot = 30 cm
Jarak antar blok = 50 cm
Jarak tanam = 20 cm x 20 cm
Jumlah tanaman per plot = 25 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 900 tanaman Jumlah sampel per plot = 5 tanaman Jumlah sampel seluruhnya = 180 tanaman
Hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis berdasarkan model linear aditif sebagai berikut:
Yijk= μ + ρi+ αj + βk+ (αβ)jk + εijk
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3,4 k = 1, 2, 3
Yijk : Data hasil pengamatan pada blok ke-i dengan pemberian limbah cair
pabrik kelapa sawit (L) taraf ke-j dan berbagai tipe pemotongan umbi (P) taraf ke-k
μ : Nilai tengah ρi : Efek blok ke-i
αj : Efek pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit taraf ke-j βk : Efek berbagai tipe pemotongan umbi taraf ke-k
(αβ)jk : Interaksi antara pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit ke-j dan tipe
pemotongan umbi taraf ke-k
εijk : Galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pemberian limbah cair
pabrik kelapa sawit pada taraf ke-j dan berbagai tipe pemotongan pada taraf ke-k.
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1989).
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah persiapan lahan, pemupukan, pembelahan umbi, penanaman, aplikasi LCPKS, pemeliharaan (penyiraman, penyulaman, penyiangan dan pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit), panen, dan pengeringan.
Persiapan Lahan
Areal pertanaman diukur sesuai kebutuhan, dibersihkan dari rerumputan, sisa- sisa tanaman yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, lalu tanah diolah dan digemburkan menggunakan cangkul dengan kedalaman ± 30 cm. Dibuat plot- plot dengan ukuran 100 cm x 100 cm, jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm dan parit drainase sedalam 30 cm untuk menghindari genangan air.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, TSP, dan KCl sebanyak 42,5 g/plot, 20 g/plot, 15 g/plot. Untuk urea diberikan dua kali, yaitu pada saat persiapan lahan dan pada saat penanaman sedangkan TSP dan KCl diberikan hanya pada saat persiapan lahan dan dilakukan dengan cara ditaburkan pada larikan antar barisan tanaman sedalam 5 cm lalu alur pupuk ditutup lagi dengan tanah.
PemotonganUmbi
yang telah mendapat perlakuan kemudian direndam dalam larutan fungisida berbahan aktif profineb selama 2 menit.
¦ ¦ ¦ ¦
Gambar1 : Dibelah dua membujur Gambar 2 : Dipotong 1/3 bagian
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam yang tugal pada areal tanam sesuai dengan jarak tanam yang ditentukan yaitu 20 cm x 20 cm, kemudian umbi dimasukkan ke lubang tanam. Umbi ditutup ¾ bagian dengan menggunakan tanah halus.
Aplikasi LCPKS
Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan dalam satuan liter/hektar dengan konsentrasi pupuk sesuai perlakuan pada masing-masing plot. Dilakukan mulai dari 1 MST sampai pada akhir masa vegetatif yaitu 7 MST dengan interval 1 minggu.
Pemeliharaan Penyiraman
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada satu minggu setelah tanam untuk menggantikan umbi busuk atau mati dengan umbi bibit cadangan. Bahan sisipan diambil dari bibit tanaman cadangan yang sama pertumbuhannya dengan tanaman di lapangan.
Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dilakukan sekali setiap dua minggu yang dilakukan secara manual dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu. Pembumbunan dilakukan umur 4 MST hingga 6 MST dengan interval 1 minggu. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan jika terjadi serangan, dengan menyemprot pestisida berbahan aktif mankozeb dengan konsensentrasi 2 g/l air dengan interval 1 minggu. Pengendalian penyakit dilakukan dengan fungisida berbahan aktif profinep dengan konsensentrasi 2 g/L air dengan interval 1 minggu. Penyemprotan harus merata sampai belakang sisi daun.
Panen
Pengeringan
Pengeringan umbi bawang merah dilakukan dengan cara dijemur pada suhu ruangan. Proses pengeringan dihentikan apabila umbi mencapai susut bobot 25% dan kadar air umbi mencapai 60-75 %. Pengeringan tersebut dilakukan untuk perhitungan bobot kering umbi (Sartono dan suwandi, 1996).
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal umbi sampai ke ujung daun terpanjang. Tinggi tanaman diukur mulai 2 MST hingga 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali.
Jumlah Daun per Rumpun (helai)
Dihitung jumlah daun per rumpun yaitu dengan cara menghitung jumlah seluruh daun yang muncul pada anakan setiap rumpunnya. Dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST sampai 7 MST dengan interval 1 minggu sekali.
Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)
Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan pada umur 2 MST sampai 7 MSTdengan interval 1 minggu sekali.
Jumlah Siung per Sampel (siung)
Jumlah siung dihitung setelah tanaman dipanen. Jumlah siung dihitung pada setiap tanaman sampel.
Bobot Basah Umbi per Sampel (g)
Bobot Kering Umbi per Sampel (g)
Bobot kering umbi per sampel ditimbang setelah dibersihkan dan dikering anginkan pada suhu ruangan, sampai susut bobot mencapai 25%.
Bobot Basah Umbi per Plot (g)
Bobot basah umbi per plot ditimbang setelah dilakukan panen. Dengan syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran sertadaun dipotong ± 1cm dari umbi. Bobot Kering Umbi per Plot (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Berdasarkan rataan tinggi tanaman bawang dari umur 2 sampai 7 MST dapat dilihat pada lampiran 8, 10. 12, 14, 16, 18, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 9, 11, 13, 15, 17, 19.
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan berpengaruh nyataterhadaptinggi tanaman 2, 3, 4 MST dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman 5, 6, 7 MST sedangkan pemberian limbah cair kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.
Rataan tinggi tanaman umur 2-7 MST pada perlakuan tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman bawang merah umur 2-7 MST (cm) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Umur Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Laju pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada 2-7 MST dengan perlakuan tipe pemotongan umbi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhantinggi tanaman pada umur 2-7MST dengan perlakuan tipe Pemotongan
Jumlah daun per Rumpun (helai)
Berdasarkan rataan jumlah daun per rumpun bawang dari umur 2 sampai 7 MST dapat dilihat pada lampiran 20, 22. 24, 26, 28, 30, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 21, 23, 25, 27, 29, 31.
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan berpengaruh nyataterhadapjumlah daun per rumpun 2 sampai 6 MST dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun per rumpun 7 MST. sedangkan pemberian limbah cair kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun per rumpun.Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun per rumpun.
Rataan jumlah daun per rumpun umur 2-7 MST pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Rataan jumlah daun per rumpun bawang merah umur 2-7 MST (helai) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit.
Umur Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Laju pertumbuhan jumlah daun per rumpun bawang merah pada 2-7 MST dengan perlakuan tipe pemotongan umbi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik pertumbuhanjumlah daun per rumpun pada umur 2-7MST dengan perlakuan tipe Pemotongan
Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)
Berdasarkan rataan jumlah anakan per rumpun bawang dari umur 2 sampai 7 MST dapat dilihat pada lampiran 32, 34. 36, 38, 40, 42, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 33, 35, 37, 39, 41, 43.
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan berpengaruh nyataterhadapjumlah anakan per rumpun 2 sampai 7 MST sedangkan pemberian limbah cair kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan per rumpun.Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan per rumpun.
Rataan jumlah anakan per rumpun umur 2-7 MST pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Jum
la
h D
aun (
he
la
i)
Umur Tanaman
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anakan per rumpun 2 sampai 7 MST yang tertinggi pada pembelahan 1/3 bagian (P1) dengan masing - masing yaitu 3,52; 5,09; 5,70; 6,27; 6,53; 6,73 anakan. Jumlah anakan per rumpun terendah diperoleh diperoleh pada perlakuan belah dua (P2) masing-masing yaitu 2,02; 3,17; 3,70; 4,03; 4,32; 4,42 anakan.
Tabel 3. Rataan jumlah anakan per rumpunbawang merah 2-7 MST (anakan) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Umur Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Laju pertumbuhan jumlah anakan per rumpun bawang merah pada 2-7 MST dengan perlakuan tipe pemotongan umbi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik pertumbuhanjumlah daun per rumpun pada umur 2-7MST dengan perlakuan tipe Pemotongan
Jumlah Siung per Sampel (siung)
Berdasarkan rataan jumlah siung per sampel bawang dapat dilihat pada lampiran 44, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 45.
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh nyataterhadapjumlah siung per sampel sedangkan Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah siung per sampel.
Rataan jumlah siung per sampel pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah siung per sampel yang terbanyak pada pembelahan 1/3 bagian (P1) yaitu 8,13 siung. Jumlah siung per sampel terendah diperoleh diperoleh pada perlakuan belah dua (P2) yaitu 6,77 siung.
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah siung per sampel yang terbanyak pada pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit 2 L/plot (L2) yaitu 8.42 siung dan jumlah siung terendah pada perlakuan 1 L/plot (L1) yaitu 6.80 siung.
Tabel 4. Jumlah Siung per sampel bawang merah (siung) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan DMRT taraf 5%
Hubungan antara jumlah siung dengan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik hubungan antara jumlah siung per sampel dengan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Bobot Basah Umbi per Sampel (g)
Berdasarkan rataan bobot basah umbi per sampel bawang merah dapat dilihat pada lampiran 46, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 47.
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan berpengaruh nyataterhadapbobot basah per sampel sedangkan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata dan Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah umbi per sampel.
Rataan bobot basah umbi per sampel pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot basah umbi per sampel bawang merah (g) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan DMRT taraf 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot basah umbi per sampel bawang merah
terberat diperoleh pada perlakuan tipe pemotongan diperoleh pada perlakuan P1
(dipotong 1/3) yaitu 17,38 g sedangkan terendah pada perlakuan P2 (belah dua)
yaitu 13.03.
Berdasarkan rataan bobot kering umbi per sampel bawang dapat dilihat pada lampiran 48, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 49.
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan berpengaruh nyataterhadapbobot kering umbi per sampel sedangkan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata dan Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah umbi per sampel.
Rataan bobot kering umbi per sampel pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot kering umbi per sampel bawang merah (g) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan DMRT taraf 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot kering umbi per sampel bawang merah terberat diperoleh pada perlakuantipe pemotongan diperoleh pada perlakuan P1
(dipotong 1/3) yaitu 14,86 g sedangkan terendah pada perlakuan P2 (belah 2) yaitu
11.06.
Bobot Basah Umbi per Plot (g)
Hasil menunjukkan bahwa tipe pemotongan berpengaruh nyataterhadapbobot basah umbi per plot sedangkan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata dan Interaksi antara tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah umbi per plot.
Rataan bobot basah umbi per plot pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot basah umbi bawang merah per plot (g) pada perlakuan tipe pemotongan dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit
Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan DMRT taraf 5%
Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot basah umbi per plot bawang merah terberat diperoleh pada perlakuantipe pemotongan perlakuan P1 (dipotong 1/3)
yaitu 374.42 g sedangkan terendah pada perlakuan P2 (belah 2) yaitu 239.72.
Bobot Kering Umbi per Plot (g)
Berdasarkan rataan bobot kering umbi bawang merah per plot dapat dilihat pada lampiran 52, sedangkan hasil sidik ragamnya pada Lampiran 53.
limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering umbi per plot.
Rataan bobot kering umbi per plot pada perlakuan pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Bobot keringumbi bawang merah per plot (g) pada perlakuan tipe pemotongan dan limbah cair pabrik kelapa sawit
Tipe Pemotongan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan DMRT taraf 5%
Tabel 8 menunjukkan pada perlakuan tipe pemotongan, bobot kering umbi per plot bawang merah terberat diperoleh pada perlakuan P1 (dipotong 1/3) yaitu
304,12 gram sedangkan terendah pada perlakuan P2 (belah dua) yaitu (194.66)
gram.
Pembahasan
Pengaruh perlakuan tipe pembelahan umbi terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicumL.)
Perlakuan tipe pemotongan umbi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2, 3, 4 MST dan berpengaruh tidak nyata pada umur 5, 6, 7 MST. Tanaman tertinggi pada umur 2 MST yang tertinggi pada pemotongan 1/3 bagian (P1) dengan tinggi tanaman yaitu 14,05 cm. Tinggi tanaman terendah diperoleh pada perlakuan belah dua (P2) yaitu 10.82 cm. Tinggi tanaman 3 dan 4 MST yang tertinggi pada perlakuan Kontrol (P0), dengan tinggi masing-masing yaitu 19,92 cm dan 21,90 cm. Tinggi tanaman terendah diperoleh pada perlakuan belah dua (P2) masing-masing yaitu 16,15 cm dan 18,92 cm. Hal ini diduga bahwa pembelahan menyebabkan cadangan makanan umbi semakin berkurang. Baik pembelahan dan pemotongan setiap umbi bawang dapat mempercepat pertumbuhan awal vegetatif bawang. Sehingga berkurangnya cadangan makanan berpengaruh pada pertumbuhan awal suatu tanaman .Hal ini sesuai dengan Sumarmi dan Hidayat(2005) yang menyatakan bahwa faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi. Diameter umbi bibit yang besar (5-6 g) cenderung dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan.
Soedomo (1992) yang menyatakan penghentian masa dormansi umbi ada korelasinya dengan pertunasan, hal ini disebabkan terjadinya keseimbangan antara zat pengatur tumbuh dengan kandungan karbohidrat dalam umbi selama proses metabolisme itu sendiri.
Tipe pemotongan umbi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan 2 sampai 7 MST, dimana jumlah anakan terbanyak pada perlakuan pemotongan 1/3 bagian (P1) yaitu 6,73 anakan dan terendah pada perlakuan belah dua (P2) yaitu 4,42 anakan. Hal ini diduga bahwa pemotongan memacu pertumbuhan jumlah anakan tanaman dimana setiap lapisan umbi akan mengalami pertumbuhan menghasilkan anakan. Pemotongan umbi meregenerasi titik tumbuh tanaman sehingga memacu jumlah anakan pada setiap umbi. Hal ini sesuai dengan Priyono dan Hoesen (1996) yang menyatakan bahwa adanya daya regenerasi titik tumbuh meristem sel dan jumlah cadangan makanan yang tersimpan pada potongan umbi tersebut untuk perkembangan anakan dalam proses metabolisme pertumbuhannya juga reaksi hormon tumbuh yang digunakan.
potongan umbi tersebut untuk perkembangan anakan dalam proses metabolisme pertumbuhannya yang digunakan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tipe pemotongan umbi berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot dan bobot kering umbi per plotdengan rataan terbesar terdapat pada perlakuan pemotongan 1/3 bagian (P1) dan terendah perlakuan belah dua (P2). Hal ini diduga adanya pembelahan umbi (belah dua) pada umbi tanaman bawang mengurangi produksi umbi. Sedangkan pada pemotongan umbi (1/3) akan memacu pertumbuhan bawang merah. Pada umbi tanaman yang dibelah dua dapat mengurangi pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanaman sehingga produksi menurun. Hal ini sesuai dengan literatur Soedomo (1992) yang menyatakan perlakuan pemotongan umbi bibit sangat berpengaruh terhadap persentase susut berat umbi yang dihasilkan.
Pengaruh pemberian limbah cair pabrik kelapa sawitterhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicumL.)
Berdasarkan hasil penelitian dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter kecuali jumlah siung.
menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Limbah cair pabrik kelapa sawit memberikan unsur hara yang berperan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erningpraja et al (1996) dalam 100 ton limbah cair yang diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit menyumbangkan unsur hara sebanyak 70 kg N, 12 kg P2O5, 150 kg K2O, 27 kg MgO dan 32,5 kg CaO.
Interaksi perlakuan tipe pembelahan umbidan pemberian limbah cair pabrik kelapa saawitterhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah (Allium ascalonicumL.)
Berdasarkan hasil penelitian dan sidik ragam diketahui bahwa interaksi perlakuan tipe pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadaptinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah siung, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot, dan bobot kering umbi per plot.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemotongan 1/3 (P1) nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada
parameter tinggi tanaman 2 MST, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah siung, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel.
2. Pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit nyata meningkatkan padaparameter jumlah siung namun tidak nyata meningkatkan parameter lainnya.
3. Interaksi perlakuan tipe pembelahan umbi dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.
4. Perlakuan tipe pemotongan umbi diperoleh hasil terbaik pada pemotongan 1/3 (P1) sedangkan pada perlakuan limbah cair pabrik kelapa sawit hasil
terbaik cenderung pada pemberian L2 (2L/plot).
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2012. Produksi Bawang Merah Sumatera Utara. Biro Statistik Sumatera Utara, Medan.
Erningpraja, L., Z. Poeloengan dan P. L. Tobing. 1996. Prospek Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit untuk Perkebunan Kelapa Sawit. Prosiding Kongres VI Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.
Hapsoh dan Y. Hasanah. 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USU Press, Medan.
Huan., 1987. Trial on longterm effects of application of POME on soil properties, oil palm nutrition and yields. proc. of the 1987 International Oil
Palm/Palm Oil Conference. PORIM. p: 575-595.
Huda, D. E., 2007. Pengaruh Perlakuan Temperatur Pengeringan terhadap
Kualitas Umbi Bibit, Pertumbuhan dan Produksi Kultivar Bawang Merah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ideriah, T.J.K., P.U Adiukwu, H.O. Stainleydan A.O. Briggs. 2007. Impact of palm oil (Elaeis guineensis Jacq;Banga) mill effluent on water quality of receiving Oloya Lake in NigerDelta, Nigeria. Res. J. Appl. Sci.2:842-845.
Irawan, D. 2010. Bawang Merah dan Pestisida. Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Medan. http://www.bahanpang.sumutprov.go.id [03 Februari 2014].
Manik, K.E.S. 2000. Pemanfaatan Limbah Cair Pengolahan Minyak Sawit Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit. J. Tanah Trop. 10:147-152.
Naibaho, P.M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.Medan.
Priyono, S. H., dan D. S. H. Hoesen. 1996. Perbanyakan Amarillis sp. Dengan Kombinasi Perlakuan Pembelahan Umbi dan Perendaman Giberellic acid. Prosiding Seminar Nasional Tanaman Hias.
Putrasemedja, S. 1995. Pengaruh Berbagai Macam Pembelahan Bawang Merah Pada Musim Penghujan Pada Tempat Terbuka. Bul. Penel. Hort. XXVII No.3.
Rahayu, E., dan N. Berlian VA. 1999.Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Savci, S. 2012. An Agricultural Pollutant: Chemical Fertilizer. International Journal of Environmental Science and Development, 3(1), 77-80.
Soedomo, R. P., 1992. Pengaruh pemotongan ujung umbi dan lama penyimpanan umbi bibit bawang merah (Allium ascalonicum L) terhadap hasil umbi di Brebes, Jawa Tengah.
Stennis, C. G. G. J. V. 2005. Flora. Cetakan Kesembilan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Sudirja, 2010. Bawang Merah. http//www.lablink.or.id/Agro/bawangmrh/ Alternaria partrait.html. Diakses tanggal 25 Februari 2014.
Sumarmi, N dan A. Hidayat, 2005. Budidaya Bawang Merah. Panduan Teknis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sutarta, E.S. Winarna, P.L. Tobing dan Sufianto. 2000. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit pada Perkebunan Kelapa Sawit. Makalah dalam Pertemuan Teknis Kelapa Sawit II, PPKS Medan, 13-14 Juni 2000. Medan.
Syafruddin, Faesal dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. BalaiPenelitian Tanaman Serealia. Maros.
Tobing, P. L. dan P. M. Naibaho. 1991. Peranan Bakteri BETAGEN pada
Perombakan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Buletin Perkebunan 22(4), Medan. Hal. 261-267.
50 cm
Yacob, S., M.A. Hassan, Y. Shirai, M. Wakisaka dan S. Subash. 2005. Baseline study of methane emission from open digesting tanks of palm oil mill effluent treatment. Chemosphere 59:1575-1581.
Lampiran 1. Bagan plot penelitian
U
Lampiran 2. Bagan penanaman pada plot Jarak tanam 20 x 20 = 25 tanaman/plot
100 cm
10 cm 20 cm
100 cm
20 cm
10 cm
Lampiran 3. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian
No. Pelaksanaan Penelitian Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
6. Pemeliharaan tanaman
Penyiraman Dilakukan dua kali sehari saat cuaca panas dan sehari sekali saat cuaca mendung/hujan
Penyulaman X
Penyiangan Dilakukan seminggu sekali
Pembumbunan X X X
Pengendalian hama dan penyakit X X X X X X
7. Panen X
8. Pengeringan X X
9. Pengamatan parameter
Tinggi tanaman (cm) X X X X X X
Jumlah anakan per rumpun (anakan) X X X X X X Jumlah daun per rumpun (helai) X X X X X X
Jumlah Siung per sampel (siung) X
Bobot basah umbi per sampel (g) X
Bobot kering umbi per sampel (g) X
Bobot basah umbi per plot (g) X
Lampiran 4. Deskripsi varietas bawang merah Varietas Medan
Asal : Samosir
Tipe tumbuh : Determinate
Tinggi tanaman : 26,9 - 41,3 cm
Sifat alami : Mudah berbunga
Jumlah anakan : 6 - 12 umbi
Bentuk daun : Silindris berlubang
Warna daun : Hijau
Bentuk bunga : Seperti payung berwarna putih
Banyak buah : 60 - 80 per tangkai
Bentuk biji : Bulat, gepeng dan berkeriput
Warna biji : Hitam
Bentuk umbi : Bulat dengan ujung runcing
Produksi umbi kering : 7,4 ton/ha
Susut umbi (basah-kering) : 25%
Ketahanan terhadap penyakit : -Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botritis alli) - Peka terhadap penyakit busuk daun (Phytopthora porri)
Keterangan : Baik untuk dataran rendah dan dataran tinggi
Peneliti : - Hendro Sunarjono
- Prasojo
- Nasrun Horizon Arbain
Nomor SK Mentan : 595/pts/TP290/8/1984
Lampiran 5. Kebutuhan Pupuk Tanaman Bawang Merah Populasi tanaman/ha = 10.000 m2= 10.0000 m2 = 10.000m
Jarak tanam 20 x 20 cm 0.04 m2
2
= 250.000 tanaman/ha
Kebutuhan pupuk: 1. Urea = 100
46
x 200 Kg N/ha = 434.78 Kg Urea/ha
Kebutuhan urea per tanaman = 434.78 Kg Urea/ha 250.000 tanaman/ha
= 1,7 g/tanaman
2. TSP = 100 46
x 100 Kg P2O5/ha = 217.39 Kg TSP/ha
Kebutuhan TSP per tanaman = 217.39 KgTSP/ha 250.000 tanaman/ha
= 0,8 g/tanaman
3. KCl = 100 60
x 100 Kg K2O/ha = 166.67 Kg KCl/ha
Kebutuhan KCl per tanaman = 166.67 Kg Urea/ha 250.000 tanaman/ha
Lampiran 6. Analisis Tanah Lahan Pertanian FP USU
No Jenis Analisis Metode Nilai Kriteria
1 pH (H2O) Potensiometri 5.8 Masam
2 COrganik (%) Volumetri/walkey 1.23 Rendah
3 N-total (%) Volumetri/kjeldahl 0.14 Rendah
4 C/N --- 9 Rendah
5 K. Tukar (m.e/100g) Volumentri/NaCl 19.00 Sedang
7 P- Bray Spectrophometry 6.27 Sangat rendah
8 K (m.e/100g) AAS 0.08 Sedang
9 Ca (m.e/100g) AAS 4.91 Rendah
10 Mg (m.e/100g) AAS 4.05 Tinggi
Sumber : Laboratorium Pelayanan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Lampiran 7. Analisis Limbah Cair PKS
No. Parameter Satuan Hasil Metode
Sumber : Badan Pengkajian dan Teknologi Pertanian Sumatera Utara
Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1993) Sifat Tanah Sangat
Lampiran 8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 2 MST (cm)
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3
Lampiran 9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 2 MST
Lampiran 10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 3 MST (cm)
Lampiran 11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 3 MST
Lampiran 12. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 4 MST (cm)
Lampiran 13. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 4 MST
Lampiran 14. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 5 MST (cm)
Lampiran 15. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 5 MST
Lampiran 16. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 6 MST (cm)
Lampiran 17. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 6 MST
Lampiran 18. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 7 MST (cm)
Lampiran 19. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 7 MST
Lampiran 20. Data Pengamatan Jumlah Daun Umur 2 MST (helai)
Lampiran 21. Sidik Ragam Jumlah Daun Umur 2 MST (helai)
Lampiran 22. Data Pengamatan Jumlah Daun Umur 3 MST (helai)
Lampiran 23. Sidik Ragam Jumlah Daun Umur 3 MST (helai)
Lampiran 24. Data Pengamatan Jumlah Daun Umur 4 MST (helai)
Lampiran 25. Sidik Ragam Jumlah Daun Umur 4 MST (helai)
Lampiran 26. Data Pengamatan Jumlah Daun Umur 5 MST (helai)
Lampiran 27. Sidik Ragam Jumlah Daun Umur 5 MST (helai)
Lampiran 28. Data Pengamatan Jumlah Daun Umur 6 MST (helai)
Lampiran 29. Sidik Ragam Jumlah Daun Umur 6 MST (helai)
Lampiran 30. Data Pengamatan Jumlah Daun Umur 7 MST (helai)
Lampiran 31. Sidik Ragam Jumlah Daun Umur 7 MST (helai)
Lampiran 32. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 2 MST
Lampiran 33. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 2 MST (anakan)
Lampiran 34. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 3 MST
Lampiran 35. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 3 MST (anakan)
Lampiran 36. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 4 MST
Lampiran 37. Sidik Ragam Jumlah Anakan perRumpun4 MST (anakan)
Lampiran 38. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 5 MST
Lampiran 39. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 5 MST (anakan)
Lampiran 40. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 6 MST
Lampiran 41. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 6 MST (anakan)
Lampiran 42. Data Pengamatan Jumlah Anakan perRumpun7 MST
Lampiran 43. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun7 MST (anakan)
Lampiran 44. Data Pengamatan Jumlah Siungper Sampel (siung)
Lampiran 45. Sidik Ragam Jumlah Siungper Sampel (siung)
Lampiran 46. Data Pengamatan Bobot BasahUmbi per Sampel (g)
Lampiran 47. Sidik Ragam Bobot BasahUmbi per Sampel (g)
Lampiran 48. Data Pengamatan Bobot Kering per Sampel (g)
Lampiran 49. Sidik Ragam Bobot Kering per Sampel (g)
Lampiran 50. Data Pengamatan Bobot BasahUmbi per Plot (g)
Lampiran 51. Sidik Ragam Bobot BasahUmbi per Plot (g)
Lampiran 52. Data Pengamatan Bobot Kering per Plot (g)
Lampiran 53. Sidik Ragam Bobot Kering per Plot (g)